Perbedaan Penyesuaian Diri Terhadap Perubahan Fisik Wanita Dewasa Madya Bekerja Dengan Tidak Bekerja

(1)

PERBEDAAN PENYESUAIAN DIRI TERHADAP PERUBAHAN FISIK

WANITA DEWASA MADYA BEKERJA DENGAN TIDAK BEKERJA

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh :

MILNA CHAIRUNNISA HARAHAP

071301102

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

GENAP,2011/2012


(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul:

Perbedaan Penyesuaian Diri Terhadap Perubahan Fisik Wanita Dewasa Madya Bekerja dengan Tidak Bekerja.

adalah hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini saya kutip dari hasil karya orang lain yang telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila ditemukan adanya kecurangan, saya bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, Juli 2012

MILNA CHAIRUNNISA HARAHAP 071301102


(3)

Perbedaan Penyesuaian Diri Terhadap Perubahan Fisik Wanita Dewasa Madya yang Bekerja dan Tidak Berkerja.

Milna Chairunnisa dan Ade Rahmawati ABSTRAK

Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif komparatif untuk mengetahui perbedaan penyesuaian diri terhadap perubahan fisik wanita yang bekerja dan tidak bekerja. Di antara sekian banyak tugas perkembangan orang dewasa madya, salah satunya adalah tugas yang berkaitan dengan penyesuaian diri terhadap perubahan fisik. Bagi wanita bekerja dan tidak bekerja diketahui memiliki cara berbeda dalam menerima perubahan fisik, wanita bekerja/ perempuan karir saat ini lebih mengarah kepada kecantikan sebagai gaya hidup karena banyaknya bersosialisasi dengan orang lain, sedangkan wanita tidak bekerja lebih menghabiskan waktu dengan pekerjaan rumahnya sehingga perubahan fisik tidak menjadi masalah pada dirinya, dengan adanya perbedaan tersebut, maka diyakini akan berbeda pula penyesuaian diri terhadap perubahan fisik pada wanita bekerja dan tidak bekerja. Penelitian ini melibatkan 80 orang wanita dewasa madya sebagai subyek penelitian. Kriteria sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah wanita bekerja dan tidak bekerja usia 40-60 tahun. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik incidental sampling, dimana data didapatkan akan diolah dengan menggunakan uji-t. Alat ukur yang digunakan adalah skala penyesuaian diri terhadap perubahan fisik. Hasil analisis data menunjukkan tidak ada perbedaan penyesuaian diri terhadap perubahan fisik wanita dewasa madya yang bekerja dan tidak bekerja dengan nilai P = 0.233, dimana wanita dewasa madya yang bekerja dan tidak bekerja berfikir positif terhadap perubahan fisik tersebut.

Kata kunci : penyesuaian diri, perubahan fisik, dewasa madya, wanita bekerja, wanita tidak bekerja.


(4)

The differences self Adjustment Against Physical Changes woman Adult middle who work and no working

Milna Chairunnisa dan Ade Rahmawati ABSTRACT

The study was a comparative quantitative study to know the differences in self adjustment to physical changes in women who are working and not working. Among the many developmental tasks of middle adulthood, one of which is related to the task of adjustment to physical changes. For women working and not working are known to have different ways of receiving a physical change, women working / career women now more directed to beauty as a lifestyle because of socializing with others, while women do not work over spending time with his homework so that physical changes do not a problem in itself, with a difference, it is believed to be different self adjustment to physical changes in women's working and not working. The study involved 80 women middle adulthood as research subjects. Criteria of the sample used in this study were working and not working women aged 40-60 years. Sampling was using incidental sampling technique, where the data obtained will be processed using the t-test. Measuring instrument used is the scale of self adjustment to physical changes. The results of data analysis showed no differences in adjustment to physical changes in middle adult women working and not working with a value of P = 0233, where the middle of adult women working and not working to think positive about the physical changes.

Key words: self Adjustment, physical change, middle adulthood, women work, women do not work.


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan karunia dan kekuatan dalam penyelesaian skripsi ini. Penyusunan skripsi ini dilakukan untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana jenjang strata satu (S-1) di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Adapun judul skripsi ini adalah “Perbedaan Penyesuaian Diri Terhadap Perubahan Fisik Wanita Dewasa Madya Bekerja dengan Tidak Bekerja”.

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada ke dua orang tua penulis papa dr.H. Nazmil Fuad Harahap M.Kes dan mama Hj. Zubaidah Nasution. Terima kasih penulis ucapkan untuk setiap, didikan, cinta dan kasih sayang, doa, dan semua hal yang telah kalian berikan selama ini “sayang papa dan mama”.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Ibu Prof. Dr. Irmawati, psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi USU, beserta Pembantu

Dekan I, II, dan III Fakultas Psikologi USU.

2. Kak Ade Rahmawati M.Psi., selaku dosen pembimbing penulisan skripsi ini. Terima kasih untuk bimbingan, dukungan, perhatian, masukan yang kakak berikan, dan waktu yang kakak berikan ditengah-tengah kesibukan untuk membimbing penulis. Penulis sangat berterima kasih kepada kakak, semua kebaikan kakak tidak mampu penulis balas dan akan penulis kenang selalu. Semoga Allah membalas semua kebaikan kakak. Terima kasih kak.

3. Ibu Siti Zahreni, M.si., selaku dosen pembimbing akademik, terima kasih untuk waktu yang Ibu luangkan bimbingan, motivasi, dan masukan yang Ibu berikan selama mengikuti perkuliahan. Semua yang Ibu berikan selama ini mungkin belum bisa peneliti balas, hanya terima kasih yang sebesar-besarnya yang bisa peneliti ucapkan.


(6)

4. Bapak dan Ibu Dosen staf pengajar Fakultas Psikologi USU. Terima kasih untuk segala ilmu dan pengalaman yang telah diberikan.

5. Kakak, abang, adikku yang ku sayangi (Kak Icha, bang Wiwin, Riri), terima kasih atas dukungan dan semangat yang diberikan dalam penyelesaian skripsi ini. Terima kasih kepada seluruh keluarga besar opung, nenek anum, unyang, dan semuanya terima kasih atas doa-doanya selama penyelesaian penelitian ini.

6. Untuk Prayudi, terima kasih atas dukungan, perhatian, pengertian, kasih sayang dan semangat yang diberikan selama penulisan skripsi ini. Terutama waktu yang telah diberikan selama ini untuk berkelana dan menemani kesana-kemari selama ini untuk penyelesaian skripsi ini.

7. Untuk sahabatku anak mbeng (Liza, Dania, Ririn, Yossy, Indah). Terima kasih atas dukungan, informasi, saran dan semangat yang telah kalian berikan. Kalian sahabat-sahabat yang terbaik selama di psikologi USU.

8. Untuk teman-temanku terutama Debby yang membantu menjadi guru private, karin, inge, Ina, Fina, sulastrie dan seluruh anak Psikologi 2007. Terima kasih atas masukan, diskusi dan pengajaran yang diberikan. Masukan kalian sangat sangat membantu dalam penyelesaian penelitian ini

9. Untuk sahabatku yang selalu ada di selama masa sekolah sampai perkuliahan Nabila, Nana, Dira. Terima kasih menjadi tempat untuk senang dan sedih. Semoga kita sukses ya semuanya.

10.Seluruh pegawai jurusan dan karyawan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Terima kasih atas bantuan yang telah diberikan kepada peneliti.

11.Seluruh Responde yang telah bersedia membantu dalam penyelesaian skripsi ini sehingga penelitian ini dapat terlaksana, terima kasih.


(7)

12.Kepada semua pihak yang telah terlibat dalam penyelesaian penelitan ini, peneliti menyampaikan terima kasih atas bantuan dukungan yang telah diberikan.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharap kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak demi kesempurnaan tugas-tugas penelitian selanjutnya. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan dunia psikologi perkembangan pada khususnya.

Medan, Juli 2012


(8)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah... 9

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 9

E. Sistematika Penulisan ... 10

BAB II LANDASAN TEORI ... 12

A. Penyesuaian Diri Terhadap Perubahan Fisik ... 12

1. Pengertian Penyesuaian Diri ... 12

2. Kriteria Penyesuaian Diri ... 13

3. Aspek-aspek Penyesuaian Diri...14

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri ... 16

5. Penyesuaian Diri Masa Dewasa Madya ... 19

B. Perubahan Fisik ... 22

1. Pengertian Perubahan Fisik ... 22

2. Ciri-ciri Perubahan Fisik ... 23

3. Tanda-tanda Perubahan Fisik Usia Dewasa...25

C. Penyesuaian Diri Terhadap Perubahan Fisik D. Dewasa Madya ... 27


(9)

1. Pengertian Dewasa Madya ... 27

2. Karakteristik Dewasa Madya ... 28

3. Tugas-tugas Perkembangan Dewasa Madya... 30

E. Status Pekerjaan ... 32

1. Wanita Bekerja ... 32

a. Pengertian Wanita Bekerja ... 32

b. Faktor-faktor yang Mendorong Wanita Bekerja... 33

2. Wanita Tidak Bekerja ... 36

a. Pengertian Wanita Tidak Bekerja ... 36

F. Perbedaan Penyesuaian Diri Terhadap Perubahan Fisik Wanita Dewasa Madya Bekerja dengan Tidak Bekerja ... 37

G. Hipotesis ... 40

BAB III METODE PENELITIAN ... 41

A. Identifikasi Variabel ... 41

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian... 41

C. Populasi, Sampel dan Metode Pengambilan Sampel... 43

D. Metode dan Alat Pengumpulan Data ... 45

E. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 48

1. Validitas Alat Ukur ... 48

2. Uji Daya Beda Aitem ... 48

3. Reliabilitas Alat Ukur ... 49

4. Hasil Uji Coba Alat Ukur ... 50

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 51

1. Tahap Persiapan Penelitian ... 52


(10)

3. Tahap Pengolahan Data Penelitian ... 53

G. Metode Analisa Data ... 53

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN ... 55

A. Gambaran Subjek Penelitian ... 55

1. Gambaran Subjek Berdasarkan Usia ... 55

B. Hasil Penelitian... 57

1. Uji Normalitas ... 57

2. Uji Homogenitas ... 58

3. Uji Hipotesis Utama... 59

C. Hasil Tambahan ... 61

D. Pembahasan ... 65

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 69

A. Kesimpulan ... 69

B. Saran ... 70

DAFTAR PUSTAKA ... 72 LAMPIRAN


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Cara penilaian skala penyesuaian diri ... 46

Tabel 2 Blue print skala penyesuaian diri... 47

Tabel 3 Distribusi aitem-aitem skala penyesuian diri setelah uji coba ... 50

Tabel 4 Distribusi aitem-aitem skala penyesuian diri yang digunakan dalam penelitian... ... 51

Tabel 5 Gambaran subjek penelitian berdasarkan usia ... 55

Tabel 6 Hasil Uji Normalitas skala penyesuaian diri ... 58

Tabel 7 Hasil Uji Homogenitas ... 59

Tabel 8 Hasil Uji Independent Sample t-test ... 60

Tabel 9 Gambaran skor penyesuaian diri ... 60

Tabel 10 Kategorisasi norma nilai penyesuaian diri ... 63

Tabel 11 Data skor penyesuaian diri pada seluruh sampel ... 64

Tabel 12 Data tingkat dan klasifikasi skor penyesuaian diri pada wanita bekerja dan tidak bekerja ... 64


(12)

Perbedaan Penyesuaian Diri Terhadap Perubahan Fisik Wanita Dewasa Madya yang Bekerja dan Tidak Berkerja.

Milna Chairunnisa dan Ade Rahmawati ABSTRAK

Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif komparatif untuk mengetahui perbedaan penyesuaian diri terhadap perubahan fisik wanita yang bekerja dan tidak bekerja. Di antara sekian banyak tugas perkembangan orang dewasa madya, salah satunya adalah tugas yang berkaitan dengan penyesuaian diri terhadap perubahan fisik. Bagi wanita bekerja dan tidak bekerja diketahui memiliki cara berbeda dalam menerima perubahan fisik, wanita bekerja/ perempuan karir saat ini lebih mengarah kepada kecantikan sebagai gaya hidup karena banyaknya bersosialisasi dengan orang lain, sedangkan wanita tidak bekerja lebih menghabiskan waktu dengan pekerjaan rumahnya sehingga perubahan fisik tidak menjadi masalah pada dirinya, dengan adanya perbedaan tersebut, maka diyakini akan berbeda pula penyesuaian diri terhadap perubahan fisik pada wanita bekerja dan tidak bekerja. Penelitian ini melibatkan 80 orang wanita dewasa madya sebagai subyek penelitian. Kriteria sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah wanita bekerja dan tidak bekerja usia 40-60 tahun. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik incidental sampling, dimana data didapatkan akan diolah dengan menggunakan uji-t. Alat ukur yang digunakan adalah skala penyesuaian diri terhadap perubahan fisik. Hasil analisis data menunjukkan tidak ada perbedaan penyesuaian diri terhadap perubahan fisik wanita dewasa madya yang bekerja dan tidak bekerja dengan nilai P = 0.233, dimana wanita dewasa madya yang bekerja dan tidak bekerja berfikir positif terhadap perubahan fisik tersebut.

Kata kunci : penyesuaian diri, perubahan fisik, dewasa madya, wanita bekerja, wanita tidak bekerja.


(13)

The differences self Adjustment Against Physical Changes woman Adult middle who work and no working

Milna Chairunnisa dan Ade Rahmawati ABSTRACT

The study was a comparative quantitative study to know the differences in self adjustment to physical changes in women who are working and not working. Among the many developmental tasks of middle adulthood, one of which is related to the task of adjustment to physical changes. For women working and not working are known to have different ways of receiving a physical change, women working / career women now more directed to beauty as a lifestyle because of socializing with others, while women do not work over spending time with his homework so that physical changes do not a problem in itself, with a difference, it is believed to be different self adjustment to physical changes in women's working and not working. The study involved 80 women middle adulthood as research subjects. Criteria of the sample used in this study were working and not working women aged 40-60 years. Sampling was using incidental sampling technique, where the data obtained will be processed using the t-test. Measuring instrument used is the scale of self adjustment to physical changes. The results of data analysis showed no differences in adjustment to physical changes in middle adult women working and not working with a value of P = 0233, where the middle of adult women working and not working to think positive about the physical changes.

Key words: self Adjustment, physical change, middle adulthood, women work, women do not work.


(14)

BAB I PENDAHULUAN

I. A. LATAR BELAKANG MASALAH

Perkembangan dan penyesuaian diri memiliki kaitan yang sangat erat. Segala sesuatu yang berkaitan dengan perkembangan tidak akan dapat berjalan tanpa adanya penyesuaian diri. Penyesuaian diri merupakan usaha individu untuk mengubah tingkah laku, agar terjadi hubungan yang baik antara dirinya dan lingkungan (Kristiyani, 2001). Penyesuaian diri merupakan suatu proses yang mencakup respon mental dan tingkah laku individu, yaitu individu berusaha keras agar mampu mengatasi konflik dan frustrasi karena terhambatnya kebutuhan dalam dirinya, sehingga tercapai keselarasan dan keharmonisan antara diri sendiri dengan lingkungannya (Schneiders, 1964).

Menurut Mu’tadin (2002) pada dasarnya penyesuaian diri memiliki dua aspek yaitu penyesuaian pribadi dan penyesuaian sosial. Pertama adalah penyesuaian pribadi yaitu kemampuan individu untuk menerima dirinya sendiri sehingga tercapai hubungan yang harmonis antara dirinya dengan lingkungan sekitarnya. Sementara itu aspek ke dua adalah penyesuaian sosial. Penyesuaian sosial terjadi dalam lingkup hubungan sosial tempat individu hidup dan berinteraksi dengan orang lain. Hubungan-hubungan tersebut mencakup hubungan dengan masyarakat sekitar tempat tinggalnya, keluarga, sekolah, teman atau masyarakat luas secara umum. Penyesuaian diri pribadi mengandung elemen perubahan dan diri sendiri yang meliputi penyesuaian jenis kerja setiap hari / minggunya, sedangkan penyesuaian diri sosial mengandung perubahan dan orang lain yang meliputi penyesuaian dengan teman sekerja / pemimpin, penyesuaian dengan lingkungan tempat dimana ia bekerja, serta penyesuaian dengan peraturan serta batasan yang berlaku selama waktu kerja. Setiap manusia harus dapat


(15)

menyesuaikan diri mau itu penyesuaian diri pribadi maupun sosial tidak terkecuali wanita dewasa (Qomariyah, 2006).

Masa dewasa merupakan periode yang panjang dalam rentang kehidupan manusia. Gallagher, Lachman, Lewkowictz, & Peng (2001) (dalam Santrock, 1995), menyatakan bahwa masa dewasa ditandai dengan tanggung jawab yang berat dan beragam, menurut perannya yaitu tanggung jawab sebagai seorang yang menjalankan rumah tangga, perusahaan, membesarkan anak, dan mungkin merawat orang tua mereka, serta mulai menata karir yang baru. Selain itu juga harus menyesuaikan diri dengan perubahan fisiologis yang terjadi seperti perubahan dalam penampilan, perubahan dalam kesehatan, dan perubahan dalam seksual (Hurlock, 1999).

Masa dewasa dialami oleh individu saat berusia antara 40 sampai 60 tahun, masa ini terbagi kedalam dua subbagian, yaitu : usia madya dini yang membentang antara usia 40 hingga 50 tahun dan usia madya lanjut yang terbentang antara usia 50 hingga 60 tahun. Masa dewasa madya ditandai oleh adanya perubahan-perubahan jasmani dan mental. Pada usia 60 tahun biasanya terjadi penurunan kekuatan fisik, sering pula diikuti oleh penurunan daya ingat walaupun banyak yang mengalami perubahan-perubahan tersebut lebih lambat sehingga terlihat lebih jelas daripada masa lalu (Hurlock, 1999).

Menurut Papalia (2008) dimana pada masa ini kemampuan fisik dan perubahan fisik psikologi sangat jelas nampak. Sebagian besar orang dewasa madya cukup realitis untuk menerima perubahan penampilan, kinerja indra, motor, dan sistemik, dan dalam kapasitas reproduktif / seksual dan sebagian dari mereka mengalami sexual renaissance (puber kedua) (papalia, 2002).

Havinghurst (dalam Hurlock, 1996) mengatakan bahwa tugas perkembangan adalah tugas yang muncul pada saat periode tertentu dari kehidupan setiap individu. Jika berhasil


(16)

akan menimbulkan rasa bahagia dan membawa ke arah keberhasilan dalam melaksanakan tugas-tugas berikutnya. Apabila gagal akan menimbulkan rasa tidak bahagia dan kesulitan dalam menghadapi tugas-tugas berikutnya. Hurlock (1991) menyatakan salah satu bentuk-bentuk penyesuaian diri dewasa yaitu penyesuaian diri terhadap perubahan fisik. Hal ini didukung oleh penelitian Dirgayunita (2006) bahwa wanita dewasa madya menyesuaikan diri terhadap perubahan fisik dengan melakukan beberapa usaha dalam menghadapi dengan menjaga kesehatan (fitness, senam, berkerudung) agar tetap terlihat cantik, muda dan percaya diri.

Pada saat dewasa madya perubahan fisik organ tubuh mereka mengalami penurunan secara fungsi. Lapisan lemak jadi tebal dan kulit menjadi keriput. Tak hanya fisik, kemunduran secara psikis juga berlangsung secara bersamaan. Kualitas feminin seperti kecantikan, daya tarik, vitalitas, daya ingat, daya dengar, daya fikir, dan fungsi-fungsi psikis lainnya, mengalami proses kemunduran yang nyata. Akibatnya, kondisi ini menimbulkan berbagai penyesuaian dan konflik secara psikis. Stres dan depresi sangat mungkin terjadi. Diperparah dengan perasaan melankolis yang rentan mendominasi. Merasa sudah tua dan tidak menarik lagi (Monks, 1998).

Merill & Verbrugge (dalam Papalia, 2008) mengatakan beberapa perubahan fisiologis merupakan akibat dari usia dan genetik, faktor perilaku dan gaya hidup yang dimulai dari masa muda dapat mempengaruhi kecenderungan, penentuan waktu, dan luas perubahan fisik. Untuk alasan yang sama, kebiasaan kesehatan dan gaya hidup pada masa paruh baya mempengaruhi apa yang terjadi pada tahun-tahun berikutnya. Sejumlah perubahan fisik menandai masa dewasa, beberapa perubahan mulai tampak lebih awal di usia 30 tahun, tetapi pada beberapa titik/bagian di usia 40 tahun, menurunnya perkembangan fisik menunjukkan bahwa masa dewasa madya telah datang. Ada beberapa perubahan fisik pada dewasa yang


(17)

menguning, tubuh semakin lama semakin pendek, sulit melihat objek-objek yang jauh, penurunan pada sensitivitas pendengaran, menopause, penurunan kebugaran fisik (Santrock, 1995).

Tugas-tugas perkembangan pada masa dewasa madya salah satunya ialah menerima dan penyesuaian diri dengan perubahan-perubahan fisiologis yang terjadi pada tahap ini. Dalam hal ini perubahan-perubahan seperti perubahan dalam penampilan, perubahan dalam kemampuan indra, perubahan pada keberfungsian psikologis (Hurlock, 1996).

Ketika dewasa madya mengalami perubahan fisik seperti yang halnya tugas-tugas perkembangan dewasa madya dimana dewasa madya dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan fisik tersebut, dimana penyesuaian diri (adjustment) dapat didefinisikan sebagai interaksi individu yang berkelanjutan dengan diri individu itu sendiri, dengan orang lain, dan dengan dunia individu. Ketiga faktor ini secara konstan mempengaruhi individu dan hubungan tersebut bersifat timbal balik, mengingat individu secara konstan juga mempengaruhinya. Penilaian tentang baik buruknya penyesuaian diri tergantung dari nilai-nilai yang dianut oleh individu tersebut dan situasi dimana perilaku berperan. Perilaku yang mungkin tampak normal dalam suatu situasi bisa menjadi tidak normal dan suatu situasi bisa menjadi tidak normal dalam situasi yang berbeda. Apa yang kelihatannya seperti penyesuaian diri baik menurut suatu perangkat nilai dapat dilihat buruk menurut perangkat nilai lain (Calhoun & Acocella, 1995)

Semua wanita dewasa madya dapat menerima dan penyesuaikan diri terhadap perubahan fisiknya ini tergantung pada kemampuan dirinya didalam menerima perubahan yang terjadi apakah dia sudah menerima dan mengatasi masalahnya atau tidak, juga tergantung dari bagaimana cara berfikir mereka terhadap perubahan tersebut, "cara berfikir yang positif atau yang negatif" penyesuaian diri terhadap perubahan fisik adalah sesuatu yang sulit bagi wanita dewasa madya karena mereka harus dapat berubah penampilannya. Bila


(18)

seseorang mempunyai cara berfikir yang positif maka ia akan dapat menyesuaikan diri pada perubahan fisik yang dialaminya tetapi jika ia berfikir secara negatif mengenai perubahan fisik yang dialaminya maka ia akan bersikap kurang menyesuaikan diri, Cash (dalam Calhoun & Accocella, 1995). Sejalan dengan hal tersebut Dirgayunita (2006) dalam penelitiannya menyatakan penyesuaian diri terhadap perubahan fisik yaitu wanita dewasa madya melakukan beberapa usaha dalam menghadapi dengan menjaga kesehatan (fitness, senam, diet, minum vitamin dan jamu), merubah penampilan (berdandan, menyemir rambut, berkerudung) agar tetap terlihat cantik, muda dan percaya diri.

Wanita menyadari bahwa soal penampilan atau kecantikan adalah hal yang sangat penting untuk kesuksesan pergaulan maupun pekerjaan. Maka dari itu wanita sering merasa takut dan khawatir memikirkan keriput-keriput yang bakal timbul, takut untuk memakai kacamata baca karena hal itu menunjukkan ketuaannya. Pengakuan penerimaan dan penyesuaian diri terhadap keadaan tua ini biasa menimbulkan berbagai masalah pada wanita (Diputra, 2006).

Pada dewasa madya dimana perubahan yang sangat tampak pada masa ini, dan dibedakan juga menjadi yang bekerja dengan yang tidak bekerja mempunyai cara-cara dalam menyesuaikan diri mereka terhadap perubahan fisik yang terjadi pada wanita dewasa tersebut, bagaimana cara mereka menghadapi perubahan fisik tersebut yang juga sejalan seperti yang diungkapkan oleh Hurlock (1996) tugas-tugas perkembangan wanita dewasa madya adalah menyesuaiakan diri terhadap perubahan fisik.

Seorang wanita bekerja berlomba-lombat mempercantik diri karena mereka menyakinin bahwa wanita yang cantik akan sukses di bidang karirnya, dan banyak yang beranggapan bahwa wanita sukses harus terlihat cantik. Persepsi orang bahwa kemajuannya dalam karir tidak lepas dari rupanya yang cantik. Wanita memang dalam posisi yang sulit. Berpakaian yang rapi dan ingin tampak cantik adalah naruni yang memang berkembang


(19)

didalam diri wanita. Bila wanita berdandan yang sebenarnya hanya untuk memenuhi nalurinya yang demikian, seringkali disalah artikankan oleh orang lain sebagai upaya untuk menarik lawan jenis. Dimata orang lain, kemajuan karir seorang wanita cantik dianggap lebih dikarenakan rupa yang cantik dan bukan karena kemampuan kerja sesungguhnya. Berbuat ramah kepada rekan bisnis, khususnya rekan bisnis pria, seringkali disalahartikan sebagai upaya untuk memikat lebih jauh (Ancok, 1995).

Penelitian menyangkut situasi wanita bekerja (dalam Rini, 2002), tentang penyesuaian hidup wanita bekerja yang pernah dilakukan oleh Ferree (1976) menunjukkan, bahwa wanita yang bekerja menunjukkan tingkat penyesuaian hidup sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan wanita yang tidak bekerja, meski ada beberapa faktor lain yang ikut menentukan. Dalam dunia pekerjaan saat ini, fenomena wanita bekerja sebenarnya menjadi sesuatu hal yang biasa di tengah masyarakat. Seorang wanita yang bekerja, pada masa dewasa madya akan mulai memasuki masa pensiun sehingga akan hilang pula kesibukan rutinnya sehari-hari. Ini berarti hilangnya status diri yang bisa menyebabkan timbulnya kehampaan. Perasaan tidak mampu juga timbul karena adanya ketidakmampuan bersaing dengan wanita yang lebih muda Adikusuma (dalam Rachman, 2007)

Wanita yang tidak bekerja biasanya sebagai seorang ibu rumah tangga. Biasanya istri melakukan pekerjaan rumah tangga lebih banyak dari suami. Disini istri yang adalah orang yang bertanggung jawab besar atas pekerjaan rumah (tidak bekerja) (Schinovacz dalam Santrock, 1995). Dimana mereka hanya bertanggung jawab dalam melakukan hal-hal yang merupakan kewajibannya dalam mengurus rumah tanpa memperhatikan hal-hal yang lain seperti penampilan fisiknya.

Berdasarkan uraian diatas maka peneliti ingin melakukan penelitian dimana ingin mengetahui apakah ada perbedaan antara wanita dewasa madya yang bekerja dengan wanita


(20)

dewasa madya tidak bekerja dalam hal menyesuaikan diri terhadap perubahan fisik yang terjadi.

I. B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Apakah terdapat perbedaan penyesuaian diri terdahap perubahan fisik antara wanita dewasa madya yang bekerja dengan tidak bekerja?

I. C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan penyesuaian diri terhadap perubahan fisik antara wanita dewasa madya yang bekerja dengan tidak bekerja.

I. D. MANFAAT PENELITIAN

Dari penelitian ini diharapkan dapat diperoleh manfaat, yaitu manfaat secara teoritis dan manfaat secara praktis :

I. D. 1.Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memperluas pengetahuan dalam bidang pendidikan mengenai penyesuaian diri terhadap perubahan fisik antara wanita dewasa madya yang bekerja dengan tidak bekerja.

I. D. 2. Manfaat praktis

Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk :

a. Wanita dewasa

Penelitian ini dapat memberikan sumbangsih informasi kepada wanita dewasa madya yang mengalami perubahan fisik dan penyesuaian diri berbeda cara pada wanita yang bekerja dengan yang tidak bekerja.


(21)

b. Masyarakat

Memberikan pengetahuan kepada pembaca mengenai perbedaan penyesuaian diri terhadap perubahan fisik antara wanita dewasa madya bekerja dengan tidak bekerja. c. Peneliti selanjutnya

Dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan informasi nantinya kepada peneliti selanjutnya mengenai penyesuaian diri terhadap perubahan fisik yang terjadi pada wanita dewasa madya bekerja dan tidak bekerja.

I. E. SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika penulisan yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut : Bab I : Pendahuluan

Bab I ini terdiri atas latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II : Landasan Teori

Bab II ini terdiri uraian teori yang menjadi acuan pembahasan masalah. Teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori penyesuaian diri, perubahan fisik, masa dewasa madya, wanita bekerja dan tidak bekerja. Bab III : Metode Penelitian

Bab III ini terdiri uraian yang menjelaskan tentang identifikasi variabel penelitian, definisi opersional, populasi dan sampel, metode pengambilan sampel, alat ukur yang digunakan dalam penelitian, validitas dan reliabilitas alat ukur, prosedur pelaksanaan penelitian dan metode analisa data.

Bab IV : Analisa Data dan Pembahasan

Bab IV ini terdiri dua bagian besar yaitu analisa data dan pembahasan yang berisi tentang gambaran subjek penelitian, hasil penelitian dan pembahasan. Bab V : Kesimpulan dan Saran


(22)

Bab V ini terdiri mengenai kesimpulan yang telah diperoleh dari penelitan. Kemudian berdasarkan kesimpulan akan di ajukan saran bagi penelitian selanjutnya.


(23)

BAB II LANDASAN TEORI

A. Penyesuaian Diri Terhadap Perubahan Fisik 1. Pengertian Penyesuaian Diri

Menurut Schneiders (dalam Patosuwido, 1993) penyesuaian diri merupakan kemampuan untuk mengatasi tekanan kebutuhan, frustrasi dan kemampuan untuk mengembangkan mekanisme psikologi yang tepat. Sawrey dan Telford (dalam Colhoun & Acocella, 1990) mendefinisikan penyesuaian diri sebagai interaksi terus-menerus antara individu dengan lingkungannya yang melibatkan sistem behavioral, kognisi, dan emosional. Dalam interaksi tersebut baik individu maupun lingkungan menjadi agen perubahan. Penyesuaian dapat didefenisikan sebagai interaksi yang kontiniu dengan diri sendiri, dengan orang lain dan dengan dunia. Ketiga faktor ini secara konsisten mempengaruhi seseorang. Hubungan ini bersifat timbal balik (Calhoun & Acocella, 1990).

Dari pendapat para ahli di atas, dapat di simpulkan bahwa penyesuaian diri adalah kemampuan individu dalam menghadapi perubahan yang terjadi dalam hidupnya, untuk mempertemukan tuntutan diri dan lingkungan agar tercapai keadaan atau tujuan yang diharapkan oleh diri sendiri dan lingkungannya.

2. Kriteria Penyesuaian Diri

Penyesuaian diri berlangsung secara terus-menerus dalam diri individu dan lingkungan. Schneiders (1964) memberikan kriteria individu dengan penyesuaian diri yang baik, yaitu sebagai berikut :

a. Pengetahuan tentang kekurangan dan kelebihan dirinya. b. Objektivitas diri dan penerimaan diri


(24)

d. Integrasi pribadi yang baik

e. Adanya tujuan dan arah yang jelas dari perbuatannya f. Adanya perspektif, skala nilai, filsafat hidup yang adekuat g. Mempunyai rasa humor

h. Mempunyai rasa tanggung jawab i. Menunjukkan kematangan respon

j. Adanya perkembangan kebiasaan yang baik k. Adanya adaptabilitas

l. Bebas dari respon-respon yang simtomatis atau cacat

m. Memiliki kemampuan bekerjasama dan menaruh minat terhadap orang lain n. Memiliki minat yang besar dalam bekerja dan bermain

o. Adanya kepuasan dalam bekerja dan bermain p. Memiliki orientasi yang adekuat terhadap realitas

Individu dengan penyesuaian diri yang baik maka dia memiliki ciri-ciri penyesuaian diri yang baik tersebut secara terus menerus di dalam hidupnya.

3. Aspek-aspek Penyesuaian Diri

Schneiders (1964) mengungkapkan bahwa penyesuaian diri yang baik meliputi enam aspek sebagai berikut :

a. Tidak terdapat emosionalitas yang berlebih

Aspek pertama menekankan kepada adanya kontrol dan ketenangan emosi individu yang memungkinkannya untuk menghadapi permasalahan secara inteligen dan dapat menentukan berbagai kemungkinan pemecahan masalah ketika muncul hambatan. Bukan berarti tidak ada emosi sama sekali, tetapi lebih kepada kontrol emosi ketika menghadapi situasi tertentu.


(25)

b. Tidak terdapat mekanisme psikologis

Aspek kedua menjelaskan pendekatan terhadap permasalahan lebih mengindikasikan respon yang normal dari pada penyelesaian masalah yang memutar melalui serangkaian mekanisme pertahanan diri yang disertai tindakan nyata untuk mengubah suatu kondisi. Individu dikategorikan normal jika bersedia mengakui kegagalan yang dialami dan berusaha kembali untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Individu dikatakan mengalami gangguan penyesuaian jika individu mengalami kegagalan dan menyatakan bahwa tujuan tersebut tidak berharga untuk dicapai.

c. Tidak terdapat perasaan frustrasi personal

Penyesuaian dikatakan normal ketika seseorang bebas dari frustasi personal. Perasaan frustasi membuat seseorang sulit untuk bereaksi secara normal terhadap situasi atau masalah. Individu yang mengalami frustrasi ditandai dengan perasaan tidak berdaya dan tanpa harapan, maka akan sulit bagi individu untuk mengorganisir kemampuan berpikir, perasaan, motivasi dan tingkah laku dalam menghadapi situasi yang menuntut penyelesaian.

d. Kemampuan untuk belajar

Proses dari penyesuaian yang normal bisa diidentifikasikan dengan pertumbuhan dan perkembangan dalam pemecahan situasi yang penuh dengan konflik, frustasi atau stres. Penyesuaian normal yang ditunjukkan individu merupakan proses belajar berkesinambungan dari perkembangan individu sebagai hasil dari kemampuannya mengatasi situasi konflik dan stres.

e. Pemanfaatan pengalaman masa lalu

Dalam proses pertumbuhan dan perubahan, penggunaan pengalaman di masa lalu itu penting. Ini merupakan salah satu cara dimana organism belajar. Individu dapat menggunakan pengalamannya maupun pengalaman orang lain melalui proses belajar.


(26)

Individu dapat melakukan analisis mengenai faktor-faktor apa saja yang membantu dan mengganggu penyesuaiannya.

f. Sikap realistik dan objektif

Penyesuaian yang normal secara konsisten berhubungan dengan sikap realistik dan objektif. Sikap yang realistik dan objektif adalah berdasarkan pembelajaran, pengalaman masa lalu, pemikiran rasional mampu menilai situasi, masalah atau keterbatasan personal seperti apa adanya. Sikap yang realistik dan objektif bersumber pada pemikiran yang rasional, kemampuan menilai situasi, masalah dan keterbatasan individu sesuai dengan kenyataan sebenarnya.

g. Pertimbangan rasional dan pengarahkan diri

Individu memiliki kemampuan berpikir dan melakukan pertimbangan terhadap masalah atau konflik serta kemampuan mengorganisasi pikiran, tingkah laku dan perasaan untuk memecahkan masalah, dalam kondisi sulit sekalipun menunjukkan penyesuaian yang normal. Individu tidak mampu melakukan penyesuaian diri yang baik apabila individu dikuasai oleh emosi yang berlebihan ketika berhadapan dengan situasi yang menimbulkan konflik.

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri

Sawrey dan Telford (dalam Calhoun & Acocella, 1995) mengemukakan bahwa penyesuaian bervariasi sifatnya, apakah sesuai atau tidak dengan keinginan sosial, sesuai atau tidak dengan keinginan personal, menunjukkan konformitas sosial atau tidak, dan atau kombinasi dari beberapa sifat di atas. Sawrey dan Telford lebih jauh lagi mengemukakan bahwa penyesuaian yang dilakukan tergantung pada sejumlah faktor yaitu pengalaman terdahulu, sumber frustrasi, kekuatan motivasi, dan kemampuan individu untuk menanggulangi masalah.


(27)

Menurut Schneiders (1964) faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri adalah:

a. Keadaan fisik

Kondisi fisik individu merupakan faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri, sebab keadaan sistem-sistem tubuh yang baik merupakan syarat bagi terciptanya penyesuaian diri yang baik. Adanya cacat fisik dan penyakit kronis akan melatarbelakangi adanya hambatan pada individu dalam

melaksanakan penyesuaian diri. b. Perkembangan dan kematangan

Bentuk-bentuk penyesuaian diri individu berbeda pada setiap tahap perkembangan. Sejalan dengan perkembangannya, individu meninggalkan tingkah laku infantil dalam merespon lingkungan. Hal tersebut bukan karena proses pembelajaran semata, melainkan karena individu menjadi lebih matang. Kematangan individu dalam segi intelektual, sosial, moral, dan emosi mempengaruhi bagaimana individu melakukan penyesuaian diri.

c. Keadaan psikologis

Keadaan mental yang sehat merupakan syarat bagi tercapainya penyesuaian diri yang baik, sehingga dapat dikatakan bahwa adanya frustrasi, kecemasan dan cacat mental akan dapat melatarbelakangi adanya hambatan dalam penyesuaian diri. Keadaan mental yang baik akan mendorong individu untuk memberikan respon yang selaras dengan dorongan internal maupun tuntutan lingkungannya. Variabel yang termasuk dalam keadaan psikologis di antaranya adalah pengalaman, pendidikan, konsep diri, dan keyakinan diri.

d. Keadaan lingkungan

Keadaan lingkungan yang baik, damai, tentram, aman, penuh penerimaan dan pengertian, serta mampu memberikan perlindungan kepada anggota-anggotanya merupakan lingkungan yang akan memperlancar proses penyesuaian diri. Sebaliknya apabila individu


(28)

tinggal di lingkungan yang tidak tentram, tidak damai, dan tidak aman, maka individu tersebut akan mengalami gangguan dalam melakukan proses penyesuaian diri. Keadaan lingkungan yang dimaksud meliputi sekolah, rumah, dan keluarga. Sekolah bukan hanya memberikan pendidikan bagi individu dalam segi intelektual, tetapi juga dalam aspek sosial dan moral yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Sekolah juga berpengaruh dalam pembentukan minat, keyakinan, sikap dan nilai-nilai yang menjadi dasar penyesuaian diri yang baik (Schneiders, 1964).

Keadaan keluarga memegang peranan penting pada individu dalam melakukan penyesuaian diri. Susunan individu dalam keluarga, banyaknya anggota keluarga, peran sosial individu serta pola hubungan orang tua dan anak dapat mempengaruhi individu dalam melakukan penyesuaian diri. Keluarga dengan jumlah anggota yang banyak mengharuskan anggota untuk menyesuaikan perilakunya dengan harapan dan hak anggota keluarga yang lain. Situasi tersebut dapat mempermudah penyesuaian diri, proses belajar, dan sosialisasi atau justru memunculkan persaingan, kecemburuan, dan agresi. Setiap individu dalam keluarga memainkan peran sosial sesuai dengan harapan dan sikap anggota keluarga yang lain. Orang tua memiliki sikap dan harapan supaya anak berperan sesuai dengan jenis kelamin dan usianya. Sikap dan harapan orang tua yang realistik dapat membantu remaja mencapai kedewasaannya sehingga remaja dapat menyesuaikan diri dengan tuntutan dan tanggung jawab. Sikap orang tua yang overprotektif atau kurang peduli akan menghasilkan remaja yang kurang mampu menyesuaikan diri. Hubungan anak dengan orang tua dapat mempengaruhi penyesuaian diri. Penerimaan orang tua terhadap remaja memberikan penghargaan, rasa aman, kepercayaan diri, afeksi pada remaja yang mendukung penyesuaian diri dan stabilitas mental. Sebaliknya, penolakan orang tua menimbulkan permusuhan dan kenakalan remaja. Identifikasi anak pada orang tua juga mempengaruhi penyesuaian diri.


(29)

Apabila orang tua merupakan model yang baik, identifikasi akan menghasilkan pengaruh yang baik terhadap penyesuaian diri.

e. Tingkat religiusitas dan kebudayaan

Religiusitas merupakan faktor yang memberikan suasana psikologis yang dapat digunakan untuk mengurangi konflik, frustrasi dan ketegangan psikis lain. Religiusitas memberi nilai dan keyakinan sehingga individu memiliki arti, tujuan, dan stabilitas hidup yang diperlukan untuk menghadapi tuntutan dan perubahan yang terjadi dalam hidupnya (Schneiders, 1964). Kebudayaan pada suatu masyarakat merupakan suatu faktor yang membentuk watak dan tingkah laku individu untuk menyesuaikan diri dengan baik atau justru membentuk individu yang sulit menyesuaikan diri.

5. Penyesuaian Diri Masa Dewasa Madya

Masalah-masalah tertentu yang timbul pada tiap tahap kehidupan membutuhkan penyesuaian diri. Penyesuaian diri yang yang terlibat lebih sulit dari tahap kehidupan yaitu pada masa dewasa madya. Menurut Hurlock (1998) penyesuaian sebagai orangtua yang memiliki anak remaja, pola kehidupan keluarga yang semakin kompleks, munculnya perubahan perubahan jasmani dan mental merupakan masalah-masalah yang timbul pada masa dewasa madya. Terlebih lagi jika individu tersebut dihadapi pada keadaan yang mengharuskannya menjadi orangtua tunggal karena kehilangan pasangan, baik karena bercerai maupun karena kematian pasangan

B. PERUBAHAN FISIK 1. Pengertian Perubahan Fisik

Merill & Verbrugge (dalam Papalia, 2008) mengatakan beberapa perubahan fisiologis merupakan akibat dari usia dan genetik, faktor perilaku dan gaya hidup yang dimulai dari masa muda dapat mempengaruhi kecenderungan, penentuan waktu, dan luas perubahan fisik.


(30)

Untuk alasan yang sama, kebiasaan kesehatan dan gaya hidup pada masa paruh baya mempengaruhi apa yang terjadi pada tahun-tahun berikutnya. Orang-orang yang membatasi keterpaparan diri mereka terhadap matahari dapat meminimalisir kerut dan menghindari kanker kulit, dan orang yang aktif secara fisik dapat mempertahankan kekuatan otot prediktor yang sangat kuat terhadap kondisi fisik di usia tua, Rantanen ( dalam papalia, 2008).

2. Ciri – Ciri Perubahan Fisik a. Kinerja sensori dan psikomotor

Masalah penglihatan yang berkaitan dengan usia sebagain besar terjadi pada lima daerah : near, vision, dynamic vision, sensitivity to light, visual search ( misalnya, menemukan lokasi sinyal), dan kecepatan memproses informasi visual, Kline (dalam Papalia, 2008). Umumnya adalah sedikit kemunduran dalam visual acuity : atau ketajaman pendengaran. Karena perubahan pada pupil mata, orang – orang usia pertengahan membutuhkan cahaya yang lebih cerah untuk mengompensasi penurunan tingkat cahaya yang dapat mencapai retina, Belbin (dalam Papalia, 2008).

Banyak orang usia 40 dan lebih tua memerlukan kacamata baca karena prebyopia (rabun jauh), penurunan kemampuan untuk fokus pada objek dekat kondisi yang dikaitkan dengan usia. Myopia juga meningkatkan pada usia pertengahan, Merill & Verbrugge (dalam Papalia, 2008) . Bifocal dan trifocal kacamata yang lensa bacanya digabung dengan lensa untuk pandangan jauh membantu mata menyesuaikan antara objek dekat dan jauh.

Orang dewasa mulai kehilangan sensitivitas seutuhnya setelah usia 45 tahun, dan terdapat rasa sakit setelah usia 50 tahun. Akan tetapi, rasa sakit berfungsi sebagai proteksi terus bertahan, walaupun orang-orang merasa kurang sakit, akan tetapi mereka semakin tidak mampu menoleransinya, Katchadourian (dalam Papalia, 2008).

Kekuatan dan koordinasi menurun secara perlahan dari puncak sepanjang usia dua puluhan. Sebagian kehilangan kekuatan otot mulai terlihat pada usia 45 tahun, 10 persen 15


(31)

persen dari kekuatan maksimum mungkin menghilang pada usia 60. Kebanyakan orang memerhatikan bahwa pelemahan pertama terjadi pada otot betis luar dan dalam lalu kemudian pada lengan dan bahu dua bagian yang terakhir baru akan terjadi ketika memasuki usia 60-an. Alasan hilangnya kekuatan ini adalah hilangnya serat otot yang digantikan oleh lemak. Pada usia paruh baya lemak tubuh yang hanya merupakan 10 persen dari berat tubuh sepanjang masa remaja mencapai paling tidak 20 persen, Katchadourian (dalam Papalia 2008). Akan tetapi terdapat perbedaan individu besar disana, dan menjadi semakin besar pada setiap dekade yang berlalu (Spirduso & MacRae, 1990; Vercruyssen, 1997) (dalam Papalia, 2008). Latihan beban dapat mencegah kehilangan tersebut dan bahkan mengembalikan kekuatan tersebut, Whitbourne (dalam Papalia, 2008).

b. Perubahan Struktur dan Sistemik

Perubahan fisik berkaitan dengan tingkat penggantian yang melambat, rambut tanpak semakin tipis dan keabu-abuan seiring dengan menurunnya reproduksi melanin yang merupakan agen pigmen. Orang-orang bekeringat semakin sedikit karena jumlah kelenjar keringat menurun. Mereka cenderung menambah berat badan karena akumulasi lemak tubuh, dan kehilangan tinggi badan karena pengerutan cakram tulang belakang (Intervertebral disc), Merrill & Verbrugge (dalam Papalia, 2008).

Densitas tulang umumnya mencapai puncak pasa usia dua puluh atau tiga puluhan. Setelah itu, orang biasanya akan mengalami kehilangan jaringan tulang beriringan semakin banyaknya kalsium yang diserap ketimbang yang diganti, menyebabkan tulang menjadi semakin tipis dan rapuh. Kehilangan tulang mengalami percepatan pada usia lima puluh dan enam puluhan, hal tersebut terjadi dua kali lebih cepat pada wanita dibandingkan pria, dan terkadang mengarah pada osteoporosis Merrill & Verbgrugge, (dalam Papalia 2008)


(32)

c. Seksual dan Kinerja Reproduksi

Menopause, terjadi ketika wanita berhenti berovulasi dan menstruasi, dan tidak lagi dapat hamil. Kondisi ini biasanya terjadi satu tahun setelah periode menstruasi terakhir terjadi. Dalam perbandingannya satu banding empat, kondisi ini terjadi antara usia 45 dan 55, rata-rata terjadi pada usia 50 atau 51 tahun (Papalia 2008).

4. Tanda – tanda perubahan fisik Usia Dewasa

Adapun tanda-tanda perubahan fisik usia dewasa menurut Papalia (2008) : a. Berat badan bertambah

Selama usia madya lemak mengumpulkan terutama sekitar perut dan paha. b. Berkurangnya rambut dan beruban

Rambut pada pria yang berusia dewasa mulai jarang, menipis, dan terjadi kebotakan pada bagian atas kepala. Rambut di hidung, telinga dan bulu mata menjadi lebih kaku. Sedangkan rambut pada wajah tumbuh lebih lambat dan kurang subur. Rambut wanita semakin tipis dan rambut di atas bibir atas dan dagu bertambah banyak. Baik rambut pria maupun rambut wanita mulai memutih mejelang usia lima puluh tahunan, dan beberapa orang sudah beruban sebelum berusia madya.

c. Perubahan pada kulit

Kulit pada wajah, leher, lengan dan tangan menjadi lebih kering dan keriput. Kulit dibagian bawah mata menggembung seperti kantong, dan lingkaran hitam dibagian ini menjadi lebih permanen dan jelas. Warna merah kebiruan sering muncul di sekitar lutut dan di tengah tengkuk.


(33)

d. Tubuh menjadi gemuk

Bahu seringkali berbentuk bulat, dan terjadi pengemukan seluruh tubuh yang membuat perut kelihatan menonjol sehingga seseorang kelihatan lebih pendek.

e. Perubahan otot

Umumya otot orang yang berusia madya menjadi lembek dan mengendur disekitar dagu. Pada lengan bagian atas, dan perut.

f. Masalah Persendian

Beberapa orang berusia madya mempunyai masalah pada persendian, tungkai dan lengan yang membuat mereka sulit berjalan dan memegang benda yang jarang sekali ditemukan pada orang-orang muda.

g. Perubahan pada gigi

Gigi menjadi kuning dan harus lebih sering diganti, sebagainya atau seluruhnya dengan gigi palsu.

h. Perubahan pada mata

Mata kelihatan kurang bersinar daripada ketika mereka masih muda, dan cenderung mengeluarkan kotoran mata yang menumpuk di sudut mata.

i. Perubahan seksual

Bagi wanita pada masa ini wanita memasuki “menopause atau perubahan hidup”, dimana masa menstruasi berhenti, dan merasa kehilangan kemampuan memelihara anak. Sedangkan pada pria mengalamai “masa klimakterik pria”.

C. Penyesuaian Diri Terhadap Perubahan Fisik

Salah satu dari sekian banyak penyesuaian yang sulit pria dan wanita berusia madya adalah mengubah penampilan. Mereka harus benar-benar menyadari bahwa fisiknya sudah tidak mampu berfungsi sama seperti sediakala pada saat mereka kuat. Mereka yang berusia


(34)

madya harus seperti sediakala pada saat mereka kuat. Mereka yang berusi madya harus dapat meneriman kenyataan bahwa kemampuan reproduksi sudah berkurang atau akan berakhir, dan bahkan mungkin mereka akan kehilangan dorongan seks serta daya tarik seksual. Seperti anak-anak puber yang pada masa kanak-kanaknya berurusan tentang akan jadi apa mereka dan bagaimana penampilannya bila mereka sudah besar dan siapan yang kemudian menyesuaiakan diri sehingga realitas penampilan mereka bila tidak bertumbuh sesuai dengan harapan mereka, demikian juga orang berusia madya harus mengesankan diri terhadap perubahan-perubahan yang tidak mereka sekai dan yang menandai tibanya usia tua mereka.

Penyesuaian diri terhadap perubahan fisik terasa sulit karena adanya kenyataan bahwa sikap individu yang kurang menguntungkan semakin diintensifkan lagi oleh perilaku sosial yang kurang menyenangkan terhadap perubahan normal yang muncul bersama pada tahun-tahun selanjutnya Hurlock (1999). Perubahan fisik yang terpenting pada masa dewasa madya adalah menyesuaiakan diri terhadap perubahan dalam penampilan, perubahan dalam kemampuan indera, perubahan pada keberfungsian fisiologis, perubahan pada kesehatan, perubahan seksual Hurlock (1999).

D. Dewasa Madya

1. Pengertian Dewasa Madya

Kata adult berasal dari bahasa Latin, yang berarti tumbuh menjadi dewasa, jadi orang dewasa adalah individu yang telah menyelesaikan pertumbuhannya dan siap menerima kedudukan dalam masyarakat bersama dengan orang dewasa lainnya Hurlock (1999). Setiap kebudayaan memiliki perbedaan tersendiri dalam memberikan batasan usia kapan seseorang dikatakan dewasa. Pada sebagaian besar kebudayaan kuno, status ini tercapai apabila pertumbuhan pubertas sudah selesai atau hampir selesai dan apabila organ reproduksi anak sudah berkembang dan mampu berproduksi. Hurlock (1999) membedakan masa dewasa dalam 3 bagian, yaitu:


(35)

1. Masa dewasa dini (18 – 40 tahun )

Masa ini ditandai dengan perubahan-perubahan fisik dan psikologis yang disertai berkurangnya kemampuan produktif.

2. Masa dewasa madya (40 – 60 tahun)

Masa menurunnya kemampuan fisik dan psikologis yang tampak jelas pada setiap orang.

3. Masa dewasa lanjut (Usia lanjut)

Dimulai dari usia 60 tahun sampai kematian. Pasa masa ini kemampuan fisik maupun psikologis cepat menurun, tetapi teknik pengobatan modern, serta upaya dalam hal berpakaian serta dandanan memungkinkan pria dan wanita berpenampilan, bertindak, dan berperasaan seperti saat mereka masih lebih muda.

2 Karakteristik Dewasa Madya

Seperti halnya setiap periode dalam rentang kehidupan, usia madya pun diasosiasikan dengan karakteristik tertentu yang membuat berbeda. Berikut ini akan diuraikan sepuluh karakteristik dewasa Hurlock (1998).

1. Periode yang sangat ditakuti

Terdapatnya kepercayaan tradisional dimana pada masa ini terjadi kerusakan mental, fisik dan reproduksi yang berhenti serta merasakan bahwa pentingnya masa muda. 2. Masa transisi

Perubahan pada ciri dan perilaku masa dewasa madya yaitu perubahan pada ciri jasmani dan perilaku baru. Pada pria terjadi perubahan keperkasaan dan pada wanita terjadi perubahan kesuburan atau menopause.

3. Masa stres

Penyesuaian secara radikal terhadap peran dan pola hidup yang berubah terutama karena perubahan fisik dimana terjadi pengrusakan homeostatis fisik dan psikologis.


(36)

Pada wanita terjadi pada usia 40-an yaitu masuk menopause anak-anak meninggalkan rumah dan pada pria terjadi pada usia 50-an saat masuk pensiun.

4. “Usia yang berbahaya”

Terjadi kesulitan fisik dimana usia ini banyak bekerja, cemas yang berlebihan, kurang perhatian terhadap kehidupan dimana hal ini dapat menganggu hubungan suami-isteri dan bisa terjadi perceraian, gangguan jiwa, alkoholisme, pecandu obat, hingga bunuh diri.

5. “Usia canggung”

Serba canggung karena bukan muda lagi dan bukan juga tua. Kelompok usia madya seolah berdiri di antara generasi pemberontak yang lebih muda dan generasi senior. 6. Masa berprestasi

Sejalan dengan masa produktif dimana terjadi puncak karir. Menurut Erikson, usia madya merupakan masa krisis yaitu generativity (cenderung untuk menghasilkan), stagnasi (cenderung untuk tetap berhenti) dan dominan terjadi hingga menjadi sukses atau sebaliknya. Peran kepemimpinan dalam pekerjaan merupakan imbalan atau prestasi yang dicapai yaitu generasi pemimpin.

7. Masa evaluasi

Terutama terjadi evaluasi diri. Jika berada pada puncak evaluasi maka terjadi evaluasi prestasi.

8. Dievaluasi dengan standar ganda

a. Aspek yang berkaitan dengan perubahan jasmani yaitu rambut menjadi putih, wajah keriput, otot pinggang mengendur.

b. Cara dan sikap terhadap usia tua yaitu tetap merasa muda dan aktif tetapi menjadi tua dengan anggun, lambat, hati-hati hidup dengan nyaman.


(37)

Masa sepi atau empty nest terjadi jika anak-anak tidak lagi tinggal dengan orangtua. Lebih terasa traumatik bagi wanita khususnya wanita yang selama ini mengurus pekerjaan rumah tangga dan kurang mengembangkan minat saat itu. Pada pria mengundurkan diri dari pekerjaan.

10. Masa jenuh

Pada pria jenuh dengan kegiatan rutin dan kehidupan keluarga dengan sedikit hiburan. Pada wanita jenuh dengan urusan rumah tangga dan membesarkan anak-anak

3. Tugas-tugas Perkembangan pada Usia Dewasa Madya

Havighurst (dalam Hurlock, 1998) menyatakan bahwa tugas perkembangan adalah tuntutan yang diberikan kepada individu oleh lingkungan atau masyarakat sekitar terhadap diri individu tersebut, yang mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya usia. Menurut Havigrust, dewasa madya memiliki tugas perkembangan sebagai berikut:

1.Menerima dan menyesuaikan diri dengan perubahan fisik dan fisiologis terjadi pada tahap ini

2.Membantu anak remaja belajar menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab dan bahagia

3.Mengembangkan kegiatan pengisi waktu senggang 4.Pasangan dianggap sebagai suatu individu

5.Mencapai tanggung jawab umum dan sosial dan sebagai warganegara

6.Mencapai dan mempertahankan prestasi yang memuaskan dalam karier bekerja 7.Menyesuikan diri dengan orang tua yang semakin tua

Havighurst (dalam Hurlock, 1998) membagi tugas perkembangan dewasa madya menjadi 4 kategori utama, yaitu


(38)

1. Tugas yang berkaitan dengan perubahan fisik

menerima dan menyesuaikan diri dengan berbagai perubahan fisik yang normal terjadi pada masa usia madya

2. Tugas yang berkaitan dengan perubahan minat

mengasumsikan tanggungjawab warga negara dan sosial, mengembangkan minat pada waktu luang yang berorientasi pada kedewasaan, pada kegiatan-kegiatan yang berorientasi pada keluarga yang biasa dilakukan pada masa dewasa dini

3. Tugas yang berkaitan dengan penyesuaian kejuruan (pekerjaan) pemantapan dan pemeliharaan standar hidup yang relatif mapan 4. Tugas yang berkaitan dengan kehidupan keluarga

berkaitan dengan pasangan, menyesuikan diri dengan orang tua yang lanjut usia, dan membantu anak remaja menjadi orang dewasa yang bertanggun jawab.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ada 7 tugas perkembangan dewasa madya yaitu menerima dan menyesuaikan diri dengan perubahan fisik dan fisiologis terjadi pada tahap ini, membantu anak remaja belajar menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab dan bahagia, mengembangkan kegiatan pengisi waktu senggang, pasangan dianggap sebagai suatu individu, mencapai tanggung jawab umum dan sosial dan sebagai warganegara, mencapai dan mempertahankan prestasi yang memuaskan dalam karier bekerja dan menyesuikan diri dengan orang tua yang semakin tua. Kemudian dari tujuh tugas perkembangan usia madya dapat digolongkan menjadi empat kategori utama yaitu tugas yang berkaitan dengan perubahan fisik, tugas yang berkaitan dengan perubahan minat, tugas yang berkaitan dengan penyesuaian kejuruan (pekerjaan) dan tugas yang berkaitan dengan kehidupan keluarga Hurlock (1998).


(39)

D. Wanita Bekerja

1. Pengertian Wanita Bekerja

Tingginya tingkat pendidikan dewasa ini membuat banyak wanita usia dewasa awal memasuki dunia profesionalisme dengan bekerja. Abad 21 juga dicirikan dengan persaingan di dunia kerja dan peluang tersebut sangat terbuka bagi para wanita (Bhatnagar & Rajadhyaksha, 2001). Suryadi (dalam Anoraga, 2001) mengartikan wanita bekerja sebagai wanita yang bekerja untuk menghasilkan uang atau lebih cenderung pada pemanfaatan kemampuan jiwa atau karena adanya suatu peraturan sehingga memperoleh kemajuan dan perkembangan dalam pekerjaan, jabatan, dan lain-lain. Wanita bekerja adalah wanita yang berperan sebagai ibu dan bekerja diluar rumah untuk mendapatkan penghasilan disamping berada dirumah dan membesarkan anak (Working Mothers Forum, 2000).

Maheshwari (1999) mengatakan bahwa wanita bekerja adalah wanita yang pergi keluar rumah dan mendapatkan bayaran atau gaji. Berdasarkan uraian diatas disimpulkan bahwa wanita bekerja adalah seorang ibu yang bekerja diluar rumah untuk mendapatkan penghasilan atau gaji disamping berada dirumah untuk mengatur rumah tangga.

2. Faktor-Faktor yang Mendorong Wanita Bekerja

Rini (2002) mengemukakan beberapa faktor yang mendorong wanita bekerja di luar rumah, yaitu :

1. Kebutuhan Finansial

Faktor ekonomi umumnya menjadi alasan seorang wanita bekerja karena dengan penghasilan yang diperoleh, dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari.

2. Kebutuhan Sosial-Relasional

Kebutuhan sosial-relasional merupakan kebutuhan akan penerimaan sosial, identitas sosial yang diperoleh melalui komunitas kerja.


(40)

3. Kebutuhan Aktualisasi Diri

Bekerja merupakan salah satu jalan untuk mengaktualisasikan diri, sesuai dengan pendapat Maslow (dalam Rini, 2002) bahwa salah satu kebutuhan bagi manusia adalah aktualisasi diri. Dengan bekerja, seseorang dapat bekerja, berkreasi, mencipta, mengekspresikan diri, mengembangkan diri dengan orang lain, membagikan ilmu dan pengalaman, menghasilkan sesuatu, mendapatkan penghargaan, penerimaan dan prestasi.

Bagi kebanyakan wanita yang mempunyai tanggung jawab ganda (tugas rumah tangga dan pekerjaan di luar rumah), biasanya akan memperberatkan masalah hubungan keluarga. Karena jumlah wanita sedikit dibandingkan dengan kondisi dimana pria lebih banyak bekerja ini dikarena kan beberapa kondisi yang mempengaruhi wanita dalam bekerja (Hurlock, 1998).

a. Kepuasan kerja

Wanita yang menyukai pekerjaannya mereka akan dapat menyesuaikan diri jauh lebih baik daripada mereka yang terpaksa melakukan pekerjaannya karena tanggung jawab akan keluarga dan yang sekarang mereka “terperangkap” dalam kerjanya.

b. Kesempatan Promosi

Setiap tahun, pada saat bekerja semakain mendekati masa wajib pensiun, kesempatan bagi mereka untuk dpromosikan semakin sedikit dan mereka lambat laun digeser dari posisi untuk memberi kesempatan kepada karyawan yang lebih muda. Kondisi seperti ini mempunyai efek balik pada penyesuaian kerja.

c. Harapan Pekerjaan

Bila masa pensium tiba, para pekerja usia madya menilai prestasi mereka diliat dari prestasi mereka yang dahulu. Apakah menyenangkan atau tidak, penilaian ini mempunyai efek pada penyesuaian pekerjaan.


(41)

d.Sikap Pasangan

Jikalau suami tidak puas dengan status istrinya ditempat kerja, gajinya, atau bahwa kerjanya merampas istrinyaa dari rumah sehingga suaminya kesepian, maka istrinya juga semakin tidak puas dan senang. Wanita yang suaminya keberatan dan mengeluh terhadap keadaan mereka dirumah bisa juga mengalami ketidakpuasan kerja.

e. Sikap Terhadap Usaha Besar

Pekerja yang merasa bangga karena bekerja pada perusahaan besar, penuh prestige, penyesuaian terhadap pekerjaan lebih baik, dibanding mereka menganggap dirinya hanya sebagai sekrup kecil dari mesin yang besar.

f. Sikap Terhadap Teman Sekerja

Pekerja wanita dalam hal ini harus menyesuaikan diri dengan keadaan sekitar karena dalam sebuah pekerjaan akan dituntun saling mendukung dan bekerja sama dengan teman sekerja.

g. Relokasi

Perasaan pekerja yang harus dipindah ditempat atau pindah ke masyarakat lain dengan tujuan agar mereka tetap bekerja pada pekerjaannya yang sekarang atau untuk dipromosikan pada kedudukan yang lebih baik, akan mempunyai pengaruh yang sangat mendalam terhadap proses penyesuaian pekerjaan.

E. Wanita Tidak Bekerja

1. Pengertian Wanita Tidak Bekerja

Adiningsih (2004) mengatakan bahwa dalam UU Perkawaninan No.1/1974 pasal 31 ayat 3 menunjukkan bahwa seorang istri bertanggung jawab akan urusan rumah tangga, yang tidak mneghasilkan, seingga ia tergantung pada hasil kerja suaminya.

Menurut wikipedia (2006) wanita tidak bekerja (hommaker / housewife) adalah wanita yang memiliki pekerjaan utama untuk menjaga atau merawat keluarga dan rumah, suatu


(42)

bentuk untuk menggambarkan wanita yang tidak dibayar sebagai tenaga kerja untuk menjaga keluarganya. www.shaadi.com [online] mengatakan bahwa ibu rumah tangga (housewife) adalah non-working woman. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa wanita tidak bekerja adalah seorang istri yang bertanggung jawab untuk mengurus rumah tangga atau merawat keluarga tanpa memiliki pekejaan diluar rumah.

Istri tidak bekerja dapat disebut juga ibu rumah tangga (Housewife). Menurut Kamus Oxford, pengetian housewife adalah : “a merried woman whose main occupation is carryin for her family and running the household”. Jadi dapat diartikan ibu rumah tangga adalah wanita menikah yang pekerjaan utamanya adalah merawat keluarga dan menjalankan rumah tangga.

Seorang istri atau ibu merupakan sesuatu yang paling mulia dalam kehidupan. Wanita yang tidak bekerja biasanya sebagai seorang ibu rumah tangga. Biasanya istri melakukan pekerjaan rumah tangga lebih banyak dari suami. Disini istri yang adalah orang yang bertanggung jawab besar atas pekerjaan rumah (tidak bekerja) (Schinovacz dalam Santrock, 1995).

Suatu penelitian yang dilakukan oleh Suryochondro (1990) mengenai wanita dan kerja menyatakan bahwa alasan para istri tidak bekerja sebagaian besar karena kesibukan rumah tangga. Alasan yang cukup bayak dilontarkan oleh para istri adalah dilarang suami. Hanya sebagaian kecil yang menyatakan bahwa penghasilan suami sudah cukup, kurang mampu bekerja, sibuk di organisasi ataupun alasan kesehatan. Alasan para istri bekerja tidak jauh berbeda antara golongan menengah dan istri golongan bawah.

Dalam penelitian Suryochondro juga menanyakan kepada istri apakah mereka mempunyai keinginan untuk bekerja apabila ada kesempatan. Dari jawaban para istri diperoleh kesimpulan bahwa sebagian besar mempunyai keinginan bekerja. Keinginan ini lebih banyak dilontarkan oleh istri golongan bawah. Alasan untuk bekerja beberapa antara


(43)

istri dari golongan menengah dan dari golongan bawah. Para istri dari golongan bawah ingin bekerja lebih karena alasan nenambah penghasilan. Disamping itu, istri dari golongan bawah juga mengemukakan alasan ingin bekerja supaya mempunyai penghasilan sendiri dan mengisi waktu luang.

F. Dinamika Penyesuaian Diri Terhadap Perubahan Fisik Wanita Dewasa Madya Bekerja dan Tidak Bekerja

Penyesuaian diri sebagai bentuk adaptasi pada umumnya lebih mengarah pada penyesuaian dalam arti fisik, fisiologis atau biologis. Perubahan fisik merupakan akibat dari usia dan genetik, faktor perilaku dan gaya hidup yang dimulai dari masa muda dapat dipengaruhi kecenderungan, penentuan waktu, dan luas perubahan fisik. menopause merupakan salah satu perubahan fisik yang terjadi pada wanita dewasa madya (Papalia, 2008).

Dewasa madya dapat menerima dan menyesuaikan diri terhadap perubahan fisiknya tergantung pada kemampuan dirinya didalam menerima perubahan yang terjadi apakah dia sudah menerima dan mengatasi masalahnya atau tidak, juga tergantung dari bagaimana cara berfikir mereka terhadap perubahan fisik (Papalia, 2008).

Pada masa sekarang ini terdapat perubahan sosial yang menyebabkan wanita lebih mempunyai kesempatan besar untuk memilih. Wanita dapat melakukan aktifitas berkarier ataupun wanita tidak berkarier. Pada waktu wanita mengerjakan karier, mereka dihadapkan dengan pertanyaan apakah mereka bisa bersaing dengan wanita muda atau tidak. (Aderson & Leslie; Gustafson & Magnusson; Steil & Weltman dalam santrock, 1990). Ada yang bisa menikmati perannya sebagai wanita karier, namun ada yang merasa kesulitan hingga akhirnya persoalan-persoalan rumit kian berkembang dalam kehidupan sehari-hari.

Banyaknya wanita dewasa madya yang bekerja sekarang ini karena adanya perubahan gender yang terjadi dan faktor kebutuhan finansial, kebutuhan sosial-relasional, kebutuhan


(44)

aktualisasi diri. Banyaknya bentuk pekerjaan yang dilakukan oleh wanita membuat wanita harus menyesuaikan diri. Wanita bekerja sebenarnya menjadi sesuatu hal yang biasa di tengah masyarakat. Seorang wanita yang bekerja, pada masa dewasa madya akan mulai memasuki masa pensiun sehingga akan hilang pula kesibukan rutinnya sehari-hari. Menurut UU Perkawinan No.1/1974 pasal 31 ayat 3 (Adiningsih, 2004), seorang istri didefinisikan sebagai ibu rumah tangga. Wanita yang mengatur rumah tangga sedangkan pria bekerja diluar untuk mendapatkan gaji atau bayaran, wanita tersebut disebut ibu rumah tangga (housewife. Housewife) disebut juga sebagai non-working woman (Who Is A Working Woman, 2001).

Suatu penelitian yang dilakukan oleh Suryochondro (1990) mengenai wanita dan kerja menyatakan bahwa alasan para istri tidak bekerja sebagaian besar karena kesibukan rumah tangga. Maka dari itu seorang Ibu rumah tangga tidak melakukan kegiatan diluar rumah dan menganggap perubahan fisik yang terjadi pada dirinya dapat dijalanin tanpa harus ada kegelisahan.

Pada usia madya masih mempunyai pekerjaan khususnya pekerjaan yang berhubungan dengan orang lain, didalam pekerjaan ini pula dibutuhkan penampilan yang menarik, tidak sejalan dengan usia mereka yang sudah tua, mereka harus mengakui bahwa mereka tidak muda lagi, dan pada dewasa madya ini pula dibutuhkan perubahan penampilan tidak hanya pria wanita juga memngambil andil dalam dunia pekerjaan. Penyesuaian diri terhadap perubahan fisik terasa sulit karena adanya kenyataan bahwa sikap individu yang kurang meguntungkan semakin diintensifkan lagi oleh perilaku sosial yang kurang menyenangkan terhadap perubahan normal yang muncul bersama pada tahun-tahun selanjutnya. Perubahan fisik yang terpenting yang terhadapnya orang berusia madya harus menyesuaikan diri (Hurlock, 1999).


(45)

II. F . Hipotesis

Dalam penelitian ini diajukan hipotesa sebagai jawaban sementara terhadap permasalahan yang telah dikemukan. Adapun hipotesa yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

“ Terdapat perbedaan penyesuaian diri terhadap perubahan fisik antara wanita dewasa madya yang bekerja dengan tidak bekerja.”


(46)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian sangat menentukan penelitian karena menyangkut cara yang benar dalam pengumpulan data, analisis data dan pengambilan kesimpulan hasil penelitian, definisi operasional variabel penelitian, subjek penelitian, prosedur pelaksanaan penelitiaan dan metode penelitian (Hadi, 2000). Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian komparatif (Comparative Research) yang bertujuan untuk membandingkan dua atau lebih varians dalam satu variabel.

A. Identifikasi Variabel Penelitian

Berikut adalah identifikasi variabel yang digunakan dalam penelitian ini : 1. Variabel tergantung (Dependent Variable) : Penyesuaian Diri Terhadap

Perubahan Fisik.

2. Variabel bebas (Independent Variable) : Status Pekerjaan :

Bekerja dan Tidak Bekerja B. Definisi Operasional

Definisi operasional variabel-variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Penyesuaian Diri Terhadap Perubahan Fisik

Penyesuaian diri terhadap perubahan fisik yaitu suatu proses yang menggabungkan antara diri sendiri dan perubahan fisik yang muncul, sehingga tercapai keharmonisan dan rasa nyaman pada diri individu. Penyesuaian diri diukur dengan menggunakan skala penyesuaian diri yang dibuat peneliti berdasarkan teori Schneider (1964). Yaitu : tidak terdapat emosionalitas yang berlebihan (absence of excessive emotionality), tidak terdapat mekanisme psikologis (absence of psychological mechanisms), tidak terdapat perasaan frustasi pribadi (absence of the sense of personal frustration), kemampuan untuk belajar (ability to learn),


(47)

pemanfaatan pengalaman (utilization of past experience), sikap yang realistis dan objektif (realistic and objective attitudes) dan pertimbangan rasional dan pengarahan diri (rational deliberation and self direction). Sedangkan perubahan fisik dibuat peneliti dengan menggunakan teori berdasarkan Papalia (2008) yaitu : Kinerja sensori dan psikomotor, perubahan struktur dan sistematik, seksual dan kinerja reproduksi.

Total skor yang diperoleh pada skala penyesuaian diri menggambarkan tingkat penyesuaian diri. Semakin tinggi skor skala penyesuaian diri yang diperoleh, menunjukkan semakin tinggi tingkat penyesuaian diri terhadap perubahan fisiknya. Sebaliknya, semakin rendah skor skala penyesuaian diri yang diperoleh menunjukkan semakin rendah tingkat penyesuaian diri terhadap perubahan fisiknya.

2. Status Pekerjaan

Status pekerjaan yaitu identitas seseorang dalam rutinitas sehari-harinya yang merupakan pekerjaannya sehari-hari.

a. Wanita Bekerja

Wanita bekerja yaitu seorang wanita yang bekerja diluar rumah untuk mendapatkan penghasilan atau gaji disamping berada dirumah untuk mengatur rumah tangga.

b. Wanita tidak bekerja

Wanita tidak bekerja adalah seorang istri yang bertanggung jawab untuk mengurus rumah tangga atau merawat keluarga tanpa memiliki pekerjaan diluar rumah.

C. Populasi, Sampel, dan Metode Pengambilan Sampel 1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan individu yang akan diselidiki dan mempunyai minimal satu sifat yang sama atau ciri-ciri yang sama dan untuk siapa kenyataan yang diperoleh dari subjek penelitian hendak digeneralisasikan (Hadi, 2000). Maka populasi dalam penelitian ini adalah wanita dewasa madya yang bekerja dan tidak bekerja.


(48)

2. Sampel

Sampel adalah sebahagian dari poulasi yang merupakan penduduk yang jumlahnya kurang dari populasi. Sampel harus mempunyai saling sedikit satu sifat yang sama (Hadi, 2000).

Adapun karakteristik sampel dalam penelitian ini adalah: 1. Dewasa Madya

Dewasa madya menurut Hurlock (1998) yang berusia 40-60 tahun. 2. Bekerja dan tidak bekerja.

Bekerja : Orang-orang dengan pola karier stabil bertahan dengan satu pekerjaan dan pada usia pertengahan, sering kali sudah mencapai posisi yang kuasa dan memiliki tanggung jawab (Papalia, 2008).

Tidak Bekerja : Wanita tidak bekerja adalah seorang istri yang bertanggung jawab untuk mengurus rumah tangga atau merawat keluarga tanpa

memiliki pekerjaan diluar rumah.

Menurut Azwar (2007) secara tradisional statistika menganggap jumlah sampel yang lebih dari 60 subjek sudah cukup banyak. Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 80 sampel. Masing-masing 40 wanita dewasa madya yang bekerja dan 40 wanita dewasa madya yang tidak bekerja.

3. Metode pengambilan sampel

Teknik sampel adalah cara yang digunakan untuk mengambil sampel dari populasi dengan menggunakan prosedur tertentu, dalam jumlah yang sesuai, dengan memperhatikan sifat-sifat dan penyebaran populasi agar benar-benar mewakili populasi (Hadi, 2000).

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik incidental sampling, yaitu teknik pengambilan sampel dengan hanya


(49)

menyelidiki individu-individu atau group-group yang kebetulan dijumpai atau dapat dijumpai saja (Hadi, 2000). Dalam hal ini jika peneliti menemukan individu yang sesuai dengan karakteristik subjek penelitian, maka peneliti langsung menjadikannya sampel penelitian. Teknik pengambilan sampel ini dilakukan dengan memberikan skala kepada wanita dewasa madya yang bekerja dan tidak bekerja.

D. Metode dan Alat Pengumpulan Data

Menurut Azwar (2005), skala psikologi memiliki karakteristik khusus yang membedakannya dari berbagai bentuk alat ukur yang lain. Skala psikologi merupakan kumpulan pernyataan-pernyataan mengenai karakteristik psikologis yang terdapat dalam individu. Skala psikologi lebih banyak dipakai untuk mengukur aspek afektif.

Menurut Azwar (2005) karakteristik dari skala psikologi yaitu:

a. Stimulusnya berupa pertanyaan atau pernyataan yang tidak langsung mengungkap atribut yang hendak diukur melainkan mengungkap indikator perilaku dari atribut yang bersangkutan.

b. Dikarenakan atribut psikologis diungkap secara tidak langsung lewat indikator-indikator perilaku sedangkan indikator perilaku diterjemahkan dalam bentuk aitem-aitem, maka skala psikologi selalu banyak berisi aitem-aitem.

c. Respon subjek tidak diklasifikasikan sebagai jawaban benar atau salah. Semua jawaban dapat diterima sepanjang diberikan secara jujur dan sungguh-sungguh. Hanya saja jawaban yang berbeda dinterpretasikan secara berbeda.

Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala penyesuaian diri yang terdiri dari butir-butir pernyataan yang disusun berdasarkan karakteristik penyesuaian diri yang baik dikemukakan oleh Scheineder (1964) yaitu : tidak terdapat emosionalitas yang berlebihan (absence of axcesive emotionality), tidak terdapat mekanisme psikologis (absence of psychological mechanisms), tidak terdapat perasaan frustasi pribadi (absence of the sense of


(50)

personal frustration), kemampuan untuk belajar (ability to learn), pemanfaatan pengalaman (utilization of past experience), sikap yang realistis dan objektif (realistic and objective attitudes) dan pertimbagan rasional dan pengarahan diri (rational deliberation and self direction). Sedangkan skala penyesuaian diri disesuaikan dengan ciri-ciri perubahan fisik Papalia (2008) yaitu kinerja sensori dan psikomotor, perubahan struktur dan sistemik, seksual dan sistemik.

Model skala penyesuaian diri ini menggunakan skala model Likert, terdiri dari pernyataan dengan empat pilihan jawaban yakni sangat sesuai, sesuai, tidak sesuai, dan sangat tidak sesuai. Jumlah aitem skala Penyesuaian Diri ini pada saat ujicoba adalah 70 aitem. Skala disajikan dalam bentuk pernyataan favorable dan unfavorable. Penilaian skala untuk item favorable adalah nilai 4 untuk pilihan jawaban Sangat Sesuai (SS), nilai 3 untuk nilai untuk jawaban Sesuai (S), nilai 2 untuk jawaban Tidak Sesuai (TS), dan nilai 1 untuk jawaban Sangat Tidak Sesuai (STS). Sedangkan penilaian untuk aitem unfavorable adalah nilai 1 untuk jawaban Sangat Sesuai (SS), nilai 2 untuk jawaban Sesuai (S), nilai 3 untuk jawaban Tidak Sesuai (TS), serta nilai 4 untuk jawaban Sangat Tidak Sesuai (STS). Berikut ini adalah blue print yang menyajikan distribusi aitem-aitem skala penyesuaian diri.

Tabel 1. Cara Penilaian Skala Penyesuaian Diri

Bentuk Pertanyaan 1 2 3 4

Favorable STS TS S SS Unfavorable SS S TS STS


(51)

Tabel 2

Berikut dalam tabel 2 akan dirangkumkan blue print skala penyesuaian diri : Tabel 2. Blue Print skala penyesuaian diri

No Aspek Indikator perilaku Nomor Aitem Jumlah %

Favorable Unfavourable 1. Tidak terdapat

emosionalitas yang berlebih Mempunyai kontrol emosi tehadap menghadapi situasi tertentu

6, 20, 34, 53, 69.

1, 31, 35, 54, 67.

10 14,28

2. Tidak terdapat mekanisme psikologis

Mempunyai pertahanan diri ketika mempunyai masalah perubahan fisik

12, 23, 36, 68, 70.

7, 11, 22, 26, 52.

10 14,28

3. Tidak terdapat perasaan frustasi pribadi

Adanya perasaan tidak berdaya dan tanpa harapan.

38, 45, 49, 57, 65.

8, 9 24, 39, 61.

10 14,28

4. Kemampuan untuk belajar

Kemampuan mengatasi situasi konflik dan stress

10, 13, 40, 58, 63.

14, 27, 44, 50, 60.

10 14,28

5. Pemanfaatan pengalaman masa lalu

Mampu menggunakan pengalaman diri sendiri ataupun orang lain

43, 51, 56, 59, 64.

3, 25, 32, 37, 48.

10 14,28

6. Sikap yang

realistis dan objektif

Adanya pemikiran yang raional menilai situasi, masalah, ataupun keterbatasan personal.

2, 15, 19, 41, 62.

28, 33, 47, 55, 66.

10 14,28

7. Pertimbangan rasional dan pengarahan diri Dapat melakukan pertimbangan terhadap masalah ataupun konflik, dan dapat mengorganisasikan pikiran, tingkah laku untuk memeahkan masalah.

5, 16, 29, 42, 47.

4, 17, 18, 21, 30.

10 14,28


(52)

E. Uji Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur 1. Uji Validitas

Validitas alat ukur adalah sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsinya. Suatu tes atau instrumen pengukuran dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan tujuan pengukuran (Azwar, 2004).

Dalam penelitian ini validitas yang digunakan adalah validitas isi atau content validity. Validitas ini menunjukkan sejauh mana aitem-aitem dalam skala telah komprehensif mencakup semua aspek dalam penelitian dan tingkat relevansinya. Validitas isi dalam penelitian ini diestimasi lewat pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional (kesesuaian dengan blue print yang telah disusun oleh peneliti) dan diperkuat lewat professional judgement (Azwar, 2000).

2. Uji Daya Beda Aitem

Uji daya beda aitem dilakukan untuk melihat sejauh mana aitem mampu membedakan antara individu yang memiliki atribut dengan yang tidak memiliki atribut yang diukur. Dasar kerja yang digunakan dalam analisis aitem ini adalah dengan memilih aitem-aitem yang fungsi ukurnya selaras dengan fungsi ukur tes atau memilih aitem yang mengukur hal yang sama dengan yang diukur oleh tes sebagai keseluruhan (Azwar, 2007). Pengujian daya beda aitem dilakukan dengan komputasi koefisien korelasi antara distribusi skor pada aitem dengan suatu kriteria yang relevan yaitu skor total tes itu sendiri dengan menggunakan koefisien korelasi Pearson Product Moment atau yang dikenal dengan indeks daya beda aitem. Kriteria pemilihan aitem berdasarkan korelasi aitem menggunakan batasan rix ≥ 0.30. Semua aitem yang mencapai koefisien korelasi minimal 0.30, daya pembedanya dianggap memuaskan. Aitem yang memiliki harga rix < 0.30 dapat diinterpretasikan sebagai aitem


(53)

yang memiliki daya diskriminasi rendah (Azwar, 2007). Penelitian ini menggunakan batasan rix ≥ 0.30.

3. Uji Reliabilitas

Menurut Azwar (2004) reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya. Hasil pengukuran dapat dipercaya apabila dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok yang sama diperoleh hasil yang relatif sama, selama aspek yang diukur dalam diri subjek memang belum berubah.

Uji reliabilitas dalam skala penelitian ini menggunakan pendekatan konsistensi internal, dimana tes dikenakan sekali saja pada sekelompok subyek, hal ini dilakukan untuk mendapatkan reliabilitas yang baik. Reliabilitas dinyatakan oleh koefisien realibilitas (rxx`)

yang angkanya berada dalam rentang 0 sampai dengan 1. Koefisien reliabilitas yang semakin mendekati angka satu menandakan semakin tinggi reliabilitas. Sebaliknya, koefisien yang semakin mendekati angka 0 berarti semakin rendah reliabilitas yang dimiliki (Azwar, 2007). Teknik estimasi reliabilitas yang digunakan adalah teknik koefisien alpha Cronbach dengan menggunakan programSPSS Versi 17.00 for Windows.

4. Hasil Uji Coba Alat Ukur

Tujuan dilakukannya uji coba alat ukur adalah untuk mengetahui sejauh mana alat ukur dapat mengungkap dengan tepat apa yang ingin diukur dan seberapa jauh alat ukur menunjukkan kecermatan atau ketelitian pengukuran atau dengan kata lain dapat menunjukkan keadaan sebenarnya (Azwar, 2005). Adapun distribusi hasil uji coba skala akan dijelaskan pada tabel 3 berikut ini:


(54)

Tabel 3. Distribusi aitem-aitem skala penyesuaian diri setelah uji coba

No. Aspek Aitem Jumlah

Favorable Unfavorable 1. Tidak terdapat

emosionalitas yang berlebihan

20, 69 01, 67 4

2. Tidak terdapat

mekanisme psikologis

70 22, 26 3

3. Tidak terdapat perasaan frustasi pribadi

38 08, 24 3

4. Kemampuan untuk belajar

40, 63 27, 44 4

5. Pemanfaatan

pengalaman masa lalu

43,51, 56, 59, 64 03, 25, 32, 37, 48 10 6. Sikap yang realistis dan

objektif

02, 15, 19 28, 33, 47, 66 7 7. Pertimbangan rasional

dan pengarahan diri

05, 16, 29, 42, 47 04, 17, 18, 21, 30 10

Total 19 22 41

Setelah uji coba dari 70 aitem skala Peyesuaian diri dengan 110 orang subjek, ditemukan 29 aitem yang gugur, sehingga jumlah aitem yang dapat digunakan untuk pengambilan data yang sebenarnya adalah sebanyak 41 aitem yang memiliki koefisien korelasi yang memenuhi syarat untuk dapat digunakan dalam penelitian (rix ≥ 0.30). Reliabilitas alat ukur yang diuji cobakan adalah sebesar 0.919. Sedangkan indeks aitem yang memiliki daya beda tinggi (di atas 0,30) bergerak dari 0,300 sampai dengan 0,644.

Setelah mendapatkan aitem-aitem yang sesuai dari uji reliabilitas, selanjutnya peneliti melakukan penomoran ulang untuk skala penelitian. Tabel 4 menunjukkan distribusi aitem skala untuk penelitian.


(55)

Tabel 4. Distribusi aitem-aitem skala penyesuaian diri yang digunakan dalam penelitian

No. Aspek Aitem Jumlah

Favorable Unfavorable 1. Tidak terdapat

emosionalitas yang berlebihan

01, 18 02,41 4

2. Tidak terdapat

mekanisme psikologis

03 04, 17 3

3. Tidak terdapat perasaan frustasi pribadi

11 20, 22 3

4. Kemampuan untuk belajar

06, 24 07, 33 4

5. Pemanfaatan

pengalaman masa lalu

09, 10, 28, 29, 38 08, 14, 25, 37, 39 10 6. Sikap yang realistis dan

objektif

12, 16, 32 19, 21, 27, 36 7 7. Pertimbangan rasional

dan pengarahan diri

13, 23,26,35, 40 05,15, 30, 31, 34 10

Total 19 22 41

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Prosedur pelaksanaan penelitian terdiri dari tiga tahap. Ketiga tahap tersebut yaitu persiapan penelitian, pelaksanaan penelitian, dan pengolahan data

1. Tahap persiapan penelitian

Tahap persiapan penelitian terdiri dari: a. Pembuatan alat ukur

Penelitian ini menggunakan alat ukur berupa skala penyesuaian diri yang disusun oleh peneliti berdasarkan Aspek-aspek dari penyesuaian diri yang dikemukakan oleh Scheineder (1964). Skala ini terdiri dari 41 aitem. Penyusunan skala ini dioperasionalisasikan dalam bentuk aitem-aitem pernyataan dan kemudian dibuat cetak biru dari skala tersebut. Setelah keseluruhan aitem selesai dibuat, peneliti kemudian meminta penilaian profesional dari dosen pembimbing untuk menelaah aitem-aitem skala penyesuaian diri terseb


(56)

b. Perizinan

Sebelum melakukan penelitian, peneliti terlebih dahulu mengurus surat perizinan penelitian dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Setelah surat izin dari fakultas dikeluarkan, surat tersebut sebagai pegangan untuk peneliti ketika melakukan penelitian. c. Uji coba alat ukur

Setelah alat ukur disusun, maka tahap selanjutnya yang dilakukan adalah melakukan uji coba alat ukur. Uji coba alat ukur dilakukan melibatkan 80 wanita dewasa madya. Hasil uji coba ini diolah melalui dua kali pengujian reliabilitas agar memperoleh reliabilitas yang memenuhi standar ukur. Setelah dilakukan pengujian reliabilitas maka diperoleh aitem yang memenuhi validitas dan reliabilitasnya.

d. Revisi alat ukur

Setelah peneliti melakukan uji coba alat ukur maka peneliti menguji validitas dan reliabilitas skala. Setelah diketahui aitem-aitem yang memenuhi validitas dan reliabilitasnya, maka kemudian peneliti menyusun aitem-aitem tersebut ke dalam alat ukur yang digunakan untuk mengambil data penelitian.

2. Tahap pelaksanaan penelitian

Pengambilan data dilakukan dengan memberikan alat ukur berupa skala penyuaian diri kepada subjek penelitian. Dalam tahap pelaksanaan penelitian, aitem skala yang menjadi aitem sesungguhnya adalah aitem yang telah di uji cobakan sebelumnya. Skala yang sudah diketahui validitas dan reabilitasnya disusun kembali, kemudian diberikan kepada subjek penelitian.


(1)

IDENTITAS DIRI

Nama/Inisial :

Umur :

Tanggal lahir :

Status pekerjaan* : Bekerja / Tidak bekerja *) Coret yang tidak perlu

PETUNJUK PENGISIAN

Berikut ini ada sejumlah pernyataan. Berilah tanda silang (X) pada salah satu pilihan jawaban yang sesuai dengan keadaan, perasaan, dan pikiran saudara, dari empat pilihan yang disediakan yaitu:

SS : Bila anda merasa Sangat Sesuai dengan pernyataan tersebut. S : Bila anda merasa Sesuai dengan pernyataan tersebut.

TS : Bila anda merasa Tidak Sesuai dengan pernyataan tersebut.

STS : Bila anda merasa Sangat Tidak Sesuai dengan pernyataan tersebut. Usahakanlah untuk tidak melewati satu nomorpun dalam memberi jawaban pada pernyataan pernyataan ini.

Contoh :

No PERNYATAAN SS S TS STS


(2)

hadapi dengan pikiran yang positif.

2. Saya akan marah ketika orang lain menyinggung perasaan saya mengenai penampilan.

3. Saya tetap tenang ketika berat badan saya bertambah.

4. Saya akan marah ketika orang lain mempermasalahkan berat badan saya.

5. Saya tidak suka diatur orang lain yang berkaitan dengan penampilan saya.

6. Saya melakukan perawatan wajah kedokter kulit saya.

7. Saya tidak peduli dengan wajah saya yang mulai berkeriput.

8. Saya enggan menghabiskan waktu saya untuk merawat diri.

9.

Produktivitas saya meningkat ketika saya berolahraga (gym/senam/fitness)


(3)

No

10. Saya senang untuk berbagi pengalaman perawatan diri dengan teman saya, dan saya mendengarkan pengalaman mereka.

11. Meskipun pekerjaan saya banyak, saya akan menyelesaikannya dengan baik.

12. Stamina yang saya miliki tidak kalah dengan stamina orang yang lebih muda dari saya.

13. Saya tetap optimis saya bisa melakukan pekerjaan saya meskipun umur saya tidak muda lagi.

14. Saya tidak suka melihat pengalaman saya masa lalu.

15. Karena umur saya tidak muda lagi, saya malas melakukan pekerjaan yang menjadi tugas saya. 16. Walaupun memiliki pekerjaan yang banyak, saya

yakin stamina saya tidak menurun.

17. Saya tidak bisa mengatasi perubahan perubahan fisik yang saya alami.

18.

Saya akan menggunakan kata-kata yang sopan ketika orang lain membicarakan penampilan saya


(4)

20. Ketika berjumpa dengan teman saya dijalan saya tidak menegur karena malu terhadap penampilan saya.

21. Saya tidak pernah mau dibilang sudah tua.

22. Saya tidak mau melakukan perawatan wajah meskipun terdapat keriput di wajah saya.

23. Saya akan mempertimbangkan dengan matang setiap keputusan yang saya buat.

24. Saya tidak mau menanyakan sesuatu yang saya tidak mengerti kepada orang yang lebih muda dari saya.

25. Walaupun orang lain mengatakan sebaiknya di usia saya melakukan perawatan kecantikan, tetapi saya enggan melakukannya.

26. Banyak wanita yang melakukan perawatan diri dan saya tertarik untuk melakukannya.

27.

Saya merasa semua orang disekeliling saya memandang saya aneh

28. Menurut teman saya, minum air putih 8 gelas lebih sangat dianjurkan dan saya melakukannya.


(5)

No

29. Saya tetap menjaga kesehatan saya karena saya tahu saya tidak muda lagi.

30. Saya tidak peduli dengan tubuh saya saat ini.

31. Ketika orang lain sibuk merawat wajah, saya tetap tidak tertarik.

32. Umur saya tidak mempengaruhi pekerjaan yang saya lakukan.

33. Saya tidak mau ikut terpengaruh melakukan perawatan kecantikan seperti orang lain untuk merawat tubuh.

34. Kalau boleh memilih saya tidak mau menjadi tua.

35. Saya lebih memilih mengalah untuk menghindar pertengkaran dengan orang disekitar saya.

36. Saya tidak yakin saya bisa mengerjakan bisa mengerjakan pekerjaan saya karena kondisi saya sekarang.

37. Walaupun keringat saya bercucuran saya enggan membawa tisu.


(6)

38.

kegagalan yang telah saya alami.

39. Saya terus-menerus merasa nyeri ditulang kaki, tetapi saya tetap mengabaikannya.

40. Menurut saya, mempercantik diri dapat membuat saya semakin percaya diri.

41. Saya marah ketika orang lain menegur soal penampila saya

Terima kasih atas kerja samanya