1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.
Latar belakang Anak diartikan sebagai seseorang yang berusia kurang dari delapan belas
tahun dalam masa tumbuh kembang dengan kebutuhan khusus baik kebutuhan fisik, psikologis, sosial dan spiritual Hidayat, 2009. Anak dengan berbagai
karakteristiknya memiliki respon imun dan kekuatan pertahanan diri yang belum optimal, sehingga anak memiliki peluang yang lebih besar untuk mengalami sakit
Markum, 2002 dalam Ramdaniati, 2011. Diperkirakan lebih dari 5 juta anak-anak di Amerika Serikat mengalami
rawat inap dan setengah dari jumlah tersebut mengalami kecemasan dan stres Kain, 2006 dalam Apriliawati, 2011.
Jumlah anak-anak yang mengalami rawat inap di Indonesia diperkirakan 35 per 1000 anak Sumarko, 2008 dalam Purwandari, 2009. Angka kesakitan
anak Morbidity Rate di Indonesia berdasarkan Survei Kesehatan Nasiolnal Susenas tahun 2010 di daerah perkotaan menurut kelompok usia 0-4 tahun
sebesar 25,8, usia 5-12 tahun sebesar 14,91, usia 13-15 tahun sebesar 9,1, usia 16-21 tahun sebesar 8,13.
Anak yang dirawat di rumah sakit akan memperoleh tindakan pengobatan dan perawatan sesuai dengan penyakit dan kebutuhan dasarnya. Salah satu
tindakan yang rutin dilakukan adalah prosedur invasif tindakan pemasangan infus Hinchliff, 1999, dalam Bolin, 2013. Hal ini didukung oleh Hindley 2004
yang mengatakan lebih dari 60 pasien yang masuk ke rumah sakit mendapat
1
Universitas Sumatera Utara
terapi melalui IV. Diperkirakan menurut Gallant dan Schultz 2006 sekitar 150 juta anak yang dirawat di ruang rawat inap rumah sakit di Amerika Serikat
mendapatkan tindakan pemasangan infus. Jumlah pasien yang mendapat terapi infus di Inggris diperkirakan sekitar 25 juta pertahun dan telah terpasang berbagai
bentuk alat akses selama perawatan Hampton, 2008. Anak-anak sangat rentan terhadap stres yang berhubungan dengan
tindakan invasif. Memasang infus pada anak bukan merupakan hal yang mudah karena anak memiliki vena yang kecil dan rapuh, sehingga sering ditemui
pemasangan infus yang berulang kali karena gagal memasang kanul intra vena. Pemasangan infus juga biasanya dilakukan berkali-kali pada anak selama anak
dalam masa perawatan karena anak cenderung tidak bisa tenang sehingga infus yang sedang terpasang sering macet, aboket bengkokpatah atau bahkan infus
terlepas. Akibatnya anak akan dilakukan pemasangan infus berulang kali dan dapat menimbulkan rasa cemas, takut, dan rasa tidak nyaman akibat nyeri yang
dirasakan setiap kali penusukan Wang, Sun Chen, 2008. Hal ini juga akan menimbulkan trauma pada anak sehingga anak akan mengalami kecemasan dan
stress Nelson, 1999, dalam bolin 2010. Perbedaan perkembangan diantara kelompok usia mempengaruhi reaksi
terhadap nyeri Perry Potter, 2005. Toleransi terhadap nyeri akan terus meningkat sesuai dengan pertambahan usia, semakin bertambah usia anak maka
makin bertambah pula pemahaman dan usaha untuk pencegahan terhadap nyeri Wahyuni Nurhidayat, 2008.
Universitas Sumatera Utara
Anak pra sekolah akan bereaksi terhadap tindakan penusukan bahkan mungkin bereaksi untuk menarik diri terhadap jarum karena menimbulkan rasa
nyeri yang nyata, yang menyebabkan takut terhadap tindakan penusukan Hockenberry Wilson, 2007. Reaksi terhadap nyeri hampir serupa dengan
reaksi yang dimunculkan pada anak usia todler, namun anak usia prasekolah bereaksi lebih baik terhadap persiapan tindakan seperti distraksi dan penjelasan
perawat dibandingkan pada usia yang lebih muda Hockenberry Wilson, 2007. Kondisi tersebut memungkinkan adanya tindakan penurunan nyeri sebelum
tindakan invasif dilaksanakan. Trauma yang disebabkan tindakan invasif berupa pemasangan infus tidak
hanya berdampak secara fisik tetapi juga psikologis. Trauma fisik dan psikologis ini akan menimbulkan persepsi negatif pada anak tentang rumah sakit Kubsch,
2000 dalam Sulistiyani, 2009. Terpaparnya anak pada kejadian traumatik pada masa kecil akan memberikan pengalaman yang tidak menyenangkan atau
mengerikan dalam waktu yang lama, tidak hanya anak-anak tetapi lingkungan terutama keluarga juga akan terpengaruh Fletcher, 2003.
Berbagai upaya dilakukan perawat untuk mengurangi efek trauma pada anak akibat prosedur invasif. Tindakan yang dilakukan perawat anak sesuai
perkembangan saat ini adalah dengan mengembangkan tindakan atraumatic care Kubsch, 2000, dalam Sulistiyani 2009. Atraumatic care merupakan perawatan
yang tidak menimbulkan trauma pada anak. Perawatan tersebut difokuskan dalam pencegahan terhadap trauma yang merupakan bagian dalam keperawatan anak
Hidayat, 2009.
Universitas Sumatera Utara
Atarumatic care dapat dilakukan dengan menyediakan lingkungan yang terapeutik, menggunakan intervensi yang bersifat mengurangi atau memperkecil
distres psikologis dan fisik terhadap anak dan keluarga dalam sistem pelayanan kesehatan. Distres psikologis meliputi kecemasan, ketakutan, kemarahan,
kekecewaan, kesedihan, malu atau rasa bersalah. Distres fisik dapat berkisar dari kesulitan tidur dan imobilisasi sampai pengalaman stimulus sensori yang
mengganggu seperti rasa sakit Wong, 2009. Tujuan utama dari pelayanan yang tidak menimbulkan trauma atraumatic
care pada anak, agar adalah tidak ada yang tersakiti. Prinsip yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan tersebut dengan mencegah dan meminimalkan perpisahan
anak dengan keluarganya, meningkatkan kontrol diri anak, dan mencegah terjadinya nyeri serta cedera tubuh Wong, 2003.
Penelitian Mariyam 2011 menyatakan bahwa implementasi atraumatic care untuk mengurangi nyeri pada anak usia 7-13 tahun yang dirawat di ruang
parikesit kelas II dan III RSUD Kota Semarang dengan teknik guided imagery saat pemasangan infus, menunjukkan adanya pengaruh pemberian guided imagery
terhadap tingkat nyeri pada anak usia 7-13 tahun saat pemasangan infus. Hasilnya tingkat nyeri responden saat dilakukan pemasangan infus pada kelompok kontrol
sebagian besar mengalami nyeri hebat skala 5 yaitu 42,9 sebanyak 12 anak, sedangkan tingkat nyeri responden pada kelompok intervensi yang sebagian besar
mengalami tingkat nyeri skala 2 sedikit lebih nyeri yaitu 39,3 . Penelitian Lestari 2013 implementasi atraumatic care menyatakan
adanya pengaruh dekapan keluarga dan pemberian posisi duduk terhadap distres
Universitas Sumatera Utara
anak usia prasekolah dan sekolah saat dilakukan pemasangan infus. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa anak yang diberikan dekapan keluarga dan
posisi duduk saat dilakukan pemasangan infus mempunyai skor distres yang lebih rendah dibandingkan dengan yang diberikan posisi supinasi.
Berdasarkan hasil wawancara dengan salah seorang perawat, 90 pasien anak yang mengalami rawat inap akan mendapatkan tindakan pemasangan infus.
Perawat mengatakan rata-rata anak akan menolak dan menangis ketika tindakan pemasangan infus akan dilakukan. Berkaitan dengan prinsip atraumatic care
dalam pemasangan infus, perawat mengatakan perawat akan membujuk anak apabila anak menangis saat prosedur akan dilakukan.
Berdasarkan uraian diatas diketahui bahwa berbagai prosedur invasif yang dilakukan dengan prinsip atraumatic care dapat mengurangi trauma pada anak,
baik trauma fisik nyeri dan trauma psikologis cemas. Berdasarkan hal tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang gambaran pelaksanaan
prinsip perawatan atraumatik khususnya dalam pemasangan infus pada anak di RSUD dr. Pirngadi Medan yang merupakan salah satu rumah sakit rujukan di kota
Medan.
2. Perumusan masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka penulis
tertarik untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan atraumatic care dalam pemasangan infus pada anak yang mengalami rawat inap di RSUD dr. Pirngadi
Medan?
Universitas Sumatera Utara
3. Pertanyaan penelitian a. Bagaimana pelaksanaan pelaksanaan atraumatic care dalam pemasangan
infus pada anak yang mengalami rawat inap di RSUD dr. Pirngadi Medan?
4. Tujuan penelitian Untuk mengidentifikasi gambaran pelaksanaan atraumatic care dalam
pemasangan infus pada anak yang mengalami rawat inap di RSUD dr. Pirngadi Medan.
5. Manfaat penelitian 5.1. Pendidikan keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan atau sumber informasi yang berguna bagi mahasiswa keperawatan terutama pada mahasiswa
yang melakukan pembelajaran klinik untuk dapat memberikan perawatan yang tidak menimbulkan trauma pada saat tindakan pemasangan infus pada anak
yang mengalami rawat inap sehingga diharapkan dapat menurunkan trauma
anak terhadap tindakan pemasangan infus.
5.2. Pelayanan keperawatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi pada perawat
tentang pelaksanakan atraumatic care dalam tindakan pemasangan infus yang sesuai dengan standar pelayanan yang dibutuhkan anak.
Universitas Sumatera Utara
5.3. Penelitian keperawatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai informasi
tambahan yang berguna bagi pengembangan penelitian keperawatan berikutnya terutama yang berhubungan dengan pelaksanaan atraumatic care dalam
pemasangan infus pada anak yang mengalami rawat inap.
Universitas Sumatera Utara
8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA