Isolasi Senyawa Flavonoida Dari Daun Tumbuhan Rambutan(Nephelium Lappaceum L.)

(1)

SKRIPSI

SARLIN JONSON TUA RUMAHORBO 060802032

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012


(2)

ISOLASI SENYAWA FLAVONOIDA DARI DAUN TUMBUHAN RAMBUTAN ( Nephelium lappaceum L.)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

SARLIN RUMAHORBO 060802032

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012


(3)

PERSETUJUAN

Judul : ISOLASI SENYAWA FLAVONOIDA DARI DAUN TUMBUHAN RAMBUTAN

(Nephelium Lappaceum L.)

Kategori : SKRIPSI

Nama : SARLIN RUMAHORBO

Nomor Induk Mahasiswa : 060802032

Program Studi : SARJANA (S1) KIMIA Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (MIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui di

Medan, Mei 2012

Komisi Pembimbing : Pembimbing II, Pembimbing I,

Sovia Lenny, S.Si, M.Si Drs.Johannes Simorangkir, MS

NIP. 197510182000032001 NIP. 1953 0714 1980031004

Diketahui/Disetujui oleh

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

Dr. Rumondang Bulan Nst., MS


(4)

PERNYATAAN

ISOLASI SENYAWA FLAVONOIDA DARI DAUN TUMBUHAN RAMBUTAN (Nephelium Lappaceum L.)

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juni 2012

SARLIN RUMAHORBO 060802032


(5)

PENGHARGAAN

Segala puji serta ucapan syukur penulis panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa, karena melalui berkat dan penyertaannya penulis dimampukan untuk dapat menyelesaikan skripsi ini dalam waktu yang ditetapkan.

Ucapan terima kasihsecara khusus saya sampaikan kepada Drs.Johannes Simorangkir, MS dan Sovia Lenny S.Si, M.Si selaku dosen pembimbing pada penyelesaian skripsi ini yang telah memberikan panduan dan penuh kepercayaan kepada saya untuk mnenyempurnakan kajian ini.Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada Ketua dan Sekretaris Departemen Kimia FMIPA USU, Ibu Dr. Rumondang Bulan Nst., MS dan Bapak Drs. Albert Pasaribu, MSc,dan Ibu.Alm Dra.Sudestri Manik, M.Sc selaku dosen wali saya dan juga segenapdosen staff pengajar Departemen Kimia FMIPA USU. Kepada adik-adik asisten KBA yang telah membantu dan memberikan saya fasilitas selama melakukan penelitian. Kepada senior-senior stambuk 2003-2005 dan adik-adik junior yang banyak memberikan semangat-semangat dalam menyelesaikan studi ini. Dan dengan kerendahan hati saya ucapkan terima kasih banyak kepada teman-teman seperjuangan stambuk 2006 yang telah memberi semangat , rasa nyaman kepada saya dan menjadi keluarga dikampus buat saya khususnya (Marcell,Judika,Felly,Manto,Robby,Aspri dan Chaterine) serta adik-adik(Burton, Chandra, Christo,Sherli Marlinton dan Lisbet) yang telah banyak membantu saya dalam menyelesaian skripsi ini dan juga kepada adik saya EraDinata yang selalu memotivasi dan memberikan dukungan penuh kepada saya selama menyelesaikan skripsi ini. Akhirnya,tidak lupa saya ucapkan terimakasih kepada orang tua saya A.Rumahorbo dan T.silalahi yang telah mendukung saya secara materiil dan moriil dan juga kepada b’Demron, k’IDA, k’Lena, dan adik saya Vera serta adik saya EraDinata yang selalu mendukung saya.


(6)

ABSTRAK

Isolasi senyawa flavonoida yang terkandung di dalam daun tumbuhan rambutan(Nephelium Lappaceum L.) dilakukan dengan ekstraksi maserasi dengan metanol. Fraksi metanol diuapkan lalu dilarutkan kembali dengan etil asetat kemudian dipekatkan dan diuapkan. Fraksi etil asetat dilarutkan dengan metanol dan diekstraksi partisi dengan n-heksana. Lapisan metanol dipisahkan dengan kolom kromatografi dengan fasa diam silika gel dan berturut-turut dengan fasa gerak campuran n-heksana : etanol (p.a) 90:10 v/v, 80:20 v/v , 70:30 v/v, 60:40 v/v. Senyawa yang diperoleh kemudian

dimurnikan dengan cara KLT preparatif, menghsilkan kristal berwarna kuning sebanyak 8 mg dengan harga Rf=0,6. Selnjutnya dianalisis dengan spektrofotometer UV-Visible, spektrofotometer Inframerah (FT-IR) dan spektrofotometer Resonansi magnetik Inti Proton (1H-NMR). Dari data analisis dan interpretasi spektroskopi, mengindikasikan bahwa senyawa hasil isolasi yang diperoleh dalah senyawa golongan flavonoida yaitu flavonol.


(7)

THE ISOLATION OF FLAVONOID FROM THE LEAF OF RAMBUTAN ( Nephelium Lappaceum L. )

ABSTRACT

The isolation of flavonoid compound which contained in the leaf of rambutan (Nephelium Lappaceum L.) was done by maceration technique with methanol solvent. Methanol fraction evaporated, dissolved with ethyl acetate solvent, concentrated and evaporated. Ethyl acetate fraction was dissolved with methanol and partitioned with n-hexane solvent. Methanol layer was separated using Column Chromatography with silica gel as the stationary phase and n-hexane : ethanol (p.a)

90:10 v/v, 80:20 v/v , 70:30 v/v, 60:40 v/v, as the mobile phase. The compounds was

purified with TLC preparatif yielding yellow as crystal with weight 8 mg with Rf=0,6. The compounds were further identified analysi by using Spectroscopy Ultraviolet-Visible (UV-Vis), Fourier Transform Infra Red Spectroscopy (FT-IR) and Proton Nuclear Magnetic Resonance Spectroscopy (1H-NMR). Bases on spectroscopy analysis, indicated that the compounds is flavonol from flavonoid compounds.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan ii

Pernyataan iii

Penghargaan iv

Abstrak v

Abstract vi

Daftar Isi vii

Daftar Lampiran ix

Daftar Gambar x

Daftar Tabel xi

Bab 1 Pendahuluan 1

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Permasalahan 2

1.3. Tujuan Penelitian 2

1.4. Manfaat Penelitian 2

1.5. Lokasi Penelitian 3

1.6. Metodologi Penelitian 3

Bab 2 Tinjauan Pustaka 5

2.1. Tumbuhan Rambutan 5

2.1.1. Morfologi Tumbuhan Rambutan 5 2.1.2. Sistematika Tumbuhan Rambutan 5 2.1.3. Manfaat Tumbuhan Rambutan 6

2.2. Senyawa Organik Bahan Alam 6

2.3. Senyawa Flavonoida 8

2.3.1. Struktur Dasar Senyawa Flavonoida 9 2.3.2. Klasifikasi Senyawa Flavonoida 10 2.3.3. Sifat Kelarutan Flavonoida 17

2.3.4. Biosintesa Flavonoida 17

2.4. Teknik Pemisahan 19

2.4.1. Ekstraksi 19

2.4.2. Kromatografi 19

2.4.2.1. Kromatografi Lapis Tipis 20

2.4.2.2. Kromatografi Kolom 21

2.4.2.4. Harga Rf (Retardation Factor) 22

2.5. Teknik Spektroskopi 23

2.5.1. Spektrofotometri Ultra-Violet 23 2.5.2. Spektrofotometri Infra Merah (FT-IR) 24 2.5.3.Spektrometri Resonansi Magnetik Inti Proton

( Nucleic Magnetic Resonance Proton/1

Bab 3 Bahan dan Metodologi Penelitian 27

H-NMR ) 25

3.1. Alat-Alat 27


(9)

3.3. Prosedur Penelitian 28

3.3.1. Penyediaan Sampel 28

3.3.2. Uji Pendahuluan terhadap Ekstrak Daun Tumbuhan Rambutan 28

3.3.2.1. Skrining Fitokimia 29

3.3.2.2. Analisis Kromatografi Lapis Tipis 29 3.3.3. Prosedur Memperoleh Ekstrak Pekat Lapisan Metanol

dariDaun Tumbuhan Rambutan (Nephelium LappaceumL.) 30 3.3.4. Isolasi Senyawa Flavonoida dengan Kromatografi Kolom 30 3.3.5. Pemurnian (Rekristalisasi) 31 3.3.6. Uji Kemurnian Hasil Isolasi dengan Kromatografi Lapis Tipis

(KLT) 32

3.3.7. Penentuan Titik Lebur 32

3.3.8. Identifikasi Senyawa Hasil Isolasi 32 3.3.8.1. Identifikasi dengan Spektrofotometer UV-Visible 32 3.3.8.2. Identifikasi dengan Spektrometer Resonansi Magnetik Inti Proton(1

3.3.8.3. Identifikasi dengan Spektrofotometer

H-NMR) 33

Infra Merah (FT-IR) 33

3.4. Bagan Skrining Fitokimia 34

3.5. Bagan Penelitian 35

Bab 4 Hasil dan Pembahasan 36

4.1. Hasil Penelitian 36

4.2. Pembahasan 37

Bab 5 Kesimpulan dan Saran 41

5.1. Kesimpulan 41

5.2. Saran 41

DAFTAR PUSTAKA 42


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran A. GambarTumbuhan Rambutan 44

(Nephelium LappaceumL.)

Lampiran B. Determinasi Tumbuhan Rambutan 45 (Nephelium LappaceumL.)

Lampiran C. Kromatogram Lapisan Tipis Ekstrak Pekat Lapisan Metanol DaunTumbuhan Rambutan (Nephelium LappaceumL.) Sebelum

Kolom KromatografiTinggi Plat KLT 20 cm 46 Lampiran D. Kromatogram Lapisan TipisSetelah Kolom Kromatografi Dengan

Tinggi Plat KLT 20 cm 47

Lampiran E. Kromatogram Lapisan TipisSenyawaMurni Hasil Kolom

Kromatografi Dengan Tinggi Plat KLT 20 cm 48 Lampiran F.Spektrum Ultraviolet-Tampak (UV-Visible) Senyawa Pembanding 49 LampiranG. Spektrum UV-Visible Senyawa Hasil Isolasi 50 LampiranH. Spektrum FT-IR Senyawa Hasil Isolasi 51 Lampiran I. Spektrum 1

LampiranJ. Ekspansi Spektrum

H-NMR Senyawa Hasil Isolasi 52

1

Pada Pergeseran Kimia 0,0 – 0,9 ppm 53 H-NMR Senyawa Hasil Isolasi

LampiranK.Ekspansi Spektrum 1

Pada Pergeseran Kimia 6,5 – 7,6 ppm 54 H-NMR Senyawa Hasil Isolasi

Lampiran L.Ekspansi Spektrum 1

Pada Pergeseran Kimia 3,45 – 3,65 ppm 55 H-NMR Senyawa Hasil Isolasi

Lampiran M. Ekspansi Spektrum 1

Pada Pergeseran Kimia 0,6 – 2,7 ppm 56 H-NMR Senyawa Hasil Isolasi


(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Kerangka Dasar Senyawa Flavonoida 9

Gambar 2. Biosintesa hubungan antara jenis monomer Flavonoida dari alur


(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Golongan-Golongan Flavonoida Menurut Harbone 15


(13)

ABSTRAK

Isolasi senyawa flavonoida yang terkandung di dalam daun tumbuhan rambutan(Nephelium Lappaceum L.) dilakukan dengan ekstraksi maserasi dengan metanol. Fraksi metanol diuapkan lalu dilarutkan kembali dengan etil asetat kemudian dipekatkan dan diuapkan. Fraksi etil asetat dilarutkan dengan metanol dan diekstraksi partisi dengan n-heksana. Lapisan metanol dipisahkan dengan kolom kromatografi dengan fasa diam silika gel dan berturut-turut dengan fasa gerak campuran n-heksana : etanol (p.a) 90:10 v/v, 80:20 v/v , 70:30 v/v, 60:40 v/v. Senyawa yang diperoleh kemudian

dimurnikan dengan cara KLT preparatif, menghsilkan kristal berwarna kuning sebanyak 8 mg dengan harga Rf=0,6. Selnjutnya dianalisis dengan spektrofotometer UV-Visible, spektrofotometer Inframerah (FT-IR) dan spektrofotometer Resonansi magnetik Inti Proton (1H-NMR). Dari data analisis dan interpretasi spektroskopi, mengindikasikan bahwa senyawa hasil isolasi yang diperoleh dalah senyawa golongan flavonoida yaitu flavonol.


(14)

THE ISOLATION OF FLAVONOID FROM THE LEAF OF RAMBUTAN ( Nephelium Lappaceum L. )

ABSTRACT

The isolation of flavonoid compound which contained in the leaf of rambutan (Nephelium Lappaceum L.) was done by maceration technique with methanol solvent. Methanol fraction evaporated, dissolved with ethyl acetate solvent, concentrated and evaporated. Ethyl acetate fraction was dissolved with methanol and partitioned with n-hexane solvent. Methanol layer was separated using Column Chromatography with silica gel as the stationary phase and n-hexane : ethanol (p.a)

90:10 v/v, 80:20 v/v , 70:30 v/v, 60:40 v/v, as the mobile phase. The compounds was

purified with TLC preparatif yielding yellow as crystal with weight 8 mg with Rf=0,6. The compounds were further identified analysi by using Spectroscopy Ultraviolet-Visible (UV-Vis), Fourier Transform Infra Red Spectroscopy (FT-IR) and Proton Nuclear Magnetic Resonance Spectroscopy (1H-NMR). Bases on spectroscopy analysis, indicated that the compounds is flavonol from flavonoid compounds.


(15)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Flavonoida merupakan salah satu golongan fenol alam yang terbesar. Menurut perkiraan, kira-kira 2% dari seluruh karbon yang difotosintesis oleh tumbuhan diubah menjadi flavonoida atau senyawa yang berkaitan erat dengannya (Markham, 1988).Flavonoida adalah senyawa yang mengandung C15 terdiri atas dua inti fenolat

yang dihubungkan dengan tiga satuan karbon(Sastrohamidjojo, 1996).Flavonoida yang terdapat di dalam tumbuhan dapat digunakan sebagai pelindung tubuh manusia dari radikal bebas dan dapat mengurangi resiko penyakit kanker dan peradangan (Nessa, 2003). Salah satu contoh flavonoida adalah antosianin yang berperan dalam pewarnaan bunga-bunga (biru, ungu dan merah) (Manitto, 1992).

Salah satu tumbuhan yang sering digunakan sebagai sumber obat adalah tumbuhan rambutan (Nephelium lappaceum L.). Rambutan merupakan tanaman buahhortikultural berupa pohondengan famili Sapindacaeae.Tanaman buah rambutan sengaja dibudidayakan untuk dimanfaatkan buahnya yangmempunyai gizi, zat tepung, sejenis gula yang mudah terlarut dalam air, zat proteindan asam amino, zat lemak, zat enzim-enzim yang esensial dan nonesensial, vitamindan zat mineral makro, mikro yang menyehatkan keluarga, tetapi ada pulasementara masyarakat yang memanfaatkan sebagai pohon pelindung dipekarangan ataupun sebagai tanaman hias (Dalimarta, 2008).

Dari penelitian terdahulu, diketahui bahwa dalam daun tumbuhan rambutan ditemukan adanya senyawa flavonoida, saponin, tanin, fenol dan steroid (Asiah, 2008). Dari buahnya pernah diisolasi senyawa asam fenilasetat, asam sinamat, vanilin dan dari akarnya pernah diisolasi senyawa terpenoid (Peter, 2009). Dari kulit batang diteliti mengandung senyawa asam ellagik, colagin, dan graniin yang dapat digunakan


(16)

sebagai antioksidan.Hasil penelitianini menunjukkan bahwa ellagi tannin sterisolasi, sebagai komponen utama dari kulit rambutan, lebih lanjut bisa dimanfaatkan baik sebagai obat dan diindustri makanan(Jeremy D. Kilburn, 2010). Dari biji buah pernah diisolai senyawa jenis monoterpen baru yaitu diastereomerik, butenolide, serta kaempferol 3-O-beta-D-glucopyranoside-7-O-alfa-L- rhamnopyranoside (De Luna 2005). Ekstrak alkohol dari daun tumbuhan rambutan pernah di uji terhadap efektivitas dari larva Aedes aegypti dan menunjukkan bahwa daun tumbuhan rambutan efektif untuk membunuh larva Aedes aegypti (Asiah, 2008).

Berdasarkan uaraian diatas dan hasil positif skrining fitokimia flavonoida terhadap daun tumbuhan rambutan (N. lappaceum L.), peneliti tertarik melakukan penelitian terhadap daun tumbuhan rambutan tersebut, khususnya mengenai senyawa flavonoida yang terkandung di dalamnya. Metode yang digunakan adalah dengan mengekstraksi daun tumbuhan rambutan dengan methanol, kemudian dilakukan analisa KLT dan kolom kromatografi. Selanjutnya komponen atau senyawa murni yang diperoleh ditentukan strukturnya berdasarkan hasil analisis Spektrofotometri Infra Merah (FT-IR),Spektrofotometri Resonansi Magenetik Inti Proton (1H-NMR), Spektrofotometri UV-Visible.

1.2 Permasalahan

Permasalahan dalam penelitian ini adalah golongan flavonoida apa yang terdapat dalam daun tumbuhan rambutan dan bagaimana cara mengisolasi senyawa flavonoida yang terdapat dalam daun tumbuhan rambutan (N. lappaceum L).

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengisolasi senyawa flavonoida dari daun tumbuhan rambutan (N. lappaceumL.).


(17)

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumber informasi ilmiah pada bidang kimia bahan alamdalam pengembangan ilmu kimia flavonoida di dalam daun tumbuhan rambutan (N. Lappaceum L.).

1.5 Lokasi Penelitian

1. Lokasi Pengambilan Sampel

Sampel yang digunakan diperoleh dari Jalan Bunga Mawar 18 No.19 , Pasar 5 Padang Bulan Medan.

2. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di laboratorium Kimia Bahan Alam FMIPA, Universitas Sumatera Utara (USU).

3. Lokasi Identifikasi Kristal Hasil Iisolasi

Analisis Spektrofotometri Inframerah (FT-IR), Spektrofotometri UV-Visible, dan Spektrometri Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR) dilakukan di Pusat Penelitian Kimia - LIPI, Kawasan PUSPIPTEK Serpong, Tangerang.

1.6 Metodologi Penelitian

Dalam penelitian ini, isolasi senyawa flavonoida dilakukan terhadap daun tumbuhan rambutan (N. LappaceumL.) berupa serbuk halus yang kering 2000 gram. Tahap awal dilakukan uji skrining fitokimia untuk senyawa flavonoida, yaitu dengan menggunakan pereaksi FeCl35%, NaOH 10%, Mg-HCl dan H2SO4(p).

Tahap isolasi yang dilakukan : 1.Ekstraksi Maserasi


(18)

3.Analisis Kromatografi Lapis Tipis 4.Analisis Kromatografi Kolom

5.Analisis Preparatif Kromatografi Lapis Tipis 6.Rekristalisasi

7.Analisis Kristal Hasil Isolasi

Analisis kristal hasil isolasi meliputi: 1. Analisis Kromatografi Lapis Tipis 2. Pengukuran Titik Lebur

3. Identifikasi dengan menggunakan SpektrofotometerInfra Merah (FT-IR), SpektrofotometerUV-Visible, dan SpektrometerResonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR).


(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tumbuhan Rambutan

2.1.1Morfologi Tumbuhan Rambutan.

Tumbuhan rambutan (Nephelium Lappaceum L.) tergolong tanaman yang berbunga banyak . Bunganya dapat berbentuk bunga jantan atau bunga sempurna yang tersusun dalam suatu malai bunga atau panicula . Malai terdiri dari satu tangkai utama yang panjangnya 15 – 20 cm dengan banyak cabang . Tanaman rambutan merupakan jenis pohon berukuran sedang dengan tinggi 12 – 25 meter . Batangnya bulat atau bulat tidak teratur , berwarna kelabu kecokelatan bercabang banyak dan lurus berdiameter 40 – 60 cm.

Pohon rambutan menyukai suhu tropika hangat. Daun majemuk menyirip dengan anak daun 5 - 9 , berbentuk bulat telur , ujung dan pangkal runcing, tepi rata, pertulangan menyirip, tangkai silindris, warnanya hijau, kerapkali mengering tergantung pertumbuhan rambutan dipengaruhi oleh ketersediaan air ( Kalie, 1994).

2.1.2 Sistematika Tumbuhan Rambutan

Sistematika tumbuhan Rambutan adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Sapindales Famili : Sapindaceae Genus : Nephelium


(20)

Rambutan merupakan tanaman buah hortikultural berupa pohon dengan famili Sapindacaeae. Tanaman buah tropis ini dalam bahasa Inggrisnya disebut Hairy Fruit berasal dari Indonesia. Hingga saat ini telah menyebar luar didaerah yang beriklim tropis seperti Filipina dan negara-negara Amerika Latin dan ditemukan pula di daratan yang mempunyai iklim sub-tropis (Dalimarta, 2008).

2.1.3 Manfaat Tumbuhan Rambutan

Tanaman rambutan sengaja dibudidayakan untuk dimanfaatkan buahnya yang mempunyai gizi, zat tepung, sejenis gula yang mudah terlarut dalam air, zat protein dan asam amino, zat lemak, zat enzim-enzim yang esensial dan nonesensial, vitamin dan zat mineral makro, mikro yang menyehatkan keluarga, tetapi ada pula sementara masyarakat yang memanfaatkan sebagai pohon pelindung dipekarangan, atau sebagai tanaman hias.

2.2 Senyawa Organik Bahan Alam

Kimia organik mengalami kemajuan yang sejajar dengan kemajuan cara pemisahan dan penelitian bahan alam. Karena sangat beranekaragam, molekul yang berasal dari makhluk hidup mempunyai arti yang sangat penting bagi para ahli kimia organik, yaitu untuk memperluas dan memperdalam pengetahuan tentang reaksi-reaksi organik, dan terutama dapat untuk menguji hipotesis-hipotesis tertentu, misalnya hipotesis tentang mekanisme reaksi. Pada mulanya, biogenesis dari produk alami berkaitan dengan kimia organik dan biokimia, tetapi mempunyai tujuan yang berlainan (Manitto, 1992).

Senyawa organik bahan alam dapat diklasifikasikan berdasarkan sifat-sifat kimia yang dimilikinya. Ada empat cara klasifikasi yang diusulkan, yaitu :

1. Klasifikasi Berdasarkan Struktur Kimiawi

Klasifikasi ini berdasarkan pada kerangka molekuler dari senyawa yang bersangkutan. Menurut sistem ini, ada 4 kelas yaitu :


(21)

a. Senyawa alifatik rantai terbuka atau lemak dan minyak.

Contoh: asam-asam lemak, gula, dan asam-asam amino pada umumnya. b. Senyawa alisiklik atau sikloalifatik.

Contoh: terpenoida, steroida, dan beberapa alkaloida. c. Senyawa aromatik atau benzenoid.

Contohnya: golongan fenolat dan golongan kuinon. d. Senyawa heterosiklik.

Contoh: alkaloida, flavonoida, golongan basa asam inti.

2. Klasifikasi Berdasarkan Sifat Fisiologik.

Setelah penelitian yang lebih mendalam dilakukan terhadap morfin (1806), penisilin (1939) dan prostaglandin (1963), maka perhatian para ahli sering ditujukan kepada isolasi dan penentuan fungsi fisiologis dari senyawa organik bahan alam tertentu. Oleh karena itu, senyawa organik bahan alam dapat juga diklasifikasikan berdasarkan segi aktivitas fisiologik dari bahan yang bersangkutan. Misalnya kelas hormon, vitamin, antibiotik dan mikotoksin.

3. Klasifikasi Berdasarkan Taksonomi

Pengklasifikasian ini didasarkan pada penyelidikan morfologi komparatif dari tumbuh-tumbuhan yaitu taksonomi tumbuhan.

4. Klasifikasi Berdasarkan Biogenesis

Semua konstituen tumbuhan dan binatang dibiosintesis dalam organisme melalui reaksi-reaksi yang dibantu oleh enzim tertentu, istilah “biosintesis” dan “biogenesis” mempunyai arti yang sama: pembentukan bahan alam oleh organisme hidup.

2.3 Senyawa Flavonoida

Senyawa-senyawa flavonoida adalah senyawa-senyawa polifenol yang mempunyai 15 atom karbon, terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan menjadi satu oleh rantai linier yang terdiri dari tiga atom karbon. Senyawa-senyawa flavonoida adalah


(22)

senyawa 1,3 diaril propana, senyawa isoflavonoida adalah senyawa 1,2 diaril propana, sedangkan senyawa-senyawa neoflavonoida adalah 1,1 diaril propana.

Istilah flavonoida diberikan pada suatu golongan besar senyawa yang berasal dari kelompok senyawa yang paling umum, yaitu senyawa flavon, suatu jembatan oksigen terdapat diantara cincin A dalam kedudukan orto, dan atom karbon benzil yang terletak disebelah cincin B. Senyawa heterosoklik ini, pada tingkat oksidasi yangberbeda terdapat dalam kebanyakan tumbuhan. Flavon adalah bentuk yang mempunyai cincin C dengan tingkat oksidasi paling rendah dan dianggap sebagai struktur induk dalam nomenklatur kelompok senyawa-senyawa ini (Manitto, 1981).

Senyawa flavonoida sebenarnya terdapat pada semua bagian tumbuhan termasuk daun, akar, kayu, kulit, tepung sari, bunga, buah, dan biji. Kebanyakan flavonoida ini berada di dalam tumbuh-tumbuhan, kecuali alga. Namun ada juga flavonoida yng terdapat pada hewan, misalnya dalam kelenjar bau berang-berang dan sekresi lebah. Dalam sayap kupu - kupu dengan anggapan bahwa flavonoida berasal dari tumbuh-tumbuhan yang menjadi makanan hewan tersebut dan tidak dibiosintesis di dalam tubuh mereka. Penyebaran jenis flavonoida pada golongan tumbuhan yaitu angiospermae, klorofita, fungi, briofita (Markham, 1988).

Flavonoida merupakan senyawa 15-karbon yang umumnya tersebar di seluruh dunia tumbuhan. Lebih dari 2000 flavonoid yang berasal dari tumbuhan telah diidentifikasi. Kerangka dasar flavonoida biasanya diubah sedemikian rupa sehingga terdapat lebih banyak ikatan rangkap, menyebabkan senyawa itu menyerap cahaya tampak, dan ini membuatnya berwarna.

Ada tiga kelompok flavonoida yang amat menarik perhatian dalam fisiologi tumbuhan, yaitu antosianin, flavonol, dan flavon. Antosianin (dari bahasa Yunani anthos, bunga dan kyanos, biru-tua) adalah pigmen berwarna yang umumnya terdapat di bunga berwarna merah, ungu, dan biru. Pigmen ini juga terdapat di berbagai bagian tumbuhan lain, misalnya buah tertentu, batang, daun, dan bahkan akar. Sering flavonoida terikat di sel epidermis. Warna sebagian besar buah dan banyak bunga adalah akibat dari antosianin, walaupun beberapa warna tumbuhan lainnya, seperti


(23)

buah tomat dan beberapa bunga kuning, karena karotenoid. Warna cerah daun musim gugur disebabkan terutama oleh timbunan antosianin pada hari cerah dan dingin, walaupun karotenoid kuning atau jingga merupakan pigmen terbesar di daun musim gugur pada beberapa spesies.

Beberapa macam antosianin terdapat di tumbuhan tingkat tinggi, dan sering lebih dari satu macam terdapat di bunga tertentu atau organ lain. Mereka dijumpai dalam bentuk glikosida, biasanya mengandung satu atau dua unit glukosa atau galaktosa yang tertempel pada gugus hidroksil di cincin tengah. Bila gula dihilangkan, maka bagian sisa molekul, yang masih berwarna, dinamakan antosianidin (Salisbury, 1995).

2.3.1 Struktur Dasar Senyawa Flavonoida

Senyawa flavonoida adalah senyawa yang mengandung C15 terdiri atas dua inti fenolat yang dihubungkan dengan tiga satuan karbon. Struktur dasar flavonoida dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 1. Kerangka dasar senyawa flavonoida

2.3.2 Klasifikasi Senyawa Flavonoida

Flavonoida mengandung sistem aromatik yang terkonjugasi sehingga menunjukkan pita serapan kuat pada daerah spektrum sinar ultraviolet dan spektrum sinar tampak, umumnya dalam tumbuhan terikat pada gula yang disebut dengan glikosida

C C C


(24)

(Harborne, 1996). Dalam tumbuhan, flavonoida terdapat dalam berbagai struktur. Keragaman ini disebabkan oleh perbedaan tahap modifikasi lanjutan dari struktur dasar flavonoida tersebut, antara lain :

1. Flavonoida O-glikosida, satu gugus hidroksil flavonoida (atau lebih) terikat pada satu gula (lebih) dengan ikatan hemiasetal yang tak tahan asam. Pengaruh glikosilasi menyebabkan flavonoida menjadi kurang reaktif dan lebih mudah larut dalam air. Glukosa merupakan gula yang paling umum terlibat dan gula lain yang sering juga terdapat adalah galaktosa, ramnosa, xilosa, dan arabinosa. Gula lain yang kadang-kadang ditemukan adalah alosa, manosa, fruktosa, apiosa, dan asam glukoronat serta galakturonat.

2. Flavonoida C-glikosida, gula terikat pada atom karbon flavonoida dan dalam hal ini gula tersebut terikat langsung pada inti benzena dengan suatu ikatankarbon-karbon yang tahan asam. Glikosida yang demikian disebut C-glikosida. Jenis gula yang terlibat ternyata jauh lebih sedikit ketimbang jenis gula pada O-glukosa, biasanya dari jenis glukosa yang paling umum, dan juga galaktosa, ramnosa, xilosa, dan arabinosa.

3. Flavonoida sulfat, senyawa ini mengandung satu ion sulfat, atau lebih, yang terikata pada hidroksil fenol atau gula. Senyawa ini sebenarnya bisulfat karena terdapat sebagai garam, yaitu flavon-O-SO3K. Banyak yang berupa glikosida

bisulfat, bagian bisulfat terikat pada hidroksil fenol yang mana saja yang masih bebas atau pada gula.

4. Biflavonoida, yaitu flavonoida dimer. Flavonoida yang biasanya terlibat adalah flavon dan flavanon yang secara biosintesis mempunyai pola oksigenasi yang sederhana 5,7,4’ dan ikatan antar flavonoida berupa ikatan-ikatan karbon atau kadang-kadang eter. Monomer flavonoida yang digabungkan menjadi biflavonoida dapat berjenis sama atau berbeda, dan letak ikatannya berbeda-beda. Biflavonoida jarang ditemukan sebagai glikosida, dan penyebarannya terbatas, terdapat terutama pada gimnospermae.


(25)

5. Aglikon flavonoida yang aktif-optik, sejumlah aglikon flavonoida mempunyai atom karbon asimetrik dan dengan demikian menunjukkan keaktifan optik (yaitu memutar cahaya terpolarisasi-datar). Yang termasuk dalam golongan flavonoida ini adalah flavanon, dihidroflavonol, katekin, rotenoid, dan lain-lain (Markham, 1988).

Menurut Robinson (1995), flavonoida dapat dikelompokkan berdasarkan keragaman pada rantai C3 yaitu :

1.Flavonol

Flavonol paling sering terdapat sebagai glikosida, biasanya 3-glikosida, dan aglikon flavonol yang umum yaitu kamferol, kuersetin, dan mirisetin yang berkhasiat sebagaiantioksidan dan antiimflamasi. Flavonol lain yang terdapat di alam bebas kebanyakan merupakan variasi struktur sederhana dari flavonol. Larutan flavonol dalam suasana basa dioksidasi oleh udara tetapi tidak begitu cepat sehingga penggunaan basa pada pengerjaannya masih dapat dilakukan.

2. Flavon

Flavon berbeda dengan flavonol dimana pada flavon tidak terdapat gugusan 3-hidroksi. Hal ini mempunyai serapan UV-nya, gerakan kromatografi, serta reaksiwarnanya. Flavon yang paling umum dijumpai adalah apigenin danluteolin. Luteolin merupakan zat warna yang pertama kali dipakai di Eropa. Jenis yang paling

O O

OH


(26)

umum adalah 7-glukosida dan terdapat juga flavon yang terikat pada gula melalui ikatan karbon-karbon. Contohnya luteolin 8-C-glikosida. Flavon dianggap sebagai induk dalam nomenklatur kelompok senyawa flavonoida.

3. Isoflavon

Isoflavon merupakan isomer flavon, tetapi jumlahnya sangat sedikit dan sebagai fitoaleksin yaitu senyawa pelindung yang terbentuk dalam tumbuhan sebagai pertahanan terhadap serangan penyakit. Isoflavon sukar dicirikan karena reaksinya tidak khas dengan pereaksi warna manapun tetapi kebanyakan tampak sebagai bercak lembayung yang pudar dengan amonia berubah menjadi coklat.

4. Flavanon

Flavanon terdistribusi luas di alam. Flavanon terdapat di dalam kayu, daun dan bunga. Flavanon glikosida merupakan konstituen utama dari tanaman genus prenus dan buah jeruk ; dua glikosida yang paling lazim adalah neringenin dan hesperitin, terdapat dalam buah anggur dan jeruk.

O O

flavon

O O


(27)

5. Flavanonol

Senyawa ini berkhasiat sebagai antioksidan dan hanya terdapat sedikit sekali jika dibandingkan dengan flavonoida lain. Sebagian besar senyawa ini diabaikan karena konsentrasinya rendah dan tidak berwarna.

6. Katekin

Katekin terdapat pada seluruh dunia tumbuhan, terutama pada tumbuhan berkayu. Senyawa ini mudah diperoleh dalam jumlah besar dari ekstrak kental Uncaria gambir dan daun teh kering yang mengandung kira-kira 30% senyawa ini.

O O

flavanon

O O

OH

Flavanonol

O HO

OH

OH OH

OH


(28)

7. Leukoantosianidin

Leukoantosianidin merupakan senyawa tan warna, terutama terdapat pada tumbuhan berkayu. Senyawa ini jarang terdapat sebagai glikosida, contohnya melaksidin, apiferol.

Leukoantosianidin

8. Antosianin

Antosianin merupakan pewarna yang paling penting dan paling tersebar luas dalam tumbuhan. Pigmen yng berwarna kuat dan larut dalam air ini adalah penyebab hampir semua warna merah jambu, merah marak , ungu, dan biru dalam daun, bunga, dan buah pada tumbuhan tinggi. Secara kimia semua antosianin merupakan turunan suatu struktur aromatik tunggal yaitu sianidin, dan semuanya terbentuk dari pigmen sianidin ini dengan penambahan atau pengurangan gugus hidroksil atau dengan metilasi atau glikosilasi.

Antosianin

9. Khalkon

Khalkon adalah pigmen fenol kuning yang berwarna coklat kuat dengan sinar UV bila dikromatografi kertas. Aglikon khalkon dapat dibedakan dari glikosidanya, karena hanya pigmen dalam bentuk glikosida yang dapat bergerak pada kromatografi kertas dalam pengembang air (Harborne, 1996).

O

OH

HO OH

O


(29)

10. Auron

Auron berupa pigmen kuning emas yang terdapat dalam bunga tertentu dan briofita. Dalam larutan basa senyawa ini berwarna merah ros dan tampak pada kromatografi kertas berupa bercak kuning, dengan sinar ultraviolet warna kuning kuat berubah menjadi merah jingga bila diberi uap amonia (Robinson, 1995).

Auron

Menurut Harborne (1996), dikenal sekitar sepuluh kelas flavonoida dimana semua flavonoida, menurut strukturnya, merupakan turunan senyawa induk flavon dan semuanya mempunyai sejumlah sifat yang sama yakni:

Tabel 1. Golongan-golongan flavonoida menurut Harborne

Golongan flavonoida

Penyebaran Ciri khas

Antosianin pigmen bunga merah marak,dan biru juga dalam daun dan jaringan lain.

larut dalam air, λmaks 515-545 nm, bergerak dengan BAA pada kertas.

Proantosianidin terutama tan warna, dalam daun tumbuhan berkayu.

menghasilkan antosianidin bila jaringan dipanaskan dalam HCl 2M selama setengah jam.

Flavonol terutama ko-pigmen setelah hidrolisis, berupa bercak O

kalkon

HC

O


(30)

tanwarna dalam bunga sianik dan

asianik;tersebar luas dalam daun.

kuning murup pada

kromatogram Forestal bila disinari sinar UV;

Flavon seperti flavonol maksimal spektrum pada 330 – 350

setelah hidrolisis, berupa bercak coklat redup pada kromatogram Forestal;

Glikoflavon seperti flavonol maksimal spektrum pada 330-350 nm.

mengandung gula yang terikat melalui ikatan C-C; bergerak dengan pengembang air, tidak seperti flavon biasa.

pada kromatogram BAA beupa bercak redup dengan RF

dengan amonia berwarna merah, maksimal spektrum 370-410 nm.

tinggi .

Biflavonil tanwarna; hampir seluruhnya terbatas pada

gimnospermae

pada kromatogram BAA beupa bercak redup dengan RF

dengan amonia berwarna merah,

tinggi .

Khalkon dan auron pigmen bunga kuning, kadang-kadang terdapat juga dalam jaringan lain

maksimal spektrum 370-410 nm. berwarna merah kuat dengan Mg/HCl; kadang – kadang sangat pahit .

Flavanon tanwarna; dalam daun dan buah( terutama dalamCitrus )

bergerak pada kertas dengan pengembang air;


(31)

2.3.3 Sifat Kelarutan Flavonoida

Aglikon flavonoida adalah polifenol dan karena itu mempunyai sifat kimia senyawa fenol, yaitu bersifat agak asam sehingga dapat larut dalam basa. Tetapi harus diingat, bila dibiarkan dalam larutan basa, dan disamping itu terdapat oksigen, banyak yang akan terurai. Karena mempunyai sejumlah gugus hidroksil, atau suatu gula,flavonoida merupakan senyawa polar, maka umumnya flavonoida cukup larut dalam pelarut polar seperti etanol (EtOH), metanol (MeOH), butanol (BuOH), aseton, dimetilsulfoksida (DMSO), dimetilformamida (DMF), air dan lain-lain.

Adanya gula yang terikat pada flavonoida (bentuk yang umum ditemukan) cenderung menyebabkan flavonoida lebih mudah larut dalam air dan dengan demikian campuran pelarut yang disebut diatas dengan air merupakan pelarut yang lebih baik untuk glikosida. Sebaliknya, aglikon yang kurang polar seperti isoflavon, flavanon dan flavon serta flavonol yang termetoksilasi cenderung lebih mudah larut dalam pelarut seperti eter dan kloroform.

2.3.4. Biosintesa Flavonoida

Semua varian flavonoida saling berkaitan karena alur biosintesis yang sama, yang memasukkan pra zat dari alur sikimat dan alur asetat malonat, flavonoida pertama dihasilkan segera setelah alur itu bertemu. Flavonoida yang dianggap pertama kali terbentuk pada biosintesis adalah Khalkon dan semua bentuk lain yang diturunkan darinya melalui berbagai alur. Modifikasi flavonoida lebih lanjut terjadi pada berbagai tahap dan manghasilkan : penambahan atau pengurangan hidroksilasi, metilasi gugus hidroksil atau inti flavonoida, isoprenilasi gugus hidroksil atau inti flavonoida, metilenasi gugus orto-dihidroksil, dimerisasi gugus hidroksil (pem bentukan biflavonoida), pembentukan bisulfat dan glikolisasi gugus hidroksil (pembentukan flavonoida O-glikosida) atau inti flavonoida (pembentukan flavonoida C-glikosida) (Markham, 1998).


(32)

Gambar 2 : Biosintesa hubungan antara jenis monomer flavonoida dari jalur asetat-malonat dan alur sikimat (Markham, 1988).


(33)

2.4 Teknik Pemisahan

Tujuan dari teknik pemisahan adalah untuk memisahkan komponen yang akan ditentukan berada dalam keadaan murni, tidak tercampur dengan komponen-komponen lainnya. Ada 2 jenis teknik pemisahan :

1. Pemisahan kimia adalah suatu teknik pemisahan yang berdasarkan adanya perbedaan yang besar dari sifat-sifat fisika komponen dalam campuran yang akan dipisahkan.

2. Pemisahan fisika adalah suatu teknik pemisahan yang didasarkan pada perbedaan-perbedaan kecil dari sifat-sifat fisik antara senyawa-senyawa yang termasuk dalam suatu golongan (Muldja, 1995).

2.4.1Ekstraksi

Ekstraksi dapat dilakukan dengan metoda maserasi, sokletasi, dan perkolasi. Sebelum ekstraksi dilakukan, biasanya serbuk tumbuhan dikeringkan lalu dihaluskan dengan derajat kehalusan tertentu, kemudian diekstraksi dengan salah satu cara di atas. Ekstraksi dengan metoda sokletasi dapat dilakukan secara bertingkat dengan berbagai pelarut berdasarkan kepolarannya, misalnya n-heksana, eter, benzena, kloroform, etil asetat, etanol, metanol, dan air.

Ekstraksi dianggap selesai bila tetesan terakhir memberikan reaksi negatif terhadap senyawa yang diekstraksi. Untuk mendapatkan larutan ekstrak yang pekat biasanya pelarut ekstrak diuapkan dengan menggunakan alat rotari evaporator (Harborne, 1996).

2.4.2 Kromatografi

Kromatografi merupakan suatu cara pemisahan fisik dengan unsur-unsur yang akan dipisahkan terdistribusikan antara dua fasa, satu dari fasa-fasa ini membentuk lapisan stasioner denagn luas permukaan yang besar dan yang lainnya merupakan cairan yang


(34)

merembes lewat.Fasa stasioner mungkin suatu zat padat atau suatu cairan dan fasa yang bergerak mungkin suatu cairan atau suatu gas (Underwood, 1981).

Cara-cara kromatografi dapat digolongkan sesuai dengan sifat – sifat dari fasa diam, yang dapat berupa zat padat atau zat cair. Jika fasa diam berupa zat padat disebut kromatografi serapan, jika berupa zat cair disebut kromatografi partisi. Karena fasa gerak dapat berupa zat cair atau gas maka ada empat macam sistem kromatografi yaitu:

1) Fasa gerak cair–fasa diam padat (kromatografi serapan): a.kromatografi lapis tipis

b.kromatografi penukar ion

2) Fasa gerak gas–fasa diam padat, yakni kromatografi gas padat

3) Fasa gerak cair–fasa diam cair (kromatografi partisi), yakni kromatografi kertas.

4) Fasa gerak gas–fasa diam zat cair, yakni : a. kromatografi gas–cair

b. kromatografi kolom kapiler

Semua pemisahan dengan kromatografi tergantung pada kenyataan bahwa senyawa – senyawa yang dipisahkan terdistribusi diantara fasa gerak dan fasa diam dalam perbandingan yang sangat berbeda – beda dari satu senyawa terhadap senyawa yang lain (Sastrohamidjojo, 1991).

2.4.2.1 Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi Lapis Tipis pada plat berlapis yang berukuran lebih besar, biasanya 5x20 cm, 10x20 cm, atau 20x20 cm. Biasanya memerlukan waktu pengembangan 30 menit sampai satu jam. Pada hakikatnya KLT melibatkan dua fase yaitu fase diam atau sifat lapisan, dan fase gerak atau campuran pelarut pengembang. Fase diam dapat berupa serbuk halus yang berfungsi sebagai permukaan penyerap atau penyangga untuk lapisan zat cair. Fase gerak dapat berupa hampir segala macam pelarut atau campuran pelarut (Sudjadi, 1986).


(35)

Pemisahan senyawa dengan Kromatografi Lapis Tipis seperti senyawa organik alam dan senyawa organik sintetik dapat dilakukan dalam beberapa menit dengan alat yang harganya tidak terlalu mahal. Jumlah cuplikan beberapa mikrogram atau sebanyak 5 g dapat ditangani. Kelebihan KLT yang lain ialah pemakaian jumlah pelarut dan jumlah cuplikan yang sedikit. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan salah satu metode pemisahan yang cukup sederhana yaitu dengan menggunakan plat kaca yang dilapisi silika gel dengan menggunakan pelarut tertentu (Gritter,1991).

Nilai utama Kromatografi Lapis Tipis pada penelitian senyawa flavonoida ialah sebagai cara analisis cepat yang memerlukan bahan sangat sedikit. Menurut Markham, Kromatografi Lapis Tipis terutama berguna untuk tujuan berikut:

1. Mencari pelarut untuk kromatografi kolom

2. Analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom 3. Identifikasi flavonoida secara ko-kromatografi.

4. Isolasi flavonoida murni skala kecil

5. Penyerap dan pengembang yang digunakan umumnya sama dengan penyerap dan pengembang pada kromatografi kolom dan kromatografi kertas (Markham, 1988).

2.4.2.2 Kromatografi Kolom

Kromatografi cair yang dilakukan dalam kolom besar merupakan metode kromatografi terbaik untuk pemisahan dalam jumlah besar (lebih dari 1 g). Pada kromatografi kolom, campuran yang akan dipisahkan diletakkan berupa pita pada bagian atas kolom penyerap yang berada dalam tabung kaca, tabung logam, dan tabung plastik. Pelarut atau fasa gerak dibiarkan mengalir melalui kolom karena aliran yang disebabkan oleh gaya berat atau didorong dengan tekanan. Pita senyawa linarut bergerak melalui kolom dengan laju yang berbeda, memisah, dan dikumpulkan berupa fraksi ketika keluar dari atas kolom (Gritter, 1991).

Dengan menggunakan cara ini, skala isolasi flavonoida dapat ditingkatkan hampir ke skala industri. Pada dasarnya, cara ini meliputi penempatan campuran flavonoida (berupa larutan) diatas kolom yang berisi serbuk penyerap (seperti


(36)

selulose, silika atau poliamida), dilanjutkan dengan elusi beruntun setiap komponen memakai pelarut yang cocok. Kolom hanya berupa tabung kaca yang dilengkapi dengan keran pada salah satu ujung (Markham, 1988).

2.4.2.3 Harga Rf (Retardation Factor)

Mengidentifikasi noda-noda dalam lapisan tipis lazim menggunakan harga Rf yang diidentifikasikan sebagai perbandingan antara jarak perambatan suatu zat dengan jarak perambatan pelarut yang dihitung dari titik penotolan pelarut zat. Jarak yang ditempuh oleh tiap bercak dari titik penotolan diukur dari pusat bercak. Untuk mengidentifikasi suatu senyawa, maka harga Rf senyawa tersebut dapat dibandingkan dengan harga Rf senyawa pembanding.

Jarak perambatan bercak dari titik penotolan Rf =

Jarak perambatan pelarut dari titik penotolan

(Sastrohamidjojo, 1991).

2.5 Teknik Spektroskopi

Teknik spektroskopi adalah salah satu teknik analisis kimia–fisika yang mengamati tentang interaksi atom atau molekul dengan radiasi elektromagnetik.Ada dua macam instrumen pada teknik spektroskopi yaitu spektrometer dan spektrofotometer. Instrumen yang memakai monokromator celah tetap pada bidang fokus disebut sebagai spektrometer. Apabila spektrometer tersebut dilengkapi dengan detektor yang bersifat fotoelektrik maka disebut spektrofotometer (Muldja, 1955).

Informasi Spektroskopi Inframerah menunjukkan tipe – tipe dari adanya gugus fungsi dalam satu molekul dan Resonansi Magnetik Inti yang memberikan informasi tentang bilangan dari setiap tipe dari atom hidrogen dan juga memberikan informasi


(37)

yang menyatakan tentang lingkungan dari setiap tipe dari atom hidrogen.Kombinasinya dan data yang ada kadang – kadang menentukan struktur yang lengkap dari molekul yang tidak diketahui (Pavia, 1979).

2.5.1 Spektrofotometri Ultra Violet

Serapan molekul di dalam derah ultra violet dan terlihat dari spektrum bergantung pada struktur ultra elektronik dari molekul. Penyerapan sejumlah energi, menghasilkan percepatan dari elektron dalam orbital tingkat dasar ke orbital yang berenergi lebih tinggi di dalam keadaan tereskitasi (Silverstein, 1986).

Spektrum Flavonoida biasanya ditentukan dalam larutan dengan pelarut Metanol (MeOH) atau Etanol (EtOH). Spektrum khas terdiri atas dua maksima pada rentang 240-285 nm (pita II) dan 300-550 nm (pita I). Kedudukan yang tepat dan kekuatan nisbi maksima tersebut memberikan informasi yang berharga mengenai sifat flavonoida dan pola oksigenasinya. Ciri khas spektrum tersebut ialah kekuatan nisbi yang rendah pada pita I dalam dihidroflavon, dihidroflavonol, dan isoflavon serta kedudukan pita I pada spektrum khalkon, auron dan antosianin yang terdapat pada panjang gelombang yang tinggi. Ciri spektrum golongan flavonoida utama dapat ditunjukkan sebagai berikut :

Tabel 2. Rentangan Serapan spektrum UV-Visible golongan flavonoida

λ maksimum utama (nm)

λ maksimum tambahan (nm)

(dengan intensitas nisbi) Jenis flavonoida

475-560 ± 275 (55%) Antosianin

390-430 240-270 (32%) Auron

365-390 240-260 (30%) Kalkon

350-390 ± 300 (40%) Flavonol

250-270 ± 300 (40%) Flavonol

330-350 tidak ada Flavon dan biflavonil 300-350 tidak ada Flavon dan biflavonil


(38)

275-295 310-330 (30%) Flavanon dan flavononol ± 225 310-330 (30%) Flavonon dan flavononon 310-330 310-330 (25%) Isoflavon

2.5.2 Spektrofotometri Infra Merah (FT-IR)

Spektrum inframerah suatu molekul adalah hasil transisi antara tingkat energi getaran yang berlainan. Pancaran inframerah yang kerapatannya kurang dari 100 cm-1 (panjang gelombang lebih daripada 100 µm) diserap oleh sebuah molekul organik dan diubah menjadi putaran energi molekul.

Penyerapan ini tercantum, namun spektrum getaran terlihat bukan sebagai garis – garis melainkan berupa pita – pita. Hal ini disebabkan perubahan energi getaran tunggal selalu disertai sejumlah perubahan energi putara (Silverstein, 1986).

Dalam molekul sederhana beratom dua atau beratom tiga tidak sukar untuk menentukan jumlah dan jenis vibrasinya dan menghubungkan vibrasi-vibrasi tersebut dengan energi serapan. Tetapi untuk molekul-molekul beratom banyak, analisis jumlah dan jenis vibrasi itu menjadi sukar sekali atau tidak mungkin sama sekali, karena bukan saja disebabkan besarnya jumlah pusat – pusat vibrasi, melainkan karena juga harus diperhitungkan terjadinya saling mempengaruhi (inter-aksi) beberapa pusat vibrasi.

Vibrasi molekul dapat dibagi dalam dua golongan , yaitu vibrasi regang dan vibrasi lentur.

1. Vibrasi regang

Di sini terjadi terus menerus perubahan jarak antara dua atom di didalam suatu molekul. Vibrasi regang ini ada dua macam yaitu vibrasi regang simetris dan tak simetri.

2.Vibrasi lentur


(39)

Di sini terjadi perubahan sudut antara dua ikatan kimia. Ada empat macam vibrasi lentur yaitu vibrasi lentur dalam bidang yang dapat berupa vibrasi scissoring atau vibrasi rocking dan vibrasi keluar bidang yang dapat berupa waging atau berupa twisting (Noerdin, 1985).

2.5.3 Spektrometri Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR)

Spektrometri Resonansi Magnetik Inti (Nuclear Magnetic Resonance, NMR) merupakan alat yang berguna pada penentuan struktur molekul organik. Teknik ini memberikan informasi mengenai berbagai jenis atom hidrogen dalam molekul.. Struktur NMR memberikan informasi mengenai lingkungan kimia atom hidrogen, jumlah atom hidrogen dalam setiap lingkungan dan struktur gugusan yang berdekatan dengan setiap atom hidrogen (Cresswell, 1982).

Spektrometri Resonansi Magnetik Inti (Nuclear Magnetic Resonance, NMR) pada umumnya digunakan untuk :

1. Menentukan jumlah proton yang memiliki lingkungan kimia yang sama pada suatu senyawa organik.

2. Mengetahui informasi mengenai struktur suatu senyawa organik (Dachriyanus, 2004).

Pergeseran kimia adalah pengukuran medan dalam keadaan bebas. Semua proton-proton dalam satu molekul yang ada dalam lingkungan kimia yang serupa kadang-kadang menunjukkan pergeseran kimia yang sama. Setiap senyawa memberikan penaikan menjadi puncak absorbsi tunggal dalam spektrum NMR. Di dalam medan magnet, perputaran elektron-elektron valensi dari proton menghasilkan medan magnet yang melawan medan magnet yang digunakan. Hingga setiap proton dalam molekul dilindungi dari medan magnet yang digunakan dan bahwa besarnya perlindungan ini tergantung pada kerapatan elektron yang mengelilinginya. Makin besar kerapatan elektron yang mengelilingi inti, maka makin besar pula medan yang dihasilkan yang melawan medan yang digunakan (Bernasconi,1995).


(40)

Senyawa yang paling lazim dan paling berguna dipakai sebagai acuan adalah tetrametilsilana (TMS). Beberapa keuntungan dari pemakaian standar internal TMS yaitu :

1. TMS mempunyai 12 proton yang setara sehingga akan memberikan spektrum puncak tunggal yang kuat.

CH3

H3C Si CH3

CH3

2. TMS merupakan cairan yang mudah menguap, dapat ditambahkan kedalam larutan sampel dalam pelarut CDCl3 atau CCl4

(Silverstein, 1986).

Pada spektrometri RMI integrasi sangat penting. Harga integrasi menunjukkan daerah atau luas puncak dari tiap – tiap proton . Sedangkan luas daerah atau luas puncak tersebut sesuai dengan jumlah proton. Dengan demikian perbandingan tiap integrasi proton sama dengan perbandingan jumlah proton dalam molekul (Muldja,1995).


(41)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1Alat – Alat

1. Gelas ukur 50 ml/100 ml Pyrex 2. Gelas Beaker 250 ml/1000 ml Pyrex 3. Gelas Erlenmeyer 250 ml Pyrex 4. Corong kaca

5. Corong pisah 500 ml Pyrex

6. Bejana maserasi 10 l Schott/ Duran 7. Kolom kromatografi Pyrex

8. Tabung reaksi Pyrex 9. Plat tetes

10.Rotari evaporator Büchi R-114 11.Alat pengukur titik lebur Fisher

12.Statif dan klem

13.Lampu UV 254 nm/ 356 nm UVGL 58 14.Spatula

15.Neraca analitis Mettler AE 200 16.Pipet tetes

17.Penangas air Büchi B-480 18.Botol vial

19.Bejana Kromatografi Lapis Tipis

20.Spektrofotometer FT-IR Shimadzu 21.Spektrometer 1

22.Spektrofotometer UV-Visible


(42)

3.2 Bahan-Bahan

1. Daun Tumbuhan Rambutan (Nephelium Lappaceum L.)

2. Metanol(Me-OH) Teknis

3. N-heksana Teknis

4. Etil asetat (EtOAc) Teknis

5. Etanol p.a

6. Aquadest

7. Silika gel 40 (70-230 mesh) ASTM E.Merck. KGaA 8. FeCl3

9. NaOH 10% 5%

10.Mg-HCl 11.H2SO

12.Silika gel 60 F

4(p)

254

13.Aluminiun Foil 7,6m x 300 mm Total Wrap untuk plat E.Merck.Art 554

14.Kertas SaringNo.42 Whattman

3.3 Prosedur Penelitian 3.3.1 Penyediaan Sampel

Sampel yang diteliti adalah daun rambutan yang diperoleh dari Jalan Bunga Mawar 18 No 19 , Pasar 5 Padang Bulan Medan. Daun Rambutan dikeringkan di udara terbuka, lalu dihaluskan sampai diperoleh serbuk daun Rambutan sebanyak 2000 g.

3.3.2 Uji Pendahuluan Terhadap Ekstrak Daun Tumbuhan Rambutan

Serbuk daun rambutan diidentifikasi dengan menggunakan cara: 1.Skrining fitokimia


(43)

3.3.2.1 Skrining Fitokimia

Untuk mengetahui adanya senyawa flavonoida pada daun rambutan , maka dilakukan uji pendahuluan secara kualitatif sebagai berikut :

Prosedur :

- Dimasukkan ± 10 gram serbuk daun rambutan (Nephelium Lappaceum L.) yang telah dikeringkan dan dipotong-potong kecil ke dalam erlenmeyer

- Ditambahkan metanol ± 100 ml - Didiamkan

- Disaring

- Dibagi ekstrak metanol ke dalam 4 tabung reaksi - Ditambahkan masing-masing pereaksi

a. Tabung I : dengan FeCl3

b. Tabung II : dengan H

5% menghasilkan larutan berwarna hitam

2SO4 (p)

c. Tabung III : dengan Mg-HCl menghasilkan larutan berwarna merah muda menghasilkan larutan orange kekuningan

d. Tabung IV : dengan NaOH 10% menghasilkan larutan berwarna biru violet

3.3.2.2 Analisis Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Analisis Kromatografi Lapis Tipis dilakukan terhadap ekstrak metanol dengan menggunakan fasa diam silika gel 60F254Merck. Analisis ini dimaksudkan untuk

mencari pelarut yang sesuai didalam analisis kromatografi kolom.Pelarut yang digunakan adalah campuran pelarut n-heksana : etanol (p.a). Fasa gerak yang

digunakan adalah campuran n-heksana : etanol (p.a) dengan perbandingan(9:1 ; 8:2 ;

7:3 ; 6:4) v/v.

Prosedur:

Dimasukkan 10 ml larutan fase gerak n-heksana : etanol (p.a) (9:1)v/v ke dalam bejana


(44)

yang telah diaktifkan. Dimasukkan plat ke dalam bejana yang telah berisi pelarut yang telah dijenuhkan, lalu ditutup dan dielusi. Plat yang telah dielusi dikeluarkan dari bejana, lalu dikeringkan dan difiksasi dengan pereaksi FeCl3 5%. Diamati warna

bercak yang timbul dan dihitung harga Rf yang diperoleh. Perlakuan yang sama dilakukan untuk perbandingan pelarut n-heksana : etanol (p.a) dengan perbandingan

(8 :2)v/v ; (7:3)v/v; dan 6:4)v/v.

Dari hasil analisis KLT menunjukkan bahwa di dalam daun rambutan terkandung senyawa flavonoida, yaitu hasil pemisahan yang baik diberikan pada fase gerak n-heksana : etanol(p.a) dengan perbandingan(7:3)v/v.

3.3.3 Prosedur Memperoleh Ekstrak Pekat Lapisan Metanol dari Daun Tumbuhan Rambutan (Nephelium Lappaceum L.)

Serbuk daun tumbuhan rambutan ditimbang sebanyak 2000 g, kemudian dimaserasi dengan methanol sebanyak± 10L sampai semua sampel terendam dan dibiarkan selama ±3 hari. Maseratditampung dan dipekatkan dengan menggunakan alat rotarievaporator sehingga diperoleh ekstrak pekat metanol. Kemudian diuapkan hingga semua pelarut metanol menguap. Lalu dilakukan pemblokan tannin dengan cara melarutkan fraksi metanol dengan etil asetat, dan disaring.Filtrat kemudian dirotarievaporator lalu diuapkan hingga semua pelarut etil asetat menguap. Lalu fraksi etil asetat dilarutkan dengan metanol dan dipartisi berulang-ulang dengan n-heksana. Lapisan metanol dipisahkan dari lapisan n-heksana, lalu dipekatkan kembali dengan rotarievaporator dan diuapkan sehingga diperoleh ekstrak pekat lapisan metanol sebanyak 15 g.

3.3.4 Isolasi Senyawa Flavonoida dengan Kromatografi Kolom

Isolasi senyawa flavonoida secara kolom dilakukan terhadap ekstrak pekat metanol yang telah diperoleh. Fasa diam yang digunakan adalah silika gel 40 (70-230 mesh)


(45)

ASTM dan fasa gerak yaitu n-heksana 100%, campuran pelarut n-heksana : etanol (p.a)

Prosedur :

dengan perbandingan (90:10) v/v, (80 : 20) v/v, (70:30)v/v dan (60:40)v/v.

Dirangkai alat kolom kromatografi. Terlebih dahulu dibuburkan silika gel 40 (70-230 mesh) ASTM dengan menggunakan n-heksana, diaduk-aduk hingga homogen lalu dimasukkan ke dalam kolom kromatografi. Kemudian dielusi dengan menggunakan n-heksan 100% hingga silika gel padat dan homogen. Dimasukkan 15 g ekstrak metanol daun tumbuhan rambutan ke dalam kolom kromatografi yang telah berisi bubur silika gel, lalu ditambahkan fasa gerak n-heksana : etanol(pa) (90:10)v/v secara perlahan –

lahan, dan diatur sehingga aliran fasa yang keluar dari kolom sama banyaknya dengan penambahan fasa gerak dari atas. Ditingkatkan kepolaran dengan menambahkan fasa gerak n – heksana : etanol(p.a) dengan perbandingan (80:20)v/v, (70:30)v/v dan

(60:40)v/v. Hasil yang diperoleh ditampung dalam botol vial setiap 12 ml , lalu di KLT dan digabung fraksi dengan harga Rf yang sama lalu diuji dengan FeCl3 5%.

Kemudian diuapkan sampai terbentuk kristal.

3.3.5 Pemurnian

Senyawa yang diperoleh dari hasil isolasi kromatografi kolom harus dimurnikan.

Prosedur :

Senyawa hasil isolasi dipreparatif dengan menggunakan KLT preparatif. Senyawa tersebut ditotolkan dengan menggunakan pipa kapiler ke plat preparatif pada batas bawah dengan jarak 2cm, kemudian dimasukkan kedalam chamber untuk dielusi dengan menggunakan perbandingan campuran eluen n-heksan : etil asetat (30:70)v/v. Dielusi + 2 jam, kemudian dikeringkan plat dan dilihat kenaikan noda dibawah lampu UV engan panjang gelombang yang berbeda, dilakukan penggerusan dan diambil senyawa dengan jarak noda yang sama, dilakukan pelarutan dengan menggunakan metanol, ditampung kembali senyawa murni tersebut dan diuapkan di udara terbuka hingga membentuk kristal. Kristal yang diperoleh dilarutkan kembali dengan aseton,


(46)

diaduk hingga semua kristal larut sempurna. Kemudian ditambahkan n – heksana secara perlahan–lahan hingga terjadi pengendapan zat-zat pengotor di dasar wadah. Kemudian didekantasi larutan bagian atas wadah, lalu diuapkan di udara terbuka sisa pelarut dari kristal hingga diperoleh kristal yang benar – benar bebas dari pelarut.

3.3.6 Uji Kemurnian Hasil Isolasi dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Uji kemurnian kristal dilakukan dengan kromatografi lapis tipis dengan menggunakan fasa diam silika gel 60 F254 dengan fasa gerak n-heksana : etil asetat (p.a) (2:8)v/v ;

(3:7) v/v dan (4:6)v/v.

Prosedur:

Dimasukkan 10 ml larutan fasa gerak ke dalam bejana kromatografi, lalu dijenuhkan. Ditotolkan kristal yang sebelumnya dilarutkan dengan etil asetat pada plat KLT. Dimasukkan plat KLT tersebut ke dalam bejana kromatografi yang telah jenuh. Setelah pelarut fasa gerak merembes sampai batas tanda, plat KLT dikeluarkan dari bejana, dikeringkan, dan difiksasi dengan menggunakan pereaksi FeCl35% dalam

metanol menghasilkan bercak berwarna hitam yang menunjukkan adanya senyawa flavonoida.

3.3.7 Penentuan Titik Lebur

Kristal hasil isolasi yang telah murni dimasukkan ke dalam alat pengukur titik lebur, diatur suhu. Lalu diamati suhu sampai kristal melebur.


(47)

3.3.8 Identifikasi Senyawa Hasil Isolasi

3.3.8.1 Identifikasi dengan Spektrofotometer UV-Visible

Analisis dengan alat Spektrofotometer UV-Visible diperoleh dari Laboratorium Pusat Penelitian Kimia - LIPI, Kawasan PUSPIPTEK Serpong, Tangerang dengan menggunakan metanol sebagai pelarut. Mula-mula sampel ditimbang secara akurat lalu dilarutkan dengan metanol, kemudian sampel dibuat dalam kedaan segar dan diencerkan hingga 100 ml untuk kemudian dianalisis dengan alat spektofotometri UV-Visible.Hasil analisis spektrum UV-Visible dapat dilihat dalamLAMPIRAN D.

3.3.8.2. Identifikasi dengan Spektrometer Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR)

Analisis dengan alat Spektrometer 1H-NMR diperoleh dari Laboratorium Pusat Penelitian Kimia - LIPI, Kawasan PUSPIPTEK Serpong, Tangerang dengan menggunakan aseton sebagai pelarut. Mula-mula sampel dilarutkan dengan aseton dalam kapiler 5 mm lalu diletakkan dalam suatu tempat (probe) kemudian dianalisis dengan spektrofotometri 1H-NMR.Hasil analisis spektrum 1H-NMR dapat dilihat dalam LAMPIRAN F.

3.3.8.3 Identifikasi dengan Spektrofotometer Inframerah (FT-IR)

Analisis dengan alat Spektrofotometer FT-IR diperoleh dari Laboratorium Pusat Penelitian Kimia - LIPI, Kawasan PUSPIPTEK Serpong, Tangerang dengan menggunakan KBr sebagai pelarut. Mula-mula sampel dilarutkan dengan pelarut KBr, selanjutnya larutan dimasukkan kedalam sel larutan yang mempunyai jendela transparan dan pelarut murni pada sel kedua diletakkan pada berkas baku, sehingga serapan dari pelarut ditiadakan dan diperoleh spektrum serapan dari sampel. Hasil analisis spektrum FT-IR dapat dilihat dalam LAMPIRAN E.


(48)

3.4 Bagan Skrining Fitokimia

diekstraksi maserasi denganmetanol disaring

dipekatkan

dibagi ke dalam 4 tabung reaksi

ditambahkan ditambahkan ditambahkan ditambahkan

pereaksi FeCl3 pereaksi NaOH pereaksi Mg-HCl pereaksi

5% 10% H2SO

diamati peruba- diamati peruba- diamati peruba- diamati peru-

4(p)

han warna han warna han warna bahan warna

Larutan biru violet

Larutan merah muda

Larutan orange kekuningan Larutan

hitam

10 g serbuk daun tumbuhan rambutan (Nephelium Lappaceum L.)

Tabung I Tabung II Tabung III Tabung IV

Positif Flavonoida

Positif Flavonoida Positif

Flavonoida Positif


(49)

(50)

2000 g serbuk daun tumbuhan rambutan (Nephelium Lappaceum L.)

dimaserasi dengan metanol sebanyak 8 L didiamkan selama 3 hari

diulangi sebanyak 3 kali

Ekstrak metanol Residu

diskrining fitokimia

diskrining fitokimia

dipekatkan dengan rotarievaporator Ekstrak pekat metanol

diuapkan hingga semua metanol menguap dilarutkan dengan etil asetat

disaring

Filtrat Residu

(padatan) dipekatkan dengan rotarievaporator

diuapkan hingga semua etil asetat menguap dilarutkan dengan metanol

diekstraksi partisi dengan n-heksan sampai bening

Lapisan metanol Lapisan n - heksan (tidak dilanjutkan) diskrining fitokimia

dipekatkan dengan rotarievaporator Ekstrak pekat metanol

di-KLT untuk mengetahui sistem eluen yang sesuai pada kromatografi kolom dipisahkan tiap fraksi melalui kromatografi kolom dengan fase gerak yaitu campuran pelarut n-heksana:etanol(p.a) dengan perbandingan 90:10 v/v ; 80:20

v/v ; 70:30 v/v ; 60:40 v/v

ditampung tiap fraksi sebanyak 12 mL dalam botol vial di-KLT untuk mengetahui harga Rf

digabung fraksi dengan harga Rf yang sama Fraksi 1 - 60

90:10

Fraksi 61-120

80:20 Fraksi 121 - 280 70:30 Fraksi 281 - 360 60:40 diuji dengan

FeCl3 5% diuji denganFeCl3 5%

diuji dengan FeCl3 5%

diuji dengan FeCl3 5%

Hasil negatif Hasil positif Hasil positif Hasil negatif

dipreparatif dengan eluen n-heksan:etanol(p.a) dengan perbandingan

30:70 v/v dikeringkan

digerus dari plat dengan menggunakan spatula dilarutkan dengan metanol

disaring Senyawa murni

dianalisis KLT direkristalisasi diukur massanya diuji titik leburnya

dianalisis dengan spektrofotometer UV-Visibel, spektrofotometer FT-IR, spektrofotometer 1 H-NMR

Hasil analisis


(51)

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

Hasil skrining fitokimia terhadap ekstrak metanol dari daun tumbuhan rambutan (Nephelium Lappaceum L.) menunjukkan bahwa sampel positif terhadap pereaksi – pereaksi flavonoida.

Hasil isolasi senyawa flavonoida dari daun tumbuhan rambutan diperoleh dengan menggunakan fase gerak n-heksana : etil asetat (30/70) v/v, berwarna kuning, berbentuk kristal, massa = 8 mg, positif terhadap pereaksi flavonoida, Rf = 0,6 dan titik lebur = 146-148 oC.

Dari hasil analisis Spektrofotometer Ultra violet – Visible ( UV – Visible ) dengan pelarut metanol memberikan panjang gelombang maksimum (λmaks) 258,0 nm dan 292,5 nm LAMPIRAN D.

Hasil analisis Spektrofotometer FT-IR pada Kristal hasil isolasi menghasilkan pita–pita serapan pada daerah bilangan gelombang sebagai berikut :

1. Pada bilangan gelombang 3300,20 – 3151,69 cm-1

2. Pada bilangan gelombang 2929,87 – 2856,58 cm

puncak melebar menunjukkan adanya vibrasi ulur (stretching) –OH.

-1

puncak tajam menunjukkan adanya vibrasi ulur (stretching) C-H alifatik dan pada 1146,61 – 1377,17 cm-1 puncak sedang menunjukkan adanya vibrasi ulur (stretching) dari CH3

3. Pada bilangan gelombang 1703,14 cm

.

-1

4. Pada bilangan gelombang 1604,77 – 1521,84 cm

puncak tajam menunjukkan adanya vibrasi ulur (stretching) C=O keton .

-1

dan pada bilangan gelombang 941,26 cm-1

5. Pada bilangan gelombang 1118,71 – 1105,21 cm

puncak tajam menunjukkan adanya vibrasi ulur (stretching) ikatan rangkap C=C aromatis.

-1

puncak sedang menunjukkan adanya vibrasi ulur (stretching) C-O-C.


(52)

6. Pada bilangan gelombang 767,67 cm-1

LAMPIRAN E.

puncak tajam menunjukkan adanya vibrasi ulur (stretching) C-H aromatik.

Hasil analisis Spektroskopi Resonansi Magnetik Inti Proton (H1-NMR) senyawa hasil isolasi dengan menggunakan pelarut aseton-d6

1. 7,5182 – 7,5221 ppm menunjukkan puncak doblet.

dan TMS sebagai standar yang memberikan signal – signal pergeseran kimia pada daerah sebagai berikut :

2. 7,4741 – 7,4780 ppm menunjukkan puncak doblet. 3. 7,4573 – 7,4611 ppm menunjukkan puncak doblet. 4. 6,8839 ppm menunjukkan puncak singlet.

5. 6,9008 ppm menunjukkan puncak singlet. 6. 3,5997 ppm menunjukkan puncak singlet. 7. 1,2818 ppm menunjukkan puncak singlet.

LAMPIRAN F.

4.2 Pembahasan

Dari hasil kromatografi lapis tipis,diketahui bahwa perbandingan pelarut yang baik untuk mengisolasi senyawa flavonoida dari daun tumbuhan rambutan adalah n-heksana : etanol(p.a) (70 : 30) v/v yang menunjukkan pemisahan yang lebih baik dari

noda yang dihasilkan. Namun hasil yang diperoleh setelah proses kromatografi kolom menunjukkan bahwa fraksi n-heksana : etanol(p.a)

Dari hasil interpretasi spektrum UV-Visible memberikan serapan pada pita I dengan panjang gelombang 292,5 nm dan pita II dengan panjang gelombang 258,0 nm, ini menunjukkan bahwa senyawa kristal hasil isolasi mirip dengan spektrum

(80 : 20) v/v juga positif mengandung flavonoida dengan massa yang lebih besar dan lebih mudah untuk proses pemisahan, sehingga fraksi 80:20 yang dilanjutkan pada tahap preparatif dengan fase gerak n-heksana:etil asetat (30:70). Hasil KLT uji kemurnian dengan fase gerak n:heksana:etil asetat (20:80)v/v ; (30:70)v/v dan (40:60)v/v, kristal senyawa hasil isolasi menunjukkan hanya satu noda tunggal pada kristal.


(53)

Visible dari senyawa pembanding flavonoida yaitu Flavonol (dengan panjang gelombang pita I berkisar 330-360 nm dan pita II 250-280 nm).

Hasil interpretasi spektrum Infra Merah (FT-IR) dan Spektrum Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR) senyawa hasil isolasi dengan menggunakan pelarut aseton-d6

1. Pergeseran kimia pada daerah δ=7,5182 – 7,5221 ppm terdapat puncak doblet menunjukkan adanya proton-proton H

dalam standar TMS diperoleh :

2’ dari cincin B. Hal ini didukung oleh

data spektrofotometer FT-IR pada bilangan gelombang 1604,77 – 1521,84 cm

-1

menunjukkan adanya ikatan rangkap C=C dari sistem aromatik dan pada bilangan gelombang 3151,69 cm- 1 dengan puncak sedang menunjukkan adanya vibrasi C-H cm-1

2. Pergeseran kimia pada daerah δ=7,4741 – 7,4780 ppm terdapat puncak doblet yang menunjukkan adanya proton H

dari aromatik.

6’ yang terdapat pada cincin B Hal ini

didukung oleh data spektrofotometer FT-IR pada bilangan gelombang 1604,77 – 1521,84 cm-1 menunjukkan adanya ikatan rangkap C=C dari sistem aromatik dan pada bilangan gelombang 3151,69 cm- 1 dengan puncak sedang menunjukkan adanya vibrasi C-H cm-1

3. Pergeseran kimia pada daerah δ=7,4573 – 7,4611 ppm terdapat puncak doblet yang menunjukkan adanya proton H

dari aromatik.

5’ yang terdapat pada cincin B . Hal ini

didukung oleh data spektrofotometer FT-IR pada bilangan gelombang 1604,77 – 1521,84 cm-1 menunjukkan adanya ikatan rangkap C=C dari sistem aromatik dan pada bilangan gelombang 3151,69 cm- 1 dengan puncak sedang menunjukkan adanya vibrasi C-H cm-1

4. Pergeseran kimia pada daerah δ= 6,9008 ppm terdapat puncak singlet yang menunjukkan adanya proton H

dari aromatik.

8 dari cincin A dan Pergeseran kimia pada

daerah δ= 6,8830 ppm terdapat puncak singlet yang menunjukkan adanya proton H6 dari cincin A. Hal ini didukung oleh data spektrofotometer FT-IR

pada bilangan gelombang 1604,77 – 1521,84 cm-1 menunjukkan adanya ikatan rangkap C=C dari sistem aromatik dan pada bilangan gelombang 3151,69 cm-

1


(54)

5. Pergeseran kimia pada daerah δ= 3,5997 ppm terdapat puncak singlet yang menunjukkan adanya O-CH3 pada atom C5 dari cincin A. Hal ini didukung

oleh data spektrofotometer FT–IR pada bilangan gelombang 1118,71 – 1105,21 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi ulur (stretching) dari C-O-C. Karena pada daerah 12-13 ppm tidak terdapat puncak yang menunjukkan posisi –OH pada atom C5 (Schutz, 1995) ,maka kemungkinan besar posisi

dari O-CH3 atau CH3 terletakpada atom C5.

6. Pergeseran kimia pada daerah δ= 1,2818 ppm terdapat puncak singlet yang menunjukkan adanya -CH3 yang belum ditentukan letaknya. Hal ini didukung

oleh data spektrofotometer FT–IR pada bilangan gelombang 1118,71 – 1105,21 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi ulur (stretching) dari C-O-C.

Dari hasil pembahasan diatas, berdasarkan skrining fitokimia, data spektrum FT-IR dan (1H-NMR) dapat disimpulkan bahwa besar kemungkinan kristal yang diisolasi dari daun tumbuhan rambutan (Nephelium lappacheum L.) adalah senyawa flavonoida golongan Flavonol dengan kerangka struktur sebagai berikut :

O HO H H R O R R A C B OH 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1' 2' 3' 4' 5' 6' Flavonol

keterangan: R=O-CH3 ; CH3 atau OH

BAB 5


(55)

5.1. Kesimpulan

1. Hasil isolasi yang diperoleh dari 2000 g daun tumbuhan rambutan (Nephelium Lappaceum L.) merupakan kristal berwarna kuning diperoleh sebanyak 8 mg, Rf = 0,6 dengan titik lebur 146-148o

2. Berdasarkan hasil skrining fitokimia flavonoida terhadap kristal hasil isolasi dari daun tumbuhan rambutan (Nephelium Lappaceum L.), menunjukkan hasil yang positif mengandung senyawa flavonoida.

C.

3. Hasil analisis dengan skrining fitokimia pereaksi-pereaksi flavonoida, Spektrofotometri UV-Visible, Spektrofotometri Infra Merah (FT – IR) dan Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR) menunjukkan bahwa kristal hasil isolasi dari daun tumbuhan rambutan (Nephelium Lappaceum L.) adalah senyawa flavonoida golongan flavonol.

5.2 Saran

Perlu dilakukan analisis Spektroskopi Massa, 13C–NMR agar diperoleh data-data yang lebih mendukung untuk menentukan struktur senyawa flavonoida yang diperoleh dari hasil isolasi.


(56)

5.1. Kesimpulan

1. Hasil isolasi yang diperoleh dari 2000 g daun tumbuhan rambutan (Nephelium Lappaceum L.) merupakan kristal berwarna kuning diperoleh sebanyak 8 mg, Rf = 0,6 dengan titik lebur 146-148o

2. Berdasarkan hasil skrining fitokimia flavonoida terhadap kristal hasil isolasi dari daun tumbuhan rambutan (Nephelium Lappaceum L.), menunjukkan hasil yang positif mengandung senyawa flavonoida.

C.

3. Hasil analisis dengan skrining fitokimia pereaksi-pereaksi flavonoida, Spektrofotometri UV-Visible, Spektrofotometri Infra Merah (FT – IR) dan Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR) menunjukkan bahwa kristal hasil isolasi dari daun tumbuhan rambutan (Nephelium Lappaceum L.) adalah senyawa flavonoida golongan flavonol.

5.2 Saran

Perlu dilakukan analisis Spektroskopi Massa, 13C–NMR agar diperoleh data-data yang lebih mendukung untuk menentukan struktur senyawa flavonoida yang diperoleh dari hasil isolasi.


(57)

Asiah,Siti. 2008. Efektivitas Ekstrak Etanol Daun Rambutan (Nephelium

Lappaceum L). Terahadap Kematian Larva Nyamuk Aedes Aegypti Instar III. Skripsi Thesis. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Bernasconi, G. 1995. Teknologi Kimia. Jilid 2. Edisi Pertama. Jakarta: PT. Pradaya Paramita.

Cresswell, C.J. 1982. Analisis Spektrum Senyawa Organik. Edisi kedua. Bandung: Penerbit ITB.

Dachriyanus. 2004. Analisis Struktur Senyawa Organik secara Spektroskopi. Padang: Andalas University Press.

Dalimartha, S. 2008. Atlas Tumbuhan Obat di Indonesia. Jakarta: Trubus Agriwidya. De Luna, R.D. 2005. Monoterpene From The Seed of Nephelium Lappaceum L. New

York : Agricultural Experiment Station.

Gritter, R. J. 1991. Pengantar Kromatografi. Terbitan ke-2. Terjemahan Kosasih Padmawinata. Bandung: Penerbit ITB.

Harborne, J. B. 1987. Metoda Fitokimia, Penuntun Cara Modern Menganalisa Tumbuhan. Terbitan ke-2. Terjemahan Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro. Bandung: Penerbit ITB.

Kalie, M.B. 1994. Budidaya Rambutan Varietas Unggul. Yogjakarta: Penerbit Kansius.

Kilburn, J.D. 2010. Identifikasi Senyawa fenolik dari Mayor Nephelium lappaceum L. Thailand : Chiang Mai University.

Manitto, P. 1992. Biosintesis Produk Alami. Cetakan Pertama. Terjemahan Koensoemardiyah. Semarang: Penerbit IKIP Press.

Markham, K. R. 1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoida. Terjemahan Kosasih Padmawinata. Bandung: ITB Press.

Muldja, M.H. 1995. Analisis Instrumental. Cetakan Pertama. Surabaya: Universitas Airlangga Press.

Nessa, F. 2003. Free Radical-Scavenging Activity of Organic Extracts and Pure Flavonoids of Blumea balsamifera DC Leaves. Food Chemistry.hal. 243-252. Noerdin, D.1985.Elusidasi Struktur Senyawa Organik dengan Cara Spektroskopi

Ultra Lembayung dan Inframerah. Edisi Pertama. Bandung: Penerbit Angkasa. Pavia, L. D. 1979. Introduction to Spectroscopy a Guide for Students of Organic


(58)

Peter, K.C. 2009. Charactheristic of Nephelium Lappaceum L. New York: Cornell University.

Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Edisi Keenam. Bandung: Penerbit ITB.

Salisbury, F.B. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Edisi ke-4. Jilid 2. Bandung: Penerbit ITB.

Sastrohamidjojo, H. 1985.Kromatografi . Edisi Pertama. Cetakan Pertama Yogyakarta: Penerbit Liberty.

Sastrohamidjojo, H. 1996. Sintesis Bahan Alam. Yogyakarta: Penerbit Gadjah Mada University Press..

Silverstein, R. M. 1986. Penyidikan Spektrometrik Senyawa Organik. Terjemahan A. J. Hatomo dan Anny Viktor Purba. Edisi ke-4. Jakarta: Penerbit Erlangga. Sudjadi. 1986. Metode Pemisahan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Supratman, U.2008. Elusidasi Struktur Senyawa Organik. Bandung: Penerbit Widya Padjadjaran.

Tobing, R. L. 1989. Kimia Bahan Alam. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Jakarta: Proyek Pembangunan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.


(59)

LAMPIRAN


(60)

(61)

(62)

LAMPIRAN C. Kromatografi Lapisan Tipis Eekstrak Pekat Lapisan Metanol DaunTumbuhan Rambutan(Nephelium lappaceum L.) Sebelum Kromatografi Kolom Tinggi Plat KLT 20 cm

Keterangan :

Fasa diam : Kieselgel 60 F

E : Ekstrak Pekat Lapisan Metanol Daun Tumbuhan Rambutan

254

(Nephelium lappaceum L.) I : Fasa gerak n-heksana : etanol (p.a)

II : Fasa gerak n-heksana : etanol

(9:1 v/v)

(p.a)

III : Fasa gerak n-heksana : etanol

(8:2 v/v)

(p.a)

IV : Fasa gerak n-heksana : etanol

(7:3 v/v)

(p.a)(6:4 v/v)

I II III IV

E E E E

No. Fasa Gerak Jumlah Noda Rf

1. n-heksana : etanol (p.a)(90 : 10 v/v) 0 0

2. n-heksana : etanol (p.a)(80 : 20 v/v) 2 0,4

0,5 3. n-heksana : etanol (p.a)(70 : 30 v/v) 3

0,5 0,6 0,65 4. n-heksana : etanol (p.a)(60 : 40 v/v) 3

0,55 0,65 0,7


(63)

LAMPIRAN D. KromatografiLapisan TipisSetelah Kolom kromatografi Dengan Tinggi Plat KLT 20 cm

Keterangan :

Fasa diam : Kieselgel 60 F Fase Gerak : N-heksana : Etanol

254 (p.a)

E : Ekstrak Pekat Lapisan Metanol Daun Tumbuhan Rambutan (70:30)v/v

fraksi 61-120

E

No. Sampel Jumlah Noda Rf


(64)

LAMPIRAN E.KromatografiLapisan TipisSenyawa Murni Hasil Kolom Kromatografi Dengan Tinggi Plat KLT 20 cm.

Keterangan :

Fasa diam : Kieselgel 60 F Fase Gerak : N-heksana : Etanol

254

E : Ekstrak Pekat Lapisan Metanol Daun Tumbuhan Rambutan

(p.a)

(Nephelium LappaceumL.) Fraksi 61 - 120 I : Fase gerak n-heksana:etil asetat (20:80)v/v II :Fase gerak n-heksana: etil asetat (30:70)v/v III :Fase gerak n-heksana: etil asetat (40:60)v/v

I II III

E E E

No. Fase Gerak Jumlah

Noda Rf

1. Fase gerak n-heksana: etil asetat (20:80)v/v 1 0,5 2. Fase gerak n-heksana: etil asetat (30:70)v/v 1 0,6 3. Fase gerak n-heksana: etil asetat (40:60)v/v 1 0,65


(65)

(66)

(67)

(68)

(69)

LAMPIRAN J. EkspansiSpektrum1

Pergeseran Kimia 0,0 – 9,0 ppm

H-NMR Senyawa Hasil Isolasi Pada


(70)

LAMPIRAN K. Ekspansi Spektrum1

Pada Pergeseran Kimia 6,50 – 7,6 ppm.


(71)

LAMPIRAN L. Ekspansi Spektrum1

Pada Pergeseran Kimia 3,45 – 3,65 ppm.


(72)

LAMPIRAN M. Ekspansi Spektrum1

Pada Pergeseran Kimia 0,6 – 2,7 ppm.


(1)

(2)

(3)

LAMPIRAN J. EkspansiSpektrum1

Pergeseran Kimia 0,0 – 9,0 ppm

H-NMR Senyawa Hasil Isolasi Pada


(4)

LAMPIRAN K. Ekspansi Spektrum1

Pada Pergeseran Kimia 6,50 – 7,6 ppm.


(5)

LAMPIRAN L. Ekspansi Spektrum1

Pada Pergeseran Kimia 3,45 – 3,65 ppm.


(6)

LAMPIRAN M. Ekspansi Spektrum1

Pada Pergeseran Kimia 0,6 – 2,7 ppm.