Dekstrinisasi dengan Hidrolisis enzimatis Dekstrinisasi dengan Hidrolisis HCl

26 Proses Pembuatan Dekstrin Pada penelitian ini akan dikaji pengaruh proses dekstrinisasi pati kelapa sawit hidrolisis enzim dan asam terhadap produk dekstrin yang dihasilkan, sebagai pembanding digunakan pati sagu dan tapioka.

1. Dekstrinisasi dengan Hidrolisis enzimatis

Pada proses ini masing-masing pati substrat dibuat dengan konsentrasi 30 bb substrat kering, sedangkan untuk dosis α-amilase yang digunakan 0,7 Ug dari pati kering. Enzim yang digunakan pada penelitian ini optimal pada suhu 95 C, pH 5,2 dan memiliki aktivitas 1478,12 Uml enzim Gunawan 2004. Proses pembuatan dekstrin, dilakukan dengan mensuspensikan jenis pati sesuai dengan perlakuan diatas, lalu diaduk sampai merata. Keasaman suspensi diatur pada kisaran pH 5,2 dengan penambahan NaOH 0,1 N melalui bantuan pH meter. Kemudian ditambahkan α-amilase, suspensi dilikuifikasi pada suhu 95 C sambil terus diaduk dan waktunya sesuai dengan proses dekstrinisasi. Pengadukan dilakukan secara manual, setelah lewat gelatinisasi water bathnya ditutup dan lamanya sesuai dengan proses likuifikasi. Proses likuifikasi dihitung menit ke nol pada saat suspensi pati dihidrolisis dalam water bath shaker yang sudah mencapai suhu 95 C. Proses ini merupakan modifikasi dari penelitian Griffin dan Brooks 1989. Proses inaktivasi enzim dilakukan dengan pendinginan pada suhu -4 C selama 60 menit. Dekstrin cair yang diperoleh dituang setebal lima mm kedalam loyang aluminum yang sudah dilapisi dengan plastik, kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 50 C selama dua hari. Setelah kering dekstrin tersebut dihaluskan dengan blender kemudian saring dengan ayakan 80 mesh. Proses pembuatan dekstrin hidrolisis secara enzimatis dapat dilihat pada Gambar 8.

2. Dekstrinisasi dengan Hidrolisis HCl

Proses dekstrinisasi ini dilakukan dengan pembuatan suspensi pati dengan konsentrasi 30 bb substrat kering, konsentrasi HCl yang digunakan 0,5 dari pati kering. Suspensi pati kemudian dilikuifikasi pada 95 C dengan pengadukan manual dan lamanya sesuai dengan waktu dari pengamatan pendahuluan. Setelah proses likufikasi pHnya dinetralkan, dekstrin cair yang diperoleh dituang setebal 5 mm kedalam loyang aluminum yang sudah dilapisi dengan plastik, kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 50 C selama dua 27 hari. Setelah kering dekstrin tersebut dihaluskan dengan blender kemudian disaring dengan ayakan 80 mesh. Proses dekstrinisasi secara hidrolisis dengan katalis asam klorida dapat dilihat pada Gambar 9. Gambar 8 Proses dekstrinisasi secara enzimatis. Modifikasi Griffin dan Brooks 1989 α-amilase 0,7 U g pati Kering Inaktivasi enzim suhu –4 o C Likuifikasi Pada suhu 95 o C, pH 5,2 dan waktu sesuai dengan Penelitian Pendahuluan Air Penggilingan Pengeringan Oven suhu 50 selama 48 jam Pengaturan pH pH 5,2 Pembuatan Suspensi 30 pati Dekstrin Pengayakan 80 mesh Jenis Pati CaCl 2 200 ppm 28 Gambar 9 Proses dekstrinisasi secara hidrolisis asam. Modifikasi Ega 2002. Dalam proses hidrolisis asam dilakukan penambahan HCl dengan cara mencoba berbagai konsentrasi HCl 0,25-0,75 dengan konsentrasi suspensi pati 30 bb berat kering pati. Kemudian ditetapkan konsentrasi HCl 0,5 pati kering kemudian dilakukan hidrolisis terhadap ketiga jenis pati. Penambahan HCl ini dilakukan pada saat sebelum proses likuifikasi. Proses likuifikasi dihitung Penambahan NaOH 0,1 N Untuk Penghentian Hidrolisis Likuifikasi pada suhu 95 o C Waktu sesuai dengan Penelitian Pendahuluan Air Penggilingan Pengeringan Oven suhu 50 o C selama 48 jam Penambahan HCl 0,5 dari berat Pati Kering Pembuatan Suspensi 30 pati Dekstrin Pengayakan 80 mesh Jenis Pati 29 menit ke-nol pada saat suspensi pati dihidrolisis dalam water bath shaker yang sudah mencapai suhu 95 C. Proses ini merupakan modifikasi dari penelitian Ega 2002. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap faktor tunggal. Faktor yang diamati yaitu jenis pati meliputi pati kelapa sawit, sagu dan tapioka. Penelitian dilakukan pada pembuatan dekstrin enzimatis dan asam yang dilakukan secara terpisah dan dibandingkan sesuai dengan nilai DE dan DP yang terbentuk. Ulangan dilakukan sebanyak tiga kali, model rancangan percobaan adalah sebagai berikut. Y ijk = µ + i + ε ij Dengan : i=1, 2, 3…,t dan j = 1,2…,r Y ijk = Respon hasil pengaruh dari jenis pati ke-i dan ulangan ke-j. µ = Rataan umum. i = Pengaruh jenis pati taraf ke-i. ε ij = Galat percobaan dari jenis pati ke-i pada ulangan ke-j. Montgomery 1991. Karakterisasi Dekstrin. Dekstrin yang dihasilkan dikarakterisasi dan dibandingkan dengan SNI dekstrin untuk industri pangan SNI 01-2593-1992 dan non pangan SNI 06- 1451-1989. Sifat-sifat dekstrin yang dianalisa meliputi : warna dalam larutan lugol, kadar air, kadar abu, serat kasar, bagian yang larut dalam air dingin, kekentalan, derajat putih dan derajat asam dan kejernihan pasta. Tata cara analisa dapat dilihat pada Lampiran 2. HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi Pati Kelapa Sawit Kelapa sawit adalah tanaman monokotil dan batangnya mengandung jaringan vaskular dan parenkim. Batang kelapa sawit memiliki karakter yang spesial. Kandungan airnya tinggi 1,5 sampai 2,5 kali dari bobot keringnya, serta memiliki kandungan selulosa dan lignin yang rendah dan kandungan yang larut dalam air dan NaOH yang tinggi dibanding kayu karet dan ampas tebu Husin et al. 1985 diacu dalam Tomimura 1992. Batang kelapa sawit ini mengandung jaringan vaskular sekitar 71-76 dan jaringan parenkim 24-26 . Tabel 6 berikut ini menyajikan hasil analisa kimia jaringan vaskular dan parenkim Tomimura, 1992. Tabel 6 Komposisi kimia kandungan jaringan vaskular dan parenkim batang kelapa sawit . Jaringan Kandungan Vaskular Parenkim Abu 2,2 2,4 Pati 2,4 55,5 Lignin 15,7 20,0 Larut asam 3,9 4,5 Komposisi Gula Mannosa 2,0 1,3 Arabinosa - 6,5 Galaktosa - 3,9 xilosa 34,8 34,8 Glukosa 63,2 55,5 Tomimura 1992 Batang kelapa sawit yang diekstraksi berasal dari PTPN 2 kebun Gohor Lama Kabupaten Langkat, Propinsi Sumatera Utara hasil peremajan kebun. Proses penebangan di kebun PTPN 2 ini dapat dilihat pada Gambar 10. Proses ekstraksi pati dilakukan dengan cara memotong 2 m batang kelapa sawit dari pucuk batang. Hal ini disebabkan batang sawit bagian atas mempunyai struktur serat kurang padat dibandingkan dengan bagian bawah batang sawit. Semakin 31 ke atas arah meninggi batang sawit dan semakin ke dalam arah diameter lingkar batang sawit kadar air dan kadar parenkim semakin tinggi, sedangkan kerapatannya menurun Guritno dan Darnoko, 2003. Gambar 10 Proses peremajaan tanaman kelapa sawit PTPN 2 Langkat. Batang kelapa sawit 2 m dari pucuk batang ini dibelah, kemudian diserut dan dipisahkan kulit kayunya. Serbuk kayu ditambahkan air selanjut diremas- remas untuk mengekstrak patinya. Gambar 11 berikut ini menunjukkan bagian batang yang akan diekstraksi. Gambar 12 merupakan serbuk kayu hasil penyerutan. Gambar 11 Bagian batang yang akan diekstraksi. 32 Gambar 12 Serbuk kayu hasil penyerutan dari batang kelapa sawit. Pati batang kelapa sawit tersimpan dalam sel-sel parenkim dari jaringan vaskular kasar yang mengandung persentasi lignin yang tinggi. Ekstraksi pati dari sel ini tergolong sulit karena struktur dan kandungan komposisi selnya menghalangi proses penghancuran jaringan vaskular dan sel parenkim Azemi et al. 1999. Proses ekstraksi ini akan menghasilkan kulit kayu 27,42, serbuk kayu 72,57, ampas berupa serat bebas pati 61,01 dan pati 4,7 kadar air 10,65 dari total berat 2 m batang kelapa sawit 200 kg. Neraca masa proses ekstraksi pati disajikan pada Gambar 13. Menurut penelitian Azemi et al. 1999 dari berbagai cara untuk mengekstraksi pati kelapa sawit maksimum diperoleh rendemen 7,15 kadar air 11,8 dari basis 300 g potongan batang kelapa sawit segar berbentuk kubus dengan ketebalan 1-2 cm. Proses ekstraksi yang sama terhadap singkong dan batang sagu dapat menghasilkan rendemen pati 50 . Jika dibandingkan dengan rendemen hasil ekstraksi yang dilakukan tidak jauh berbeda, Azemi et al. 1999 tidak memperhitungan berat batang segar kelapa sawit yang dapat diekstraksi secara keseluruhan. Namun jika dibandingkan dengan rendemen pati sagu dan singkong yang diuji dengan metode ekstraksi yang sama maka rendemen pati kelapa sawit adalah sangat kecil. Ekstraksi pati kelapa sawit tidak hanya memberi kontribusi ekonomis saja tapi juga dapat memperluas aplikasi penggunaan serat bebas pati, sehingga dapat menambah keanekaragaman pemanfaatan limbah batang kelapa sawit 33 Azemi et al. 1999. Menurut Guritno dan Darnoko 2003 kandungan pati yang tinggi pada batang kelapa sawit bagian atas jika seratnya dimanfaatkan menjadi pulp akan mengunakan bahan kimia yang cukup banyak, sehingga biaya prosesnya menjadi mahal. Gambar 13 Neraca masa pembuatan pati kelapa sawit. Batang Kelapa Sawit Berat 1000 Kg Dibelah Kulit Kayu 274,2 Kg 27,42 Penyerutan Serbuk Kayu 725,57 Kg 72,57 Air 60 m 3 Peremasan dan Penyaringan Serat Bebas Pati 610 Kg 61,0 Filtrat Pengendapan Pati Basah 115,6 Kg 11,56 Kadar Air 63,38 Pengeringan T= 50 C, 30 jam Air 60 m 3 Air 81,96 Kg 6,83 Pati Kelapa Sawit Kering 47,3 Kg 4,73 Kadar Air 10,65 34 Karakterisasi Pati Karakterisasi pati meliputi komposisi kimia pati yang diamati diantaranya kadar air, abu, protein, lemak, pati, serat dan amilosa. Sifat fisik diantaranya bentuk, ukuran granula, derajat putih, kejernihan pasta, pola amilografi Sifat Kimia Pati Komposisi kimia pati kelapa sawit, sagu dan tapioka disajikan pada Tabel 7 berikut. Tabel 7 Komposisi kimia pati kelapa sawit, sagu dan tapioka Jenis Pati Komponen Kelapa Sawit Sagu Tapioka Air 10,65 12,15 12,15 Protein bk 0,96 0,75 1,21 Lemak bk 0,37 0,23 0,33 Abu bk 0,68 0,1 0,18 Karbohidrat by difference bk ● Serat bk ● Pati bk ● Amilosa total pati ● Amilopektin total pati 88,02 1,78 96,00 28,76 71,24 86,87 0,55 97,85 36,14 63,86 86,31 0,43 96,99 30,74 69,26 Dari Tabel 7 diatas dapat dilihat bahwa kandungan protein pati tapioka lebih tinggi dibandingkan kelapa sawit dan sagu. Kadar abu pati kelapa sawit lebih tinggi dibanding tapioka dan sagu. Hasil penelitian Azemi et al. 1999 memperoleh kadar abu untuk pati kelapa sawit sebesar 1,03. Tingginya kadar abu pati kelapa sawit ini disebabkan karena tingginya kandungan silika pada batang kelapa sawit. Selain itu bisa juga disebabkan masuk melalui alat mesin serut dan air ketika proses ekstraksi berlangsung. Kandungan amilosa pati kelapa sawit lebih kecil jika dibanding dengan pati sagu dan tapioka. Kandungan amilosa pati kelapa sawit ini masih lebih besar dibanding hasil penelitian Azemi et al. 1999 yaitu sebesar 19,5 hal ini mungkin disebabkan bahan baku yang berbeda terutama perbedaan galur dan lokasi tanaman serta kualitas air untuk produksi patinya. Hasil Penelitian 35 Chilmijati 1999 kandungan amilosa pati tapioka 29,82 dan sagu sebesar 34,13, nilainya hampir sama dengan hasil penelitian. Kadar serat pati kelapa sawit lebih tinggi dibanding pati sagu dan tapioka hal ini disebabkan masih terikutnya serat-serat halus dari batang kelapa sawit ketika proses ekstraksi berlangsung. Kadar pati untuk ketiga jenis pati diatas adalah sangat tinggi diatas 95. Hal ini sangat baik sebagai bahan baku untuk produk pati-pati termodifikasi. Sifat Fisik Pati 1. Bentuk dan Ukuran Granula Pati Pati adalah polisakarida terbesar kedua dalam tanaman setelah selulosa, dibuat di dalam kloroplast dan disimpan sebagai cadangan energi di dalam umbi, biji dan akar sebagai partikel kecil yang dikenal sebagai granula. Bentuk dan ukuran granula tergantung dari jenis tanaman penghasil pati. Penelitian ini dilakukan pengamatan terhadap bentuk, ukuran granula dan derajat putih pati sawit kemudian dibandingkan dengan pati sagu dan tapioka. Hasil pengamatannya disajikan pada Tabel 8 berikut ini. Tabel 8 Sifat-sifat fisik pati kelapa sawit, sagu dan tapioka Sifat Fisik Kelapa Sawit Sagu Tapioka Bentuk Granula Bulat Oval Bulat Ukuran Granula µm 8,9-29,319,47 54,1-98,8 74,83 17,4-35,9 25,6 Derajat Puti terhadap BaSO 4 83,02 84,86 93,53 Kejernihan pasta T 15,4 76,55 43,9 Tabel 8 ini memperlihatkan kisaran ukuran granula pati kelapa sawit lebih kecil dari ukuran granula pati sagu dan hampir sama dengan tapioka. Sesuai dengan hasil penelitian Azemi et al. 1999 menyatakan ukuran granula pati kelapa sawit adalah kisaran 3 – 37 µm dan ukuran rata-ratanya 14,6 µm dengan distribusi volume ukuran granula pati kelapa sawit terbanyak terdapat pada kisaran 3 – 25 µm. Bentuk granula pati tapioka dan sawit adalah bulat sedangkan sagu berbentuk oval. Gambar 14 dan 15 memperlihatkan bentuk granula patinya. 36 Gambar 14 Bentuk granula pati kelapa sawit, sagu dan tapioka dengan mikroskop cahaya pembesaran 400 kali. Gambar 15 Bentuk granula pati kelapa sawit, sagu dan tapioka mikroskop cahaya terpolarisasi pembesaran 400 kali.

2. Derajat Putih dan Kejernihan pasta pati