barang jaminan apabila debitur wan prestasi, sehingga apabila nantinya debitur wan prestasi, bank tetap dapat mengeksekusi barang jaminan tanpa harus melalui
pengadilan maupun lembaga lelang negara berdasarkan grosse akta yang berkekuatan eksekutorial tersebut. Selain itu, bank juga mewajibkan asuransi bagi
debitur, sehingga tidak akan terkendala apabila debitur meninggal dunia. 3.
Sesuai dengan kewenangannya untuk membuat akta otentik, notaris berwenang untuk membuat akta jaminan dalam akad pembiayaan murabahah atas tanah yang
belum bersertifkat, yang dibuat dalam bentuk Akta Pengakuan Hutang dengan Pemberian Jaminan dan Kuasa Menjual, sesuai dengan perjanjian yang dibuat
oleh para pihak berdasarkan Pasal 1320 dan Pasal 1338 KUHPerdata.Di dalam akta tersebut selain memberikan kuasa menjual bagi bank jika debitur wan
prestasi, bank juga diberi kuasa untuk mengurus sertifikat tanah, apabila sertifikat telah selesai debitur memberi kuasa kepada bank untuk memasang Akta
Pembebanan hat Tanggungan atas tanah tersebut. Selain itu, notaris juga berperan sebagai penasehat hukum bagi para pihak yang menghadap padanya, baik
sebelum, ketika, dan setelah akta ditandatangani.
B. Saran-saran.
1. Penggunaan jaminan tanah belum bersertifikat atas pembiayaan yang diberikan
sudah menjadi kenyataan hukum di tengah-tengah masyarakat. Oleh sebab itu hendaknya pemerintah dapat melahirkan peraturan perundang-undangan tentang
pemberian jaminan dan penjualan barang jaminan yang mengakomodir
Universitas Sumatera Utara
kepentingan ekonomi masyarakat dimana kebutuhan pinjamannya di bank jumlahnya relatif kecil, terutama atas tanah belum bersertifikat.
2. Resiko yang dihadapi bank atas pembiayaan yang diberikan dengan jaminan
tanah yang belum bersertifikat adalah sama dengan jaminan yang telah ada lembaganya tersendiri. Sama-sama dapat dieksekusi. Oleh karena itu, hendaknya
bank sebagai pemberi pembiayaan, terutama bank-bank besar, menerima tanah yang belum bersertifkat sebagai jaminan atas pembiayaannya. Akan tetapi tanah
yang telah bersertifikat memiliki keunggulan daripada tanah yang belum bersertifikat, yaitu apabila debitur wan prestasi, bank mempunyai hak untuk
memasang APHT, sehingga bank memperoleh hak istimewa, sertifikat serta pembuktiannya lebih kuat, dan jelas serta mudah eksekusinya. Karenanya, akan
lebih baik lagi kalau yang dijadikan jaminan adalah tanah yang telah bersertifikat. 3.
Hendaknya notaris dalam menjalankan tugasnya sebagai pejabat yang berwenang untuk membuat akta otentik, notaris harus selalu menjunjung prinsip kehati-hatian
dalam penerbitan setiap aktanya, terutama menyangkut penerbitan akta jaminan dengan tanah belum bersertifikat. Hal ini dikarenakan tidak adanya cek bersih
seperti halnya tanah bersertifikat, apabila akan dijadikan jaminan hutang, sehingga dimungkinkan terjadinya surat tanah letter C palsu. Oleh karena itu,
untuk menghindari terjadinya surat tanah ganda atau palsu, notaris harus memintakan kepada debitur untuk menyertakan surat keterangan silang sengketa
atas tanah yang dikeluarkan oleh camat lurah.
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA
I. Buku
Ali, Atabik dan A.Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab Indonesia, Multi Karya Grafika, Jogyakarta, 1998
Al-Qur’an Dan Terjemahnya, diterjemahan oleh Yayasan Penyelenggara Penerjemah Al-Qur’an, Karya Toha Putra, Semarang
Andasasmita, Komar, Notaris Selayang Pandang, Bandung, Alumni, 1983. Antonio, Muhammad Syafi’i, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik, Gema Insani,
Jakarta, 2001. Anwar, Syamsul, Hukum Perjanjian Syariah, Studi Tentang Teori Akad Dalam
Fikih Muamalat, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2007 Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2008
As-shiddieqy, Hasbi, Hukum-Hukum Fiqih Islam, Penerbit Bulan Bintang,
Jakarta. Badrulzaman, Mariam Darus, Bab-Bab tentang Kredit Perbankan, Gadai dan
Fidusia, Cetakan IV, Bandung, Alumni, 1987. Budiono, Herlien, Asas Keseimbangan Bagi Hukum Perjanjian Indonesia, Citra
Aditya Bakti, Bandung, 2006. Bigha, Mustafa Diibul, Fiqih Syafii Terjemah at-Tahzib terj A. Sunarto dan
M.Multazam, Bintang Pelajar, Sawahan, 1984. Dahlan, Abdul Azis, Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid 5, Ichtisar Baru Van Hoeve,
Jakarta, 1996. Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka,
Jakarta, 2002. Dewi, Gemala, dkk, Hukum Perikatan Islam Di Indonesia, Kencana Prenada
Media, Jakarta, 2005.
Universitas Sumatera Utara