- terganggunya operasi - tambahan pengeluaran kegiatan manajerial dan sebagainya.
Biaya kekurangan bahan, sulit diukur dalam praktek terutama dalam kenyataannya biaya ini sering merupakan opportunity costs, yang
sulit diperkirakan secara objektif.
C. Metode Pencatatan Dan Penilaian Persediaan 1.
Metode Pencatatan Persediaan
Pada dasarnya ada dua alternatif cara dapat digunakan dalam menentukan volume, kuantitas, atau fisik barang terdapat dalam persediaan
pada saat tertentu, tergantung pada apakah perusahaan mengunakan 1 sistem periodik atau 2 sistem perpetual sebagai sistem akuntansi
persediaannya.
a. Sistem Persediaan Periodik
Menurut Harnanto 2002 : 224, “Di dalam metode periodik, informasi mengenai kuantitas atau fisik persediaan hanya dapat diketahui di akhir
periode akuntansi”. Dalam sistem persediaan periodik, perhitungan fisik aktual atas barang-barang yang ada di tangan diselenggarakan pada akhir
setiap periode akuntansi ketika menyiapkan laporan keuangan. Barang- barang dihitung, ditimbang, atau jika tidak diukur, dan jumlahnya
dikalikan dengan biaya per unit untuk menilai persediaan. Catatan atas persediaan dapat dibuat untuk menghitung unit-unit dan jumlah barang
yang dibeli dan dijual atau dikeluarkan serta saldo yang ada di tangan. Pembelian di debet ke akun pembelian, dan ayat jurnal akhir periode
dibuat untuk menutup akun pembelian, persediaan awal, dan untuk
Universitas Sumatera Utara
mencatat persediaan akhir sebagai aktiva persediaan akhir menggantikan persediaaan awal dalam akun.
Harga pokok penjualan cost of sales dihitung sebagai jumlah residu persediaan awal ditambah pembelian bersih dikurangi persediaan akhir.
Sebagai ilustrasi, pertimbangan data berikut untuk Lea Company: Unit Biaya per Unit
Total Persediaan awal
500 4,00
2.000 Pembelian
1.000 4,00
4.000 Barang tersedia untuk
dijual 1.500 Penjualan
900 Persediaan akhir
600
Persediaan awal : 500 x 4,00 2.000
Pembelian barang dagang : 1.000 x 4,00 4.000
Total barang tersedia untuk dijual selama periode tersebut 6.000
Dikurangi persediaan akhir : 600 x 4,00 2.400
Harga pokok penjualan 3.600
b. Sistem Persediaan Perpetual
Menurut Harnanto 2002 : 225, “Dalam sistem persediaan perpetual, akuntan dituntut untuk menyelenggarakan pencatatan secara
kontinyu terhadap kuantitas atau fisik persediaan”. Catatan persediaan
Universitas Sumatera Utara
perpetual untuk setiap barang harus memberikan informasi pencatatan penerimaan, pengeluaran, dan saldo ditangan. Dengan informasi ini,
kuantitas fisik dan penilaian barang yang ada di tangan tersedia setiap waktu. Jadi, perhitungan persediaan fisik tidak diperlukan kecuali untuk
memverifikasi jumlah persediaan. Perhitungan fisik biasanya dilakukan secara tahunan untuk tujuan audit yang membandingkan persediaan di
tangan dengan catatan perpetual dan menyatakan data untuk setiap jurnal penyesuaian yang dibutuhkan misalnya kesalahan dan kerugian.
Catatan persediaan harus disesuaikan ke perhitungan fisik apabila terdapat perbedaan pencatatan.
Berikut ini merupakan perbedaan antara metode pencatatan periodik dengan metode perpetual :
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1 Perbedaan Pencatatan Periodik dan Perpetual
Sistem Periodik Sistem Perpetual
Pembelian barang secara kredit : Pembelian xx
Hutang dagang xx Pembayaran biaya angkut pembelian:
Biaya angkut pembelian xx Kas xx
Dikembalikan kepada pemasok : Hutang dagang xx
Retur Pot. Pembelian xx Penjualan secara kredit :
Piutang dagang xx Penjualan xx
Tidak Ada Jurnal Untuk Mencatat Harga Pokok Barang Dijual
Penyesuaian Untuk Persediaan Akhir:
Ikhtisar Laba Rugi xxx Persediaan barang dagang xxx
Persediaan barang dagang xxx Ikhtisar laba rugi xxx
Persediaan xx Hutang dagang xx
Persediaan xx Hutang dagang xx
Hutang dagang xx Persediaan xx
Piutang dagang xx Penjualan xx
Harga Pokok Barang Dijual xx Persediaan barang dagang xx
Tidak Ada Jurnal
Sumber : Thomas 1999 : 384
Universitas Sumatera Utara
2 . Metode Penilaian Persediaan
a. Penilaian Nilai Persediaan – Berdasarkan Harga Pokok
Penentuan harga pokok persediaan sangat bergantung dari metode penilaian yang dipakai yaitu metode FIFO, LIFO dan metode weighted
average .
1 Metode FIFO First In First Out Menurut Zulian 2005 : 200, “Dengan metode FIFO, biaya persediaan
dihitung berdasarkan asumsi bahwa barang akan dijual atau diapakai sendiri dan sisa dalam persediaan menunjukkan pembelian atau produksi
yang terakhir”. Sebagian besar perusahaan mengeluarkan barang sesuai dengan urutan
pembeliannya. Hal ini terutama untuk barang-barang yang tidak tahan lama dan produk-produk yang modelnya cepat berubah. Sebagai contoh,
toko bahan pangan menyusun produk-produk susu dalam rak-rak berdasarkan tanggal kadaluwasarnya. Begitu juga toko pakaian memajang
pakaian sesuai dengan musim. Pada akhir musim, toko ini biasanya memberikan diskon untuk menjual pakaian yang musimnya sudah lewat
atau ketinggalan mode. Jadi, metode FIFO dapat dikatakan konsisten dengan arus fisik atau pergerakan barang.
Jika perusahaan menggunakan sistem persediaan periodik, hanya pendapatan yang dicatat setiap kali penjualan dilakukan. Tidak ada jurnal
yang dibuat pada saat penjualan untuk mencatat harga pokok penjualan. Pada akhir periode akuntansi, perhitungan fisik dilakukan untuk
Universitas Sumatera Utara
menentukan biaya atau harga pokok persediaan dan harga pokok penjualan.
Untuk mengilustrasikan pemakaian metode FIFO dalam sistem persediaan periodik, asumsikanlah data-data berikut :
1 Jan Persediaan :
200 unit 9 1.800
10 Mar Pembelian :
300 unit 10 3.000
21 Sep Pembelian :
400 unit 11 4.400
18 Nov Pembelian :
100 unit 12 1.200
Tersedia untuk dijual 1.000 unit
10.400 Perhitungan fisik pada tanggal 31 Desember memperlihatkan bahwa
300 unit belum terjual. Dengan menggunakan metode FIFO, harga pokok dari 700 unit yang telah terjual ditentukan sbb :
Biaya paling awal, 1 Januari 200 unit 9
1.800 Biaya paling awal berikutnya, 10 Mar 300 unit 10
3.000 Biaya paling awal berikutnya, 21 Sep 200 unit 11
2.200 Harga pokok penjualan
700 7.000
Dengan mengurangi harga pokok penjualan sebesar 7.000 dari 10.400 barang dagang yang tersedia untuk dijual menghasilkan nilai
persediaan sebesar 3.400 per 31 Desember.
Universitas Sumatera Utara
Pembelian Barang yang Tersedia
Harga Pokok Untuk dijual
Penjualan 1 jan 200 unit 9
1.800 1.800
10 mar 300unit 10 3.000 3.000
21sep 400 unit 11 4.400
200 unit
2.200 7.000
Persediaan 2.200
18 nov 100 unit 12 1.200
1.200 10.400
3.400
2 Metode LIFO Last In First Out Metode ini merupakan kebalikan dari metode FIFO dimana unit yang
dibeli terakhir merupakan unit pertama dijual. Metode LIFO untuk kalkulasi biaya per unit akuisisi terbaru dengan pendapatan penjualan
periode berjalan. Penggunaan LIFO dan bukannya FIFO dapat menyebabkan perbedaan
signifikan dalam laporan laba rugi dan neraca, tergantung pada apakah unit biaya meningkat atau menurun. Jika unit biaya konstan, kedua metode
tersebut memberikan hasil yang sama. Apabila harga meningkat, FIFO membandingkan biaya yang rendah lebih lama dengan pendapatan
penjualan periode berjalan yang lebih tinggi. Sebaliknya LIFO menandingkan biaya yang tinggi yang lebih baru dengan pendapatan
penjualan periode berjalan yang lebih tinggi tetapi memberikan penilaian persediaan atas dasar biaya yang rendah .
Universitas Sumatera Utara
Apabila metode LIFO digunakan, harga pokok penjualan terdiri dari harga pokok paling akhir. Berdasarkan data yang terdapat dalam
contoh FIFO, harga pokok terdiri dari 700 unit persediaan ditentukan sbb :
Biaya paling akhir, 18 Nov 100 unit 12
1.200 Biaya paling akhir berikutnya, 21 Sep 400 unit 11
4.400 Biaya paling akhir berikutnya 10 maret 200 unit 10
2.000 Harga pokok penjualan
700 7.600
Dengan mengurangi harga pokok penjualan sebesar 7.600 dari 10.400 barang dagang yang tersedia untuk dijual menghasilkan nilai
persediaan sebesar 2.800 per 31 Desember. Pembelian
Barang yang Tersedia Persediaan
Untuk dijual 1 jan 200 unit 9
1.800 1.800
10 mar 300unit 10 3.000
100 unit
1.000 Harga Pokok Penjualan
2.000 21 sep 400 unit 11
4.400 4.400
18 nov 100 unit 12 1.200
1.200 10.400 7.600
3 Metode Rata- Rata Weighted Average Asumsi metode ini adalah unit dijual tanpa memperhatikan urutan
pembeliannya dan menghitung harga pokok penjualan serta persediaan akhir. Biaya per unit rata-rata tertimbang dihitung dengan membagi
jumlah biaya persediaan awal dan biaya pembelian periode berjalan. Biaya
Universitas Sumatera Utara
rata-rata tertimbang per unit yang sama digunakan dalam menentukan biaya persediaan barang pada akhir periode.
Dengan menggunakan data biaya yang sama seperti pada contoh FIFO dan LIFO, biaya rata-rata dari 1.000 unit, 10,40 dan harga pokok dari
700 unit, 7.280, ditentukan sbb : Biaya rata-rata per unit : 10.400 1.000 unit = 10,40
Harga Pokok Penjualan : 700 unit x 10,40 = 7.280 Dengan mengurangi harga pokok penjualan sebesar 7.280 dari
10.400 barang dagang yang tersedia untuk dijual, akan diperoleh nilai persediaan per 31 Desember sebesar 3.120.
b. Penilaian Persediaan Selain Dari Harga Pokok
Dalam beberapa kasus, persediaan dapat dinilai selain dari harga pokok. Situasi semacam itu timbul apabila 1 biaya penggantian barang-barang
persediaan lebih rendah daripada biaya yang tercatat dan 2 persediaan tidak dapat dijual pada harga jual normal karena cacat, usang, perubahan gaya, atau
penyebab lainnya. 1 Nilai terendah antara Harga Pokok atau Harga Pasar
Jika biaya penggantian suatu persediaan lebih rendah daripada biaya pembeliannya maka metode nilai terendah antara harga pokok atau harga
pasar lower-of-cost-or-market method-LCM digunakan untuk menilai persediaan. Harga pasar, yang digunakan dalam LCM, adalah biaya untuk
mengganti barang dagang pada tanggal persediaan. Nilai pasar ini didasarkan pada jumlah yang biasanya dibeli dari sumber pemasok yang
Universitas Sumatera Utara
biasa. Dalam bisnis yang sering dilanda inflasi, harga pasar jarang turun. Namun, dalam bisnis yang teknologinya berubah cepat misalnya, televisi,
dan komputer , penurunan harga sering terjadi. Keunggulan utama dari metode LCM adalah bahwa laba kotor dan laba bersih akan berkurang
dalam periode terjadinya penurunan nilai pasar. Dalam menerapkan metode LCM, biaya dan biaya penggantian dapat
ditentukan dengan salah satu dari tiga cara berikut. Biaya dan biaya penggantian replacement cost dapat ditentukan untuk 1 setiap jenis
barang dalam persediaan, 2 kelas atau kategori utama persediaan, dan 3 persediaan secara keseluruhan. Dalam praktik, yang ditentukan biasanya
adalah biaya dan biaya penggantian setiap jenis barang. Sebagai ilustrasi, asumsikan bahwa terdapat 400 unit barang A yang
identik dalam persediaan, yang dibeli dengan harga 10,25 per unit. Jika pada tanggal persediaan barang tersebut akan memerlukan biaya 10,50
untuk menggantinya, maka harga sebesar 10,50 akan dikalikan dengan 400 untuk menentukan nilai persediaan. Pada sisi lain, jika barang tersebut
dapat diganti dengan harga 9,50 per unit, biaya penggantian replacement cost sebesar 9,50 akan digunakan untuk tujuan penilaian.
Tampilan berikut akan mengilustrasikan metode untuk penyusunan data persediaan dan penerapan metode LCM ke setiap barang persediaan.
Jumlah penurunan nilai pasar, 450 15.520 - 15.070 , bisa dilaporkan sebagai pos terpisah dalam laporan laba rugi atau dimasukkan
Universitas Sumatera Utara
dalam harga pokok penjualan. Yang pasti laba bersih akan berkurang sebesar harga pasar.
Tabel 2.2 Penerapan Metode LCM
Total Kuantitas Biaya Harga Pasar Lebih rendah
Komoditas Persediaan per Unit per unit Biaya Pasar Biaya atau pasar A 400 10,25 9,50 4.100 3.800 3.800
B 120 22,50 24,10 2.700 2.892 2.700 C 600 8,00 7,75 4.800 4.650 4.650
D 280 14,00 14,75 3.920 4.130 3.920 Total
15.520 15.472 15.070 Sumber : Carl 2005 : 457
2 Penilaian pada Nilai Realisasi Bersih Barang dagang yang telah usang, rusak, cacat atau yang hanya bisa
dijual dengan harga di bawah harga pokok harus diturunkan nilainya. Barang dagang semacam itu harus dinilai dengan nilai realisasi bersih.
Nilai realisasi bersih net realizable adalah estimasi harga jual dikurangi biaya pelepasan langsung, seperti komisi penjualan. Sebagai contoh,
asumsikan bahwa barang dagang yang telah rusak, yang berharga pokok 1.000, hanya dapat dijual dengan harga 800, dan beban penjualan
langsung diestamsi sebesar 150. Persediaan ini harus dinilai sebesar 650 800 - 150 , yang merupakan nilai realisasi bersihnya.
Universitas Sumatera Utara
c. Mengestimasi Harga Pokok Persediaan
Perusahaan perlu mengetahui jumlah persediaan jika pencatatan persediaan perpetual tidak dilakukan dan apabila perhitungan fisik tidak
praktis untuk dilakukan. Sebagai contoh, perusahaan yang menggunakan sistem persediaan periodik perlu membuat laporan laba rugi bulanan, tetapi
tidak ekonomis jika melakukan perhitungan fisik persediaan setiap bulan terlalu mahal. Selain itu jika terjadi bencana seperti kebakaran yang
menghancurkan persediaan, maka jumlah kerugian harus ditentukan. Dalam kasus ini, perhitungan fisik tidak dapat dilakukan, bahkan jika catatan
persediaan persediaan perpetual ada, catatan akuntansi itu juga telah hancur. Jika hal ini terjadi, biaya persediaan dapat diestimasikan dengan menggunakan
1 metode eceran atau 2 metode laba kotor.
1. Metode Eceran untuk Penentuan Harga Pokok Persediaan Metode persediaan eceran retail inventory method mengestimasikan
biaya persediaan berdasarkan hubungan antara harga pokok barang dagang yang tersedia untuk dijual dengan harga eceran dari barang dagang yang
sama. Untuk menggunakan metode ini, harga eceran dari semua barang dagang harus ditetapkan dan dijumlahkan. Berikutnya, persediaan eceran
ditentukan dengan mengurangi penjualan selama periode berjalan dari harga eceran barang yang tersedia untuk dijual selama periode
bersangkutan. Estimasi biaya persediaan kemudian dihitung dengan
Universitas Sumatera Utara
mengalikan persediaan eceran dengan rasio biaya terhadap harga jual eceran barang dagang yang tersedia untuk dijual, seperti berikut :
Tabel 2.3 Penilaian Berdasarkan Metode Eceran
Harga Pokok
Harga Eceran
Persediaan barang dagang, 1 Januari 19.400
36.000 Pembelian bulan Januari bersih
42.600 64.000
Barang yang tersedia untuk dijual 62.000
100.000 Rasio biaya terhadap harga eceran = 62.000 = 62
100.000 Penjualan bulan Januari bersih
70.000 Persediaan barang dagang 31 Januari pada eceran
30.000 Persediaan barang dagang 31 Januari pada estimasi biaya
30.000 x 62 18.600
Sumber : Carl 2005 : 460
2 Penilaian Persediaan Berdasarkan Metode Laba Kotor Metode laba kotor gross profit method menggunakan estimasi laba
kotor yang direalisasi selama periode dimaksud untuk mengestimasi persediaan pada akhir periode. Laba kotor biasanya diestimasikan dari
tahun sebelumnya, disesuaikan dengan setiap perubahan yang terjadi dengan harga pokok dan harga jual selama periode berjalan. Dengan
menggunakan tingkat laba kotor, penjualan untuk suatu periode dapat dibagi ke dalam dua komponen : 1 laba kotor dan 2 harga pokok
penjualan. Harga pokok penjualan dapat dikurangkan dari harga pokok
Universitas Sumatera Utara
barang yang tersedia untuk dijual guna mendapatkan estimasi persediaan akhir barang dagang.
Dalam contoh ini, persediaan per 1 Januari diasumsikan sebesar 57.000, pembelian selama bulan Januari adalah 180.000, dan penjualan
bersih selama bulan tersebut adalah 250.000. Selain itu, laba kotor historis adalah 30 dari penjualan bersih. Ilustrasinya adalah sebagai
berikut : Tabel 2.4
Penilaian Persediaan Berdasarkan Laba Kotor Persediaan barang dagang, 1 Januari
57.000 Pembelian selama Januari bersih
180.000 Barang yang tersedia untuk
dijual 237.000
Penjualan selama Januari bersih 250.000
Dikurangi : estimasi laba kotor 30 x 250.000 75.000 Estimasi
harga pokok
penjualan 175.000
Estimasi persediaan barang dagang, 31 Januari 62.000
Sumber : Carl 2005 : 461 Metode laba kotor sangat berguna dalam mengestimasi persediaan
untuk laporan keuangan bulanan atau triwulan dalam sistem persediaan periodik. Metode ini juga berguna dalam mengestimasi harga pokok barang
dagang yang rusak akibat kebakaran atau bencana alam lainnya.
Universitas Sumatera Utara
D. Perencanaan dan Pengawasan Persediaan