mendeteksi obat dalam bidang kedokteran. Selain itu, juga dapat digunakan dalam alat-
alat nanoelektronik. Pengembangan teknologi nano lebih lanjut dapat diaplikasikan dalam
pebuatan laser jenis baru, nanosensor, nanokomputer yang berbasis tabung nano dan
material nano, dan banyak lagi aplikasi lainnya.
19
2.6 Polipropillen PP
Polipropillen PP adalah sebuah polimer termo-plastik yang dibuat oleh
industri kimia dan digunakan dalam berbagai aplikasi, diantaranya pengemasan tekstil, alat
tulis, berbagai tipe wadah terpakaikan ulang serta
bagian plastik,
perlengkapam labolatorium, pengeras suara, komponen
otomotif, dan uang kertas polimer.
20
Polipropillen dapat
mengalami degradasi rantai saat terkena radiasi ultraviolet
dan sinar matahari. Jadi untuk penggunaan PP di luar ruangan, bahan aditif yang menyerap
ultraviolet harus digunakan. Polimer dapat dioksidasi pada suhu tinggi, merupakan
masalah yang umum dalam pencetakan. Antioksidan normalnya ditambahkan untuk
mencegah degradasi dan oksidasi polimer.
20
Kebanyakan polipropillen komersial merupakan
isotaktik dan
memiliki kristalinitas tingkat menengah di antara polietilena berdensitas rendah dengan
polietilena berdensitas
tinggi. Melalui
penggabungan partikel karet, PP bisa dibuat menjadi liat serta fleksibel, bahkan di suhu
yang rendah.
Hal ini
membolehkan polipropillen digunakan sebagai pengganti
berbagai plastik
teknik, seperti ABS.
Polipropillen memiliki permukaan yang tak rata, seringkali lebih kaku daripada beberapa
plastik yang lain, lumayan ekonomis, dan bisa dibuat bening saat tidak berwarna tidak
transparan polistirena, akrilik maupun plastik tertentu lainnya. Bisa dibuat buram dan
berwarna-warni melalui penggunaan pigmen, Polipropillen memiliki resistensi yang sangat
bagus
terhadap kelelahan
bahan. Polipropillen memiliki titik lebur ~160 °C
320 °F, sebagaimana yang ditentukan Differential Scanning Calorimetry
DSC.
21
2.7 Coupling agent
Coupling agent adalah suatu zat yang
menghubungkan setiap konsituen agar
terbentuk sistem yang saling melarutkan dan mempengaruhi adhesi dan tegangan. Adhesi
akan semakin besar dan tegangan akan turun dengan penambahan coupling agent akibatnya
akan terbentuk sistem yang saling melarutkan. Pada pembuatan komposit fungsi dasar dari
coupling agent adalah unutk meningkatkan
gaya adhesi dan menurunkan energi interfacial antara filler dengan matrik.
22
Salah satu jenis coupling agent yang sering digunakan adalah polipropillena-
anhidrida maleat PPMA. PPMA mempunyai kekentalan yang rendah pada saat leleh,
sehingga fleksibilitasnya tinggi dan lebih agresif mengikat matrik polipropillen.
22
2.8 Sifat Termal
Sifat termal suatu bahan merupakan salah satu sifat yang cukup penting, untuk
diketahui agar bahan dapat dimanfaatkan secara optimal. Untuk mengetahui sifat termal
suatu bahan diperlukan suatu metode pengukuran yang disebut analisis termal.
Analisis termal dapat diindentifikasikan sebagai pengukuran sifat fisik bahan yang
merupakan fungsi dari suhu. Analisis ini dapat menentukan sifat spesifik seperti entalpi,
kapasitas kalor, dan koefisien termal bahan.
23
Salah satu teknik untuk analisis termal adalah Differential Thermal Analysis DTA
dan Differential Scanning Calorimetry DSC . Analisa termal diferensial adalah teknik
dimana suhu dari sampel dibandingkan dengan material inert selama perubahan suhu
terprogram. Perbedaan suhu antara sampel dengan bahan referen sebagai fungsi dari suhu
pemanasan terprogram. Suhu sampel dan referen akan selalu sama sampai suatu saat
terjadi peristiwa termal seperti pelelehan, dekomposisi atau perubahan struktur Kristal
terjadi pada sampel. Perbedaan suhu keduanya terus dideteksi dan dicatat sebagai suatu
puncak kurva. Pada reaksi endotermik, suhu sampel lebih rendah daripada suhu referen dan
sebaliknya bila suhu sampel lebih tinggi daripada suhu referen, maka terjadi reaksi
eksotermik.
24
Analisa DSC dan DTA digunakan untuk mempelajari transisi fase, seperti
melting, suhu transisi gelas Tg, atau
dekomposisi eksotermik, serta menganalisa kestabilan terhadap oksidasi, kapasitas panas
suatu bahan, dan perubahan eltalpi dari bahan.
24
Perubahan entalpi ΔH positif menunjukan bahwa dalam perubahan terdapat
penyerapan kalor atau pelepasan kalor. Reaksi kimia yang melepaskan atau mengeluarkan
kalor disebut reaksi eksoterm, sedangkan reaksi kimia yang menyerap kalor disebut
reaksi endoterm Gambar 4.
Pada reaksi endoterm, sistem menyerap energi. Oleh karena itu entalpi sistem akan
bertambah, artinya entalpi produk Hp lebih besar daripada entalpi pereaksi Hr.
Akibatnya, perubahan entalpi merupakan selisih antara entalpi produk dengan entalpi
pereaksi Hp-Hr bertanda positif. Sehingga perubahan entalpi suatu reaksi endoterm dapat
dinyatakan:
Sebaliknya, pada reaksi eksoterm sistem membebaskan energi sehingga entalpi
sistem akan berkurang artinya entalpi produk lebih kecil daripada entalpi pereaksi. Oleh
karena itu perubahan entalpinya bertanda negatif. Sehingga perubahan entalpi suatu
reaksi eksoterm dapat dinyatakan:
ΔH = Hp - Hr 0
Besar nilai perubahan entalpi pada kurva DTA lihat lampiran 5 dan 6, halaman
43 dapat diketahui dengan menghitung luas area peak, dinyatakan dalam persamaan:
Luas area peak A = ± ΔH x m x K A
= luas area peak m
2
ΔH = perubahan entalpi Jg m
= massa sampel g K
= nilai dari factor kalibrasi cm
2
J Kapasitas kalor dapat ditentukan
dengan perumusan berikut : Cp =
Cp = kapasitas kalor J ºC
K = konstanta kalibrasi J kgs
T
2
= suhu cawan kosong ºC T
1
= suhu sampel pada cawanºC m
= massa sampel kg H
= laju pemanasan rata-rata ºCs
Gambar 4 Reaksi Endoterm a dan Reaksi Eksoterm b
BAB 3 METODOLOGI