Strategi Pengembangan Perikanan Halmahersa Utara

(1)

KATA SAMBUTAN

Buku ini disarikan dari delapan belas Thesis Mahasiswa Kelas Khusus Halmahera Utara, kerjasama IPB dengan Pemerintah Kabupaten Halmarera Utara. Buku ini berisikan ‘bunga rampai’ hasil analisis yang dilakukan melalui penelitian ilmiah oleh para mahasiswa pasca sarjana dari Halmahera Utara, yang mencakup aspek perencanaan, tinjauan kebijakan terhadap isu-isu pembangunan perikanan dan kelautan Kabupaten Halmahera Utara. Isi buku ini turut pula mengakomodir seluruh potensi perikanan dan kelautan, kondisi dan permasalahan pembangunan serta aspirasi masyarakat yang berkembang dengan mempertimbangkan kekuatan, kelemahan, tantangan dan ancaman terhadap Pembangunan Perikanan dan Kelautan di Kabupaten. Diharapkan buku ini dapat menjadi salah satu dokumen untuk masukan pada Perencanaan Pembangunan di Kabupaten Halmahera Utara untuk masa paling tidak lima tahun ke depan.

Diterbitkannya buku ini diharapkan juga akan menjadi pedoman bagi kita semua dalam rangka mewujudkan masyarakat dan wilayah Kabupaten Halmahera Utara yang produktif, mandiri dan sejahtera. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa merestui semua upaya dan karya kita bersama.

Akhirnya, kepada Bupati Kabupaten Halmahera Utara, Rektor Institut Pertanian Bogor, Dekan Pasca Sarjana IPB, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, para mantan Mahasiswa Pascasarjana program kerjasama Institut Pertanian Bogor dengan Kabupaten Halmahera Utara beserta segenap Dosen Pembimbing, dan rekan Dr.Tri Wiji Nurani (editor) serta semua pihak yang telah membantu sehingga tersusunnya dokumen ini, tak lupa kami mengucapkan terima kasih.

Bogor, 10 Februari 2011 Dr. Budy Wiryawan Ketua Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor


(2)

KATA PENGANTAR

Serangkaian penelitian untuk penyusunan tesis telah dilakukan oleh mahasiswa program pascasarjana Mayor Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, dengan lokasi di Kabupaten Halmahera Utara. Kajian yang dihasilkan cukup memberikan gambaran yang komprehensif mengenai potensi dan peluang pengembangan perikanan Kabupaten Halmahera ke depan. Kajian telah dilakukan dengan menggunakan pendekatan metode ilmiah yang telah diperolehnya selama mengikuti perkuliahan di program pascasarjana di IPB. Buku ini menyajikan hasil-hasil penelitian tersebut, yang telah disusun kembali secara sistematis untuk dapat lebih mudah dipahami oleh pembaca.

Ucapan terima kasih disampaikan kepada Bupati Kabupaten Halmahera Utara Ir Hein Namotemo, MSP dan Ketua Departemen PSP Dr Ir Budy Wiryawan, MSc yang telah memberikan Kata Sambutan untuk penulisan buku ini. Terima kasih kepada Dosen di Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan FPIK-IPB yang telah mereview naskah buku ini, Prof Dr Ir John Haluan, MSc; Prof Dr Ir Daniel R. Monintja; Dr Ir Budy Wiryawan, MSc; Dr Ir Sugeng Hari Wisudo, MSi; Prof Dr Ir Mulyono Sumitro Baskoro, MSc; Prof Dr Ir Ari Purbayanto, MSc; Dr Ir Budhi Hascaryo Iskandar, MSi; Dr Ir Domu Simbolon, MSi; Dr Eko Sri Wiyono, SPi, MSi. Terima kasih diucapkan untuk seluruh mahasiswa pascasarjana IPB, program kerjasama IPB dengan Kabupaten Halmahera Utara. Kepada tim yang telah bekerja keras untuk menyelesaikan pengetikan naskah buku ini, Sinta Yuniarta SPi, MSi; Ima Kusumanti, SPi; Dini Handayani dan Iis Isnawati, terima kasih atas bantuannya. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu penulisan buku ini.

Bogor, 10 Februari 2011 Tri Wiji Nurani Editor


(3)

STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN HALMAHERA UTARA

2011

ISBN: 978-979-1225-28-1

Reviewer: John Haluan Daniel R. Monintja Budy Wiryawan Mulyono S. Baskoro Ari Purbayanto

Budhi Hascaryo Iskandar Sugeng Hari Wisudo Domu Simbolon Eko Sri Wiyono

Penerbit: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

Institut Pertanian Bogor

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip, memperbanyak dan menerjemahkan sebagian atau seluruh isi buku tanpa menuliskan sumbernya atau izin tertulis dari Penulis

Desain sampul: Eko Wahyudi Prasetyo

Foto sampul depan: Perairan Kabupaten Halmahera Utara (Sumber: www.halmaherautara.go.id)

Tim pengetikan naskah: Sinta Yuniarta, Ima Kusumanti, Dini Handayani, Iis Isnawati


(4)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA SAMBUTAN ………. i

KATA SAMBUTAN ………. ii

KATA PENGANTAR ………... iii

DAFTAR ISI ………... iv

Potensi dan Peluang Pengembangan Perikanan Kabupaten Halmahera Utara (Tri Wiji Nurani) ………... 1

Pengembangan Perikanan Tangkap Berbasis Komoditi Unggulan di Kabupaten Halmahera Utara (Daud, Budhi H. Iskandar, Mulyono S. Baskoro ) …... 11

Analisis Pengembangan Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil di Perairan Laut Halmahera Utara (Fredo Uktolseja, Ari Purbayanto, Sugeng Hari Wisudo) ………. 31

Kelayakan Usaha Perikanan Pajeko di Tobelo, Kabupaten Halmahera Utara (J. Deni Tonoro, Mulyono S. Baskoro, Budhi H.Iskandar) ... 47

Analisis Keragaman Usaha Penangkapan Ikan Pasca Program Pemberdayaan Nelayan di Kabupaten Halmahera Utara (Surya Darma, Budy Wiryawan, Tri Wiji Nurani) .………... 63

Analisis Kebutuhan Tenaga Kerja Perikanan Tangkap di Kabupaten Halmahera Utara (Wiliam John Gareja, Sugeng Hari Wisudo, Ari Purbayanto) ... 85

Analisis Kelompok Nelayan di Kecamatan Tobelo, Kabupaten Halmahera Utara (Nyoter JC Koenoe, Domu Simbolon, John Haluan) ………..…….... 103 Strategi Pemberdayaan Nelayan di Desa Kusu Lovra Kecamatan Kao, Kabupaten Halmahera Utara (John Raimand Pattiasina, Mulyono S. Baskoro, Budhi H.Iskandar) ………... 125

Analisis Pemberdayaan Masyarakat Nelayan di Kecamatan Tobelo, Kabupaten Halmahera Utara (Michel Sipahelut, Budy Wiryawan, Tri Wiji Nurani) ………. 147

Analisis Kelembagaan Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEM) di Kecamatan Tobelo, Kabupaten Halmahera Utara (Pitson Kutani, Budy Wiryawan, Tri Wiji Nurani) ………. 171

Analisis Penyelenggaraan Penyuluhan Perikanan di Kabupaten Halmahera Utara (Samud Taha, Budy Wiryawan, Tri Wiji Nurani) …… 191

Strategi Penanggulangan Kemiskinan Masyarakat Nelayan di Desa Tioua Kecamatan Tobelo Selatan, Kabupaten Halmahera Utara (Piet Hien Babua, Ari Purbayanto, Sugeng Hari Wisudo) ... 211


(5)

Analisis Penggunaan Bom dalam Penangkapan Ikan di Kecamatan Kao Utara, Kabupaten Halmahera Utara (Juril Charly Onthoni, Domu

Simbolon, Dedi Jusadi) ……….……… 229

Analisis Sistem Pemasaran Produksi Perikanan Tangkap di Kecamatan Tobelo, Kabupaten Halmahera Utara (Aser Tidore, Daniel R. Monintja,

Eko Sri Wiyono) .………. 247

Analisis Kebijakan Pengembangan Wisata Bahari (Kasus Pulau Tagalaya dan Pulau Kumo di Kabupaten Halmahera Utara) (Joice Betsy Mahura,

Eko Sri Wiyono, Daniel R. Monintja) ……… 259 Analisis Kebijakan Penanggulangan Illegal Fishing di Kabupaten

Halmahera Utara (Arifin Neka, Eko Sri Wiyono, Daniel R. Monintja) .... 279 Partisipasi Masyarakat Nelayan dalam Pemanfaatan Kawasan Mangrove

untuk Perikanan Tangkap di Halmahera Utara (Yesaya Cie, Sugeng Hari

Wisudo, Ari Purbayanto) ………. 301

Kondisi dan Status Gizi Masyarakat Pesisir Kabupaten Halmahera Utara

(Devie Catrintje Bitjoli, John Haluan, Domu Simbolon) .……… 321 Analisis Kandungan Merkuri (HG) dan Sianida (CN) pada Beberapa

Jenis Ikan Hasil Tangkapan Nelayan di Teluk Kao, Halmahera Utara (Silvanus Maxwel Simange, Domu Simbolon, Dedi Jusadi) ...


(6)

11 PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP BERBASIS KOMODITAS

UNGGULAN DI KABUPATEN HALMAHERA UTARA Excellent Commodity-Based Development of Capture Fishery in North

Halmahera

Daud1, Budhi H. Iskandar2, Mulyono S Baskoro2 Abstract

This research is to examine the excellent commodities of fishery production, and the policies in capture fishing production in order to increase the income of fishermen. To determine the excellent commodities, the following analyses were made: (1) production continuity, average production, prices, processing and marketing, (2) Location Quotient (LQ) analysis and (3) SWOT Analysis. The results showed that of 38 species of fish that were analyzed, 31 species were of a continuous type and 7 species of non-continuous type. The average fish production is below the average production of all types of fish except for skipjack of 11,131.472 tons and flyingfish of 4405.296 tons per year. The price of beronang, kerapu, lencam, kakap and kurisi, are higher than the average price. The fish products marketed in the local market/overseas are for example kerapu, cakalang and tuna. Fish products are always marketed in fresh form. Only julung-julung fish is marketed after it is processed. Three kinds of fish are also exported, they are kerapu, cakalang and tuna. The results of LQ calculation show that there are 12 species of fish with value of LQ>1, namely: kuweh fish, kerapu, kerong-kerong, teri, tembang, julung-julung, tongkol, lemadang, cakalang, mackerel tuna and cucut. Based on the scoring analysis of commodities in terms of production continuity, production, pricing, processing, and marketing associated with the value of LQ, six kinds of fishes as excellent commodities in North Halmahera Regency are cakalang, kerapu, anchovies, julung-julung, tuna, and tongkol. Flyingfish has the value of LQ <1, so it can not be recommended as an excellent fish species. Based on the results of the SWOT analysis, there are six government policies of North Halmahera Regency related to the development of capture fisheries, increasing fishing fleet is a top priority followed by the development in the processing of captured fish. Both policies are closely related to labor absorption and economic improvement.

Keywords: capture fisheries resources, capture fisheries development, excellent commodity,

_______________________ 1

Lulusan program magister sains Mayor Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap, Sekolah Pascasarjana IPB

2


(7)

12

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kabupaten Halmahera Utara mempunyai potensi sumberdaya ikan (standing stock) yang mencapai 664.382,48 ton, dengan jumlah potensi lestari yang dapat dimanfaatkan Maximum Sustainable Yield (MSY) sebesar 347.191 ton per tahun. Potensi lestari ikan pelagis sebesar 211.590 ton per tahun dan ikan demersal sebesar 135.005 ton per tahun. Total produksi ikan di Kabupaten Halmahera Utara pada tahun 2004 sebesar 17.575,57 ton, meningkat menjadi 19.853,43 ton pada tahun 2005, tahun 2006 sebesar 23.383,35 ton, tahun 2007 sebesar 24.882,99 ton, dan pada tahun 2008 sebesar 27.482,42 ton (Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Maluku Utara, 2009). Produksi ikan tersebut menunjukkan adanya kenaikkan produksi yang cukup signifikan dari tahun ke tahun, walaupun demikian produksi yang dihasilkan masih jauh di bawah potensi lestari. Pada tahun 2008 misalnya, produksi sebesar 27.482,42 ton atau hanya 7,92% dari potensi lestari. Hal ini tentu saja menjadi petunjuk bahwa sektor perikanan dan kelautan masih merupakan sektor yang memiliki keunggulan ke depan bila dapat dikelola secara optimal.

Pengelolaan dan pemanfaatan potensi kelautan dan perikanan terutama ditujukan untuk kesejahteraan rakyat. Untuk itu pengembangan agribisnis perikanan merupakan salah satu alternatif yang perlu diperhatikan. Dalam pengembangan agribisnis perikanan perlu adanya pemilihan produk perikanan yang menjadi komoditas unggulan atau komoditas strategis dari sekian banyak jenis ikan nilai ekonomis penting.

Komoditas perikanan yang tergolong unggul adalah jika produk yang dihasilkan tersebut memenuhi beberapa kriteria penting yaitu banyak diminati konsumen, harga terjangkau konsumen, produksi ada sepanjang tahun, kekontinyuan produksinya dan nilai produksi dari komoditas tersebut lebih tinggi dari keseluruhan komoditas perikanan ikan ekonomis penting yang didaratkan di suatu wilayah pelabuhan perikanan (Raharjo et al. 1999). Dilihat dari segi pemasarannya, komoditas unggulan dapat dibagi menjadi komoditas unggulan lokal dan ekspor. Adanya komoditas unggulan sangat tergantung dari unit


(8)

13 penangkapan ikan yang digunakan (Raharjo et al. 1999 diacu dalam Roslianti 2003).

Perikanan tangkap Kabupaten Halmahera Utara secara umum belum diketahui komoditas unggulannya. Hal ini karena belum dikaji dan diteliti secara khusus. Sementara itu, data produksi perikanan hanya diambil pada pelabuhan-pelabuhan pendaratan ikan dan perusahaan serta tidak kontinyu, sehingga data kurang valid. Sehubungan dengan permasalahan tersebut, maka promosi produksi unggulan perikanan Kabupaten Halmahera Utara ke luar daerah tidak ada yang berdampak pada penangkapan ikan oleh nelayan. Nelayan tetap melakukan penangkapan seadanya dan kalaupun ditangkap berlebihan akan dijual murah atau dibuang ke laut. Dengan adanya pola penangkapan ikan hanya untuk memenuhi kebutuhan lokal, maka pendapatan nelayan tidak meningkat dan berdampak pada rendahnya kesejahteraan nelayan.

1.2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk:

1) Mengkaji komoditas unggulan perikanan tangkap untuk pengembangan produksi perikanan tangkap di Kabupaten Halmahera Utara.

2) Menyusun strategi kebijakan produksi perikanan berbasis komoditas unggulan perikanan tangkap.

2 METODOLOGI

2.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dibagi dalam dua tahap yaitu tahap penyusunan proposal dan tahap penelitian di lapangan. Penyusunan proposal dilaksanakan pada bulan April 2009 dan penelitian lapangan dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan November 2009. Penelitian dilakukan di Kabupaten Halmahera Utara.

2.2 Metode Penelitian

Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan melalui diskusi dan wawancara dengan menggunakan lembar data.


(9)

14

Data sekunder melalui penelusuran berbagai pustaka. Sumber data pokok (primer dan sekunder) dihimpun melalui teknik survei dan pengamatan (observasi).

Jenis data dan sumber data yang digunakan adalah data primer yang dikumpulkan melalui diskusi dan wawancara dengan menggunakan kuesioner dan lembar data, sedangkan data sekunder digunakan data pustaka dan data time series

produksi ikan hasil tangkapan di Kabupaten Halmahera Utara dan Provinsi Maluku Utara tahun 2004-2008.

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1) Analisis penetapan komoditas unggulan 2) Analisis location quotient (LQ) dan 3) Analisa SWOT. Penetapan komoditas unggulan terhadap keseluruhan jenis hasil tangkapan yang didaratkan di suatu wilayah dapat dilakukan dengan metode scoring. Beberapa kriteria penting yang akan menjadi parameter utama dalam menghitung skor adalah kontinutas produksi, produksi rata-rata, harga pengolahan, dan pemasaran produksi yang lebih unggul dari keseluruhan komoditas yang ada. Penetapan komoditas unggulan juga akan melihat perlakuan produksi dan perolehan devisa dari komoditas tersebut (Raharjo et al. 1999). Nilai kumulatif dari kontinuitas produksi, produksi rata-rata, harga pengolahan, dan pemasaran produksi menjadi penentu penetapan komoditas unggulan. Pemberian skoring komoditas unggulan adalah dengan nilai di atas nilai tengah atau mendekati nilai tengah. Menghitung nilai LQ. location quotient (LQ) merupakan suatu indeks untuk membandingkan pangsa ikan di Kabupaten Halmahera Utara dalam aktivitas perikanan tangkap dengan pangsa total aktivitas tersebut dalam total aktivitas Maluku Utara. Secara lebih operasional, LQ didefinisikan sebagai rasio persentase dari total aktivitas perikanan tangkap pada sub-wilayah ke-j terhadap persentase aktivitas total terhadap wilayah yang diamati. Adapun formula dari LQ menurut Budiharsono (2000); Hendayana, (2003), adalah:

Keterangan:

xij = produksi ikan jenis ke-j di Kabupaten Halmahera Utara xi = produksi total perikanan tangkap Kabupaten Halmahera Utara Xij = produksi total jenis ikan ke-j di Maluku Utara


(10)

15 Interpretasi nilai LQ, yaitu jika nilai LQ > 1 menunjukkan terjadinya konsentrasi produksi perikanan di Kabupaten Halmahera Utara secara relatif dibandingkan dengan total Maluku Utara atau terjadi pemusatan aktivitas di Halmahera Utara. Jika nilai LQ = 1 maka Kabupaten Halmahera Utara, mempunyai pangsa aktivitas perikanan tangkap setara dengan pangsa total Maluku Utara. Jika nilai LQ < 1 maka Kabupaten Halmahera Utara mempunyai pangsa relatif lebih kecil dibandingkan dengan aktivitas perikanan tangkap di Maluku Utara atau telah terjadi defisit produksi di Kabupaten Halmahera Utara.

Analisis SWOT digunakan untuk mengetahui atau mempelajari kekuatan (strength), kelemahan (weakness) dan peluang (opportunity) serta ancaman (threat) bagi pengembangan perikanan di Kabupaten Halmahera Utara. Analisis SWOT juga digunakan untuk merumuskan alternatif strategi bagi pengembangan perikanan di Kabupaten Halmahera Utara.

3 HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Penetapan Komoditas Unggulan

Hasil skoring terhadap kriteria penilaian, diperoleh bahwa jenis ikan cakalang, memiliki total skor yang paling tinggi yaitu 10, ikan layang memiliki total skor 9, ikan kerapu, beronang dan teri, memiliki nilai skor 8. Berikutnya ikan kakap, lencam, julung-julung, tongkol dan tuna memiliki total nilai skor 7, ikan kurisi memiliki jumlah skor 6, jenis-jenis ikan manyung, ekor kuning, gerot-gerot, kuwe, beloso, peperek, bambangan, biji nangka, swanggi, sunglir, bawal putih, japuh, tembang, terubuk, terbang, selar, kembung, tiga waja, lemadang, tenggiri, cucut dan pari memiliki jumlah skor 5. Sedangkan jenis ikan dengan total nilai skor paling rendah adalah jenis ikan sebelah, kerong-kerong, tetengkek, bentong dan layaran dengan nilai skor 4. Jenis ikan yang dapat dijadikan sebagai komoditas unggulan adalah jenis ikan dengan nilai skor di atas nilai tengah atau mendekati nilai tengah. Jika total skor paling rendah adalah 3 dan paling tinggi adalah 15, maka nilai tengah adalah 9. Jadi jenis ikan yang memiliki keunggulan tinggi adalah dengan total nilai skor 8-10, ikan yang mempunyai nilai unggulan sedang adalah ikan dengan total nilai skor 6-7, sedangkan ikan yang memiliki


(11)

16

tingkat unggulan rendah atau bukan jenis yang diunggulkan adalah ikan dengan total nilai skor 4-5.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 38 jenis ikan yang bernilai ekonomis penting tertangkap di perairan Kabupaten Halmahera Utara. Dilihat dari kontinuitas produksi sebagai salah satu kriteria analisis, terdapat 7 jenis di antaranya tertangkap dalam kategori cukup kontinu dan sisanya 31 jenis tertangkap secara kontinyu. Jadi hampir semua jenis ikan ekonomis penting setiap tahun bisa tertangkap di perairan ini. Jumlah jenis ikan menurut tingkat kontinuitas produksi dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Nilai skoring kontinutas produksi ikan

Nilai skoring 1 adalah jenis ikan yang tertangkap dengan frekuensi 1-2 tahun (tidak kontinu), kategori 2 adalah jenis ikan yang tertangkap 3-4 tahun (cukup kontinu) dan kategori 3 adalah jenis ikan yang tertangkap selama 5 tahun (kontinu). Dengan demikian terlihat jelas bahwa jenis-jenis ikan ekonomis penting secara kontinyu tertangkap di perairan Halmahera Utara. Hasil ini menunjukkan pula bahwa perairan Halmahera Utara memiliki keragaman jenis ikan yang cukup tinggi. Tingkat keragaman yang tinggi ini membutuhkan cara pengelolaan yang lebih serius sebab jika tidak, mudah sekali terjadi kepunahan salah satu jenis ikan sebagai akibat tingkat eksploitasi ataupun terjadinya gangguan pada keseimbangan lingkungan. Kondisi ini menyebabkan ada jenis ikan yang tidak dapat beradaptasi dan selanjutnya berpindah ke tempat lain atau menjadi punah. Bisa saja terjadi kepunahan dari beberapa jenis sekaligus, terutama bagi jenis-jenis yang hidupnya saling bergantung atau selalu berada dalam satu gerombolan.

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 M an y u n g S eb el ah Ek o r k u n in g G er o t-g er o t K u w eh K ak ap B el o so P ep er ek L en ca m B amb an g an B ij i n an g k a K u ri si S w an g g i K er ap u B er o n an g K er o n g -… T et en g k ek L ay an g S u n g li r B w l p u ti h B en to n g Jap u h T emb an g T er u b u k T er i T er b an g Ju lu n g 2 S el ar T o n g k o l K emb u n g T ig aw aj a L emad an g L ay ar an C ak al an g T en g g ir i T u n a C u cu t P ar i N il a i S c o r in g Jenis Ikan


(12)

17 Penilaian terhadap kriteria produksi, di mana produksi rata-rata tiap jenis ikan dibandingkan dengan produksi rata-rata seluruh jenis ikan, disajikan dalam Gambar 2.

Gambar 2 Jumlah produksi rata-rata per jenis ikan

Gambar 2 menunjukkan bahwa, produksi jenis ikan cakalang sangat jauh lebih tinggi dibanding dengan jenis ikan lainnya. Hal ini berakibat nilai rata-rata produksi dari semua jenis ikan menjadi tinggi yaitu sebesar 738.619 kg. Berdasarkan Gambar 2 tersebut, terlihat jelas bahwa hanya ikan cakalang saja yang mempunyai tingkat produksi di atas rata-rata, sedangkan jenis ikan lainnya di bawah rata-rata. Ikan layang, teri, julung-julung, tongkol dan tuna juga mempunyai tingkat produksi yang cukup tinggi. Dengan demikian, dilihat dari segi produksi maka keenam jenis ikan yang produksinya tinggi tersebut dapat dikatakan sebagai komoditas unggulan. Penilaian terhadap harga ikan rata-rata setiap tahun untuk setiap jenis dibanding dengan rata-rata semua jenis ikan dapat dilihat pada Gambar 3.

-0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 M an y u n g S eb el ah Ek o r k u n in g G er o t-g er o t K u w eh K ak ap B el o so P ep er ek L en ca m B amb an g an Bi ji n an g k a K u ri si S w an g g i K er ap u B er o n an g K er o n g -k er o n g T et en g k ek L ay an g S u n g li r B w l p u ti h B en to n g Jap u h T emb an g T er u b u k T er i T er b an g Ju lu n g 2 S el ar T o n g k o l K em b u n g T ig aw aj a L emad an g L ay ar an C ak al an g T en g g iri T u n a C u cu t P ar i Pr o d u k si r a ta -r a ta ( r ib u a n t o n ) Jenis ikan


(13)

18

Gambar 3 Harga rata-rata per jenis ikan

Dilihat dari harga rata-rata pada Gambar 3, terlihat jelas ada 4 jenis ikan yang mempunyai harga cukup tinggi yaitu ikan beronang (Rp.38.150), kerapu (Rp13.700), kakap (Rp12.400) dan lencam (Rp12.640) per kilogram dimana harga ikan rata-rata adalah Rp5.551 per kilogram, sehingga dari segi harga keempat jenis ikan tersebut menjadi komoditas unggulan.

Penilaian terhadap kriteria pengolahan dan produk ekspor, ternyata bahwa hanya ada 1 jenis ikan yang diolah menjadi ikan asap kering yaitu ikan julung-julung dan 37 jenis dijual tanpa pengolahan terlebih dahulu. Akibat dari tidak diolahnya ikan-ikan tersebut maka pada waktu musim tertentu, harga ikan sangat murah. Pada kondisi ini, nelayan tidak mendapatkan nilai tambah dari proses pengolahan hasil tangkapan, dan tidak terserapnya tenaga kerja. Penilaian terhadap kriteria pemasaran yaitu ikan yang dieksport nilai skoringnya 1 dan tidak di eksport nilainya 0, dimana ikan yang diekspor yaitu kerapu, cakalang dan tuna dan 35 jenis ikan lainnya dipasarkan secara lokal. (Gambar 4)

-5,000 10,000 15,000 20,000 25,000 30,000 35,000 40,000 45,000 M an y u n g S eb el ah E k o r k u n in g G er o t-g er o t K u w eh K ak ap B el o so P ep er ek L en ca m B amb an g an B ij i n an g k a K u ri si S w an g g i K er ap u B er o n an g K er o n g -k er o n g T et en g k ek L ay an g S u n g li r B w l p u ti h B en to n g Jap u h T emb an g T eru b u k T er i T er b an g Ju lu n g 2 S el ar T o n g k o l K emb u n g T ig aw aj a L emad an g L ay ar an C ak al an g T en g g ir i T u n a C u cu t P ar i Ha r g a r a ta -r a ta ( R p ) Jenis ikan


(14)

19 Gambar 4 Pengolahan dan pemasaran ikan

Dilihat dari pengolahan produksi dan pemasaran ikan pada Gambar 10 terlihat jelas bahwa komoditas unggulan dari segi pengolahan adalah ikan julung-julung dengan nilai skor 1, dan unggulan dari segi pemasaran adalah ikan kerapu, cakalang dan tuna dengan nilai skor masing-masing 1.

Berdasarkan skoring untuk menetapkan komoditas unggulan perikanan tangkap di Kabupaten Halmahera Utara, maka ditetapkan nilai skoring yang merupakan penjumlahan dari kontinuitas produksi, produksi rata, harga rata-rata, pengolahan dan pemasaran ikan sebagaimana terlihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Nilai total skoring penentuan komoditas unggulan

Nilai skoring pada Gambar 5 menunjukkan bahwa terdapat dua jenis ikan unggulan tinggi yaitu ikan cakalang dan beronang (skor 11 dan 9), jenis ikan

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 M an y u n g Se b el ah Ek o r k u n in g G er o t-g er o t K u w eh K ak ap B el o so P ep er ek L en ca m B amb an g an B ij i n an g k a K u ri si S w an g g i K er ap u B er o n an g K er o n g -k er o n g T et en g k ek L ay an g S u n g li r B w l p u ti h B en to n g Jap u h T emb an g T er u b u k T eri T er b an g Ju lu n g 2 Se la r T o n g k o l K emb u n g T ig aw aj a L emad an g L ay ar an C ak al an g T en g g ir i T u n a C u cu t Pa ri N il ai sc o ri n g Jenis ikan Pengolahan ikan 0 2 4 6 8 10 12 man y u n g se b el ah ek o r k u n in g g er o t-g er o t k u w e k ak ap b el o so p ep er ek le n ca m b amb an g an b ij i n an g k a k u ri si sw an g g i k er ap u b er o n an g k er o n g -k er o n g te te n g k ek la y an g su n g li r b w l p u ti h b en to n g ja p u h te mb an g te ru b u k te ri te rb an g ju lu n g 2 se lar to n g k o l k emb u n g ti g aw aj a le mad an g la y ar an ca k al an g te n g g ir i tu n a cu cu t p ar i Nila i sk o ring Jenis Ikan


(15)

20

unggulan sedang yaitu ikan kerapu, (skor 8), ikan kakap, lencam,layang, dan tuna (skor 7), ikan kurisi, teri, julung-julung dan tongkol (skor 6), dan ikan yang tidak diunggulkan yaitu manyung, ekor kuning, gerot-gerot, kuwe, beloso, peperek, bambangan, biji nangka, swanggi, sunglir, bawal putih, japuh, tembang, terubuk, terbang, selar, kembung, tiga waja, lemadang, tenggiri, cucut, dan pari (skor 5) dan jenis ikan sebelah, kerong-kerong, tetengkek, bentong dan layaran (skor 4).

Berdasarkan nilai skoring tersebut dimana jenis ikan yang menjadi unggulan adalah jenis ikan unggulan sedang dan dan tinggi atau nilai skornya 6 – 11 sebagaimana Gambar 6.

Gambar 6 Jenis ikan unggulan berdasarkan skoring penetapan komoditas unggulan

Nilai skoring pada Gambar 6 menunjukkan bahwa terdapat 11 yang dikategorikan unggulan Kabupaten Halmahera Utara dari segi analisis penentuan komoditas unggulan yaitu ikan cakalang dan beronang (unggulan tinggi), jenis ikan unggulan sedang yaitu ikan kerapu, kakap, lencam, layang, dan tuna, kurisi, teri, julung-julung dan tongkol.

Untuk meningkatkan produksi jenis ikan unggulan diperlukan pengembangan alat tangkap. Pada kedua jenis ikan demersal yang unggul, tidak direkomendasikan untuk pengembangan penangkapan tetapi pengembangan budidaya dengan karamba jaring apung (KJA). Bagi tiga jenis ikan pelagis, teri merupakan jenis ikan yang tertangkap dekat pantai, sehingga dalam

0 2 4 6 8 10 12

N

ila

i

s

k

o

ring


(16)

21 pengembangannya diperlukan kajian yang lebih komprehensif untuk pemanfaatan yang optimal. Jenis ikan cakalang dan layang, perlu menjadi prioritas dalam pengembangan perikanan di Kabupaten Halmahera Utara, dengan alat tangkap pukat cincin dan huhate menjadi alternatif untuk dikembangkan.

3.2 Analisis Location Quotient (LQ)

Hasil analisa LQ seperti digambarkan pada Gambar 5, memperlihatkan 12 jenis ikan mempunyai nilai LQ > 1. hal ini menunjukkan bahwa terjadi konsentrasi produksi perikanan di Kabupaten Halmahera Utara secara relatif dibandingkan dengan total Maluku Utara atau terjadi pemusatan aktivitas di Halmahera Utara.

Jenis ikan yang memiliki nilai LQ > 1, yaitu kuwe, kerapu, kerong-kerong, teri, terbang, julung-julung, tongkol, lemadang, cakalang, tenggiri, tuna dan ikan cucut. Nilai LQ sangat tinggi yaitu ikan terbang = 1,97. Jenis ikan ini memang cukup banyak dan mudah ditemukan di perairan Halmahera Utara, dikarenakan perairan ini berhadapan langsung dengan samudera pasifik, sehingga memudahkan ikan-ikan oseanis masuk ke perairan Halmahera Utara dan dapat dengan mudah tertangkap.

Gambar 7 Nilai LQ per jenis ikan

-0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 M an y un g S e be lah E k o r k un ing G e ro t-g e ro t Kuwe h Kak ap B e lo so P e pe re k Le nc am B am ba ng an B iji n an g k a Kur isi S wang g i Ke rap u B e ro na ng Ke ro ng -k e ro ng T e te ng k e k La y an g S un g li r B wl pu ti h B e nt o ng Jap uh T e m ba ng T e rub uk T e ri T e rba ng Jul un g 2 S e lar T o ng k o l Ke m bu ng T ig awaja Le m ad an g La y ar an C ak al an g T e ng g ir i T un a C uc ut P ar i Nila i L Q Jenis Ikan


(17)

22

Gambar 8 Jenis ikan nilai LQ>1

Jenis ikan yang nilai LQ < 1 sebanyak 26, menunjukkan bahwa Kabupaten Halmahera Utara mempunyai pangsa relatif lebih kecil dibandingkan dengan aktivitas perikanan tangkap di Maluku Utara atau telah terjadi defisit produksi di Kabupaten Halmahera Utara. Jenis ikan tersebut tidak diunggulkan untuk pengembangan perikanan tangkap.

Gambar 9 Jenis ikan nilai LQ<1 3.3 Penentuan komoditas unggulan

Berdasarkan penetapan skoring penilaian LQ dan penentuan jenis ikan unggulan Kabupaten Halmahera Utara, maka terdapat 12 jenis ikan yang masuk ketegori unggul karena LQ nya ฀ 1, dan 11 jenis unggul karena nilai skoringnya 6 – 11 ( Tabel 1).

-0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 Kuwe h Ke rap u Ke ro ng -k e ro ng T e ri T e rba ng Jul un g 2 T o ng k o l Le m ad an g C ak al an g T e ng g ir i T un a C uc ut N ila i L Q Jenis ikan -0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60 0.70 0.80 0.90 Ma n y u n g Se b e lah E ko r … G e rot -… Kak ap Be los o Pepere k Lenca m Bamba n … Bi ji … Ku ri si Sw an ggi Be ro n an g T e ten gkek La y an g Su n gl ir Bw l p u ti h Be n to n g Jap u h T e m b an g T e ru b u k Se lar Ke m b u n g T igaw aj a Lay ara n Pa ri N il ai LQ Jenis ikan


(18)

23 Tabel 1 Penentuan komoditas unggulan dengan menggabungkan penilaian skoring

LQ dan penentuan komoditas unggulan

No

Nilai skoring

LQ

Jenis ikan jenis ikan

Nilai skoring penentuan komoditas unggulan

Keterangan

1 1,62 Kuwe Kakap 7

2

1,01 Kerapu Kerapu 8 eksport

3

1,07 Kerong2 Beronang 9

4

1,03 Teri Teri 6

5

1,98 Terbang Lencam 7

6

1,25 Julung2 Julung2 6

7

1,21 Tongkol Tongkol 6

8

1,12 Lemadang Kurisi 6

9

1,10 Cakalang Cakalang 11 eksport

10

1,07 Tenggiri Layang 7

11

1,41 Tuna Tuna 7 eksport

12

1,11 Cucut

Penetapan komoditas unggulan berdasarkan nilai skoring (kontinuitas, produksi, harga, pengolahan dan pemasaran) terdapat 11 jenis ikan unggulan, dan jenis ikan dengan LQ > 1 terdapat 12 jenis ikan. Bilamana skoring penentuan komoditas unggulan dikaitkan dengan nilai LQ maka didapatkan 6 jenis ikan yang dianggap memenuhi kriteria untuk dijadikan sebagai komoditi unggulan di Kabupaten Halmahera Utara.

Keenam jenis ikan tersebut yaitu cakalang, teri, tongkol, tuna, kerapu dan julung-julung, dan dari ke enam jenis ikan tersebut 3 jenis yang di eksport yaitu tuna, cakalang dan kerapu.


(19)

24

Untuk jenis ikan layang, sekalipun produksinya cukup tinggi namun nilai LQ < 1, sehingga tidak dapat direkomendasikan sebagai jenis ikan unggulan sekalipun upaya pemanfaatannya dapat terus ditingkatkan.

Berdasarkan penetapan komoditi unggulan yang dapat dijadikan sasaran dalam pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Halmahera Utara adalah jenis-jenis ikan pelagis yang bersifat oseanis. Jenis-jenis ikan oseanis ini memiliki daerah ruaya yang luas sehingga teknologi dalam upaya penangkapan harus juga turut dikembangkan. Di sisi lain, kualitas sumber daya manusia di subsektor perikanan tangkap juga harus selalu ditingkatkan, disesuaikan dengan alat tangkap dan teknologi yang akan dimanfaatkan.

3.3 Penentuan Arah Kebijakan

Dalam menganalisis strategi pengembangan perikanan tangkap, dilakukan analisis SWOT. Analisis SWOT adalah sebuah pendekatan konseptual yang luas, yang menjadikannya rentan terhadap beberapa keterbatasan. Pertama, analisis SWOT berpotensi untuk terlalu banyak memberikan penekanan pada kekuatan internal dan kurang memberikan perhatian pada ancaman eksternal. Kedua, analisis SWOT dapat menjadi sesuatu yang bersifat statis dan berisiko mengabaikan perubahan situasi dan lingkungan yang dinamis. Ketiga, analisis SWOT berpotensi terlalu memberikan penekanan hanya pada satu kekuatan atau elemen dari strategi. Untuk itu, dalam kajian dengan menggunakan analisis SWOT harus dilakukan dengan pemahaman yang benar terhadap permasalahan yang ada. Analisis SWOT untuk penetapan strategi pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Halmahera Utara dapat dikemukakan sebagai berikut:

1) Faktor Internal (1) Kekuatan:

- Potensi sumberdaya ikan Kabupaten Halmahera Utara sangat tinggi; - Tersedianya bahan baku kayu untuk pembuatan kapal ikan;

- Sumberdaya manusia sebagai nelayan banyak tersedia;

- Tersedianya pasar lokal yakni perusahaan-perusahaan yang bergerak bukan pada sektor perikanan dengan tenaga kerja yang cukup banyak; (2) Kelemahan :


(20)

25 - Minimnya permodalan dalam penyediaan kapal dan alat tangkap;

- Rendahnya pendapatan nelayan, karena kurangnya pengetahuan dan keterampilan;

- Bentuk pengelolaan usaha masih tradisional;

- Kurangnya penggunaan teknologi dalam penangkapan ikan.

2) Faktor Eksternal (1) Peluang:

- Meningkatnya permintaan ikan;

- Peningkatan dan penambahan armada tangkap;

- Terbukanya kesempatan untuk pengolahan hasil tangkapan ikan; - Adanya dukungan Pemda untuk pengembangan usaha perikanan; (2) Ancaman:

- Illegal fishing oleh armada kapal asing; - Selektivitas alat tangkap belum diterapkan; - Adanya kegiatan destructive fishing;

- Harga ikan masih dikuasai pedagang pengumpul

Untuk menentukan strategi kebijakan pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Halmahera Utara, maka teknik yang digunakan adalah mencari strategi silang dari ke empat faktor tersebut, yaitu:

1) Kebijakan KP, kebijakan yang dibuat dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk memanfaatkan peluang sebesar-besarnya;

2) Kebijakan KA, kebijakan yang dibuat dengan menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi ancaman;

3) Kebijakan LP, kebijakan yang dibuat berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada;

4) Kebijakan LA, kebijakan yang dibuat didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif dengan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman.


(21)

26

Tabel 3 Matriks faktor internal strategi pengembangan perikanan tangkap.

Kode Unsur SWOT Bobot Rating Skor

Kekuatan

K1 Potensi sumberdaya ikan Kabupaten Halmahera Utara

sangat tinggi 0,20 4 0,80

K2 Tersedianya bahan baku kayu untuk pembuatan kapal ikan

0,15 4 0,60

K3 Sumberdaya manusia sebagai nelayan banyak tersedia 0,15 3 0,45 K4 Tersedianya pasar lokal yakni perusahaan-perusahaan yang

bergerak bukan pada sektor perikanan dengan tenaga kerja

yang cukup banyak; 0,10 3 0,30

Kelemahan

L1 Minimnya permodalan dalam penyediaan kapal dan alat tangkap 0,15 2 0,30 L2 Rendahnya pendapatan nelayan, karena kurangnya

pengetahuan dan keterampilan 0,10 1 0,10

L3 Bentuk pengelolaan usaha masih tradisional 0,05 2 0,10

L4 Kurangnya penggunaan teknologi dalam penangkapan ikan 0,10 2 0.20

Total 1,00 2,85

Tabel 4 Matriks faktor eksternal strategi pengembangan perikanan tangkap.

Kode Unsur SWOT Bobot Rating Skor

Peluang

P1 Meningkatnya permintaan ikan 0,20 4 0,80

P2 Peningkatan dan penambahan armada tangkap 0,10 3 0,30

P3 Terbukanya kesempatan untuk pengolahan hasil

tangkapan ikan 0,15 3 0,45

P4 Adanya dukungan Pemda untuk pengembangan usaha

perikanan 0,15 4 0,60

Ancaman

A1 Illegal fishing oleh armada kapal asing 0,20 2 0,40

A2 Adanya kegiatan destruktif fishing 0,20 1 0,20

Total 1,00 2,75

Analisis SWOT menghasilkan suatu rekomendasi tentang sembilan arah kebijakan perikanan tangkap di Kabupaten Halmahera Utara, bahwa usaha pengembangan perikanan tangkap dengan penambahan armada tangkap menjadi prioritas utama (Tabel 5). Pengembangan armada tangkap ini harus dilakukan secara bertanggung jawab dengan memperhatikan kapasitas daya dukung lingkungan. Penambahan armada tangkap harus diperhitungkan pula dengan perluasan daerah penangkapan ke arah yang lebih jauh dari pantai untuk


(22)

27 mencegah terjadinya over exploited di daerah dekat pantai. Daerah pantai selama ini sudah cukup mendapat tekanan oleh upaya penangkapan ikan, karena itu pengembangan alat tangkap pukat cincin dan huhate yang berukuran besar dengan daya jelajah yang luas serta stabilitas kapal yang tinggi haruslah dijadikan bahan pertimbangan pemerintah untuk pengembangan subsektor perikan tangkap di Kabupaten Halmahera Utara.

Prioritas kedua adalah peningkatan investasi dari luar untuk peningkatan usaha perikanan skala kecil. Peningkatan usaha perikanan skala kecil yang dapat direkomendasikan adalah pancing ulur, pancing tonda dan jaring lingkar. Pancing ulur dan pancing tonda dimaksudkan untuk penguatan pengembangan penangkapan tuna dan cakalang, sedangkan jaring lingkar direkomendasikan untuk pengembangan penangkapan julung-julung.

Prioritas ketiga adalah memperkuat armada lokal. Strategi penguatan armada lokal adalah untuk memaksimalkan pengawasan nelayan secara swadaya dari kegiatan illegal fishing oleh kapal asing dan destructive fishing

(penangkapan yang merusak lingkungan) sekaligus untuk meningkatkan pendapatan nelayan. Pengembangan perikanan ke depan menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, setiap pemerintah kabupaten/kota cenderung menentukan besar potensi suberdaya ikan sesuai luas wilayah administrasinya. Jumlah potensi kemudian digunakan sebagai dasar alokasi unit penangkapan, tanpa memperhatikan sifat sumber daya ikan, yang beruaya dari suatu perairan ke perairan lain sehingga sulit untuk menentukan hak kepemilikannya. Selain itu sumberdaya bersifat common property resources dan pengelolaannya bersifat open access.

Nikijuluw (2002) mengemukakan bahwa sifat eskludabilitas sumberdaya ikan yang berkaitan dengan upaya pengendalian dan pengawasan terhadap akses ke sumberdaya bagi stakeholder tertentu menjadi semakin sulit karena sifat sumberdaya ikan yang bergerak luas di laut. Kesulitan pengendalian dan pengawasan tersebut menimbulkan kebebasan pemanfaatan oleh siapa saja yang ingin masuk ke dalam industri perikanan tangkap. Pengawasan oleh pemegang otoritas manajemen sumberdaya menjadi semakin sulit diimplementasikan. Begitupun sifat indivisibilitas mengakibatkan sumberdaya ikan sebagai milik


(23)

28

bersama agak sulit dipisahkan, walaupun pemisahan secara administratif dapat dilakukan.

Prioritas ke empat adalah memaksimalkan pemanfaatan potensi perikanan yang ada. Strategi ini tentu saja seiring sejalan dengan strategi yang menjadi prioritas pertama, dalam hal ini optimalisasi pemanfaatan sumberdaya perikanan terutama yang ditangkap di daerah dekat pantai perlu mendapat perhatian. Untuk kawasan dekat pantai perlu dikembangkan teknologi penangkapan ikan yang ramah lingkungan.

Prioritas ke lima adalah pengembangan pengolahan hasil tangkapan. Pengembangan pengolahan hasil tangkapan oleh pemerintah Kabupaten Halmahera Utara sebaiknya diarahkan untuk memasukkan investasi industri perikanan seperti tuna kaleng, ikan kayu atau tepung ikan. Untuk pengembangan pengolahan hasil tangkapan perlu juga dipikirkan kawasan pengembangan yang sesuai dengan Tata Ruang dan RENSTRA Kabupaten Halmahera Utara.

Prioritas keenam adalah sosialisasi perikanan ramah lingkungan. Sosialisasi tersebut diarahkan untuk melestarikan sumberdaya ikan Kabupaten Halmahera Utara yang sangat tinggi, dan menghindari adanya destructive fishing

dari oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.

Prioritas ketujuh adalah menyediakan cold storage, pabrik es dan pengadaan teknologi tepat guna untuk menjaga mutu ikan. Hal ini telah dirintis oleh Pemerintah Provinsi Maluku Utara dengan dibangunnya Tempat Pendaratan dan Pelelangan Ikan (TPI) Wosia, namun sampai sekarang tidak jelas alasannya mengapa fasilitas ini tidak bisa dimanfaatkan.

Prioritas kedelapan adalah pengembangan teknologi penangkapan ikan. Pengembangan dan penambahan alat penangkapan ikan berupa penambahan alat penangkapan ikan padat karya atau padat modal dan teknologi. Optimalisasi pemanfaatan sumberdaya perikanan terutama yang ditangkap di daerah dekat pantai perlu mendapat perhatian, untuk itu kawasan dekat pantai perlu dikembangkan teknologi penangkapan ikan yang ramah lingkungan.

Prioritas kesembilan adalah pendidikan dan pelatihan pengelolaan usaha perikanan berkelanjutan. Pemanfaatan sumberdaya perikanan bila dibandingkan dengan tingkat MSY yang diijinkan masih sangat kurang (7,92% data 2008),


(24)

29 sehingga nelayan perlu diberikan pendidikan dan pelatihan untuk dapat melakukan pemanfaatan sumberdaya perikanan secara optimal serta dapat menjaga keberlanjutan sumberdaya tersebut.

Tabel 5 Penentuan prioritas strategi pengembangan perikanan tangkap yang bertanggung jawab

Unsur SWOT Keterkaitan Skor Rangking

Pengembangan usaha perikanan tangkap dengan

penambahan armada tangkap K1,K2,K3,P1,P2 2,95 1

Pengembangan pengolahan hasil tangkapan K3,K4,P2,P3 1,50 5

Peningkatan investasi dari luar untuk peningkatan

usaha perikanan skala kecil L1,L3, L4,P1,P2 1,70 2

Menyediakan cold storage, pabrik es dan pengadaan

teknologi tepat guna untuk menjaga mutu ikan L3,L4,P3,P4 1,35 7

Memperkuat armada lokal K2,K3,A1,A2 1,65 3

Sosialisasi perikanan ramah lingkungan. K1,K3,A2 1,45 6

Memaksimalkan pemanfaatan potensi perikanan yang

ada K1,K3,A1 1,65 4

Pengembangan teknologi penangkapan ikan L1,L4,A2 0,70 8

Diklat pengelolaan usaha perikanan berkelanjutan L2,L3.A2 0,40 9

4 KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan

1) Kabupaten Halmahera Utara memiliki 6 jenis ikan sebagai jenis komoditas unggulan kabupaten yaitu cakalang, kerapu, teri, julung-julung, tuna, dan tongkol.

2) Strategi dalam usaha pengembangan perikanan tangkap, yang menjadi prioritas utama adalah penambahan armada dan penambahan alat tangkap, alat tangkap yang direkomendasikan yaitu pukat cincin dan huhate.

3) Pengembangan alat tangkap untuk pemanfaatan komoditas ikan teri dengan menggunakan bagan perahu dan tancap, ikan julung-julung dengan gillnet

dan jaring lingkar, dan ikan kerapu dengan bubu, pancing dan jaring insang.

4.2 Saran

Strategi Pemerintah Daerah Halmahera Utara dalam pengembangan perikanan tangkap berbasis komoditas unggulan hendaknya memberikan stimulus dalam pengadaan armada dan peralatan tangkap untuk memanfaatkan potensi sumberdaya perikanan yang ada serta memfasilitasi investasi di sektor perikanan.


(25)

30

5 DAFTAR PUSTAKA

Dahuri. 2003. Pendayagunaan Sumberdaya Kelautan untuk Kesejahteraan Rakyat. Jakarta: Lembaga Informasi dan Studi Pembangunan Indonesia. LISPI.

Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Maluku Utara. 2009. Kebijakan Revitalisasi Potensi dan Program Pembangunan Perikanan Tangkap. Ternate: DKP Provinsi Maluku Utara.

Hendayana R. 2003. Aplikasi Metode Location Quotien (LQ) dalam Penentuan Komoditas Unggulan Nasional. Informasi Pertanian 12(1):658-675.

Murdianto B. 2003. Pelabuhan Perikanan. Fungsi, Panduan Operasional, Antrian Kapal. Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB.

Nikijuluw P.H.V. 2002. Rezim Pengelolaan Sumber Daya Perikanan. Jakarta: P3R, Pustaka Cidesindo.

Raharjo et. al. 1999. Studi Komoditas Unggulan Perikanan Laut di Jawa Barat. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB.

Roslianti 2003. Analisis Unit Penangkapan Ikan dan Komoditas Unggulan Perikanan Laut di Indramayu, Jawa Barat [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB.


(26)

31

ANALISIS PENGEMBANGAN SUMBERDAYA IKAN PELAGIS

KECIL DI PERAIRAN LAUT HALMAHERA UTARA

(Analysis of Small Pelagic Fish Development in North Halmahera Waters)

Fredo Uktolseja1, Ari Purbayanto2, Sugeng Hari Wisudo2 ABSTRACT

The North Halmahera waters broadness approximately 19.536,02 km2, estimated potential standing stock of fish as big as 97.867 tons/year, that consist of small pelagic fish of 22.542 tons/year,big pelagic fish of 61.135 tons/year, demersal fish of 11.096 tons/year and others sea animals (crab, lobster, etc) of 3.094 tons/year. Utilization of fish resources optimally must be supported by fishing gear that will give optimum result. The fishing gear should be analyzed by determination of the units with dominant catch of small pelagic fish. To the development of small pelagic species fisheries that is sustainable, then the analysis is done in a comprehensive analysis, both from the aspects of biology, technique, economic and social, as well as the fishery management policies. Maximum Sustainable Yield (MSY) of small pelagic species in the north Halmahera water was estimated at 11.132,27 tons/year with an optimum effort to 4.496 trips/year. As for the value of its maximum economic yield (MEY) was estimated at 11.110,66 tons/year with an optimum effort to 4.259 trips/year, and is expected with this condition will provide a total profit of Rp55.855.739.554,-.

Keywords: dominant fishing gear, development, maximum sustainable yield (MSY), maximum economic yield (MEY), North Halmahera water, small pelagic fish,

1Lulusan program magister sains pada Mayor Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap, Sekolah Pascasarjana IPB


(27)

32

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, membawa konsekuensi berupa perubahan dalam tata kelola pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan. Berdasarkan UU tersebut, pemerintah daerah memiliki landasan yang kuat untuk mengimplementasikan pembangunan kelautan secara terpadu, mulai dari aspek perencanaan, pemanfaatan, pengawasan dan pengendalian sumberdaya dalam upaya menerapkan pembangunan kelautan dan perikanan secara berkelanjutan.

Perairan Laut Kabupaten Halmahera Utara memiliki potensi sumberdaya ikan sebesar 97.867 ton/tahun, yang terdiri dari kelompok ikan pelagis kecil 22.542 ton/tahun, pelagis besar 61.135 ton/tahun, demersal 11.096 ton/tahun dan lainnya (ikan karang dan lobster) sebesar 3.094 ton/tahun (Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Halmahera Utara, 2008). Potensi sumberdaya ikan pelagis kecil dimanfaatkan dengan menggunakan alat penangkapan ikan seperti pajeko (small purse seine), jaring lingkar (giob), jaring insang permukaan (surface gill net), jaring insang hanyut (drift gill net), bagan tancap (fixed lift net), bagan perahu (boat lift net), bagan tancap (fixed liftnet) dan pancing ulur (hand line).

Peran sektor perikanan akan semakin signifikan apabila data dan informasi perikanan di suatu wilayah diketahui dan dipahami dengan baik. Dengan demikian maka kapasitas seluruh komponen yang terlibat dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan pelagis kecil harus diketahui agar usaha pengelolaan perikanan pelagis kecil di suatu wilayah perairan dapat dilakukan dengan baik.

Data perikanan tangkap Kabupaten Halmahera Utara hingga saat ini masih bersifat umum dan belum memberikan gambaran alternatif pengelolaan yang terarah, serta sulitnya pembatasan input terhadap pemanfaatan sumberdaya ikan menjadi sebuah permasalahan dan dilema bagi semua komponen dalam pengelolaaan perikanan tangkap pelagis kecil. Dalam upaya pencapaian tujuan pembangunan perikanan tangkap pelagis kecil yang berkelanjutan serta untuk mewujudkan masyarakat nelayan yang sejahtera, maka diperlukan suatu analisis dalam kaitannya dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis kecil terhadap input yang digunakan.


(28)

33 Analisis pengembangan perikanan tangkap pelagis kecil di perairan Laut Halmahera Utara, dilakukan untuk mengetahui tingkat produktivitas dan jenis hasil tangkapan dari unit penangkapan ikan pelagis kecil, peluang operasi penangkapan dalam setahun (musim penangkapan ikan), serta faktor-faktor produksi yang dapat mempengaruhi kemampuan tangkap dari unit penangkapan ikan yang digunakan oleh nelayan Kabupaten Halmahera Utara.

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk 1) menentukan dinamika pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis kecil di Kabupaten Halmahera Utara, 2) menentukan tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis kecil di perairan laut Kabupaten Halmahera Utara dan 3) menyusun strategi pengembangan perikanan tangkap pelagis kecil di perairan Laut Kabupaten Halmahera Utara yang berkesinambungan.

2 METODE PENELITIAN 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 6 (enam) bulan dimulai bulan Mei sampai dengan bulan Oktober 2009. Lokasi penelitian adalah perairan Laut Kabupaten Halmahera Utara yang merupakan daerah penangkapan ikan pelagis kecil.

2.2 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data meliputi 2 (dua) jenis yakni data primer dan sekunder. Data primer diperoleh berdasarkan hasil wawancara dengan responden yakni nelayan pemilik unit penangkapan ikan. Data yang dikumpulkan menyangkut kegiatan usaha penangkapan ikan yang dilakukan, biaya operasional, kegiatan operasi penangkapan, produksi hasil tangkapan (jumlah dan ukuran serta jenis hasil tangkapan ikan per unit alat tangkap), musim penangkapan, jumlah dan lama trip penangkapan, daerah penangkapan, dan harga rata-rata ikan hasil tangkapan. Data sekunder: yaitu data penunjang yang dikumpulkan dari pemerintah daerah, Dinas Kelautan dan Perikanan serta lembaga-lembaga yang berhubungan dengan


(29)

34

materi penelitian, maupun yang berasal dari publikasi dan hasil penelitian yang pernah dilakukan.

2.3 Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1. Analisis surplus production

# Trend Produksi : ( Y = 0 + 1 Xi –E )

# Analisis Hubungan Effort dengan Fungsi Produksi ; Y (P)= (af – bf2) # Analisis Hubungan Effort dengan Fungsi Biaya; Y (C) = cf

Keterangan:

Y= produksi ikan pelagis kecil f= jumlah upaya

c= biaya per satuan gaya Xi= kode tahun ke i E= galat

i= 1, 2, 3 …,n

2. Analisis keseimbangan bioekonomi

# Titik Keseimbangan Interval; d – (a – c)2/4b # Titik Keseimbangan Effort (a – c )/b

# Titik Keseimbangan Biaya Y(C’) = (ac – c2)/b # Titik MEY = (af – bf2) – (cf + d) =0

3 HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Standardisasi Alat Tangkap

Gulland (1983) menyatakan bahwa jika di suatu daerah perairan terdapat berbagai jenis alat tangkap yang dioperasikan, maka salah satu alat tersebut dapat dipakai sebagai alat tangkap standar, sedangkan alat tangkap yang lain dapat distandarisasi terhadap alat tangkap tersebut. Alat tangkap yang ditetapkan sebagai alat tangkap standar mempunyai faktor daya tangkap atau fishing power index (FPI) sama dengan satu. Hasil tabulasi data standarisasi alat penangkapan ikan seperti ditunjukkan pada Tabel 1.


(30)

35 Tabel 1 Effort ( upaya) standar menurut jenis alat tangkap

Alat Tangkap

Effort standar Tahun

2004 2005 2006 2007 2008

Pukat pantai 166.44 153.06 91.49 86.90 240.98

Pukat cincin 1873.20 2521.40 2237.90 2288.45 2374.81 Jaring lingkar 632.88 613.36 550.52 534.68 598.32 Jaring insang hanyut 55.72 41.63 43.04 46.07 75.27 Jaring insang tetap 65.64 32.21 56.77 548.92 74.33

Bagan perahu 158.10 227.71 134.76 113.64 106.60

Bagan tancap 45.05 34.57 29.62 29.79 57.60

Pancing ulur 325.73 421.01 401.66 360.60 502.73

Jumlah 3322.76 4044.96 3545.76 4009.05 4030.63

Fishing Power Index dihitung berdasarkan Catch Per Unit Effort, yaitu hasil tangkapan per upaya penangkapan. Dengan demikian perhitungan standardisasi alat penangkapan ikan mengikuti formula sebagai berikut:

1) Menghitung produktivitas masing-masing alat tangkap dengan membagi total produksi ikan pada tahun ke-n dengan jumlah upaya pada tahun ke-n tersebut. 2) Menghitung FPI alat tangkap lain dengan membagi produktivitas (CPUE) masing-masing alat tangkap tersebut terhadap produktivitas (CPUE) alat yang paling tinggi.

3) Menghitung FPI masing-masing alat tangkap yang telah distandar dengan mengalikan jumlah upaya alat tangkap yang ada dengan FPI alat tersebut. 4) Total effort setelah standardisasi alat tangkap adalah:

 FPIi * FEi

5) Kesetaraan effort dari jenis alat tangkap lain terhadap alat tangkap standar yang menunjukkan besarnya kesetaraan effort terhadap alat tangkap standar adalah:

3.2 Analisis Tren Produksi

Analisis trend (kecenderungan) tahunan terhadap hasil tangkapan dilakukan untuk memperoleh gambaran umum kondisi sumberdaya ikan yang dieksploitasi. Trend ini digambarkan dalam garis lurus dengan persamaan regresi


(31)

36

menggunakan metode kuadrat terkecil (ordinaty least square, OLS) diacu dari Fauzi (2003). Trend yang menurun menunjukkan gejala semakin berkurangnya sumberdaya ikan, trend mendatar menunjukkan sumberdaya ikan dalam kondisi stabil dan trend naik menunjukkan gejala masih besarnya sumberdaya ikan.

Y = 0 + 1 Xi –E

Hasil analisis seperti ditunjukkanpada Tabel 2.

Tabel 2 Tren produksi ikan pelagis kecil

Variabel Tahun Produksi Effort Y= bo + b1 Xi - E

bo= 15260.17 2004 10.081,25 3322,76 9.870,249353

b1=-0.9797 2005 10.637 4044,96 10.751,83498

2006 10.746,41 3545,76 10.142,45938

2007 11.222,12 3519,05 10.708,00034

2008 11.414,74 4030,63 10.734,34741

Gambar 1 menunjukkan bahwa usaha perikanan tangkap pelagis kecil di perairan laut Halmahera Utara memiliki kecenderungan meningkat. Pada tahun 2005 terjadi tren menurun, namun pada tahun 2006-2008 trennya mengalami kenaikan. Hal ini mengindikasikan bahwa 1) potensi sumberdaya ikan pelagis kecil berada pada kondisi yang stabil serta melimpah; 2) unit alat tangkap ikan pelagis kecil yang digunakan oleh nelayan di perairan Laut Halmahera Utara mempunyai kemampuan tangkap yang rendah, sehingga perlu diperbaharui dengan alat tangkap yang lebih efektif dan efisien dalam proses penangkapan ikan pelagis kecil.


(32)

37 3.3 Analisis Maximum Sustainable Yield

Analisis Maximum Sustainable Yield (MSY) dilakukan untuk mengetahui produksi pada tingkat maksimum lestari. Hasil analisis menunjukkan bahwa hubungan antara produksi dengan effort mengikuti persamaan Y = 4.5689f - 0,00045 f2. Dengan persamaan tersebut dapat diketahui besarnya MSY = -a2/4b, yaitu sebesar 11.132,27 ton/tahun (Gambar 2). Produksi pada tingkat MSY ini dapat diambil dengan upaya optimum sebesar -a/2b, yaitu sebesar 4.496 trip alat tangkap pukat cincin. Perlu diketahui bahwa upaya penangkapan yang menghasilkan ikan pelagis kecil ini, hanya dilakukan di daerah penangkapan ikan jalur 1 (3 – 6 mil), dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa pemanfaatan ikan pelagis kecil di DPI I sudah optimal, sehingga pengembangan armada tangkap (pukat cincin) dapat diarahkan di DPI II. Hal ini dimaksudkan untuk peningkatan produksi perikanan tangkap pelagis kecil, perluasan kesempatan kerja dan peningkatan pendapatan nelayan serta peningkatan pendapatan asli daerah dan devisa.

Gambar 2 Kurva produksi maximum sustainable yield (MSY) 0.00

2000 4000 6000. 8000 10000 12000

00 1000 2000 1 3000 4000 5000 60000 7000 8000

Y

Effort =4.496,12 MSY = 11.132,27


(33)

38

3.4 Analisis Keseimbangan Bioekonomi

Dalam analisis bioekonomi, produksi dihitung dalam nilai produksi (rupiah), sehingga kurva MSY yang terbentuk adalah hubungan antara nilai produksi dengan effort, dan kurva hubungan antara biaya dengan effort yang merupakan hubungan linier. Kedua kurva hubungan ini kemudian digabungkan dan akan diperoleh besarnya keseimbangan bioekonomi, yaitu pada titik potong antara kurva hubungan nilai produksi dengan effort dan kurva hubungan biaya dengan effort. Hasil analisis menghasilkan persamaan hubungan antara nilai pendapatan dengan effort yaitu YMEY = 4,5689 fMEY – 0,00045 f2)MEY, diperoleh

nilai MEY = 11.110,66 ton/tahun dan tingkat upaya optimum 4.259 trip/tahun Model TR nelayan mengikuti persamaan TR = p(4.9938 fMEY– 0,00056 f2)MEY) –

1.231.781 fMEY = Rp55.865.739.554. Kedua hubungan ini digambarkan dalam

bentuk grafik seperti ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar 3 Kurva maximum ekonomi yield (MEY)

Besarnya MEY yang merupakan potensi lestari pada tingkat keuntungan ekonomi yang maksimum, dapat diketahui melalui titik singgung garis yang sejajar dengan fungsi hubungan biaya total dengan upaya penangkapan terhadap fungsi hubungan pendapatan kotor dengan upaya penangkapan, yaitu garis sejajar

C = cf, menyinggung Y = afbf2. Garis sejajar C = cf yaitu C’ = cf + d, karena 0

1500 3000 4500 6000 7500 9000 10500 12000

0 fMEY = 4.258,785 YMEY = 11.110,66

YMSY = 11.132.27

fMSY = 4.496,12

BioEk


(34)

39 garis sejajar mempunyai kemiringan yang sama dan d adalah intersep atau jarak antara kedua garis, maka: C’ = cf + d, menyinggung Y” = afbf2.

3.5 Strategi pengembangan perikanan pelagis kecil

Untuk menentukan arahan strategi pengembangan perikanan tangkap pelagis kecil di Kabupaten Halmahera Utara, dilakukan analisis SWOT dengan melihat faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan eksternal (peluang dan ancaman).

Tabel 3 Matrik faktor internal pengembangan perikanan tangkap pelagis kecil yang bertanggungjawab

Kode Unsur SWOT Bobot Rating Skor

Internal

A B AXB

Kekuatan

K1 Potensi SDI pelagis kecil di DPI perairan Laut Kabupaten Halmahera Utara cukup besar

0,15 4 0,60

K2 Adanya rencana pembangunan terpadu wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil

0,10 4 0,40

K3 Animo masyarakat untuk melakukan perubahan tinggi

0,10 3 0,30

K4 Lingkungan perairan mempunyai tingkat kesuburan yang tinggi, sehingga banyak terdapat daerah penangkapan ikan

0,10 3 0,30

Kelemahan

L1 Kurangnya koordinasi antar instansi terkait dalam pengelolaan sumberdaya ikan.

0,15 3 0,45

L2 Pengetahuan nelayan dan penguasaan teknologi penangkapan terbatas

0,10 3 0,30

L3 Terbatasnya sarana/prasarana pendukung 0,10 3 0,30 L4 Pengendalian dan pengawasan sumberdaya

ikan masih belum memadai

0,10 2 0,20

L5 Minimnya keterlibatan masyarakat dalam perencanaan pengelolaan sumberdaya ikan

0,10 2 0,20

Untuk menentukan kebijakan pengembangan perikanan pelagis di Kabupaten Halmahera Utara, maka teknik yang digunakan adalah mencari strategi silang dari ke empat faktor tersebut, yaitu:

1) Kebijakan KP, kebijakan yang dibuat dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk memanfaatkan peluang sebesar-besarnya, menempati prioritas utama;


(35)

40

2) Kebijakan KA, kebijakan yang dibuat dengan menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi ancaman, menempati prioritas kedua;

3) Kebijakan LP, kebijakan yang dibuat berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada, menempati prioritas ketiga;

4) Kebijakan LA, kebijakan yang dibuat didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensip dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman, menenpati prioritas keempat.

Tabel 4 Matrik faktor eksternal pengembangan perikanan tangkap pelagis kecil yang bertanggungjawab

Kode Unsur SWOT Bobot Rating Skor

Eksternal

A B AXB

Peluang

P1 Daerah perluasan penangkapan ikan pelagis kecil (DPI II) cukup luas

0,15 4 0,60

P2 Kewenangan pengelolaan sumberdaya ikan oleh pemerintah daerah dan masyarakat besar (UU No 32 tahun 2004)

0,15 3 0,45

P3 Penerapan teknologi ramah lingkungan di DPI I

0,15 3 0,45

P4 Tersedianya pasar untuk produk ikan pelagis kecil ekonomis penting

0,10 3 0,30

Ancaman

A1 Maraknya kegiatan illegal dan oleh armada kapal asing (nelayan Filipina) di DPI II

0,15 3 0,45

A2 Pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis kecil di DPI perairan Laut Halmahera Utara mencapai 99% dari nilai MSY

0,10 3 0,40

A3 Sistem pemasaran hasil tangkapan ikan pelagis kecil yang tidak menguntungkan nelayan.

0,10 3 0,20

Arahan strategi dan kebijakan pengembangan sumberdaya ikan pelagis kecil, bertolak dari matriks keterkaitan faktor internal, eksternal dan hasil analisis SWOT, maka dapat ditentukan strategi dan kebijakan pengembangan perikanan pelagis kecil Kabupaten Halmahera Utara sebagai berikut:

1) Strategi 1, Revitalisasi dan optimalisasi armada penangkapan ikan di DPI I dan II. Pengembangan usaha perikanan pelagis kecil bertujuan untuk perluasan


(36)

41 areal penangkapan dan mengoptimumkan produksi hasil tangkapan di DPI I dan DPI II.

2) Strategi 2, Optimasi pengelolaan SDI di DPI I dan II. Strategi ini bertujuan untuk menentukan jumlah upaya penangkapan optimal terhadap JTB ikan pelagis kecil untuk kelanjutan usaha penangkapan dan kelestarian sumberdaya ikan pelagis kecil. Untuk itu Code of Conduct for Responsible Fisheries

(CCRF) atau Ketentuan Perikanan yang bertanggungjawab diharapkan dapat dipergunakan sebagai pedoman untuk melaksanakan pengelolaan perikanan secara bertanggungjawab.

3) Strategi 3, Peningkatan dan penguatan kapasitas nelayan dan aparatur Dinas Kelautan dan perikanan-Halut. Sumberdaya manusia merupakan unsur utama dalam upaya pengembangan perikanan pelagis kecil, berkaitan erat dengan masyarakat nelayan, aparatur pemerintah maupun tenaga professional bidang manajemen, lingkungan, teknologi pemanfaatan, pengolahan dan pemasaran. 4) Strategi 4, Revitalisasi dan pengembangan prasarana perikanan tangkap. Suatu

pengembangan kerjasama kemitraan antar nelayan dengan industri perikanan dan industri terkait melalui prinsip bisnis yang saling menguntungkan dengan dukungan dan fasilitas pemerintah, dengan menerapkan kewajiban antar pihak dimana faktor utamanya adalah masuknya investasi dari luar untuk pengembangan usaha perikanan skala kecil.

5) Strategi 5, Peningkatan sistem pengawasan dan pemantauan pemanfaatan SDI, diarahkan untuk (1) mendorong penyempurnaan perundangan yang mengatur penataan kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah; (2) pengembangan sistem informasi pelayanan publik; (3) peningkatan peran serta lembaga non pemerintah dan masyarakat dalam pelaksanaan pengawasan sumberdaya perikanan; dan (4) sosialisasi program dan kegiatan yang akan dilaksanakan. 6) Strategi 6, Koordinasi pengawasan dan penegakan hukum. Perairan Laut

Kabupaten Halmahera Utara merupakan bagian dari WPP 6 (Teluk Tomini, Laut Seram dan Lauk Maluku) dan WPP 7 (Laut Sulawesi dan Samudera Pasifik), diperkirakan potensi sumberdaya ikan laut sebesar 97.867 ton/tahun (diasumsikan 8% dari potensi sumberdaya ikan laut WPP 6 dan7).


(37)

42

Untuk dapat direalisasikan strategi tersebut, dibutuhkan kebijakan pengembangan sumberdaya ikan pelagis kecil sebagai berikut:

1) Pemanfaatan sumberdaya ikan secara optimal dan lestari.

2) Peningkatan dan pengembangan kapasitas sumberdaya nelayan dan kelembagaan pemerintah daerah.

3) Pengembangan jaringan dan informasi pasar ikan pelagis kecil.

3.6 Pembahasan

Pengembangan perikanan tangkap pelagis kecil di perairan laut Kabupaten Halmahera Utara, perlu mempertimbangkan beberapa faktor seperti produksi hasil tangkapan dominan pelagis kecil, unit penangkapan ikan pelagis kecil unggulan, kapasitas nelayan dan sarana penunjang lainnya. Produksi hasil tangkapan pelagis kecil adalah jenis ikan pelagis kecil yang dominan tertangkap dengan menggunakan unit penangkapan pukat pantai, pukat cincin, jaring lingkar, jaring insang hanyut, jaring insang tetap, bagan perahu, bagan tancap dan pancing ulur.

Nikijuluw (2005), mengemukakan pentingnya melakukan pengelolaan perikanan, yang secara empiris dapat ditunjukkan dengan tingkat pemanfaatan sumberdaya perikanan Indonesia saat ini. Tingkat pemanfaatan adalah nilai nisbi antara jumlah ikan yang ditangkap dengan estimasi potensi sumberdaya. Jika tingkat pemanfaatan terlalu tinggi, yaitu lebih dari 50% dan mendekati 100%, maka sering dikatakan bahwa sumberdaya sudah tinggi tingkat pemanfaatannya. Tingkat pemanfaatan penuh atau sumberdaya telah jenuh pemanfaatannya, bila persentase pemanfaatan sudah mendekati atau pada titik 100%. Lebih dari 100% dinamakan dengan tingkat pemanfaatan lebih, sementara kurang dari 50% disebut dengan tingkat pemanfaatan yang rendah.

Pada dasarnya tujuan pengembangan perikanan tangkap pelagis kecil yang berkelanjutan mencakup tiga aspek yang bersifat umum antara lain:

1) Ekonomi yang meliputi pertumbuhan, pemerataan dan efisiensi yang dibangun melalui kegiatan perekonomian riil dengan fasilitas sarana dan prasarana yang memadai;

2) Sosial yang meliputi pemberdayaan masyarakat, peningkatan partisipasi masyarakat dalam perencanaan, proses dan monitoring serta penguatan


(38)

43 kelembagaan yang mendukung semua aspek tujuan pengembangan perikanan pelagis kecil.

3) Ekologi yang meliputi integrasi ekosistem dan daya dukung sumberdaya perikanan pelagis kecil.

Secara umum pola pengembangan berkelanjutan adalah bentuk pengaturan terhadap jumlah hasil tangkapan, jumlah dan jenis upaya penangkapan sebagai respon terhadap kondisi sumberdaya ikan dan tingkat eksploitasi.

Berdasarkan ukuran dan jenis ikan hasil tangkapan, alat tangkap dapat dikategorikan:

1) Jaring insang, dikategorikan sebagai alat tangkap yang ramah lingkungan, karena alat ini dioperasikan di kolam air. Selain itu, ukuran dan jenis ikan yang tertangkap juga selektif, sehingga tidak akan mempengaruhi keseimbangan stok pelagis kecil (Suharyono, 1998).

2) Pukat cincin, dikategorikan sebagai alat tangkap yang ramah lingkungan. Hal ini sesuai dengan pendapat Atmaja dan Haluan (2003) bahwa alat tangkap pukat cincin cukup selektif terhadap ukuran dan jenis ikan target spesies sehingga tidak mengganggu siklus dan pertumbuhan populasi ikan, namun demikian pada kondisi-kondisi tertentu terdapat beberapa populasi yang ukurannya berbeda dan berukuran kecil.

3) Bagan, dikategorikan sebagai alat tangkap yang kurang ramah lingkungan, disebabkan karena selektivitas dan hasil tangkapan sampingan (by catch) memiliki nilai yang rendah dan mampu menangkap semua jenis ikan yang ada dalam area penangkapan dan dari berbagai ukuran. Hal ini sesuai dengan pendapat Najamuddin (2004), yang menyatakan alat tangkap bagan termasuk alat tangkap yang tidak selektif, menangkap banyak jenis dengan ukuran mulai dari kecil sampai besar.

4) Pancing, dikategorikan sebagai alat tangkap yang selektif dan ramah lingkungan, karena hanya menangkap jenis dan ukuran ikan yang menjadi target penangakapan.

Permasalahan pengembangan perikanan pelagis kecil yang ada di Kabupaten Halmahera Utara antara lain adalah 1) pengawasan yang lemah/terbatas terhadap pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan


(39)

44

pelagis kecil; 2) pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis kecil di DPI I telah mencapai 99% dari nilai MSY; 3) kurangnya infrastruktur dan prasarana pendukung; 4) akses masyarakat nelayan terbatas modal, pasar dan pendidikan; 5) kerjasama antara pemerintah dan masyarakat nelayan belum terjalin dengan baik. Akibat dari permasalahan tersebut yang muncul adalah: 1) kerusakan ekosistem dan habitat ikan pelagis kecil; 2) kondisi sumberdaya ikan pelagis kecil di DPI perairan Laut Halmahera Utara terancam mengalami degradasi akibat kelebihan tangkapan; 3) pendapatan nelayan pelagis kecil relatif dan terancam menurun dan 4) pertumbuhan ekonomi masyarakat pesisir lambat berkembang.

Berdasarkan isu tersebut di atas, maka kendala utama yang dihadapi oleh Kabupaten Halmahera Utara dalam pengembangan sumberdaya ikan pelagis kecil adalah:

1) Kualitas sumberdaya nelayan pada umumnya relatif terbatas dan belum memiliki kemampuan yang memadai untuk mengelola dan memanfaatkan sumberdaya ikan pelagis kecil di DPI II perairan Laut Halmahera Utara.

2) Kondisi sumberdaya ikan pelagis kecil di DPI I perairan Laut Halmahera Utara harus dipulihkan dengan pembatasan jumlah armada pukat cincin.

3) Terbatasnya prasarana penunjang kegiatan perikanan tangkap pelagis kecil berupa fasilitas dasar dan pelayanan publik serta sarana/prasarana pengawasan. 4) Lebarnya kesenjangan perkembangan dan pertumbuhan antar wilayah pesisir; 5) Teknologi penangkapan yang tersedia dan digunakan untuk memanfaatkan

sumberdaya ikan pelagis kecil belum berkembang dan masih didominasi oleh unit penangkapan tradisional.

6) Distribusi hasil produksi ikan hasil tangkapan umumnya masih terbatas dalam lingkup kegiatan pasar lokal.

4 KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan

1) Hasil analisis Fishing Power Indeks alat tangkap ikan pelagis kecil di Kabupaten Halmahera Utara menunjukkan bahwa pukat cincin yang perlu dikembangkan di DPI II (6-12 mil) karena merupakan alat tangkap dengan produktivitas tertinggi. Untuk perairan DPI I, bagan perahu, pancing ulur dan jaring lingkar,


(40)

45 namun bagan punya permasalahan dengan areal penangkapan yang semakin terbatas, konflik kepentingan lahan dan buangan limbah tambang serta alat tangkap dikategorikan jenis tangkap yang tidak ramah lingkuangan.

2) Produksi ikan pelagis kecil di Kabupaten Halmahera Utara berfluktuasi dari tahun ke tahun dengan kecenderungan meningkat dengan presentasi yang kecil, mengidentifikasi bahwa sumberdaya ikan pelagis kecil di perairan Laut Kabupaten Halmahera Utara dalam kondisi stabil.

3) Status pemanfaatan ikan pelagis kecil di daerah penangkapan ikan perairan Laut Kabupaten Halmahera Utara telah mendekati titik MSY (99% dari MSY). MSY diperoleh sebesar 11.132,27 ton/tahun pada tingkat upaya optimum sebesar 4.496 trip alat tangkap standar. Titik keseimbangan bioekonomi yaitu pada effort sebesar 1.785trip dan pada besarnya pendapatan atau biaya sebesar Rp36.288.152.264. Besarnya fMEY = Rp 4.258 trip dengan produksi sebesar

11.110,66 ton/tahun serta pada biaya sebesar Rp5.245.890.446 dengan pendapatan sebesar Rp61.108.630.000 serta keuntungan sebesar Rp55.855.739.554.

4) Untuk pengembangan sumberdaya ikan pelagis kecil dibutuhkan 6 langkah strategi (Revitalisasi dan Optimalisasi Armada Tangkap Pelagis Kecil di DPI I dan II, Optimasi Pengelolaan SDI di DPI I dan II, Peningkatan dan Penguatan Kapasitas Nelayan dan Aparatur DKP-Halut, Revitalisasi dan Pengembangan Prasarana Perikanan Tangkap, Peningkatan Sistem Pengawasan dan Pemantauan Pemanfaatan SDI, Koordinasi Pengawasan dan Penegakan Hukum) dan 3 kebijakan pengembangan (Pemanfaatan sumberdaya ikan secara optimal dan lestari, Peningkatan dan pengembangan kapasitas sumberdaya nelayan dan kelembagaan pemerintah daerah, Pengembangan jaringan dan informasi pasar ikan pelagis kecil).

4.2 Saran

1) Pengembangan armada tangkap pajeko sebaiknya diarahkan menuju DPI II (6–12 mil laut) untuk menghindari terjadinya degradasi stok sumberdaya ikan pelagis kecil di DPI I;


(41)

46

2) Segera diterapkannya Undang-Undang Perikanan Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan dan Kode Tindak Perikanan yang Bertanggung Jawab sehingga diharapkan dapat mencegah terjadinya penangkapan yang berlebihan atau dapat meningkatkan nilai stok sumberdaya ikan pelagis kecil di DPI I perairan Laut Halmahera Utara.

3) Terdapat enam arahan strategi dan kebijakan untuk segera diterapkan guna aktualisasi pengembangan perikanan tangkap pelagis kecil di perairan Laut Kabupaten Halmahera Utara.

5 DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. 1992. Pedoman Teknis Peningkatan Produksi dan Efisiensi Penangkapan Ikan Pelagis melalui Penerapan Teknologi Rumpon. Departemen Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembanga Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Jakarta.

Direktorat Jenderal Perikanan. 1997. Potensi dan Penyebaran Ikan Laut di Perairan Indonesia. Departemen Pertanian, Jakarta.

Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Halmahera Utara. 2008. Laporan Tahunan Dinas Kelautan Dan Perikanan Kabupaten Halmahera Utara, Tobelo.

FAO. 1995. Code of Conduct for Responsible Fisheries, (terjemahan). Departemen Pertanian-JICA, Jakarta.

Fauzi A, S. Anna. 2005. Pemodelan Sumberdaya Perikanan dan Kelautan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Gulland JA. 1983. Fish Stock Assessment. A Manual of Basic Methods, FAO/Wiley Series on Food and Agricultural, vol. 1., John Willey and Sons, Chichester.

Hannesson R. 1993. Bioeconomis Analysis of Fisheries. Fishing News (Books), A Division of Blackwell Scientific Publications Ltd., London.

Nikijuluw PHV. 2005. Rezim Pengelolaan Sumber Daya Perikanan. Jakarta: P3R, Pustaka Cidesindo.


(1)

348

3.3 Tingkat Kelayakan Ikan Konsumsi

Kadar merkuri (Hg) yang ditemukan pada bagian daging ikan kakap merah berkisar 0,06–0,19 ppm, belanak 0.05–0.25 ppm, dan biji nangka 0,03-0,04 ppm (Tabel 2). Mengacu pada standar WHO diacu dalam Darmono (2008) tentang jumlah merkuri yang boleh masuk ke tubuh manusia berdasarkan PTWI (provisional Ttreable intake), maka jumlah merkuri yang diperbolehkan masuk ke dalam tubuh manusia selama satu minggu adalah 0,3 ppm total merkuri atau 0,2 ppm metal merkuri per minggu per 70 kg berat badan atau 0,04 ppm/hari. Nilai ambang (threshold) yang aman untuk kandungan merkuri pada tubuh ikan konsumsi yaitu sebesar 0.5 ppm. Dengan demikian, daging ikan kakap merah, belanak, biji nangka, dan udang yang tertangkap dari kedua lokasi penangkapan masih layak dikonsumsi. Tabel 3 Kadar merkuri (Hg) pada bagian daging dan hati ikan, kaitannya dengan

tingkat kelayakan konsumsi No Jenis Ikan Rata-rata kadar

Hg (ppm) pada ikan Treshold Hg (ppm) Tingkat kelayakan konsumsi ikan

Daging Hati Daging Hati

1 2 3 4 5 Kakap Merah Belanak Biji Nangka Udang Putih 0,12 0,13 0,03 0,02 0,23 0,25 0,51 - 0,5 Layak Layak Layak Layak Layak Layak Tidak layak - Sumber : Hasil olahan data

Pada bagian hati ikan kakap merah, belanak dan biji nangka ditemukan merkuri dengan konsentrasi yang lebih tinggi dibandingkan pada bagian daging. Rata-rata kadar merkuri pada bagian hati ikan yang tertangkap dari perairan Tanjung Taolas dan Akesone selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3. Berdasarkan komposisi kadar merkuri yang terdapat pada bagian hati ikan, yang dibandingkan dengan ketentuan batas ambang yang dikeluarkan WHO, maka bagian hati ikan biji nangka tidak layak lagi dikonsumsi, sedangkan bagian hati ikan kakap merah dan belanak masih layak dikonsumsi.


(2)

349 Kandungan merkuri yang ditemukan pada bagian hati ikan biji nangka telah melebihi ketentuan nilai maksimum sebagaimana disyaratkan oleh WHO. Kadar merkuri yang ditemukan pada bagian hati rata-rata sebesar 0,51 ppm, padahal batas maksimum yang diperbolehkan hanya 0,5 ppm. Hal ini mengindikasikan bahwa bagian hati ikan biji nangka sebenarnya tidak layak lagi untuk dikonsumsi. Oleh karena itu, bila warga masyarakat mengkonsumsi jenis ikan tersebut yang tertangkap dari Teluk Kao, sebaiknya agar tidak mengkonsumsi bagian hati. Dengan kata lain, ikan harus dibersihkan dan hatinya dibuang, cukup mengkonsumsi dagingnya saja.

Sebagian besar penduduk yang bermukim di desa-desa sekitar wilayah pertambangan emas di Desa Tabobo sangat bergantung pada ikan sebagai sumber protein. Hal ini menunjukan bahwa mereka memakan ikan yang diperoleh dari perairan Teluk Kao. WHO telah menetapkan jumlah merkuri yang boleh masuk ke tubuh manusia berdasarkan PTWI (Provisional Toreable Weekly Intake). Jumlah merkuri yang diperbolehkan masuk ke dalam tubuh manusia selama satu minggu adalah 0,3 ppm total merkuri atau 0,2 ppm metil merkuri per minggu per 70 kg berat badan. Berdasarkan ketentuan tersebut, maka seseorang yang berat tubuhnya sekitar 70 kg hanya diperbolehkan memakan ikan yang telah mengandung merkuri sebesar 1 ppm dengan jumlah 300 gram per minggu.

Kadar sianida (CN) yang ditemukan pada bagian daging ikan kakap merah berkisar 5,0–6,6 ppm, belanak 4,2–7,2 ppm, dan udang putih 6,2-9,7 ppm. Rata-rata kandungan Sianida (CN) pada ikan dapat dilihat pada Tabel 4. Mengacu pada standar ATSDR (2006) tentang jumlah sianida yang boleh masuk ke tubuh manusia berdasarkan PTWI (Provisional Toreable Intake), maka jumlah sianida yang diperbolehkan masuk ke dalam tubuh manusia selama satu hari adalah 0,02 ppm untuk sianida dan 0,05 ppm untuk potassium sianida. Nilai ambang (threshold) yang aman untuk kandungan sianida pada tubuh ikan konsumsi yaitu berkisar 1,52 ppm – 4,5 ppm (WHO, 2004). Dengan demikian, daging ikan kakap merah, belanak, biji nangka, dan udang yang tertangkap dari kedua lokasi penangkapan tidak layak dikonsumsi.


(3)

350

Tabel 4 Kadar sianida (CN) pada bagian daging dan hati ikan, kaitannya dengan tingkat kelayakan konsumsi

No Jenis Ikan Rata-rata kadar CN (ppm) pada

ikan

Treshold CN (ppm)

Tingkat kelayakan konsumsi ikan

Daging Hati Daging Hati

1 2 3

Kakap Merah Belanak Udang Putih

5,8 5,7 7,3

12,3 6,0 -

4,5

Tdk layak Tdk layak Tdk layak

Tdk layak Tdk layak

- Sumber : Hasil olahan data

Mengacu pada standar asupan merkuri pada tubuh manusia yang telah ditetapkan oleh WHO diacu Darmono (2008) sebesar 0,5 ppm, maka ikan kakap merah, ikan belanak, ikan biji nangka dan udang aman untuk dikonsumsi. Sedangkan kandungan sianida yang masuk ke tubuh sudah melebihi ambang batas aman. Dengan demikian, ikan kakap merah, belanak, dan udang yang tertangkap di Tanjung Taolas dan Tanjung Akesone Teluk Kao berada pada tingkat yang kritis (membahayakan) bila dikonsumsi.

Beberapa jenis sianida yang terdapat di dalam perairan akan menjadi senyawa yang sangat berbahaya jika terakumulasi pada tumbuhan dan zooplankton. Dengan demikian, kemungkinan besar juga akan diserap oleh ikan herbivore, ikan-ikan karnivor dan pada akhirnya manusia sesuai dengan proses rantai makanan. Dampaknya selain pada biota air juga dapat berpengaruh pada manusia yang mengkonsumsi biota yang mati seperti ikan, kerang dan udang, karena senyawa racun dalam tubuh ikan akan terakumulasi dalam tubuh manusia. Hal ini juga diperkuat dengan hasil kajian terdahulu yang yang menyatakan bahwa dengan kosentrasi CN 0,05 mg/dl atau 0,05ppm dalam darah akan menimbulkan efek keracunan bagi tubuh dan jika kosentrasi diatas 0,3mg/Dl akan menyebabkan kematian (ATSDR, 2004).

Sianida sejak lama terkenal sebagai racun karena dapat mengganggu fungsi otak, jantung, dan menghambat jaringan pernapasan, sehingga terjadi asphyxia, yaitu orang menjadi seperti tercekik dan cepat diikuti oleh kematian. Keracunan kronis menimbulkan malaise dan iritasi. Oleh karena itu, pencemaran perairan akibat limbah


(4)

351 sianida seringkali menjadi perhatian khusus bagi banyak pihak. Walaupun efek toksik logam berat dan zat kimia sulit sekali dideteksi pada manusia karena reaksi ini tidak terjadi segera setelah logam berat atau zat kimia masuk ke tubuh. Berbagai kelainan seperti tumor, kelainan janin, kerusakan hati atau ginjal, timbul lama (mungkin bertahun-tahun) setelah pencemaran kronis. Pada waktu itupun hubungan kausal tidak dapat ditentukan kasus demi kasus, karena kelainan tersebut juga dapat terjadi secara spontan dan mirip penyakit. Hal ini hanya dapat dihubungkan secara asosiatif dalam studi epidemiologik. Dalam ketidakpastian seperti ini maka cara yang terbaik menghindari keracunan ialah dengan menghindari sumber-sumber air, makanan dan udara dari logam berat dan zat-zat kimia yang sangat berbahaya bagi manusia.

4 KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah:

1) Kandungan merkuri (Hg) dan sianida (CN) di perairan Teluk Kao masih tergolong rendah atau di bawah baku mutu.

2) Kandungan merkuri (Hg) dan Sianida (CN) pada ikan konsumsi yang ditangkap di sekitar Teluk Kao paling tinggi terakumulasi di organ hati dibandingkan daging.

3) Ikan kakap merah, ikan belanak, udang putih, dan hati ikan biji nangka yang tertangkap di Teluk Kao sekitar Tanjung Taolas dan Tanjung Akesone berada pada tingkat yang kritis (membahayakan) bila dikonsumsi dengan cara pengolahan yang kurang baik.

4.2 Saran

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian ini, maka disarankan beberapa hal berikut:

1) Perlu dilakukan penelitian mengenai dampak konsumsi ikan di Teluk Kao terhadap kesehatan masyarakat.


(5)

352

2) Perlu dilakukan kajian terhadap cara-cara penggolahan ikan sebelum dikonsumsi untuk menggurangi resiko bahaya keracunan akibat telah terkontaminasi dengan logam berat merkuri dan sianida.

3) Pemerintah perlu melakukan koordinasi antara instansi terkait, termasuk dengan pihak PT. NHM dan PETI dalam pengelolaan limbah dan monitoring kualitas lingkungan.

4) Pemerintah perlu melakukan tindakan mitigasi dan pemantauan terhadap lingkungan Teluk Kao.

5 DAFTAR PUSTAKA

AMDAL. 2006. Analisa Dampak Lingkungan Gosowong Selatan, P.T. Nusa Halmahera Mineral, Tobelo, Halmahera Utara.

ATSDR. 2006. Toxicological Profile For Cyanidae. U.S. Departement of Health And Human Service.

Connell D. W. & G. J. Miller. 1984. Chemistry and Ecotoxicoloy of Pollution. John Wiley & Sons.

Edward. 2008. Pengamatan Kadar Merkuri di Perairan Teluk Kao (Halmahera) DAN Perairan Anggai (Pulau Obi) Maluku Utara, Makara Sains Volume 12, No.2, November 2008: 97-101

Darmono. 2008. Lingkungan hidup dan Pencemaran: Hubungannya dengan Toksikologi senyawa logam.UI-Press, Jakarta.

Dinas Kelautan dan Perikanan Halmahera Utara. 2007. Rencana Tata Ruang Laut, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil di Kabupaten Halmahera Utara, Tobelo. Dinas Kelautan dan Perikanan Halmahera Utara.

Diniah. 1995. Korelasi antara Kandungan Logam Berat Hg, Cd dan Pb pada Beberapa Ikan Konsumsi dengan Tingkat Pencemaran di Perairan Teluk Jakarta [Tesis], Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Hutagalung H.P. 1984. Logam Berat dalam Lingkungan Laut. Dalam Ocean IX No. 1 Tahun 1984. Hal. : 12-19

Lodenius M. and O. Malm. 1998. Mercury in Amazon Rev. Enuiron Contam Toxical. Rand G. M. & S. R. Petrocelli. 1985. Fundamentals of aquatic toxicology.


(6)

353 Sakamato M. 1994. Pencemaran merkuri Teluk Buyat dan Teluk Totok Sulawesi

Utara Indonesia. Laporan Akhir . National Institute for Minamata

Simbolon D. 2008. Pendugaan Daerah Penangkapan Ikan Tongkol Berdasarkan Pendekatan Suhu Permukaan Laut Deteksi Satelit dan Hasil Tangkapan di Perairan Teluk Palabuharatu. Jurnalitbangda NTT. 04 : 23-30.

Supriharyono. 2007.Konservasi Ekosistem Sumberdaya Hayati di Wilayah Pesisir dan Laut Tropis.Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Tarigan M.S., & Edward. 2003. Kondisi Hidrologi Perairan Teluk Kao, Pulau Halmahera, Maluku Utara. Pusat penelitian Oseanogrfi Lembaga Ilmu Pengethuan Indonesia. Jakarta.

UU Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Kementrian Lingkungan Hidup Indonesia. Jakarta.

UNEP. 2002. Global Mercuryassesment. UNEP Chemicals. IOMC. Geneva, Switzerland. 22 pp.

WALHI. 2007. Dua Teluk diMaluku Utara Tercemar Tailing, dalam Antara New,27/03/07.

WHO. 2004. Hydrogen cyanide and cyanides: Human health aspects; Conicies Internatonal Chemical Assesment dokumen 61. Geneva.

Widodo J. 1980. Toksikologi Biota Laut Disebabkan oleh Pencemaran Merkuri. LPPL, Semarang. 6 p.