2. Stimulasi dalam Tumbuh Kembang Anak
Periode penting dalam tumbuh kembang anak adalah masa balita. Karena pada masa ini, pertumbuhan dasar yang akan mempengaruhi dan
meentukan perkembangan anak selanjutnya. Oleh karena itu, pada periode kritis ini memerlukan rangsangan atau stimulasi yang berguna agar potensi
anak berkembang secara optimal Soetjiningsih, 2003. Berdasarkan hasil penelitian longitudinal dari Prof. Benjamin Bloom
tentang kecerdasan, 50 variabilitas kecerdasan orang dewasa sudah ada pada usia 4 tahun, 30 berikutnya pada usia 8 tahun, dan 20 sisanya
pada pertengahan atau akhir dasawarsa kedua. Dikatakan bahwa 4 tahun pertama adalah kurun waktu dimana seorang anak sangat peka terhadap
banyak sedikitnya stimulasi Sularyo, 1999. Stimulasi dalam tumbuh kembang anak adalah perangsangan dan
latihan terhadap anak yang datangnya dari lingkungan luar individu anak, misalnya latihan terhadap kemampuan motorik, kemampuan bahasa dan
kognitif, serta kemampuan bersosialisasi dan mandiri, sehingga anak mencapai kemampuan optimal. Pemberian stimulasi akan lebih efektif
apabila memperhatikan kebutuhan-kebutuhan anak sesuai dengan tahap- tahap perkembangannya Depkes RI, 2005.
Pada tahun-tahun pertama tumbuh kembang anak, anak belajar mendengarkan, yang disebut dengan periode kesiapan mendengarkan.
Pada periode ini, stimulasi verbal sangat penting untuk perkembangan bahasa anak. Kualitas dan kuantitas vokalisasi anak dapat bertambah,
karena anak belajar menirukan kata-kata yang didengarnya Soetjiningsih, 2003.
Orang tua memainkan peran penting pada setiap perkembangan bahasa Papalia, et. al, 2008. Orang tua sebaiknya mulai berkomunikasi
dengan anaknya bahkan sejak anaknya masih bayi, yang dapat dilakukan dengan membacakan buku cerita. Di dalam aktivitas ini, orang tua tidak
perlu membacakan seluruh isi buku dan sebaiknya membacakan cerita yang cukup ringan untuk seorang bayi. Dengan mengolah suara saat
membacakan cerita, bayi akan memberikan respons dan merasa senang Soedjatmiko, 2007. Agar perkembangan bahasa dan kognitif anak dapat
optimal, sebaiknya stimulasi verbal dilakukan sedini mungkin yaitu sejak anak masih berada di dalam kandungan Trelease, 2006.
Sedangkan berdasarkan data dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia, stimulasi verbal yang dapat dilakukan orang tua untuk
mengembangkan kemampuan bicara dan bahasa anak diantaranya adalah dengan bernyanyi dan menceritakan sajak-sajak kepada anak, menonton
televisi, banyak berbicara kepada anak dalam kalimat-kalimat pendek, serta membacakan buku cerita kepada anak setiap hari Depkes RI, 2005.
Terdapat perbedaan antara bicara dan bahasa. Bicara adalah pengucapan, yang menunjukkan keterampilan seseorang mengucapkan
suara dalam suatu kata. Bahasa berarti menyatakan dan menerima informasi dalam suatu cara tertentu. Bahasa merupakan salah satu cara
berkomunikasi. Seseorang yang mengalami gangguan berbahasa mungkin
saja dapat mengucapkan suatu kata dengan jelas tetapi ia tidak dapat menyusun dua kata dengan baik. Sebaliknya, ucapan seorang anak
mungkin sedikit sulit untuk dimengerti, tetapi ia dapat menyusun kata-kata yang benar untuk menyatakan keinginannya. Masalah bicara dan bahasa
sebenarnya berbeda tetapi kedua masalah ini seringkali tumpang tindih. Ada banyak alasan terjadinya keterlambatan perkembangan berbicara
dan berbahasa. Sejumlah anak yang mengalami keterlambatan berbicara mungkin mengalami masalah motorik oral, artinya ada gangguan dalam
pengolahan atau penyampaian sinyal dari pusat bicara di otak. Dan gangguan
berbicara seringkali
menunjukkan adanya
gangguan perkembangan
lain yang
lebih luas.
Sebagaimana diketahui,
perkembangan berbicara merupakan kombinasi antara kemampuan alami anak dan pengasuhan orangtua. Jika rangsangan untuk berbicara dan
berbahasa dirasakan kurang oleh anak mak tentu saja keterampilan bicara dan bahasanya tidak akan terasah.
Orangtua hendaknya melakukan evaluasi terhadap perkembangan bicara dan bahasa anak, dan harus segera memeriksakan anak apabila:
a. Anak anda yang berusia dua atau tiga tahun hanya dapat menirukan pembicaraan atau sikap tetapi tidak dapat mengucapkan kata-kata secar
spontan. b. Ia hanya dapat mengucapkan suara atau kata tertentu berulang-ulang.
c. Suaranya terdengar ”aneh” sehingga kata-katanya sulit dimengerti.
d. Ia tidak dapat mengucapkan kata-kata untuk menyampaikan keinginannya.
e. Ia tidak dapat melakukan perintah sederhana Judarwanto, 2008. Anak yang memiliki kecakapan bahasa yang tinggi akan menjadi anak
dengan kemampuan membaca yang baik Surjadi, 2003. Juel mengemukakan bahwa membaca terdiri dari dua proses utama, yaitu
proses pengkodean dan pemahaman. Proses pengkodean adalah proses pengenalan kata, sedangkan proses pemahaman adalah proses
mengintegrasikan arti kata dalam kalimat dan struktur bacaan. Secara umum kemampuan membaca dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu
membaca permulaan dan membaca lanjut. Membaca permulaan merupakan proses untuk mengenal huruf dan tanda baca serta mengubah
huruf-huruf menjadi bunyi suara dalam kata. Pada umumnya membaca permulaan ini akan berakhir bila anak sudah mampu mengubah tulisan
kata sederhana menjadi suara, membaca cepat bacaan dengan kata-kata dan kalimat sederhana serta mampu mengerti isi bacaan sederhana.
Membaca lanjut adalah proses menerapkan kemampuan membaca untuk bermacam-macam tujuan, seperti untuk menambah perbendaharaan kata,
menambah kemahiran memahami isi bacaan, melatih kemampuan berpikir, menyempurnakan kelancaran membaca serta melatih kegemaran membaca
atas kehendak sendiri Juel C, 1998. Belajar membaca merupakan proses yang panjang. Seseorang tidak
dapat langsung terampil dan menguasai kemampuan membaca dalam
waktu yang singkat. Spencer menjelaskan bahwa anak-anak melewati 5 fase dalam belajar membaca, yaitu:
a. Fase pertama, sejak lahir sampai berumur 6-7 tahun merupakan fase pra-membaca, anak belajar mengidentifikasi huruf alphabet; anak
belajar menterjemahkan huruf ke dalam suara dan memadukan suara- suara itu menjadi kata.
b. Fase kedua, terjadi pada usia 7 atau 8 tahun, anak mulai membaca dengan lancar, mereka tidak membutuhkan banyak waktu dan proses
mental yang sulit untuk mengidentifikasi setiap kata, meskipun pada fase ini membaca belum diorientasikan untuk belajar.
c. Fase ketiga, antara umur 8 dan 14 tahun, anak dapat menggunakan membaca untuk belajar, tetapi mereka baru dapat memahami informasi
bacaan dari satu perspektif saja. d. Pada fase keempat, anak berusia di atas 18 tahun pembaca dapat
menganalisis dan membentuk pengetahuan dengan tingkat abstrak yang tinggi Spencer et.al, 2003 .
Khusus berkaitan dengan kemampuan membaca pada anak, Ehri Wilce 1983 mengemukakan adanya transisi dalam belajar membaca.
Membaca yang sesungguhnya dimulai dari fase visual cues reading, yaitu ketika anak muali mengenal kata dalam bentuk tulisan. Pengenalan awal
ini biasanya didasarkan pada karakter visual, seperti bentuk kata atau ciri- ciri pembeda antar huruf. Memasuki fase phonetic cues reading anak
mulai memusatkan perhatian pada bunyi-bunyi huruf dan kata, dan
menggunakan pengetahuan mereka tentang abjad untuk menaosiasikan kata dengan pengucapannya. Anak- anak mulai membaca dengan
pemahaman ketika kompetensi mereka semakin berkembang. Pembaca pada tahap ini telah dapat menguasai systemic phonemic coding atau
disebut real readers Ehri Wilce, 1983.
3. Perilaku