Kondisi Umum Selat Malaka Metode Hidroakustik

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kondisi Umum Selat Malaka

Perairan Selat Malaka merupakan bagian dari Paparan Sunda yang relatif dangkal Atmaja et al., 2001 dalam Masrikat, 2003, yang berada satu bagian dengan dataran utama Asia, beberapa laut dan teluk seperti Laut Cina Selatan, Teluk Thailand, dan Laut Jawa Masrikat, 2003. Bagian paling sempit dari Selat Malaka memiliki kedalaman sekitar 30 m dengan lebarnya 35 km, kemudian kedalaman meningkat secara gradual hingga 100 m sebelum Continental Slope Laut Andaman. Di dasar selat ini arus pasang surut sangat kuat terjadi dan terbentuk riak-riakan pasir besar sand ripples yang bentuk puncakujungnya searah dengan arus pasut tersebut Wyrtky, 1961 dalam Masrikat, 2003. Selat Malaka merupakan jalur laut terpadat di dunia yang menjadi urat nadi lalu-lintas transportasi minyak bumi sebesar 9,4 juta barel yang menghidupi perekonomian dunia IDSPS, 2008. Di samping itu, Selat Malaka juga merupakan perairan yang sangat penting dalam menunjang perkembangan perikanan laut di perairan teritorial maupun di perairan ZEE. Perairan ini sangat subur mengingat banyaknya sungai besar dan kecil yang bermuara serta banyaknya hutan mangrove di daerah pantainya. Di pandang dari sudut geografis daerah ini sangat strategis bagi perkembangan komoditas perikanan karena wilayah ini dibatasi oleh Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Singapura Sumiono, 2002. 3

2.2. Metode Hidroakustik

Hidroakustik merupakan suatu teknik penggunaan gelombang suara akustik untuk menduga kedalaman perairan serta dapat dipergunakan untuk mendeteksi ikan. Teknik hidroakustik baru diketahui kegunaannya sekitar tahun 1930. Sejak saat itu hidroakustik tidak saja mempunyai peranan yang besar dalam industri penangkapan ikan, tetapi juga penting dalam di dalam bidang penelitian perikanan, terutama untuk menduga kelimpahan suatu sediaan ikan Widodo, 1992. Menurut Pujiyati 2008 metode hidroakustik adalah suatu metode pendeteksian bawah air yang menggunakan perangkat akustik, antara lain: echosounder, fish finder, sonar, dan Acoustic Doppler Current Profiler ADCP. Cara kerja alat hidroakustik ditunjukkan pada Gambar 1. Pesawat pengendali control mengirimkan pulsa listrik dengan frekuensi tertentu dan mengatur pesawat transmisi yang pada gilirannya akan memodulasi pulsa tersebut dan meneruskannya ke transducer. Selanjutnya, transducer akan mengubah pulsa listrik tersebut ke dalam bentuk energi akustik berupa sinyal suara yang kemudian dipancarkan ke dalam air. Gelombang akustik tersebut merambat di dalam air, dan apabila membentur sebuah target, misalnya ikan atau dasar perairan, ia akan dipantulkan sebagai gema echo. Pada umumnya transducer yang sama akan menerima gema tersebut dan mengubahnya kembali menjadi tenaga listrik. Setelah itu, pesawat receiver-amplifier akan menerima dan kemudian memperkuat pulsa listrik tersebut serta mengirimkannya ke pesawat peraga. Pesawat peraga dapat berupa perekaman gema dari kertas echogram paper atau berupa sebuah “oscilloscope”. Oscilloscope merupakan sebuah alat yang didasarkan atas kemampuan sebuah CRT cathode ray tube untuk melakukan visualisasi terhadap osilasi arus atau tegangan listrik Widodo, 1992. Gambar 1. Cara Kerja Alat Hidroakustik Sumber: Widodo, 1992 Penggunaan metode hidroakustik mempunyai beberapa kelebihan Arnaya, 1991 dalam Yahya et al., 2001, diantaranya: berkecepatan tinggi; estimasi stok ikan secara langsung dan wilayah yang luas dan dapat memonitor pergerakan ikan; akurasi tinggi; tidak berbahaya dan merusak sumberdaya ikan dan lingkungan, karena frekuensi suara yang digunakan tidak membahayakan bagi si pemakai alat maupun obyek yang disurvei. Penggunaan teknologi ini sangat membantu dalam pencarian sumberdaya ikan yang baru, sehingga akan mempercepat pengambilan keputusan atau kebijakan, terutama untuk menetapkan daerah penangkapan ikan agar potensi ikan dapat dipertahankan Riani, 1998 dalam Yahya et al., 2001. Beberapa kendala yang mempengaruhi sinyal pantul menjadi berbeda dari pulsa akustik yang datang atau dikirimkan Siwabessy, 2001 dalam Pujiyati, 2008: ketidaksesuaian impedansi akustik dari air laut - dasar laut menyebabkan pembauran permukaan dari pulsa utama; parameter akustik dari alat; penetrasi sinyal akustik pada dasar laut menyebabkan besarnya pembauran pulsa utama; arah pemantulan pada interface air laut – dasar laut akibat dari kekasaran dasar laut; keterlambatan waktu kembali; respon pembauran dari permukaan laut, gelembung-gelembung permukaan, dan lambung kapal untuk gema dasar akustik kedua; kemiringan dasar laut; penyerapan akustik air laut; dan derau noise.

2.3. Ikan Demersal