HIJRAH DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh
Gelar Magister dalam Studi Pengkajian Islam
Oleh:
MUHAMMAD RUSYDI SAHABUDDIN
NIM: 02.2.00.1.50.01.0027
PROGRAM PASCASARJANA KONSENTRASI TAFSIR-HADITS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Tesis yang berjudul "Hijrah dalam Perspektif Al-Qur'an" yang ditulis oleh:
Nama
: MUHAMMAD RUSYDI SAHABUDDIN
NIM
Konsentrasi : TAFSIR-HADITS
Telah diajukan pada sidang Munaqasyah Tesis pada tanggal 22 Juli 2005 dan tesis ini
diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Agama Islam dalam bidang Ilmu Tafsir pada Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, Oktober 2005 Tim Penguji Sidang Munaqasyah Tesis Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. Dr. H. Nasaruddin Umar, MA Dr. Hj. Faizah Ali Syibromalisi, MA
Penguji I Penguji II
Dr. Yusuf Rahman, MA Dr. Hj. Amani Lubis, MA
Segala puji bagi Allah swt. yang telah melimpahkan taufiq dan hidayah-Nya sehingga segenap aktifitas dapat berjalan semestinya. Salam dan shalawat tercurah keharibaan junjungan Nabi Muhammad saw. yang telah meletakkan sendi kehidupan di persada bumi ini.
Tesis yang berjudul “ Hijrah dalam Perspektif Al-Qur’an” ini merupakan tugas akhir perkuliahan dalam rangka meraih gelar Strata Dua (S2) konsentrasi Tafsir dan Hadits pada Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan partisipasi banyak pihak, penulisan tesis ini tidak mungkin dapat mewujud sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, sudah menjadi kelaziman bagi penulis untuk menghaturkan banyak terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian tesis ini.
Ucapan terima kasih yang pertama tercurah kepada kedua orang tua penulis yang tercinta, H. Sahabuddin Hamid dan H. Marbiah Abdul Rasyid, yang tiada hentinya mencurahkan kasih sayangnya baik berupa materil maupun motivasi moral sehingga penulis dapat menyelesaikan studinya.
Curahan terima kasih juga penulis haturkan kepada kedua mertua tercinta, H. Muhammad Natsir dan H. Marwah Taherong, yang senantiasa memberikan dukungan yang tiada terbilang jumlahnya dalam karir studi penulis.
Penulis juga tak lupa menghaturkan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA (Rektor UIN Jakarta), Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, MA (Direktur Program Pascasarjana UIN Jakarta), Dr. Fuad Jabali, MA (Asisten Direktur I Pascasarjana UIN Jakrta) dan Prof. Dr. H. Ahmad Thib Raya, MA
Ucapan terima kasih juga dihaturkan kepada Bapak Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA dan Dr. Hj. Faizah Ali Syibromalisi, MA yang telah bersedia menyempatkan banyak kesempatan bagi penulis untuk konsultasi dan bimbingan, baik dalam penyusunan tesis ini, maupun yang bersangkut-paut dengan materi-materi perkuliahan.
Penulis juga menghaturkan terima kasih dan penghargaan yang sedalam- dalamnya kepada istri tercinta, Hj. Nikmawati Natsir, yang senantiasa tulus mencurahkan cintanya dan memberikan motivasi moral di segenap aktifitas keseharian penulis. Ucapan terima kasih dan do’a yang tulus juga tercurahkan buat sang buah hati, Ahmad Zulbijadain, yang selalu memberikan ketenangan dan harapan serta menghibur di saat penulis bersamanya.
Bantuan dan dukungan yang tiada terkira juga penulis peroleh dari teman- teman yang tak dapat disebutkan satu persatu. Kepada segenap yang telah turut membantu, penulis mohonkan semoga Allah swt. membalas segala amal kebaikannya. Âmîn Yâ Rabbal ‘Âlamîn !
Tesis ini berjudul “ Hijrah dalam Perspektif al-Qur’an” . Bahasan seputar hijrah menjadi tema sentral dalam kajian ini. Untuk itu, penulis mencoba untuk menelusurinya melalui pendekatan tematik (maudhû’i), yaitu dengan menghimpun ayat-ayat al-Qur’an yang menyebutkan kata hijrah kemudian meneliti pertalian makna di semua ayat dan menemukan titik simpul pemaknaan yang valid.
Diskursus seputar hijrah di era kekinian semakin urgen jika dikaitkan dengan fenomena praktis di tengah komunitas masyarakat. Konsep hijrah ini dipetik dari peristiwa kepindahan Nabi Muhammad saw. dari Mekkah ke Madinah demi pembumian risalah suci yang diembannya. Beliau rela meninggalkan tanah kelahirannya dan mendedikasikan segenap yang dimilikinya beserta para sahabat yang menyertainya guna meraih kebebasan dan ketenteraman menjalankan ritual keagamaan dan aktifitas kesehariannya.
Permasalahan yang acapkali muncul seputar bahasan hijrah adalah pemaknaan dan relevansinya di era modern. Hal tersebut dipicu oleh adanya sebagian kalangan yang hanya membatasi hijrah pada peristiwa Nabi saw. di atas. Paradigma seperti ini seolah menganggap hijrah hanyalah sebuah konsep usang yang patut dikenang dalam sejarah tanpa mengindahkan nilai-nilai yang dikandung olehnya serta apatis untuk mengkontekstualisasikannya. Padahal, jika dikaitkan dengan dimensi kekinian, hijrah memiliki relevansi yang signifikan. Usaha pembumian konsep hijrah ini akan memberikan spektrum pemahaman yang baru.
Dalam konteks al-Qur’an, hijrah diindikasikan dengan totalitas seseorang untuk menegakkan risalah ilahi yang suci. Untuk mencapai maksud tersebut, beberapa cara bisa ditempuh, yaitu secara fisik dan non fisik. Secara fisik yang dimaksud adalah berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain, sedangkan secara non fisik adalah hasrat yang kuat dan tulus menjauhi segala yang dilarang oleh ketentuan Allah swt dan Rasul-Nya. Kiranya, pemaknaan kedua ini banyak disinggung dalam al-Qur’an dan layak dicermati untuk menghindari persepsi yang keliru tentang konsep hijrah ini. Dalam al-Qur’an, terdapat beberapa term yang acapkali disandingkan dengan term hijrah, seperti jihâd, sabar dan selainnya. Hal tersebut dapat diamati pada Q.S. an-Nahl [16]: 110. Penyandingan term-term tersebut tentunya dapat dipahami karena hijrah tidak akan mewujud jika tidak dibarengi dengan kesungguhan dan kesabaran tinggi.
Di samping mengulas tinjauan historis hijrah dalam Islam, tesis ini juga menyertakan bahasan seputar peran hijrah dalam dimensi kekinian yang disarikan dari konteks al-Qur’an. Beberapa fungsi hijrah yang dimaksud adalah: menanamkan jiwa yang sabar, menjadi sarana dakwah dalam membangun tatanan hidup baru, sebagai taktik perjuangan yang handal, dan sebagainya.
Dengan demikian, kontekstualisasi hijrah menjadi sebuah keharusan karena ia telah menjadi bagian tak terpisahkan dalam keseharian setiap insan. Kajian ini diharapkan dapat memberi kontribusi dalam wacana keislaman.
PEDOMAN TRANSLITERASI
A A Alif
B Be Ba
Te
Ta
Ts
Te-Es
Tsa
Je
Jim
H Ha Ha
Kh
Ka-Ha
Kha
D De Dal
Dz
De-Zet
Dzal
Er
Ra
Dh De-Ha
Gh Ge-Ha
Ghein
F Ef Fa
Qui
Qaf
Ka
Kaf
El
Lam
UNTUK Mad dan Diftong â ( Â ) untuk a ( A ) panjang î ( Î) untuk i ( I ) panjang û ( Û ) untuk u ( U ) panjang
Catatan:
Pedoman ini tidak digunakan secara ketat pada nama orang.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Al-Qur’ân adalah wahyu Allah yang diturunkan kepada Rasulullah saw. sebagai hujjah terhadap manusia, juga petunjuk dan rahmat bagi umat yang
meyakininya serta petunjuk kepada kebenaran dan kepada jalan yang lurus. 1 Kitab ini juga berisikan firman dan kehendak Allah dan sumber tertinggi bagi keyakinan Islam.
Ia menjadi inspirasi dalam menjalani kehidupan menurut jalan yang diperintahkan oleh Allah kepada umat manusia. 2 Di samping itu, ia merupakan mukjizat paling
besar dan kekal dibanding mukjizat-mukjizat lain. Tidak hanya itu, ia memiliki banyak fungsi. Salah satu di antaranya adalah menjadi bukti perjalanan, misi dan dakwah serta ajaran-ajaran Rasulullah saw.
Kata hijrah merupakan satu dari sekian banyak bukti yang ditampilkan al- Qur’an. Kata ini memiliki keistimewaan tersendiri karena dijadikanya suatu kewajiban bagi setiap muslim yang sanggup melaksanakannya. Perkara hijrah sangat berat karena selain mengorbankan tenaga, ia juga membutuhkan pengorbanan jiwa dan raga. Adapun orang yang melaksanakannya dianggap sebagai orang asing di tengah-tengah masyarakat.
1 Muhammad Sayyid Yûsuf, Manhâj al-Qur ’ an fî Ishlâh al-Mujtama’ , (Cairo: Dâr as-Salâm, 2004), Cet. I, h. 7.
2 Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada Indonesia, 1999), h. 29.
Tindakan hijrah dan perbutan baik lainnya yang hendak dilaksanakan selayaknya lainnya memiliki motivasi atau niat jelas yang didasari oleh keinginan jernih agar perbuatan tersebut tidak sia-sia. Hal ini pernah ditegaskan oleh Rasulullah saw. ketika salah seorang sahabat berhijrah dari Mekkah ke Madinah.
Artinya: Dari Umar ra. Sesungguhya Rasulullah saw. bersabda: “ Amal tergantung pada niatnya dan setiap sesuatu dibalas sesuai apa yang diniatkannya
barang siapa yang hijrah karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya adalah kepada Allah dan Rasul-Nya dan barang siapa hijrah karena (kenikmatan) dunia atau wanita untuk dinikahinya, maka hijrahnya sesuai
dengan apa yang diniatkan” . 3
Langkah awal yang dilakukan Nabi saw. beserta sahabat-sahabatnya sewaktu berhijrah selain memiliki niat yang jelas juga disertai dengan mencari ridha Allah swt. Mereka yakini adanya ruh kekuatan dari yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana. Menjelang hijrah, kaum Muslimin berada pada posisi sulit, sangat lemah serta teraniaya. Namun, keyakinan akan datangnya kemenangan tidak pernah sirna. Hal ini disebabkan oleh tebalnya iman dan keyakinan kepada Allah swt.
3 Shahîh Bukhâri, (Kitab Bada ’ al-Wahy No. 1 dan Kitab al-Iman No. 52), Shahîh Muslim, (Kitab Imârat No. 3530), Sunan Turmidzi, (Kitab Fadhâil Jihâd ‘ an ar-Rasûl No. 1571), Sunan an-
Nasâ ’ i, (Kitab Thahârah No. 73, Thalâq No. 3383 dan al-Imân wa an-Nudzur No. 3734), Sunan Abi Dâûd, (Kitab Thalâq No. 1882), Sunan Ibn Mâjah (Kitab az-Zuhd No. 4217), Musnad Ahmad, (No.
163), (CD Room, Kutub Tis ’ ah )
Umat Islam adalah umat yang satu. Tidak mungkin memiliki kesatuan dan eksistensi tanpa adanya suatu jamaah (kelompok) dan murâbithah (ikatan keimanan) yang mengikat mereka dalam satu wadah atau kelompok yang jelas. Jamaah harus berada dalam satu wadah yang jelas, bertempat tinggal di salah satu daerah dan mereka berkuasa penuh di dalamnya. Hal tersebut agar memungkinkan mereka leluasa keluar-masuk dengan aman dan tenteram dalam menjalankan aktifitas dan
rutinitas agama tanpa ada suatu tekanan. Hijrah merupakan penghindaran dari penghambaan sesuatu yang bersifat
materi, seperti patung-patung dan bintang-bintang yang dapat dilihat dan diraba menuju penghambaan terhadap Tuhan yang tunggal dan tidak dapat digambarkan atau dibandingkan dengan sesuatu pun di dunia ini. Ia juga memperkuat keimanan dari berbagai pemalsuan serta mensucikannya dari berbagai syubhat dan praduga. Selanjutnya, hijrah menjadikan akidah sebagai dasar keimanan dan sumber kekuatan
yang bertujuan menyucikan dan memperbaiki dari berbagai sisi kehidupan. 4
Peran hijrah dalam membentuk masyarakat yang kokoh dan berdedikasi dibuktikan dengan adanya penanggalan peristiwa yang dikemas dengan penanggalan Hijriyah oleh khalifah Umar Ibn Khatthab. Selain menanamkan semangat hijrah dan jihad, juga sebagai penetapan kalender Islam dalam membangun tatanan dunia baru yang sebelumnya hanya mengenal penanggalan Jahiliah menuju penanggalan yang akurat dan terpercaya. Namun, yang perlu diingat adalah bahwa penanggalan itu
4 Abdul Hamîd Abd Mun’im Madkûr, Dirâsât fî Aqîdah al-Islâmiyah, (Cairo: Dâr al- Tsaqâfah al-Arabiyah, t.th), h. 32.
bermuara pada landasan pembinaan kepribadian Islam dan juga merupakan bukti yang menunjukkan betapa kuat dan hebatnya jihâd dan perjuangan umat Islam. 5
Umat Islam di saat sekarang hanya yang merasa lemah dan dihantui rasa putus asa disebabkan tidak adanya suatu tenaga yang mampu membangkitkan spirit tersebut sehingga dapat berjalan sesuai koridor yang ada. Namun, ketika mempelajari dan menghayati peristiwa hijrah, mereka akan memperoleh semangat baru, merasakan
adanya kemuliaan, kekuatan, dan kemenangan karena makna hijrah selalu hidup dalam hati sanubari setiap muslim yang menghayati dan memahaminya.
Hijrah yang dilakukan oleh Rasulullah saw. tidaklah seperti yang digambarkan oleh kalangan orientalis (yaitu hijrah secara materi). Peristiwa hijrah bukanlah terjadi secara kebetulan atau dilatarbelakangi oleh keuntungan-keuntungan duniawi, akan tetapi Rasulullah melaksanakannya untuk menyelamatkan keimanan dan mencari lahan yang produktif untuk menyebarkan ajaran agama. Ajakan dakwah yang dibawanya menyelamatkan manusia dari kondisi keyakinan yang memprihatinkan ke arah yang sangat menjanjikan dan menyelamatkan.
Dalam menafsirkan peristiwa sejarah dan pergerakan umat manusia di muka bumi berdasarkan materi semata-mata merupakan suatu hal yang hina dan berbahaya. Lebih gawat lagi jika pandangan ini dikaitkan dengan sejarah Islam. Sebagian orang berpendapat bahwa hidup ini adalah materi, sedangkan manusia adalah pelaku ekonomi. Dengan demikian, landasan setiap usaha dan pergerakan manusia adalah
5 Abû Fâris, Hijrah Nabawi Menuju Komunitas Muslim, (t.tp: Citra Islami Press, 1997), Cet. I, h. 24 5 Abû Fâris, Hijrah Nabawi Menuju Komunitas Muslim, (t.tp: Citra Islami Press, 1997), Cet. I, h. 24
Menurut sudut pandang Islam, faktor pendorong usaha dan pergerakan manusia lebih mendalam dari pada pandangan kaum materialis. Islam melihat suatu peristiwa berdasarkan dimensi dunia dan akhirat dengan memperhatikan aspek materi dan rohani. Allah berfirman:
Artinya: Carilah pada apa yang telah dinugrahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi. (Q.S. al-Qashash [28]: 77)
Pada dasarnya, peristiwa hijrah merupakan suatu bukti sejarah yang kekal dan tidak mungkin ditafsirkan sebagai usaha untuk memenuhi kepentingan materi. Menurut pandangan rasional, peristiwa itu justru didorong oleh aspek ruhani yang berpengaruh terhadap arah kehidupan manusia. Penafsiran hijrah yang tidak selaras dengan pandangan ini tidaklah tepat.
Kaum Muslimin pada masa sekarang sangat membutuhkan pemahaman yang baik tentang peristiwa hijrah. Mereka harus mengetahui pandangan yang benar sehingga terhindar dari kesalahpahaman. Pemahaman yang sebenarnya mesti sering disampaikan agar dapat memberikan wacana baru serta semangat yang besar dalam merealisasikan hijrah tersebut. Muaranya adalah dapat mengambil pelajaran yang Kaum Muslimin pada masa sekarang sangat membutuhkan pemahaman yang baik tentang peristiwa hijrah. Mereka harus mengetahui pandangan yang benar sehingga terhindar dari kesalahpahaman. Pemahaman yang sebenarnya mesti sering disampaikan agar dapat memberikan wacana baru serta semangat yang besar dalam merealisasikan hijrah tersebut. Muaranya adalah dapat mengambil pelajaran yang
Persaudaraan adalah perjanjian antara kaum mukminin yang di dalamnya terkandung hak dan kewajiban. Imam Bukhâri meriwayatkan bahwa setibanya kaum Muhajirin di Madinah, Rasulullah saw. mempersaudarakan Abdul Rahman bin ‘Auf (Muhâjirin) dengan Sa’ad bin Rabi’ (Anshâr). Saad ibn Rabî’ berkata kepada Abdul
Rahman, “Saya orang Anshar yang terkaya dan akan memberikan separoh harta saya kepadamu, saya juga mempunyai dua istri. Pilihlah salah seorang yang engkau senangi dan setelah masa iddahnya selesai, akan saya nikahkan engkau dengannya”. Abdul Rahman menjawab, “Semoga Allah memberkatimu, keluargamu dan harta bendamu”.
Artinya: Diriwayatkan dari Anas ra. Berkata: Abdul Rahman Ibn Auf tiba di tengah- tengah
Rasulullah langsung mempersaudarakannya dengan Sa’ad Ibn Rabi’. 6
Ketika tanah Mekkah yang merupakan tanah kelahiran mereka sendiri menjadi lahan penyiksaan, penganiayaan, penghinaan dan pelecehan agama, mereka rela meninggalkan tanah kelahiran tersebut guna menjaga dan mempertahankan aqidahnya dibarengi dengan kesabaran dan tawakkal kepada Allah swt.
6 Lihat: Hadits Riwatat Bukhari, Kitab al-Buyu ’ , Bab Mâ Jâa fî Qawlillahi Ta ’ âla Faidzâ
Qadhaytu as-shalah , No. 1907. (CD Room, Kutub Tis ’ ah )
Artinya : “Dan orang-orang berhijrah karena Allah sesudah mereka dianiaya, pasti kami akan memberikan tempat yang bagus kepada mereka di dunia. Dan
sesungguhnya pahala di akhirat adalah lebih besar, kalau mereka mengetahui, (yaitu) orang-orang yang sabar dan hanya kepada tuhan saja mereka bertawakkal.” (Q.S. an-Nahl [16]: 41-42)
Kemudian dalam firman-Nya :
Artinya: “ Dan sesungguhnya Tuhanmu (pelindung) bagi orang-orang yang berhijrah sesudah menderita cobaan, kemudian mereka berjihad dan sabar, sesungguhnya Tuhanmu sesudah itu benar-benar maha pengampun lagi maha penyayang.” (Q.S. an-Nahl [16]: 110)
Hijrah merupakan langkah yang baik untuk memperoleh pertolongan, kemuliaan dan keutamaan dari Allah swt. untuk mempertahankan keimanan dan dasar-dasar agama. Hijrah adalah ajaran para nabi dan rasul sejak Nabi Adam. Dalam hal ini, Nabi Nuh juga melaksanakan hijrah dengan menggunakan kapal bersama umat yang beriman kepadanya. Allah swt. berfirman:
Artinya: ”Maka dia mengadu kepada tuhannya bahwasanya aku ini adalah orang yang dikalahkan, oleh sebab itu tolonglah (aku), maka kami bukakan pintu- pintu langit dengan menurunkan) air yang tercurah. Dan kami jadikan bumi memancarkan mata air-mata air maka bertemulah air-air itu untuk satu urusan yang sungguh telah ditetapkan. Dan kami angkut Nuh ke atas bahtera yang terbuat dari papan dan paku, yang berlayar dengan pemeliharaan kami sebagai balasan bagi orang-orang yang diingkari (Nuh) .” (Q.S. al-Qamar [54]: 10-14)
Hijrah adalah pemisah antara dua fase, yaitu fase pembangunan akidah (di
Mekah) 7 dan fase pembangunan pilar-pilar negara serta perlindungannya (di Madinah). Pada waktu itu, para Muhajirin selalu berada dalam pengayoman
kekasihnya.
Artinya: ”Mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang- orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (Q.S. al-Hasyr [59]: 9)
Fenomena hijrah terus berkembang di setiap masa dan tempat sejak diturunkannya risalah langit kepada umat manusia di persada bumi ini. Bermula dari
7 Syaikh Muhammad Amakhzum, Manhaj an-Nabi fî al-Da ’ wah min Hilâl al-Sîrah as- Shahihah , (Cairo: Dâr as-Salâm, 2003), Cet. II, h. 21.
hijrah Nabi Adam sejak awal kehidupannya, yaitu terlihat adanya permusuhan antara Adam dan Iblis (antara kebaikan dan keburukan). Iblis sangat dendam terhadap Adam karena Allah swt. memuliakan Adam. Sejak itulah Iblis berusaha memperdaya Adam
dan istrinya agar keduanya diusir dari surga. 8 Allah swt. berfirman:
Artinya: ”Maka setan membisikkan pikiran jahat kepada keduanya apa yang tertutup dari mereka yaitu auratnya dan setan berkata, “ Tuhan kamu tidak
melarangmu dari mendekati pohon ini, melainkan supaya kamu berdua tidak menjadi malaikat atau tidak menjadi orang yang kekal (dalam surga). Dan dia (setan) bersumpah kepada keduanya, ‘Ssesungguhnya saya adalah termasuk orang yang memberi nasehat kepada kamu berdua .” (Q.S. al- A’râf [7]: 20-21)
Ayat ini memberikan gambaran bahwa sejak awal telah terjadi peperangan antara kejelekan yang diwakili oleh iblis dengan kebaikan yang diwakili oleh Adam. Secara lahiriah, hijrah Adam as. ke dunia ini berbeda dengan hijrah yang dilakukan
oleh anak keturunannya. Namun secara esensial, keduanya memiliki kesamaan. 9 Begitu pula hijrah Nabi Nuh yang diutus kepada kaumnya untuk mengajak
kepada ajaran tauhid sebagaimana firman Allah:
8 Muhammad Abdullah al-Khathîb, Makna Hijrah Dulu dan Sekarang, (Jakarta: Gema Insani Press, 1996 M), Cet. I, h. 68.
9 Kemiripannya bermuara pada sisi meninggalkan tempat (hijrah al-makân), yaitu seseorang berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Syaikh Ibn
Shaleh al-Utsaimin dalam membagi hijrah ke dalam tiga bentuk, di antaranya: hijrah al-makân, amal dan amil . Lihat Syaikh Ibn Shaleh al-Utsaimin, Syarh Riyâdh as-Shâlihin, h. 15-21 dikutip dari majalah As-Sunnah edisi VI/2003.
Artinya: ”Dan sesungguhnya kami telah mengutus Nuh as. kepada kaumnya, maka dia tinggal di antara mereka seribu tahun kurang lima puluh tahun. Maka
mereka ditimpa banjir besar, dan mereka adalah orang-orang yang aniaya.” (Q.S. al-‘Ankabût [29]: 14)
Allah swt. menyelamatkan Nabi Nuh dan orang-orang yang beriman dari bencana banjir yang besar dengan memberikan ketenangan dalam hati mereka. Selanjutnya, Nuh mempersiapkan hijrah dengan menggunakan kapal. Allah memberikan pertolongan serta menyelamatkan orang-orang yang beriman yang hijrah dan menenggelamkan yang lain. Allah swt. berfirman:
Artinya: ”Dan diwahyukan kepada Nuh bahwasanya sekali-kali tidak akan beriman di antara kaummu kecuali oaring yang telah beriman (saja). Karena itu
janganlah engkau bersedih hati tentang apa yang selalu mereka kerjakan. Dan buatlah bahtera itu dengan pengawasan dan petunjuk wahyu kami, dan janganlah kamu bicarakan dengan aku tentang orang-orang yang zalim itu; sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan .” (Q.S. Hûd [11]: 36-37)
Lain halnya yang dikisahkan dalam al-Qur’an tentang hijrah Nabi Ibrahim as. dalam menghadapi penyembah berhala dan raja Namrud. Nabi Ibrahim as. menghina tuhan-tuhan mereka yang sama sekali tidak mampu mendatangkan manfaat dan Lain halnya yang dikisahkan dalam al-Qur’an tentang hijrah Nabi Ibrahim as. dalam menghadapi penyembah berhala dan raja Namrud. Nabi Ibrahim as. menghina tuhan-tuhan mereka yang sama sekali tidak mampu mendatangkan manfaat dan
Artinya: ”dan berkatalah Ibrahim, ‘Sesungguhnya aku akan berpindah ke (tempat yang telah diperintahkan) tuhanku (kepadaku); sesungguhnya dialah yang maha perkasa lagi maha bijaksana’’ . (Q.S. al-‘Ankabût [29]: 26)
Hijrah Nabi Musa as. juga memiliki sejarah yang diabadikan dalam al- Qur’an melalui perlawanan dan tindakan serta dakwahnya ke jalan kebenaran. Al- Qur’an mengungkapkan keadaan Bani Israil di bawah kekuasaan Fir’aun yang bertindak sewenang-wenang, sombong, membuat kerusakan di muka bumi dan memproklamirkan dirinya sebagai tuhan.
Artinya: ”Kami membacakan kepadamu sebagian dari kisah Musa dan Fir’aun dengan benar untuk orang-orang yang beriman. Sesungguhnya Fir’aun
telah berbuat sewenang-wenang di muka bumi ini dan menjadikan penduduknya berpecah-belah, dengan menindas segolongan dari mereka, menyembelih anak-anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak-anak perempuan mereka. Sesungguhnya Fir’aun termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan.” (Q.S. al-Qashash [28]: 3-4)
Seluruh bukti di atas memberikan kesan terhadap hijrah para nabi Allah dalam meninggalkan seluruh tindakan dan perbuatan serta aqidah yang menyesatkan yang dibuat oleh umat dan penguasa yang menolak kebenaran dari Allah swt, yaitu Seluruh bukti di atas memberikan kesan terhadap hijrah para nabi Allah dalam meninggalkan seluruh tindakan dan perbuatan serta aqidah yang menyesatkan yang dibuat oleh umat dan penguasa yang menolak kebenaran dari Allah swt, yaitu
Perjalanan hijrah dari Mekkah ke Madinah bukanlah hal yang terjadi secara kebetulan sebagaimana yang dikatakan oleh sebagian pihak. Sesungguhnya orang yang mempelajari sirah nabawiyah dengan jeli tentu akan memahami bahwa hijrah adalah proses pencarian yang panjang, observasi yang matang dan dirasah
(penelitian) yang berkelanjutan terhadap situasi negara-negara dan para pemeluknya yang ada saat itu. 10 Kondisi tersebut adalah berada dalam persimpangan antara
petunjuk dan kebenaran, mengharapkan datangnya juru penyelamat yang sekian lama mereka tunggu dan harapkan agar membawa mereka kepada kebahagiaan dunia dan akhirat.
B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Mengacu pada identifikasi masalah di atas dapat dipahami bahwa dalam memahami hijrah dari perspektif al-Qur’an memerlukan peninjauan kembali hal yang melatarbelakangi timbulnya pemahaman tentang tema tersebut dalam konteks al- Qur’an. Selain itu, kalam Allah swt. tersebut diteliti serta dicermati kembali melalui penafsiran-penafsiran yang diutarakan oleh para mufassir.
Dengan adanya ayat-ayat yang telah diramu dan dijelaskan dapat memberikan corak tentang konsep tentang isi yang dikandung al-Qur’an, begitu pula dapat memberikan pemahaman yang jelas tentang tema yang dikaji dan pembicaraan yang
10 Abû Fâris, Hijrah Nabawi ……., h. 125 10 Abû Fâris, Hijrah Nabawi ……., h. 125
Hijrah merupakan bagian dari unsur-unsur publikasi dakwah dapat disalurkan kepada kaum Muslimin secara umum. Pada gilirannya, hijrah juga dapat membawa masyarakat kepada kesejahteraan dan keselamatan dunia dan akhirat. Persoalan hijrah adalah persoalan antara kebenaran dan kebatilan, pertarungan antara risalah Allah
dengan risalah yang menyesatkan, juga merupakan salah satu bagian yang mampu menjaga dari para pendusta dan para musuh yang menyesatkan.
Apabila konsep hijrah ini digelindingkan dengan sistem sekarang yang bervarian yang memungkinkan untuk melaksanakan hijrah, yaitu dengan adanya berbagai konflik terkhusus konflik yang mengatasnamakan konflik SARA. Di lain sisi, hijrah juga menjadi hal yang sangat berkaitan dengan amar ma’rûf nâhi munkar).
Konsep hijrah menurut pandangan al-Qur’an membutuhkan kejelian dan keseriusan karena menyangkut keselamatan dan kesejahteraan manusia. Segala tindakan dan aktifitas manusia seyogianya termotivasi oleh dorongan dan ajakan al- Qur’an sehingga segenap tindakan dan pekerjaannya bersandar pada nilai-nilai al- Qur’an.
Dari permasalahan di atas, penulis akan menitikberatkan pengkajian tentang bagaimana konsep hijrah dalam perspektif al-Qur’an? Kemudian dari pertanyaan tersebut, dipandang perlu untuk merumuskan sub-sub masalah untuk mengarahkan pembahasan dalam penulisan ini. Adapun sub-sub masalah yang akan diangkat, yaitu:
1. Apa dan bagaimana konsep hijrah di awal masa Islam?
2. Bagaiamana al-Qur’an dalam mengungkap konsep hijrah?
3. Bagaimana penerapan hijrah dan signifikansinya di masa sekarang?
C. Analisa Teoritis dan Kerangka Konseptual
Tesis ini berjudul “ Hijrah dalam Perspektif al-Qur’an; Kajian dengan Pendekatan Tematik“ . Sebagaimana yang diutarakan oleh beberapa ulama, hijrah memiliki beberapa makna, yaitu berpindah dari negeri kufur ke negeri Islam, 11 dan
lebih umum lagi adalah pindah dari apa yang dilarang oleh Allah swt. menuju apa yang diridhai-Nya.
Menurut Ahzami yang dikutip dalam buku al-Hijrah fî al-Qur’ân menyatakan bahwa hijrah merupakan bagian uslûb min asâlib ad-da’wah serta sarana untuk menyelamatkan diri dari para musuh dan para pendusta. Beliau juga menambahkan
bahwa hijrah merupakan pembicaraan konflik antara kebaikan dan keburukan. 12 Hijrah dapat menciptakan lingkungan yang islami dan mampu membentuk
kepribadian serta individu yang kokoh dan konsisten terhadap nilai-nilai ajaran Islam
11 Pendapat ini digunakan oleh beberapa ulama Seperti: Abû Bakr Ibn ‘Arabî, Ahkâm al- Qur ’ an , (Beirut: Dâr al-Kutub al-Ilmiyah, t.th), Juz I, h. 484. Ibn Hajar al-Asqalânî, Fath al- Bârî,
(Beirut: Dâr al-Fikr, t.th), Juz VI, h. 39. dan Ibn Taimiyah, Majmu ’ al-Fatâwâ , (Cairo: Dâr al-Hadits, t.th), Juz XII, h. 282.
12 Muhammad Ahzâmi Sami’un Jazûli, al-Hijrah fî al-Qur ’ an al-Karim, (Riyâdh: Maktab Syarikah Riyâdh, 1996), Cet. I, h. 6, 12 Muhammad Ahzâmi Sami’un Jazûli, al-Hijrah fî al-Qur ’ an al-Karim, (Riyâdh: Maktab Syarikah Riyâdh, 1996), Cet. I, h. 6,
Setidaknya, pendapat di atas memberikan kejelasan tentang bukti pentingnya hijrah sebagaimana yang termaktub dalam al-Qur’an. Di sisi lain, hukum hijrah masih
berlaku pada masa sekarang sampai hari kiamat. Adapun kaitannya dengan hadits Nabi tentang tidak adanya hijrah setelah penaklukan kota Mekkah memberikan kesan pemahaman bahwa hijrah dari Mekkah ke Madinah memang sudah berakhir, sedangkan hijrah yang merupakan sunnatullah terus berlangsung, yaitu hijrah dari
negeri kafir ke negeri Islam akan terus berlangsung sampai penghujung zaman.
Rasulullah bersabda:
Artinya: “Sesungguhnya hijrah itu tidak ada hentinya hingga terhentinya tobat; dan tobat pun tidak ada hentinya hingga matahari terbit di sebelah barat.” 13
Dalam hadist lain Rasulullah bersabda:
Artinya: ”Tidak ada hijrah setelah Fathu Makkah, tetapi jihad dan niat. Dan jika kamu sekalian diperintah berangkat (berperang) maka berangkatlah 14 .”
13 Lihat: Sunan Abi Dâud (Kitab al-Jihâd No. 2120), Sunan ad-Dârimî, (Kitab as-Sîrah No.
2401. (CD Room, Kutub Tis ’ ah )
14 Shahîh Muslim, (Kitab al-Hajj No. 2412, Kitab Imârât No. 3467), Sunan Turmudzi (Kitab Sîrah ‘ an ar-Rasûl No. 1516), Sunan an-Nasâ ’ i (Kitab Manâsik al-Hajj No. 2826, 2843 dan Kitab
Bai ’ at No. 4100), Sunan Abi Dâûd (Kitab Manasik No. 1725, Jihâd No. 2121), Sunan Ibn Mâjah,
Selanjutnya yang dimaksud dengan al-Qur’an adalah nash al-Qur’an itu sendiri. Pengkajian tetap melihat dilâlah-dilâlah-nya serta asbâb an-nuzûl-nya karena status al-Qur’an adalah sumber utama penetapan hukum. Terlebih lagi bahwa tema pokok kajian penulis adalah hijrah dalam perspektif al-Qur’an.
Adapun pendekatan tematik yang dimaksud adalah mengangkat tema tertentu serta mengumpulkan ayat-ayat yang berkaitan dengan tema tersebut dan
mengolahnya menjadi satu kesatuan. Dari uraian di atas, penulis memberikan kerangka teori yang pernah
dikemukakan oleh ulama-ulama terdahulu bahwa al-Qur’an dapat diteliti dalam beberapa sudut pandang antara lain:
1. Ilmu bahasa yang menerangkan tentang nahwu, balâghah, haqiqat, majâzi, serta nilai keindahan bahasa al-Qur’an
2. Sosio-historis yang meliputi ilmu asbâb an-nuzul ayat-ayat al-Qur’an.
3. Ilmu-ilmu lain yang memberikan dukungan terhadap tema kajian tertentu.
D. Tinjauan Pustaka
Dalam menyusun karya ilmiah diperlukan beberapa rujukan yang sesuai
dengan topik kajian yang dibahas. Hal tersebut dijadikan sebagai pedoman dasar atau
kerangka acuan dalam penyusunan yang dapat mengarahkan pada sasaran yang ingin
(Kitab Jihâd No. 2763), Musnad Ahmad, (No. 1887, 2166, 2269, 2771, 3083, 3164), Sunan ad-Dârimî,
(Kitab Sîrah No. 2400. (CD Room, Kutub Tis ’ ah ).
dicapai guna melahirkan suatu karya yang dapat menambah wawasan dan berkontribusi dalam dunia akademik.
Karena topik ini menyangkut al-Qur’an secara langsung, maka sumber utamanya adalah ayat-ayat al-Qur’an yang berkaitan dengan tema pembahasan yaitu hijrah. Selain itu, penulis juga menggunakan kitab-kitab tafsir yang berkaitan dengan tema hijrah seperti yang dikarang oleh ulama-ulama klasik maupun modern sebagai
rujukan sekunder. Tafsir-tafsir tersebut setidaknya menyentuh pembahasan hijrah ketika menginterpretasikan ayat-ayat hijrah. Di antara tafsir-tafsir tersebut adalah: Tafsir at-Thabari, Tafsir Ibn Katsîr , Tafsir al-Marâghi, Tafsir al-Manâr, Tafsir Fî Zhilâl al-Qur’ân , serta masih banyak lagi kitab tafsir lainnya.
Rujukan lainnya adalah buku al-Hijrah fî al-Qur’an al-Karim yang ditulis oleh Dr. Ahzami Sami’un Jazuli juga memaparkan esensi, urgensi dan relevansi hijrah serta bukti-bukti dari para Nabi yang melaksanakan hijrah. Di samping itu, penulis juga menjadikan kitab Al-Hijrah wa al-Muhâjirûn fî al-Qur’an wa as-Sunnah oleh Muhammad Ibrahim bin Abdurahman sebagai bahan acuan. Buku ini mengemukakan hikmah seputar pelaksanaan hijrah Rasulullah saw.; baik yang berkenaan dengan sudut pandang al-Qur’an maupun hadits serta langkah dan signifikansinya.
Dari beberapa penelitian penulis, tidak satu pun yang mengkaji hijrah dalam perspektif al-Qur’an kecuali dalam berbahasa Arab seperti yang ditulis oleh Dr. Ahzami dan Dr. Muhammad Ibrahim. Demikian halnya tidak satu pun peneliti yang Dari beberapa penelitian penulis, tidak satu pun yang mengkaji hijrah dalam perspektif al-Qur’an kecuali dalam berbahasa Arab seperti yang ditulis oleh Dr. Ahzami dan Dr. Muhammad Ibrahim. Demikian halnya tidak satu pun peneliti yang
E. Tujuan dan Signifikansi Penelitian
a. Tujuan Penelitian
Tujuan utama dari bahasan ini adalah menjelaskan makna hijrah dalam tinjauan al-Qur’an. Kajian ini dianggap sangat penting untuk dikaji kembali agar
memberikan nuansa baru dalam kehidupan manusia serta dapat memberikan motivasi dalam menjalankan segala aktifitas keseharian. Bukan saja dipahami sekedar suatu perpindahan fisik, tetapi bagaimana memfungsikan hijrah melalui tindakan dan perbuatan sehingga seluruh aktifisas yang dilakukan mengarah kepada tindakan yang terpuji. Di sisi lain, penulis menginginkan agar penulisan ini dapat memberikan manfaat yang konstruktif di tengah-tengah masyarakat Islam. Adapun beberapa tujuan tersebut meliputi:
1. Untuk memberikan sumbangan pemikiran tentang paradigma dan konsep hijrah dalam kajian tafsir serta menambah khazanah kepustakaan dalam meneliti al- Qur’an sebagai sumber pertama yang senantiasa relevan dengan kondisi zaman.
2. Untuk al-Qur’an itu tidak hanya berlaku pada Zaman Rasulullah, tetapi dapat juga berlaku di saat sekarang ini. Sesuai dengan pemahaman para ulama dalam mengungkap pesan dan kesan al-Qur’an
3. Untuk meneliti teknis pelaksanaan hijrah sebelum dan di masa Nabi Muhammad saw.
4. Untuk menyelesaikan jenjang pendidikan Strata Dua (S2) Program Magister dan untuk memenuhi persyaratan guna meraih gelar magister agama.
b. Signifikansi Penelitian
1. Hasil penelitian ini diharapkan mempunyai nilai signifikan karena sebagian masyarakat hanya memahami persolan hijrah dalam pengertian secara fisik saja
padahal hijrah secara non fisik tak kalah pentingnya. Kemudian setelah mengamati kondisi masyarakat dewasa ini dengan merajalelanya kemaksiatan, maka dampak yang dihasilkan kemaksiatan itu merusak prilaku dan menghancurkan moral generasi muda.
2. Hasil penelitian ini menjadi sumbangan praktis yang bersifat ilmiah kepada masyarakat luas mengenai kajian hijrah dalam perspektif al-Qur’an. Hal ini juga diharapkan agar dapat dimanfaatkan di kalangan akademis dan masyarakat umum.
F. Metode dan Langkah-Langkah Penelitian
Dalam setiap penelitian, metode mempunyai peranan yang sangat penting. Hal tersebut disebabkan metode merupakan cara yang digunakan agar kegiatan penelitian dapat terlaksana secara terarah guna mencapai hasil yang maksimal. Penelitian yang Dalam setiap penelitian, metode mempunyai peranan yang sangat penting. Hal tersebut disebabkan metode merupakan cara yang digunakan agar kegiatan penelitian dapat terlaksana secara terarah guna mencapai hasil yang maksimal. Penelitian yang
Kajian ini bersifat kajian kepustakaan (library research) karena data yang dihimpun sepenuhnya merupakan data kepustakaan terutama tafsir-tafsir tentang ayat-ayat yang menyangkut hijrah. Berdasarkan sifat permasalahan yang akan dikaji, maka metode yang digunakan adalah metode tematik atau maudhû’i, yaitu tafsir yang
berusaha mencari jawaban al-Qur’an terhadap masalah tertentu dengan cara menghimpun ayat-ayat yang dimaksud lalu menganalisanya lewat ilmu-ilmu bantu yang relevan dengan masalah yang dibahas untuk melahirkan suatu uraian utuh
tentang masalah tersebut. 15
Untuk memperoleh data yang lengkap, penulis mengutip dari berbagai pustaka dan sumber primer yang membicarakan tentang konsep al-Hijratu fî al- Qur’an al-Karim karya Dr. Ahzâmi Sâmiun Jazulî, al-Insân fî al-Qur’an karya Mahmud al-‘Aqqâd, Fî Zhilâl al-Qur’ân, Adhwâ’ al-Bayân fî Îdhâhi al-Qur’ân bi al- Qur’ân , Tafsir al-Râzi dan masih banyak kitab-kitab tafsir lain yang berkaitan dengan pembahasan ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Selanjutnya metode penulisan tesis ini berpedoman pada buku Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi IAIN Syarif Hidayatullah (Jakarta: IAIN Press, 2000).
15 ‘Abd al-Hayy al-Farmâwi, Al-Bidâyah fî al-Tafsîr al-Mawdhû ’ i , (Cairo: Maktab al- Jumhuriyyah, 1997), h. 52.
G. Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan dalam tulisan ini terdiri dari lima bab, yaitu: Bab pertama berisikan pendahuluan yang mengemukakan latar belakang
masalah, rumusan dan batasan masalah, analisa teoritis dan kerangka konseptual,
tinjauan pustaka, tujuan dan signifikansi penelitian, metodologi dan langkah-langkah penelitian dan sistematika pembahasan.
Pada bab kedua akan dibahas teori-teori dasar hijrah dengan mengungkap beberapa pandangan beberapa ulama. Pembahasan selanjutnya adalah hijrah dan pembagiannya yang meliputi latar belakang timbulnya hijrah dan hijrah yang dilakukan Rasulullah saw. dan diakhiri dengan mengetengahkan ayat-ayat hijrah dalam al-Qur’an.
Bab ketiga membahas tentang hijrah dalam perspektif al-Qur’an yang dikemas dalam beberapa pembahasan di antaranya, posisi hijrah dalam al-Qur’an dan derajat hijrah terhadap iman dan redaksi redaksi yang dipakai dalam memotivasi untuk melakukan hijrah
Bab keempat akan membahas analisis mengenai pengaruh dan dampak hijrah menurut al-Qur’an yang meliputi kehidupan sosial-kemasyarakatan, berbangsa, bernegara dan kehidupan beragama.
Bab kelima merupakan bab penutup mengemukakan kesimpulan dan saran- saran dari penelitian.
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HIJRAH
A. Pengertian Hijrah
1. Makna Hijrah Secara Bahasa
Secara etimologi, kata hijrah berasal dari bahasa Arab yang berbentuk kata benda (isim) dari kata-kerja (fi’il) hajara yang berarti memutuskan hubungan, pindah,
atau meninggalkan suatu tempat dan pindah kepada yang lain. Kata ini juga dapat dimaknai sebagai lawan kata (antonim) dari kata al-wasl. Pengertian hijrah sebagai lawan kata al-wasl digunakan dengan konotasi umum, sedangkan pengertian yang digunakan dengan makna keluar dari suatu daerah ke daerah yang lain merupakan pemaknaan khusus. Di sisi lain, ada juga yang mengasalkannya dari akar kata hajara,
yahjuru, hajran wa hujrânan 1 .
Di dalam hadist dikatakan: “ Lâ yahillu li rajulin an yahjura akhâhu fawqa tsalâtsah layâl” . 2 Artinya,“ Tidak dihalalkan bagi seorang muslim meninggalkan
atau memutuskan hubungan dengan saudaranya melebihi tiga hari” . Yang dimaksud
1 Ibn Atsiir al-Jazri, Nihâyah fî Gharîb al-Hadits wa al-Atsar, (t.tp: Matba’ah ‘Utsmâniyyah, 1311 H), Juz IV, h. 239 dan Al-Jauhari, Tâj al-Lugha wa Shihhah al-Arabiyyah, (Beirut: Dâr ‘Ilm
Malâyin, 1399 H/ 1979 M), Juz II, h. 85 dan Muhammad Ibrâhim ‘Abd Rahman, Hijrah wa al- Muhâjirin fî al-Qur ’ ân wa as-Sunnah , (Cairo: Muassasah Mukhtâr li an-Nasyr wa al-Tawzî’, 1424 H/ 2003 M), cet. I, h 19.
2 Lihat: Shahîh Muslim, Kitab “ Al-Birr wa as-Shilah wa al-Adab ” No. Hadits 4641, 4642, Sunân Turmuzi kitab al-Birr wa al-Shilah ‘ an Rasulillah, No. 1858, Sunân Abî Dâud kitab “ al-Adab ”
No. 4264, Musnad Ahmad kitab Bâqi Musnad al-Mukatsirîn No. 11630, 12230, 12580, 12857, 13420
dan Mâlik Kitab Jâmi ’ No. 1411 ( CD Room, Kutub al-Tis ’ ah ) dan Mâlik Kitab Jâmi ’ No. 1411 ( CD Room, Kutub al-Tis ’ ah )
Fîroz Abâdî mengatakan, (hajarahû) hajran dengan fathah dan hijrânan dengan kasrah mengandung arti saramahû (putus atau meninggalkan), seperti kata ahjarahu, wa fî as-shaumi i’tizâl fîh ‘an nikâh (dengan berpuasa berarti meninggalkan nikah , segala kenikmatan yang ada untuk sementara).
Di sisi lain juga disebutkan kalimat yang memiliki ungkapan hajara al-syirku hajran wa hujrânan, wa hijrah hasanah . Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kata hijrah ini, baik itu berbaris kasrah dan dhammah semuanya berarti; pindah dari
suatu daerah ke daerah yang lain. Hal inilah yang dinamakan dengan hijrah yang sesungguhnya (khurûj min al-ardh ila âkhar, wa qad hajar) 4 .
Lain halnya dengan yang diketengahkan oleh Bernard Lewis dkk bahwa pengambilan kata hijrah berasal dari bahasa Latin “hegira” dan dikenal dalam bahasa
Arab dengan kata hajara, yahjuru, hijrah. 5 Ibn Fâris mengatakan; al-hijrah merupakan lawan kata dari wasl, suatu kaum
meninggalkan suatu daerah ke daerah yang lain (hajara al-qaum min dâr ila dâr) atau meninggalkan yang pertama menuju ke yang kedua (tark al-awwal li tsâniyah), sebagaimana yang dilakukan kaum Muhajirin ketika mereka hijrah dari Mekkah ke
Madinah di tahun pertama dari penanggalan Islam. 6
3 Muhammad Ibn Makram Ibn Mandzur, Lisân al- ‘ Arab, (Beirut: Dâr al-Shâdir, t.th.), h. 250. 4 Majiddîn Muhammad Ibn Ya’qûb Fairuzabâdi, Qâmus al-Muhîth, (Cairo: Maktabah
Musthafâ al-Bâb wa Awlâduh, 1952), Juz II, h. 163. 5 Lewis, et.all., The Encyclopedi of Islam, (London: Lu’zab & Co, 1972), Vol III, h. 366.
6 Ahmad Ibn Fâris Ibn Zakariyâ, Mu ’ jam Maqâyis al-Lughah, ditahqiq oleh Abd Salâm Hârûn (Beirut: Dâr-al-Fikr, t.th.), Juz VI, h. 34. Lihat juga Ibn Atsîr al-Jazrî, Nihâyah fî Gharîb al-Hadîts wa
al-Atsar , (Mathba’ah Ustmâniyyah, 1311 H), Juz V, h, 245. Al-Jawhari, Taj al-Lugha wa Shihhah al-
Sedangkan ar-Râghib menambahkan keterangan seputar definisi di atas dengan mengatakan: al-hijru wa al-hijrân berarti manusia berpisah dengan yang
lainnya (mufâraqah al-insân wa gayruh), terkadang dengan badan, lisan dan kalbu. 7 Sebagaimana firman Allah swt:
Artinya: “Pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka.” (Q.S. an-Nisâ’ [4]: 34)
Ayat ini merupakan kiasan mengenai tidak mendekati mereka dengan badan ketika istri yang telah berbuat nusyuz kepada suaminya. Permasalahan ini akan dijelaskan oleh penulis pada klasifikasi ayat-ayat hijrah.
Artinya: “ Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku telah menjadikan Al-Qur’an ini suatu
yang tidak diacuhkan” . (Q.S. al-Furqân [25]: 30)
Ayat ini bermakna hijrah dengan lisan atau dengan lisan dan hati (qalb).
Artinya: “ Tinggalkanlah aku buat waktu yang lama”. (Q.S. Maryam [19]: 30)
‘ Arabiyyah, ditahqiq oleh Ustadz Ahmad Abd Gafur al-‘Atthâr, (Beirut: Dâr al-‘Ilm li al-Malâyin, 1399 H/ 1979 M, Juz II, h. 851.
7 Abu al-Qâsim al-Husayn Muhammad al-Ma’rûf bi al-Raghîb al-Isfahani, Mufradât al- Raghîb, Juz II, h. 782.
Artinya: “Dan perbuatan dosa (menyembah berhala) tinggalkanlah” (Q.S. al-
Muddatsir [74]: 5)
Bermakna dorongan meninggalkan secara keseluruhan dari seluruh anggota badan. 8
Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat dipahami bahwa hijrah apabila dikaitkan dengan pengertian kata-kata tersebut, pada dasarnya dimaksudkan untuk menyingkirkan diri dari tindakan-tindakan dan teror yang bersifat fisik yang dapat
mencelakakan diri sendiri dan keyakinan (aqidah) sehingga dapat meraih kebebasan, utamanya kebebasan menjalankan seluruh perintah Allah swt. dan menjauhi segala larangan-Nya.
2. Pengertian Hijrah Menurut Istilah
Secara istilah (syar’i), hijrah mengandung dua pengertian. Pertama, makna atau pengertian yang bersifat umum, yaitu meninggalkan yang dilarang oleh Allah swt. menuju kepada yang diperintahkan Allah. Kedua, bermakna khusus, yaitu
berpindah dari negeri yang syirik menuju ke negeri Islam. 9 Ibn Rajab al-Hanbâli menyebutkan bahwa pengertian hijrah ialah meninggalkan negeri syirik dan
berpindah menuju ke negeri Islam. Jika dilihat pada pengertian pertama (yang lebih dikenal dengan pengertian umum) maka ulama mendefinisikan hijrah dengan makna tersebut. Ada yang
8 Ibid. 9 Syakh Ali al-Khudaeri, Syarh al-Ushul al-Tsalâtsah, (Beirut: Dâr al-Fikr, t.th.), h. 54 dan
Muhammad Ibrâhim ‘Abd Rahmân, Hijrah wa al-Muhâjirûn fî al-Qur ’ an wa as-Sunnah , (Cairo: Muassasah Mukhtâr li an-Nasyr wa al-Tawzi’, 1424 H/ 2003 M), cet. I, h. 21.
memandang hijrah dari sisi makna terperinci (tafshîlî) dan ada pula yang berbicara secara global (ijmâlî). 10
Golongan pertama yang dimotori oleh Abu Bakar Ibn ‘Arabi, Ibn Hajar al- ‘ Asqalâni dan Syekh al-Islam Ibn Taimiyah mengatakan bahwa hijrah adalah
berpindah dari daerah kufur menuju daerah Islam. 11 Menurut golongan ini bahwa yang dimaksud dengan daerah kufur (dâr-al kufr) adalah daerah yang melaksanakan
atau menjalankan hukum kafir melalui bentuk perundang-undangan dan sebagainya.
Golongan kedua mengatakan bahwa yang dimaksud dengan makna hijrah secara syar’i adalah berpindah dari daerah zhulm (aniaya) menuju daerah yang adil
dengan maksud menyelamatkan agama. 12 Golongan ini memiliki beberapa alasan di antaranya:
a. Firman Allah:
Artinya: “ Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya, “ Dalam
keadaan bagaimana kamu ini?” . Mereka menjawab: “ Adalah kami orang-
10 Ahzâmi Sami’un Jazûlî, Al-Hijrah fî al-Qur ’ an al-Karîm, (Riyadh: Maktabah al-Rusyd Arab Saudi, 1996 M/1417 H), h. 26.
11 Abu Bakar Ibn al-Arabi, Ahkam a-Qur ’ ân (Beirut: Dâr al-Fikr, 1972), cet. II, Juz I, h. 464. Ibn Hajar al-‘Asqalani, Fath al-Bâri, (Beirut: Dâr al-Makrifah, t.th.), Juz VI, h. 39 dan Syaikh Islam
Ibn Taimiyah, Majmu ’ al-Fatâwa, (Jeddah: Maktab Ta’limi Sa’udi bi al-Maghrib, t.th.), Juz XII, h. 282.
12 Yang dimaksud dengan daerah adil adalah daerah yang diperintah melalui hukum kafir tetapi toleran (tasâmuh). Ini adalah pendapat kebanyakan manusia yang hidup dan berkreasi di
dalamnya. Mereka mengetahui bahwa sesungguhnya hijrah tertutup.
orang yang tertindas di negeri (Mekkah). Para malaikat berkata: Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi ini?. Orang- orang itu tempatnya neraka jahannam, dan jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali. (Q.S. an-Nisâ’[4]: 97)
b. Nabi Muhammad saw. melakukan hijrah ke negeri Habasy sebab negeri tersebut merupakan negeri yang dipimpin oleh seorang raja yang tidak melakukan aniaya (zhulm ) kepada penduduknya. Ini merupakan tanda yang jelas sebagai tempat melakukan hijrah.
c. Mereka mengatakan bahwa pemerintah Muslim tidak sanggup melaksanakan peran secara menyeluruh dan komprehensif (kâmil) di dalam daerah Islam, seperti berbuat aniaya terhadap rakyatnya. Di sisi lain ditemukan di daerah kufr penguasa yang begitu toleran dalam memberikan kebebasan dalam melaksanakan syariat agama, tidak melarang penduduknya untuk menyiarkan dakwah (ajaran dan ajakan) kepada Allah bahkan memberikan bantuan dan pelayanan sehingga tujuan hijrah dapat terealisasi dengan baik.
Golongan ketiga berpendapat hampir sama dengan golongan pertama yaitu; pindah dari daerah kufur dan komplik menuju daerah Islam. Akan tetapi, pengertiannya meluas pada makna hijrah yang meliputi: (a) Keluar dari daerah perang menuju daerah Islam, (menjadi wajib sebelum
ditaklukkannya kota Mekkah, kemudian kewajiban ini berakhir setelah Islamnya ditaklukkannya kota Mekkah, kemudian kewajiban ini berakhir setelah Islamnya
(b) Keluar dari daerah (negara) bid’ah jika tidak sanggup mendapatkan suatu
perubahan dan berusaha keras memberikan nasehat kepada penduduknya. 14 (c) Keluar dari daerah yang dominan di dalamnya perbuatan haram.
(d) Keluar karena takut tertimpa bencana terhadap tubuh. Hal itu merupakan
keringanan dari Allah swt. jika takut terjadi sesuatu terhadap dirinya. Maka sesungguhnya Allah swt. mengizinkan keluar dan hijrah untuk menyelamatkan diri dari bahaya sebagaimana dilakukan oleh Nabi Ibrahim as.
Artinya: “ Sesungguhnya saya berhijrah kepada Tuhanku… (Q.S. al-‘Ankabût [29]: 26) (e) Hijrah karena takut terjangkit suatu penyakit dalam daerah yang kurang