Rekomendasi kebijakan Pembahasan .1 Ketenagaan

207 penyuluh; dan 4 secara coercion atau pemberian stick and carrot, yakni pemaksaan secara langsung dengan memberikan hadiah bagi yang melaksanakan mendukungnya, seperti penyuluhan untuk mencegah pengrusakan terumbu karang. Berbagai cara tersebut diharapkan secara bertahap akan dapat mencapai sasaran penyuluhan, melalui urutan tingkat-tingkat psikologis dan perilaku dalam melakukan proses adopsi. Tahap yang harus dilalui meliputi tahap menyadari, tahap berminat, tahap menilai, tahap mencoba, dan akhirnya tahap penerapan atau adopsi Wiriatmaja dalam Poernomo, 2004. Lebih lanjut Poernomo 2004 menambahkan bahwa pentahapan tersebut merupakan proses mental, sehingga pada kenyataanya dapat berurutan secara gradual, tapi dapat pula tumpang tindih atau tanpa berurutan bahkan biasa juga mengalami lompatan; yang kesemuanya menentukan cepat lambatnya suatu proses adopsi-inovasi. Model penyuluhan perikanan yang diperlukan dan dilaksanakan adalah model penyuluhan perikanan partisipatif dengan beberapa ciri sebagai berikut 1 pelaku utama terlibat dalam pengambilan keputusan sejak perencanaan, pelaksanaan sampai pengawasan; 2 mengutamakan kepentingan pelaku utama bottom up, tidak mengutamakan program top down, tetapi kombinasi pendekatan memungkinkan dengan tujuan fasilitasi dan lebih meningkatkan kapasitas pelaku utama; 3 pembinaan bersifat interaktif, karena pelaku utama dapat langsung berinteraksi dan menjadi pemprakrsa; 4 pelaku utama mempunyai kewenangan menentukan pilihan; 5 substansi inovasi adalah spesifik lokal dengan telah mempertimbangkan kearifan local dan teknologi; 6 pemerintahpenyuluh lebih berposisi sebagai fasilitator dan regulator. Pelaksanaan penyelenggaraan penyuluhan perikanan ada beberapa metode pendekatan antara lain 1 pendekatan individu; 2 pendekatan kelompok dan 3 pendekatan masal.

3.3.4 Rekomendasi kebijakan

Hasil analisis SWOT menghasilkan tiga skenario program yaitu: 208 1 Mendorong kerjasama dengan pihak terkait untuk meningkatkan sumberdaya manusia nelayan dan petugas penyuluhan perikanan 2 Menciptakan berbagai kegiatan penyuluhan perikanan secara periodik yang didukung oleh pemerintah dan swasta. 3 Pembentukan danatau penguatan lembaga penyuluhan di kecamatan dan di desa Berdasarkan prioritas program tersebut terlihat bahwa peningkatan kualitas sumberdaya manusia nelayan dan tenaga penyuluhan merupakan prioritas pertama. Peningkatan kualitas kemampuan nelayan memiliki implikasi bahwa kuantitas tenaga penyuluh juga harus diperbaiki karena tidak mungkin jumlah penyuluh yang terbatas akam mampu meningkatkan kualitas nelayan. Peningkatan kemampuan pengelolaan program dapat dilakukan dengan pembuatan standar operasional prosedur tentang pengelolaan program dan supervisi secara menyeluruh pelaksanaan program penyuluhan mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Hal ini senada dengan yang disampaikan oleh Schwarz 2010 dimana dalam keberlanjutan program penyuluhan hal yang paling utama adalah peningkatan kapasitas pada evaluasi program. Berdasarkan aspek gender, diperlukan tenaga penyuluh perikanan wanita dan peningkatan tenaga penyuluh wanita tersebut untuk memberikan penyuluhan bagi ibu-ibu nelayan. Hal ini disebabkan ibu-ibu tersebut dapat menjadi salah satu pilar dalam kegiatan ekonomi perikanan di suatu wilayah. Adeokun dan Adereti 2005 menyebutkan bahwa untuk melatih ibu-ibu nelayan diperlukan tenaga penyuluh yang berjenis kelamin yang sama agar system penyuluhan lebih efektif. Prioritas kedua yang berupa menciptakan berbagai kegiatan penyuluhan perikanan secara priodik yang didukung oleh pemerintah dan swasta. Skenario program ini berhubungan dengan skenario pertama untuk meningkatkan kualitas sumberdaya nelayan. Prioritas ketiga berupa pembentukan dan atau penguatan lembaga penyuluhan di kecamatan dan di desa. Prioritas ini untuk memperbaiki kondisi kelembagaan yang menurut responden masih kurang sesuai dan tidak adanya balai penyuluhan di masing-masing kecamatan. 209 Kelembagaan perikanan dimana salah satunya adalah kelembagaan penyuluh perikanan merupakan hal yang sangat penting dalam pengelolaan perikanan. Garcia dan Cochrane 2005 menyebutkan bahwa penguatan kelembagaan perikanan sangat diperlukan dalam rangka penyusunan perencanaan yang terpadu dalam pengelolaan perikanan. 4 KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Tenaga penyuluh perikanan di Kabupaten Halmahera Utara jumlahnya minim untuk menyelenggarakan penyuluhan perikanan di Kabupaten Halmahera Utara. Satu orang penyuluh akan melakukan penyuluhan terhadap 389 nelayan dan harus bekerja selama 240 hari kerja dalam 1 tahun. Kelembagaan, struktur penyuluh dan serta sarana dan prasarana menunjukkan kinerja yang rendah dan prioritas yang tinggi. Kegiatan perencanaan dan pelaksanaan penyuluhan telah memiliki kinerja yang cukup tinggi. Kegiatan evaluasi memiliki kinerja yang rendah. Kapasitas pengetahuan umum, kapasitas komunikasi dan profesionalisme seluruh penyuluh secara umum telah memiliki kinerja yang cukup tinggi diatas nilai 2. Para penyuluh tetap memerlukan peningkatan kapasitas dalam penyelenggaraan penyuluhan. Rekomendasi kebijakan dalam penyelenggaraan penyuluhan adalah; 1 Mendorong kerjasama dengan pihak terkait untuk meningkatan sumberdaya manusia nelayan dan petugas penyuluh perikanan 2 Menciptakan berbagai kegiatan penyuluhan perikanan secara periodik yang didukung oleh pemerintah dan swasta 3 Pembentukan dan atau penguatan lembaga penyuluhan di kecamatan dan di desa 5 DAFTAR PUSTAKA Arifin, M. 2006. Profil Kemampuan Umum Generic Competencies y ang Diperlukan bagi Penyuluh Pertanian. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian 2-1:50- 64. Dahuri, R. 2000. Pendayagunaan Sumberdaya Kelautan untuk Kesejahteraan Rakyat. Lembaga Informasi dan studi Pembangunan Indonesia, LISPI, Jakarta.146p. 210 Dahuri, R. 2003. Paradigma Baru Pembangunan Indonesia Berbasis Kelautan. Orasi Ilmiah- IPB. Djari.A. A. 2009. Sistim Pengembangan Penyuluhan Perikanan Era Desentralisasi di Indonesia. Desertasi. tidak dipublikasikan. Sekolah Pascasarjana IPB. Garcia, SM. And K.L. Cochrane. 2005. Ecosystem Approach to Fisheries: a Review of Implementation Guidelines. ICES Journal of Marine Science 62:311-318. Manulang, S. 1999. Panduan Pelaksanaan Lokakarya IDF Institutional Development Framework untuk Taman Nasional di Indonesia. Jakarta: The Natural Resources ManagementEPIQ Programs Protected Areas Management Office.Poernomo, S.H. 2004. Penyuluhan Perikanan dalam Era Perubahan. Pusat Pendidikan dan Pelatihan, Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Puspadi, K. 2002. Rekonstruksi Sistem Penyuluhan Pertanian. Disertasi IPB. Bogor. Rangkuti, F. 2004. Analisis SWOT, Teknik untuk Membedah Kasus Bisnis: Reorientasi Konsep Perencanaan Strategis untuk Menghadapi Abad 21. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Renzi, M. 1996. An Integrated Toolkit for Institutional Development. Public Administration and Development 16: 469-483. Schwarz, M. H. 2010. A Need Assesment of Aquaculture Extention Agents, Specialists and Program Administrators in Extension Programing. Journal of Extension 48 2:1-11. Sumardjo. 1999. Transformasi Model Penyuluhan Pertanian Menuju Pengembangan Kemandirian Petani Kasus di Provinsi Jawa Barat. Disertasi IPB. Bogor. Undang-undang Republik Indonesia Nomor: 16 Tahun 2006 Tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Peikanan dan Kelautan. Van Den Ban, A.W. dan H.S. Hawkins. 1998. Penyuluhan Pertanian. Yogyakarta: Kanisius. 229 ANALISIS PENGGUNAAN BOM DALAM PENANGKAPAN IKAN DI KECAMATAN KAO UTARA KABUPATEN HALMAHERA UTARA Analysis Using Bombs On Fishing in North Kao District North Halmahera Regency 1 Juril Charly Onthoni 2 , Domu Simbolon 3 , Dedi Jusadi 3 Abstract The dominant fishing gear used by fishermen of North Halmahera are fishing yield, multiple hand line, gill nets, etc., using a fleet of boats is simple until a boat or ship with a capacity of 10 gross tonnage. However, the use of destructive fishing gear, the environment still numerous in some areas of North Halmahera waters such as the use of bombs. This research is to reveal the root cause of the fishermen still use the bomb in fishing activities. This research was conducted by survey method, and assisted with spreading the field a question to a number of respondents who specified a purposive sampling method. Fishermans at 3 study sites classified as a major sideline fishermans and fishermans additional sideline. In fishing, equipment used was simple and limited. Similarly, the boat used to sail a traditional still relatively small size. This has implications for the amount and type of catch that more and more reduced, so that income derived by a relatively small fishermen. The small income derived to meet the needs of families of fishermans caused them to use the bomb as the completeness of fishing gear. The use of bombs in fishing according to various circles who have been doing research is an act that is very damaging to the environment. T he use of bombs in the sea can cause damage to coral colonies around the blast site, also can cause death of other organisms that are not the target of an arrest. This activity has been carried out by fishermans in three villages in a long time. The results of this study explains that: 1 The main reason fishermans using bombs in fishing activities is to raise revenue to meet the needs of families, 2 The factors that affect the fishermans using bombs is the length of experience of using the bomb and ease the material needed to make fish bomb, and 3 Education is a very strong factor affecting fishermans not to use bombs in fishing. Key words: Fishing, Fish Bomb, North Halmahera. 1 Lulusan Program Magister Sains Mayor Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap, Sekolah Pascasarjana IPB 2 Dosen Departemen Pemanfaatan Sumberdauya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB 230 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Halmahera Utara, sebagai daerah yang baru dimekarkan, memiliki luas perairan laut sekitar 19.536,02 km². Kabupatan ini memiliki potensi sumber daya ikan yang melimpah dan memberikan peluang yang sangat besar untuk dimanfaatkan secara ekonomis. Penggunaan bom dalam penangkapan ikan di perairan Kabupaten Halmahera Utara sudah tentu dapat mengancam kelestarian potensi sumberdaya yang ada. Potensi yang merupakan aset untuk dapat memberikan kesejahteraan kepada masyarakat bisa rusak, dan mungkin tidak dapat pulih kembali. Keberlanjutan dari sumberdaya ini juga mungkin tidak dapat dinikmati oleh generasi selanjutnya atau setidaknya sulit untuk diperoleh di masa yang akan datang. Bom yang digunakan dalam penangkapan ikan merupakan sebuah alat yang dapat merusak destructif. Penggunaan bom dalam penangkapan ikan menyebabkan kerusakan sumberdaya dan lingkungan di laut, khususnya ekosisem terumbu karang Subandi, 2004. Selanjutnya DWF 2003, diacu dalam Subandi 2004 mengungkapkan hasil survei beberapa LSM, menunjukkan bahwa aktivitas tersebut tetap marak dilakukan oleh nelayan hingga saat ini. Bahkan beberapa metode penangkapan ikan legal yang umum digunakan oleh nelayan seperti pukat cincin purse seine, bagan tancap stationary lift net dan bagan perahu mobile lift net juga telah menggunakan bahan peledak untuk melumpuhkan ikan dan mempermudah proses penangkapannya. Menurut hasil wawancara dengan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Halmahera Utara, berbagai program telah dilaksanakan untuk dapat menggarap potensi yang ada, seperti pengembangan alat penangkapan ikan, peningkatan SDM nelayan, penanganan hasil tangkapan dan program-program lainnya yang dilakukan untuk dapat meningkatkan peran serta nelayan dalam memanfaatkan sumberdaya yang ada secara baik dan benar. Namun dalam kenyataannya, penggunaan bom oleh nelayan dalam penangkapan ikan masih tetap ada di beberapa lokasi perairan dalam wilayah Kabupaten Halmahera Utara. Penggunaan bom oleh nelayan setempat, dilakukan secara sembunyi- sembunyi pada areal pantai yang jauh dari pemukiman untuk menghindari petugas 231 ataupun aparat kepolisian. Bahan baku yang mudah diperoleh, proses perakitan yang sederhana, dan jumlah tangkapan yang lebih banyak dalam waktu singkat, membuat masyarakat nelayan setempat melengkapi alat penangkapan ikannya dengan bom. Ancaman resiko cacat dan kematian yang mungkin terjadi bisa diabaikan, pengalaman-pengalaman yang tinggi dan rendahnya pengetahuan serta kemiskinan yang dialami oleh nelayan, dapat menjadi pemicu yang menyebabkan nelayan menggunakan alat tangkap tersebut. Kondisi ini apabila tetap dilakukan oleh nelayan, bisa berdampak buruk bagi kelestarian dan keberlanjutan sumberdaya ikan yang ada di perairan Kabupaten Halmahera Utara.

1.2 Tujuan Penelitian