NPV 13 7,038,000
40,497,699 35,869,998
31,743,361 28,091,470
24,859,708 154,024,234.90
IRR 182.84
BC Ratio 24.66
Sumber: Kuisioner dan Data Sekunder diolah
Pada Tabel 19 terlihat bahwa pada tahun pertama aktivitas produksi Jenang Apel dijalankan dibutuhkan biaya investasi sebesar Rp. 7.038.000 dan modal kerja setiap
bulan sebesar Rp. 8.779.000. Selama lima tahun kerja memberikan nilai uang sebesar Rp. 166.552.768. Biaya manfaat yang diperoleh adalah 24,66 artinya usaha Sari Apel
ini memberikan manfaat sebanyak 24,66 kali lipat. Nilai Internal Rate of Return IRR sebesar 182,84 menunjukkan lebih besar dari discount rate 13 , hal ini
menunjukkan adanya kemampuan kinerja usaha yang sangat baik. Usaha produksi Jenang Apel sangat layak untuk diusahakan dan memberikan
keuntungan. Sehingga, sangat wajar jika masyarakat Kota Batu sangat tertarik untuk membuka usaha produksi Jenang Apel tersebut. Walaupun modal usaha berasal dari
pihak ketiga Bank, KUD, Kelompok, dst, usaha Jenang Apel masih sangat layak berkembang dan menguntungkan. Asalkan tingkat pengembalian suku bunga tidak
melebihi 182,84 dan pada keyataannya tingkat suku bunga Bank saat ini adalah 13 sampai 24 , artinya walaupun usaha ini 100 berasal dari pinjaman Bank
masih bisa berkembang secara layak. Tingginya nilai Internal Rate of Return IRR menunjukkan bahwa komoditas pangan olahan tersebut memiliki daya
saing yang tinggi.
5.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Peran Kelembagaan Agroindustri Pangan Olahan di Kota Batu
Interpretasi koefisien untuk model regresi logistik dapat dilakukan dengan melihat nilai coeffisients, p-value dan odds rasio-nya. Dan yang paling utama
odds rasio. Rasio Odds adalah ukuran asosiasi yang memperkirakan berapa besar kecenderungan pengaruh peubah-peubah penjelas variabel bebas terhadap
respon jika suatu peubah penjelas mempunyai tanda koefisien positif, maka nilai rasio odds-nya akan lebih besar dari satu, sebaliknya jika tanda koefisien negatif,
maka nilai rasio odds-nya akan lebih kecil dari satu Hosmer, 1989.
Selanjutnya, hasil regresi logit faktor yang mempengaruhi peran kelembagaan agroindustri pangan olahan di Kawasan-kawasan Agropolitan di Kota
Batu dapat dilihat pada Tabel 20.
Tabel 20. Hasil Regresi Logit Faktor yang Mempengaruhi Peran Kelembagaan Agroindustri Pangan Olahan di Kota Batu
Variabel bebas
Keterangan Variabel Coefficients
Sig Odd
Ratio Penduga
β SE Coef
Konstanta Konstanta
6 7212
0.999
X1 Umur
0.1975 0.1146
0.085 1.22
X2 Jenis Kelamin
1.934 1.500
0.197 6.92
X3 Pendidikan Formal
2.139 1.093
0.050 8.49
X4 Pendidikan Informal
-0.825 1.338
0.537 0.44
X5 Lama Usaha
0.03316 0.09329
0.722 1.03
X6 Jumlah Tenaga Kerja
-0.19638 0.09738
0.044 0.82
D1 Dummy Status
Kepemilikan
2.204 1.380
0.110 9.06
D2 Dummy Informasi
Harga
4.454 1.939
0.022 85.97
D3 Dummy Prosedur
Transaksi
-1.144 1.244
0.358 0.32
D4 Dummy Resiko Tidak
Terjual
-24 7212
0.997 0.00
Sumber : Data Primer Diolah, 2006. Keterangan : Variabel terikat: Peran Kelembagaan Agroindustri Pangan Olahan di Kota Batu
Signifikan pada α 5 Signifikan pada α 10 Signifikan pada α 1
Berdasarkan data hasil analisis pada Tabel 20 diketahui bahwa peran kelembagaan agroindustri pangan olahan di Kota Batu secara signifikan dipengaruhi
oleh: Umur, Pendidikan Formal, Jumlah Tenaga Kerja, dan Informasi Harga. Hasil analisis pada variabel bebas pertama umur, bahwa umur secara
signifikan berpengaruh terhadap peran kelembagaan agroindustri pangan olahan di Kota Batu. Senioritas tingginya umur cenderung mendorong peningkatan peran
kelembagaan agroindustri pangan olahan di Kota Batu. Dengan demikian, peran kelembagaan agroindustri pangan olahan yang terjadi akibat pertambahan umur
cenderung meningkatkan peran kelembagaan agroindustri pangan olahan di Kota Batu. Sebaliknya pada usaha-usaha yang dikelola pengusaha-pengusaha muda, peran
kelembagaan agroindustri pangan olahan di Kota Batu cenderung rendah.
Hal ini adalah suatu konsekuensi logis, karena semakin bertambah umur anggota kelompok usaha maka akan mempengaruhi secara signifikan terhadap
peran kelembagaan agroindustri pangan olahan di Kota Batu. Apabila umur semakin bertambah maka peran seseorang anggota kelompok usaha terhadap kelembagaan
agroindustri pangan olahan di Kota Batu akan semakin berperan. Apabila terjadi peningkatan umur maka akan mempengaruhi terhadap peran kelembagaan
agroindustri pangan olahan di Kota Batu. Karena umur bersifat inelastis terhadap peran kelembagaan agroindustri pangan olahan di Kota Batu. Sebagai karakteristik
individu pelaku usaha, dengan meningkatnya umur berarti memiliki korelasi positif terhadap partisipasi pelaku usaha dalam kelembagaan formal.
Pendidikan formal pelaku usaha secara signifikan akan meningkatkan peran kelembagaan agroindustri pangan olahan di Kota Batu. Apabila terjadi peningkatan
pendidikan formal, maka akan terdapat peningkatkan peran kelembagaan agroindustri pangan olahan di Kota Batu sebanding dengan meningkatnya
pendidikan formal. Dengan demikian, peran kelembagaan agroindustri pangan olahan yang terjadi akibat pendidikan formal cenderung meningkatkan peran
kelembagaan agroindustri pangan olahan di Kota Batu. Sebaliknya setiap berkurangnya tahun pendidikan formal, maka akan menurunkan peran kelembagaan
agroindustri pangan olahan di Kota Batu. Hal ini adalah suatu konsekuensi logis, karena dengan semakin
meningkatnya strata pendidikan formal anggota kelompok usaha agroindustri pangan olahan di Kota Batu menyebabkan semakin tingginya produktivitas,
sehingga peran kelembagaan agroindustri pangan olahan di Kota Batu menjadi lebih efisien dan efektif. Pendidikan formal merupakan salah satu faktor penting dalam
inovasi usaha agroindustri. Semakin tinggi strata pendidikan formal yang dimiliki oleh anggota agroindustri pangan olahan di Kota Batu, mencerminkan kemampuan
yang dimiliki oleh anggota kelompok usaha dalam menerapkan inovasi dan manajemen usaha yang lebih baik.
Hasil analisis terhadap variabel jumlah tenaga kerja, bahwa jumlah tenaga kerja secara signifikan akan berpengaruh terhadap peran kelembagaan agroindustri
pangan olahan di Kota Batu. Apabila jumlah orang tenaga kerja meningkat, maka peran kelembagaan agroindustri pangan olahan di Kota Batu akan peningkatan.
Dengan demikian jumlah tenaga kerja merupakan salah satu faktor yang mendukung peran kelembagaan agroindustri pangan olahan di Kota Batu. Sebaliknya setiap
berkurangnya jumlah orang tenaga kerja, maka peran kelembagaan agroindustri pangan olahan di Kota Batu akan mengalami penurunan.
Jumlah tenaga kerja produktif merupakan faktor utama dalam bidang usaha agroindustri pangan olahan. Semakin besar jumlah tenaga kerja yang dimiliki oleh
pelaku usaha agroindustri pangan olahan di Kota Batu, akan menunjukkan kapasitas produksi usaha agroindustri, nilai investasi usaha serta seberapa besar produksi yang
dapat dihasilkan dalam kegiatan usaha agroindustri pangan olahan tersebut. Sedangkan dengan meningkatnya jumlah tenaga kerja yang dimiliki
berkorelasi negatif terhadap keterlibatan pelaku usaha dalam kelembagaan formal. Sesuai dengan fakta di lapangan bahwa jumlah tenaga kerja yang semakin banyak
memberikan peluang bagi pelaku usaha untuk meningkatkan kapasitas produksi dan memperluas jaringan pemasaran, sehingga dengan pertimbangan ini biasanya
membuat pelaku usaha menolak terlibat dalam kelembagaan formal yang biasanya justru membuat batasan jumlah kapasitas produksi bagi anggota-anggotanya.
Selanjutnya, hasil analisis terhadap informasi harga secara signifikan akan berpengaruh terhadap peran kelembagaan agroindustri pangan olahan di Kota Batu.
Apabila akses terhadap informasi harga semakin mudah diperoleh, maka akan mempengaruhi terhadap peran kelembagaan agroindustri pangan olahan di Kota
Batu yang mengalami peningkatan. Dengan demikian akses terhadap informasi harga merupakan salah satu faktor penting yang mendukung dalam peran
kelembagaan agroindustri pangan olahan di Kota Batu. Sebaliknya apabila akses terhadap informasi harga semakin sulit, maka peran kelembagaan agroindustri
pangan olahan di Kota Batu akan menurun. Keadaan ini menunjukkan jika akses terhadap informasi harga semakin sulit
diperoleh, akan mempengaruhi terhadap rendahnya tingkat partisipasi anggota kelompok usaha. Dan sebaliknya jika akses terhadap informasi harga mudah didapat
maka akan mempengaruhi terhadap tingkat partisipasi anggota kelompok usaha dan peran kelembagaan agroindustri pangan olahan di Kota Batu.
Selanjutnya, dummy informasi harga tahutidak tahu sebagai salah satu karakteristik biaya transaksi, menunjukkan bahwa informasi harga termasuk faktor
yang mendorong pelaku usaha untuk terlibat dalam kelembagaan formal kelompok usaha agroindustri pangan olahan. Sangat masuk akal jika pelaku usaha bersedia
terlibat dalam kelembagaan formal, ini diharapkan dapat memberikan kepastian adanya informasi harga yang mereka butuhkan dalam memasarkan produk-produk
agroindustri yang dihasilkan. Di sisi yang lain, dari observasi langsung di lokasi penelitian menunjukkan
adanya gambaran telah meningkatnya kemandirian pelaku usaha dalam menjalankan usaha agroindustri pangan olahan tanpa terlalu bergantung kepada kelompok
usahakoperasi yang ada. Keterlibatan pelaku usaha agroindustri dalam kelembagaan formal berlangsung secara terbatas, terlihat dari sedikitnya keberadaan kelompok
usahakoperasi yang ada di Kawasan Agropolitan Kota Batu.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan