PEMBINGKAIAN KASUS GAYUS TAMBUNAN PERGI KE BALI PADA SURAT KABAR HARIAN JAWA POS DAN KOMPAS.

(1)

PEMBINGKAIAN KASUS GAYUS TAMBUNAN PERGI KE BALI

PADA SURAT KABAR HARIAN JAWA POS

DAN KOMPAS

SKRIPSI

OLEH : ANDI PRAYOKO

0643010330

YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ”VETERAN” JATIM

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI


(2)

Judul Penelitian : PEMBINGKAIAN KASUS GAYUS TAMBUNAN PERGI KE BALI PADA SURAT KABAR HARIAN JAWA POS DAN KOMPAS

Nama Mahasiswa : ANDI PRAYOKO

NPM : 0643010330

Progdi : Ilmu Komunikasi

Fakultas : Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

Telah disetujui untuk mengikuti Ujian Skripsi

Menyetujui Pembimbing Utama

Dr. Catur Suratnoaji, MSi NPT. 3 6804 94 0028 1

Mengetahui, Dekan

Dra. Hj. Suparwati, M.Si NIP : 19550718 198302 2 001


(3)

Judul Penelitian : PEMBINGKAIAN KASUS GAYUS TAMBUNAN PERGI KE BALI PADA SURAT KABAR HARIAN JAWA POS DAN KOMPAS

Nama Mahasiswa : ANDI PRAYOKO

NPM : 0643010330

Progdi : Ilmu Komunikasi

Fakultas : Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

Menyetujui,

DOSEN PEMBIMBING T I M P E N G U J I : 1.

Dr. Catur Suratnoaji, MSi Drs. Saifuddin Zuhri, MSi NPT. 3 6804 94 0028 1 NPT. 3 7006 94 0035 1

2.

Ir. H. Didiek Tranggono, M.Si NPT : 195812251990011001 3.

Dr. Catur Suratnoaji, MSi NPT. 3 6804 94 0028 1

Mengetahui,

Ketua Progdi Ilmu Komunikasi

Juwito, S.Sos, M.Si NPT : 3 6704 95 0036 1


(4)

Judul Penelitian : PEMBINGKAIAN KASUS GAYUS TAMBUNAN PERGI KE BALI PADA SURAT KABAR HARIAN JAWA POS DAN KOMPAS

Nama Mahasiswa : ANDI PRAYOKO

NPM : 0643010330

Progdi : Ilmu Komunikasi

Fakultas : Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

Menyetujui,

DOSEN PEMBIMBING T I M P E N G U J I : 1.

Dr. Catur Suratnoaji, MSi Juwito, S.Sos, M.Si NPT. 3 6804 94 0028 1 NPT : 367049500361

2.

Drs.Saifuddin Zuhri,MSi. NPT. 3 7006 94 0035 1 3.

Dr. Catur Suratnoaji, MSi NPT. 3 6804 94 0028 1

Mengetahui, DEKAN

Dra. Ec. Hj. Suparwati, M.Si NIP : 19550718 198302 2 001


(5)

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul PEMBINGKAIAN KASUS GAYUS TAMBUNAN PERGI KE BALI PADA SURAT KABAR HARIAN JAWA POS DAN KOMPAS

Penulis menyadari bahwa di dalam penyusunan skripsi ini banyak terdapat kekurangan, hal ini disebabkan sangat terbatasnya ilmu dan kurangnya pengalaman Penulis dalam penyusunan skripsi. Meskipun demikian, dalam penyusunan skripsiini Penulis telah mendapatkan bimbingan Bapak Dr. Catur Suratnoaji, MSi,. Oleh karena itu pada kesempatan ini pula, Penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan skripsi ini, diantaranya:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP, selaku Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

2. Dra. Hj. Suparwati, MSi, selapku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

3. Bapak Juwito, S.Sos, MSi, Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

4. Kedua Orangtuaku yang selalu mendukung dan memberi semangat serta doa-nya selama ini.


(6)

5. Untuk semua pihak yang mendukung baik semangat maupun doa-nya yang Peneliti tidak dapat sebutkan satu per satu.

Demikian atas segala bantuan, baik moril maupun materiil yang telah diberikan, semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya. Penulis menyadari bahwa ini semua masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun

Surabaya, Februari 2011 Penulis


(7)

DAFTAR ISI

Hal

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

ABSTRAKSI ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 12

1.3 Tujuan Penelitian ... 12

1.4 Kegunaan Penelitin ... 13

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 14

2.1 Landasan Teori ... 14

2.1.1 Media dan Konstruksi Realitas ... 14

2.1.2 Ideologi Media ... 16

2.1.3 Model Hierarchi Of Influence ... 17

2.1.4 Berita Sebagai Hasil Konstruksi Realitas ... 19

2.1.5 Analisis Framing ... 21

2.1.6 Perangkat Framing zhondang Pan dan Gerald M. Kosicki ... 25

2.2 Kerangka Berpikir ... 31

BAB III METODE PENELITIAN ... 33

3.1 Metode Penelitian ... 33

3.1.1 Definisi Operasional ... 34 3.2


(8)

3.3 Unit Analisa ... 35

3.4 Corpus ... 35

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 37

3.6 Teknik Analisa Data ... 37

3.7 Langkah-langkah Analisis Framing ... 38

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian ... 44

4.1.1 Gambaran Umum Surat Kabar Harian Jawa Pos ... 44

4.1.2 Gambaran Umum Surat Kabar Harian Kompas... 47

4.1.2.1 Sejarah Perkembangan Surat Kabar Harian Kompas... 47

4.1.2.2 Kebijakan Redaksional Kompas ... 51

4.2 Hasil Dan Pembahasan ... 52

4.2.1 Analisis Framing Surat Kabar Harian Jawa Pos ... 53

4.2.2 Analisis Framing Surat Kabar Harian Kompas ... 66

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 76

5.2 Saran ... 77


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Analisis framing Jawa Pos Tanggal 14 November 2010 ... 58

Tabel 4.2 Analisis framing Jawa Pos Tanggal 15 November 2010 ... 64

Tabel 4.3 Analisis Framing Kompas Tanggal 8 November 2010 ... 68

Tabel 4.3 Analisis Framing Kompas Tanggal 14 November 2010 ... 71

Tabel 4.7 Perbandingan Analisis Framing Pada Surat Kabar Harian Jawa Pos dan Surat Kabar Harian Kompas ... 73


(10)

ABSTRAKSI

ANDI PRAYOKO , PEMBINGKAIAN KASUS GAYUS TAMBUNAN PERGI KE BALI PADA SURAT KABAR HARIAN JAWA POS DAN KOMPAS

Penelitian ini dilatar belakangi oleh munculnya pemberitaan Gayus Tambunan sedang menonton turnamen tenis Commonwealth Bank Tournament of Champions 2010 di Nusa Dua, Bali. Pria berjaket itu mengenakan kaca mata dan berambut tebal yang diduga rambut palsu alias wig. Dia terjepret oleh kamera dua fotografer sebuah harian ibu kota saat peliputan pertandingan antara petenis Daniela Hantuchova dan Yanina Wickmayer.

Sebuah realitas yang disajikan oleh media massa bukanlah realitas yang sebenarnya namun merupakan konstruksi bentukan. Hal ini sesuai dengan pandangan konstruksionis yang menyatakan media bukanlah saluran yang bebas namun juga sebagai subjek yang mengkonstruksi realitas. Secara tidak langsung hal ini menyatakan bahwa berita yang disajikan oleh media merupakan hasil dari konstruksi realitas. Sehingga landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah media dan konstruksi realitas, ideology media, model hierarchi of influence, berita sebagai hasil konstruksi realitas, analisis framing, proses framing, perangkat framing Zhondang Pan dan Gerald M. Kosicki, serta kerangka berpikir.

Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan analisis framing. Analisis framing sangat tepat digunakan untuk menangkap kecenderungan sikap dan prespektif suatu media dalam cara pemberitaannya. Salah satu konsep framing adalah dari Zhondang Pan dan Gerald M Kosicki. Perangkat analisis Pan dan Kosicki ada empat unsur, yaitu sintaksis, skrip, tematik dan retoris. Corpus dalam penelitian ini adalah berita – berita Kasus Gayus Tambunan di surat kabar Harian Jawa Pos dan surat kabar Harian Kompas.

Hasil analisis peneliti dapat diketahui bahwa Surat Kabar Jawa Pos membentuk konstruksi berita terkesan jelas dan dalam memposisikan kapasitasnya sebagai lembaga kontrol sosial dengan menampilkan berita kepergian Gayus Tambunan ke Bali. Jawa Pos mengungkap kasus secara tajam terutama terhadap penyebab hingga kasus tersebut bisa muncul ke masyarakat. Jawa Pos juga dengan berani menuliskan hubungan Gayus dengan yang membiayai Gayus tersebut. Sedangkan surat kabar harian Kompas dalam mengkonstruksikan beritanya lebih ditekankan pada rasa khawatir. Kompas berusaha menunjukkan bukti-bukti nyata dari para wartawan dan tamu asing di hotel Westin, Bali. Jawa Pos dan Kompas dalam menyajikan framenya mengenai Kasus Gayus menampilkan unsur skrip secara jelas. Jawa Pos menggunakan unsur skrip dengan menampilkan isu – isu apa yang muncul yang mendukung frame beritanya, menunjukkan siapa saja yang terlibat, siapa yang menjadi pelaku dan siapa yang menjadi objek. Begitu pula dengan tempat dan waktu terjadinya atau munculnya isu – isu perseteruan tersebut. Serta Jawa Pos juga menjelaskan mengapa dan bagaimana perseteruan tersebut muncul dan perlu untuk diketahui oleh khalayaknya. Kompas dalam mengkonstruksi beritanya juga memanfaatkan


(11)

dengan baik dan bagus sehingga berita yang ditampilkan pun menarik. Unsur retoris yang coba dibangun Jawa Pos bersifat lebih provokatif dan berani, hal ini dapat dilihat dari foto – foto yang ditampilkan dan caption yang melengkapi foto. Untuk mendukung framenya, elemen leksikon maupun grafis digunakan Jawa Pos sehingga berita yang disajikan menjadi lebih menarik dalam mempersuasi pembacanya. Kompas menggunakan unsur retoris dengan menampilkan frame yang apa adanya dan sesuai kenyataan. Hal ini dibuktikan dengan pemberitaan nya mengenai masalah – masalah krusial yang memerlukan perhatian pemerintah, masalah ini ditampilkan beserta data – data nominal. Sehingga secara keseluruhan frame Jawa Pos dalam memberitakan Gayus pergi ke Bali dari sudut pandang penegak hukum dan pakar hukum. Jawa Pos menuliskan mulai dari latar belakang kasus tersebut muncul dan reaksi dari pakar hokum. Harian Kompas membingkai berita Gayus pergi ke Bali dari sudut pandang wartawan dan para tamu-tamu di Hotel Westin. Bagaimana wartawan mereka berhasil membidik foto Gayus dan kesaksian tamu-tamu hotel Westin, Bali.


(12)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Berita muncul dalam benak manusia. Berita yang muncul dalam benak manusia itu bukan suatu peristiwa, ia adalah sesuatu yang diserap setelah peristiwa. Ia tidak identik dengan peristiwa, melainkan sebuah upaya untuk merekonstruksi kerangka inti peristiwa tersebut – inti yang disesuaikan dengan kerangka acuan yang dipertimbangkan agar peristiwa itu memiliki arti bagi pembaca. Berita adalah sebuah aspek komunikasi dan memiliki karakteristik – karakteristik yang lazim dari proses itu.

Media telah menjadikan dunia ini sebagai global village, media menyajikan peristiwa – peristiwa dari berbagai belahan dunia kepada belahan dunia lainnya seolah – olah dunia ini hanya sebesar sebuah desa. Pandangan dunia, adalah bingkai yang dibuat untuk gambaran tentang dunia. Berbagai peristiwa di dunia diberi makna dalam bingkai tersebut. Tanpa bingkai tersebut, kejadian – kejadian akan tampak kacau balau dan membingungkan. Bingkai adalah “skenario” yang ditulis wartawan untuk meletakkan setiap peristiwa dalam alur cerita yang runtut. Namun skenario yang dibuat oleh wartawan pun sarat dengan kepentingan pribadi, dan kepentingan – kepentingan tersebut mempengaruhi bagaimana mereka memandang dunia.


(13)

2

Antara media cetak satu dengan media yang cetak lainnya terdapat perbedaan dalam membingkai atau mengkonstruksi suatu realita. Para jurnalis selalu menyatakan dirinya telah bertindak secara obyektif, seimbang dan tidak berpihak pada kepentingan apapun kecuali rasa solidaritas atas hak khalayak (masyarakat) untuk mengetahui kebenaran. Meskipun sikap independen dan obyektif dijadikan patokan setiap jurnalis, namun pada kenyataannya masih sering dijumpai suguhan berita yang berbeda atas suatu peristiwa. Ada media yang menonjolkan aspek tertentu, di lain pihak ada media yang memilintir atau menutupi aspek tertentu. Hal tersebut menunjukkan bahwa dibalik jubah kebesaran indepedensi dan obyektifitas, seorang jurnalis menyimpan paradoks, tragedi bahkan ironi Ini berarti disatu sisi media dapat menjadi sarana penyebaran ideologi penguasa, alat legitimasi dan kontrol atas wacana publik. namun disisi lain, media juga dapat menjadi alat untuk membangun kultur dan ideologi tandingan.

Berita yang dibangun berdasarkan realitas, tidak langsung ditampilkan apa adanya, melainkan sebuah rekonstruksi fakta sosial. Kontruksi sebuah realitas berisi kesepakatan pemahaman, komunikasi intersubjektif, andil sejumlah pihak, serta pengalaman bersama terhadap makna, norma, pesan, dan aturan. (Siahaan,2001:74)

Pekerjaan media pada hakikatnya adalah mengkonstruksikan realitas. Isi media adalah hasil dari para pekerja media mengkonstruksikan berbagai realitas yang dipilihnya, diantaranya realitas politik.(Sobur;2001:88) Media sesungguhnya berada ditengah realitas sosial yang sarat dengan berbagai kepentingan, konflik,


(14)

3

dan fakta yang kompleks dan beragam. Louis Althusser dalam Sobur (1971) menulis bahwa media dalam hubungannya dengan kekuasaan, menempati posisi strategis, terutama karena anggapan akan kemampuannya sebagai sarana legitimasi.(Sobur, 2001:30)

Media tidak hanya menentukan realitas macam apa yang akan mengemuka, namun juga siapa yang layak dan tidak layak masuk dalam realitas itu. Dalam hal ini, media menjadi sebuah kontrol yang bukan lagi semata-mata sebagaimana dicita-citakan, yaitu “ …kontrol, kritik dalam koreksi pada setiap bentuk kekuasaan agar kekuasaan selalu bermanfaat… “ (Leksono, 1998 : 24). Tetapi kontrol yang mampu mempengaruhi bahkan mengatur isi pikiran dan keyakinan-keyakinan masyarakat itu sendiri (Sobur, 2003 : 114 ).

Ketika kebebasan pers marak belakangan ini sejak era reformasi, banyak media cetak lebih mengutamakan berita yang cenderung berbau sensasional. Masalah obyektivitas pemberitaan pun menjadi perdebatan klasik dalam studi media. Salah satu perdebatan yang mewakili dua pandangan pro dan kontra obyektif adalah John C. Merril dan Everette E. Dennis (Siahaan, 2001 : 60-61).

Media sesungguhnya berada di tengah realitas sosial yang sarat dengan kepentingan, konflik dan fakta yang kompleks dan beragam. Menurut Antonio Gramsci (Eriyanto, 2003 : 47), media adalah sebuah ruang dimana berbagai ideologi dipresentasikan. Ini berarti di satu sisi media dapat menjadi sarana penyebaran ideologi penguasa, alat legitimasi dan kontrol atas wacana publik. Namun di sisi lain, media juga dapat menjadi alat ukur dalam membangun kultur


(15)

4

dan ideologi tandingan. Hal ini berkaitan dengan cara pandang atau perspektif yang digunakan oleh masing-masing pihak.

Masing-masing institusi media tentunya memiliki ideologi serta visi dan misi tersendiri. Ideologi tersebut akan mempengaruhi kebijakan redaksional media. Seorang wartawan yang bekerja di suatu media dengan kebijakan redaksional tertentu, tentunya akan mencari, meliput, menulis, dan melaporkan peristiwa/ realitas berdasarkan kebijakan redaksional media. Kebijakan redaksional tersebut akan membatasi kebebasan wartawan tersebut dalam memahami dan mempersepsikan sebuah realitas. Intinya, bahwa seorang wartawan, bagaimana cara dia menuliskan sebuah berita, akan mencerminkan ideologi institusi media dimana dia bernaung. Sikap atau tendensi sang wartawan dalam meliput atau melaporkan sebuah berita akan sekaligus menunjukkan sikap dan tendensi institusi media tempat mereka bernaung.

Media bukanlah saluran yang bebas, media tidak sepenuhnya sama persis seperti apa yang digambarkan, memberitakan apa adanya, cerminan dari realitas yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Media yang kita lihat, justru mengkonstruksi sedemikian rupa terhadap realitas yang ada. Ini semua terkait dengan bagaimana cara pandang media untuk membingkai atau menkonstruksi suatu realitas tertentu.

Berita yang dibaca dan dilihat di media bukanlah cerminan dari peristiwa atau realitas itu sendiri, melainkan sebuah hasil rekonstruksi dari realitas. Dan yang menjadi agen rekonstruksi berita adalah wartawan. Dengan kata lain, berita


(16)

5

atau informasi yang kita konsumsi adalah hasil rekonstruksi atas peristiwa menurut perspektif wartawan.

Untuk membuat informasi menjadi lebih bermakna biasanya sebuah media cetak melakukan penonjolan-penonjolan terhadap suatu berita. Dalam pengambilan keputusan mengenai sisi mana yang ditonjolkan tentu melibatkan nilai dan ideologi para wartawan yang terlibat dalam proses produksi sebuah berita (Sobur, 2001 : 163)

Dalam mengkonstruksi suatu realitas, antara media cetak satu dengan yang lain terdapat perbedaan. Seperti halnya pemberitaan mengenai Gayus Tambunan. yang ditulis oleh surat kabar Harian Jawa Pos dan surat kabar harian Kompas terdapat perbedaan dalam menyajikan berita kepada khalayak, berita – berita yang disampaikan kepada khalayak tentunya ada kebijakan redaksional yang dapat berbeda – beda kelengkapan isi, susunan dan bentuknya. Perbedaan ini juga disebabkan oleh yang disebut suatu permasalahan, visi atau pandangan itu dijabarkan menjadi kebijakan editorial sekaligus menjadi kerangka acuan surat kabar yang bersangkutan.(Oetama;2004:145)

Kedua harian ini memiliki cara pandang yang berbeda dalam menyeleksi suatu isu dan menulis berita – berita mengenai Gayus Tambunan, hal ini dikarenakan cara pandang wartawan masing – masing harian berbeda baik surat kabar Harian Jawa Pos maupun surat kabar Harian Kompas. Dalam mempersepsikan kasus tersebut yang kemudian membingkainya kedalam bentuk susunan berita, selain itu perbedaan dari cara pandang kedua harian tersebut


(17)

6

dalam mengemas berita dapat disebabkan adanya perbedaan kebijakan redaksi dan perbedaan visi dan misi dari masing – masing media.

Kepercayaan publik terhadap keseriusan penegakan hukum seolah runtuh dengan pemberitaan Gayus Tambunan sedang menonton turnamen tenis Commonwealth Bank Tournament of Champions 2010 di Nusa Dua, Bali. Pria berjaket itu mengenakan kaca mata dan berambut tebal yang diduga rambut palsu alias wig. Dia terjepret oleh kamera dua fotografer sebuah harian ibu kota pada Jumat (5/11) sekitar pukul 21.10 Wita saat peliputan pertandingan antara petenis Daniela Hantuchova dan Yanina Wickmayer.

Sementara itu Kapolda Bali Irjen Pol Hadiatmoko memastikan bahwa Gayus menginap di Hotel The Westin, Nusa Dua. “Iya memang benar, ada fotonya (Gayus) menginap di Hotel Westin,” kata Hadiatmoko saat menghadiri HUT Brimob ke 65 tahun di Mako Brimob Polda Bali, Jl Tohpati, Denpasar kemarin. Namun dia enggan menerangkan apakah Gayus selama berada di hotel bintang lima itu Gayus dikawal beberapa petugas rutan dan didampingi istrinya. Mantan Wakabareskrim Mabes Polri ini menegaskan bahwa tim penyidik Mabes Polri telah tiba di Bali sejak Jumat (12/11). “Saya kurang tahu jumlahnya (personel),” imbuhnya.

Jenderal bintang dua itu lalu memastikan bahwa tim tersebut telah meminta daftar tamu, rekaman CCTV, serta manifest penerbangan di PT Angkasa Pura I Ngurah Rai. Salah satu yang dibeberkan oleh Hadiatmoko adalah saat menginap Gayus menggunakan nama samaran. Tetapi dia enggan mengungkapkan siapa nama samaran yang digunakan Gayus. “Hasilnya dibawa


(18)

7

sama tim dari Mabes Polri,” ujar Kapolda. Selain itu Hadiatmoko juga enggan mengatakan di kamar nomor berapa Gayus bermalam selama berada di Bali.

Sementara itu sumber Radar Bali (Sumut Pos Grup) di kepolisian Polda Bali membenarkan bahwa, Gayus menggunakan nama samaran selama berada menginap di Hotel The Westin. Tentu saja ini adalah upaya Gayus agar plesirannya tidak tercium. Sebab, setelah tim meminta seluruh daftar tamu hotel tidak ada yang menggunakan nama Gayus. Namun polisi berhasil mengendus kehadiran Gayus setelah menyusuri hasil CCTV hingga mengarah ke salah satu kamar. “Setelah di-cek, dia memakai nama samaran,” ucapnya.

Selain itu, sumber tersebut juga membenarkan bahwa selama berada di Bali Gayus dikawal oleh beberapa orang yang jumlahnya mencapai lima orang. Dugaannya, mereka adalah petugas Rutan Mako Brimob Mabes Polri yang diminta Gayus untuk mengawalnya selama plesiran. Seperti yang diberitakan sebelumnya, seorang penyidik di Mabes Polri mengatakan, rencananya hari ini (16/11) lima dari sembilan petugas Rutan Mako Brimob yang sudah ditetapkan sebagai tersangka akan dikeler ke Bali untuk mengikuti olah TKP.

Apa yang dipertontonkan oleh aparat tersebut kembali menjadi catatan kelam dalam penegakan hukum. Betapa bobroknya pengawasan rutan di tanah air. Aparat penjaga rutan begitu mudahnya disogok. Ini sekaligus gambaran yang bisa jadi tak hanya terjadi di Rutan Mako Brimob, tetapi juga seluruh tahanan dan lembaga pemasyarakatan (lapas) di tanah air. Tak salah bila publik berasumsi ada yang salah dalam proses penegakan hukum yang terjadi di semua level (dimulai di tingkat kepolisian). Proses hukum tak lebih sekadar sebuah permainan yang


(19)

8

ujungujungnya dikendalikan oleh uang. Siapa yang berduit dialah yang memenangkan proses hukum. Praktik ini terjadi secara kronis yang melibatkan semua level, baik di tingkat pejabat berbintang hingga aparat penjaga tahanan alias sipir.

Siapa pun pasti tahu siapa Gayus yang beberapa bulan lalu menggegerkan dunia hukum di tanah air. Sepak terjang Gayus yang piawai mengutakutik setoran pajak hingga mafia hukum dalam proses pengadilan, sudah tidak diragukan lagi. Pendek kata, Gayus bisa dibilang sebagai musuh bersama dalam penegakan hukum. Namun, aparat tidak belajar dari kasus Gayus. Citra polisi pun kembali tercoreng dengan pemuatan foto Gayus tersebut.

Perspektif media juga menentukan fakta yang dipilih dan ditonjolkan. Penonjolan merupakan proses membuat informasi menjadi lebih bermakna. Realitas yang disajikan secara menonjol memiliki potensial untuk dipertahankan dalam mempengaruhi pembaca dalam memahami realitas.

Dalam pemberitaan tentang Gayus Tambunan, surat kabar Jawa Pos menganggap berita kasus ini memiliki nilai berita (news value) yang tinggi. Hal ini bisa dilihat dari tingginya frekuensi dimuatnya berita mengenai Gayus Tambunan terhadap hukum di Indonesia pada harian tersebut.

Bahkan besarnya porsi pemberitaan juga ditunjukkan dengan menjadikan berita tentang Gayus Tambunan sebagai headline (berita utama) lengkap dengan penulisan judul memakai huruf tebal. Tidak hanya itu, untuk membuat berita itu lebih menarik, harian Jawa Pos juga mendukungnya dengan memuat grafik atau gambar, kronologis peristiwa dan artikel tambahan pada edisi awal.


(20)

9

Jawa Pos, merupakan surat kabar yang mampu mengadakan kebebasan pers dan tidak hanya mengungkapkan berita – berita yang berifat umum melainkan juga berita – berita politik dan kriminal. Serta gaya penulisan Jawa Pos sering menggunakan bahasa kiasan. Visi dan misi Jawa Pos adalah menjadikan surat kabar yang menginformasikan berita kepada khalayak yang baru. Harian Jawa Pos ini memiliki misi idiil dan misi bisnis sebagai pilar utama untuk kelangsungan hidup perusahaan. Jawa Pos merupakan koran yang menyatakan ideologi pasar adalah ideologi oplah. (Suwardi dalam Arini;2007:11) Pasar, dalam hal ini pembaca, berasal dari latar belakang yang berbeda – beda. Pluralitas itulah yang sepertinya coba ditonjolkan Jawa Pos. Oleh karena itu dalam penyampaian berita menghendaki dan diarahkan pada sesuatu yang lain daripada yang lain dengan menampilkan rubrik tertentu sebagai nominasi unggulan, berita – berita, reportasi, gambar kartun, hiburan yang bersifat kreatif juga tidak ketinggalan berita yang bersifat kesenangan. Jawa pos juga mengobarkan kultur kerja nol kesalahan (zero defect).(Djamika,2004:15)

Kompas merupakan pers umum yang sifatnya merasional dan memiliki oplah terbesar secara nasional. Kompas memiliki reputasi kedalam analisis dan gaya penulisan yang rapi, Kompas juga memiliki kerajaan bisnis yang terdiri dari 38 perusahaan yang terkenal sebagai Kompas Gramedia Group. Kompas juga merupakan surat kabar tertua di Indonesia dan memiliki karakter sendiri di dalam penyajian beritanya, yaitu selalu menggunakan sistem both side cover dan bersifat historis yaitu tidak hanya menyangkut keseimbangan fakta dan pendapat masa


(21)

10

kini saja melainkan juga menyertakan fakta sejarah masa lampau.(Sularto;2001:22)

Kompas, merupakan pers nasional yang mempunyai visi dalam keredaksionalnya yaitu manusia dan kemanusiaan, sehingga harian ini berusaha senantiasa peka terhadap nasib manusia.(Oetama;2001:147) Kompas dinilai merupakan surat kabar yang terkenal netral, independen dan objektif dalam menuliskan beritanya.(Flourney dalam Sugiharti;2002:17) Disamping itu objek kritiknya adalah semua lapisan masyarakat tanpa terkecuali, termasuk pemerintah dan elite politik. Hal tersebut dapat dibuktikan saat Kompas sempat mengalami pembrendelan atas artikel yang berjudul “Perang Jurnalistik Terhadap Pemerintah”, karena dianggap terlalu tajam dan berani dalam mengkritik pemerintah dan para penguasa pada saat itu.(Sularto,2001:39)

Untuk melihat perbedaan kedua media (Kompas dan Jawa Pos) dalam mengungkap suatu peristiwa atau realitas peneliti memilih analisis framing sebagai metode penelitian. Alasannya adalah analisis framing merupakan metode analisis isi media yang tergolong baru.(Sobur,2002:161) Analisis ini mencermati strategi seleksi, penonjolan, dan pertautan fakta ke dalam berita agar lebih bermakna, lebih menarik, lebih berarti atau lebih diingat, untuk menggiring interpretasi khalayak sesuai dengan perspektifnya. Dengan kata lain, framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita. Cara pandang atau perspektif itu pada akhirnya yang menentukan fakta apa yang diambil, bagaimana yang ditonjolkan dan yang akan dihilangkan, serta hendak


(22)

11

dibawa kemana berita tersebut. (Nugroho, Eriyanto, Surdiasis dalam Sorbur;2002:162)

Sebagai satu bentuk analisis teks media, prinsip analisis framing menyatakan bahwa terjadi proses seleksi isu dan fakta tidak ditampilkan apa adanya, namun diberi bingkai (frame) sehingga menghasilkan konstruksi makna yang spesifik. Dalam hal ini biasanya media menyeleksi sumber berita, memanipulasi pernyataan dan mengedepankan perspektif tertentu sehingga suatu interpretasi menjadi lebih menyolok (noticeable) daripada interpretasi yang lain.(Sobur,2002:165) Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan analisis framing untuk melihat bagaimana berita Gayus Tambunan. Analisis framing dapat digunakan untuk mengetahui bagaimana sebuah realitas dikonstruksi oleh media (Eriyanto, 2002:3).

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan salah satu model framing, yaitu Pan dan Kosicki. Dalam model Pan dan Kosicki ini terdapat empat perangkat framing yakni struktur sintaksis, struktur skrip, struktur tematik, dan struktur retoris. Peneliti menggunakan model ini karena model Pan dan Kosicki dengan keempat strukur yang ada dalam model framingnya dapat menunjukkan framing dari suatu media. Kecondongan wartawan dalam memahami suatu peristiwa dapat diamati melalui keempat perangkat tadi.

Model Pan dan Kosicki ini berasumsi bahwa setiap berita mempunyai frame yang berfungsi sebagai pusat organisasi ide. Frame merupakan suatu ide yang dihubungkan dengan elemen yang berbeda dalam teks berita, kutipan sumber, latar informasi, pemakaian kata atau kalimat tertentu, ke dalam teks secara


(23)

12

keseluruhan. Frame berhubungan dengan makna, bagaimana seseorang memaknai suatu peristiwa, dapat dilihat dari perangkat tanda yang dimunculkan dalam teks.(Sobur, 2001:175)

Adapun media yang dipilih dalam penelitian ini adalah surat kabar Harian Jawa Pos dan Kompas. Karena pada kedua surat kabar ini berita megenai perseteruan Gayus Tambunan di beritakan secara kontinu dan pada periode terbit yang sama. Didasari oleh hal – hal tersebut diataslah yang menurut peneliti bahwa berita Gayus Tambunan Versi Plesir ke Bali dengan konstruksi wacana sangat layak untuk dilakukan penelitian lebih lanjut.

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan dan diuraikan di atas, maka penelitian ini dirumuskan sebagai berikut “ Bagaimanakah Kasus Gayus Tambunan Pergi ke Bali dibingkai oleh Surat Kabar Harian Jawa Pos dan Kompas pada Halaman Utama ?”

1.3Tujuan Penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan bagaimana Kasus Gayus Tambunan Pergi ke Bali dibingkai oleh Surat Kabar Harian Jawa Pos dan Kompas pada Halaman Utama.


(24)

13

1.4Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini adalah : 1. Kegunaan Secara Teoritis

Yaitu penelitian ini diharapkan dapat menambah kajian Ilmu Komunikasi tentang pembingkaian berita dengan mengaplikasikan teori – teori khususnya teori komunikasi tentang pemahaman pesan yang dikemas oleh media melalui analisis framing, sehingga hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi landasan pemikiran untuk penelitian berikutnya.

2. Kegunaan Secara Praktis

Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan acuan dua pihak : a. Pengelolaan surat kabar Harian Jawa Pos dan Kompas

1. Pengelohan dalam melakukan introspeksi mengenai kebijakan seleksi isu dan penekanan aspek – aspek realitas.

2. Membantu memahami bagaimana melakukan strategi wacana, yaitu upaya menyuguhkan berita tentang pandangan tertentu agar lebih diterima khalayak misalnya : berita, pemakaian ruang (space), pemakaian grafik, pemakaian tabel ketika menggambarkan orang / peristiwa yang dibicarakan.

b. Khalayak Konsumen Media

1. Memberikan wawasan / cara pandang khalayak media dalam melihat media mengkonstruksi realitas sebagai sebuah berita sehingga khalayak lebih kreatif dan kritis dalam menanggapi isi sebuah berita.


(25)

14

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Media dan Konstruksi Realitas

Dalam pandangan Konstruksionis, media dilihat bukanlah sekedar saluran yang bebas, ia juga subyek yang mengkontruksi realitas, lengkap dengan pandangan, bias, dan pemihakkan. Media bukan hanya memilih peristiwa dan menentukan sumber berita, melainkan juga berperan dalam mendefinisikan aktor dan peristiwa, lewat bahasa maupun lewat pemberitaan, media dapat membingkai dengan bingkai tertentu yang pada akhirnya menentukan bagaimana khlayak harus melihat dan memahami peristiwa dari kaca mata tertentu. (Eriyanto;2004:24)

Isi media merupakan hasil para pekerja dalam mengkonstruksi berbagai realitas yang dipilihnya untuk dijadikan sebagai sebuah berita, diantaranya realitas politik. Disebabkan sifat dan faktanya bahwa pekerjaan media massa adalah menceritakan peristiwa – peristiwa, maka dapat dikatakan bahwa seluruh isi media adalah realitas yang dikonstruksi (constructed reality). Pembuatan berita di media pada dasarnya tak lebih dari penyusunan realitas – realitas sehingga membentuk sebuah berita.(Tuchman dalam Sobur;2001:88)

Isi media pada hakekatnya adalah hasil konstruksi realitas dengan menggunakan bahasa sebagai perangkat dasarnya. Sedangkan bahasa bukan hanya sebagai alat realitas, namun juga bisa menentukan relief seperti apa yang


(26)

15

diciptakan oleh bahasa tentang realitas. Akibatnya media massa memiliki peluang yang sangat besar untuk mempengaruhi gambar yang dihasilkan dari realitas yang dikonstruksikan.(Sobur;2001:88)

Setiap upaya “menceritakan” sebuah peristiwa, keadaan, benda atau apapun, pada hakekatnya adalah usaha mengkonstruksikan realitas. Begitu pula dengan profesi wartawan. Pekerjaan utama wartawan adalah mengisahkan hasil reportasinya kepada khalayak. Dengan demikian mereka selalu terlibat dengan usaha – usaha mengkonstruksikan realitas, yakni menyusun fakta yang dikumpulkan ke dalam suatu bentuk laporan jurnalistik berupa berita (news), karangan khas (feature), atau gabungan keduanya (news feature). Dengan demikian berita pada dasarnya adalah realitas yang telah dikonstruksikan.(Sobur;2001:88)

Penggunaan bahasa tertentu jelas berimplikasi terhadap kemunculan makna tertentu. Pilihan kata dan cara penyajian suatu realitas turut menentukan bentuk konstruksi realitas yang sekaligus menentukan makna yang muncul darinya. Bahkan menurut Hamad dalam Sobur (2001;90) bahasa bukan cuma mampu mencerminkan realitas, tetapi sekaligus menciptakan realitas.

Dalam konstruksi realitas, bahasa dapat dikatakan sebagai unsur utama. Ia merupakan instrumen pokok untuk menceritakan realitas. Sehingga dapat dikatakan bahwa bahasa adalah alat konseptualisasi dan alat narasi media.(Sobur;2001:91)


(27)

16

2.1.2 Ideologi Media

Konsep ideologi dalam sebuah institusi media massa ikut berpengaruh dalam menentukan arah pemberitaan yang akan disampaikan kepada khalayak. Hal ini disebabkan karena teks, percakapan dan lainnya adalah bentuk dari praktek ideologi atau pencerminan dari ideologi tertentu.(Eriyanto;2004:13)

Pekerjaan media sebagai agen konstruksi realitas, berlatar belakang pada ideologi yang dimiliki oleh masing – masing media. Bagaimana peristiwa dibingkai bukan semata – mata disebabkan oleh struktur skema wartawan, melainkan juga rutinitas kerja dan institusi media yang secara langsung mempengaruhi pemaknaan peristiwa. Wartawan hidup dalam institusi media dengan seperangkat aturan, pola kerja, dan aktivitas masing – masing, bisa terjadi institusi media itu yang mengontrol dalam pola kerja tertentu yang mengharuskan wartawan melihat peristiwa dalam kemasan tertentu, atau bisa juga terjadi wartawan sebagai bagian dari anggota komunitas menyerap nilai – nilai yang ada dalam komunitasnya.(Eriyanto;2005:99) Nilai – nilai yang dianut media sebagai ideologi yang menjadi dasar dalam setiap pemberitaan yang disampaikan kepada khalayak.

Pada kenyataannya berita di media massa tidak pernah netral dan obyektif. Jika kita lihat bahasa jurnalistik yang digunakan media pun selalu dapat ditemukan adanya pemilihan fakta tertentu dan membuang aspek fakta yang lain yang mencerminkan pemihakkan media pada salah satu kelompok atau ideologi tertentu. Bahasa ternyata tidak pernah lepas dari subyektifitas dari sang wartawan dalam mengkonstruksi realitas dengan mengetahui bahasa yang digunakan dalam


(28)

17

berita, pada saat itu juga kita menemukan ideologi yang dianut oleh wartawan dan media yang bersangkutan.

Konsep ideologi bisa membantu menjelaskan mengapa wartawan memilih fakta tertentu untuk ditonjolkan daripada fakta yang lain, walaupun hal itu merugikan pihak lain, menempatkan sumber berita yang satu lebih menonjol daripada sumber yang lain, ataupun secara nyata atau tidak melakukan pemihakkan kepada pihak tertentu. Artinya ideologi wartawan dan media yang bersangkutanlah yang secara srategis menghasilkan berita – berita yang seperti itu. Disini dapat dikatakan media merupakan inti instrumen ideologi yang tidak di pandang sebagai zona netral dimana sebagai kelompok dan kepentingan ditampung, tetapi media lebih sebagai obyek yang mengkonsumsi realitas atas penafsiran wartawan atau media sendiri untuk disebarkan kepada khalayak.(Eriyanto;2004:92)

2.1.3 Model Hierarchi of Influence

Kecenderungan atau perbedaan setiap media dalam memproduksi informasi kepada khalayak dapat diketahui dari pelapisan – pelapisan yang melingkupi institusi media. Pamela Shoemaker dan Stephen D. Reese membuat model “Hierarchi of Influence” yang menjelaskan hal ini:


(29)

18

Gambar 1

Hierarchi of Influence” Shoemaker dan Reese

Shoemaker dan Reese, 1993, dalam Sobur, 2002: 138

1. Pengaruh individu – individu pekerja media. Dia antaranya adalah pekerja komunikasi, latar belakang personal dan Profesional.

2. Pengaruh rutinitas media. Apa yang dihasilkan oleh media massa dipengaruhi oleh kegiatan seleksi – seleksi yang di lakukan oleh komunikator, termasuk

tenggat (deadline) dan rintangan waktu yang lain, keterbatasan tempat

(space), struktur piramida terbalik dalam penulisan berita dan kepercayaan reporter pada sumber – sumber resmi dalam berita yang dihasilkan.

3. Pengaruh organisasional. Salah satu tujuan yang penting dari media adalah mencari keuntungan materiil. Tujuan – tujuan dari media akan berpengaruh pada isi yang dihasilkan.

4. Perngaruh dari luar organisasi media, pengaruh ini meliputi lobi dari kelompok kepentingan terhadap isi media, psedoevent dari praktisi public relations dan

1. Tingkat Individual 2. Tingkat Rutinitas Media 3. Tingkat Organisasi

4. Tingkat ekstramedia 5. Tingkat Ideologis


(30)

19

5. Pengaruh ideologi. Ideologi merupakan sebuah pengaruh yang paling menyeluruh dari semua pengaruh. Ideologi di sini diartikan sebagai mekanisme simbolik yang menyediakan kekuatan kohesif yang mempersatukan di dalam masyarakat (Shoemaker, Reese, dalam Sobur, 2002: 138 - 139).

Pokok perhatian dalam studi mengenai teks atau isi media dan merupakan tingkatan yang paling menyeluruh adalah ideologi. Begitu pula para pekerja media, praktisi dan hubungan – hubungannya dapat berfungsi secara ideologis (Sobur, 2002: 139)

2.1.4 Berita sebagai Hasil Konstruksi Realitas

Pada dasarnya berita merupakan laporan dari peristiwa. Peristiwa disini adalah realitas atau fakta yang diliput oleh wartawan dan pada gilirannya akan dilaporkan secara terbuka melalui media massa.(Birowo;2004:168)

Peristiwa – peristiwa yang dijadikan berita oleh media massa tentunya melalui proses penyeleksian terlebih dahulu, hanya peristiwa yang memenuhi kriteria kelayakan informasi yang akan menjadi berita. Peristiwa yang layak untuk dijadikan berita akan diangkat oleh media massa kemudian ditampilkan kepada khalayak.(Eriyanto;2004:26)

Setelah proses penyeleksian tersebut, maka peristiwa itu akan dibingkai sedemikian rupa oleh wartawan. Pembingkaian yang dilakukan oleh wartawan tentunya melalui proses konstruksi. Proses konstruksi atas suatu realitas ini dapat berupa penonjolan dan penekanan pada aspek tertentu atau dapat juga berita


(31)

20

tersebut ada bagian yang dihilangkan, luput, atau bahkan disembunyikan dalam pemberitaan.(Eriyanto;2004:3)

Karena media bergerak dalam masyarakat yang ditandai oleh adanya penyebaran kekuasaan, yang diberikan kepada individu, kelompok dan kelas sosial secara tidak merata dan dalam beberapa hal media berkaitan dengan struktur politik dan ekonomi yang berlaku, sehingga media memiliki konsekuensi dan nilai ekonomi, serta merupakan objek persaingan untuk memperebutkan kontrol dan akses.(McQuail;1991:81-82) Media massa sering kali dipandang sebagai alat kekuasaan yang efektif dalam mengorganisasi media, kelompok khalayak, konsumen, pasar, dan pemilih. Media massa biasanya merupakan corong penguasa, pemberi pendapat dan instruksi, serta kepuasan jiwani.(McQuail;1991:82)

Peristiwa atau realitas yang sama dapat dibingkai secara berbeda oleh masing – masing media(Sobur;2001;vi), hal ini terkait dengan visi, misi, dan ideologi yang dipakai oleh masing – masing media. Sehingga kadang kala dari hasil pembingkaian tersebut dapat diketahui bahwa media lebih berpihak kepada siapa (jika yang diberitakan adalah seorang tokoh, golongan atau kelompok tertentu). Keberpihakkan pemberitaan media terhadap salah satu kelompok atau golongan dalam masyarakat, dalam banyak hal tergantung pada etika, moral dan nilai – nilai tertentu tidak mungkin dihilangkan dalam pemberitaan media. Hal ini merupakan bagian integral dan tidak terpisahkan dalam membentuk dan mengkonstruksi suatu realitas. Media menjadi tempat pertarungan ideologi antara kelompok – kelompok yang ada di masyarakat.


(32)

21

2.1.5 Analisis Framing

Gagasan ide mengenai framing, pertama kali dilontarkan oleh Beterson tahun 1955.(Sudibyo dalam Sobur;2001:161) Frame pada awalnya dimaknai sebagai struktur konseptual atau perangkat kepercayaan yang mengorganisir pandangan politik, kebijakan dan wacana, dan yang menyediakan kategori – kategori standar untuk mengapresiasi realitas, konsep ini kemudian dikembangkan

lebih jauh oleh Goffman (1974) yang mengendalikan frame sebagai kepingan –

kepingan prilaku (stripe of behaviour) yang membimbing individu dalam membaca realitas.(Sobur;2001:162) Realitas itu sendiri tercipta dalam konsepsi wartawan, sehingga berbagai hal yang terjadi seperti faktor dan orang, didistribusikan menjadi peristiwa yang kemudian disajikan kepada khalayak.

G. J. Aditjobro mendefinisikan framing sebagai metose penyajian realitas dimana kebenaran tentang suatu kejadian tidak diingkari secara total, melainkan dibelokkan secara halus, dengan memberikan sorotan terhadap aspek – aspek tertentu saja, dengan menggunakan istilah yang punya konotasi tertentu, dan dengan bantuan foto, karikatur, dan alat ilustrasi.(Sudibyo dalam Sobur;2001:165)

Pada analisis framing yang kita lihat adalah bagaimana cara media memaknai, memahami dan membingkai sebuah kasus atau peristiwa yang ada dalam berita. Maka jelas adanya framing secara sederhana dapat digambarkan sebagai suatu analisis untuk mengetahui bagaimana realitas (peristiwa, aktor, kelompok atau apa sajalah) dibingkai oleh media.(Eriyanto;2004:3)

Dalam ranah studi komunikasi analisisi framing mewakili tradisi yang mengedepankan pendekatan multidisipliner untuk menganalisa fenomena atau


(33)

22

aktifitas komunikasi yang ada. Perspektif komunikasi dipakai untuk membedakan cara – cara atau ideologi media saat mengkonstruksikan fakta. Karena itu konsep framing selalu berkaitan erat dengan proses seleksi isu dan bagaimana menonjolkan aspek dari isu atau realitas tersebut dalam berita. Disini framing dipandang sebagai penempatan informasi dalam konteks yang khas sehingga isu tertentu tersebut mendapatkan alokasi yang besar daripada isu – isu yang lain.

Sehingga jelas berdasarkan Gitlin dalam Eriyanto, dengan framing jurnalis memproses berbagai informasi yang tersedia dengan jalan mengemasnya sedemikian rupa dalam kategori kognitif tertentu disampaikan pada khalayak.(Eriyanto;2004:69)

Analisis framing dipakai untuk mengetahui bagaimana realitas dibingkai oleh media. Dengan demikian realisasi sosial dipahami, dimaknai dan dikonstruksi dengan bentukan dan makna tertentu. Elemen tersebut menandakan bagaimana peristiwa ditampilkan. Inilah sesungguhnya sebuah realitas, bagaimana media membangun, menyuguhkan, mempertahankan suatu peristiwa kepada pembacanya.(Eriyanto;2004:vi)

2.1.5 Proses Framing

Proses framing sangat berkaitan erat dengan persoalan bagaimana sebuah realitas dikemas dan disajikan dalam perspektif sebuah media. Kemasan (package) disini adalah semacam skema atau struktur pemahaman yang digunakan individu untuk mengkonstruksi makna pesan – pesan yang disampaikan dalam sebuah berita, serta untuk menafsirkan pesan – pesan yang


(34)

23

diterima khalayak. Kemasan ini diibaratkan sebagai wadah atau sruktur data yang mengorganisir sejumlah informasi yang dapat menunjukkan posisi atau kecenderungan politik seorang wartawan dalam penyusunan berita, selain itu proses framing juga dapat membantu untuk menjelaskan makna dibalik suatu isu atau peristiwa yang dibingkai oleh suatu berita. Proses framing juga berkaitan dengan srategi pengolahan dan penyajian informasi dalam hubungannya dengan rutinitas dan konvensi profesional jurnalistik. Dominasi sebuah frame dalam suatu wawancara berita bagaimanapun dipengaruhi proses produksi berita dimana terlibat unsur – unsur redaksional, reporter, redaktur dan lainnya. Dengan kata lain proses framing merupakan bagian yang integral dari proses redaksional media massa dan menempatkan awak media (wartawan) pada posisi strategis.(Sudibyo;2001:187)

Untuk menekankan pengaruh wartawan dalam proses – proses framing realitas media, Dorothy Nelkin dalam buku Sudibyo (2001:188) menyatakan :

(1) By their selection of newsworthy event, journalist identity pressing issues, (2) By their focus controal issues, they stimulate demands for accountability, (3) By their use images (“frontiers”, “struggles”), they help to create the judgemental biases that underlie public policy.

Seperti yang dikemukakan oleh Zhondang Pan dan Gerald M. Kosicki bahwa analisis framing dilihat sebagaimana wacana publik tentang suatu isu atau kebijakan dikonstruksikan atau dinegosiasikan.(Eriyanto;2002:251-252)


(35)

24

Pan dan Kosicki berpendapat ada dua konsepsi dari framing yang saling

berkaitan. Pertama, dalam konsep psikologi. Framing dalam konsep ini lebih

menekankan pada bagaimana seseorang memproses informasi dalam dirinya. Framing berkaitan dengan struktur dan proses kognitif, bagaimana seseorang mengolah sejumlah informasi dan ditunjukkan dalam skema tertentu. Elemen – elemen yang diseleksi dari suatu isu / peristiwa yang kemudian menempatkannya lebih menonjol dalam kognisi seseorang, yang pada akhirnya mempengaruhi pertimbangan dalam membuat keputusan tentang realitas. Kedua, konsepsi sosiologis. Yaitu pandangan yang melihat pada bagaimana konstruksi sosial atas

realitas. Frame disini dipahami sebagai proses bagaimana seseorang

mengklasifikasikan, mengorganisasikan, dan menafsirkan pengalaman sosialnya

untuk mengerti dirinya dan realitas di luar dirinya. Frame disini berfungsi

membuat suatu realitas menjadi teridentifikasi, dipahami, dan dapat dimengerti karena sudah dilabeli dengan label tertentu.

Disini tampak ada dua konsepsi yang agak berlainan mengenai framing. Di satu sisi framing dipahami sebagai struktur internal dalam alam pikiran manusia, di sisi lain framing dipahami sebagai perangkat yang melekat dalam wacana sosial / politik. Bagi Pan dan Kosicki, framing pada dasarnya melibatkan kedua konsepsi tersebut. Dalam media, framing karenanya dipahami sebagai perangkat kognisi yang digunakan dalam informasi untuk membuat kode, menafsirkan, dan menyimpannya untuk dikomunikasikan dengan khalayak, yang kesemuanya dihubungkan dengan konvensi, rutinitas, dan praktek kerja profesional wartawan. Framing kemudian dimaknai sebagai strategi atau cara


(36)

25

pandang wartawan dalam mengkonstruksi dan memproses peristiwa untuk disajikan kepada khalayak.(Eriyanto;2002:253)

2.1.6 Perangkat Framing Zhondang Pan dan Gerald M. Kosicki

Analisis dalam penelitian ini menggunakan model Zhondang Pan dan Gerald M. Kosicki. Dimana Pan dan Kosicki melihat bagaimana wartawan memakai secara strategis kata, kalimat, lead, hubungan antarkalimat, foto, grafik, dan perangkat lainnya untuk membantu dirinya mengungkapkan pemaknaan mereka sehingga dapat dipahami oleh pembaca. Model ini berasumsi bahwa setiap berita mempunyai frame yang berfungsi sebagai pusat dari organisasi ide. Frame ini adalah suatu ide yang dihubungkan dengan elemen yang berbeda dalam teks berita (seperti kutipan sumber, latar informasi, pemakaian kata atau kalimat tertentu) ke dalam teks secara keseluruhan.

Menurut Pan dan Kosicki, elemen yang menandakan pemahaman seseorang mempenuyai bentuk yang terstruktur dalam bentuk aturan atau konvensi penulisan sehingga ia dapat menjadi “jendela” melalui makna yang tersirat dari berita menjadi terlihat. Ia secara struktural dapat diamati dari pemilihan kata atau simbol yang dibentuk melalui aturan atau konvensi tertentu.

Dalam pendekatan ini, menurut Pan dan Kosicki, perangkat framing dapat dibagi kedalam empat struktur besar. Pertama, struktur sintaksis yaitu berhubungan dengan bagaimana wartawan menyusun peristiwa – pernyataan, opini, kutipan, pengamatan atas peristiwa ke dalam bentuk susunan umum berita. Kedua, struktur skrip. Skrip berhubungan dengan bagaimana wartawan


(37)

26

mengisahkan atau menceritakan peristiwa ke dalam bentuk berita. Struktur ini melihat bagaimana strategi cara bercerita atau bertutur yang dipakai oleh wartawan dalam mengemas peristiwa ke dalam bentuk berita. Ketiga, struktur tematik. Tematik berhubungan dengan bagaimana wartawan mengungkapkan pandangannya atas peristiwa ke dalam proporsisi, kalimat atau hubungan antarkalimat yang membentuk teks secara keseluruhan. Dan keempat, struktur retoris. Struktur ini berhubungan dengan bagaimana wartawan menekankan arti tertentu ke dalam berita. Struktur ini akan melihat bagaimana wartawan memakai pilihan kata, idiom, grafik dan gambar yang dipakai bukan hanya mendukung tulisan, melainkan juga menekankan arti tertentu kepada pembaca.

Framing menurut Pan dan Kosicki dapat digunakan untuk melihat kecenderungan atau kecondongan wartawan dalam memahami suatu peristiwa dapat dipahami dari keempat struktur tersebut, yaitu bagaimana wartawan menyusun peristiwa ke dalam bentuk umum berita, cara wartawan mengisahkan peristiwa, kalimat yang dipakai, dan pilihan kata atau idiom yang dipilih. Ketika menulis berita dan menekankan makna atas peristiwa, wartawan akan memakai semua strategi wacana tersebut untuk menyakinkan khalayak pembaca bahwa berita yang ia tulis adalah benar. Strategi wacana tersebut adalah :

1. Sintaksis

Sintaksis adalah susunan kata atau frase dalam kalimat. Dalam wacana berita, sintaksis menunjuk pada pengertian susunan dari bagian berita, yang lebih populer dengan sebutan “ Piramida Terbalik”, yaitu dimulai dari headline, lead, latar


(38)

27

informasi, kutipan sumber dan penutup. Dalam bentuk piramida terbalik ini, bagian yang di atas ditampilkan lebih penting dibandingkan dengan bagian dibawahnya. Elemen sintaksis memberi petunjuk yang berguna tentang bagaimana wartawan memaknai peristiwa dan hendak kemana berita tersebut di bawa.

Headline/ judul, merupakan aspek sintaksis dari wacana berita dengan tingkat kemenonjolan yang tinggi yang menunjukkan kecenderungan berita. Headline mempengaruhi bagaimana kisah untuk dimengerti untuk kemudian digunakan dalam membuat pengertian isu dan peristiwa sebagaimana mereka beberkan. Lead, adalah perangkat sintaksis yang umumnya memberikan sudut pandang dari berita, menunujukkan perspektif tertentu dari peristiwa yang diberitakan. Latar, merupakan bagian berita yang dapat mempengaruhi makna yang ingin ditampilkan wartawan. Latar yang dipilih menentukan ke arah mana pandangan khalayak akan dibawa. Latar umumnya diletakkan di awal sebelum pendapat wartawan yang sebenarnya muncul dengan maksud mempengaruhi dan memberi kesan bahwa pendapat wartawan sangat beralasan. Karena itu, latar membantu menyelidiki bagaimana seseorang memberi pemaknaan atas suatu peristiwa. Bagian berita lainnya yang tidak kalah pentingnya adalah pengutipan sumber berita. Bagian ini dimaksudkan untuk membangun objektifitas, prinsip keseimbangan dan ketidakberpihakkan. Pengutipan sumber berita ini menjadi perangkat framing atas tiga hal. Yaitu pertama, mengklaim validitas atau kebenaran dari pernyataan yang dibuat dengan mendasarkan diri pada klaim dari ahli yang berkompeten. Sehingga bukan hanya pendapat dari wartawan atas suatu


(39)

28

peristiwa, tapi juga didukung oleh pernyataan orang lain. Kedua, menghubungkan poin tertentu dari pandangannya kepada pejabat yang berwenang. Ketiga, mengucilkan pendapat atau pandangan tertentu yang dihubungkan dengan kutipan atau pandangan mayoritas sehingga pandangan tersebut tampak sebagai penyimpang (isu atau peristiwa yang menciptakan pro dan kontra).

2. Skrip

Laporan berita sering kali disusun sebagai sebuah cerita. Hal ini dikarenakan, pertama banyaknya laporan berita yang berusaha menunjukkan hubungan, peristiwa yang ditulis merupakan kelanjutan dari peristiwa sebelumnya. Kedua, karena berita umumnya mempunyai orientasi menghubungkan teks ditulis dengan lingkungan komunal pembaca. Bentuk umum dari struktur skrip adalah pola 5W +

1H, who, what, when, where, why, dan how. Unsur kelengkapan berita dapat

menjadi penanda framing yang penting. Skrip adalah salah satu strategi wartawan dalam mengkonstruksi berita : bagaimana suatu peristiwa dipahami melalui cara tertentu dengan menyusun bagian – bagian dengan urutan tertentu. Skrip memberikan tekanan mana yang didahulukan, dan bagian mana yang bisa dijadikan strategi untuk menyembunyikan informasi penting.

3. Tematik

Menurut Pan dan Kosicki, berita mirip dengan sebuah pengujian hipotesis. Peristiwa yang diliput, sumber yang dikutip, dan pernyataan yang diungkapkan, semua perangkat itu digunakan untuk membuat dukungan yang logis bagi


(40)

29

hipotesis yang kuat. Pengujian hipotesis ini digunakan untuk menyebut struktur tematik dari berita. Struktur tematik dapat diamati dari bagaimana peristiwa itu diungkapkan atau dibuat oleh wartawan. Kalau struktur sintaksis berhubungan dengan pernyataan bagaimana fakta yang diambil oleh wartawan akan ditempatkan pada skema atau bagan berita, struktur tematik berhubungan dengan bagaimana fakta tersebut ditulis.

4. Retoris

Frame timbul dalam dua level. Pertama, konsepsi mental yang digunakan untuk memproses informasi sebagai kharakteristik dan teks media. Kedua, perangkat spesifik dan narasi berita yang dipakai untuk membangun pengertian peristiwa. Frame berita dibentuk dari kata kunci, metafora, konsep, simbol, dan citra yang ada dalam narasi berita. Karenanya, frame dapat dideteksi dan diselidiki dari kata, citra dan gambar tertentu yang memberi makna tertentu dari teks berita. Kosakata dan gambar itu ditekankan dalam teks sehingga lebih menonjol dibandingkan dari bagian lain dari teks. Itu dilakukan lewat pengulangan, penempatan yang lebih menonjol, atau menghubungkan bagian lain dalam teks berita. Sehingga bagian itu lebih menonjol, lebih mudah dilihat, diingat, dan lebih mempengaruhi khalayak.(Eriyanto;2001:189)


(41)

30

GAMBAR 2

SKEMA FRAMING PAN DAN KOSICKI

Model framing Pan dan kosicki.(Eriyanto;2002:256)

PERANGKAT FRAMING 7. Leksikon 8. Grafis 9. Metafora 3. Detail 4. Koherensi 5. Bentuk kalimat 6. Kata ganti 1. Skema Berita

2. Kelengkapan berita SKRIP Cara wartawan mengisahkan fakta RETORIS Cara wartawan menekankan fakta TEMATIK Cara wartawan menulis fakta

UNIT YANG DIAMATI

Headline, lead, latar informasi, kutipan sumber, pernyataan, penutup

5W + 1H

STRUKTUR SINTAKSIS Cara wartawan menyusun fakta Paragraf, proposisi, kalimat, hubungan antar kalimat

Kata, idiom, gambar foto, grafik


(42)

31

2.2 Kerangka Berpikir

Pekerjaan sebuah media pada dasarnya adalah sebuah pekerjaan yang berhubungan dengan pembentukan realitas. Pada dasarnya realitas bukan sesuatu yang telah tersedia, yang tinggal diambil wartawan. Sebaliknya semua pekerja jurnalis pada dasarnya agen : bagaimana peristiwa yang acak, kompleks disusun sedemikian rupa sehingga membentuk suatu berita. Wartawanlah yang akan mengurutkan, membuat teratur, menjadi mudah dipahami, dengan memilih aktor – aktor yang diwawancarai sehingga ia membentuk suatu kisah yang dibaca khalayak. Dalam hal ini surat kabar Harian Jawa Pos dan Kompas berusaha mengemas berita – berita mengenai Kasus Gayus Tambunan Pergi ke Bali.

Berita yang merupakan hasil konstruksi realitas dari sebuah proses manajemen redaksional ternyata tidak selalu menghasilkan makna yang sama seperti yang diharapkan wartawan dalam diri khalayak pembacanya. Berita tidaklah mencerminkan realitas sosial yang direkamnya. Berita yang ada di media dapat memberikan realitas yang sama sekali berbeda dengan realitas sosialnya.

Demikian halnya dengan berita Kasus Gayus Tambunan Pergi ke Bali. Surat kabar Jawa Pos dan Kompas akan memiliki sudut pandang yang berbeda pula dalam pemberitaannya masing – masing mengenai realitas yang sama. Khususnya terhadap pemberitaan mengenai Kasus Gayus Tambunan Pergi ke Bali.

Kecenderungan media dalam memproduksi berita pada khalayak dapat diketahui dari kebijakan redaksional yang dipengaruhi oleh teori Hierarchy Of Influence. Teori Hierarchy Of Influence menjelaskan bagaimana kecenderungan


(43)

32

atau perbedaan setiap media dalam memproduksi informasi kepada khalayak dapat diketahui dari pelapisan-pelapisan yang melingkupi institusi media.

Teori Hierarchy Of Influence meyakini bahwa dalam institusi media

terdapat lapisan pengaruh meliputi pengaruh individu-individu pekerja media, pengaruh rutinitas media, pengaruh operasional, pengaruh dari luar institusi media, dan pengaruh ideologi yang membuat setiap hasil produksi berita masing-masing media berbeda.

Berita-berita tentang tersebut dianalisis menggunakan analisis framing Pan dan Kosicki. Model ini berasumsi bahwa setiap berita mempunyai frame yang berfungsi sebagai pusat dari organisasi ide. Frame ini adalah suatu ide yang dihubungkan dengan elemen yang berbeda dalam teks berita seperti kutipan sumber, latar informasi, pemakaian kata, atau kalimat tertentu ke dalam teks secara keseluruhan. Perangkat framing Pan dan Kosicki ini dibagi menjadi empat struktur yakni sintaksis, skrip, tematik, dan retoris.

Keempat dimensi struktural ini membentuk tema yang mempertautkan elemen-elemen semantik narasi berita dalam satu koherensi global. Dengan keempat struktur ini merupakan suatu rangkaian yang dapat mewujudkan framing suatu media.


(44)

33

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan teknik analisis framing. Analisis ini mencoba melihat bagaimana media mengkonstruksi realitas, bagaimana realitas atau peristiwa itu dikonstruksi oleh media, dan bagaimana media membingkai peristiwa tertentu.

Pada penelitian ini akan dijelaskan bagaimana cara media membingkai atau mengkonstruksi berita – berita mengenai isu Kasus Gayus Tambunan Pergi ke Bali dalam surat kabar Harian Jawa Pos dan Kompas . Penulisan berita ini terdiri dari bagaimana cara wartawan dalam menyusun fakta dan menekankan fakta dengan menggunakan pendekatan kualitatif yaitu pendekatan yang tidak menggunakan statistik atau angka tertentu. Hasil dari penelitian kualitatif ini tidak dapat digeneralisasikan (membuat kesimpulan yang berlaku umum) atau angka tertentu atau bersifat universal.(Arkoun dalam Rukmana;2003:29) Penelitian ini akan menganalisis bagaimana wartawan menyusun peristiwa ke dalam bentuk umum berita, cara wartawan mengisahkan peristiwa, kalimat yang dipakai, dan pilihan kata atau idiom yang dipilih yang ada dalam berita isu Kasus Gayus Tambunan Pergi ke Bali.


(45)

34

3.1.1 Definisi Operasional

Berita tentang Kasus Gayus Tambunan Pergi ke Bali adalah berita yang muncul pada saat Gayus Tambunan sedang menonton turnamen tenis Commonwealth Bank Tournament of Champions 2010 di Nusa Dua, Bali. Pria berjaket itu mengenakan kaca mata dan berambut tebal yang diduga rambut palsu alias wig. Dia terjepret oleh kamera dua fotografer sebuah harian ibu kota pada Jumat (5/11) sekitar pukul 21.10 Wita saat peliputan pertandingan antara petenis Daniela Hantuchova dan Yanina Wickmayer

Pembingkaian berita dalam kasus ini dianalisis dengan menggunakan model framing Zhondang Pan dan Gerald M. Kosicki. Perangkat framing dari Pan dan Kosicki ini dibagi menjadi empat struktur besar, yaitu struktur sintaksis, struktur skrip, struktur tematik, dan struktur retoris.

3.2 Subyek dan Objek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah surat kabar Harian Jawa Pos dan Kompas . Sedangkan yang menjadi objek penelitiannya adalah berita – berita tentang Kasus Gayus Tambunan Pergi ke Bali, tepatnya pada 1 November 2010 sampai dengan 26 November 2010.


(46)

35

3.3 Unit Analisis

Pada penelitian ini unit analisis yang digunakan adalah unit analisis reference, yaitu unit yang digunakan untuk menganalisis kalimat atau kata yang dimuat dalam teks berita mengenai Kasus Gayus Tambunan Pergi ke Bali pada surat kabar Harian Jawa Pos dan Kompas .

Analisis teks media dengan melihat hubungan antar kalimat, penulisan narasumber, penulisan latar, penggunaan gaya bahasa, untuk mengungkapkan pemaknaan terhadap prespektif yang digunakan oleh media cetak, yaitu Surat Kabar Harian Jawa Pos dan Kompas dalam melihat suatu peristiwa, yang dalam hal ini adalah berita mengenai Kasus Gayus Tambunan Pergi ke Bali.

3.4 Corpus

Corpus adalah suatu himpunan terbatas atau juga berbatas dari unsur yang memiliki sifat bersama atau tunduk pada aturan yang sama.(Arkoun dalam Achmad;2001:43) Pendapat lain ada yang menyebutkan corpus merupakan sekumpulan bahan yang terbatas yang ditentukan pada perkembangannya oleh analisis semacam kesemenaan, bersifat sehomogen mungkin. (Kurniawan;2001:70) Corpus harus cukup luas untuk memberi harapan yang beralasan bahwa unsur – unsurnya akan memelihara sebuah sistem kemiripan dan perbedaan dengan lengkap.

Corpus penelitian ini adalah berita – berita yang membahas berita Kasus Gayus Tambunan Pergi Ke Bali.


(47)

36

Corpus yang terdapat pada surat kabar Harian Jawa Pos adalah sebagai berikut :

1. Ke Bali, Gayus Dikawal 5 Orang

Minggu, 14 November 2010 2. Di Bali, Gayus Pakai Inisial M

Senin, 15 November 2010

Corpus yang terdapat pada surat kabar Harian Kompas adalah sebagai berikut :

1. Orang Mirip Gayus Nonton Tenis di Bali

Senin, 8 November 2010

2. "Gayus" Memang Menginap di Westin Minggu, 14 November 2010

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Data primer adalah data yang diambil langsung oleh peneliti kepada sumbernya, tanpa ada perantara. Sedangkan data sekunder adalah data yang bukan diusahakan sendiri pengumpulannya oleh peneliti. (Muhktar;2007:86-88)

Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara mendokumentasikan berita – berita mengenai Kasus Gayus Tambunan Pergi Ke Bali pada surat kabar Harian Jawa Pos dan Kompas. Sedangkan data sekunder peneliti dapatkan dari studi kepustakaan, buku, artikel, surat kabar, jurnal penelitian terdahulu maupun dari internet.


(48)

37

3.6 Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini teknik yang digunakan untuk menganalisis data adalah analisis framing. Analisis framing digunakan untuk membedah cara-cara atau ideologi media saat mengkonstruksi fakta. Analisis ini mencermati strategi seleksi, penonjolan, dan pertautan fakta kedalam berita agar lebih bermakna, lebih menarik, lebih berarti, atau lebih diingat, untuk menggiring interpretasi khalayak sesuai perspektifnya (Sobur, 2001:162).. Fakta mana yang akan ditonjolkan atau dihilangkan, serta hendak dibawa kemana arah berita tersebut. Karenanya berita menjadi manipulatif dan bertujuan mendominasi keberadaan subjek sebagai suatu yang legitimasi, objektif, alamiah, wajar atau tidak terelakkan.(Sobur;2001:162)

Metode analisis framing yang digunakan pada penelitian ini adalah model framing Zhondang Pan dan Gerald M. Kosicki. Berita – berita mengenai Kasus Gayus Tambunan Pergi Ke Bali pada surat kabar Harian Jawa Pos dan Kompas sebagai gagasan utama, kemudian dianalisis berdasarkan perangkat framing dari Pan dan Kosicki dengan melalui langkah – langkah analisis framing. Menurut Pan dan Kosicki, perangkat framing dibagi menjadi empat struktur besar, yaitu struktur sintaksis, struktur skrip, struktur tematik, dan struktur retoris.

3.7 Langkah – Langkah Analisis Framing

Berita mengenai Kasus Gayus Tambunan Pergi Ke Bali pada surat kabar Harian Jawa Pos dan Kompas yang terdapat dalam surat kabar Harian Jawa Pos dan Kompas akan dianalisis dengan menggunakan perangkat framing Pan dan Kosicki.


(49)

38

Pertama, peneliti mengumpulkan berita – berita tentang Kasus Gayus Tambunan Pergi Ke Bali pada surat kabar Harian Jawa Pos dan Kompas .

Kedua, peneliti melakukan analisis terhadap berita-berita dan kemudian membuat interpretasi terhadap berita-berita tersebut dalam kerangka model Pan dan Kosicki. Berita dibagi menjadi empat bagian struktur besar yaitu sintaksis, skrip, tematik, dan retoris.

1. Sintaksis

Dalam wacana berita sintaksis berhubungan dengan bagaimana Jawa Pos dan Kompas dalam menyusun berita Kasus Gayus Tambunan Pergi Ke Bali pada surat kabar Harian Jawa Pos dan Kompas dalam bentuk susunan umum berita. Adapun fungsi dari struktur sintaksis adalah menjadi petunjuk berguna dalam melihat bagaimana wartawan Jawa Pos dan Kompas memaknai peristiwa Kasus Gayus Tambunan Pergi Ke Bali.

a. Headline

Headline tentang berita Kasus Gayus Tambunan Pergi Ke Bali pada surat kabar Harian Jawa Pos dan Kompas merupakan inti pemberitaan yang ditulis dengan huruf besar dan mencolok guna menarik perhatian khalayak untuk membacanya.

b. Lead

Menunjukkan sudut pandang atau perspektif tertentu sebagai aspek terpenting pada surat kabar Harian Jawa Pos dan Kompas dalam memberitakan Kasus Gayus Tambunan Pergi Ke Bali.


(50)

39

c. Latar informasi

Latar belakang atas berita Kasus Gayus Tambunan Pergi Ke Bali merupakan bagian berita yang dapat membantu menyelidiki semantik (arti kata) yang ingin ditampilkan, cara mempengaruhi, memberi kesan sebagai pembenaran bahwa pendapat Jawa Pos dan Kompas dalam memaknai berita Kasus Gayus Tambunan Pergi Ke Bali cukup beralasan.

d. Kutipan sumber

Pengutipan yang dilakukan terhadap orang – orang / tokoh – tokoh yang berhubungan dengan peristiwa Kasus Gayus Tambunan Pergi Ke Bali. Dengan tujuan membangun objektivitas, prinsip keseimbangan, dan tidak memihak pendapat wartawan semata, tetapi juga pendapat orang – orang yang mempunyai otoritas tertentu.

2. Skrip

Berhubungan dengan bagaimana wartawan Jawa Pos dan Kompas mengisahkan atau menceritakan peristiwa Kasus Gayus Tambunan Pergi Ke Bali dengan unsur kelengkapan berita dalam pemberitaannya. Berguna untuk mengetahui penerapan penulisan peristiwa Kasus Gayus Tambunan Pergi Ke Bali sebagai susunan cerita dengan strategi cara bercerita tertentu, yang dilakukan oleh wartawan Jawa Pos dan Kompas untuk menarik perhatian pembaca. Segi bercerita dan unsur kelengkapan berita dapat menjadi penanda framing yang penting dan ingin ditampilkan, memberi tekanan mana yang didahulukan dan bagian mana


(51)

40

yang kemudian sebagai strategi menyembunyikan informasi penting. Struktur skrip 5W + 1H yaitu :

What : peristiwa apa yang terjadi ?

Who : siapa yang terlibat dalam peristiwa tersebut?

When : kapan peristiwa itu terjadi?

Where : dimana peristiwa itu terjadi?

Why : mengapa peristiwa itu terjadi?

How : bagaimana terjadinya peristiwa itu?

3. Tematik

Berhubungan dengan bagaimana surat kabar Harian Jawa Pos dan Kompas mengungkapkan pandangannya atas persete Kasus Gayus Tambunan Pergi Ke Bali ke dalam proposisi, kalimat atau hubungan antar kalimat yang membentuk teks secara keseluruhan. Yang termasuk struktur tematik antara lain :

a. Detail

Kontrol informasi yang ditampilkan Jawa Pos dan Kompas. Dimana informasi yang menguntungkan akan diuraikan secara mendetail, lengkap dan panjang lebar. Bila perlu disertakan pula data – data yang mendukung yang merupakan upaya secara sengaja untuk menciptakan citra tertentu pada khalayak dan sebaliknya apabila informasi tersebut merugikan.


(52)

41

b. Maksud kalimat, hubungan

Informasi berita Kasus Gayus Tambunan Pergi Ke Bali yang menguntungkan Jawa Pos dan Kompas akan diuraikan secara eksplisit dan jelas, sedangkan yang merugikan akan diuraikan secara implisit atau samar.

c. Nominalisasi antarkalimat

Prespektif Jawa Pos dan Kompas dalam memandang suatu objek sebagai sesuatu yang tunggal atau sebagai suatu kelompok.

d. Koherensi

Pertalian atau jalinan antar kalimat, proposisi, atau kalimat dalam pemberitaan Kasus Gayus Tambunan Pergi Ke Bali oleh Jawa Pos dan Kompas sehingga fakta yang tidak berhubungan sekalipun dapat terjalin menjadi sebuah kalimat.

e. Bentuk kalimat

Kebenaran tata bahasa yang digunakan Jawa Pos dan Kompas dalam menulis berita Kasus Gayus Tambunan Pergi Ke Bali. karena bentuk kalimat bukan hanya menyangkut permasalahan teknis kebenaran tata bahasa, namun menentukan makna yang dibentuk oleh susunan kalimat.

f. Kata ganti

Alat yang digunakan Jawa Pos dan Kompas untuk menunjukkan dimana posisi seseorang dalam wacana.


(53)

42

4. Retoris

Bagaimana pilihan gaya atau kata yang dipilih oleh Jawa Pos dan Kompas untuk menekankan arti yang ditonjolkan ke dalam berita Kasus Gayus Tambunan Pergi Ke Bali. Struktur retoris adalah sebagai berikut :

a. Leksikon

Pilihan kata yang dilakukan oleh Jawa Pos dan Kompas dari berbagai kemungkinan kata tersedia. Secara ideologis menunjukkan bagaimana pemaknaan kedua media tersebut terhadap fakta atau realitas mengenai Kasus Gayus Tambunan Pergi Ke Bali.

b. Grafis

Untuk memeriksa apa yang ditekankan atau ditonjolkan (berarti dianggap penting) oleh Jawa Pos dan Kompas dalam pemberitaan Kasus Gayus Tambunan Pergi Ke Bali. Umumnya muncul lewat bagian tulisan yang dibuat berbeda, dibandingkan dengan tulisan yang lain. Pemakaian huruf tebal, huruf miring, pemakaian garis tebal, dan huruf yang dibuat dengan ukuran lebih besar. Termasuk gambar, grafik, tabel, foto, penempatan teks, tipe huruf dan elemen grafis lain yang secara tidak langsung dapat memanipulasi pendapat ideologis yang muncul.

c. Metafora

Kiasan, ungkapan yang dimaksudkan sebagai ornamen atau bumbu dari pemberitaan Jawa Pos dan Kompas . Pemakaian metafora tertentu bisa menjadi petunjuk mengerti makna suatu teks dan secara strategis digunakan


(54)

43

sebagai landasan berpikir, alasan pembenaran pendapat atau gagasan tertentu dalam konteks pemberitaan Kasus Gayus Tambunan Pergi Ke Bali.

d. Pengandaian

Upaya wartawan Jawa Pos dan Kompas untuk mendukung makna suatu teks, apakah menguatkan atau menentang suatu pendapat dengan memberi pernyataan yang dipercaya kebenarannya.


(55)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

4.1.1 Gambaran Umum Surat Kabar Harian Jawa Pos

Mencoba menelusuri sejarah harian ini memang mengasikkan. Kali pertama diterbitkan 1 Juli 1949. Memang dilihat dari hari lahirnya, Jawa Pos termasuk salah satu surat kabar tertua di Indonesia. Waktu itu namanya Java Post. Lalu pernah juga Djawa Post, Djawa Pos, Jawa Pois dan kemudian Jawa Pos sampai sekarang.

Riwayat pendiriannya pun sederhana saja. Waktu itu, The Chung Sen, seorang WNI kelahiran Bangka, bekerja dikantor film di Surabaya. Dialah yang bertugas untuk selalu menghubungi surat kabar agar pemuatan filmnya lancar. Dari sini pula The Chung Sen mengetahui bahwa memiliki surat kabar ternyata menguntungkan. Maka didirikanlah Java Post. Saat itu, harian ini tentunya juga dikenal sebagai harian Melayu – Tionghoa. Sebab pengelola dan modalnya dari kalangan itu. Harian ini tentunya bukan satu – satunya harian Melayu – Tionghoa di Surabaya. Yang terbesar saat itu adalah Pewarta Soerabaia Trompet Masyarakat dan perdamaian. The Chung Sen tentunya melirik keuntungan yang berhasil diraih oleh harian Pewarta Soerabaia yang sudah berhasil memantapkan diri sebagai koran dagang di Surabaya. Tapi cita – cita dan impiannya itu rasanya tidak pernah tercapai. Dalam perjalanan sebagai koran Melayu – Tionghoa yang berhaluan republikein, harian ini tidak pernah kondang di kalangan pembacanya, keturunan


(56)

45

Tionghoa. Mereka misalnya lebih suka memilih Pewarta Soerabaia yang kiblatnya masih ke arah tanah leluhur mereka. Juga harian Melayu – Tionghoa yang terbit di Jakarta kebanyakan berhaluan sama dengan Pewarta Soerabaia. Jadi harian ini kemudian mempunyai ciri yang khas sebagai harian Melayu Tionghoa.

Masalah ini tentunya bukan satu masalah yang kecil. Karena waktu itu, masalah orang Tionghoa atau keturunan Tionghoa belum diatur oleh undang – undang. Masalah mereka baru diatur sekitar tahun enam puluhan. Sehingga memihak kepada republik dalam situasi masih jauh dari Konferensi Meja Bundar tentunya satu gagasan yang menarik untuk dikaji. Ini tentunya tak lepas dari wawasan The Chung Sen yang jauh ke depan. Jika hanya untuk memperoleh uang, ia tentunya bisa memerintahkan pimpinan redaksinya untuk berorientasi ke tanah leluhur. Tapi itu tak pernah dilakukan, pimpinan redaksi pertamanya adalah Goh Tjing Ilok. Yang kedua yang memangku jabatan ini sejak tahun 1953 adalah Thio Oen Sik. Keduanya memang dikenal sebagai orang – orang republikein yang tak pernah goyah pendiriannya.

Dalam perkembangan selanjutnya The Chung Sen bisa disebut “ raja “ surat kabar di Surabaya. Dialah yang di tahun 1950-an memiliki tiga surat kabar sekaligus. Satu berbahasa Indonesia, satu berbahasa Tionghoa dan satu berbahasa Belanda. Yang berbahasa Belanda tersebut kemudian diubah menjadi Indonesia Daily News yang berbahasa Inggris. Sebab ketika Bung Karno gencar – gencarnya anti Belanda, hal – hal yang berbau Belanda di minta diubah. Termasuk koran milik The Chung Sen, Vrije Pers. Sedangkan korannya yang berbahasa Tionghoa mengalami hal yang sama, bahkan tidak bisa terbit sama sekali, maka


(57)

46

tinggallah JAWA POS. Bahkan yang satu itupun kian hari kian redup. Apalagi The Chung Sen harus berpacu dengan usia, sementara tiga orang putranya tidak satupun yang tinggal di Indonesia.

Pada awal terbitnya Jawa Pos memiliki ciri utama terbit pada pagi hari dengan menampilkan berita-berita umum. Terbitan Jawa Pos pertama kali dicetak di Percetakan Aqil di Jalan Kiai Haji Mas Mansyur Surabaya dengan oplah 100 eksemplar. Semenjak 1 April 1954 Jawa Pos dicetak di percetakan De Vrije Pers di Jalan Kaliasin 52 Surabaya. Dan selanjutnya dari tahun ke tahun oplah Jawa Pos terus meningkat.

Tercatat pada tahun 1954-1957 dengan oplah sebesar 400 eksemplar dan mulai tahun 1958-1964 oplahnya mencapai 10.000 eksemplar. Karena perubahan ejaan pada tahun 1958 Java Post berganti nama menjadi Jawa Pos. Pada periode tahun 1971-1981 oplah tercatat pada 10.000 eksemplar, namun pada tahun 1982 terjadi penurunan oplah ke 6700 eksemplar. Dengan jumlah pendistribusian 2000 eksemplar pada kota Surabaya dan sisanya pada kota yang lain.

Penurunan tersebut terjadi karena sistem manajemen yang semakin kacau, tiadanya penerus yang mengelola usaha tersebut serta kemajuan teknologi percetakan yang tidak terkejar. The Chung Shen alias Soeseno Tedjo sebagai pemilik perusahaan menerima tawaran untuk menjual mayoritas sahamnya pada PT. Grafiti Pers (penerbit Tempo) pada tanggal 1 April 1982. Pada tanggal itu juga Dahlan Iskan ditunjuk sebagai Pimpinan Utama dan Pimred oleh Dirut PT. Grafiti Pers, Bapak Eric Samola SH untuk membenahi kondisi PT. Java Post Concern Ltd. Hanya dalam waktu dua tahun oplah Jawa Pos mencapai 250.000


(58)

47

eksemplar, dan semenjak saat itulah perkembangan Jawa Pos semakin menakjubkan dan menjadi surat kabar terbesar yang terbit di Surabaya.

Pada tahun 1999 oplahnya meningkat lagi menjadi 320.000 eksemplar. Pada tanggal 29 Mei 1985 sesuai dengan Akta Notaris Liem Shien Hwa No.8 Pasal 4 menyatakan nama PT. Java Post Concern Ltd diganti dengan nama PT. Jawa Pos dan sesuai dengan surat MENPEN No.1/per1/Menpen/84 mengenai SIUPP, khususnya pemilikan saham maka 20% dari saham harus dimiliki karyawan untuk menciptakan rasa saling memiliki.

Meskipun telah terjadi perubahan kepemilikan Jawa Pos tidak merubah secara esensial isi pemberitaannya yang menyajikan berita-berita umum. Berita-berita umum ini meliputi peristiwa nasional yang menyangkut peristiwa ekonomi, politik, hukum, sosial, dan budaya, pemerintah, serta informasi dunia olahraga disamping pemberitaan peristiwa yang terjadi di daerah Jawa Timur dan Indonesia Bagian Timur.

4.1.2 Gambaran Umum Surat Kabar Harian Kompas

4.1.2.1 Sejarah Perkembangan Surat Kabar Harian Kompas

Sejarah terbitnya surat kabar Kompas tidak dapat dipisahkan dari pergolakkan Orde Lama. Cikal bakal terbitnya Kompas muncul atas ide dari pelaku sejarah pergolakan tersebut yang gugur sebagai Pahlawan Revolusi yaitu Letjen Ahmad Yani (1922 - 1965). Ide tersebut kemudian dimatangkan dengan menerbitkan surat kabar tersebut oleh beberapa tokoh muda yang diantaranya Drs. Frans Seda, P.K. Ojong, Jakob Oetama, Agust Parengkuan dan Indra Gunawan.


(59)

48

P. K. Ojong dan Jakob Oetama sebagai Praktisi Pers, mempersiapkan sebuah nama Bentara Rakyat, yang secara tegas mendefinisikan visi dan misinya sebagai pembela rakyat sebenarnya, berbeda dengan surat kabar yang berideologi komunis bentukan Partai Komunis Indonesia.

Ketika Bentara Rakyat akan terbit, Drs. Frans Seda yang saat itu menjabat sebagai Menteri Perkebunan, datang menemui Presiden Soekarno untuk urusan kenegaraan. Presiden Soekarno menanyakan nama koran yang akan terbit kepada Frans Seda, dan beliau menjawab Bentara Rakyat. Presiden Soekarno menanggapi dan mengusulkan kalau nama Bentara Rakyat diganti menjadi “Kompas”. Presiden Soekarno beranggapan nama kompas mampu dijadikan petunjuk arah yang jelas bagi pembacanya, sebagaimana arti sesungguhnya alat navigasi “kompas” yang berfungsi sebagai petunjuk arah mata angin.

Kompas pun resmi menjadi nama surat kabar itu. Sedangkan nama yang sudah disiapkan sebelumnya, yaitu Bentara Rakyat dijadikan nama yayasan yang menerbitkan surat kabar Kompas. Dan pada 28 Juni 1965, surat kabar Kompas terbit edisi perdana, setebal empat halaman, dan dicetak sebanyak 4.800 eksemplar, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Penerangan N0.003N/SK/DPHM/SIT/1965 tertanggal 9 Juni 1965.

Pada bulan pertama terbit, Kompas mendapat berbagai kritikan dan komentar dari berbagai pihak. Nama Kompas menjadi bahan plesetan dari berbagai pihak, contohnya nama Kompas dipanjangkan menjadi “Komando Pas Seda”. Tidak ketinggalan Partai Komunis Indonesia sebagai “lawan jurnalistik” Kompas, memberikan julukan yang menyudutkan yaitu “Komando Pastur”


(60)

49

(Hamad;2002:116), hal ini karena PKI tahu bahwa pendiri dari Kompas adalah Aktivis Partai Katolik yang beragama Katolik.

Situasi dan kondisi yang tidak menentu pada masa orde lama, mempengaruhi perkembangan Kompas. Penghentian penerbitan beberapa surat kabar akibat pemberontakan G 30 S/PKI juga dialami oleh Kompas, tepatnya tanggal 2 Oktober 1965 Kompas diperintahkan untuk menghentikan penerbitannya. Tidak lama kemudian Kompas kembali terbit tanggal 6 Oktober 1965, karena kondisi negara yang membaik.

Sampai tahun 1972 Kompas hanya memiliki SDM tidak lebih dari 10 orang redaksional dan bagian bisnis. Kompas bertempat di Jalan Pintu Besar Selatan 86 – 88, ruangannya sangat sederhana karena harus berbagi dengan Redaksi Majalah Intisari. Namun, kemudian pindah ke Jalan Palmerah Selatan 22 – 26. Surat kabar yang terbit di Jakarta ini menggunakan percetakan milik PN. Eka Grafika.

Satu bulan mempercayakan cetakan surat kabarnya di PN. Eka grafika, Kompas beralih ke percetakan lain, yaitu percetakan milik BM. Diah yang bernama Percetakan Masa Merdeka. Kebijakan untuk kerjasama ini tidak bertahan lama, Kompas pun mulai menjajaki kerjasama dengan percetakan lain, kali ini dengan PT. Kinta yang saat itu diakui sebagai percetakan terbaik. Pilihan Kompas mempercayakan cetakannya pada PT. Kinta membawa harapan bagi Kompas. Oplah Kompas terus meningkat mencapai 15.000 eksemplar dan terbit 4 halaman setiap hari. Hingga pada tahun 1972 Kompas telah mempunyai percetakan sendiri yang bernama PT. Gramedia.


(61)

50

Kompas tercatat pernah sekali lagi terkena larangan terbit, yaitu pada tahun 1978 bersamaan dengan terjadinya Peristiwa Malari. Seperti kejadian sebelumnya, Kompas diijinkan terbit kembali. Surat kabar ini menunjukkan perkembangan yang pesat dengan oplah 300.000 eksemplar pada tahun 1982. Seiring berjalannya waktu, Kompas pada tahun 1997 menerbitkan Majalah Bola yang terbit setiap Minggu.

Permodalan surat kabar Kompas dimiliki secara bersama oleh Yayasan Bentara Rakyat, Yayasan Kompas Gramedia Sejahtera, PT. Gramedia, PT. Trisinto Asri Media, serta atas nama perorangan yakni Jakob Oetama, Frans Seda, dan P. Iswantoro, dengan ijin terbit berdasarkan Surat Keputusan Menteri Penerangan NO. 001/Menpen/SIUPP/A.7/1985 tertanggal 10 November 1985.

Pada tahun 1998, Kompas telah berkembang menjadi harian terbesar di Indonesia dengan oplah mencapai lebih dari satu juta eksemplar. Bahkan kini Kompas telah mampu menyediakan media online melalui portal

http://www.kompas.com Kompas dapat diakses 24 jam. Situs ini dikunjungi lebih

dari 100.000 orang per harinya. Akurasi dan aktualitas berita yang ditampilkan mampu menarik perhatian dari berbagai lapisan masyarakat.

Menurut Daniel dalam Subiakto (1996:65) apabila pada awalnya Kompas terbit berbasis gerakan politik, sehingga jurnalisnyapun jurnalis politik yang bersifat radikal, maka sejak adanya pergantian periode afiliansi politik serta akumulasi modal sudah mulai berperan, jurnalisme Kompas pun berganti. Jurnalisme Kompas tidak lagi radikal melainkan moderat. Dan media massa ini tidak lagi sekedar sebagai sarana perjuangan politik, namun juga ditempatkan


(1)

73

4.3. Pembahasan

Berdasarkan hasil analisis diatas, maka dapat diketahui bahwa pembikaian tiap media cetak, selalu berbeda. Hal ini dapat terbukti dari pembikaian yang dilakukan Jawa Pos dan Kompas mengenai Kasus Kepergian Gayus Tambunan Ke Bali, hal ini dapat digambarkan pada table berikut :

Tabel 4.7

Perbandingan Analisis Framing Pada Surat Kabar Harian Jawa Pos dan Surat Kabar Harian Kompas

Perangkat Analisis Jawa Pos Kompas

Frame Menuliskan berita Gayus pergi ke Bali dengan Headline besar dari sudut pandang polisi dan pakar hukum.

Menuliskan berita Gayus pergi ke Bali dengan headline tidak terlalu besar dan menonjolkan foto-foto dan sudut pandang wartawan dan tamu-tamu di Hotel Westin.

Sintaksis Dengan judul tersebut di atas, menunjukkan bahwa Jawa Pos memberikan gambaran bahwa Gayus Halomoan Tambunan ternyata tak hanya dikawal lima petugas Rutan Mako Brimob saat berpelesir ke Bali. Sumber Jawa Pos di kalangan penyidik Mabes Polri mengungkapkan bahwa mantan PNS Ditjen Pajak golongan III A itu juga didampingi istrinya,

Informasi tentang keberadaan terdakwa kasus

mafia pajak dan pencucian uang, Gayus Halomoan Tambunan, sedang menonton tenis di Bali,

membuat para wartawan peliput tennis Tournament Commonwealth Bank Tournament of Champions di Nusa Dua, Bali, geger. Mereka berusaha mencari-cari, tetapi tidak berhasil menemukan. Setelah


(2)

74

Milana Anggraeni serta menggunakan nama samara selama menginap di Hotel The Westin. Inisialnya M. Tentu saja itu merupakan upaya Gayus agar pelesirannya tidak tercium. Sebab, setelah tim memeriksa seluruh daftar tamu hotel, tidak ada yang menggunakan nama Gayus.

mencari-cari sampai harus pindah tempat tiga kali, fotografer Kompas Agus Susanto akhirnya berhasil membidikkan kameranya ke arah orang yang dimaksud

Skrip Harian Jawa Pos

menampilkan keseluruhan elemen skrip dengan jelas, yaitu unsur 5W + 1H pada setiap pemberitaan Gayus pergi ke Bali.

Keseluruhan berita Gayus yang dituliskan harian Kompas secara keseluruhan menampilkan unsur 5W + 1H, yaitu what, who, where, when, why dan how.

Tematik Pada edisi pertama

mengambil tema yaitu mengenai penyebab munculnya berita Gayus lolos pergi ke Bali

Kompas memunculkan keberhasilan wartawan mereka membidik Gayus Tambunan pada tournament Tennis di Bali

Retoris Jawa Pos dalam menuliskan berita Gayus pergi ke Bali memuat struktur retoris untuk menekankan isu yang ingin ditonjolkan, mulai dari elemen leksikon, dalam frame Jawa Pos.

Struktur retoris yang dibangun oleh Kompas pada pemberitaannya disajikan dengan menampilkan fakta – fakta

yang ada sehingga tulisan dari Kompas bersifat realitas dan apa adanya. Selain itu unsur grafis juga dimanfaatkan oleh Kompas demi mendukung penulisan frame yang dibangunnya.


(3)

75

Sehingga perbandingan frame dari Jawa Pos dan Kompas mengenai berita Gayus pergi ke Bali dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Harian Jawa Pos membingkai Gayus pergi ke Bali dari sudut pandang penegak hukum dan pakar hukum. Jawa Pos menuliskan mulai dari latar belakang kasus tersebut muncul dan reaksi dari pakar hukum

2. Harian Kompas membingkai berita Gayus pergi ke Bali dari sudut pandang wartawan dan para tamu-tamu di Hotel Westin. Bagaimana wartawan mereka berhasil membidik foto Gayus dan kesaksian tamu-tamu hotel Westin, Bali.


(4)

76

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari data-data yang telah dikumpulkan pada bab – 4 yakni Hasil dan Pembahasan, atau dari hasil penelitian analisis framing model Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki, mengenai berita Kasus Gayus Pergi ke Bali. Dapat ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut :

1. Surat Kabar Jawa Pos membentuk konstruksi berita terkesan jelas dan dalam memposisikan kapasitasnya sebagai lembaga kontrol sosial dengan menampilkan berita kepergian Gayus Tambunan ke Bali. Jawa Pos mengungkap kasus secara tajam terutama terhadap penyebab hingga kasus tersebut bisa muncul ke masyarakat. Jawa Pos juga dengan berani menuliskan hubungan Gayus dengan yang membiayai Gayus tersebut. Sedangkan surat kabar harian Kompas dalam mengkonstruksikan beritanya lebih ditekankan pada rasa khawatir. Kompas berusaha menunjukkan bukti-bukti nyata dari para wartawan dan tamu asing di hotel Westin, Bali.

2. Jawa Pos dan Kompas dalam menyajikan framenya mengenai Kasus Gayus menampilkan unsur skrip secara jelas. Jawa Pos menggunakan unsur skrip dengan menampilkan isu – isu apa yang muncul yang mendukung frame beritanya, menunjukkan siapa saja yang terlibat, siapa yang menjadi pelaku dan siapa yang menjadi objek. Begitu pula dengan


(5)

77

tempat dan waktu terjadinya atau munculnya isu – isu perseteruan tersebut. Serta Jawa Pos juga menjelaskan mengapa dan bagaimana perseteruan tersebut muncul dan perlu untuk diketahui oleh khalayaknya. Kompas dalam mengkonstruksi beritanya juga memanfaatkan unsur skrip didalamnya, unsur what, who, where, when, why dan how dijabarkan dengan baik dan bagus sehingga berita yang ditampilkan pun menarik. 3. Unsur retoris yang coba dibangun Jawa Pos bersifat lebih provokatif dan

berani, hal ini dapat dilihat dari foto – foto yang ditampilkan dan caption yang melengkapi foto. Untuk mendukung framenya, elemen leksikon maupun grafis digunakan Jawa Pos sehingga berita yang disajikan menjadi lebih menarik dalam mempersuasi pembacanya. Kompas menggunakan unsur retoris dengan menampilkan frame yang apa adanya dan sesuai kenyataan. Hal ini dibuktikan dengan pemberitaan nya mengenai masalah – masalah krusial yang memerlukan perhatian pemerintah, masalah ini ditampilkan beserta data – data nominal.

1. Sehingga secara keseluruhan frame Jawa Pos dalam memberitakan Gayus pergi ke Bali dari sudut pandang penegak hukum dan pakar hukum. Jawa Pos menuliskan mulai dari latar belakang kasus tersebut muncul dan reaksi dari pakar hokum. Harian Kompas membingkai berita Gayus pergi ke Bali dari sudut pandang wartawan dan para tamu-tamu di Hotel Westin. Bagaimana wartawan mereka berhasil membidik foto Gayus dan kesaksian tamu-tamu hotel Westin, Bali.


(6)

78

5.2 Saran

Dari kesimpulan yang diperoleh, dapat dilihat bahwa masing – masing media, surat kabar harian Jawa Pos dan Kompas, memiliki perspektif penyimpulan yang berbeda dalam menggambarkan tentang kasus Gayus Tambunan mendatang. Dengan adanya wacana tersebut peneliti memiliki saran sebagai berikut :

1. Jawa Pos hendaknya tidak menggunakan istilah yang berlebihan dan provokatif dalam pemberitaannya. Sehingga tidak menimbulkan persepsi yang negatif di mata khalayak pembaca.

2. Hendaknya Kompas menghadirkan pemberitaan dengan ulasan yang lebih mendalam dan mendetail, sehingga tidak memberikan kesan yang subyektif dalam pemberitaannya.


Dokumen yang terkait

KASUS MAFIA PAJAK GAYUS HALOMOAN P TAMBUNAN DALAMPEMBERITAAN SURAT KABAR HARIAN KOMPAS DAN KORAN TEMPO KASUS MAFIA PAJAK GAYUS HALOMOAN P TAMBUNAN DALAM PEMBERITAAN SURAT KABAR HARIAN KOMPAS DAN KORAN TEMPO (Analisis Isi Berita Kasus Mafia Pajak Gayus Hal

0 2 18

PENDAHULUAN KASUS MAFIA PAJAK GAYUS HALOMOAN P TAMBUNAN DALAM PEMBERITAAN SURAT KABAR HARIAN KOMPAS DAN KORAN TEMPO (Analisis Isi Berita Kasus Mafia Pajak Gayus Halomoan P Tambunan Ditinjau dari Kualitas Isi Berita pada Surat Kabar Harian Kompas dan Koran

0 4 33

DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN KASUS MAFIA PAJAK GAYUS HALOMOAN P TAMBUNAN DALAM PEMBERITAAN SURAT KABAR HARIAN KOMPAS DAN KORAN TEMPO (Analisis Isi Berita Kasus Mafia Pajak Gayus Halomoan P Tambunan Ditinjau dari Kualitas Isi Berita pada Surat Kabar Harian K

0 3 16

KESIMPULAN DAN SARAN KASUS MAFIA PAJAK GAYUS HALOMOAN P TAMBUNAN DALAM PEMBERITAAN SURAT KABAR HARIAN KOMPAS DAN KORAN TEMPO (Analisis Isi Berita Kasus Mafia Pajak Gayus Halomoan P Tambunan Ditinjau dari Kualitas Isi Berita pada Surat Kabar Harian Kompas

0 2 97

PEMBINGKAIAN BERITA TENTANG KASUS KORUPSI SPORT CENTER DI HAMBALANG PADA SURAT KABAR JAWA POS DAN KOMPAS.

0 3 47

PEMAKNAAN KARIKATUR PADA SURAT KABAR KOMPAS (Studi Semiotik Pemaknaan Karikatur Pada Surat Kabar Kompas "Kontroversi Kasus Mafia Pajak Gayus Holomoan Tambunan" Edisi Rabu, 12 Januari 2011).

0 3 80

SIKAP MASYARAKAT SURABAYA TERHADAP MAKELAR KASUS PAJAK PASCA PEMBERITAAN GAYUS TAMBUNAN DI SURAT KABAR JAWA POS (Studi Deskriptif Kuantitatif Sikap Masyarakat Terhadap Makelar Kasus Pajak Pasca Pemberitaan Gayus Tambunan Di Surat Kabar Jawa Pos).

1 2 96

PEMBINGKAIAN BERITA RUU NIKAH SIRI DI SURAT KABAR KOMPAS DAN JAWA POS (Studi Analisis Framing RUU Nikah Siri di Surat Kabar Kompas dan Jawa Pos).

1 3 115

PEMBINGKAIAN KASUS GAYUS TAMBUNAN PERGI KE BALI PADA SURAT KABAR HARIAN JAWA POS DAN KOMPAS SKRIPSI

0 0 24

PEMBINGKAIAN BERITA TENTANG KASUS KORUPSI SPORT CENTER DI HAMBALANG PADA SURAT KABAR JAWA POS DAN KOMPAS

0 0 13