Simulasi Karakteristik Koefisien Serap Dari Bahan Komposit Polimer Melalui Pendekatan Pengujian Mekanika Kekuatan Material Dengan Menggunakan MSC Nastran V 4.5

(1)

SIMULASI KARAKTERISTIK KOEFISIEN SERAP

DARI BAHAN KOMPOSIT POLIMER MELALUI

PENDEKATAN PENGUJIAN MEKANIKA KEKUATAN

MATERIAL

DENGAN MENGGUNAKAN MSC NASTRAN V 4.5

SKRIPSI

Skripsi Yang Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

NIM. 050401040 MIRZA DILA WAHYUDI

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2010


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur hanya bagi Allah SWT. karena atas karunia dan ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan orang-orang yang mengikutinya hingga akhir zaman.

Skripsi ini merupakan salah satu persyaratan untuk memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Teknik (ST) Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Adapun judul Skripsi ini adalah ”SIMULASI

KARAKTERISTIK KOEFISIEN SERAP DARI BAHAN KOMPOSIT POLIMER MELALUI PENDEKATAN PENGUJIAN MEKANIKA KEKUATAN MATERIAL DENGAN MENGGUNAKAN MSC NASTRAN V 4.5”.

Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan yang diberikan oleh berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan serta ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Bapak Dr.-Ing.Ir.Ikhwansyah Isranuri selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang

telah banyak memberikan arahan, diskusi, bimbingan, nasehat, dan pelajaran berharga selama proses penyelesaian Skripsi ini.

2. Bapak Dr.-Ing.Ir.Ikhwansyah Isranuri dan Bapak Tulus Burhanuddin, ST.MT. selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Teknik Mesin

3. Seluruh Staf Pengajar pada Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bekal pengetahuan kepada penulis hingga akhir studi dan seluruh pegawai administrasi di Departemen Teknik Mesin.

4. Seluruh Asisten Laboratorium pada Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara yang telah memberi bekal selama praktikum berlangsung.

5. Teman-teman mahasiswa Mesin USU khusus untuk stambuk 2004, 2005, 2006

”Solidarity Forever”.

6. Teman – teman seperjuangan, Said Firman,ST., Sastra Irawan, ST., Anirul Riza, SE.,Hidayat Rabbani Rangkuti, Amd., Imam Bukhari Nst., dan teman –


(10)

teman yang lain yang tidak saya sebutkan.

Akhir kata semoga Skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan dapat menjadi bahan literatur bagi rekan – rekan mahasiswa yang ingin melakukan penelitian Skripsi yang ada kaitannya dengan Skripsi penulis.

Medan, November 2010

NIM.05 04 01 040 Mirza Dila Wahyudi


(11)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR NOTASI ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 3

1.3. Batasan Masalah ... 3

1.4. Metodologi ... 4

1.5. Sistematika Penulisan... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1. Material Komposit ... 6

2.1.1. Jenis – Jenis Material Komposit ... 6

2.1.2. Kelebihan Bahan Komposit ... 6

2.1.3. Kelapa Sawit ... 7

2.1.4. Polyurethan ... 8

2.2. Mekanika Kekuatan Material. ... 10

2.2.1. Nilai Material Properties ... 10

2.2.2. Modulus Elastisitas ... 13

2.2.3. Massa Jenis ... 15

2.3. Bunyi ... 15

2.3.1. Sifat – Sifat Bunyi... 17

2.3.1.1. Frekuensi ... 17

2.3.1.2. Kecepatan Perambatan ... 18

2.3.1.3. Panjang Gelombang ... 19

2.3.1.4. Intensitas Bunyi ... 19

2.3.1.5. Kecepatan Partikel ... 20


(12)

2.3.3. Tingkatan Intensitas Bunyi ... 21

2.3.4. Daya Bunyi dan Tingkatan Daya Bunyi ... 22

2.3.5. Hubungan Antara Tingkat Daya, Tingkat Intensitas dan Tingkat Tekanan Bunyi ... 23

2.3.6. Propagasi Bunyi ... 24

2.3.6.1. Solid Borne ... 24

2.3.6.2. Air Borne ... 25

2.4. Penyerapan dan Pemantulan Akustik ... 26

2.5. Metode Elemen Hingga ... 29

2.5.1. Metode Elemen Hingga Akustik ... 29

2.5.2. MSC Nastran for WINDOWS ... 31

BAB III METODOLOGI PENELTIAN ... 33

3.1. Metodologi Penelitian ... 33

3.2. Pembuatan Model Fisik dan Pengujian Tarik ... 33

3.2.1. Peralatan dan Bahan Specimen... 33

3.2.2. Pembuatan Specimen ... 34

3.3. Analisa Dengan Perangkat Lunak ... 41

3.3.1. Flow Chart ... 42

3.3.2. Prosedur Permodelan ... 45

3.3.3. Pemodelan Simulasi ... 45

3.3.3.1. Mendefinisikan Sifat Material ... 45

3.3.3.2. Mendefinisikan Sifat Elemen ... 46

3.3.3.3. Pembuatan Model ... 50

3.3.3.4. Membuat Fungsi Analisa Dinamik ... 57

3.3.3.5. Memberi Pembebanan ... 60

3.3.3.6. Menentukan Kondisi Batas ... 63

3.3.3.7. Analisa ... 65

BAB IV HASIL SIMULASI DAN ANALISA ... 67


(13)

4.2. Hasil Teoritik ... 130

4.3. Perbandinga Hasil Simulasi dan Nilai Teoritik ... 131

4.4. Hasil Diskusi Analisa Material Komposit Serat Kelapa Sawit Dengan Komposisi 1 Banding 4 ... 133

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 134

5.1. Kesimpulan ... 134

5.2. Saran ... 135

DAFTAR PUSTAKA ... 136 LAMPIRAN


(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Batang kelapa sawit yang belum dimanfaatkan... 2

Gambar 1.2 Kerangka konsep penelitian ... 4

Gambar 2.1 Ikatan Uretan dan rekasi pembentukan Polyuretan ... 9

Gambar 2.2 Standart Uji ASTM D 638 02 ... 11

Gambar 2.3 Alat uji tarik ... 11

Gambar 2.4 Radiasi bunyi dari bel... 16

Gambar 2.5 Amplitudo dari bel ... 16

Gambar 2.6 Spektrum bunyi ... 26

Gambar 2.7 Tabung Impedansi ... 28

Gambar 2.8 Distribusi Tegangan pada lempengan ... 30

Gambar 2.9 Penyelesaian dengan FEM ... 30

Gambar 2.10 Program Nastran ... 32

Gambar 3.1 Kelapa sawit ... 35

Gambar 3.2 Pemotongan serat inti sawit ... 36

Gambar 3.3.a Penimbangan serat ... 36

Gambar 3.3.b Pengukuran Polyol dan Isosianat ... 36

Gambar 3.4.a Polyurethane ... 37

Gambar 3.4.b Campuran Polyurethane dengan sawit ... 37

Gambar 3.5 Memasukkan campuran kedalam cetakan ... 37

Gambar 3.6 Pengeringan specimen ... 37

Gambar 3.7.a Pelepasan specimen dari cetakan ... 38

Gambar 3.7.b specimen ditimbang ... 38

Gambar 3.8 Meletakkan specimen pada ragum mesin uji ... 39

Gambar 3.9 Specimen uji putus ... 39

Gambar 3.10 Skema tabung Impedansi ... 41

Gambar 3.11 Diagram alir Permodelan ... 43

Gambar 3.12 Memasukkan nilai properties bahan ... 46

Gambar 3.13.a Kotak dialog Define Property-Plot Only Element Type ... 47

Gambar 3.13.b Kotak dialog Elem/Property Type ... 47

Gambar 3.13.c Kotak dialog Define Property-Plot Only Element Type ... 48

Gambar 3.13.d Kotak dialog Elem/Property Type ... 48

Gambar 3.13.e Kotak dialog Define Property-Plot Only Element Type ... 49

Gambar 3.13.f Kotak dialog Elem/Property Type ... 49

Gambar 3.14.a Menentukan titik awal ... 50

Gambar 3.14.b Menentukan titik radius ... 50

Gambar 3.15.a Menentukan kurva ... 51

Gambar 3.15.b Menentukan elemen ... 51

Gambar 3.16.a menentukan kurva mesh ... 52

Gambar 3.16.b Membuat Kurva Menjadi elemen ... 52

Gambar 3.17.a Revolve ... 53

Gambar 3.17.b Memilih property material... 53

Gambar 3.17.c Menentukan titik putaran ... 54

Gambar 3.18.a Menentukan besar putaran ... 54

Gambar 3.18.b Model 2 dimensi ... 54

Gambar 3.19.a Extrude ... 55


(15)

Gambar 3.19.c Menentukan Letak titik ... 56

Gambar 3.19.d Model 3 dimensi ... 57

Gambar 3.20 Kotak dialog function ... 58

Gambar 3.21.a Fungsi Frek 250 datang ... 59

Gambar 3.21.b Fungsi frek 250 tran ... 59

Gambar 3.21.c Fungsi frek 250 pantul ... 60

Gambar 3.22 Kotak dialog Crate or Active Load Set ... 61

Gambar 3.23.a Menentukan elemen yang diberi beban ... 61

Gambar 3.23.b Memasukkan nilai tekanan ... 62

Gambar 3.23.c Menentukan permukaan yang diberi beban ... 62

Gambar 3.23.d Model diberi beban ... 62

Gambar 3.24 Kotak dialog menentukan analisa dinamik... 63

Gambar 3.25 Menetapkan nama kondisi batas ... 64

Gambar 3.26.a Pemilihan tempat constrain... 64

Gambar 3.26.b Membuat kondisi batas ... 64

Gambar 3.26.c Model yang diberi kondisi batas ... 65

Gambar 3.27 Memilih analisa ... 66

Gambar 3.28 Menjalankan analisa ... 66

Gambar 4.1 Distribusi tekanan pada material 1 : 1 Frekuensi 250 ... 70

Gambar 4.2 Distribusi tekanan pada material 1 : 2 Frekuensi 250 ... 72

Gambar 4.3 Distribusi tekanan pada material 1 : 3 Frekuensi 250 ... 73

Gambar 4.4 Distribusi tekanan pada material 1 : 1 Frekuensi 500 ... 75

Gambar 4.5 Distribusi tekanan pada material 1 : 2 Frekuensi 500 ... 76

Gambar 4.6 Distribusi tekanan pada material 1 : 3 Frekuensi 500 ... 78

Gambar 4.7 Distribusi tekanan pada material 1 : 1 Frekuensi 750 ... 79

Gambar 4.8 Distribusi tekanan pada material 1 : 2 Frekuensi 750 ... 81

Gambar 4.9 Distribusi tekanan pada material 1 : 3 Frekuensi 750 ... 82

Gambar 4.10 Distribusi tekanan pada material 1 : 1 Frekuensi 1000 ... 84

Gambar 4.11 Distribusi tekanan pada material 1 : 2 Frekuensi 1000 ... 85

Gambar 4.12 Distribusi tekanan pada material 1 : 3 Frekuensi 1000 ... 87

Gambar 4.13 Distribusi tekanan pada material 1 : 1 Frekuensi 1500 ... 88

Gambar 4.14 Distribusi tekanan pada material 1 : 2 Frekuensi 1500 ... 90

Gambar 4.15 Distribusi tekanan pada material 1 : 3 Frekuensi 1500 ... 91

Gambar 4.16 Distribusi tekanan pada material 1 : 1 Frekuensi 2000 ... 93

Gambar 4.17 Distribusi tekanan pada material 1 : 2 Frekuensi 2000 ... 94

Gambar 4.18 Distribusi tekanan pada material 1 : 3 Frekuensi 2000 ... 96

Gambar 4.19 Grafik distribusi tekanan pada material 1 : 1 Frekuensi 250 ... 98

Gambar 4.20 Grafik distribusi tekanan pada material 1 : 2 Frekuensi 250 ... 99

Gambar 4.21 Grafik distribusi tekanan pada material 1 : 3 Frekuensi 250 ... 101

Gambar 4.22 Grafik distribusi tekanan pada material 1 : 1 Frekuensi 500 ... 102

Gambar 4.23 Grafik distribusi tekanan pada material 1 : 2 Frekuensi 500 ... 104

Gambar 4.24 Grafik distribusi tekanan pada material 1 : 3 Frekuensi 500 ... 105

Gambar 4.25 Grafik distribusi tekanan pada material 1 : 1 Frekuensi 750 ... 107

Gambar 4.26 Grafik distribusi tekanan pada material 1 : 2 Frekuensi 750 ... 108

Gambar 4.27 Grafik distribusi tekanan pada material 1 : 3 Frekuensi 750 ... 110

Gambar 4.28 Grafik distribusi tekanan pada material 1 : 1 Frekuensi 1000 .... 111

Gambar 4.29 Grafik distribusi tekanan pada material 1 : 2 Frekuensi 1000 .... 113


(16)

Gambar 4.31 Grafik distribusi tekanan pada material 1 : 1 Frekuensi 1500 .... 116 Gambar 4.32 Grafik distribusi tekanan pada material 1 : 2 Frekuensi 1500 .... 117 Gambar 4.33 Grafik distribusi tekanan pada material 1 : 3 Frekuensi 1500 .... 119 Gambar 4.34 Grafik distribusi tekanan pada material 1 : 1 Frekuensi 2000 .... 120 Gambar 4.35 Grafik distribusi tekanan pada material 1 : 2 Frekuensi 2000 .... 122 Gambar 4.36 Grafik distribusi tekanan pada material 1 : 3 Frekuensi 2000 .... 123 Gambar 4.37 Grafik koefisien absorbsi tiap material ... 127 Gambar 4.40 Grafik tingkat kehilangan bunyi tiap material ... 130


(17)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Jarak frekuensi ... 17

Tabel 2.2 Analogi structural dan Akustikal... 28

Tabel 3.1 Bahan specimen... 34

Tabel 3.2 Peralatan specimen ... 34

Tabel 3.3 Karekteristik kelapa sawit ... 35

Tabel 3.4 Properties material komposit ... 41

Tabel 4.1 Spektrum tekanan bunyi pada material 1 : 1 ... 65

Tabel 4.2 Spektrum tekanan bunyi pada material 1 : 2 ... 66

Tabel 4.3 Spektrum tekanan bunyi pada material 1 : 3 ... 67

Tabel 4.4 Tekanan bunyi rata – rata pada tiap frekuensi material 1 : 1 ... 122

Tabel 4.5 Tekanan bunyi rata – rata pada tiap frekuensi material 1 : 2 ... 122

Tabel 4.6 Tekanan bunyi rata – rata pada tiap frekuensi material 1 : 3 ... 123

Tabel 4.7 Persen galat 1 : 1 ... 132

Tabel 4.8 Persen galat 1 : 2 ... 132


(18)

DAFTAR NOTASI

Simbol Arti Satuan

σ Tegangan Pa

P Beban yang diterima permukaan Kgf

A Luas penampang mm2

L Panjang awal specimen mm

L0 Panjang specimen setelah diuji mm

Ε Modulus elastisitas (Young’s Modulus) MPa

ρ Massa jenis bahan Kg/mm3

m Massa Kg

V Volume mm3

f Frekuensi Hz

t Waktu s

c Cepat rambat bunyi m/s

λ Panjang gelombang bunyi mm

I Intensitas bunyi W/m2

W Daya akustik Watt

Kecepatan partikel m/s

Tekanan bunyi Pa

Tekanan bunyi ditransmisikan Pa

Tekanan bunyi dipantulkan Pa

Amplitudo tekanan bunyi N/m2

Lp Tingkat tekanan bunyi (Sound Pressure Level (SPL)) dB

p (t) Tekanan bunyi Pa

pmax Akar tekanan bunyi Pa

Ws Total daya bunyi Watts

Is Maksimum intensitas udara pada jarak radius r r Jarak dari titik tengah akustik sumber bunyi ke permukaan

imajiner sphere m

k Konstanta


(19)

d Diameter dalam tabung cm

fh Frekuensi tertinggi pengukuran Hz

c’ Cepat rambat bunyi dalam tabung cm/s

r Jari – jari tabung cm

Nilai Tekanan rata – rata Pa

T Periode s

γ Rasio panas spesifik

Pa Tekanan atmosfir Pascal

Pref Tekanan bunyi referensi N/m2

Iref Intensitas referensi W/m2

Lw Tingkatan daya bunyi dB

Tr Waktu dengung s

x Jarak dari sumber gelombang m


(20)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Kebisingan merupakan salah satu masalah yang mengganggu aktivitas maupun kesehatan pada manusia. Salah satu cara untuk mencegah perambatan/radiasi kebisingan pada komponen/struktur mesin, ruangan/bangunan serta dalam konteks K3 kebisingan industri, ialah dengan penggunaan material akustik yang bersifat menyerap atau meredam bunyi sehingga bising yang terjadi dapat direduksi.

Saat ini dunia mendapatkan tantangan besar dalam mengolah limbah pohon kelapa sawit yang sudah tidak produktif. Indonesia, khususnya Sumatera Utara, memiliki banyak lahan perkebunan kelapa sawit. Laju perkembangan tanaman kelapa sawit di Indonesia, khususnya Sumatera Utara, telah mengalami kemajuan yang pesat dalam beberapa tahun ini. Dari data Statistik Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia 2009 disebutkan bahwa luas area perkebunan kelapa sawit untuk seluruh daerah di Indonesia mencapai 7.125.331 Juta Ha dan di Sumatera Utara mencapai 636.242 Ha dengan kerapatan 130 – 143 pohon per hektar.

Sebuah tanaman kelapa sawit memiliki umur ekonomis hingga 25 tahun, dan setelah itu pohon kelapa sawit tersebut biasanya akan ditebang kemudian dibiarkan melapuk atau dibakar. Padahal jika ini dibiarkan terus-menerus selain menimbulkan polusi udara, kegiatan pembakaran tersebut dapat merugikan para petani tanpa mengetahui keuntungan yang ada di dalam batang-batang kelapa sawit yang belum terungkap. Oleh karena itu perlu disadari dan dilakukan tindakan-tindakan yang bisa menjadikan batang pohon kelapa lebih berguna sehingga tidak menjadi limbah yang dapat mencemarkan lingkungan.

Secara umum, batang sawit merupakan bahan yang bersifat lembut dan berpori diyakini mampu menyerap energi suara yang melintasinya. Berdasarkan pemahaman ini, maka ada kemungkinan batang kelapa sawit dapat dijadikan material akustik yang bisa menyerap energi suara sehingga batang kelapa sawit ini dapat lebih berguna.


(21)

Gambar 1.1. Sekitar 2000 Batang Pohon kelapa sawit di Tanjung Merahe yang tidak produktif dan belum dimanfaatkan

Telah banyak riset yang berhubungan dengan material komposit, khususnya tentang karakteristik akustiknya. Contohnya pada skripsi Abdul Munir Hidayat Lubis yang berjudul Kajian Awal Karakteristik Akustik Inti Batang Kelapa Sawit Sebagai Material Teknik Akustik Alternatif Dengan Metode Simulasi, melaporkan bahwa inti batang kelapa sawit dapat digunakan untuk meredam kebisingan yang terjadi di perumahan dan industri kecil. Ada juga pada skripsi Aditia Yunanda yang berjudul Simulasi Karakteristik Serap Bunyi Bahan Komposit Polimer Melalui Pendekatan Pengujian Mekanika Kekuatan Material Dengan Menggunakan MSC Nastran v.4,5 yang melaporkan bahwa material komposit berupa campuran serbuk kelapa sawit dengan resin dapat digunakan di daerah industry dan perumahan. Oleh karena itu riset kali ini dilakukan sebagai kelanjutan dari riset-riset yang telah ada.

Namun material akustik yang terbuat dari batang kelapa sawit dengan resin poliurethan sebagai bahan peredam pada knalpot di bidang mesin belum pernah di uji dan penelitian dalam bidang material akustik yang terbuat dari limbah batang kelapa sawit sangat terbatas. Mengacu pada kajian awal karakteriktik akustik serat batang kelapa sawit dengan metode simulasi tahun 2004 menyatakan bahwa koefisien serap (absorbsi) bunyi dapat mencapai 51% hingga 77% pada frekuensi 125-500 Hz. dan tendensinya menunjukan bahwa semakin tinggi frekuensinya maka koefisien serap semakin kecil [9]. Sedangkan untuk material polimer blowing agent jenis poliurethan


(22)

tendensinya menunjukan bahwa semakin besar frekuensi bunyi yang dipancarkan semakin besar pula koefisien serap (absorbsi) yang dimilikinya.

1.2 TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Mengetahui nilai propertis material serat kelapa sawit untuk keperluan sebagai material akustik melalui tes uji tarik dan perhitungan.

2. Mendapatkan nilai koefisien serap bunyi dari material akustik uji melalui simulasi.

3. Mendapatkan nilai tingkat kehilangan bunyi dari material akustik uji simulasi.

Manfaat penelitian ini adalah :

1. Menjadikan material ini sebagai salah satu pertimbangan dalam menanggulangi kebisingan.

2. Mengeliminir terjadinya pemanasan global yang merupakan salah satu masalah dunia yang diakibatkan dari pembakaran limbah batang kelapa sawit.

1.3 BATASAN MASALAH

Dalam penelitian ini, penulis membataskan masalah yang dihadapi mulai dari membuat specimen uji dengan perbandingan material serat sawit dengan polyurethan adalah 1:1, 1:2 dan 1:3 dengan ketebalan 50 mm, kemudian mendapatkan nilai elastisitas material dan nilai massa jenis, kemudian membuat model uji yang berbentuk silinder dengan menggunakan MSC / NASTRAN for Windows Versi 4.5 hingga mensimulasikan material tersebut dengan pengujian bunyi pada frekuensi tertentu untuk mendapatkan nilai koefisien serap bunyi dari material tersebut. Kerangka konsep dari penelitian ini dapat dilihat pada gambar 1.2.


(23)

Gambar 1.2 Kerangka konsep penelitian

Permasalahan yang terjadi meliputi penetapan sifat material, penetapan energi suara yang datang, penetapan fungsi energi suara, analisa hasil simulasi serta pengolahannya.

1.4 METODOLOGI

Pada penelitian ini peneliti mencoba mendapatkan harga koefisien serapan bunyi dari material dengan analisa metode elemen hingga dengan memodelkannya seseuai dengan tabung impedansi/resonator. Analisa ini diselesaikan dengan bantuan perangkat lunak MSC / NASTRAN for Windows Versi 4.5.

Tahap – tahap yang dilakukan dalam penelitian ini hingga selesai adalah : 1. Membuat model fisik dari campuran batang kelapa sawit yang telah

dihaluskan dengan bahan kimia poliurethan.

2. Menguji material yang telah jadi dengan pengujian tarik untuk mendapatkan nilai elastilitas bahan yang akan menjadi nilai properties bahan.

3. Memodelkan material ke perangkat lunak MSC / NASTRAN for Windows Versi 4.5 sesuai dengan material fisik.

4. Mengetahui dan menetapkan pembebanan, dalam hal ini adalah beban gelombang tekanan suara (sound pressure) yang diberikan membujur batang.

5. Membuat suatu persamaan gelombang untuk mengetahui harga-harga maksimum dengan pendekatan dinamis dan hubungannya octave band


(24)

analysis dengan frekuensi 250 Hz, 500 Hz, 750 Hz, 1000 Hz, 1500 Hz dan 2000 Hz.

6. Menganalisa model dengan MSC / NASTRAN for Windows Versi 4.5. Perangkat lunak ini dapat menghasilkan propagasi tegangan suara dengan pendekatan dinamis dimana harga yang dipilih merupakan harga maksimum.

1.5 SISTEMATIKA PENULISAN

Tugas skripsi ini meliputi 5 bab. Bab I memuat latar belakang permasalahan, tujuan dan manfaat penelitian, batasan masalah, metodologi, dan sistematika penulisan. Pada Bab 2 berisikan tinjauan pustaka dari material properties suatu bahan, memberikan pengertian tentang material komposit, terutama material akustik, selanjutnya pada bab ini juga membahas tentang metode elemen hingga dengan menggunakan perangkat lunak MSC / NASTRAN for Windows Versi 4.5. Bab 3 pada skripsi ini berisikan tentang metodologi penelitian mulai dari pemilihan bahan untuk dijadikan material akustik, kemudian membuat model fisik dari specimen serta menguji material untuk mendapatkan nilai modulus elastisitas, serta nilai massa jenis benda nantinya akan dipergunakan untuk menjalankan analisa pada perangkat lunak MSC / NASTRAN for Windows Versi 4.5. Di dalam Bab 4 ini, penulis memberikan hasil simulasi ataupun analisa dari percobaan dengan menggunakan perangkat lunak MSC / NASTRAN for Windows Versi 4.5, serta grafik-grafik hasil dari percobaan. Selanjutnya kesimpulan dan saran terdapat di dalam Bab terakhir, yaitu Bab 5.


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. MATERIAL KOMPOSIT

Material komposit adalah penggabungan atau pencampuran bahan yang sekurang-kurangnya teridiri dari dua bahan material yang berbeda phasa dan sifat mikroskopisnya dengan menggunakan aturan tertentu [3, hal 129]. Contoh material komposit yang tradisional adalah batubara, yang merupakan campuran dari tanah liat yang dicampur dengan rumput dan konkrit yang merupakan campuran antara semen dengan pasir atau batu kerikil. Material komposit biasanya terdiri dari bahan penyusun dan bahan yang mengisolasi bahan lain.

2.2.1. Jenis – Jenis Material Komposit

1. Material komposit serat, yaitu komposit yang terdiri dari serat dan bahan dasar yang diproduksi secara fabrikasi, misalnya serat + resin sebagai bahan perekat, sebagai contoh adalah FRP (Fiber Reinforce Plastic) plastik diperkuat dengan serat dan banyak digunakan, yang sering disebut fiber glass.

2. Komposit lapis (laminated composite), yaitu komposit yang terdiri dari lapisan dan bahan penguat, contohnya polywood, laminated glass yang sering digunakan sebagai bahan bangunan dan kelengkapannya.

3. Komposit partikel (particulate composite), yaitu komposit yang terdiri dari partikel dan bahan penguat seperti butiran (batu dan pasir) yang diperkuat dengan semen yang sering kita jumpai sebagai betin.

2.2.2. Kelebihan Bahan Komposit

Bahan komposit mempunyai sifat-sifat mekanik dan fisika yang banyak, diantaranya:

1. Gabungan bahan dasar dan penguat dapat menghasilkan komposit yang mempunyai kekuatan yang lebih tinggi dari bahan dasarnya.

2. Bahan komposit mempunyai berat yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan bahan konvesional. Ini memberikan informasi yang penting dalam penggunaannya karena komposit akan mempunyai kekuatan dan kekuatan spesifik yang lebih tinggi dari bahan konvesional, pengurangan berat adalah


(26)

suatu aspek yang penting dalam industri pembuatan komposit seperti automobile dan pesawat terbang, karena berhubungan dengan penghematan bahan bakar.

3. Bahan komposit tahan terhadap kikisan.

4. Bahan komposit juga mempunyai kelebihan dari segi daya guna, yaitu produk yang mempunyai gabungan sifat-sifat yang menarik dan dapat dihasilkan dengan menggabungkan lebih dari satu serat dengan bahan dasar untuk menghasilkan komposit hybrid.

2.2.3. Kelapa Sawit

Kelapa Sawit yang mempunyai nama latin adalah (Elaeis) merupakan tanaman industri penting penghasil minyak makan, minyak industri, maupun bahan bakar (biodisel). Kepala sawit yang mempunyai umur ekonomis 25 tahun dan bisa mencapai tinggi 24 meter dapat hidup dengan baik di daerah tropis (15°LU – 15°LS). Tanaman ini tumbuh sempurna di ketinggian 0-500 m dari permukaan laut dengan kelembaban 80-90%. Sawit membutuhkan iklim dengan curah hujan yang stabil, 2000-2500 mm setahun, yaitu daerah yang tidak tergenang air saat hujan dan tidak kekeringan saat kemarau. Pola curah hujan tahunan mempengaruhi perilaku pembungaan dan produksi buah sawit[9].

Bagian yang paling populer untuk diolah dari kelapa sawit adalah buah. Bagian daging buah menghasilkan minyak kelapa sawit mentah yang diolah menjadi bahan baku minyak goreng dan berbagai jenis turunannya. Kelebihan minyak nabati dari sawit adalah harga yang murah, rendah kolesterol, dan memiliki kandungan karoten tinggi. Minyak sawit juga diolah menjadi bahan baku margarin.

Selain buahnya, ternyata batang kelapa sawit yang selama ini dianggap sebagai limbah bisa dijadikan salah satu bahan yang dapat berguna. Batang kelapa sawit yang mempunyai sifat lembut dan berpori diyakini dapat menyerap energi suara yang mengenainya. Dengan asumsi yang demikian maka dilakukanlah penelitian material komposit yang berbahan dasar serat batang komposit untuk membuktikan penyerapan energy suara yang terjadi.


(27)

2.2.4. Polyurethane

Polyurethane merupakan polymeric material yang mengandung urethane grup (-NH-CO-O-) hasil reaksi dari polyol dengan isocyanate. Poliuretan dapat berupa serat yang mudah lengket. Suatu contoh Poliuretan yang amat sangat berpengaruh adalah spandex. Poliuretan dihasilkan dari reaksi diisocyanates dengan di-alcohols. Terkadang di-alcohol digantikan dengan suatu diamin, sehingga polimer yang didapat nantinya disebut polyurea yang memiliki suatu ikatan urea. Akan tetapi, pada umumnya sering disebut Poliuretan juga (karena polyurea tidak begitu terkenal). Poliuretan dapat berikatan dengan baik dengan hidrogen sehingga dapat membentuk suatu kristal. Oleh karena itu, poliuretan sering digunakan untuk co-polymer blok buatan dengan sifat elastis yang lembut khas polimer.Co-Polymer blok ini memiliki sifat termo-plastik elastomers (Anonim1, 2007).

Komponen utama yang penting dari suatu Poliuretan adalah isocyanate yang molekulnya berisi dua isocyanate (diisocyanates). Molekul ini juga dikenal sebagai monomers atau monomer unit. Isocyanates dapat berbau harum, seperti

diphenylmethane diisocyanate (MDI) atau toluene diisocyanate (TDI); atau alifatik,

seperti hexamethylene diisocyanate (HDI) atau isophorone diisocyanate (IPDI). Komponen kedua yang juga tak kalah penting dari suatu poliuretan

polymer adalah polyol (Molekul yang berisi dua kelompok hidroksit atau diols,

memiliki 3 kelompok hidroksit atau triols). Dalam prakteknya, polyols dibedakan dari rantai yang pendek (low-molecular) seperti ethylene glycol, 1,4-butanediol (BDO), diethylene glycol (DEG), gliserin, dan trimethylol sejenis metan (TMP). Sampai saat ini Polyurethane telah banyak diaplikasikan untuk mengganti bahan-bahan seperti rubber, metal, wood dan plastic.

Gambar 2.1 Ikatan uretan dan reaksi pembentukan poliuretan

Poliuretan dibuat dengan mereaksikan molekul yang memiliki gugus isosianat dengan molekul yang memiliki gugus hidroksil. Dengan demikian, jenis dan ukuran setiap molekul pembentuk akan memberikan sumbangan terhadap sifat poliuretan


(28)

yang terbentuk. Hal inilah yang membuat poliuretan menjadi polimer yang sangat fleksibel baik dalam sifat mekanik maupun aplikasinya.

Saat ini, aplikasi poliuretan paling banyak (sekitar 70%) adalah sebagai bahan busa, kemudian diikuti dengan elastomer, baru kemudian sebagai lem dan pelapis. Pembuatan busa dari poliuretan dimungkinkan dengan menggunakan agen pengembang (blowing agent), yang akan menghasilkan gas pada saat terjadi reaksi sehingga poliuretan dapat membentuk busa. Jika poliuretan yang digunakan bersifat lunak, maka yang dihasilkan adalah busa lunak seperti pada kasur busa, alas kursi dan jok mobil. Ada juga jenis busa kaku (rigid foam), seperti pada insulasi dinding, insulasi lemari es, atau insulasi kedap suara. Busa poliuretan bersifat ulet dan tidak mudah putus. Dalam aplikasi sebagai insulasi dinding, poliuretan juga dapat dibuat menjadi tahan api dengan penambahan senyawa halogen.

Keunggulan polyurethane dibandingkan dengan bahan-bahan lainnya (rubber, metal, wood dan plastic)

1. Tingkat kekerasan suatu spare part sangat penting dalam penggunaan suatu mesin. Dengan menggunakan bahan Polyurethane kekerasan suatu spare part dapat diatur sedemikian rupa dari hardness 10 shore A sampai dengan 95 shore A. 2. Mempunyai tingkat abrasi yang tinggi yang mengakibatkan spare part yang

terbuat dari bahan Polyurethane tidak mudah aus.

3. Spare part yang terbuat dari bahan Polyurethane dapat flexible terhadap temperatur rendah (low temperature), bahan dapat dioperasikan sampai dengan dibawah 0o C.

4. Spare part yang terbuat dari bahan Polyurethane tidak mudah sobek, kekuatannya lebih baik dari bahan rubber.

Pemakaian poliuretan di Indonesia sebagai bahan pendukung industri masih sangat tergantung pada impor, walaupun beberapa industri sudah mulai mencoba memproduksi poliuretan di dalam negeri. Banyaknya pabrik kertas, furnitur, industri otomotif dan industri alas kaki di Indonesia membuat prospek usaha di bidang poliuretan di masa depan cukup menjanjikan, asalkan kita mau tekun mendalami teknik pembuatan dan pencetakannya.


(29)

2.2.MEKANIKA KEKUATAN BAHAN 2.2.1. Nilai material propertis

Nilai-nilai propertis dari material (mechanical properties) sangat diperlukan oleh suatu material agar kita dapat mengetahui dan menggunakan material tersebut dengan benar. Nilai-nilai propertis dari material yang dibutuhkan adalah :

1. Modulus elastisitas (modulus of elasticity atau Young’s Modulus) 2. Massa jenis

Untuk mendapatkan nilai elastisitas bahan perlu dilakukan pengujian secara langsung dengan cara melakukan uji tarik material.

Sesungguhnya banyak nilai-nilai propertis dari material yang bias didapat dari pengujian ini. Biasanya pengujian tekan dan tarik (the tension and compression test) ini digunakan untuk menentukan hubungan antara nilai rata tekanan dan nilai rata-rata dari tegangan pada banyak material teknik, seperti pada besi, keramik, polymer, dan komposit.

Untuk melakukan suatu uji tarik material yang akan diuji haruslah dalam bentuk dan ukuran yang telah standart uji dari setiap material. Untuk material komposit, ukuran dan bentuk dari specimen yang sesuai standart untuk dilakukan pengujian adalah ASTM D 638 02 yang diperlihatkan pada gambar 2.2 [6, hal 103].


(30)

Gambar 2.3 Alat Uji Tarik

Pada gambar 2.3 alat uji yang seperti ini biasanya digunakan untuk menarik specimen secara perlahan-lahan hingga mencapai titik patah material, alat seperti ini juga dirancang untuk membaca beban yang dibutuhkan untuk mendapatkan nilai rata-rata dari regangan.

Tegangan

Sebuah bahan yang menerima beban eksternal akan memberi reaksi yang berupa gaya dalam, yang besarnya sama tapi arahnya berlawanan. Besarnya gaya persatuan luas pada bahan tersebut disebut sebagai tegangan. Adapun gaya (beban) yang terjadi selama pemberian beban adalah:

1. Gaya aksial adalah gaya yang menyebabkan suatu material memanjang/memendek dengan arah aksial atau biasa disebbut dengan gaya normal. Dimana A adalah luas penampang yang menahan P. Intensitas gaya yang terbagi pada luasan seluas A disebut tegangan, (sigma)

Maka dapat ditentukan persamaan dari P adalah resultante gaya

internal di penampang A. P = satuan gaya (N) A = satuan luas (m2)

tegangan (N/m2)

1 N/m2 = 1 Pa

1 kN/m2 = 103 N/m2 = 103 Pa = 1 kPa 1 MPa = 106 Pa = 106 N/m2


(31)

1 GPa = 109 Pa = 109 N/m2 Beban aksial tegangan normal

Tegangan normal merupakan tegangan pada bidang yang tegak lurus dengan arah gaya. σ = P/A bukan tegangan di suatu titik pada penampang A, tetapi tegangan rata-rata semua titik pada penampang A. Pada umumnya tegangan di suatu titik tidak sama dengan tegangan rata-rata. Tetapi dalam prakteknya, tegangan ini dianggap seragam, kecuali pada titik beban, atau adanya konsentrasi tegangan .

Tegangan tarik adalah tegangan yang diakibatkan beban tarik atau beban yang arahnya tegak lurus meninggalkan luasan permukaan.

Tegangan tekan adalah tegangan yang diakibatkan beban tekan atau beban yang arahnya tegak lurus menuju luasan permukaan. Suatu benda yang statis, jika dipotong harus tetap statis terhadap resultan gaya = 0 ( )

Tegangan geser adalah tegangan yang diakibatkan oleh gaya yang arahnya sejajar dengan luasan permukaan (gaya tangensial). A adalah luas penampang yang menahan beban P. Tegangan yang terjadi pada luasan A disebut tegangan geser, τ (tau). Jika permukaan geser hanya satu, maka disebut geseran tunggal.

Nilai tegangan dapat dicari dengan rumus :

(2-1) dimana : P = Beban yang diterima pada luas penampan material (Kgf)

A0 = Luas penampang dari specimen (mm2)

Regangan

Jika suatu benda diberi beban, akan mengalami perubahan bentuk (deformasi) memanjang, memendek, membesar, mengecil dan sebagainya.

1. Regangan normal karena beban aksial material yang menerima pembebanan akan mengalami deformasi. Perbandingan antara deformasi dengan panjang mula-mula disebut sebagai regangan


(32)

L = satuan panjang ε = tanpa satuan atau dapat ditulis :

Dimana : ε = regangan

L = panjang mula-mula

L1 = panjang setelah dikenai beban Nilai regangan dapat dicari dengan rumus :

(2-2) dimana : δ = Nilai selisih antara (L – L0) (mm)

L = Panjang batas uji specimen setelah diuji (mm) L0 = Panjang batas uji specimen sebelum diuji (mm)

2.2.2. Modulus Elastisitas (Ε)

Pada tahun 1676 Robert Hooke menyatakan bahwa semakin besar nilai tegangan suatu benda maka akan semakin besar juga nilai tekanannya karena tegangan dan tekanan itu berbanding lurus, pernyataan Hooke itu sekarang dikenal dengan sebutan Hukum Hooke (Hooke’s Law) [2, hal 92]. Secara matematik, pernyataan Hooke tersebut dapat ditulis sebagai berikut:

(2-3) dimana : σ = Nilai tegangan (Pa)

Ε = Modulus elastisitas (Pa) = Nilai Regangan (mm/mm)

Pada umumnya elemen struktur (mesin) didesain agar deformasinya kecil, dan hanya bergerak pada daerah garis lurus pada diagram σ. Pada daerah ini, tegangan berbanding lurus dengan regangan σ = E.ε. Persamaan ini disebut : hukum Hook. (Robert Hook, 1635-1703). Koefisien E disebut modulus elastisitas disebut juga modulus Young (Thomas Young, 1773 – 1829). Karenaε tanpa satuan, maka satuan E sama dengan satuan σ. Kekuatan suatu material dipengaruhi oleh paduannya,


(33)

perlakuan panas, dan proses manufacturing, tetapi modulus elastisitas material selalu tetap.

Tegangan terbesar dimana hukum Hooke masih berlaku disebut batas proporsional bahan. Pada bahan yang luluhnya jelas, maka batas proporsional hampir berimpit dengan tegangan luluh. Pada beberapa bahan, penambahan bahan paduan, perlakuan panas dan proses pembuatan mengubah kekuatan, duktilitas, ketahanan korosi dan sebagainya.

Modulus elastisitas atau modulus young atau young’s modulus (E) menyatakan kekakuan (stiffness) bahan. Modulus elastisitas ditunjukkan oleh kemiringan garis pada kurva tegangan-regangan pada daerah elastic. Pada daerah elastic berlaku hukum hooke.

Kekakuan (stiffness) E menunjukkan mudah-tidaknya bahan berubah bentuk menunjukkan kekakuan (stiffness) bahan.

Deformasi batang karena beban aksial batang BC, panjang L dibebani beban terpusat P. Jika tegangan yang timbul σ tidak melebihi batas proporsional, maka berlaku hukum Hook σ= E . εatau ε= σ/E = P/AE. Mengingat bahwa ε =δ / L, atau δ =ε.L.

Fatigue (lelah) untuk material baja apabila diberikan tegangan dibawah ultimate strength (tegangan maksimal sebelum terjadifracture/patah), pada suatu siklus tertentu tegangannya akan konstan. Ketika tekanan itu dikurangi di bawah endurance limit (batas ketahanan), kegagalan-kegagalan kelelahan tidak terjadi untuk setiap bilangan siklus. Hal ini berbeda dengan almunium, tegangannya akan menuntun bersamaan dengan makin banyaknya siklus yang diberikan.

Untuk mendapatkan nilai modulus elastisitas digunakan rumus:

(2-4)

dimana: σpl = Nilai tegangan yang aman (Pa) = Nilai regangan yang aman (mm/mm)


(34)

Suatu material pastilah mempunyai nilai massa jenis, massa jenis suatu material didapat dengan cara mengukur langsung benda tersebut. Untuk menghitung massa jenis digunakan rumus:

(2-5) dimana: m = Massa material (gr)

V = Volume material (mm3)

2.3. BUNYI

Bunyi, secara psikologis, didefinisikan sebagai hasil dari variasi-variasi tekanan diudara yang berlaku pada permukaan gendang telinga kemudian telinga mengubah variasi tekanan ini menjadi sinyal-sinyal elektrik dan diterima otak sebagai bunyi. Bunyi juga dapat didefenisikan sebagai suatu gangguan fisik dalam media yang dapat dideteksi telinga manusia. Pengertian ini menetapkan kebutuhan akan adanya media yang memiliki tekanan dan elastisitas sebagai media pemindah gelombang bunyi, media ini dapat berupa gas, cairan, ataupun benda padat.

Pada udara, variasi-variasi tekanan ini berbentuk kompresi (compressions) dan regangan (rarefactions) yang periodic. Pada gambar 2.4, bel meradiasikan nada murni (pure tone) ke semua arah, sehingga menciptakan satu dataran gelombang melingkar. Getaran yang terjadi terus-menerus (continues) hingga berhenti pada bel menyebabkan deret kompresi dan regangan udara yang bergerak secara longitudinal dari sumber. Amplitudo gelombang dibawa serta oleh tekanan, yang mana semakin besar amplitudo maka semakin besar juga kompresi dan regangan yang terjadi.


(35)

Gambar 2.5 Amplitudo dari bel

Gambar 2.5 menjelaskan dua implus tunggal yang memiliki ketinggian (magnitude) atau amplitude berbeda menjauh dari sumber bunyi. Perubahan tekanan yang membawa informasi bunyi ini bergerak pada arah yang sama dengan muka gelombang, yaitu secara longitudinal, sehingga dapat dikatakan bunyi merupakan gerakan gelombang mekanis yang longitudinal.

2.3.1. Sifat – Sifat Bunyi

Bunyi mempunyai beberapa sifat, seperti frekuensi bunyi, kecepatan perambatan, panjang gelombang, intensitas, kecepatan partikel.

2.3.1.a. Frekuensi

Frekuensi adalah ukuran jumlah putaran ulang per peristiwa dalam selang waktu yang diberikan. Untuk memperhitungkan frekuensi, seseorang menetapkan jarak waktu, menghitung jumlah kejadian peristiwa, dan membagi hitungan ini dengan panjang jarak waktu. Fenomena ini dikemukan pertama kali oleh pakar fisika jerman Heinrich Rudolf Hertz [5].

Frekuensi bunyi dapat didefinisikan sebagai jumlah periode siklus kompresi dan regangan yang muncul dalam satu satuan waktu.


(36)

dimana : = Frekuensi (Hz) = Waktu (s)

Dalam tabel 2.1 berikut dapat dilihat perbedaan dari jarak frekuensi yang dapat ditransmisikan dan diterima oleh beberapa sumber dan penerima bunyi [6].

Tabel 2.1 Jarak Frekuensi yang ditransmisikan dan diterima oleh sumber dan penerima bunyi

Sumber Bunyi Jarak Frekuensi (Hz)

Manusia 85 – 5000

Anjing 450 – 1080

Kucing 780 – 1520

Piano 30 – 4100

Pitch Music Standart 440

Terompet 190 – 990

Drum 95 – 180

Kelelawar 10.000 – 120.000

Jangkrik 7.000 – 100.000

Burung Nuri 2.000 – 13.000

Burung Kakak Tua 7.000 – 120.000

Mesin Jet 5 – 50.000

Mobil 15 – 30.000

Penerima Bunyi Jarak Frekuendi (Hz)

Manusia 20 – 20.000

Anjing 15 – 50.000

Kucing 60 – 65.000

Kelelawar 1000.120.000

Jangkrik 100 – 15.000

Burung Nuri 250 – 21.000

Burung Kakak Tua 150 – 150.000


(37)

Bunyi bergerak pada kecepatan berbeda-beda pada tiap media yang dilaluinya. Pada media gas udara, cepat rambat bunyi tergantung pada kerapatan, suhu, dan tekanan.

(2-7)

atau dalam bentuk yang sederhana dapat ditulis :

(2-8)

dimana : c = Cepat rambat bunyi (m/s)

γ = Rasio panas spesifik (untuk udara = 1,41) Pa = Tekanan atmosfir (Pascal)

ρ = Kerapatan (Kg/m3 ) T = Suhu (K)

Pada media padat bergantung pada modulus elastisitas dan kerapatan, sedangkan pada media cair bergantung pada modulus bulk dan kerapatan.

(2-9)

dimana : E = Modulus Young (Pascal) ρ = Kerapatan (Kg/m3

)

2.3.1.c.Panjang Gelombang

Panjang suatu gelombang bunyi dapat didefinisikan sebagai jarak antara dua muka gelombang berdase sama. Hubungan antara panjang gelombang, frekuensi, dan cepat rambat bunyi dapat ditulis :

(2 – 10) dimana ; λ = Panjang gelombang bunyi

c = Cepat rambat bunyi (m/s) f = Frekuensi (Hz)

2.3.1.d. Intensitas Bunyi

Intensitas bunyi adalah aliran energy yang dibawa gelombang udara dalam suatu daerah per satuan luas. Intesitas bunyi pada tiap titik dari sumber dinyatakan dengan :


(38)

(2-11) dimana : I = Intensitas bunyi (W/m2)

W = Daya akustik (Watt) A = Luas area (m2)

Ambang batas pendengaran manusia, yaitu nilai minimum intensitas daya bunyi yang dapat dideteksi telinga manusia, adalah 10-6 W/cm2.

2.3.1.e.Kecepatan Partikel

Radiasi bunyi yang dihasilkan suatu sumber bunyi akan mengelilingi udara sekitarnya. Radiasi bunyi ini akan mendorong patikel udara yang dekat dengan permukaan luar sumber bunyi. Hal ini akan menyebabkan bergeraknya partikel-partikel di sekitar radiasi bunyi yang disebut dengan kecepatan partikel-partikel.

(2-12)

dimana : = Kecepatan partikel (m/s) p = Tekanan (Pa)

ρ = Massa jenis bahan (Kg/m3 )

c = Kecepatan rambat gelombang (m/detik)

untuk permasalahan solid borne dapat dianologikan menjadi persamaan

(2-13)

dengan asumsi :

1. Gelombang yang terjadi di solid adalah gelombang bidang 2. Persamaan diatas dapat diturunkan menjadi gerak di benda solid

3. Reaksi medium solid berupa tegangan, sedangkan pada udara berupa tekanan

2.3.2. Tekanan Bunyi dan Tingkatan Tekanan Bunyi

Tekanan bunyi adalah variasi tekanan diatas dan dibawah tekanan atmosfer dalam satuan pascal. Variasi tekanan ini sifatnya periodic, satu variasi tekanan komplit disebut juga sebagai satu siklus (frekuensi). Secara umum persamaan gelombang tekanan bunyi datang dapat dituliskan sebagai :

(2-14) dan persamaan untukl gelombang ditransmisikan dan dipantulkan adalah :


(39)

(2-16) dimana : = Tekanan bunyi (N/m2 atau Pa)

= Tekanan bunyi ditransmisikan (N/m2 atau Pa) = Tekanan bunyi dipantulkan (N/m2 atau Pa) = Amplitudo tekanan bunyi (N/m2)

f = Frekuensi (Hz) t = Waktu (s)

k1,k2 = Bilangan gelombang pada media 1 dan media 2 = x = jarak dari sumber gelombang

Tingkat tekanan bunyi di definisikan dalam persamaan berikut :

dB (2 –17) dimana : Lp = Tingkat tekanan bunyi (Sound Pressure Level (SPL)) (dB)

pref = Tekanan bunyi referensi, 10-5 N/m2 untuk bunyi udara. p (t) = Tekanan bunyi (Pa)

2.3.3. Tingkatan Intensitas Bunyi

Intensitas bunyi sangat penting diperhatikan untuk mengetahui radiasi total yang menuju udara oleh sumber bunyi dan untuk mengetahui tekanan bunyi.

Intensitas bunyi bergantung pada posisi dalam daerah persatuan luas dimana gelombangnya bergerak secara paralel. Intensitas bunyi akan bernilai maksimum jika arah gelombangnya tegak lurus dari sumber bunyi.

Hubungan intensitas bunyi, tekanan bunyi, kecepatan bunyi dan kerapatan udara adalah sebagai berikut:

(2-18)

dimana : pmax = Akar tekanan bunyi (Pa) ρ = Kerapatan udara (Kg/m3

) c = Kecepatan bunyi di udara (m/s)

Tingkatan Intensitas bunyi didefinisikan dalam rumus berikut :


(40)

dimana : I = Intensitas bunyi (W/m2)

Iref = Intensitas referensi (10-12 W/m2)

2.3.4. Daya Bunyi dan Tingkatan Daya Bunyi

Daya bunyi adalah radiasi sumber bunyi yang menuju ke sekitar udara, dalam satuan Watts. Hubungan daya bunyi dengan intensitas bunyi ditulis dalam persamaan :

(2-20) dimana : Ws = Total daya bunyi (Watts)

Is = Maksimum intensitas udara pada jarak radius (r)

r = Jarak dari titik tengah akustik sumber bunyi ke permukaan imajiner sphere (m)

Tingkatan daya bunyi didefinisikan dalam persamaan :

(2-21)

dimana : Lw = Tingkatan daya bunyi (dB) W = Daya bunyi (Watts)

W0 = Daya bunyi referensi (10-12 Watts)

2.3.5. Hubungan Antara Tingkat Daya, Tingkat Intensitas dan Tingkat Tekanan Bunyi

Intensitas pada suatu ketika berhubungan dengan tekanan bunyi pada titik dalam daerah bebas seperti pada persamaan 220. Dengan mengkombinasikan persamaan 2 -19, 2 -20 dan 2 -21, maka diperoleh tingkat intensitas bunyi sebagai berikut:

(2-22) dimana : K = Konstanta = Iref ρc/p2ref= ρc/400

Dengan cara yang sama terhadap tingkat tekanan bunyi, maka

(2-23)

Pada kondisi dimana intensitas adalah seragam dalam sebuah daerah S, daya bunyi dan intensitas berhubungan pada persamaan :

W = I A (2-24)


(41)

=

(2-25)

dimana : A = Luas permukaan daerah A0 = 1 m2

2.3.6. Propagasi Bunyi

Gelombang bunyi berpropagasi dalam bentuk gelombang kompresi yang berjalan dengan kecepatan bunyi dalam medium sekitarnya. Gelombang longitudinal sebagai penghantar energy bunyi berpropagasi pada medium-medium yang memiliki tekanan dan elastisitas seperti plasma, gas, fluida dan solid. Gelombang bunyi menjalar diudara bergantung pada elastisitas dan kerapatan udara. Propagasi bunyi dari sumber bunyi dapat dikategorikan atas tiga bagian utama, yaitu:

1. Solid / Structure Borne

2. Air Borne

3. Fluid Borne

2.3.6.1. Solid Borne

Rambatan gelombang bunyi benda/material solid sangat tergantung dari dimensi dan material mediumnya. Pada material solid akan terjadi fenomena gelombang transversal yang sangat berpengaruh pada kecepatan rambat gelombangnya.

Kecepatan rambat gelombang pada media padat dinyatakan sebagai:

m/s (2-26)

dimana : E = Modulus Young (GPa) = Kerapatan (Kg/m3)

Kecepatan rambat gelombang longitudinal dibenda solid dipengaruhi dimensi model yang ditinjau dan menyebabkan tekanan atau tarikan dan pergeseran dalam bentuk tegangan sebagai reaksi material yang bersifat lateral. Hal ini dikarenakan jika media solid diberi beban akan menyebabkan gelombang longitudinal dan tranversal.


(42)

Telah diketahui bahwa rapatan longitudinal menyebabkan regangan yang besarnya dan disertasi pergeseran sudut sebesar dengan anggapan gelombang menjalar sepanjang sumbu x. harga K adalah perpindahan dalam arah y dan merupakan fungsi dari x dan y. Perbandingan antara kedua regangan ini disebut

Poisson’s ratio yang besarnya:

(2-27)

Harga Poisson’s ratio v, merupakan bentuk elastic Lame’s λ dan koefisien kekauan G untuk benda solid sebagai:

(2-28)

Harga λ dan G adalah positif sehingga nilai v selalu < ½ atau seringkali berada sekitar 1/3.

Pengaruh dari kekakuan tranversal G menyebabkan kekakuan material dan mengingkatkan konstanta elastic selama gelombang longitudinal beroperasi, kecepatan rambat gelombang dipengaruhi oleh kekuan transversal sehingga menjadi:

(m/s) (2-29)

2.3.6.2. Air Borne

Bunyi yang ditransmisikan lewat udara disebut bunyi udara (airborne sound). Percakapan manusia, bunyi music, dan bunyi – bunyian lainnya sampai pada telinga pendengar melalui media udara.

Dari sudut pandang penerima, bunyi struktur tidak dapat dibedakan dari bunyi di udara. Bunyi struktur yang ditransmisikan langsung lewat bangunan tertentu, seperti tembok, balok, panel, langit – langit gantung, plesteran berbulu, dan papan – papan bangunan dan akhirnya mencapai pendengar sebagai bunyi di udara.

2.4. PENYERAPAN DAN PEMANTULAN AKUSTIK

Bila suatu gelombang bunyi datang pada suatu permukaan batas yang memisahkan dua daerah dengan laju gelombang berbeda, maka kemungkinan yang akan terjadi adalah:


(43)

1. Bunyi dipantulkan semua 2. Bunyi dtransmisikan semua

3. Sebagian gelombang akan dipantulkan dan senbagian lagi akan ditransmisikan

Hal ini dapat dilihat pada gambar 2.6.

Gambar 2.6. Spekrtum bunyi

Misalkan dua media akustik dengan sifat impedansi dan , dimana dataran gelombang dari arah kiri merambat tegak terhadap antar muka. Jika lebih kecil dari , kemudian energy dari gelombang datang tidak dapat ditransmisikan melewati dataran antar muka, setiap energi yang tersisa akan menjadi gelombang pantul.

Pemantulan bunyi adalah fenomena dimana gelombang bunyi dibalikkan dari suatu permukaan yang memisahkan dua media. Pemantulan bunyi ini juga mengikuti kaidah pemantulan, dimana sudut datangnya bunyi (i°) selalu sama dengan sudut pantulan bunyi (r°). jumlah energi yang dipantulkan oleh suatu permukaan tergantung pada permukaan yang dikenainya. Dinding lantai, dan langit – langit datar dapat menjadi pemantul yang baik; sebaliknya bahan – bahan yang kurang tegar dan berpori seperti kain, tirai dan taplak perabotan akan banyak menyerap bunyi.

Proses pemindahan daya bunyi dari suatu ruang tertentu, dalam mengurangi tingkat tekanan bunyi dalam volume tertentu, dikenal sebagai penyerapan bunyi [7, hal 146]. Proses ini berkaitan dengan penurunan jumlah energi bunyi dari udara yang


(44)

menjalar hingga ia mengenai suatu media berpori atau fleksibel. Bagian energy terserap ketika gelombang bunyi dipantulkan darinya disebut dengan koefisien serapan bunyi dari material. Harga koefisien ini bergantung dari sifat material, frekuensi bunyi, dan sudut gelombang bunyi ketika mengenai permukaan material tersebut. Secara matematis dapat ditulis:

(2-30)

(2-31)

yang mana: (2-32)

Dalam pemilihan material yang akan digunakan dalam aplikasi pengendalian kebisingan digunakan koefisien reduksi bising (Noise Reduction Coeficient/NRC). Koefisien reduksi bising (NRC) dari suatu material adalah angka tunggal yang merupakan rata – rata koefisien serap suatu material pada frekuensi 250, 500, 750, 1000, dan 2000 Hz.

Dalam mengukur koefisien serapan material ada tiga metode standart yang sering atau dapat digunakan, antara lain:

1. Metode tabung impedansi (resonator)

Dengan metode ini, koefisien serapan ditentukan langsung dari amplitude tekanan dalam pola gelombang tegak yang disusun. Tabung dapat dilihat pada gambar 2.11.

Gambar 2.7 Tabung Impedansi


(45)

cm (2-33) dimana : d = Diameter dalam tabung (cm)

fh = Frekuensi tertinggi pengukuran (Hz)

cepat rambat bunyi dalam tabung ditentukan dengan persamaan:

(2-34) dimana : c’ = Cepat rambat bunyi dalam tabung (cm/s)

c = Cepat rambat bunyi diudara bebas (cm/s) r = Jari – jari tabung (cm)

f = Frekuensi 2. Metode ruang dengung

Dengan metode ini, pengukuran dibuat dengan memberikan sumber bunyi pada suatu ruangan hingga dataran bunyi mencapai tingkat uniform melalui suatu materi dalam sekitar satu detik. Sumber kemudian dimatikan dengan cepat dan tingkat tekanan bunyi yang ada diruangan diukur. Hal ini dapat dilakukan dengan membaca

slope pada kurva alat ukur.

3. Metode steady state

Metode ini terdiri dari pengukuran tingkat tekanan bunyi dalam ruangan dalam keadaan steady, kemudian suatu daya bunyi diberikan pada ruangan tersebut. Sumber diletakkan tidak terlalu jauh dan tidak terlalu dekat pada permukaan yang akan diukur.

Sound level meter dilengkapi dengan satu atau 1/3 octave bandwith filter. 2.4.1. Flowchart

Untuk memudahkan permodelan dari pembuatan specimen sampai memasuki program maka dibuat flowchart yang diperlihatkan pada gambar dibawah ini :


(46)

Gambar 2.8 Flowchart Pengolahan Data 2.5. METODE ELEMEN HINGGA

2.5.1. Metode Elemen Hingga Akustik

Konsep dasar yang melandasi metode elemen hingga yaitu prinsip diskritisasi, yaitu menampilkan benda asli sebagai rakitan dari susunan pembagian elemen. Aplikasinya adalah pembagian benda asli menjadi sejumlah elemen yang optimum dan menggunakannya sebagai basis untuk perhitungan.

Ide umum metode ini berawal dari ketertarikan pada insyinyur dengan evaluasi mengenai akibat-akibat seperti perubahan bentuk (deformasi), tegangan, temperatur, tekanan, dan kecepatan fluida yang disebabkan oleh gaya seperti beban atau tekanan fluks fluida dan termal.


(47)

Untuk memberikan gambaran prinsip metode ini, kita dapat mengumpamakan sebuah objek berbentuk lempengan yang ditarik seperti pada gambar 2.12.a Permasalahan perencangannya adalah menentukan tegangan maksimum. Bila dilihat sepintas, dapatlah ditentukan bahwa tegangan maksimum terjadi pada titik dimana tegangan diberikan. Distribusi tegangannya dapat dilihat pada gambar 2.12.b

Gambar 2.9 Distribusi Tegangan pada lempengan yang ditarik

Kesulitan dalam mengatasi permasalahan ini adalah menentukan besarnya tegangan dengan tepat. Untuk menjawabnya adalah dengan membagi lempengan itu menjadi elemen-elemen seperti terlihat pada gambar 2.13.a.

Gambar 2.10. Penyelesaian dengan metode elemen hingga

Dengan mengasumsikan bentuk distribusi tegangan didalam elemen melalui bentuk polynomial yang sesuai. Distribusi tegangan muncul dalam tingkatan yang


(48)

berbeda untuk elemen yang berbeda seperti terlihat pada gambar 2.13.b. Hal ini menunjukkan dengan jelas bahwa dengan meningkatkan jumlah elemen akan didapat hasil yang mendekati sempurna. Semakin kecil ukuran elemen, semakin kecil kesalahannya, pemecahan yang diperoleh semakin dekat dengan pemecahan sesengguhnya.

Dalam penggunaanya untuk menganalisa persoalan-persoalan akustik, perlu dianalogikan beberapa parameter yang sering digunakan dalam menganalisa persoalan – persoalan struktur, seperti terlihat pada tabel 2.2.

Tabel 2.2 Analogi structural dan Akustikal

[Sumber : Noise and Vibration Control Engineering, hal 588.]

2.5.2. MSC / NASTRAN for WINDOWS

MSC / NASTRAN for WINDOWS adalah suatu sistem permodelan dan pemprosesan elemen hingga yang memungkinkan analisa keteknikan secara cepat dan tepat, yang menyediakan kapabilitas membangun analisa tegangan, suhu, dan performa dinamis yang dibuat langsung (dimodelkan) pada komputer [7].

Perangkat lunak ini pada awalnya dikembangkan oleh NASA (National

Aeronautic and Space Administration). Dalam penggunaanya pada permodelan ini,

perangkat lunak MSC / NASTRAN yang digunakan adalah MSC / NASTRAN for

WINDOWS ver.4.5 dari MacNeal – Schwendler Corporation dengan bantuan

perangkat lunak FEMAP ver. 7.0. Gambar perintah – perintah utama pada program MSC / NASTRAN diperlihatkan pada gambar 2.14 dibawah ini.


(49)

Nastran memiliki format yang kaku yang menentukan respon struktur dinamis untuk eksitasi yang ditetapkan dalam hal riwayat waktu gaya, tetapi mereka tidak memperhatikan segenap kasus-kasus yang excitiation tersebut dituliskan dalam hal riwayat waktu gerak, misalnya percepatan. Metode disajikan di sini dengan paket DMAP ALTER dan / atau preprosesor menggunakan atau dengan menulis DUMMOD dalam format kaku baru. hanya kasus-kasus tertentu riwayat waktu gerak dapat ditangani dalam metode yang disajikan. Metode membatasi excitatins untuk accellerations dasar kaku. Ini menyiratkan bahwa semua percepatan masukan akan sinkron dan semua poin yang gembira memenuhi hubungan tubuh kaku. Metode yang dikembangkan untuk tanggapan untuk percepatan sinusoidal atau transient mantap untuk diselesaikan dengan baik integrasi langsung atau dengan metode modal. khusus, modifikasi disediakan untuk memberikan solusi melalui RF's 8, 9, 11 dan 12. Teknik ini akan menangani kebanyakan kasus gerakan pendukung seperti gerakan tanah untuk pondasi bangunan, gerak sampai dasar mesin, dan masukan shaker gerak sebuah artikel uji.

Sebuah proyek kursus multi-fase baru-baru ini ditambahkan ke kurikulum untuk meningkatkan pengalaman belajar di lingkungan desain yang lebih terbuka. Proyek bertahap bertugas memerlukan strategi pemodelan semakin kompleks untuk memecahkan masalah yang sama dari sebuah balok statis tak tentu, yang solusi analitis dapat dengan mudah diperoleh. Proyek ini berhasil dibangun berdasarkan sebelumnya dipelajari dan dipraktekkan metode analisis sambil memberikan dasar untuk perbandingan terhadap mekanisme solusi bahan. Pendekatan tiga cabang dari latar belakang teoritis, tutorial instruksional dan proyek program multi-bertahap menyediakan kerangka kerja yang sukses untuk dasar yang kuat dalam metode elemen hingga.


(50)

(51)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. METODOLOGI PENELITIAN

Sesuai dengan namanya, metodologi penelitian yang berarti tata cara yang lebih terperinci mengenai tahap-tahap melakukan penelitian [8], maka pada Bab ini akan dipaparkan cara-cara mendapatkan nilai-nilai propertis yang dilakukan dengan permodelan fisik hingga dilakukannya pegujian tarik untuk mendapatkan nilai-nilai propertis yang selanjutnya dipergunakan untuk menganalisa dengan perangkat lunak MSC / NASTRAN for Windows Versi 4.5.

Pada Bab ini akan terbagi menjadi dua bagian utama, yaitu permodelan fisik serta pengujian tarik, dan analisa dengan perangkat lunak.

3.2. PEMBUATAN MODEL FISIK DAN PENGUJIAN TARIK

Pembuatan model fisik hingga dilakukan pengujian tarik diperlihatkan pada gambar 3.1

3.2.1 Peralatan dan Bahan Spesimen

Adapun bahan dan peralatan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 3.1 dan 3.2.

Tabel 3.1. Bahan yang digunakan dalam pembuatan specimen

NO BAHAN KETERANGAN

1 2

3

4 5

Batang Kelapa Sawit Blowing Agent (Polyurethane) Katalis

Kaca 5 mm Wax

Diambil pada bagian inti batang kelapa sawit Berfungsi sebagai bahan pecampur resin agar matrik polimer bergelembung

Berfungsi untuk mempercepat pengeringan polimer

Berfungsi untuk membuat cetakan spesimen Berfungsi untuk mempermudah pelepasan spesimen dari cetakan


(52)

Tabel 3.2. Peralatan yang di gunakan dalam pembuatan specimen

NO ALAT KETERANGAN

1 2 3

4

5

6 7 8

9

Gergaji Mistar Timbangan

Kuas

Amplas

Mangkok Sendok Gelas ukur

Pisau

Berfungsi untuk memotong batang kelapa sawit Berfungsi untuk mengukur dimensi alat

Berfungsi untuk mengukur berat serat batang kelapa sawit dan polimer.

Berfungsi untuk mengoleskan polimer pada perakitan lembaran komposit

Berfungsi untuk menghaluskan permukaan cetakan dan permukaan komposit serat batang kelapa sawit

Berfungsi sebagai adonan polimer Berfungsi sebagai pengaduk

Berfungsi sebagai mengukur campuran perbandingan polimer

Berfungsi untuk mengiris bagian-bagian serat batang sawit agar rata

3.2.2. Pembuatan Spesimen

Spesimen komposit ini dibuat dari serat batang sawit yang dicampur dengan polyurethane yang menggunakan Standar Metode Pengukuran ASTM C384. Dengan melihat tabel 3.3 kita dapat mengetahui tentang karakteristik sifat fisik dan mekanis dari batang kelapa sawit sehingga dapat memberi informasi tentang kelapa sawit yang akan kita jadikan specimen.

Tabel 3.3. Karakteristik sifat fisik dan mekanis batang kelapa sawit

Sumber: P. Guritno, B.Wirjosentono, 1997

Berikut adalah gambar batang kelapa sawit dan serat batang kelapa sawit yang akan dijadikan specimen

Bagian Kerapatan (g/cm3)

Jumlah serat per

cm2

Tegangan patah (kg/cm2)

Modulus elastisitas (kg/cm2)

Kulit 0,53 67 217 15685

Tengah 0,42 52 194 9473


(53)

Gambar 3.1. Penampang permukaan dan inti batang kelapa sawit

Adapun prosedur untuk pembuatan spesimen dari komposit ini adalah :

1. Batang kelapa sawit yang berumur diatas 25 tahun dipotong/gergaji dan diambil bagian tengahnya. Kemudiaan dibentuk batang balok dengan ukuran 12 x12 x 20 cm.

2. Lakukan pengeringan lebih kurang dua minggu untuk menghilangkan kadar airnya.

3. Lakukan pemotongan serat batang kelapa sawit hingga berukuran 5 mm.

Gambar 3.2. Pemotongan serat inti sawit menjadi ukuran 5 mm

4. Menimbang berat serat kelapa sawit yang telah dipotong dan menimbang berat dari poliurethan sehingga kita mendapatkan perbandingan berat antara serat batang sawit dengan polyurethane.


(54)

a. b.

Gambar 3.3 a. Penimbangan sawit b. Mengukur banyak nya polyol dan

isosianat dengan tabung ukur

5. Lapisi permukaan dalam dengan wax agar pada waktu specimen mengembang akan mudah untuk dibuka.

6. Mencampurkan polyol dengan isosianat sehingga menjadi campuran polyurethan kemudian campurkan polyurethan dengan batang sawit yang telah diiris. Kemudian aduk rata sebelum mengembang.

7.

a.b.

Gambar 3.4 a. Polyurethane b. Pencampuran polyurethane dengan sawit

8. Letakkan campuran kedalam cetakan kemudian tutup permukaan atas agar mengembangnya rata dan membentuk sesuai cetakan. Lakukan pencetakan dengan cara pengepresan pada permukaan material .


(55)

Gambar 3.5 Memasukkan campuran polierthan dengan sawit kedalam

cetakan

9. Setelah itu, specimen dibiarkan beberapa lama agar mengering.

Gambar 3.6 Pengeringan specimen.

10.Specimen dilepaskan dari cetakan dengan hati – hati agar specimen tidak patah atau retak dan kemudian specimen di timbang agar diketahui beratnya..


(56)

a. b.

Gambar 3.7 a. Melepaskan specimen dari cetakan. b. Specimen

ditimbang

Setelah material mengeras dan telah dingin langkah selanjutnya adalah melakukan pengujian tarik yang bertujuan untuk mendapatkan nilai-nilai propertis yang dibutuhkan dalam analisa dengan menggunakan perangkat lunak ANSYS 12.0.

Berikut adalah langkah-langkah pengujian tarik:

1. Meletakkan specimen pertama pada ragum mesin uji, seperti pada gambar 3.8.


(57)

Gambar 3.8 Meletakkan specimen pada ragum mesin uji

2. Melakukan pengujian pertama hingga specimen putus, seperti pada gambar 3.9.

Gambar 3.9 Spesimen uji putus

3. Mendapatkan nilai beban specimen pertama. Untuk mendapatkan nilai beban pada specimen kedua dilakukan pengulangan dari langkah satu hingga dua.


(58)

4. Dari ketiga nilai beban yang didapat maka dipilihlah salah satu yang menjadi nilai tetap. Dari persamaan 2.4, maka didapat harga modulus elastisitas sebesar:

Kgf/mm2 0,0473 MPa

Kgf/mm2 0,024 MPa

Kgf/mm2 0,042 MPa

= 0,11 mm/mm

= 0,07 mm/mm

= 0,078 mm/mm

Untuk mendapatkan nilai massa jenis, dilakukan penimbangan material dan pengukuran volume material, dan dengan rumus 2.7, maka nilai massa jenisnya adalah:

= 0,000230 gr/mm3 230 Kg/m3


(59)

107 Kg/m3

= 0,000087 gr/mm3 87 Kg/m3

Dengan menggunakan rumus di atas, didapatlah data sebagai berikut : Tabel 3.4. Properties material komposit.

Material

1 : 1 0,0473 0,11 230 0,43

1 : 2 0,024 0,07 107 0,34

1 : 3 0,042 0,078 87 0,54

3.3. ANALISA DENGAN PERANGKAT LUNAK

Untuk mendapatkan nilai koefisien serap bunyi dari material, cara yang akan dilakukan adalah dengan metode tabung impedansi, yang mana set up pengujian diperlihatkan pada gambar 3.11. Dengan menggunakan persamaan 2.33, maka diameter dalam dari tabung dapat ditentukan sebesar:

= = 5 cm

Gambar 3.10. Skema tabung impedansi

Kecepatan rambat bunyi dalam tabung dapat dihitung berdasarkan persamaan 2 – 36 dengan mengasumsikan bunyi diudara berada pada suhu 27°C, dimana harga kecepatan rambat bunyi adalah sebesar 347 m/s [6, hal327], sehingga cepat rambat bunyi pada tabung adalah:


(60)

= 213,75 m/s = 238,31 m/s

= 253 m/s = 270,15 m/s = 281 m/s

Dalam menganalisa sifat akustik ini sendiri, dipakai beberapa asumsi dan pendekatan. Beberapa asumsi dan pendekatan yang dilakukan antara lain dalam hal pendefinisian sifat elemen (element property), serta pembebanan pada model.

3.3.1. Flow Chart

Untuk memudahkan permodelan serta mencari kesalahan dalam eksekusi, maka dibuatlah flow chart dari permodelan untuk dilakukannya simulasi. Permodelan ini dimulai dari mendefinisikan sifat material, menentukan nilai properties membuat model 2 dimensi yang dijadikan 3 dimensi, setelah itu membuat fungsi analisa dinamik, kemudian memberikan beban, menentukan interval, menentukan kondisi batas, lalu menganalisa model dengan simulasi.


(61)

(62)

Menentukan Kondisi

batas

Berhasil

Cetak Menganalisa

Model

Selesai Menentukan

Interval

Tidak

A B


(63)

3.3.2. Prosedur Permodelan

Dalam menganalisa sifat akustik dari material komposit dari serbuk batang kelapa sawit ini digunakan perangkat lunak MSC / NASTRAN for Windows Versi 4.5. Perangkat ini berbasiskan pada GUI (Graphical User Interface) dan metode elemen hingga (FEM/Finite Element Method) yang dapat memungkinkan analisa keteknikan secara cepat dan tepat.

Dalam tugas skripsi ini, material komposit dari serbuk batang kelapa sawit dianalisa menggunakan pendekatan dinamis yang mana penampang uji membujur batang. Pendekatan denamis yang dilakukan adalah dengan menggunakan beban merata berupa tekanan bunyi. Constraint ditempakan pada bagian lain dari penampang uji. Hal ini dilakukan dengan asumsi material komposit dari serbuk batang kelapa sawit bersifat kontinu, homogeny, dan isotropic dan disesuaikan dengan penempatan benda uji pada tabung impedansi.

MSC/NASTRAN menggunakan beberapa langkah dalam membuat model elemen hingga, yaitu: menentukan material dan propertis elemen, membuat atau mengimpor geometri, membuat jaring (mesh) geometri ke dalam node dan elemen, mengaplikasikan beban, membuat kondisi batas, dan menganalisa model.

3.3.3. Pemodelan Simulasi

Langkah – langkah pemodelan simulasi mulai dari pembuatan model fisik simulasi, memberikan tekanan yang mengasumsikan frekuensi, kemudian memberikan kondisi batas dijelaskan sebagai berikut :

3.3.3.a.Mendefinisikan Sifat Material

Untuk mengimputkan nilai – nilai propertis bahan pada FEMAP, langkah yang harus dilakukan adalah dari menu utama FEMAP pilih perintah

Model-Material …. Perintah ini akan menampilkan kotak Define Isotropic Model-Material yang

diperlihatkan pada gambar 3.15. Pada kotak inilah diisikan nilai modulus elastisitas dan massa jenis.


(64)

Gambar 3.12 Memasukkan nilai properties bahan

3.3.3.b.Medefinisikan Sifat Elemen

Untuk membuat model perlu dilakukan penentuan sifat-sifat elemen agar terbentuk model yang diinginkan. Langkah yang dilakukan adalah memilih perintah Model-Property… dari menu utama. Dengan perintah ini maka muncul kotak dialog Define Property-PLATE seperti pada gambar 3.16.a. untuk menentukan properti elemen dipilihlah Elem/Property Type pada kotak Define

Property-PLATE seperti yang diperlihatkan pada gambar 3.16.b.

Untuk mendapatkan geometri dan elemen berbentuk 3 dimensi maka diperlukan tiga jenis property. Property yang pertama adalah bertipe Line-Plot yang berfungsi untuk membuat elemen garis, property pertama ditunjukkan pada gambar 3.16.c. Properti yang kedua adalah bertipe Plane Elemen-Plate seperti pada gambar 3.16.a, property ini berguna untuk membuat elemen menjadi plat. Property ketiga adalah Volume Elemens-Solid seperti pada gambar 3.16.d, property ini berguna untuk membuat model menjadi 3 dimensi.


(65)

(a)


(66)

(c)


(67)

(e)

(f)

Gambar 3.13. (a). Kotak dialog Define Property-Plot Only Element Type; (b).Kotak dialog Elem/Property Type; (c).Kotak dialog Define Property-Plate

Element Type; (d).Kotak dialog Elem/Property Type; (e) Kotak dialog Define Property-Solid Element Type; (d).Kotak dialog Elem/Property Type


(68)

3.3.3.c.Pembuatan Model

Untuk membuat model menjadi 3 dimensi diperlukan langkah – langkah:

1. Membuat geometri melalui menu Geometry-Curve Line-Project Points. Perintah ini akan diikuti dengan kotak dialog koordinat dari garis yang akan dibuat, seperti pada gambar 3.17.a. Dengan menggunakan persamaan 2.33 pada bab sebelumnya dapat ditentukan diameter dari model uji adalah sebesar 8,9 cm, dimana frekuensi pengujian tertinggi sebesar 2000 Hz, sehingga pada kotak dialog untuk menentukan koordinat kedua diisikan r=0,0445 seperti pada gambar 3.17.b.

(a)

(b)

Gambar 3.14. (a). Menentukan titik awal; (b) Menentukan titik radius. 2. Membuat elemen pada kurva garis yang telah terbentuk melalui perintah

menu Mesh Control – Size Along Curve…., yang memunculkan kotak dialog Select Curve(s) to Set Mesh Size yang diisi dengan memilih kurva garis yang telah dibuat sebelumnya, seperti terlihat pada gambar 3.18.a. Setelah kurva dipilh maka muncullah kotak dialog Mesh Size Along Curve seperti pada gambar 3.18.b. Kotak ini berfungsi untuk membagi kurva garis sebelumnya menjadi beberapa elemen sesuai yang diinginkan, dalam hal ini akan dibagi menjadi empat elemen dengan cara memasukkan angka empat pada kotak Mesh Size – Number of Elemens.


(69)

(a)

(b)

Gambar 3.15. (a). Menentukan Kurva yang akan dibagi menjadi beberapa elemen; (b). Menentukan Berapa elemen yang akan membagi kurva

3. Untuk membuat jarring (mesh) pada kurva yang tadi telah dibuat dilakukan dengan cara memilih perintah Mesh – Geometry – Curve…. yang memunculkan kotak dialog Select Curves to Mesh seperti terlihat pada gambar 3.19.a dan dipilihlah kurva yang telah dibagi menjadi 4 elemen tadi. Setelah memilih kurva tadi maka muncullah kotak dialog

Geometry Mesh Option yang berguna untuk memilih property plot yang

telah dibuat sebelumnya seperti pada gambar 3.19.b. Setelah menekan tombol OK maka kurva garis tersebut sekarang sudah menjadi elemen – elemen.


(70)

(a)

(b)

Gambar 3.16. (a) Menentukan kurva yang akan dimesh; (b) Membuat kurva menjadi elemen.

4. Membuat model menjadi lingkaran dengan cara memilih Mesh – Revolve –

Elemen pada menu utama yang memunculkan kotak dialog Select Element(s) to Revolve seperti pada gambar 3.20.a. Kotak ini berguna untuk

memilih elemen yang akan dijadikan lingkaran dan pada kotak ini dipilih

Select All karena semua elemen yang telah terbentuk akan dijadikan

lingkaran. Setelah menekan tombol OK, maka muncullah kotak dialog

Generation Option seperti pada gambar 3.20.b. Pada kotak ini dipilihlah

property plat dan memasukkan jumlah elemen serta mencontreng tanda pada kotak Delete Original Elements. Kemudian dengan mengklik OK, maka muncul kotak dialog Select Axis of Rotation seperti gambar 3.20.c


(71)

yang berfungsi sebagai penentu titik putaran yang diisikan satu pada sumbu Z. Setelah menentukan titik putaran, maka keluarlah kotak dialog

Total Revolution and Extrusion seperti pada gambar 3.21.a yang diisikan

sebesar 360°. Gambar model setelah direvolve terlihat seperti gambar 3.21.b.

(a)


(72)

(c)

Gambar 3.17. (a). Menentukan kurva yang akan direvolve; (b). Memilih property material; (c). Menentukan titik putaran

(a) (b)

Gambar 3.18.; (a). Menentukan besar putaran; (b). Model 2 dimensi 5. Membuat model menjadi 3 dimensi digunakan perintah

Mesh-Extrude-Element dari menu utama yang menampilkan kotak dialog Select Element(s) to Etrude seperti pada gambar 3.22.a. pada kotak ini dipilih

semua elemen yang akan di extrude dengan mengklik Select All. Setelah nenekan OK, maka muncullah kotak dialog Generation Option seperti gambar 3.22.b yang berfungsi menentukan properti yang akan diberikan. Kemudian berilah tanda contreng pada kotak Delete Original Element lalu tekan OK. Setelah menekan OK, maka muncullah Select Vector to Extrude


(73)

Along seperti pada gambar 3.22.c, dengan mengisikan sumbu Z sebesar

0,02 dan mengklik OK, maka terbentuklah model 3 dimensi seperti pada gambar 3.22.d.


(74)

(b)


(75)

(d)

Gambar 3.19. (a) Menentukan elemen yang akan di extrude; (b). Menentukan

property; (c). Menentukan letak titik; (d). Model 3 Dimensi 3.3.3.d. Membuat Fungsi Analisa Dinamik

Pada simulasi ini, analisa yang dilakukan adalah analisa beban yang diaplikasikan sebagai fungsi waktu dan frekuensi. Aplikasi ini menyebabkan respon terhadap tegangan, regangan, perpindahan, kecepatan, percepatan, dan gaya yang bervariasi tergantung dari waktu serta frekuensi.

Mendefinisikan fungsi gelombang tekanan suara dapat dilakukan perintah

Model -Function… yang memunculkan kotak dialog Function Definition seperti

pada gambar 3.23. dalam kotak ini disediakan beberapa pilihan tipe fungsi yang mana pengguna dapat mengisi sesuai dengan fungsi yang diperlukan.


(76)

Gambar 3.20. Kotak dialog function

Untuk frrekuensi 125 Hz fungsi gelombang yang datang digunakan persamaan 2.14 seperti pada gambar 3.24.a yang dimasukan pada kotak dialog

Equation, untuk gelombang yang ditransmisikan, dimasukkan persamaan 2.15

pada kotak dialog Equation seperti gambar 3.24.b., sedangkan untuk gelombang yang dipantulkan, dimasukkan poersamaan 2 -16 pada kotak yang sama seperti gambar 3.24.c. Pembuatan fungsi ini kemudian diulangi untuk setiap frekuensi yang berbeda.


(77)

(a)


(78)

(c)

Gambar 3.21; (a) Fungsi frekuensi 250 Hz gelombang datang; (b). Fungsi frekuensi 250 gelombang ditransmisikan; (c) Fungsi frekuensi 250 gelombang

dipantulkan.

3.3.3.e.Memberikan pembebanan

Beban (load) yang diberikan adalah gelombang tekanan suara sebesar 2 x 10-3 N/m2 yang merupakan tekanan bunyi pada percakapan rata -rata yang dapat dideteksi telinga manusia yang diberikan secara periodik berdasarkan fungsi gelombang tekanan suara. Langkah – langkah pembebanan pada MSC/NASTRAN adalah :

1. Memberikan beban pada model yaitu melalui menu Model-Load-Elemental yang menampilkan kotak dialog Create or Active Load Set yang mengharuskan pengguna untuk menentukan ID dan judul pembebanan seperti pada gambar 3.25.


(79)

Gambar 3.22 Kotak dialog Crate or Active Load Set

2. Memilih elemen yang akan diberi beban, yang berasal dari Kotak dialog

Create or Active Load Set yang diklik OK yang memunculkan kotak Enter Element(s) to Select seperti pada gambar 3.26.a, karena pembebanan akan

diberi pada seluruh permukaan model maka dipilihlah Select All yang diikut i dengan mengklik OK serta memunculkan kotak Create Loads on Elements seperti pada gambar 3.26.b, dengan memasukkan nilai tekanan yang diberikan sebesar 2 x 10-3 dan memilih fungsi yang akan dipilih serta menekan OK, maka muncullah kotak dialog Face Selection for Elemental Loads yang diisi angka 1 pada kotak face karena angka 1 menyatakan permukaan depan, seperti pada gambar 3.26.c. hasil model yang telah diberi beban diperlihatkan pada gambar 3.26.d


(80)

(b)


(81)

(d)

Gambar 3.23. (a). Menentukan elemen yang akan diberi beban; (b). Memasukkan nilai Tekanan; (c). Kotak dialog menentukan permukaan yang akan diberi beban;

(d). Model diberi tekanan

3. Mendefinisikan jenis pembebanan dinamis yang diberikan melalui menu

Model-Load-Dinamic Analysis yang memunculkan kotak dialog Load Set Option for Dynamic Analysis seperti pada gambar 3.27. pada kotak ini

dipilihlah Direct Transient dan memasukkan nilai pada Number of Step sebanyak 29, Time per Step sebesar 8.98e-5/30, dan Output Interval sebanyak 1.


(82)

Gambar 3.24 Kotak dialog menentukan analisa dinamik

3.3.3.f.Menentukan kondisi batas

Langkah-langkah dalam menentukan kondisi batas adalah:

1. Membuat nama dari kondisi batas dengan cara memilih Model-Constraint-Set yang akan menimbulkan kotak dialog Create or Active Constraint Set seperti terlihat pada gambar 3.28. pada kotak ini pengguna ID diisi dengan angka 1 dan Title diisi dengan Fixed.

2. Untuk memilih dimana kondisi batas dilakukan dengan cara memilih menu

Model–Constraint–Nodal yang memunculkan kotak dialog Entry Selection Node(s) to Select seperti yang digambarkan pada gambar 3.29.a. Pada kotak

ini dipilihlah seluruh permukaan belakang dari model. Setelah memilih dimana akan diletakkan kondisi batas selanjtunya muncul kotak dialog Create

Nodal Constraints/DOF seperti terlihat pada gambar 3.29.b dan dipilhlah Fixed agar semua permukaan belakang tidak bergerak. Model yang telah


(83)

Gambar 3.25 Menetapkan nama kondisi batas

(a)


(84)

(c)

Gambar 3.26. (a). Pemilihan tempat constrain; (b). Membuat kondisi batas; (c). Model yang diberi kondisi batas

3.3.3.g.Analisa

Untuk melakukan analisa atau langkah terakhir dari simulasi, langkah – langkah yang dilakukan adalah:

1. Pada menu utama dipilih File – Export – Analysis Model yang menampilkan kotak dialog Export to seperti diperlihatkan pada gambar 3.30 dan dipilihlah


(85)

Gambar 3.27 Memilih analisa

2. Menjalankan analisa dengan cara setelah mengklik OK pada kotak Export to dan menyimpan pekerjaan maka dipilihlah Output Type dengan memilih Displacement and Sterss serta mencontreng Run Analysis seperti pada gambar 3.31.


(86)

BAB IV

HASIL SIMULASI DAN ANALISA 4.1.HASIL SIMULASI

Hasil simulasi dengan menggunakan MSC/ NASTRAN pada frekuensi 250 Hz hingga 2000 Hz diperlihatkan pada gambar 4.1 hingga 4.18. Tegangan-tegangan yang terjadi pada permukaan pada setiap frekuensi ada yang dipantulkan dan hasil perhitungan oleh nastran pada tiap frekuensi perlihatkan pada tabel 4.1 hingga 4.3, serta diperlihatkan melalui grafik yang diperlihatkan pada gambar 4.19 sampai 4.36.

Tabel 4.1 Spektrum Tekanan Bunyi pada Material Komposit batang kelapa sawit dengan Polyurethane (1 banding 1) (Hasil Perhitungan Numerik)

Waktu Spektrum Tekanan Bunyi (Pa)

250 Hz 500 Hz 750 Hz 1000 Hz 1500 Hz 2000 Hz

0. -0.44518 -0.79727 -0.98263 -0.9625 -0.36471 0.52221 0.0000029933 -0.44097 -0.79156 -0.97991 -0.96743 -0.39083 0.48977 0.0000059867 -0.43674 -0.78578 -0.977 -0.97202 -0.41664 0.45664 0.00000898 -0.43251 -0.77992 -0.9739 -0.97627 -0.44211 0.42286 0.000011973 -0.42826 -0.774 -0.9706 -0.98017 -0.46724 0.38848 0.000014967 -0.42401 -0.76802 -0.96711 -0.98372 -0.49199 0.35355 0.00001796 -0.41975 -0.76196 -0.96343 -0.98693 -0.51635 0.31812 0.000020953 -0.41548 -0.75584 -0.95955 -0.98978 -0.5403 0.28225 0.000023947 -0.41119 -0.74965 -0.95548 -0.99229 -0.56383 0.24597 0.00002694 -0.4069 -0.74339 -0.95123 -0.99445 -0.5869 0.20934 0.000029933 -0.4026 -0.73707 -0.94678 -0.99625 -0.6095 0.17242 0.000032927 -0.3983 -0.73068 -0.94215 -0.9977 -0.63162 0.13526 0.00003592 -0.39398 -0.72423 -0.93732 -0.9988 -0.65324 0.0979 0.000038913 -0.38965 -0.71771 -0.93232 -0.99954 -0.67434 0.060405 0.000041907 -0.38532 -0.71113 -0.92712 -0.99993 -0.6949 0.022824 0.0000449 -0.38097 -0.70449 -0.92174 -0.99997 -0.71491 -0.014788 0.000047893 -0.37662 -0.69778 -0.91618 -0.99966 -0.73435 -0.05238 0.000050887 -0.37226 -0.69101 -0.91044 -0.99899 -0.7532 -0.089898 0.00005388 -0.36789 -0.68419 -0.90451 -0.99796 -0.77146 -0.12729 0.000056873 -0.36352 -0.6773 -0.89841 -0.99659 -0.7891 -0.1645 0.000059867 -0.35913 -0.67035 -0.89212 -0.99486 -0.80611 -0.20148 0.00006286 -0.35474 -0.66334 -0.88566 -0.99278 -0.82248 -0.23817 0.000065853 -0.35034 -0.65628 -0.87902 -0.99035 -0.8382 -0.27453 0.000068847 -0.34593 -0.64915 -0.87221 -0.98757 -0.85325 -0.31049 0.00007184 -0.34152 -0.64197 -0.86523 -0.98444 -0.86762 -0.34602


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Gere & Timoshenko, Mekanika Bahan, Edisi Kedua, Erlangga, Jakarta, 1996 Guritno, Purboyo.Wirjosentono, Basuki. Sifat Fisik dan Mekanis batang Kelapa

Sawit. Jurnal Rispa. Medan. 1997

Hashim, Jasmi, Pemprosesan Bahan, Universiti Teknologi Malaysia, Johor, 2003. Hemond Jr. Conrad J., Engineering Acoustic and Noise Control, Prentice Hall Inc.,

London, 1983.

Hibbler, R. C., Mechanics of Materials, Fourth Edition, Prentice Hall, New Jersey, 2000.

http://www.iptek.net.id/ind/?mnu=8&ch=jsti&id=173

Munir, Kajian Awal Karakteristik akustik Inti Batang Kelapa Sawit Sebagai

Material Material Teknik Akustik Alternatif Dengan Metode Simulasi, Tugas

Skripsi Departemen Teknik Mesin, Tidak Dipublikasikan, Medan, 2004 Rochmah, Ir.,M.Eng,Sc. Teknik Akustik 2. Roda Pelita. Jakarta. 1996

Statistik sawit Indonesia 2001 – 2002, Pusat penelitian kelapa sawit.

Stein, Benjamin & John S. Reynolds, Mechanical and Electrical Equipment Foe

Buildings, Eight Edition, John Wiley & Sons Inc., New York, USA, 1992.

Sutrisno. Fisika Dasar.Cetakan ke 3. ITB. Bandung. 1984

Susatio, MT., Ir.Yerri, Dasar-Dasar Metode Elemen Hingga, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2004

Tikander Mikka. Model Based Curvefitting for Insitu Surface Impedance

Measuremens. Helsinky university of teknologi.2002

Yunanda, Aditia. Simulasi Karakteristik Serap Bunyi Bahan Komposit Polimer

Melalui Pendekatan Pengujian Mekanika Material Dengan Menggunakan Metode Elemen Hingga. Tugas Skripsi Departemen Teknik Mesin, Tidak


(2)

(3)

Lampiran 1


(4)

Lampiran 2

Gambar grafik hasil uji tarik di Laboratorium MIPA USU.

1. Untuk material komposit serat batang kelapa sawit dengan polyurethane dengan komposisi 1 banding 1, didapat :

Tegangan (Kgf) : 0,29 Kgf

Regangan (mm/menit) : 8,94 mm/menit Beban : 100Kgf

Kecepatan : 20 mm/menit

2. Untuk material komposit serat batang kelapa sawit dengan polyurethane dengan komposisi 1 banding 2, didapat :

Tegangan (Kgf) : 5,04 Kgf

Regangan (mm/menit) : 5,47 mm/menit

Beban : 100 Kgf

Kecepatan : 20 mm/menit

3. Untuk material komposit serat batang kelapa sawit dengan polyurethane dengan komposisi 1 banding 3, didapat :

Tegangan (Kgf) : 5,04 Kgf

Regangan (mm/menit) : 5,47 mm/menit

Beban : 100 Kgf


(5)

(6)

Lampiran 3

Koefisien Serapan Bunyi (α) Dari Berbagai Material