Karakteristik Penderita Kejang Demam pada Balita Rawat Inap Di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2010-2011

(1)

SKRIPSI

KARAKTERISTIK PENDERITA KEJANG DEMAM PADA BALITA RAWAT INAP DI RSUD Dr. PIRNGADI MEDAN

TAHUN 2010-2011

Oleh: SYAFNI RANI NIM. 081000085

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012


(2)

KARAKTERISTIK PENDERITA KEJANG DEMAM PADA BALITA RAWAT INAP DI RSUD Dr. PIRNGADI MEDAN

TAHUN 2010-2011

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh: SYAFNI RANI NIM. 081000085

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012


(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Skripsi : KARAKTERISTIK PENDERITA KEJANG DEMAM PADA BALITA RAWAT INAP DI RSUD Dr.PIRNGADI MEDAN TAHUN 2010-2011

Nama Mahasiswa : Syafni Rani Nomor Induk Mahasiswa : 081000085

Program Studi : Ilmu Kesehatan Masyarakat

Peminatan : Epidemiologi

Tanggal Lulus : 25 Oktober 2012

Disahkan Oleh Komisi Pembimbing

Pembimbing I, Pembimbing II,

Prof. dr. Sori Muda Sarumpaet, MPH Drs. Jemadi, M.Kes NIP. 19490417 197902 1 001 NIP.19640404 199203 1 005

Medan, Desember 2012 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Dekan,

Dr. Drs. Surya Utama, MS NIP. 19610831 198903 1 001


(4)

ABSTRAK

Kejang demam merupakan gangguan neurologis yang sering ditemukan pada balita. Dua sampai lima persen anak di dunia yang berumur ≤5 tahun pernah mengalami kejang demam. Lebih dari 90% terjadi pada anak usia <5 tahun. Insidens tertinggi kejang demam terjadi pada usia dua tahun pertama.

Untuk mengetahui karakteristik penderita kejang demam pada balita rawat inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan tahun 2010-2011 dilakukan penelitian deskriptif dengan desain case series. Populasi dan sampel berjumlah 110 orang (total sampling). Data diperoleh dari rekam medik, analisa data dengan uji Chi-square, T-test dan ANOVA.

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa proporsi tertinggi penderita kejang demam pada balita berdasarkan umur adalah pada kelompok umur 1 -3 tahun 57,3%; laki-laki 57,3% dengan seks rasio 1,3:1 ; berat badan lahir normal 94,6%; status gizi baik 85,5%; riwayat kejang demam sebelumnya 38,0%; penyakit yang menyertai tonsilofaringitis 37,1%; demam pada kejang demam dengan suhu >38°C -39°C 40,9%; kejang demam sederhana 59,1%; obat-obatan dan lab 81,8%; lama rawatan rata-rata 4 hari; biaya sendiri 59,1%; pulang sembuh 50,0%.

Tidak ada perbedaan proporsi klasifikasi kejang demam berdasarkan umur (p=0,111); tidak ada perbedaan proporsi jenis kelamin berdasarkan klasifikasi kejang demam (p=0,206); tidak ada perbedaan lama rawatan rata-rata berdasarkan klasifikasi kejang demam (p=0,916); ada perbedaan lama rawatan rata-rata berdasarkan keadaan sewaktu pulang (p=0,000).

Kepada RSUD Dr.Pirngadi Medan agar lebih melengkapi data pasien pada kartu status. Diharapkan adanya edukasi pada ibu yang memiliki anak balita agar dapat mencegah anaknya dari kejang demam ketika demam, dan kepada ibu yang memiliki anak dengan riwayat kejang demam agar dapat mencegah terjadinya kejang demam berulang dengan cara segera memberikan antipiretik dan antikonvulsan kepada anaknya ketika mulai demam.

Kata kunci : Kejang Demam, Karakteristik Penderita, RSUD Dr.Pirngadi Medan


(5)

ABSTRACT

Febrile convulsion is the commonest neurologis disorder in children under five years. Two to five percent of children in the world have a febrile convulsion when ≤5 years old. More than 90% occur when under five years old. The highest incidence occur when two years first life of children.

To determine the characteristic of children ≤5 years old with febrile convulsion were hospitalized in Dr. Pirngadi Region General Hospital Medan in 2010-2011 with research descriptive case series design. Population and sample numbered 110 person (total sampling). Data obtained from medical records, analyze data using Chi-square, T-test and ANOVA.

The results obtained that the children ≤ 5 years with febrile convulsion the highest proportion in age group 1-3 years are 57,3%; male 57,3% with sex ratio 1,3:1; normal weight birth 94,6%; good nutrition status 85,5%; febrile convulsion history 38,0%; had tonsilopharynxitis 37,1%; fever of febrile convulsion with temperature >38°C-39°C 40,9%; simple febrile seizure 59,1%; medicine and lab 81,8%; the average threatment time was 4 days; own expense 59,1%; heal patients 50%.

There was no difference in the proportion of febrile convulsion classification based age (p=0,111); there was no difference in the proportion of sex based febrile convulsion classification (p=0,206); there was no difference in the average treatment time is based on the classification of febrile convulsion (p = 0,916); there was difference in the average treatment time is based on the state of coming home (p=0,000).

To Dr. Pirngadi Region General Hospital Medan, in order listing more complete patient data on the status card. Suggested there are education for children under five’s mother in order can prevent her children from febrile convulsion when fever, and for mother who have children with febrile convulsion history in order can prevent febrile convulsion reccurence with way giving antipyretic and anticonvulsion to her children when start fever.

Keywords: Febrile Convulsion, Characteristics of Patients, Dr. Pirngadi Region General Hospital Medan


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Syafni Rani

Tempat/Tanggal Lahir : Medan/ 31 Agustus 1990 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Kawin Anak ke : 3 dari 5 bersaudara

Alamat Rumah : Jl. Garu IV Gg. Ikhlas No. 128A Medan

Riwayat Pendidikan

1. 1996-2002 : SD Negeri 067090 Medan 2. 2002-2005 : MTs AL-ULUM Medan 3. 2005-2008 : SMA Negeri 6 Medan

4. 2008-2012 : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Karakteristik Penderita Kejang Demam pada Balita Rawat Inap di RSUD. Dr.Pirngadi Medan Tahun 2010-2011.” Skripsi ini adalah salah satu syarat yang ditetapkan untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini penulis persembahkan kepada ayahandaku Pangidoan Simatupang dan ibunda tercinta Nurlaili Jamila Harahap, S.Pd. yang telah membesarkan, membimbing dan mendidik penulis dengan kasih sayang serta memberikan dukungan dan do’a kepada penulis dalam menyelesaikan pendidikan.

Terima kasih kepada dosen pembimbing I Bapak Prof.dr.Sori Muda Sarumpaet,M.PH dan dosen pembimbing II Bapak Drs. Jemadi, M.Kes, serta dosen penguji I Ibu drh.Hiswani,M.Kes dan dosen penguji II Bapak dr. Heldy BZ, M.PH. Yang telah meluangkan waktu dan pikirannya dalam memberi saran, kritikan, bimbingan serta masukan kepada penulis untuk penyempurnaan skripsi ini.

Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(8)

2. Ibu Ir. Kalsum, M.Kes selaku Dosen Penasehat Akademik yang telah membimbing penulis selama menjalani perkuliahan di FKM USU

3. Ibu drh. Rasmaliah, M.Kes selaku Ketua Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Direktur dan Kepala Bagian Rekam Medik RSUD Dr. Pirngadi Medan beserta staf yang telah memberikan izin penelitian dan telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian.

5. Seluruh Dosen serta Staf FKM USU

6. Kepada keluargaku terkasih : ayahanda, ibunda, kakandaku Gusti Khairani, abangdaku Dedi Yansyah, serta adindaku Septania Oniza dan Elnada Iklila yang telah memberikan bantuan, dorongan semangat, dan do’a yang tidak pernah putus dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Buat sahabat-sahabatku anak TAPANULI : Pivit, Ayu, Lista, Yuni, Nisa, Ami, Uci, dan Almh. Anggi, terima kasih telah menjadi sahabatku dan mau berbagi suka duka selama masa perkuliahan ini .

8. Buat teman-teman seperjuangan peminatan epidemiologi stambuk 2008, terima kasih atas kebersamaan dan dukungan yang telah diberikan.

Akhirnya dengan segala kerendahan hati penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna bagi pembaca dan dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi peneliti selanjutnya.

Medan, Oktober 2012 Penulis


(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... iia ABSTRACT... iib DAFTAR RIWAYAT HIDUP……….. . iii

KATA PENGANTAR……… iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL……….. . ix

DAFTAR GAMBAR……….. xi

DAFTAR LAMPIRAN……….. xiii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah... 4

1.3. Tujuan ... 4

1.3.1. Tujuan Umum... 4

1.3.2. Tujuan Khusus ... 4

1.4. Manfaat Penelitian ... 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Definisi Kejang Demam ... 7

2.2. Klasifikasi Kejang Demam ... 8

2.2.1. Kejang Demam Sederhana ... 8

2.2.2. Kejang Demam Kompleks ... 8

2.3. Etiologi Kejang Demam ... 8

2.4. Patofisiologi Kejang Demam ... 9

2.5. Epidemiologi Kejang Demam ... 10

2.5.1. Disribusi Frekuensi Kejang Demam ... 10

2.5.2. Determinan Kejang Demam ... 11

2.6. Komplikasi Kejang Demam ... 14

2.6.1. Kejang Demam Berulang... 14

2.6.2. Kerusakan Neuron Otak ... 15

2.6.3. Retardasi Mental... 15

2.6.4. Epilepsi ... 15

2.6.5. Hemiparesis ... 16

2.7. Pencegahan Kejang Demam ... 16

2.7.1. Pencegahan Primordial ... 16

2.7.2. Pencegahan Primer ... 17

2.7.3. Pencegahan Sekunder ... 17


(10)

BAB 3 KERANGKA KONSEP ... 20

3.1. Kerangka Konsep ... 20

3.2. Definisi Operasional ... 20

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 24

4.1. Jenis Penelitian ... 24

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 24

4.2.1. Lokasi Penelitian ... 24

4.2.2. Waktu Penelitian ... 24

4.3. Populasi dan Sampel ... 24

4.3.1. Populasi ... 24

4.3.2. Sampel ... 25

4.4. Metode Pengumpulan Data ... 25

4.5 Pengolahan dan Analisis Data... 25

BAB 5 HASIL PENELITIAN……… 26

5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian……….. 26

5.2. Analisa Deskriptif……….. 28

5.2.1. Sosiodemografi Penderita Kejang Demam pada Balita . . 28

5.2.2. Berat Badan Lahir Penderita Kejang Demam ………. .... 29

5.2.3. Status Gizi Penderita Kejang Demam ... 29

5.2.4. Status Riwayat Kejang Demam Sebelumnya Penderita Kejang Demam ……… ... 30

5.2.5. Riwayat Kejang Demam Sebelumnya Penderita Kejang Demam ………… ... 31

5.2.6. Penyakit yang Menyertai Penderita Kejang Demam…… 31

5.2.7. Tinggi Demam Penderita Kejang Demam ... 32

5.2.8. Klasifikasi kejang Demam ... 33

5.2.9. Penatalaksanaan Medis ... 33

5.2.10.Lama Rawatan Rata-rata Penderita Kejang Demam ... 34

5.2.11.Sumber Biaya Penderita Kejang Demam ... 35

5.2.12.Keadaan Sewaktu Pulang Penderita Kejang Demam... 35

5.3. Analisa Statistik……… .. 36

5.3.1. Klasifikasi Kejang Demam BerdasarkanUmur. ………. 36

5.3.2. Jenis Kelamin Berdasarkan Klasifikasi Kejang Demam ……… ... 37

5.3.3. Lama Rawatan Rata-rata Berdasarkan Klasifikasi Kejang Demam... 38

5.3.4. Lama Rawatan Rata-rata Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang …………... 39

5.3.5. Keadaan Sewaktu Pulang Berdasarkan Klasifikasi Kejang Demam………. 40


(11)

BAB 6 PEMBAHASAN ... 41

6.1. Analisa Deskriptif……….. . 41

6.1.1. Sosiodemografi Penderita Kejang Demam pada Balita .. 41

6.1.2. Berat Badan Lahir Penderita Kejang Demam ……… ... 44

6.1.3. Status Gizi Penderita Kejang Demam ... 46

6.1.4. Status Riwayat Kejang Demam Sebelumnya Penderita Kejang Demam ……… ... 47

6.1.5. Riwayat Kejang Demam Sebelumnya Penderita Kejang Demam ... 48

6.1.6. Penyakit yang Menyertai Penderita Kejang Demam ... 50

6.1.7. Tinggi Demam Penderita Kejang Demam ... 51

6.1.8. Klasifikasi kejang Demam ... 53

6.1.9. Penatalaksanaan Medis ... 54

6.1.10.Lama Rawatan Rata-rata Penderita Kejang Demam ... 55

6.1.11.Sumber Biaya Penderita Kejang Demam ... 56

6.1.12.Keadaan Sewaktu Pulang Penderita Kejang Demam... 57

6.2.Analisa Statistik………. .. 59

6.2.1. Klasifikasi Kejang Demam Berdasarkan Umur ………. 59

6.2.2. Jenis Kelamin Berdasarkan Klasifikasi Kejang Demam ……… ... 60

6.2.3. Lama Rawatan Rata-rata Berdasarkan Klasifikasi Kejang Demam ... 61

6.2.4. Lama Rawatan Rata-rata Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang ………… ... 62

6.2.5. Keadaan Sewaktu Pulang Berdasarkan Klasifikasi Kejang Demam……… 63

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN... 65

7.1. Kesimpulan ... 65

7.2. Saran ... 67 DAFTAR PUSTAKA


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 5.1. Distribusi Proporsi Penderita Kejang Demam pada Balita Berdasarkan Sosiodemografi Rawat Inap di RSUD Dr.

Pirngadi Medan Tahun 2010-2011...28 Tabel 5.2. Distribusi Proporsi Penderita Kejang Demam pada Balita

Berdasarkan Berat Badan Lahir Rawat Inap di RSUD Dr.

Pirngadi Medan Tahun 2010-2011... 29 Tabel 5.3. Distribusi Proporsi Penderita Kejang Demam pada Balita

Berdasarkan Status Gizi Rawat Inap di RSUD Dr. Pirngadi

Medan Tahun 2010-2011 ... 30 Tabel 5.4. Distribusi Proporsi Penderita Kejang Demam pada Balita

Berdasarkan Status Riwayat Kejang Demam Sebelumnya

Rawat Inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2010-2011... 30 Tabel 5.5. Distribusi Proporsi Penderita Kejang Demam pada Balita

Berdasarkan Riwayat Kejang Demam Sebelumnya Rawat

Inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2010-2011 ... 31 Tabel 5.6. Distribusi Proporsi Penderita Kejang Demam pada Balita

Berdasarkan Penyakit yang Menyertai Rawat Inap di RSUD

Dr. Pirngadi Medan Tahun 2010-2011 ... 32 Tabel 5.7. Distribusi Proporsi Penderita Kejang Demam pada Balita

Berdasarkan Tinggi Demam Rawat Inap di RSUD Dr.

Pirngadi Medan Tahun 2010-2011... 32 Tabel 5.8. Distribusi Proporsi Penderita Kejang Demam pada Balita

Berdasarkan Klasifikasi Kejang Demam Rawat Inap di RSUD

Dr. Pirngadi Medan Tahun 2010-2011 ... 33 Tabel 5.9. Distribusi Proporsi Penderita Kejang Demam pada Balita

Berdasarkan Penatalaksanaan Medis Rawat Inap di RSUD Dr.

Pirngadi Medan Tahun 2010-2011... 34 Tabel 5.10. Lama Rawatan Rata-Rata Penderita Kejang Demam pada Balita

Rawat Inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun


(13)

Tabel 5.11. Distribusi Proporsi Penderita Kejang Demam pada Balita Berdasarkan Sumber Biaya Rawat Inap di RSUD Dr. Pirngadi

Medan Tahun 2010-2011 ... 35 Tabel 5.12. Distribusi Proporsi Penderita Kejang Demam pada Balita

Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang Rawat Inap di RSUD

Dr. Pirngadi Medan Tahun 2010-2011 ... 36 Tabel 5.13. Distribusi Proporsi Klasifikasi Kejang Demam Berdasarkan

Umur Penderita Kejang Demam pada Balita Rawat Inap di

RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2010-2011 ... 36 Tabel 5.14. Distribusi Proporsi Jenis Kelamin Penderita Kejang Demam

pada Balita Berdasarkan Klasifikasi Kejang Demam Rawat

Inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2010-2011 ... 37 Tabel 5.15. Lama Rawatan Rata-rata Penderita Kejang Demam pada

Balita Berdasarkan Klasifikasi Kejang Demam Rawat Inap di

RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun2010-2011 ... 38 Tabel 5.16. Lama Rawatan Rata-rata Penderita Kejang Demam pada

Balita Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang Rawat Inap di

RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2010-2011 ... 39 Tabel 5.17. Distribusi Proporsi Keadaan Sewaktu Pulang Penderita Kejang

Demam pada Balita Berdasarkan Klasifikasi Kejang Demam


(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 6.1. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Kejang Demam pada Balita Rawat Inap Berdasarkan Umur di RSUD Dr.

Pirngadi Medan Tahun 2010-2011... 41 Gambar 6.2. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Kejang Demam

pada Balita Rawat Inap Berdasarkan Jenis Kelamin di

RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun2010-2011 ... 42 Gambar 6.3. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Kejang Demam

pada Balita Rawat Inap Berdasarkan Berat Badan Lahir

Tercatat di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun2010-2011 ... 44 Gambar 6.4. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Kejang Demam

pada Balita Rawat Inap Berdasarkan Status Gizi di RSUD

Dr. Pirngadi Medan Tahun2010-2011 ... 46 Gambar 6.5. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Kejang Demam

pada Balita Rawat Inap Berdasarkan Status Riwayat Kejang Demam Sebelumnya Tercatat di RSUD Dr.

Pirngadi Medan Tahun2010-2011... 47 Gambar 6.6. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Kejang Demam

pada Balita Rawat Inap Berdasarkan Riwayat Kejang Demam Sebelumnya Tercatat di RSUD Dr. Pirngadi

Medan Tahun2010-2011 ... 49 Gambar 6.7. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Kejang Demam

pada Balita Rawat Inap Berdasarkan Penyakit yang Menyertai Tercatat di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun

2010-2011 ... 50 Gambar 6.8. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Kejang Demam

pada Balita Rawat Inap Berdasarkan Tinggi Demam di

RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun2010-2011 ... 51 Gambar 6.9. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Kejang Demam

pada Balita Rawat Inap Berdasarkan Klasifikasi Kejang

Demam di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2010-2011 ... 53 Gambar 6.10. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Kejang Demam

pada Balita Rawat Inap Berdasarkan Penatalaksanaan


(15)

Gambar 6.11. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Kejang Demam pada Balita Rawat Inap Berdasarkan Sumber Biaya di

RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2010-2011 ... 56 Gambar 6.12. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Kejang Demam

pada Balita Rawat Inap Berdasarkan Keadaan Sewaktu

Pulang di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun2010-2011 ... 57 Gambar 6.13. Diagram Bar Proporsi Klasifikasi Kejang Demam

Berdasarkan Umur Penderita Kejang Demam Pada Balita Rawat Inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun

2010-2011 ... 59 Gambar 6.14. Diagram Bar Proporsi Jenis Kelamin Berdasarkan

Klasifikasi Kejang Demam Penderita Kejang Demam pada Balita Rawat Inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun

2010-2011 ... 60 Gambar 6.15. Diagram Bar Lama Rawatan Rata-rata Berdasarkan

Klasifikasi Kejang Demam Penderita Kejang Demam pada Balita Rawat Inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun

2010-2011 ... 61 Gambar 6.16. Diagram Bar Lama Rawatan Rata-rata Berdasarkan

Keadaan Sewaktu Pulang Penderita Kejang Demam pada Balita Rawat Inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun

2010-2011 ... 62 Gambar 6.17. Diagram Bar Proporsi Keadaan Sewaktu Pulang

Berdasarkan Klasifikasi Kejang Demam Penderita Kejang Demam pada Balita Rawat Inap di RSUD Dr. Pirngadi


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Master Data

Lampiran 2 : Output Master Data

Lampiran 3 : Surat Permohonan Izin Penelitian Lampiran 4 : Surat Keterangan Selesai Penelitian


(17)

ABSTRAK

Kejang demam merupakan gangguan neurologis yang sering ditemukan pada balita. Dua sampai lima persen anak di dunia yang berumur ≤5 tahun pernah mengalami kejang demam. Lebih dari 90% terjadi pada anak usia <5 tahun. Insidens tertinggi kejang demam terjadi pada usia dua tahun pertama.

Untuk mengetahui karakteristik penderita kejang demam pada balita rawat inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan tahun 2010-2011 dilakukan penelitian deskriptif dengan desain case series. Populasi dan sampel berjumlah 110 orang (total sampling). Data diperoleh dari rekam medik, analisa data dengan uji Chi-square, T-test dan ANOVA.

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa proporsi tertinggi penderita kejang demam pada balita berdasarkan umur adalah pada kelompok umur 1 -3 tahun 57,3%; laki-laki 57,3% dengan seks rasio 1,3:1 ; berat badan lahir normal 94,6%; status gizi baik 85,5%; riwayat kejang demam sebelumnya 38,0%; penyakit yang menyertai tonsilofaringitis 37,1%; demam pada kejang demam dengan suhu >38°C -39°C 40,9%; kejang demam sederhana 59,1%; obat-obatan dan lab 81,8%; lama rawatan rata-rata 4 hari; biaya sendiri 59,1%; pulang sembuh 50,0%.

Tidak ada perbedaan proporsi klasifikasi kejang demam berdasarkan umur (p=0,111); tidak ada perbedaan proporsi jenis kelamin berdasarkan klasifikasi kejang demam (p=0,206); tidak ada perbedaan lama rawatan rata-rata berdasarkan klasifikasi kejang demam (p=0,916); ada perbedaan lama rawatan rata-rata berdasarkan keadaan sewaktu pulang (p=0,000).

Kepada RSUD Dr.Pirngadi Medan agar lebih melengkapi data pasien pada kartu status. Diharapkan adanya edukasi pada ibu yang memiliki anak balita agar dapat mencegah anaknya dari kejang demam ketika demam, dan kepada ibu yang memiliki anak dengan riwayat kejang demam agar dapat mencegah terjadinya kejang demam berulang dengan cara segera memberikan antipiretik dan antikonvulsan kepada anaknya ketika mulai demam.

Kata kunci : Kejang Demam, Karakteristik Penderita, RSUD Dr.Pirngadi Medan


(18)

ABSTRACT

Febrile convulsion is the commonest neurologis disorder in children under five years. Two to five percent of children in the world have a febrile convulsion when ≤5 years old. More than 90% occur when under five years old. The highest incidence occur when two years first life of children.

To determine the characteristic of children ≤5 years old with febrile convulsion were hospitalized in Dr. Pirngadi Region General Hospital Medan in 2010-2011 with research descriptive case series design. Population and sample numbered 110 person (total sampling). Data obtained from medical records, analyze data using Chi-square, T-test and ANOVA.

The results obtained that the children ≤ 5 years with febrile convulsion the highest proportion in age group 1-3 years are 57,3%; male 57,3% with sex ratio 1,3:1; normal weight birth 94,6%; good nutrition status 85,5%; febrile convulsion history 38,0%; had tonsilopharynxitis 37,1%; fever of febrile convulsion with temperature >38°C-39°C 40,9%; simple febrile seizure 59,1%; medicine and lab 81,8%; the average threatment time was 4 days; own expense 59,1%; heal patients 50%.

There was no difference in the proportion of febrile convulsion classification based age (p=0,111); there was no difference in the proportion of sex based febrile convulsion classification (p=0,206); there was no difference in the average treatment time is based on the classification of febrile convulsion (p = 0,916); there was difference in the average treatment time is based on the state of coming home (p=0,000).

To Dr. Pirngadi Region General Hospital Medan, in order listing more complete patient data on the status card. Suggested there are education for children under five’s mother in order can prevent her children from febrile convulsion when fever, and for mother who have children with febrile convulsion history in order can prevent febrile convulsion reccurence with way giving antipyretic and anticonvulsion to her children when start fever.

Keywords: Febrile Convulsion, Characteristics of Patients, Dr. Pirngadi Region General Hospital Medan


(19)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kesehatan merupakan hak setiap orang dan investasi untuk keberhasilan pembangunan suatu negara.1 Oleh karena itu, dilaksanakan pembangunan kesehatan yang diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya dapat terwujud yang berpedoman pada Sistem Kesehatan Nasional (SKN) tahun 2009.2 Pembangunan kesehatan diselenggarakan berdasarkan perikemanusiaan, pemberdayaan dan kemandirian, adil dan merata, serta pengutamaan dan manfaat dengan perhatian khusus pada penduduk rentan, antara lain: ibu, bayi, anak, manusia usia lanjut dan keluarga miskin.3

Dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005 – 2025 juga dinyatakan bahwa dalam rangka mewujudkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan berdaya saing, maka kesehatan bersama-sama dengan pendidikan dan peningkatan daya beli keluarga/masyarakat merupakan tiga pilar utama untuk meningkatkan kualitas SDM. Sumber daya manusia yang berkualitas merupakan subjek dan sekaligus objek pembangunan dimana salah satu sasaran terpenting untuk meningkatkan sumber daya manusia adalah anak.4

Sebagai generasi penerus bangsa maka anak perlu mendapatkan perhatian dalam pertumbuhan dan perkembangannya guna menciptakan generasi yang sehat


(20)

anak dapat mengalami berbagai gangguan kesehatan. Salah satu gangguan kesehatan khususnya gangguan neurologis yang sering dijumpai pada bayi dan anak adalah kejang demam.5

Pada tahun 2005 World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa berdasarkan studi yang dilakukan di Departemen anak RS Al-Jahra Kuwait pada 400 anak usia 1 bulan-13 tahun dengan riwayat kejang, paling banyak anak menderita kejang demam 77%.6 Kejang demam dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks.7 Di Asia sekitar 70%-90% dari seluruh kejang demam merupakan kejang demam sederhana dan sisanya adalah kejang demam kompleks. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Karimzadeh, P., dkk di Mofid Children’s Hospital, Iran dari April 2005 sampai April 2007 diperoleh sebanyak 302 kasus penderita kejang demam pada anak dimana 221 kasus (73.2%) merupakan kejang demam sederhana dan 81 kasus (26.8%) merupakan kejang demam kompleks.8

Sekitar 3% dari seluruh anak mengalami kejang ketika berumur kurang dari 15 tahun, dimana setengahnya merupakan kejang demam. Dua sampai lima persen anak di dunia yang berumur ≤ 5 tahun pernah mengalami kejang demam, lebih dari 90% terjadi pada anak usia < 5 tahun. 9 Insiden tertinggi kejang demam terjadi pada usia dua tahun pertama kehidupan.10 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Karimzadeh, P., dkk di Mofid Children’s Hospital Iran dari April 2005 sampai April 2007 diperoleh penderita kejang demam pada anak berusia 1-12 bulan (21,2%), 13-24 bulan (39,8%), 25-72 bulan (34,1%), dan >73 bulan (4,9%).8


(21)

Insidensi kejang demam Di Amerika Serikat dan Eropa berkisar 4%-5% pada anak usia ≤ 5 tahun.11,12

Di Jepang insidens kejang demam berkisar 8,3% pada anak usia 3 tahun.13 Berdasarkan penelitian prospektif Sillanpaa, M., dkk (2008) di Finlandia didapat insidens rate kejang demam 6,9% pada anak usia 4 tahun.14

Angka mortalitas akibat kejang demam relatif rendah. Berdasarkan studi kohort yang dilakukan di Denmark selama 28 tahun (1 Januari 1977 - 31 Desember 2004) pada bayi baru lahir sampai usia tiga bulan dimana populasi berjumlah 1.675.643 orang. Dari jumlah populasi diperoleh insidensi kejang demam 3,3% (55.125 kasus). Dari insidensi diperoleh Case Fatality Rate (CFR) 0,42% (232 kasus).15

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yuana, I., dkk di Bagian Ilmu Kesehatan Anak, Sub Bagian Neurologi dan Sub Bagian Infeksi dan Penyakit Tropik RSUP dr. Kariadi Semarang mulai bulan April 2009 sampai Maret 2010 diperoleh 36 anak di bawah usia 5 tahun mengalami kejang demam, dimana laki-laki 52,8% dan perempuan 47,2%.16

Berdasarkan survei pendahuluan yang telah dilakukan di RSUD Dr. Pirngadi Medan diperoleh penderita kejang demam pada anak yang dirawat inap pada tahun 2010 sebanyak 47 orang dan pada tahun 2011 sebanyak 63 orang. Berdasarkan latar belakang diatas maka perlu dilakukan penelitian tentang karakteristik penderita kejang demam pada balita rawat inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan tahun 2010- 2011.


(22)

1.2. Perumusan Masalah

Belum diketahuinya karakteristik penderita kejang demam pada balita rawat inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan tahun 2010-2011.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui karakteristik penderita kejang demam pada balita rawat inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan tahun 2010-2011.

1.3.2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita kejang demam pada balita berdasarkan sosiodemografi (umur dan jenis kelamin)

b. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita kejang demam pada balita berdasarkan berat badan lahir.

c. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita kejang demam pada balita berdasarkan status gizi.

d. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita kejang demam pada balita berdasarkan status riwayat kejang demam sebelumnya.

e. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita kejang demam pada balita berdasarkan riwayat kejang demam sebelumnya.

f. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita kejang demam pada balita berdasarkan penyakit yang menyertai kejang demam.

g. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita kejang demam pada balita berdasarkan tinggi demam.


(23)

h. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita kejang demam pada balita berdasarkan klasifikasi kejang demam.

i. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita kejang demam pada balita berdasarkan penatalaksanaan medis.

j. Untuk mengetahui lama rawatan rata-rata penderita kejang demam pada balita.

k. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita kejang demam pada balita berdasarkan sumber biaya.

l. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita kejang demam pada balita berdasarkan keadaan sewaktu pulang.

m. Untuk mengetahui distribusi proporsi klasifikasi kejang demam berdasarkan umur penderita kejang demam pada balita.

n. Untuk mengetahui distribusi proporsi jenis kelamin penderita kejang demam pada balita berdasarkan klasifikasi kejang demam.

o. Untuk mengetahui distribusi lama rawatan rata-rata penderita kejang demam pada balita berdasarkan klasifikasi kejang demam.

p. Untuk mengetahui distribusi lama rawatan rata-rata penderita kejang demam pada balita berdasarkan keadaan sewaktu pulang.

q. Untuk mengetahui distribusi proporsi keadaan sewaktu pulang penderita kejang demam pada balita berdasarkan klasifikasi kejang demam.


(24)

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Sebagai bahan masukan bagi RSUD Dr. Pirngadi Medan dalam upaya peningkatan pelayanan kesehatan yang terkait dengan kejang demam.

1.4.2. Sebagai bahan informasi bagi peneliti lain untuk melakukan penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan penulis. 1.4.3. Sebagai sarana untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan penulis

mengenai Kejang Demam dan merupakan kesempatan bagi penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh selama perkuliahan di FKM USU.


(25)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Kejang Demam

Kejang demam atau febrile convulsion ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh proses ekstakramium.17 Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures, kejang demam adalah bangkitan kejang pada bayi dan anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan sampai 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu. 18 Anak yang pernah kejang tanpa demam dan bayi berumur kurang dari 4 minggu tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi yaitu yang ditandai dengan kejang berulang tanpa demam.7

Pada saat mengalami kejang, anak akan terlihat aneh untuk beberapa saat, kemudian kaku, dan memutar matanya. Anak tidak responsif untuk beberapa waktu, nafas akan terganggu, dan kulit akan tampak lebih gelap dari biasanya. Setelah kejang, anak akan segera normal kembali.. 19 Serangan kejang pada penderita kejang demam dapat terjadi satu, dua, tiga kali atau lebih selama satu episode demam. Jadi, satu episode kejang demam dapat terdiri dari satu, dua, tiga atau lebih serangan kejang.5


(26)

2.2. Klasifikasi Kejang Demam 7,20

Kejang demam dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu : 2.2.1. Kejang demam sederhana (simple febrile seizure)

Adapun ciri-ciri kejang demam sederhana antara lain : a. Berlangsung singkat (< 15 menit)

b. Menunjukkan tanda-tanda kejang tonik dan atau klonik.

Kejang tonik yaitu serangan berupa kejang/kaku seluruh tubuh. Kejang klonik yaitu gerakan menyentak tiba-tiba pada sebagian anggota tubuh. c. Kejang hanya terjadi sekali / tidak berulang dalam 24 jam.

2.2.2. Kejang demam kompleks (complex febrile seizure) Adapun ciri-ciri kejang demam kompleks antara lain : a. Berlangsung lama (> 15 menit).

b. Menunjukkan tanda-tanda kejang fokal yaitu kejang yang hanya melibatkan salah satu bagian tubuh.

c. Kejang berulang/multipel atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.

2.3. Etiologi Kejang Demam

Demam merupakan faktor pencetus terjadinya kejang demam pada anak.7 Demam sering disebabkan oleh berbagai penyakit infeksi seperti infeksi saluran pernafasan akut, otitis media akut, gastroenteritis, bronkitis, infeksi saluran kemih, dan lain-lain. Setiap anak memiliki ambang kejang yang berbeda. Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang paling tinggi. 17 Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, serangan kejang telah terjadi pada suhu 38°C bahkan kurang, sedangkan pada


(27)

anak dengan ambang kejang tinggi, serangan kejang baru terjadi pada suhu 40°C bahkan lebih.

2.4. Patofisiologi Kejang Demam21

Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau otak diperlukan energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa dan melalui suatu proses oksidasi. Dalam proses oksidasi tersebut diperlukan oksigen yang disediakan melalui perantaraan paru-paru. Oksigen dari paru-paru ini diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskular. Suatu sel, khususnya sel otak atau neuron dalam hal ini, dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari membran permukaan dalam dan membran permukaan luar. Membran permukaan dalam bersifat lipoid, sedangkan membran permukaan luar bersifat ionik.

Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dengan mudah dilalui ion Kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natrium ( Na+ ) dan elektrolit lainnya, kecuali oleh ion Klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan di luar neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar neuron, maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial membran tadi dapat berubah karena adanya : perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler, rangsangan yang datang mendadak seperti rangsangan mekanis, kimiawi, atau aliran


(28)

listrik dari sekitarnya, dan perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.

Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1°C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-15% dan meningkatnya kebutuhan oksigen sebesar 20%. Pada seorang anak usia 3 tahun, sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh sirkulasi tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi kenaikan suhu tubuh pada seorang anak dapat mengubah keseimbangan membran sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi ion Kalium dan ion Natrium melalui membran tersebut sehingga mengakibatkan terjadinya lepas muatan listrik. Lepasnya muatan listrik ini demikian besar sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel lain yang ada didekatnya dengan perantaraan neurotransmitter sehingga terjadilah kejang.

2.5. Epidemiologi Kejang Demam

2.5.1. Distribusi Frekuensi Kejang Demam a. Distribusi Frekuensi berdasarkan Orang

Penelitian Lumbantobing, S.M., (1995) pada 297 bayi dan anak yang menderita kejang demam menunjukkan bahwa 83,6% kejang demam pertama terjadi pada usia 1 bulan sampai 2 tahun.5 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Parmar, R.C., dkk (2001) di Department of Paediatrics of A Tertiarycare Centre di kota Metropolitan, India menunjukkan bahwa penderita kejang demam lebih banyak diderita oleh anak laki-laki 55% dan pada anak perempuan 45%.22


(29)

b. Distribusi Frekuensi berdasarkan Tempat dan Waktu

Berdasarkan studi kohort yang dilakukan oleh Huang, CC., dkk (1999) di kota Tainan, Taiwan pada 11.714 neonatal dari oktober 1989 – september 1991, setelah 3 tahun diikuti, 10.460 anak bersedia untuk mengikuti survei mengenai kejang demam. Dari 10.460 anak, didapatkan 256 anak yang pernah menderita kejang demam, sehingga diperoleh insidens kejang demam pada anak di kota Tainan, Taiwan 2,4%.25 Berdasarkan studi kohort yang dilakukan di Denmark selama 28 tahun (1 Januari 1977 - 31 Desember 2005) pada bayi baru lahir sampai usia tiga bulan pertama diperoleh insidensi kejang demam 3,3%.15

2.5.2.Determinan Kejang Demam

Determinan kejang demam dibedakan berdasarkan host, agent dan environment. a. Host

Faktor host yang menjadi determinan terjadinya kejang demam antara lain : a.1. Umur

Berdasarkan studi kasus kontrol yang dilakukan Fuadi, A., dkk (2010) di RSUP dr. Kariadi Semarang menunjukkan bahwa anak yang berusia <2 tahun mempunyai risiko 3,4 kali lebih besar mengalami kejang demam dibandingkan dengan anak yang berusia >2 tahun.26 Penelitian Karimzadeh, P., dkk (2008) di Mofid Children’s Hospital Iran menunjukkan bahwa penderita kejang demam paling banyak terjadi pada usia dua tahun pertama (13-24 bulan) yaitu 39,8%.8

a.2. Jenis kelamin


(30)

anak perempuan dengan rasio 1,2 : 1, dimana anak laki-laki 128 orang (54,2%) dan anak perempuan 108 orang (45,8%).27 Hasil penelitian Siddiqui, T.S., (2000) di Department of Paediatrics, Hayat Shaheed Teaching Hospital Peshawar diperoleh anak laki-laki yang menderita kejang demam 55% dan anak perempuan 45%.28

a.3. Riwayat kejang keluarga

Berdasarkan studi kasus kontrol yang dilakukan Fuadi, A., dkk (2010) di RSUP dr. Kariadi Semarang menunjukkan bahwa anak yang memiliki keluarga dengan riwayat kejang berisiko 4,5 kali untuk mengalami kejang demam dibandingkan dengan anak yang tidak memiliki keluarga dengan riwayat kejang.26 Penelitian Karimzadeh, P., dkk (2008) di Mofid Children’s Hospital Iran menunjukkan bahwa dari 302 anak yang menderita kejang demam, ada 28,8 % anak yang memiliki keluarga dengan riwayat kejang demam.8 Penelitian Ridha, N.R., dkk (2009) di RS Wahidin Sudirohusodo di Makassar menunjukkan bahwa anak yang memiliki keluarga dengan riwayat kejang demam berisiko 6 kali untuk mengalami kejang demam.23 Berdasarkan studi yang dilakukan Huang, CC., dkk (1999) di Taiwan menunjukkan bahwa anak yang memiliki saudara kandung dengan riwayat kejang demam berisiko 3,1 kali untuk menderita kejang demam.25

a.4. Berat badan lahir

Berdasarkan penelitian Vestergaard dkk (2002) di Denmark didapatkan bahwa risiko kejang demam meningkat secara konsisten dengan penurunan berat badan ketika lahir. Bayi yang lahir dengan berat badan <2500 gram 1,5 kali berisiko untuk menderita kejang demam. Pada bayi yang lahir dengan berat badan 2500-2999 gram risikonya 1,3 kali, bayi yang lahir dengan berat badan 3000-3499 gram risikonya 1,2


(31)

kali, sedangkan bayi yang lahir dengan berat badan 3500-3999 gram dan >3999 gram risiko untuk menderita kejang demam sebesar 1 kali.29

b. Agent

Kejadian kejang demam dicetuskan karena terjadinya kenaikan suhu tubuh di atas normal (demam). Tinggi suhu tubuh pada saat timbul serangan kejang disebut nilai ambang kejang. Ambang kejang berbeda-beda untuk setiap anak. Adanya perbedaan ambang kejang ini menunjukkan bahwa ada anak yang mengalami kejang setelah suhu tubuhnya meningkat sangat tinggi sedangkan pada anak yang lain, kejang sudah timbul walaupun suhu meningkat tidak terlalu tinggi.

Penelitian Karimzadeh, P., dkk (2008) di Mofid Children’s Hospital, diperoleh 302 kasus penderita kejang demam dimana anak yang mengalami kejang pada suhu ≤38,5o

C ada 60,9%, sedangkan anak yang mengalami kejang pada suhu >38,5oC ada 39,1%.8

Demam yang terjadi pada anak biasanya disebabkan oleh penyakit infeksi. Penelitian Mahyar, A., dkk (2010) di Iran menunjukkan bahwa anak yang menderita kejang demam, demamnya paling banyak disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) 53,8%, diikuti dengan gastroenteritis 24,4%, otitis media akut 9%, infeksi saluran kemih 6,4%, pneumonia 3,8% dan lainnya 2,6%.24

c. Environment

Faktor lain yang memengaruhi timbulnya kejang demam adalah faktor lingkungan dengan sanitasi dan higiene yang buruk serta pemukiman yang terlalu padat. Kondisi ini mengakibatkan mudahnya agent penyakit berkembang biak serta


(32)

terjadi pada saat anak kontak secara langsung dengan anggota keluarganya yang sakit.

2.6. Komplikasi Kejang Demam

Gangguan-gangguan yang dapat terjadi akibat dari kejang demam anak antara lain :

2.6.1. Kejang Demam Berulang.

Kejang demam berulang adalah kejang demam yang timbul pada lebih dari satu episode demam. Beberapa hal yang merupakan faktor risiko berulangnya kejang demam yaitu :

a. Usia anak < 15 bulan pada saat kejang demam pertama b. Riwayat kejang demam dalam keluarga

c. Kejang demam terjadi segera setelah mulai demam d. Riwayat demam yang sering

e. Kejang demam pertama merupakan kejang demam kompleks.

Berdasarkan penelitian kohort prospektif yang dilakukan Bahtera, T., dkk (2009) di RSUP dr. Kariadi Semarang, dimana subjek penelitian adalah penderita kejang demam pertama yang berusia 2 bulan - 6 tahun, kemudian selama 18 bulan diamati.Subjek penelitian berjumlah 148 orang. Lima puluh enam (37,84%) anak mengalami bangkitan kejang demam berulang.30

2.6.2. Kerusakan Neuron Otak.

Kejang yang berlangsung lama (>15 menit) biasanya disertai dengan apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot yang


(33)

akhirnya menyebabkan hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat karena metabolisme anaerobik, hipotensi arterial, denyut jantung yang tak teratur, serta suhu tubuh yang makin meningkat sejalan dengan meningkatnya aktivitas otot sehingga meningkatkan metabolisme otak. Proses di atas merupakan faktor penyebab terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsung kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan neuron otak.

2.6.3. Retardasi Mental, terjadi akibat kerusakan otak yang parah dan tidak mendapatkan pengobatan yang adekuat.

2.6.4. Epilepsi, terjadi karena kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama. Ada 3 faktor risiko yang menyebabkan kejang demam menjadi epilepsi dikemudian hari, yaitu :

a. Riwayat epilepsi pada orangtua atau saudara kandung.

b. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam pertama.

c. Kejang demam pertama merupakan kejang demam kompleks.

Menurut American National Collaborative Perinatal Project, 1,6% dari semua anak yang menderita kejang demam akan berkembang menjadi epilepsi, 10% dari semua anak yang menderita kejang demam yang mempunyai dua atau tiga faktor risiko di atas akan berkembang menjadi epilepsi.31


(34)

mengalami kejang lama (kejang demam kompleks). Mula-mula kelumpuhan bersifat flaksid, setelah 2 minggu timbul spasitas.

2.7. Pencegahan Kejang Demam 2.7.1. Pencegahan Primordial

Yaitu upaya pencegahan munculnya faktor predisposisi terhadap kasus kejang demam pada seorang anak dimana belum tampak adanya faktor yang menjadi risiko kejang demam. Upaya primordial dapat berupa:

a. Penyuluhan kepada ibu yang memiliki bayi atau anak tentang upaya untuk meningkatkan status gizi anak, dengan cara memenuhi kebutuhan nutrisinya. Jika status gizi anak baik maka akan meningkatkan daya tahan tubuhnya sehingga dapat terhindar dari berbagai penyakit infeksi yang memicu terjadinya demam.

b. Menjaga sanitasi dan kebersihan lingkungan. Jika lingkungan bersih dan sehat akan sulit bagi agent penyakit untuk berkembang biak sehingga anak dapat terhindar dari berbagai penyakit infeksi.

2.7.2. Pencegahan Primer32

Pencegahan Primer yaitu upaya awal pencegahan sebelum seseorang anak mengalami kejang demam. Pencegahan ini ditujukan kepada kelompok yang mempunyai faktor risiko. Dengan adanya pencegahan ini diharapkan keluarga/orang terdekat dengan anak dapat mencegah terjadinya serangan kejang demam.


(35)

Upaya pencegahan ini dilakukan ketika anak mengalami demam. Demam merupakan faktor pencetus terjadinya kejang demam. Jika anak mengalami demam segera kompres anak dengan air hangat dan berikan antipiretik untuk menurunkan demamnya meskipun tidak ditemukan bukti bahwa pemberian antipiretik dapat mengurangi risiko terjadinya kejang demam.

2.7.3. Pencegahan Sekunder33

Yaitu upaya pencegahan yang dilakukan ketika anak sudah mengalami kejang demam. Adapun tata laksana dalam penanganan kejang demam pada anak meliputi :

a. Pengobatan Fase Akut

Anak yang sedang mengalami kejang, prioritas utama adalah menjaga agar jalan nafas tetap terbuka. Pakaian dilonggarkan, posisi anak dimiringkan untuk mencegah aspirasi. Sebagian besar kasus kejang berhenti sendiri, tetapi dapat juga berlangsung terus atau berulang. Pengisapan lendir dan pemberian oksigen harus dilakukan teratur, bila perlu dilakukan intubasi. Keadaan dan kebutuhan cairan, kalori dan elektrolit harus diperhatikan. Suhu tubuh dapat diturunkan dengan kompres air hangat dan pemberian antipiretik. Pemberantasan kejang dilakukan dengan cara memberikan obat antikejang kepada penderita. Obat yang diberikan adalah diazepam. Dapat diberikan melalui intravena maupun rektal.34

b. Mencari dan mengobati penyebab

Pada anak, demam sering disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan akut, otitis media, bronkitis, infeksi saluran kemih, dan lain-lain. Untuk mengobati


(36)

badan yang tinggi juga dapat terjadi karena faktor lain, seperti meningitis atau ensefalitis. Oleh sebab itu pemeriksaan cairan serebrospinal (lumbal pungsi) diindikasikan pada anak penderita kejang demam berusia kurang dari 2 tahun. Pemeriksaan laboratorium lain dilakukan atas indikasi untuk mencari penyebab, seperti pemeriksaan darah rutin, kadar gula darah dan elektrolit. Pemeriksaan EEG dilakukan pada kejang demam kompleks atau anak yang mempunyai risiko untuk mengalami epilepsi.

c. Pengobatan profilaksis terhadap kejang demam berulang

Pencegahan kejang demam berulang perlu dilakukan karena menakutkan keluarga dan bila berlangsung terus dapat menyebabkan kerusakan otak yang menetap. Terdapat 2 cara profilaksis, yaitu:

c.1. Profilaksis intermitten pada waktu demam

Pengobatan profilaksis intermittent dengan antikonvulsan segera diberikan pada saat penderita demam (suhu rektal lebih dari 38ºC). Pilihan obat harus dapat cepat masuk dan bekerja ke otak. Obat yang dapat diberikan berupa diazepam, klonazepam atau kloralhidrat supositoria.

c.2. Profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan tiap hari Indikasi pemberian profilaksis terus menerus adalah:

c.2.1. Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan atau gangguan perkembangan neurologis.

c.2.2. Terdapat riwayat kejang tanpa demam yang bersifat genetik pada orang tua atau saudara kandung.


(37)

c.2.3. Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal atau diikuti kelainan neurologis sementara atau menetap. Kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau terjadi kejang multipel dalam satu episode demam.

Antikonvulsan profilaksis terus menerus diberikan selama 1-2 tahun setelah kejang terakhir, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan. Pemberian profilaksis terus menerus hanya berguna untuk mencegah berulangnya kejang demam berat, tetapi tidak dapat mencegah timbulnya epilepsi di kemudian hari. Obat yang dapat diberikan berupa fenobarbital dan asam valproat.

2.7.4. Pencegahan Tersier

Tujuan utama dari pencegahan tersier adalah mencegah terjadinya kecacatan, kematian, serta usaha rehabilitasi. Penderita kejang demam mempunyai risiko untuk mengalami kematian meskipun kemungkinannya sangat kecil. Selain itu, jika penderita kejang demam kompleks tidak segera mendapat penanganan yang tepat dan cepat akan berakibat pada kerusakan sel saraf (neuron). Oleh karena itu, anak yang menderita kejang demam perlu mendapat penanganan yang adekuat dari petugas kesehatan guna mencegah timbulnya kecacatan bahkan kematian.


(38)

BAB 3

KERANGKA KONSEP

3.1. Kerangka Konsep

Karakteristik Penderita Kejang Demam pada Balita 1. Sosiodemografi :

Umur

Jenis Kelamin 2. Berat badan lahir 3. Status gizi

4. Status riwayat kejang demam sebelumnya 5. Riwayat kejang demam sebelumnya 6. Penyakit yang menyertai

7. Tinggi demam

8. Klasifikasi kejang demam 9. Penatalaksanaan Medis 10.Lama rawatan rata-rata 11.Sumber biaya

12.Keadaan sewaktu pulang

3.2. Definisi Operasional

3.2.1. Balita adalah seorang laki-laki atau perempuan yang berusia ≤ 5 tahun.

3.2.2. Penderita Kejang Demam adalah pasien yang didiagnosa menderita bangkitan kejang dengan suhu tubuh sesuai yang tercatat pada kartu status.

3.2.3. Sosiodemografi

a. Umur adalah lamanya hidup penderita yang dihitung berdasarkan tahun sejak penderita lahir sesuai yang tercatat pada kartu status, dikelompokkan atas : 1. > 4 minggu - < 1 tahun

2. 1-3 tahun 3. > 3-5 tahun


(39)

b. Jenis Kelamin adalah ciri organ reproduksi yang dimiliki penderita kejang demam sesuai yang tercatat pada kartu status, dikelompokkan atas :

1. Laki-laki 2. Perempuan

3.2.4. Berat badan lahir adalah ukuran timbangan badan penderita kejang demam saat dilahirkan sesuai yang tercatat pada kartu status, dikelompokkan atas: 1. < 2.500 gram

2. ≥ 2.500 gram

3.2.5. Status gizi adalah adalah keadaan gizi balita yang diukur berdasarkan indeks berat badan (BB) / umur(U) yang dapat dikelompokkan atas : 35

1. Gizi lebih, bila Z score terletak > + 2 SD

2. Gizi baik, bila Z score terletak antara ≥ -2 SD sampai + 2 SD 3. Gizi kurang, bila Z score terletak antara < -2 SD sampai ≥ -3 SD 4. Gizi buruk, bila Z score terletak < -3 SD

3.2.6. Status riwayat kejang demam sebelumnya adalah ada atau tidak adanya kejang demam yang diderita balita sebelum kejang demam terakhir sesuai yang tercatat pada kartu status, dikelompokkan atas :

1. Ada 2. Tidak ada

3.2.7. Riwayat kejang demam sebelumnya adalah frekuensi kejang yang pernah diderita balita sebelum kejang demam terakhir sesuai yang tercatat pada kartu status, dikelompokkan atas :

1. 1 kali 2. 2-3 kali 3. >3 kali


(40)

3.2.8. Penyakit yang menyertai adalah penyakit yang memicu timbulnya demam pada penderita kejang demam sesuai yang tercatat pada kartu status, dikelompokkan atas :

1. Tonsilofaringitis 2. Gastroenteritis 3. ISPA

4. Pneumonia 5. Lainnya

3.2.9. Tinggi demam adalah suhu tubuh penderita kejang demam sesuai yang tercatat pada kartu status, dikelompokkan atas :

1. > 36oC - 38 oC 2. > 38oC - 39 oC 3. > 39oC - 40 oC 4. > 40 oC

3.2.10. Klasifikasi kejang demam adalah pembagian kejang demam berdasarkan sifat dan ciri-cirinya sesuai yang tercatat pada kartu status, dikelompokkan atas : 1. Kejang demam sederhana, berlangsung singkat (<15 menit), menunjukkan

tanda-tanda kejang tonik dan atau klonik, dan hanya terjadi sekali dalam 24 jam.

2. Kejang demam kompleks, berlangsung lama (>15 menit), menunjukkan tanda-tanda kejang fokal, dan berulang dalam 24 jam.

3.2.11.Penatalaksanaan medis adalah tindakan yang dilakukan tim medis terhadap penderita kejang demam dalam rangka penyembuhan sesuai yang tercatat pada kartu status, dikelompokkan atas :

1. Obat-obatan + lab


(41)

3.2.12.Lama rawatan rata-rata adalah jumlah rata-rata hari perawatan penderita kejang demam dihitung sejak tanggal mulai dirawat di rumah sakit sampai tanggal keluar sesuai yang tercatat pada kartu status.

3.2.13.Sumber biaya adalah jenis biaya yang digunakan oleh penderita kejang demam selama menjalani perawatan di rumah sakit sesuai yang tercatat pada kartu status, dikelompokkan atas :

1. Biaya sendiri

2. Asuransi Kesehatan (ASKES)

3. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM), meliputi Medan Sehat (MS), Jaminan Kesehatan Propinsi Sumatera Utara (JKPROPSU), dan Jamkesmas

3.2.14.Keadaan Sewaktu Pulang adalah kondisi penderita kejang demam sewaktu keluar dari rumah sakit sesuai yang tercatat pada kartu status, dikelompokkan atas :

1. Pulang Sembuh (PS) 2. Pulang Berobat Jalan (PBJ)

3. Pulang Atas Permintaan Sendiri (PAPS) 4. Pulang Meninggal Dunia


(42)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah bersifat deskriptif dan menggunakan desain case series.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUD Dr. Pirngadi Medan. Pemilihan lokasi ini dilakukan atas pertimbangan bahwa RSUD Dr. Pirngadi Medan merupakan rumah sakit umum daerah yang memiliki data penderita kejang demam yang dibutuhkan dan belum pernah dilakukan penelitian di RSUD Dr. Pirngadi Medan mengenai karakteristik penderita kejang demam pada balita rawat inap tahun 2010 - 2011. 4.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan mulai dari April - Oktober 2012.

4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi

Populasi penelitian ini adalah seluruh data penderita kejang demam pada balita rawat inap tahun 2010 - 2011 yang tercatat dalam laporan rekam medik RSUD Dr. Pirngadi Medan yang berjumlah 110 orang.


(43)

4.3.2. Sampel

Sampel peneltian ini adalah seluruh data penderita kejang demam pada balita rawat inap tahun 2010 - 2011 yang tercatat dalam kartu status. Besar sampel adalah sama dengan populasi (Total Sampling) yang berjumlah 110 orang.

4.4. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh dari berkas rekam medis penderita kejang demam pada balita rawat inap tahun 2010 - 2011. Kartu status dikumpulkan kemudian dilakukan pencatatan sesuai dengan variabel yang diteliti.

4.5. Teknik Analisa Data

Data yang dikumpulkan diolah dengan komputer dan dianalisa secara statistik deskriptif dengan bantuan program SPSS (Statistical Product and Service Solution) menggunakan uji Chi-square, t-test, dan Anova. Kemudian data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan proporsi, diagram pie dan diagram bar.


(44)

BAB 5

HASIL PENELITIAN

5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian48

Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan didirikan oleh Pemerintah Kolonial Belanda dengan nama Gemente Zieken Huis. Peletakan batu pertamanya dilakukan oleh Maria Constantia Macky pada tanggal 11 Agustus 1928 dan diresmikan pada tahun 1930. Setelah masuknya Jepang ke Indonesia pada tahun 1942, Rumah Sakit ini diambil alih oleh bangsa Jepang dan berganti nama menjadi Syuritso Bysonoince dan pimpinannya dipercayakan kepada seorang putera Indonesia yaitu Dr. Raden Pirngadi Gonggo Putro.

Pada tahun 1947 nama rumah sakit ini diganti menjadi Rumah Sakit Kota Medan yang dipimpin oleh Dr. Ahmad Sofyan. Semasa kepemimpinannya, rumah sakit ini berubah menjadi Rumah Sakit Umum Medan tahun 1952. Pada tahun 1979 sesuai dengan Surat Keputusan Gubernur Sumatera Utara No.150 tahun 1979 tanggal 25 Juni 1979 RSU Pusat Propinsi Medan diberi nama RSU Dr. Pirngadi Medan.

Sejak berdirinya FK USU tanggal 20 Agustus 1952, maka Rumah Sakit Umum Medan secara otomatis dipakai sebagai tempat kepaniteraan klinik para mahasiswa FK USU, walaupun penandatanganan perjanjian kerja sama antara FK USU dengan Rumah Sakit Umum Medan sebagai Teaching Hospital (RS Pendidikan) FK USU baru dilaksanakan pada tanggal 20 Mei 1968.

Sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah, maka berdasarkan Perda Kota Medan No. 30 tahun 2002 tanggal 6 September 2002 tentang Pembentukan Organisasi dan


(45)

Tata Kerja Badan Pelayanan Kesehatan RSU Dr. Pirngadi Kota Medan sebutan dalam organisasi adalah Badan Pelayanan Kesehatan RSU Dr. Pirngadi Kota Medan.

Visi Badan Pelayanan Kesehatan RSU Dr. Pirngadi Kota Medan adalah terwujudnya Badan Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Kota Medan MANTAP TAHUN 2011 (Mandiri, Tanggap dan Profesional), dengan motto “Aegroti Salus Lex Suprema (Kepentingan penderita adalah yang utama)”

Misi Badan Pelayanan Kesehatan RSU Dr. Pirngadi Kota Medan adalah meningkatnya upaya pelayanan medik, non medik dan perawatan secara profesional, meningkatkan peran rumah sakit sebagai tempat pendidikan, penelitian dan pengembangan Iptek, mewujudkan rumah sakit sebagai pusat rujukan se Sumatera Utara, serta meningkatkan pelaksanaan administrasi dan manajemen RS yang berkualitas, transparan dan akuntabel.

Sesuai dengan tugasnya RSU Dr. Pirngadi Medan melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan, pemulihan yang dilaksanakan secara serasi, terpadu dengan upaya peningkatan pencegahan akibat penyakit, pemulihan dan rujukan, maka RSU Dr. Pirngadi Medan mempunyai fungsi antara lain : menyelenggarakan pelayanan medis, pelayanan penunjang medis dan non medis, asuhan keperawatan, pelayanan rujukan, pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan, mengelola administrasi umum dan keuangan, melaksanakan seluruh kewenangan yang ada sesuai dengan bidang tugasnya dan melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Daerah.


(46)

Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan menyelenggarakan pelayanan penunjang medis dan non medis yaitu: Instalasi Patologi Klinik, Patologi Anatomi, Radiologi, Pelayanan Kedokteran Kehakiman, Instalasi Rehabilitasi Medik, Instalasi Gizi dan Instalasi Farmasi.

5.2. Analisa Deskriptif

5.2.1.Proporsi Penderita Kejang Demam pada Balita Berdasarkan Sosiodemografi (Umur dan Jenis Kelamin)

Proporsi penderita kejang demam pada balita berdasarkan sosiodemografi (umur dan jenis kelamin) rawat inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan tahun 2010-2011 dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.1. Distribusi Proporsi Penderita Kejang Demam pada Balita Berdasarkan Sosiodemografi Rawat Inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2010-2011

No Sosiodemografi f %

1 Umur

>4 minggu - <1tahun 26 23,6

1-3 tahun 63 57,3

>3-5 tahun 21 19,1

Total 110 100,0

2 Jenis Kelamin

Laki-laki 63 57,3

Perempuan 47 42,7

Total 110 100,0

Dari tabel 5.1. dapat dilihat bahwa proporsi penderita kejang demam pada balita berdasarkan umur tertinggi adalah kelompok umur 1 -3 tahun yaitu 63 penderita (57,3%) dan umur terendah adalah kelompok umur >3 -5 tahun yaitu 21 penderita (19,1%). Proporsi penderita kejang demam pada balita berdasarkan jenis


(47)

kelamin tertinggi adalah laki-laki 57,3% dan terendah perempuan 42,7% dengan sex ratio 57,3% : 42,7% = 1,3.

5.2.2. Proporsi Penderita Kejang Demam pada Balita Berdasarkan Berat Badan Lahir

Proporsi penderita kejang demam pada balita berdasarkan berat badan lahir rawat inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan tahun 2010-2011 dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.2.Distribusi Proporsi Penderita Kejang Demam pada Balita Berdasarkan Berat Badan Lahir Rawat Inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2010-2011

No Status Berat Badan Lahir f %

1 Tercatat 92 83,6

2 Tidak Tercatat 18 16,4

Total 110 100,0

Berat Badan Lahir Tercatat

1 <2500 gram 5 5,4

2 ≥2500 gram 87 94,6

Total 92 100,0

Dari tabel 5.2. dapat dilihat bahwa proporsi penderita kejang demam pada balita berdasarkan berat badan lahir yang tercatat tertinggi adalah ≥2500 gram yaitu 87 penderita (94,6%) dan terendah <2500 gram yaitu 5 penderita (5,4%).

5.2.3. Proporsi Penderita Kejang Demam pada Balita Berdasarkan Status Gizi Proporsi penderita kejang demam pada balita berdasarkan status gizi rawat inap diRSUD Dr. Pirngadi Medan tahun 2010-2011 dapat dilihat pada tabel di bawah ini:


(48)

Tabel 5.3. Distribusi Proporsi Penderita Kejang Demam pada Balita Berdasarkan Status Gizi Rawat Inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2010-2011

No Status Gizi f %

1 Gizi lebih 1 0,9

2 Gizi baik 94 85,5

3 Gizi kurang 13 11,8

4 Gizi buruk 2 1,8

Total 110 100,0

Dari tabel 5.3. dapat dilihat bahwa proporsi penderita kejang demam pada balita berdasarkan status gizi tertinggi adalah gizi baik yaitu 94 penderita (85,5% ) dan terendah adalah gizi lebih yaitu 1 penderita (0,9% ).

5.2.4. Proporsi Penderita Kejang Demam pada Balita Berdasarkan Status Riwayat Kejang Demam Sebelumnya

Proporsi penderita kejang demam pada balita berdasarkan status riwayat kejang demam sebelumnya rawat inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan tahun 2010-2011 dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.4. Distribusi Proporsi Penderita Kejang Demam pada Balita Berdasarkan Status Riwayat Kejang Demam Sebelumnya Rawat Inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2010-2011

No Status Riwayat Kejang Demam Sebelumnya f %

1 Tercatat 79 71,8

2 Tidak tercatat 31 28,2

Total 110 100,0

Status Riwayat Kejang Demam Sebelumnya Tercatat

1 Ada 30 38,0

2 Tidak Ada 49 62,0

Total 79 100,0

Dari tabel 5.4. dapat dilihat bahwa proporsi penderita kejang demam pada balita berdasarkan status riwayat kejang demam sebelumnya yang tercatat tertinggi adalah tidak ada yaitu 49 penderita (62,0%).


(49)

5.2.5. Proporsi Penderita Kejang Demam pada Balita Berdasarkan Riwayat Kejang Demam Sebelumnya

Proporsi penderita kejang demam pada balita berdasarkan riwayat kejang demam sebelumnya rawat inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan tahun 2010-2011 dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.5.Distribusi Proporsi Penderita Kejang Demam pada Balita Berdasarkan Riwayat Kejang Demam Sebelumnya Rawat Inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2010-2011

No Riwayat Kejang Demam Sebelumnya f %

1 1 kali 17 56,7

2 2-3kali 10 33,3

3 >3 kali 3 10,0

Total 30 100,0

Dari tabel 5.5. dapat dilihat bahwa proporsi penderita kejang demam pada balita berdasarkan riwayat kejang demam sebelumnya tertinggi 1 kali yaitu 17 penderita (56,7%) dan terendah >3 kali yaitu 3 penderita (10,0%).

5.2.6. Proporsi Penderita Kejang Demam pada Balita Berdasarkan Penyakit yang Menyertai

Proporsi penderita kejang demam pada balita berdasarkan penyakit yang menyertai rawat inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan tahun 2010-2011 dapat dilihat pada tabel di bawah ini:


(50)

Tabel 5.6. Distribusi Proporsi Penderita Kejang Demam pada Balita Berdasarkan Penyakit yang Menyertai Rawat Inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2010-2011

No Status Penyakit yang Menyertai f %

1 Tercatat 97 88,2

2 Tidak Tercatat 13 11,8

Total 110 100,0

Penyakit yang Menyertai Tercatat

1 Tonsilofaringitis 36 37,1

2 Gastroenteritis 21 21,6

3 ISPA 30 30,9

4 Pneumonia 4 4,1

5 Lainnya 6 6,2

Total 97 100,0

Dari tabel 5.6. dapat dilihat bahwa proporsi penderita kejang demam pada balita berdasarkan penyakit yang menyertai yang tercatat tertinggi adalah Tonsilofaringitis yaitu 36 penderita (37,1%) dan terendah pneumonia yaitu 4 penderita (4,1%).

5.2.7.Proporsi Penderita Kejang Demam pada Balita Berdasarkan Tinggi Demam

Proporsi penderita kejang demam pada balita berdasarkan tinggi demam rawat inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan tahun 2010-2011 dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 5.7. Distribusi Proporsi Penderita Kejang Demam pada Balita Berdasarkan Tinggi Demam Rawat Inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2010-2011

No Tinggi Demam f %

1 > 36oC - 38 oC 44 40,0

2 > 38oC - 39 oC 45 40,9

3 > 39 oC - 40 oC 14 12,7

4 > 40 oC 7 6,4


(51)

Dari tabel 5.7. dapat dilihat bahwa proporsi penderita kejang demam pada balita berdasarkan tinggi demam tertinggi adalah > 38oC - 39 oC yaitu 45 penderita (40,9%) dan terendah > 40oC yaitu 7 penderita (6,4%).

5.2.8. Proporsi Penderita Kejang Demam pada Balita Rawat Inap Berdasarkan Klasifikasi Kejang Demam

Proporsi penderita kejang demam pada balita berdasarkan klasifikasi kejang demam rawat inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan tahun 2010-2011 dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.8. Distribusi Proporsi Penderita Kejang Demam pada Balita Berdasarkan Klasifikasi Kejang Demam Rawat Inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2010-2011

No Klasifikasi Kejang Demam f %

1 Kejang Demam Sederhana 65 59,1

2 Kejang Demam Kompleks 45 40,9

Total 110 100,0

Dari tabel 5.8. dapat dilihat bahwa proporsi penderita kejang demam pada balita berdasarkan klasifikasi kejang demam tertinggi adalah kejang demam sederhana yaitu 64 penderita (59,1%).

5.2.9. Proporsi Penderita Kejang Demam pada Balita Berdasarkan Penatalaksanaan Medis

Proporsi penderita kejang demam pada balita berdasarkan penatalaksanaan medis rawat inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan tahun 2010-2011 dapat dilihat pada tabel di bawah ini:


(52)

Tabel 5.9.Distribusi Proporsi Penderita Kejang Demam pada Balita Berdasarkan Penatalaksanaan Medis Rawat Inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2010-2011

No Penatalaksanaan Medis f %

1 Obat-obatan + Lab 90 81,8

2 Obat-obatan + Lab + Radiologis 20 18,2

Total 110 100,0

Dari tabel 5.9. dapat dilihat bahwa proporsi penderita kejang demam pada balita berdasarkan penatalaksanaan medis tertinggi adalah Obat-obatan + Lab yaitu 90 penderita (81,8%).

5.2.10. Lama Rawatan Rata-rata Penderita Kejang Demam pada Balita

Tabel 5.10. Lama Rawatan Rata-rata Penderita Kejang Demam pada Balita Rawat Inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2010-2011

Lama Rawatan Rata-rata (Hari)

Mean 4

Standar Deviasi (SD) 1,822

Coefisien of Variation 3,321

Minimum 1

Maksimum 10

Dari tabel 5.10. dapat dilihat bahwa lama rawatan rata-rata penderita kejang demam pada balita di RSUD Dr. Pirngadi Medan tahun 2010-2011 adalah 4 hari, SD= 1,822 hari dan nilai dari Coefisien of Variation 3,321% < 10% yang menunjukkan lama rawatan penderita kejang demam pada balita tidak bervariasi. Minimum lama rawatan 1 hari dan maksimum 10 hari.


(53)

5.2.11. Proporsi Penderita Kejang Demam pada Balita Berdasarkan Sumber Biaya

Proporsi penderita kejang demam pada balita berdasarkan sumber biaya rawa t inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan tahun 2010-2011 dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 5.11. Distribusi Proporsi Penderita Kejang Demam pada Balita Berdasarkan Sumber Biaya Rawat Inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2010-2011

No Sumber Biaya f %

1 Biaya Sendiri 65 59,1

2 Asuransi Kesehatan (ASKES) 5 4,5

3 Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM)

40 36,4

Total 110 100,0

Dari tabel 5.11. dapat dilihat bahwa proporsi penderita kejang demam pada balita berdasarkan sumber biaya tertinggi adalah biaya sendiri yaitu 65 pendrita (59,1%) dan terendah Askes yaitu 5 penderita (4,5%).

5.2.12. Proporsi Penderita Kejang Demam pada Balita Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang

Proporsi penderita kejang demam pada balita berdasarkan keadaan sewaktu pulang rawat inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan tahun 2010-2011 dapat dilihat pada tabel di bawah ini:


(54)

Tabel 5.12. Distribusi Proporsi Penderita Kejang Demam pada Balita Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang Rawat Inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2010-2011

No Keadaan Sewaktu Pulang f %

1 Pulang Sembuh 55 50,0

2 Pulang Berobat Jalan (PBJ) 26 23,6

3 Pulang Atas Permintaan Sendiri (PAPS) 28 25,5

4 Pulang Meninggal 1 0,9

Total 110 100,0

Dari tabel 5.12. dapat dilihat bahwa proporsi penderita kejang demam pada balita berdasarkan keadaan sewaktu pulang tertinggi adalah pulang sembuh yaitu 55 penderita (50,0%) dan terendah pulang meninggal 1 penderita (0,9%), maka diperoleh CFR (Case Fatality Rate) 0,9%.

5.3. Analisa Statistik

5.3.1. Klasifikasi Kejang Demam Berdasarkan Umur

Proporsi klasifikasi kejang demam berdasarkan umur penderita kejang demam pada balita rawat inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan tahun 2010-2011 dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.13. Distribusi Proporsi Klasifikasi Kejang Demam Berdasarkan Umur Penderita Kejang Demam pada Balita Rawat Inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2010-2011

No Umur

Klasifikasi Kejang Demam

Jumlah Kejang Demam

Sederhana

Kejang Demam Kompleks

f % f % f %

1 >4 minggu - <1 tahun 19 73,1 7 26,9 26 100,0

2 1-3 tahun 37 58,7 26 41,3 63 100,0

3 >3-5 tahun 9 42,9 12 57,1 21 100,0

χ2

=4,397 df=2 p=0,111

Dari tabel 5.13. dapat dilihat bahwa pada penderita dengan kelompok umur >4 minggu - <1 tahun dan kelompok umur 1-3 tahun paling banyak menderita kejang


(55)

demam sederhana yaitu masing- masing 19 penderita (73,1%) dan 37 penderita (58,7%). Pada kelompok umur >3-5 tahun paling banyak menderita kejang demam kompleks yaitu 12 penderita (57,1%).

Hasil analisa statistik menggunakan uji Chi-Square di dapat nilai p > 0,05 yang berarti tidak ada perbedaan proporsi yang bermakna antara klasifikasi kejang demam berdasarkan umur.

5.3.2. Jenis Kelamin Berdasarkan Klasifikasi Kejang Demam

Proporsi jenis kelamin penderita kejang demam pada balita berdasarkan klasifikasi kejang demam rawat inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan tahun 2010-2011 dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.14. Distribusi Proporsi Jenis Kelamin Penderita Kejang Demam pada Balita Berdasarkan Klasifikasi Kejang Demam Rawat Inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2010-2011

No Klasifikasi Kejang Demam

Jenis Kelamin

Jumlah Laki-laki Perempuan

f % f % f %

1 Kejang Demam Sederhana 34 52,3 31 47,7 65 100,0 2 Kejang Demam Kompleks 29 64,4 16 35,6 45 100,0

χ2

=1,601 df=1 p=0,206

Dari tabel 5.14. dapat dilihat bahwa proporsi penderita kejang demam sederhana lebih tinggi pada jenis kelamin laki-laki yaitu 34 penderita (52,3%) dan lebih rendah pada jenis kelamin perempuan yaitu 31 penderita (47,7%). Proporsi penderita kejang demam kompleks lebih tinggi pada jenis kelamin laki-laki yaitu 29 penderita (64,4%) dan dan lebih rendah pada jenis kelamin perempuan yaitu 16 penderita (35,6%).


(56)

Hasil analisa statistik menggunakan uji Chi-Square di dapat nilai p > 0,05 yang berarti tidak ada perbedaan proporsi yang bermakna antara jenis kelamin berdasarkan klasifikasi kejang demam.

5.3.3. Lama Rawatan Rata-rata Berdasarkan Klasifikasi Kejang Demam

Lama rawatan rata-rata penderita kejang demam pada balita berdasarkan klasifikasi kejang demam rawat inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan tahun 2010-2011 dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.15. Lama Rawatan Rata-rata Penderita Kejang Demam pada Balita Berdasarkan Klasifikasi Kejang Demam Rawat Inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2010-2011

No Klasifikasi Kejang Demam

Lama Rawatan Rata-rata (Hari)

n X SD

1 Kejang Demam Sederhana 65 4,02 1,850

2 Kejang Demam Kompleks 45 3,98 1,803

t=0,106 df=108 p=0,916

Dari tabel 5.15 dapat dilihat bahwa dari seluruh penderita kejang demam pada balita terdapat 65 penderita kejang demam sederhana dengan lama rawatan rata -rata 4,02 hari dan 45 penderita kejang demam kompleks dengan lama rawatan rata-rata 3,98 hari. Hasil analisa statistik menggunakan uji t-test di dapat nilai p > 0,05 yang berarti tidak ada perbedaan yang bermakna antara lama rawatan rata-rata berdasarkan klasifikasi kejang demam.


(1)

7.1.16. Ada perbedaan yang bermakna antara lama rawatan rata-rata berdasarkan keadaan sewaktu pulang (p=0,000).

7.1.17. Keadaan sewaktu pulang berdasarkan klasifikasi Kejang demam tidak dapat diuji dengan chi-square karena terdapat 2 sel (25,0%) memiliki nilai expected count <5.

7.2. Saran

7.2.1. Diharapkan kepada petugas (dokter/perawat) untuk melengkapi pencatatan data pasien terutama pada variabel berat badan lahir, status riwayat kejang demam sebelumnya, dan penyakit yang menyertai.

7.2.2. Diharapkan adanya edukasi kepada orang tua, jika anak menderita demam jangan sampai menjadi demam tinggi yang dapat memicu terjadinya bangkitan kejang demam

7.2.3. Diharapkan kepada Ibu yang memiliki anak dengan riwayat kejang demam agar dapat mencegah terjadinya kejang demam berulang dengan cara segera memberikan antipiretik + antikonvulsan kepada anaknya ketika mulai demam.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

1. Depkes RI., 2009. UU RI No : 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Jakarta. 2. 2009. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta.

3. 2009. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan 2005-2025. Jakarta.

4. UU No : 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJPN) Tahun 2005-2025. Jakarta.

5. Lumbantobing, S, M., 2004. Kejang Demam (Febrile Convulsion). Cetakan Ketiga. Balai Penerbit FK UI, Jakarta.

6. WHO., 2005. A Riview of Literature on Healthy Environment for the Children in the Eastern Mediterranean Region : Status of Children Lead Exposure. http://www.emro.who.int/dsaf/dsa516.pdf. Akses 4 Mei 2012.

7. Schwartz, M, W., 2005. Pedoman Klinis Pediatri. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

8. Karimzadeh, P., at al., 2008. Febrile Convulsions: The Role Played By Paracinical Evaluation.. Iran. Iran J Child Neurology Okt 2008, Hal 21-24. http://journals.sbmu.ac.ir/ijcn/article/view/558/45. Akses 15 April 2012.

9. Christopher, F, L., et al., 2012. Seizures in Children. Emedicine health. http://www.emedicinehealth.com/seizures_in_children/article_em.htm. Akses 19 April 2012.

10. Vestergaard, M., et al., 2006. The Danish National Hospital Register is Avaluable Study base for Epidemiologic Research in Febrile Seizures. Denmark. J Clin Epidemiol. Jan 2006, Hal 61– 66. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16360562. Akses 15 April 2012 11. Berg, A, T, Shinnar S., 1996. Complex Febrile Seizures. Epilepsia. Vol: 37.

Hal: 126-133. http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/j.1528-1157.1996.tb00003.x/abstract . Akses 14 April 2012

12. Shinnar, S, Glauser T, A., 2002. Febrile seizures. J Child Neurol. 2002. Hal. 44–52. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11918463. Akses 1 Mei


(3)

13. Tsuboi, T., 1984. Epidemiology of febrile convulsions in children in Japan.

Neurology. Hal. 175-181.

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/6538005. Akses 14 Mei 2012. 14. Sillanpaa, M., et al., 2008. Incidence of Febrile Seizures in Finland:

Prospective Population-Based Study. Finlandia. Pediatric Neurology. Vol. 38 , Hal. 391-394. http://www.pedneur.com/article/S0887-8994(08)00109-4/. Akses 14 Mei 2012.

15. Vestergaard, M., et al., 2008. Death in Children with Febrile Seizures : A Population-Based Cohort Study. Denmark. The Lancet. Vol. 372, Hal 457-463. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18692714. Akses 19 April 2012.

16. Yuana, I., dkk,. 2010. Korelasi Kadar Seng Serum dan Bangkitan Kejang Demam. Semarang. Sari Pediatri. Oktober 2010. Vol.12, No.3, Hal 150-156. http://eprints.undip.ac.id/29076/. Akses 14 April 2012.

17. Pusponegoro., D, H., dkk., 1995. Neurologi Anak dalam Praktek Sehari-Hari. Balai Penerbit FK UI, Jakarta.

18. A Consensus development conference on febrile seizures. 1980. Febrile Seizures: Long Term Management of Children with Fever

Associated Seizures. Padiatrics. .

http://astaqauliyah.com/2010/04/referat-kedokteran-patofisiologi-dan-gejala-klinis-kejang-demam/. Akses 16 April 2012.

19. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)., 2009. Kejang Demam. Jakarta. http://www.idai.or.id/kesehatananak/artikel.asp?q=199641513584. Akses 10 April 2012.

20. Meadow, R., dan Simon Newell., 2007. Lecture Notes Pediatrika. Edisi Ketujuh. Erlangga, Jakarta.

21. Markum, A, H., 2002. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 1. FK UI, Jakarta.

22. Parmar, R, C., et al., 2001. Knowledge, Attitude, and Practice of Parents of Children with Febrile Convulsion. Journal of Postgraduated Medicine. Vol. 47, Hal. 19-23. http://www.jpgmonline.com/article.asp?issn=0022-3859;year=2001;volume=47;issue=1;spage=19;epage=23;aulast=Parmar . Akses 11 April 2012.


(4)

23. Ridha, N, R., dkk., 2009. Identification of Risk Factors for Reccurent Febrile Convulsion. Makassar. Paediatrica Indonesiana. http://www.paediatricaindonesiana.org/?q=a&a=825. Akses 14 April 2012.

24. Mahyar, A., et al., 2010. Risk Factors of The First Febrile Seizures in Iranian Children. Iran. International Journal of Pediatrics.http://www.hindawi.com/journals/ijped/2010/862897/. Akses 19 April 2012.

25. Huang, C,C., at al., 1999. Risk Factors for a First Febrile Convulsion in Children: a Population Study in Southern Taiwan. Taiwan. Epilepsia. http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/j.1528-1157.1999.tb00769.x/pdf. Akses 1 Mei 2012.

26. Fuadi, A., dkk., 2010. Faktor Risiko Bangkitan Kejang Demam pada Anak. Semarang. Sari Pediatri. Oktober 2010.Vol. 12, No.3, Hal 142-149 http://www.idai.or.id/saripediatri/fulltext.asp?q=685. Akses 14 April 2012.

27. Bessisso, M, S., et al., 2000. Recurrence Risk After a First Febrile Convulsion. Qatar. Saudi Medical Journal. http://www.smj.org.sa/DetailArticle.asp?ArticleId=116. Akses 19 April 2012.

28. Siddiqui, T, S., 2000. Febrile Convulsions in Children : Relationship of Family History to Type of Convulsions and Age at Presentation. http://www.ayubmed.edu.pk/JAMC/PAST/14-4/Tahir.htm. Akses 11 April 2012.

29. Vestergaard, M., et al., 2002. Risk Factors for Febrile Convulsions.

Epidemiology. Hal.282–287.

http://journals.lww.com/epidem/Fulltext/2002/05000/Risk_Factors_for_ Febrile_Convulsions.8.aspx. Akses 19 April 2012.

30. Bahtera, T., dkk., 2009. Faktor Genetik Sebagai Risiko Kejang Demam Berulang. Semarang. Sari Pediatri. April 2009. Vol. 10, No. 6, Hal. 378-384.

http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=Faktor+Genetik+Sebagai+R isiko+Kejang+Demam+Berulang.+Semarang.+Sari+Pediatri...


(5)

31. WHO., 2002. EPILEPSY: A manual for Medical and Clinical Officers in Africa.

http://www.who.int/entity/mental_health/management/epilepsy_in_Afri can-region.pdf. Akses 12 April 2012.

32. Drucker, R., 2009. Do Antipyretics Prevent Febrile Seizures. Journal Watch Pediatrics and Adolescent Medicine. 0kt 2009. http://pediatrics.jwatch.org/cgi/content/full/2009/1014/2. Akses 19 April 2012.

33. Deliana, M., 2002. Tata Laksana Kejang Demam pada Anak. Sari Pediatri.

Vol. 4, No. 2, September 2002.

http://www.idai.or.id/saripediatri/fulltext.asp?q=685. Hal 59 – 62. Akses 4 Mei 2012.

34. WHO., 2001. Reference Library of Selected Materials IMCI : Integrated

Management of Childhood Illness.

http://www.who.int/entity/child_adolescent_health/documents/pdfs/imci _adaptation_guide_2c.pdf. Akses 4 Mei 2012.

35. Depkes RI dan WHO., 2008. Modul Pelatihan Penilaian Pertumbuhan Anak. Jakarta.

36. RSUD Dr.Pirngadi Medan., 2006. Profil RSUD Dr.Pirngadi Medan Tahun 2006. Medan.

37. Chen, Y., at al., 2001. Novel and transient populations of corticotrophin releasing hormone expressing neurons in developing hippocampus suggest unique functional roles: A quantitative spatiotemporal analysis. The Journal of Neuroscience. September 15. 21(18):7171– 7181. http://www.jneurosci.org/content/21/18/7171.full. Akses : 3 Oktober 2012.

38. Haglun, MM., dan Schwartzkroin, PA., 1990. Role of Na-K pump potassium regulation IPSPs in seizures and spreading depression in immature rabbit hippocampal slices. Amerika. J Neurophysiol. Februari.Vol. 63,http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/2313342. Akses 3 Oktober 2012.

39. Johnson, WG., at al., 1996. Pedigree analysis in families with febrile seizures. Am J Med Genet. Amerika.Vol.61, Hal:345-352. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/8834046. Akses : 3 Oktober 2012.


(6)

40. Sina, M, I., 2011. Kejang Demam. Referensi Artikel Kedokteran. Akses 10 April 2012.

41. Asharto, E, Hariadi., 1998. Aspek Perinatologi dan Kehamilan Risiko Tinggi. Malang. FK UNBRAW. Dalam Fuadi, A., dkk., 2010. Faktor Risiko Bangkitan Kejang Demam pada Anak. Semarang. Sari Pediatri. Oktober 2010.Vol. 12, No.3, Hal 142-149.