Latar Belakang PENUTUP A.

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di dalam kehidupan bermasyarakat sering terjadi kekacauan-kekacauan, hal ini timbul sebagai akibat adanya perbedaan kebutuhan antara sesama anggota masyarakat. Sebelum adanya peradaban manusia yang tinggi, maka yang kuatlah yang selalu menang dalam segala hal. Pada masa demikian itu, hukum belum lagi dikenal, oleh karena itu masing-masing anggota masyarakat dapat menjadi hakim sendiri-sendiri. Dengan adanya kemajuan peradaban manusia, masyarakat merasakan perlunya dibuat ketentuan-ketentuan yang sama-sama mereka sepakati. Ketentuan-ketentuan ini bersifat mengikat dan mengandung ancaman hukuman bagi barang siapa yang melanggarnya. Tujuan dari dibuatnya perautaran-peraturan yang bersifat mengikat itu tidak lain adalah agar di dalam kehidupan bermasyarakat terdapat ketertiban, dimana hak dari masing-masing anggota dilindungi, di samping menjadi kewajiban dari pihak-pihak lain untuk mentatai setiap ketentuan yang telah disepakati bersama itu. Di dalam masyarakat kita sekarang ini, peraturan yang sifatnya mengikat dan ada sanksi hukumnya dapat ditemukan dalam KUHP, atau Undang-undang dan peraturan lainnya. Tetapi hanya dengan KUHP dan undang-undang serta peraturan –peraturan lainnya belum cukup, sebab timbul persoalan siapa yang menjalankan proses peradilan, bagaimana peradilan itu berjalan dan sebagainya. Untuk itu dibutuhkan adanya suatu ketentuan atau peraturan yang mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan proses peradilan tersebut dan peraturan itulah Universitas Sumatera Utara yang dikenal dengan nama Hukum Acara Pidana. Akan tetapi kehidupan masyarakat akan berubah seiring waktu, perkembangan sosial terus maju, oleh sebab itu pemerintah Indonesia memberlakukan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 yang lebih dikenal dengan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana KUHAP muali berlaku pada tanggal 31 Desember 1981. Hukum acara pidana bertujuan untuk mencari kebenaran materiel berbeda dengan hukum acara perdata yang mencari kebenaran formil. Peradilan pidana tidak boleh sesuka hati dan semena-mena membuktikan kesalahan terdakwa. Dalam hal ini hukum acara pidana Indonesia KUHAP menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta memberikan perlindungan terhadap hak asasi manusia. KUHAP mengatur bagaimana proses peradilan seseorang terdakwa yang melakukan perbuatan pidana yang didakwakan berdasarkan alat bukti yang ada dan termuat dalam surat dakwaan, yang kemudian dibuktikan dalam sidang pengadilan. Seperti diketahui surat dakwaan merupakan dasar hukum dalam proses persidangan pidana dan hanya jaksa selaku penuntut umum saja yang dapat membuat surat dakwaan. Sedangkan hakim hanya akan mempertimbangkan dan menilai apa yang termuat dalam surat dakwaan tersebut mengenai benar atau tidaknya terdakwa melakukan suatu tindak pidana. Apabila hakim menilai bahwa benar terdakwa melakukan suatu tindak pidana maka hakim dapat menjatuhkan pidana kepada terdakwa, akan tetapi hakim tidak dapat menjatuhkan pidana di luar batas dakwaan yang termuat dalam surat dakwaan. Dengan demikian terdakwa hanya dapat dipidana jika terbukti telah melakukan delik yang tersebut dalam surat dakwaan. Universitas Sumatera Utara Secara umum pembuatan surat dakwaan terlihat singkat saja, dengan teknologi pada masa sekarang ini sudah semakin mempermudah pekerjaan manusia seperti bentuk dan berbagai dakwaan sudah terekam dalam komputer penuntut umum, hanya tinggal menyesuaikannya dengan apa yang akan dikemukakan oleh jaksa penuntut umum didepan sidang pengadilan kemudian mencetaknya. Tetapi proses pemasukan data-data pada surat dakwaan bukanlah hal yang pantas dianggap mudah begitu saja, data-data pada surat dakwaan dimulai dari proses pemeriksaan dari pihak penyidik atas tersangka yang biasa disebut berkas perkara sampai pada penyerahan surat dakwaan kepada pengadilan. Begitu pentingnya peranan dari surat dakwaan itu membuat penuntut umum harus menggunakan keahliannya jangan sampai melakukan kesilapan atau kekurangan dalam penyusunannya, apabila terjadi kesilapan atau kekurangan penyusunan tersebut akan mengakibatkan lepasnya seorang terdakwa dari tuntutan hukum. Mengenai surat dakwaan ada hal tertentu yang diatur dalam KUHAP khususnya mengenai tindak pidana yang dilakukan oleh beberapa orang, seperti Pasal 141 KUHAP menyebutkan bahwa penuntut umum dapat melakukan penggabungan perkara dengan satu surat dakwaan, apabila pada waktu yang sama atau hampir bersamaan ia menerima beberapa berkas perkara. Kemungkinan penggabungan surat dakwaan ini dibatasi dengan syarat-syarat pada pasal tersebut. Syarat- syarat itu adalah : 1. Beberapa tindak pidana yang dilakukan oleh seorang yang sama dan kepentingan pemeriksaan tidak menjadikan halangan terhadap penggabungannya; Universitas Sumatera Utara 2. Beberapa tindak pidana yang bersangkut-paut satu dengan yang lain; 3. Beberapa tindak pidana yang tidak bersangkut-paut satu dengan yang lain, akan tetapi satu dengan yang lain itu ada hubungannya, yang dalam hal ini penggabungan tersebut perlu bagi kepentingan pemeriksaan. Kemudian lebih lanjut disebutkan dalam Pasal 142 KUHAP, bahwa penuntut umum dapat melakukan penuntutan terhadap masing-masing terdakwa secara terpisah apabila penuntut umum menerima satu berkas perkara yang memuat beberapa tindak pidana yang dilakukan oleh beberapa orang tersangka yang tidak termasuk dalam ketentuan Pasal 141 KUHAP. Dalam perkembangan dunia peradilan di masa sekarang ini banyak ditemui suatu perkara yang memuat beberapa tindak pidana yang dilakukan oleh beberapa orang tersangka dipecah menjadi beberapa berkas pekara dan penuntut umum dapat melakukan penuntutan terhadap masing-masing terdakwa secara terpisah, contohnya penyelesaian kasus korupsi dalam penjualan aset PT. Industri Sandang Nusantara ISN dengan surat dakwaan terpisah 1 1 . Hal ini menimbulkan pertanyaan khususnya bagi penulis dan masyarakat pada umumnya, apakah penuntut umum dalam melakukan pemisahan berkas perkara tidak salah mengambil keputusan karena kesewenangan penuntut umum untuk melakukan penekanan pada salah satu pihak saja dari beberapa orang tersangka atau bentuk surat dakwaan itu sendiri efektif dalam menjerat para terdakwa agar tidak terlepas dari pemidanaan dibandingkan dengan menggabungkan surat dakwaan. http:hukumonline.comdetail.asp?id=14214cl=Fokus diakses pada hari Selasa, 5 Februari 2008 Universitas Sumatera Utara

B. Permasalahan

Dokumen yang terkait

Tinjauan Hukum Tentang Pertimbangan Penuntut Umum Dalam Membuat Surat Dakwaan Secara Terpisah Terhadap Tindak Pidana Yang Dilakukan Oleh Beberapa Orang ( Surat Tuntutan NO.REG/ PER:PDM – 190 / EP.1/Medan/2007 )

1 91 72

Analisis Hukum Terhadap Dakwaan Tindak Pidana Korupsi Oleh Jaksa Penuntut Umum (Putusan Mahkamah Agung No.2642 K/Pid/2006)

0 37 127

ANALISIS YURIDIS SURAT DAKWAAN PENUNTUT UMUM BATAL DEMI HUKUM

0 3 15

Analisis konstruksi hukum penuntut umum dalam menyusun dakwaan terhadap tindak pidana yang mengandung perbarengan dan implikasi yuridisnya

0 4 80

KETERKAITAN PENYIDIKAN DENGAN PEMBUATAN SURAT DAKWAAN OLEH PENUNTUT UMUM DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA (Studi di Wilayah Hukum Poltabes Padang).

0 0 12

ALASAN PENUNTUT UMUM MELAKUKAN PEMISAHAN SURAT DAKWAAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI (Studi kasus di Kejaksaan Negeri Padang).

0 1 6

pengaruh ketidaktepatan penerapan undang-undang oleh jaksa penuntut umum dalam penyusunan surat dakwaan terhadap pelaku tindak pidana narkotika dihubungkan dengan putusan hakim dan kepastian hukum.

0 0 1

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pertimbangan Jaksa Penuntut Umum dalam Melakukan Tuntutan Pidana terhadap Anak yang Melakukan Tindak Pidana

0 0 14

Contoh Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum

0 0 13

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Penetapan Pasal Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika dalam Surat Dakwaan Oleh Jaksa Penuntut Umum - PENETAPAN PASAL DAN BENTUK DAKWAAN OLEH JAKSA PENUNTUT UMUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA -

0 0 36