Perintah Shilat al-Rahim Dikaitkan dengan Perintah Takwa Kepada Allah

6 CARA AL- QUR’AN MEMERINTAHKAN SHILATU AL-RAHIM Tujuan syi‟ar Islam adalah mewujudkan kehidupan mulia bagi pengikutnya. Salah satu cara untuk mencapai tujuan tersebut adalah menjalin dan memelihara ikatan persaudaraan antara anggota masyarakat. Ikatan persaudaraan menuntut adanya pengorbanan, kasih sayang dan tolong menolong dimulai dari keluarga. Melalui sistem keluarga, seseorang mendapatkan pembinaan agama, bimbingan moral, menegakkan hubungan sosial yang akrab dan memelihara rasa kesetiaan terhadap keluarga. 13 Islam menuntun umatnya untuk menjunjung tinggi ikatan keluarga dan mencela orang-orang yang memutuskannya. Al- Qur‟an menegaskan posisi arhâm kekeluargaan dalam Islam sekaligus mendorong setiap individu untuk menegakkan ikatan kekeluargaan shilat al-rahim. Dorongan yang diberikan al- Qur‟an dapat terlihat dari rangkaian-rangkaian ayat itu sendiri sekaligus keterkaitannya munâsabah dengan ayat-ayat sebelum atau sesudahnya. Pesan shilat al-rahim selalu dikaitkan dengan pesan-pesan moral. Hal ini sekaligus menunjukkan urgensi perintah shilat al-rahim,yaitu: pertama, dihubungkan dengan perintah bertaqwa kepada Allah; kedua, dihubungkan dengan karakter ulu al-albab dan ketiga, dihubungkan dengan penetapan hubungan waris.

A. Perintah Shilat al-Rahim Dikaitkan dengan Perintah Takwa Kepada Allah

Terciptanya bangunan masyarakat yang kokoh diawali dari kokohnya unit sosial dasar yaitu keluarga yang menjaga ikatan kerahiman kekeluargaan dari segala kezaliman dan kerusakan. Hubungan kekeluargaan sebagai dasar hubungan kemanusiaan secara umum harus dilandasi dengan ikatan ketuhanan. Dimensi vertikal harus diselaraskan dengan dimensi horisontal. Hubungan kemanusiaan dilakukan melalui pemeliharaan tali kasih sayang antar sesama manusia Membahas Kitab Tafsir Klasik Membahas Kitab Tafsir Klasik menganjurkan shilat al-rahim. Keterkaitan antara dimensi vetikal dan dimensi horisontal ini terlukiskan dalam Q.s. al- Nisâ‟4:1 ْيِذلا َها ا ُقـتاو ًءاَسِنواً ْـيِثَك ًااَجِر اَمُهْـِم ث َو اَهَجْوَز اَهْـِم َقَلَ و ٍةَدِحاو ٍسفن ْنِم ْمُكَقَلَ ْيِذلا ُمُك َراْ ُقـتا ُسا لااَهـيَأاَي اً ْيِقَر ْمُكْيَلَع َناَك َها نِا َماَحْرَْْاِو ِِ َنْ ُلَءاَسَت ُ ءاس لا 1:4 َ “Hai manusia bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptaknmu dari jiwa yang satu dan Allah menciptakn darinya istri pasangan dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan menjadi banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan mempergunakan nama-Nya kamu saling meminta satu sama lainya danpeliharalah hubungan shilat al- rahim. Sesungguhnya Allh selalu menjaga dan mengawasi kamu. ”Q.s. al-Nisâ‟4:1 Ayat ini merupakan pengantar lahirnya persatuan dan kesatuan dalam masyarakat. Semua manusia berasal dari satu keturunan. Tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan, besar atau kecil, beragama atau tidak, semuanya dituntut untuk menciptakan rasa aman dan kedamaian, 1313 Abd al-Rahim, Family Planning The Legacy Of Islam penerjemah Muhammad Hasyim, Islam dan KB Jakarta: Lentera Basritama, 1997, h. 11. 7 saling menyayangi, saling menghormati hak masing – masing. 14 Oleh karena itu, ayat ini diawali dengan seruan سا لااهيأاي wahai manusia meskipun termasuk ayat Madaniyah yang biasanya menggunakan panggilan ا أ ا ا أ ا wahai orang – orang beriman. 15 Hubungan antar sesama ini dipertegas dengan penjelasan bahwa manusia yang telah berkembang biak dan beranak pinak di bumi ini berasal dari satu jiwa ةدحاو سفن . 16 Kesamaan inilah yang harus di tanamkan pada masing – masing individu agar ikatan kekeluargaan tidak putus dan terhindar dari pertikaian – pertikaian akibat perbedaan yang ada, seperti bahasa, warna kulit, ras dan lain. Perbedaan ini harus dipahami sebagai konsekuensi logis dari penyebaran manusia ke pelosok bumi yang sangat dipengaruhi dengan letak geografis, sosiologis dan antropologis. 17 Pentingnya menjaga hubungan kemanusiaan, sehingga ia diposisikan setelah perintah bertakwa kepada Allah. Kata taqwa munujuk kepada sebuah sikap yang terdiri dari cinta dan takut kepada Allah. Rasa cinta yang kuat kepada-Nya mendorong seseorang untuk hanya melakukan sesuatu yang menyenangkan-Nya dan takut melakukan sesuatu yang tidak di sukai-Nya. 18 Cinta kepada Allah dan takut tidak mendapat ridhâ-nya berarti juga cinta kepada hamba- Nya dan takut menyakitinya. Oleh karena itu, dalam Q.s al- Nisâ‟4:1 ini perintah menjalin hubungan kasih sayang sesama menggunakan kata yang sama di athafkan dengan perintah taqwa kepada Allah اح أا ب ءاست ا ه ا تا . Dalam ayat di atas juga terdapat dua perintah taqwa yang mepunyai penekanan yang berbeda. Kalimat ب ا تا yang di hubungkan dengan penciptaan manusia lebih ditekankan pada kesadaran manusia agar bertaqwa kepada Zat yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam kehidupan. sedangkan ه ا تا yang di hubungkan dengan kata arham lebih menekankan kepatuhan pada Zat Yang Maha Agung dengan tidak memutuskan hubungan kekeluargaan. 19 Uraian di atas menunjukan adanya skala prioritas dalam berbakti dan berbuat baik kepada orang lain yaitu : orang tua, sanak kerabat, anak yatim, orang miskin, tetangga yang masih ada hubungan kerabat, tetangga non kerabat,teman – teman dekat, ibnu sabîl dan hamba sahaya. Hal ini sekaligus menunujukkan ke-humanis-an dalam agama Islam. Hubungan manusia yang penuh tali 14 Ibn Jarîr al-Thabârî, Jami’ al-Bayân ‘an Ta’wîl Ây al-Qur’an,Beirut:Dâr al-Fikr,1988,jilid II,h. 227-228. 15 Ada tiga versi mengenai istilah makkiah dan madaniyah. Pertama, makkiyah adalah ayat yang di tujukan kepada penduduk mekkah dan madaniyah adalah ayat yang di tujukan kepada penduduk madinah; kedua makkiyah adalah ayat yang diturunkan sebelum hijrah dan Madaniyah adalah ayat di turunkan pasca hijrah. Dan salah salah satu tanda makkiah adalah di awali yâ ayyha al-nâs sedangkan madaniyah di awali dengan yâ ayyuha ‘I-dzîna âmanû. Lihat, al- Suyûthî, al-itqân fî al- Qur’an,Beirut:Dâr al-Fikr, 1979, jilid I,h 9.â 16 Terdapat perbedaan ketika menginterpretasikan kalimat حا سف mayoritas ulama mengartikannya dengan Adam a.s sebagai bapak semua manusia, sebagaiman di jelaskan dalam ayat lain Q.s. al-Zumar39:6; al- A‟râf8:27 dan al- isrâ‟17:62. Lihat, al-Thabarî, Jâmi, al-Bayân, jilid II, h.227-228. Muhammad bin Umar al-Zamakhsyari , al-Kasysyâf „uyun al-Aqâwîl fi wujûh al-ta‟wîl, Beirut: ihyâ‟Dâr al-turâts al-„arabî, 1971, jilid II, h. 235. Muhammad Husain al 17 Perbedaan yang ada pada diri manusia adalah suatu keniscayaan yang tak dapat dihndari, sebagaimana yang disinyalir oleh Q.s. al-Hujurât49:13. Menurut al- Thabâthabâi‟î, Q.s. al-Nisa‟4:1 dan al-Hujurât49:13 keduanya memerintahkan kesatuan, persatuan antar sesama dan melarang pertikaian. Akan tetapi, penekanannya berbeda. al- Nisa‟4:1 memerintahkan persatuan, karena semua manusia berasal dari satu jiwa, sedangkan al-Hujurât49:13 melarang pertikaian dan perpecahan antar individu atau kelompok, karena yang paling mulia di sisi Allah adalah hamba-Nya yang paling taqwa. Lihat, al- Thabâthabâi‟î, al-Mîzân, juz IV, h. 139-140. 18 Suzanne Haneef, Islam dan Muslim, penerjemah Siti Zaenab, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1993, h.128-129. 19 Al-Zuhailî , al-Tafsir al-Manar, juz IV, h. 142. 8 kasih tersebut harus bertumpu pada satu titik yang tidak dapat dilepaskan yaitu mengesakan Allah. Pengakuan yang tulus akan keesaan Allah menuntut seorang muslim untuk tidak mnerima pandangan, tata nilai, dan tata kesopanan dari selain-Nya. Cara menampilkan pesan shilat al-rahim semacam ini dihubungkan dengan keimanan pada Allah juga dipergunakan oleh Rasulullah dalam salah satu riwayat : َناَك ْنَم َو َُفْـيَض ْمِ ْكُيْلَـف ِ ِ ْْا ِمْ َـيْلاَو ِهاِ ُنِمْؤُـي َناَك ْنَم َلاَق َملَسَو ِْيَلَع ُها ىلَص ِِّلا ِنَع َُْع ُها َيِضَر َةَ ْـيَ ُ َِِْأ ْنَع ْ ُمْصَيِل ْوَأ اً ْـيَ ْلُقَـيْلَـف ِ ِ ْْا ِمْ َـيْلاَو ِهاِ ُنِمْؤـُي َناَك ْنَم َو َُِ َر ْلِصَيْلَـف ِ ِ ْْا ِمْ يَلْاَو ِهاِ ُنِمْؤُـي . ُ يراخ لا اور َ. 20 “Dari Abu Hurairah r.a.dari Nabi SAW bersabda, “ Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir maka hendaklah memuliakan tamunya, dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir maka hendaklah menyambung kerabatnya dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir maka hendaklah berkata yang baik atau jika tidak mam pu b erkata baik hendaklah diam”. H.R. al-Bukhari Jiwa yang taqwa kepada Allah dan cinta kasih terhadap sesama manusia merupakan unsur yang sangat diperlukan dalam setiap nafas kehidupan. Dengan keimanan dan ketaqwaan , rasa tanggung jawab atas semua perbuatan akan tumbuh dalam diri manusia. Perbuatan baik yang dilandasi keimanan dan ketaqwaan tidak akan dikotori dengan sikap mengharap imbalan selain Allah riyâ. Jika kerelaan dan ketulusan senantiasa tertanam di dalam jiwa seseorang muslim, maka ia akan memegang teguh tali shilat al-rahim apapun yang akan dihadapinya.

B. Shilat al-rahim bagian dari Karakter Ulu al-Albab