Shilat al-rahim bagian dari Karakter Ulu al-Albab Ancaman bagi Qâthi’ al-Rahim

8 kasih tersebut harus bertumpu pada satu titik yang tidak dapat dilepaskan yaitu mengesakan Allah. Pengakuan yang tulus akan keesaan Allah menuntut seorang muslim untuk tidak mnerima pandangan, tata nilai, dan tata kesopanan dari selain-Nya. Cara menampilkan pesan shilat al-rahim semacam ini dihubungkan dengan keimanan pada Allah juga dipergunakan oleh Rasulullah dalam salah satu riwayat : َناَك ْنَم َو َُفْـيَض ْمِ ْكُيْلَـف ِ ِ ْْا ِمْ َـيْلاَو ِهاِ ُنِمْؤُـي َناَك ْنَم َلاَق َملَسَو ِْيَلَع ُها ىلَص ِِّلا ِنَع َُْع ُها َيِضَر َةَ ْـيَ ُ َِِْأ ْنَع ْ ُمْصَيِل ْوَأ اً ْـيَ ْلُقَـيْلَـف ِ ِ ْْا ِمْ َـيْلاَو ِهاِ ُنِمْؤـُي َناَك ْنَم َو َُِ َر ْلِصَيْلَـف ِ ِ ْْا ِمْ يَلْاَو ِهاِ ُنِمْؤُـي . ُ يراخ لا اور َ. 20 “Dari Abu Hurairah r.a.dari Nabi SAW bersabda, “ Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir maka hendaklah memuliakan tamunya, dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir maka hendaklah menyambung kerabatnya dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir maka hendaklah berkata yang baik atau jika tidak mam pu b erkata baik hendaklah diam”. H.R. al-Bukhari Jiwa yang taqwa kepada Allah dan cinta kasih terhadap sesama manusia merupakan unsur yang sangat diperlukan dalam setiap nafas kehidupan. Dengan keimanan dan ketaqwaan , rasa tanggung jawab atas semua perbuatan akan tumbuh dalam diri manusia. Perbuatan baik yang dilandasi keimanan dan ketaqwaan tidak akan dikotori dengan sikap mengharap imbalan selain Allah riyâ. Jika kerelaan dan ketulusan senantiasa tertanam di dalam jiwa seseorang muslim, maka ia akan memegang teguh tali shilat al-rahim apapun yang akan dihadapinya.

B. Shilat al-rahim bagian dari Karakter Ulu al-Albab

Cara lain yang dipergunakan oleh al- Qur‟an untuk menganjurkan kepada kaum muslim agar melaksanakan shilaturrahim adalah menghubungkan perintah shilaturrahim dengan karakter ulu al- Albab , sebagaimana yang terangkai dalam Q.s. al- Ra‟d13:21-24 berikut: 1. Menyambung sesuatu yang diperintahkan untuk disambung shilat al–rahim. 2. Takut kepada Allah dan Hisâb – Nya 3. Sabar mengharap ridhâ – Nya 4. Mendirikan shalat 5. Menafkahkan harta 6. Membalas keburukan dengan kebaikan Meski tidak secara jelas disebutkan dalam ayat tersebut, para mufassirun menafsirkan bahwa yang dimaksud menyambung yang diperintahkan untuk disambung adalah menyabung hubungan kekeluargaan. Sebagaimana ayat pada sub bab sebelumnya, ayat al- Ra‟d ini juga menggambarkan bahwa peningkatan hubungan vertical harus diimbangi dengan peningkatan hubungan horizontal. 20 Al-Bukhâri, Shahih al-Bukhari, Juz IV,h.71. 9

C. Ancaman bagi Qâthi’ al-Rahim

Perhatian al- Qur‟an terhadap pentingnya shilat al-rahim juga dapat dipahami dari penyebutan balasan bagi orang yang menjaga hubungan antar manusia, khususnya keluarga, dan ancaman bagi orang-orang yang memutuskannya qâthi’ al-rahim. Balasan bagi orang yang membina dan menjaga dengan baik hubungan kekeluargaan adalah mendapat kenikmatan, ketenangan dan kebahagiaan dunia dan akhirat. Allah memberikan keistimewaan kepada hamba yang membina hubungan vertikal ataupun horisontal dengan baik yaitu memasuki surga ‘Adn bersama keluarganya. Kabar gembira ini terdapat di dalam Q.s al- Ra‟d13: 23 dengan menggunakan tiga kata âbâ, azwâj dan dzuriyyât. Lafaz âbâ menunjukkan orang tua dan orang-orang yang ada hubungan darah dengan keduanya, seperti kakek, nenek, paman dan lain-lain. Lafaz âbâ dapat juga bermakna para tokoh pendahulu atau guru-guru. 21 Lafaz azwâj menunjukkan suami atau istri dan orang-orang yang ada hubungan darah, seperti mertua dan lain-lain sedangkan dzuriyyât menunjukkan keturunan. Al- Qur‟an juga menginformasikan ancaman bagi orang-orang yang tidak mampu membina hubungan vertikal atau horisontal dengan baik, sebagimana yang digambarkan dalam beberapa firman-Nya, yang artinya: “ yaitu orang-orang yang melanggar perjanjian Allah sesudah perjanjian itu teguh, dan memutuskan apa yang diperintahkan Allah kepada mereka untuk menghubungkannya dan membuat kerusakan di muka bumi. mereka Itulah orang- orang yang rugi” Q.s. al-Baqarah2:27 “ Orang-orang yang merusak janji Allah setelah diikrarkan dengan teguh dan memutuskan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan dan mengadakan kerusakan di bumi, orang- orang Itulah yang memperoleh kutukan dan bagi mereka tempat kediaman yang buruk Jahannam.” Q.s. al- Ra‟d13:25. “ Mereka Itulah orang-orang yang dilanati Allah dan ditulikan-Nya telinga mereka dan dibutakan- Nya penglihatan mereka”. Q.s. Muhammad 47:23. Kata la’nah dalam ayat 23 di atas, secara leksikal berarti tercabutnya rahmat. 22 Allah tidak akan melimpahkan kasih syang-Nya kepada orang-orang yang tidak menjalankan perintah-Nya dalam hal ini merusak perjanjian dengan Allah „ahd Allah, memutuskan hubungan kekeluargaan dan membuat kerusakan. 23 Merusak perjanjian dan memutuskan hubungan vertikal ataupun horizontal dikategorikan sebagai orang fâsiq. 24 Kefasikan adalah sifat yang menjadikan manusia keluar dan menjauh dari kebenaran. Kata fisq yang berakar kata f, s, q ini adalah awalnya digunakan untuk menyebutkan buah busuk, karena kulitnya terkelupasdengan sendirinya atau kulitnya sangat mudah terkelupas 21 Penjelasan lebih detail dapat dilihat pada bab II tenteang arti kata âbâ. 22 Al-Ashfahânî, al-Mufradât, h. 451. 23 Al-Marâghî, Tafsir Al-Marâghî, juz XIII, h. 96. 24 Q.s. al-Baqarah2:27 ini adalah penjelas dari ayat sebelumnya yang menjelaskan tentang sikap kaum fâsîq. Lihat, Sa‟id Hawwâ, al-Asâs fi al-Qur’an, Kairo, Dâr al-Salâm, 1989, jilid IX, h. 5315. 10 sehingga terpisah dari isinya. Demikian juga seorang fâsiq adalah seorang yang keluar dengan kemauannya sendiri dari tuntunan Ilahi. 25

D. Perintah Shilat al-Rahim dihubungkan dengan Hukum Waris