Perbedaan Sikap Terhadap Menopause Pada Wanita Yang Bekerja Dan Tidak Bekerja

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh

NUR SHADRINA

071301022

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

GENAP, 2014/2015


(2)

PERBEDAAN SIKAP TERHADAP MENOPAUSE ANTARA

WANITA YANG BEKERJA DAN TIDAK BEKERJA

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh

NUR SHADRINA

071301022

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

GENAP, 2014/2015


(3)

SKRIPSI

PERBEDAAN SIKAP TERHADAP

MENOPAUSE

ANTARA

WANITA YANG BEKERJA DAN TIDAK BEKERJA

Dipersiapkan dan disusun oleh :

NUR SHADRINA 071301022

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Pada tanggal 21 Maret 2014

Mengesahkan, Dekan Fakultas Psikologi

Prof. Dr. Irmawati, Psikolog NIP. 195301311980032001

Tim Penguji

1. Ade Rahmawati, M.Psi., Psikolog Penguji I/ NIP. 198104032005022001 Pembimbing 2. Elvi Andriani Yusuf, M.Si, Psikolog Penguji II

NIP. 196405232000032001

3. Etti Rahmawati, M.Si Penguji III NIP. 198107252008012013


(4)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul :

Perbedaan Sikap Terhadap Menopause Pada Wanita Yang Bekerja Dan Tidak Bekerja

adalah hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini saya kutip dari hasil karya orang lain yang telah ditulis sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, 21 Maret 2014

NUR SHADRINA


(5)

Perbedaan Sikap Terhadap Menopause Antara Wanita Yang Bekerja Dan Tidak Bekerja

Nur Shadrina dan Ade Rahmawati

ABSTRAK

Masa menopause yang terjadi pada wanita adalah hal alamiah. Sebagian besar wanita menganggap bahwa menopause adalah suatu yang mengkhawatirkan dan menakutkan, meskipun hal tersebut merupakan hal yang alami. Sikap terhadap menopause adalah kecenderungan individu untuk memahami, merasakan dan berperilaku dalam keadaan menopause yang ditandai dengan gejala fisik dan psikologis, dapat berupa kecenderungan untuk bersikap positif atau negatif, menghindar atau menerima, siap atau tidak siap. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan sikap terhadap menopause antara wanita yang bekerja dan tidak bekerja.

Subjek penelitian berjumlah 80 orang wanita menopause yang berusia 45-60 tahun. Teknik pengambilan sampel adalah incidental sampling. Alat ukur yang digunakan adalah skala sikap yang disusun berdasarkan teori sikap yang dikemukakan oleh Azwar (2007) dan konsep menopause yang dikemukakan oleh Aqila (2010), yaitu : gejala fisik dan gejala psikologis. Hasil analisa uji coba aitem menggunakan korelasi Pearson dan reliabilitas Alpha Cronbach

menunjukkan koefisien aitem total sebesar 0.911. Terdapat 31 aitem yang lolos dari 72 aitem yang diuji coba.

Hasil analisa data penelitian menggunakan Mann-Whitney U menunjukkan nilai U = 786.500 dan p = 0.897 (p > 0.05), sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak perbedaan sikap terhadap menopause antara wanita yang bekerja dan tidak bekerja.


(6)

Differences In Attitudes Toward Menopause Among Women Who Work And Do Not Work

Nur Shadrina dan Ade Rahmawati

ABSTRACT

Menopause in women is a natural thing. Most women assume that menopause is an alarming and frightening, even though it is a natural thing. Attitudes toward menopause is the tendency of individuals to understand, feel and behave in a menopausal state characterized by physical and psychological symptoms, may be a tendency to be positive or negative, avoid or accept, ready or not ready. This study aims to determine differences in attitudes toward menopause among women who worked and did not work.

The subject in this research are 80 menopause women aged 45-60 years. Sampling technique used in this research was incidental sampling. Measurement tool used in this research is attitude scale is based on the theory of attitude expressed by Azwar (2007) and the concept of menopause proposed by Aqila (2010), namely physical symptoms and psychological symptoms. The results of tryout analysis using Pearson correlation coefficient and Alpha Cronbach reliability showed item total coefficient r = 0.911. There were 31 items passed from 72 items that include in tryout

The results of the data analysis using Mann-Whitney U showed the value of U = 786.500 and p = 0.897 (p > 0.05), so it can be concluded that there are no differences in attitudes toward menopause among women who work and do not work .


(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan karunia dan rahmat-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana jenjang Strata satu (S1) di Fakultas Psikologi Sumatera Utara dengan judul “Perbedaan Sikap Terhadap Menopause pada Wanita yang Bekerja dan Tidak Bekerja”.

Peneliti menyadari bahwa tanpa bantuan pihak lain maka peneliti tidak mampu menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu pada kesempatan ini, peneliti ingin menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada kedua orangtua, Ir. Surya Dharma dan Dra. Masfria yang tidak lelah mendoakan dan memberi semangat kepada peneliti hingga skripsi ini dapat selesai dengan baik. Peneliti juga ingin menyampaikan terima kasih yang tulus kepada semua pihak yang telah turut membantu penyelesaian skripsi ini. Ucapan terima kasih peneliti tujukan kepada :

1. Ibu Prof. Dr. Irmawati, M.Si., Psikolog, selaku Dekan Fakultas Psikologi USU, beserta Pembantu Dekan I, II, dan III Fakultas Psikologi USU.

2. Ibu Ade Rahmawati, M.Psi. Psikolog, selaku dosen pembimbing yang telah sabar dalam membimbing peneliti, atas bimbingan, nasehat, saran, dan waktu yang diluangkan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik, penulis ucapkan banyak terimakasih.

3. Ibu Elvi Andriani Yusuf, M.Si., Psikolog, selaku dosen pembimbing akademik dan penguji II yang telah bersedia untuk membimbing peneliti, memberikan


(8)

masukan dalam bidang akademik pada setiap semester perjalanan kuliah peneliti sehingga dapat memberikan hasil yang terbaik dan meluangkan waktunya untuk menguji skripsi ini, peneliti mengucapkan banyak terima kasih.

4. Ibu Etti Rahmawati, M.Si, selaku dosen penguji III yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk menguji skripsi ini, membimbing dan memberikan masukan kepada peneliti. Terima kasih atas segala kebaikan ibu. 5. Seluruh dosen di Fakultas Psikologi USU yang telah memberikan ilmu

wawasan dan pengetahuan yang sangat berharga kepada peneliti, dan seluruh pegawai di Fakultas Psikologi USU yang setia membantu peneliti menyediakan segala keperluan selama perkuliahan.

6. Abang peneliti, Muhammad Luthfi. Terima kasih atas setiap dukungan dan bantuannya serta memberi semangat peneliti untuk terus berusaha dan tidak putus asa.

7. Teman-teman dekat yang terus mendukung, memberi semangat, dan ikut membantu sehingga skripsi ini dapat selesai. Untuk Nana Zahara Siregar, Ridya Tyastiti, Zulfadilah Nasution, Khairiah Mulia Rahma, Kiki Fatmala Sari, Nuzulia Rahmati, Vety Dazefa, Mashita dan Syafrida Yani atas semangat dan dukungannya peneliti mengucapkan banyak terima kasih.

8. Teman-teman angkatan 2007 yang tidak bisa disebutkan namanya satu-persatu atas kebersamaan yang menyenangkan. Terima kasih atas dukungan dan semangatnya.


(9)

9. Semua orang yang telah membantu peneliti dalam penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat peneliti sebutkan satu-persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan masukan dan saran yang membangun untuk

mencapai yang lebih baik lagi. Peneliti berharap kiranya skripsi ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak.

Medan, Maret 2014


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 10

E. Sistematika Penulisan ... 11

BAB II LANDASAN TEORI ... 13

A. Menopause ... 13

1. Pengertian Menopause ... 13

2. Usia Memasuki Menopause ... 14

3. Gejala-gejala Menopause ... 15


(11)

1. Pengertian Sikap ... 16

2. Komponen Sikap ... 18

3. Fungsi sikap ... 19

4. Faktor-faktor Pembentukan Sikap ... 20

C. Dewasa Madya ... 23

1. Pengertian Dewasa Madya ... 23

2. Karakteristik Dewasa Madya ... 23

3. Tugas Perkembangan Dewasa Madya ... 26

D. Wanita Bekerja ... 29

1. Pengertian Wanita Bekerja ... 29

2. Faktor-faktor yang Melandasi Wanita Bekerja ... 30

E. Wanita Tidak Bekerja ... 32

1. Pengertian Wanita Tidak Bekerja ... 32

F. Perbedaan Sikap Terhadap Menopause pada Wanita yang Bekerja dan yang Tidak Bekerja ... 33

G. Hipotesa Penelitian ... 37

BAB III METODE PENELITIAN ... 38

A. Identifikasi Variabel ... 38

B. Defenisi Operasional Variabel Penelitian ... 39

1. Sikap Terhadap Menopause ... 39

2. Status Pekerjaan ... 39

C. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel ... 40


(12)

2. Teknik Pengambilan Sampel ... 41

D. Metode Pengumpulan Data ... 41

E. Validitas Dan Reliabilitas Alat Ukur ... 43

1. Validitas Alat Ukur ... 43

2. Reliabilitas Alat Ukur ... 44

3. Hasil Uji Coba Alat Ukur... 45

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 46

1. Tahap Persiapan Penelitian ... 46

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian ... 47

3. Tahap Pengolahan Data ... 48

G. Metode Analisa Data ... 48

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN ... 50

A. Gambaran Umum Subjek Penelitian ... 50

1. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia... 50

2. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Pendidikan ... 51

3. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Lamanya Menopause….52 B. Hasil Penelitian ... 52

1. Uji Asumsi ... 53

a. Uji Normalitas ... 53

b. Uji Homogenitas ... 54

2. Hasil Utama Penelitian ... 54

a. Uji Hipotesa Penelitian ... 54


(13)

C. Pembahasan ... 57

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 62

A. Kesimpulan ... 62

B. Saran ... 62

1.Saran Metodologis ... 62

2.Saran Praktis ... 63


(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Bobot Nilai Pernyataan Skala Sikap ... 42

Tabel 2 Blueprint Aitem Skala Sikap... 43

Tabel 3 Blueprint Aitem Skala Sikap Terhadap Menopause Setelah Uji Coba ... 45

Tabel 4 Blueprint Aitem Skala Sikap Terhadap Menopause Saat Penelitian ... 46

Tabel 5 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia... 50

Tabel 6 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Pendidikan ... 51

Tabel 7 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Lamanya Menopause.. 52

Tabel 8 Hasil Uji Normalitas Skala Sikap Terhadap Menopause ... 53

Tabel 9 Hasil Uji Homogenitas Skala Sikap Terhadap Menopause ... 54

Tabel 10 Gambaran Skor Sikap Terhadap Menopause ... 55

Tabel 11 Hasil Perhitungan Mann-Whitney U Skala Sikap ... 55


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Hasil Analisa Aitem Uji Coba Skala Sikap Terhadap

Menopause ... 70

Lampiran 2 Uji Hipotesis Penelitian ... 79

Lampiran 3 Skala Sikap Terhadap Menopause Sebelum Uji Coba... 84


(16)

Perbedaan Sikap Terhadap Menopause Antara Wanita Yang Bekerja Dan Tidak Bekerja

Nur Shadrina dan Ade Rahmawati

ABSTRAK

Masa menopause yang terjadi pada wanita adalah hal alamiah. Sebagian besar wanita menganggap bahwa menopause adalah suatu yang mengkhawatirkan dan menakutkan, meskipun hal tersebut merupakan hal yang alami. Sikap terhadap menopause adalah kecenderungan individu untuk memahami, merasakan dan berperilaku dalam keadaan menopause yang ditandai dengan gejala fisik dan psikologis, dapat berupa kecenderungan untuk bersikap positif atau negatif, menghindar atau menerima, siap atau tidak siap. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan sikap terhadap menopause antara wanita yang bekerja dan tidak bekerja.

Subjek penelitian berjumlah 80 orang wanita menopause yang berusia 45-60 tahun. Teknik pengambilan sampel adalah incidental sampling. Alat ukur yang digunakan adalah skala sikap yang disusun berdasarkan teori sikap yang dikemukakan oleh Azwar (2007) dan konsep menopause yang dikemukakan oleh Aqila (2010), yaitu : gejala fisik dan gejala psikologis. Hasil analisa uji coba aitem menggunakan korelasi Pearson dan reliabilitas Alpha Cronbach

menunjukkan koefisien aitem total sebesar 0.911. Terdapat 31 aitem yang lolos dari 72 aitem yang diuji coba.

Hasil analisa data penelitian menggunakan Mann-Whitney U menunjukkan nilai U = 786.500 dan p = 0.897 (p > 0.05), sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak perbedaan sikap terhadap menopause antara wanita yang bekerja dan tidak bekerja.


(17)

Differences In Attitudes Toward Menopause Among Women Who Work And Do Not Work

Nur Shadrina dan Ade Rahmawati

ABSTRACT

Menopause in women is a natural thing. Most women assume that menopause is an alarming and frightening, even though it is a natural thing. Attitudes toward menopause is the tendency of individuals to understand, feel and behave in a menopausal state characterized by physical and psychological symptoms, may be a tendency to be positive or negative, avoid or accept, ready or not ready. This study aims to determine differences in attitudes toward menopause among women who worked and did not work.

The subject in this research are 80 menopause women aged 45-60 years. Sampling technique used in this research was incidental sampling. Measurement tool used in this research is attitude scale is based on the theory of attitude expressed by Azwar (2007) and the concept of menopause proposed by Aqila (2010), namely physical symptoms and psychological symptoms. The results of tryout analysis using Pearson correlation coefficient and Alpha Cronbach reliability showed item total coefficient r = 0.911. There were 31 items passed from 72 items that include in tryout

The results of the data analysis using Mann-Whitney U showed the value of U = 786.500 and p = 0.897 (p > 0.05), so it can be concluded that there are no differences in attitudes toward menopause among women who work and do not work .


(18)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dewasa madya merupakan periode yang panjang dalam rentang kehidupan manusia. Papalia (2008) mendefinisikan masa dewasa madya dalam terminologi kronologis, yaitu dialami individu saat berusia 45 sampai 65 tahun. Dewasa madya ditandai oleh adanya perubahan-perubahan jasmani dan mental. Pada usia 60 tahun biasanya terjadi penurunan kekuatan fisik, sering pula diikuti oleh penurunan daya ingat walaupun banyak yang mengalami perubahan-perubahan tersebut lebih lambat sehingga terlihat lebih jelas daripada masa lalu (Hurlock, 1999). Hal inilah yang mendorong terjadinya krisis dan menjadikan kehidupan dewasa madya lebih sulit untuk dilalui.

Berkaitan dengan hal tersebut, tugas perkembangan yang harus dijalani oleh individu dewasa madya menurut Havighurst (dalam Hurlock, 1999) adalah tugas yang berkaitan penyesuaian terhadap perubahan fungsi seksual, dimana pada masa ini pria memasuki masa andropause, sedangkan wanita memasuki masa menopause. Andropause pada pria umumnya terjadi perlahan dan sangat lambat sehingga seringkali gejala fisik dan psikologis yang muncul tidak terlalu kelihatan, terkadang bagi beberapa pria tidak menimbulkan gejala. Selain itu, kebanyakan wanita relatif lebih sulit menyesuaikan diri terhadap perubahan pola hidup yang datang bersamaan dengan masa menopause dibandingkan pria.


(19)

Menopause merupakan fase terakhir, dimana pendarahan haid seorang wanita berhenti sama sekali. Fase ini terjadi secara berangsur-angsur yang semakin hari semakin jelas penurunan fungsi kelenjar indung telur atau ovarium (Yatim, 2001). Secara singkat dapat dikatakan bahwa menopause merupakan suatu proses peralihan dari masa produktif menuju perubahan secara perlahan-lahan ke masa non-produktif yang disebabkan oleh berkurangnya hormon ekstrogen dan progesteron seiring dengan bertambahnya usia. Sebagian besar wanita mulai mengalami menopause pada usia sekitar 40 tahun sampai 50 tahun (Rostiana, 2009). Spencer & Brown (2007) menyatakan bahwa usia wanita memasuki menopause adalah 51 tahun, namun menopause juga dialami wanita pada rentang usia 45-55 tahun. Dengan demikian, dapat dilihat bahwa usia seseorang mengalami menopause sangat bervariatif.

Sebagian besar wanita menganggap bahwa menopause adalah suatu yang mengkhawatirkan dan menakutkan (Rostiana, 2009). Kekhawatiran ini mungkin berawal dari pemikiran bahwa dirinya akan menjadi tidak sehat, tidak bugar, dan tidak cantik. Kondisi tersebut memang tidak menyenangkan bagi wanita (Baziad, 2002). Hal ini dikarenakan terjadinya menopause pada seorang wanita dewasa madya diikuti dengan berbagai gejolak atau perubahan yang meliputi gejala fisik maupun psikologis yang dapat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan mereka (Hurlock, 1999).

Masalah-masalah kesehatan mulai muncul akibat hilangnya hormon estrogen yang berperan aktif dalam sistem kerja organ tubuh wanita. Perubahan yang banyak terjadi pada saat ini adalah perubahan fisik yang ditandai dengan


(20)

berbagai gejala seperti kulit mengendur, inkontinensia (gangguan kontrol berkemih) pada waktu beraktivitas, jantung berdebar-debar, hot flushes

(peningkatan suhu tubuh secara tiba-tiba), berkurangnya pigmen rambut yang menyebabkan rambut berwarna putih, berkurangnya elastisitas kulit, sakit kepala, mudah lupa, sulit tidur, rasa semutan pada tangan dan kaki, nyeri pada tulang dan otot. Dalam jangka panjang rendahnya kadar hormon estrogen dapat menimbulkan ancaman osteoporosis (pengeroposan tulang) yang membuat udah patah tulang serta peningkatan resiko gangguan kardiovaskuler (Noor, 2001). Hal ini sesuai dengan kenyataan di lapangan yang diungkapkan N (50 tahun) dalam wawancara dengan penulis :

“Uda gitu susah tidur pas malam, keringat terus, gimana mau tidur, terpaksa tante tidur dekat kipas angin. ga tau kenapa rasanya badan

ini gak enak ja rasanya”

(komunikasi personal, 01 Februari 2013)

Disamping gejala fisik, menopause juga menimbulkan gejala psikologis. Hal ini terjadi karena produksi hormon estrogen di indung telur tiba-tiba berhenti. Papalia (2008) mengungkapkan bahwa gejala-gejala psikologis yang muncul dapat meliputi stres, frustasi, dan adanya penolakan terhadap menopause. Maspaitella (2006) juga menyatakan beberapa gejala psikologis yang menonjol ketika menopause seperti munculnya perasaan gelisah, cemas, takut, mudah tersinggung, mudah marah, merasa tertekan, mudah merasa sedih, rasa hampa, rasa bersalah dan merasa kesepian saat berada ditengah orang ramai. Beberapa gejala psikologis yang muncul selama menopause juga terungkap dalam wawancara S (51 tahun) dengan penulis :


(21)

Gak tau ya dek, entah kenapa pas lagi menopause rasanya gak nyaman ja. Jadi sering cepat cemas. Uda gitu cepat tersinggung pula. Yah, abis orang ga tau sih tante uda menopause. tante sedih aja. Ya soalnya tante

pengen orang tu mengerti ma keadaan tante sekarang”

(komunikasi personal, 01 Juni 2013)

Menopause bukan suatu penyakit namun peristiwa ini mempunyai dampak dalam kehidupan wanita terutama bagi wanita yang mempunyai banyak aktivitas, sehingga dapat dirasakan sebagai suatu gangguan. Dari berbagai penelitian dan kajian, diperoleh data bahwa 75% wanita yang mengalami

menopause akan merasakan sebagai masalah atau gangguan, sedangkan sekitar 25% tidak mempermasalahkannya (Achadiat, 2007). Latar belakang masing-masing wanita sangat berpengaruh terhadap stres pada masa menopause.

Kehidupan sebelumnya akan mempengaruhi intensitas stres yang dialami wanita tersebut. Pengetahuan yang cukup tentang menopause, status perkawinan, pendidikan, dan pekerjaan membantu mereka memahami dan mempersiapkan dirinya menjalani masa ini dengan baik (Kasdu, 2002).

Sebenarnya pada masa menopause ada wanita yang mengalami gangguan fisik, seksual, sosial, dan gangguan psikologis, dan ada juga yang tidak mengalami berbagai keluhan baik fisik, psikologis, dan sosial. Perbedaan ini dipengaruhi oleh berat ringannya stress yang dialami wanita dalam menghadapi dan mengatasi menopause sebagai akibat penilaiannya terhadap menopause

(Retnowati Noor, 2001).

Berbicara mengenai masalah menopause akan menimbulkan berbagai tanggapan dan penilaian yang berbeda-beda pada masing-masing individu karena adanya perbedaan pengetahuan dari diri individu sehingga sikap yang di


(22)

timbulkannya pun berbeda. Dalam segi kehidupan, sesuatu yang dianggap baik atau buruk sifatnya bisa sangat universal ataupun individual. Termasuk juga seorang wanita dalam menyikapi dirinya yang akan memasuki masa menopause. Pada dasarnya fenomena sikap timbul tidak hanya ditentukan oleh keadaan objek yang sedang dihadapi tetapi juga dipengaruhi oleh ingatan akan masa lalu, oleh apa yang diketahui dan kesan individu terhadap apa yang sedang dihadapi saat ini. Sikap yang dimiliki seseorang itu tidak dibawa sejak lahir, akan tetapi terbentuk dari adanya proses belajar dalam perkembangan individu yang bersangkutan, dan sikap selalu berhubungan dengan obyek yang disikapi (Azwar 2005).

Adanya hubungan positif atau negatif individu dengan obyek tertentu akan menimbulkan sikap tertentu. Menurut ahli Psikologi, sikap merupakan bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap sendiri merujuk pada evaluasi individu terhadap berbagai aspek dunia social serta bagaimana evaluasi tersebut memunculkan rasa uska atau tidak suka individu terhadap isu, ide, orang lain, kelompok social dan objek (Baron, 2004). Menurut Azwar (2005) sikap merupakan hasil interaksi antara aspek kognitif, afektif dan konatif. Hal tersebut senada dengan tiga aspek sikap yang diungkapkan oleh Mann (dalam Azwar, 2005), yaitu : aspek kognitif merupakan persepsi, kepercayaan dan stereotype yang dimiliki individu mengenai sesuatu, aspek afektif merupakan perasaan individu terhadap objek sikap dan menyangkut masalah emosi serta aspek konatif berisi kecendrungan untuk bertindak dengan cara-cara tertentu.

Beberapa dari wanita menyambut menopause dengan sikap positif, mereka menganggap kondisi ini sebagai bagian dari siklus kehidupanya. Menurut Gail


(23)

Sheehy dalam Kasdu (2002), wanita-wanita ini merasa sangat lega dan menganggap setelah masa reproduksi berakhir, mereka tidak akan direpotkan dengan haid yang datang rutin setiap bulan sehingga tidak mengganggu aktivitas mereka, terutama aktivitas yang berhubungan dengan keagamaan, misalnya ibadah shalat bagi wanita yang beragama Islam. Hal ini sesuai dengan penelitian Mathews (dalam Dacey & Travers, 2002) yang menyatakan bahwa wanita-wanita di Israel, baik yang berasal dari budaya tradisional maupun dari budaya modern tidak menunjukkan penolakan terhadap menopause.

Sebaliknya, ada juga yang menyambut sebagai sikap negatif bahwa

menopause adalah sesuatu hal yang menakutkan dan berusaha untuk menghindarinya, sehingga stres pun sulit dihindari. Ia akan merasa sangat menderita karena kehilangan tanda-tanda kewanitaan yang selama ini dibanggakannya. Menurut pendekatan kognitif, dalam ilmu psikologis, pada dasarnya gangguan emosi (takut, cemas, stres) yang dialami manusia sangat di tentukan oleh bagaimana individu menilai, peristiwa yang dialaminya. Beberapa mitos yang berkembang di masyarakat yang dapat menambah rasa cemas wanita

menopause antara lain : wanita yang mengalami menopause otomatis akan menjadi tua atau waktunya sudah dekat, kehilangan daya tarik seksualnya, periode menopause sama dengan periode goncangan jiwa. Disamping itu wanita yang sangat mencemaskan menopause besar kemungkinan karena kurang mempunyai informasi yang benar mengenai seluk beluk menopause (Noor, 2001). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Marga (2007) dimana wanita yang tingkat


(24)

pengetahuannya tinggi ditemukan tidak mengalami kecemasan menghadapi

menopause.

Anggapan mengenai menopause adalah suatu masalah atau tidak, menurut Paltiel (dalam Koblinsky dkk, 1997) dikarenakan adanya kaitan antara menopause

dengan penilaian masyarakat terhadap fungsi dan peran seorang wanita. Ketidakpuasan peran, peran ganda atau ketidakmampuan untuk memenuhi peran tertentu (seperti tidak mampu memiliki anak-anak) dapat menciptakan stres yang dalam menjalani menopause. Menurut Sollie & Leslie (Strong & Devault, 1989) ditemukan bahwa wanita yang tidak bekerja lebih mengalami gejala distress dan menunjukkan ketidakpuasan hidup dibandingkan dengan wanita yang bekerja. Hal ini dikarenakan ibu rumah tangga dituntut untuk mengerjakan berbagai macam pekerjaan rumah tangga setiap harinya dengan jam kerja yang tidak terbatas karena berlangsung terus-menerus. Meskipun demikian bagi beberapa ibu rumah tangga, peran sebagai ibu rumah tangga secara full time pada usia madya akan mendapatkan kepuasan dari tanggung jawab pada keluarga karena dapat mengantarkan anak-anak menjadi dewasa, menyelesaikan studinya, mendapatkan pekerjaan sampai berkeluarga. Mereka akan merasa sangat puas dan bangga atas upayanya bila dapat mengantarkan anak-anaknya sampai bekerja dan berkeluarga (Kuntjoro, 2014).

Sejumlah peneliti yang mempelajari wanita dewasa madya telah menemukan bahwa pekerjaan memainkan peranan penting dalam kesehatan psikologis wanita (Baruch dan Barnett dalam Santrock, 2002). Yuliastri (2002) dalam penelitian yang dilakukan di Kabupaten Pasuruan menunjukkan bahwa


(25)

adanya perbedaan yang signifikan antara kecemasan menghadapi menopause pada wanita bekerja dengan kecemasan menghadapi menopause pada wanita tidak bekerja, dimana wanita bekerja kecemasannya lebih rendah dari pada wanita tidak bekerja. Penelitian diatas menunjukkan bahwa wanita bekerja tidak mudah mengalami kecemasan menghadapi menopause, karena wanita bekerja lebih mempunyai kesibukan yang dapat mengalihkan keluhan-keluhan yang dirasakannya menjelang menopause, sehingga kecemasannya lebih rendah daripada wanita tidak bekerja.

Namun, beberapa wanita yang bekerja juga merasakan hal yang negatif terhadap menopause. Wanita menopause yang bekerja memiliki peran ganda sebagai seorang istri, ibu rumah tangga, menjalankan tugas reproduksi, anggota masyarakat, dan pencari nafkah, sehingga dalam menjalankan peran tersebut sering mengalami stres (Astrini, 2001). Diantara wanita bekerja yang mengalami kesulitan saat bekerja dapat mengalami gejala yang berat. Stres juga dapat timbul karena hot flashes yang sering muncul. Pada beberapa wanita bekerja, hal ini menimbulkan gangguan produktifitas dan rasa malu, karena tubuh secara mendadak menghasilkan sensasi panas disertai dengan kulit kemerahan pada wajah dan kulit kepala untuk beberapa saat dan keringat yang berlebihan (Ballard, 2003). Berikut penuturan A yang sedang menjalani pekerjaan saat menopause :

gejolak rasa panas itu tiba-tiba saja muncul, karena saya baru menopause, aduh malu banget deh pokoknya, untung ga kelihatan rekan kerja saya.

Ternyata sebagian dari mereka berusaha menutupi keluhan mereka. Pasalnya, mereka takut keluhan itu bisa merugikan kedudukan dan


(26)

profesionalisme mereka. Maklumlah wanita di masa menopause, biasanya sudah mencapai posisi puncak di bidangnya sehingga dituntut untuk mampu mengendalikan diri (Poetranto, 2008).

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa menopause

menimbulkan berbagai gejala fisik dan psikologis yang dapat mempengaruhi sikap terhadap menopause. Beberapa wanita yang bekerja yang menjalani

menopause memiliki sikap positif dibandingkan wanita yang tidak bekerja.

Namun, disisi lain beberapa wanita menopause yang bekerja memiliki sikap negatif karena keluhan mengenai gejala menopause yang dapat mempengaruhi performa mereka dalam bekerja.Oleh karena itu peneliti ingin mengetahui apakah perbedaan sikap terhadap menopause pada wanita yang bekerja dan tidak bekerja.

B. Perumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada perbedaan sikap terhadap menopause pada wanita bekerja dan tidak bekerja?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bermaksud untuk mendapatkan data secara langsung mengenai perbedaan sikap terhadap menopause pada wanita bekerja dan tidak bekerja


(27)

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara teoritis maupun manfaat secara praktis.

1. Manfaat teoritis

a. Penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat yang bersifat pengembangan ilmu psikologi, khususnya Psikologi Perkembangan mengenai perbedaan sikap menghadapi menopause pada wanita bekerja dan tidak bekerja

b. Memperkaya pengetahuan dan wacana tentang psikologi mengenai perbedaan sikap menghadapi menopause pada wanita bekerja dan tidak bekerja yang dapat dijadikan referensi bagi penelitian selanjutnya.

2. Manfaat praktis

a. Memberi informasi dan pemahaman pada wanita dewasa madya bekerja

dan tidak bekerja dalam menyikapi masa menopause sehingga dapat menjalani masa tersebut dengan baik.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dini

mengenai menopause sehingga diharapkan para wanita yang belum mengalami menopause dapat mempersiapkan diri baik secara fisik maupun psikis sehingga setiap wanita dapat menjalani hari-harinya dengan kualitas hidup yang lebih baik dan menyiasati perubahan yang terjadi dengan memperoleh pengetahuan tentang menopause yang benar


(28)

dan tepat sehingga dapat meluruskan pemahaman yang keliru dan dapat sedini mungkin.

c. Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan dan acuan sehingga

dapat menjadi rujukan dalam melakukan penelitian selanjutnya.

E. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dari penelitian ini adalah : Bab I : Pendahuluan

Bab ini menjelaskan tentang latar belakang masalah penelitian, pertanyaan penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.

Bab II : Landasan Teori

Bab ini memuat tinjauan teoritis yang menjadi acuan dalam pembahasan masalah. Teori-teori yang dinyatakan adalah teori-teori mengenai sikap,

menopause, dan dewasa madya. Bab III : Metode Penelitian

Pada bab ini dijelaskan mengenai identifikasi variabel penelitian, definisi operasional variabel penelitian, populasi dan metode pengambilan sampel, instrumen yang digunakan, prosedur pelaksanaan penelitian dan metode analisa data.

Bab IV : Analisa Data dan Pembahasan

Bab ini berisi uraian analisis data dan pembahasan yang berisi mengenai gambaran mengenai subjek penelitian, laporan hasil penelitian, hasil uji


(29)

asumsi meliputi hasil uji asumsi normalitas dan homogenitas, hasil utama penelitian, dan pembahasan.

Bab V : Kesimpulan dan Saran

Bab ini memuat kesimpulan dan saran yang berisi kesimpulan dari penelitian ini dan saran-saran untuk pengembangan penelitian dan saran praktis yang ditujukan bagi wanita.


(30)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Menopause

1. Pengertian Menopause

Spencer & Brown (2007) mengartikan menopause sebagai suatu akhir proses biologis dari siklus menstruasi yang terjadi karena penurunan produksi hormon estrogen dan progesteron yang dihasilkan ovarium (indung telur). Selanjutnya dikatakan apabila seseorang tidak mengalami haid selama satu tahun penuh, maka dapat disimpulkan bahwa menopause terjadi saat terakhir kali ia mendapat haid (Ali, dalam Kasdu, 2002).

Menurut Kasdu (2002), menopause adalah sebuah kata yang mempunyai banyak arti. Men dan peuseis adalah kata Yunani yang pertama kali digunakan untuk menggambarkan berhentinya haid. Menurut kepustakaan abad 17 dan 18

menopause dianggap sebagai suatu bencana dan malapetaka, sedangkan wanita setelah menopause dianggap tidak berguna dan tidak menarik lagi. Menopause

adalah berhentinya menstruasi secara permanen (Varney, 2007). Diagnosis

menopause dibuat setelah terdapat amenorea sekurang-kurangnya satu tahun. Berhentinya haid dapat didahului oleh siklus haid yang lebih panjang dengan perdarahan yang berkurang (Wiknjosastro, 2005).

Menopause juga merupakan suatu peralihan dari masa produktif menuju perubahan secara perlahan–lahan ke non-produktif yang disebabkan oleh berkurangnya hormon estrogen dan progesteron seiring dengan bertambahnya usia


(31)

(Kuntjoro, 2002). Hal ini juga sejalan dengan Aqila (2010) dimana menopause

merupakan suatu masa ketika persediaan sel telur habis, indung telur mulai menghentikan produksi estrogen yang mengakibatkan haid tidak muncul lagi. Hal tersebut dapat diartikan sebagai berhentinya kesuburan.

Berdasarkan pengertian-pengertian tentang menopause di atas, maka dapat disimpulkan bahwa menopause berarti berhentinya menstruasi secara permanen, yang ditandai dengan berakhirnya kemampuan wanita untuk bereproduksi dan merupakan kejadian normal dalam kehidupan setiap wanita.

2. Usia MemasukiMenopause

Rahman (dalam Kasdu, 2002) menyatakan bahwa menopause terjadi pada usia 48-50 tahun. Namun rata-rata seseorang memasuki masa menopause berbeda pada setiap ras. Misalnya, wanita ras Asia mengalami menopause pada usia 44 tahun, sementara wanita Eropa mengalami menopause sekitar usia 47 tahun.

Selain itu Morgan (dalam Kasdu, 2002) menyatakan bahwa kecenderungan bawaan, penyakit, stress, dan pengobatan dapat mempengaruhi waktu terjadinya menopause. Di Amerika Utara, usia rata-rata wanita yang mengalami menopause adalah sekitar 51 tahun. Data statistik menunjukkan bahwa wanita perokok cenderung mendapat menopause lebih awal dan wanita yang kelebihan berat badan cenderung mendapat menopause lebih lambat.

Spencer & Brown (2007) menyatakan bahwa usia wanita memasuki

menopause adalah 51 tahun, namun menopause juga dialami wanita pada rentang usia 45-55 tahun. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa usia seseorang


(32)

mengalami menopause sangat bervariatif. Jika diambil rata-ratanya, seseorang akan mengalami menopause sekitar usia 45-55 tahun.

3. Gejala-gejala Menopause

Akibat perubahan organ reproduksi maupun hormon tubuh pada saat

menopause mempengaruhi berbagai keadaan fisik tubuh seorang wanita. Menurut Kasdu (2002) perubahan fisik selama menopause meliputi:

a. Hotflushes (perasaan panas)

Hotflushes adalah rasa panas yang luar biasa pada wajah dan tubuh bagian atas (seperti leher dan dada). Gejala ini sering timbul pada malam hari sehingga mengakibatkan kesulitan tidur. Pada keadaan cuaca yang dingin, gejolak panas terjadi lebih jarang dan singkat dibandingkan jika cuaca panas. Dalam keadaan stress lebih sering timbul. Gejolak panas bisa terjadi beberapa detik atau menit, tetapi ada juga yang berlangsung sampai 1 jam.

b. Keringat berlebihan c. Vagina kering

d. Tidak dapat menahan air seni e. Hilangnya jaringan penunjang f. Penambahan berat badan g. Gangguan mata


(33)

Sedangkan menurut Aqila (2010) beberapa dan gejala menopause antara lain :

1. Fisik

Beberapa keluhan fisik yang merupakan tanda dan gejala menopause

antara lain : Ketidakteraturan siklus haid, gejolak rasa panas (hot flash), berkeringat di malam hari, kekeringan vagina, perubahan kulit, sulit tidur, perubahan pada mulut, kerapuhan tulang, badan menjadi gemuk, penyakit, linu dan nyeri otot sendi, perubahan pada indra pengecap.

2. Psikologis

Beberapa keluhan psikologis yang merupakan tanda dan gejala menopause

yaitu : ingatan menurun, kecemasan, mudah tersinggung, stress dan depresi.

B.Sikap

1. Pengertian Sikap

Sikap pada awalnya diartikan sebagai suatu syarat munculnya suatu tindakan. Fenomena sikap adalah mekanisme mental yang mengevaluasi, membentuk pandangan, mewarnai perasaan, dan akan ikut menentukan kecendrungan perilaku kita terhadap manusia atau sesuatu yang akan kita hadapi, bahkan terhadap diri kita sendiri. Pandangan dan perasaan kita terpengaruh oleh ingatan masa lalu, oleh apa yang kita ketahui dan kesan kita terhadap apa yang sedang kita hadapi saat ini (Azwar, 2007).

Tokoh lain yang mengungkapkan tentang pengertian sikap di antaranya adalah LaPierre (dalam Azwar, 2007) yang mendefinisikan sikap sebagai suatu


(34)

pola perilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana, sikap adalah respon terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan

Menurut Thurstone (dalam Edwards, 1957), sikap adalah derajat afek positif atau afek negative terhadap suatu objek psikologis. Tokoh lainnya yang mengungkapkan tentang pengertian sikap adalah Fishbein (dalam Shaw & Coztanzo, 1982) yang mengungkapkan sikap sebagai respon implicit yang dipelajari, yang intensitas dan kecendrungannya mengarahkan respon overt individu terhadap suatu objek dapat bervariasi. Menurutnya, individu memiliki sikap terhadap terhadap semua objek, yang dapat bersikap positif, negative, atau netral.

Azwar (2007), menggolongkan definisi sikap dalam tiga kerangka pemikiran. Pertama, sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Berarti sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favourable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavourable) pada objek tersebut. Kedua, sikap merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu. Ketiga skema tiradik. Menurut pemikiran ini suatu sikap merupakan konstelasi komponen kognitif, afektif dan konatif yang saling berinteraksi didalam memahami, merasakan dan berperilaku terhadap suatu objek.

Berdasarkan pengertian-pengertian tentang sikap di atas, maka dapat disimpulkan bahwa sikap adalah suatu keteraturan dalam merespon suatu objek di lingkungan yang memiliki komponen kognitif, afektif, dan konatif yang saling


(35)

berinteraksi untuk merespon objek tersebut sehingga individu tersebut dapat bersikap positif, negative atau netral terhadap objek sikap.

2. Komponen Sikap

Menurut Azwar (2007), sependapat bahwa struktur sikap melibatkan 3 (tiga) komponen yang saling berhubungan yaitu:

a. Komponen Kognitif

Komponen kognitif berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap. Kepercayaan datang dari apa yang telah kita lihat atau apa yang telah kita ketahui. Kepercayaan ini dapat terus berkembang. Pengalaman pribadi, apa yang diceritakan orang lain, dan kebutuhan emosional individu merupakan determinan utama dalam terbentuknya kepercayaan. Namun, kepercayaan sebagai komponen kognitif tidak selalu akurat. Terkadang kepercayaan itu terbentuk justru dikarenakan kurang atau tidak adanya informasi yang benar mengenai objek yang dihadapi.

b. Komponen Afektif

Komponen afektif menyangkut masalah emosional subjektif seseorang terhadap suatu objek sikap. Secara umum, komponen ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu. Reaksi emosional yang merupakan komponen afektif pada umumnya banyak dipengaruhi oleh kepercayaan atau apa yang dipercayai sebagai benar bagi objek yang dimaksud.


(36)

c. Komponen Konatif

Komponen perilaku atau komponen konatif dalam struktur sikap menunjukkan bagaimana kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapi. Kaitan ini didasarkan oleh asumsi bahwa kepercayaan dan perasaan banyak mempengaruhi perilaku. Bagaimana orang berperilaku dalam situasi tertentu dan terhadap stimulus tertentu akan banyak ditentukan oleh bagaimana kepercayaan dan perasaannya terhadap stimulus tersebut.

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa sikap terdiri dari tiga komponen yang saling berkaitan satu sama lain, yaitu komponen kognitif (kepercayaan), komponen afektif (perasaan), dan komponen konatif (kecenderungan berperilaku) yang berhubungan dengan objek sikap.

3. Fungsi Sikap

Katz (dalam Azwar, 2007) merumuskan empat fungsi sikap bagi manusia, yaitu :

a. Fungsi instrumental, fungsi penyesuaian, atau fungsi manfaat

Fungsi ini menyatakan bahwa individu dengan sikapnya berusaha untuk memaksimalkan hal-hal yang diinginkan dan meminimalkan hal-hal yang tidak diinginkan. Dengan demikian, individu akan membentuk sikap positif terhadap hal-hal yang dirasakannya akan mendatangkan keuntungan dan membentuk sikap negatif terhadap hal-hal yang dirasakan merugikan dirinya.


(37)

b. Fungsi pertahanan ego

Fungsi ini bekerja ketika individu mengalami hal yang tidak menyenangkan dan mengancam egonya atau ketika mengetahui fakta dan kebenaran yang tidak mengenakkan bagi dirinya sehingga akan melindunginya dari kepahitan kenyataan tersebut.

c. Fungsi pernyataan nilai

Nilai merupakan konsep dasar mengenai apa yang dipandang sebagai baik dan diinginkan. Dengan fungsi nilai ini seseorang sering kali mengembangkan sikap tertentu untuk memperoleh kepuasan dalam menyatakan nilai yang dianutnya sesuai dengan penilaian pribadi dan konsep dirinya.

d. Fungsi pengetahuan

Menurut fungsi ini manusia mempunyai dorongan dasar untuk ingin tahu, untuk mencari penalaran, dan untuk mengorganisasikan pengalamannya. Jadi sikap berfungsi sebagai suatu skema, yaitu suatu cara strukturial agar dunia sekitar tampak logis dan masuk akal.

4. Faktor-Faktor Pembentukan Sikap

Azwar (2007) mengatakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap yaitu :

1. Pengalaman pribadi

Apa yang telah dan sedang dialami oleh seorang individu akan ikut membentuk dan mempengaruhi penghayatannya terhadap stimulus sosial. Tanggapan akan menjadi salah satu dasar pembentukan sikap. Untuk dapat memiliki tanggapan


(38)

dan penghayatan, seorang individu harus mempunyai pengalaman yang berkaitan dengan objek psikologi. Penghayatan itu kemudian akan membentuk sikap positif atau sikap negatif yang juga tergantung pada berbagai faktor lain. Sehubungan dengan hal ini, Middlebrook (dalam Azwar, 2007) mengatakan bahwa tidak adanya pengalaman sama sekali dengan suatu objek psikologis cenderung akan membentuk sikap negatif terhadap objek tersebut.

2. Kebudayaan

Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita. Skinner (dalam Azwar, 2007) sangat menekankan pengaruh lingkungan (termasuk kebudayaan) dalam membentuk kepribadian seseorang. Hanya kepribadian individu yang telah mapan dan kuat yang dapat memudarkan dominasi kebudayaan dalam pembentukan sikap individual.

3. Pengaruh orang lain yang dianggap penting

Orang lain yang berada di sekitar kita merupakan salah datu di antara komponen sosial yang ikut mempengaruhi sikap individu. Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap yang konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggap penting. Orang yang dianggap penting bagi individu biasanya adalah orang tua, orang yang status sosialnya lebih tinggi, teman sebaya, teman dekat, guru, teman kerja, istri atau suami, dan lain-lain. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut.


(39)

4. Media massa

Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan lainnya mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang. Dalam penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media massa membawa pula pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai suatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Pesan-pesan sugestif yang dibawa oleh informasi tersebut, apabila cukup kuat akan memberi dasar afektif dalam menilai sesuaru hal sehingga terbentuklah arah sikap tertentu. Walaupun pengaruh media massa tidaklah sebesar pengaruh interaksi secara langsung, namun dalam proses pembantukan dan perubahan sikap, peranan media massa tidak kecil artinya.

5. Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama

Lembaga pendidikan serta lembaga agama sebagai suatu sistem mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Pemahaman akan baik dan buruk, garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan yang tidak boleh, diperoleh dari pendidikan dan dari pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya.

6. Pengaruh faktor emosional

Tidak semua bentuk sikap ditentukan oleh situasi lingkungan dan pengalaman pribadi seseorang. Suatu bentuk sikap terkadang merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustrasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. Sikap demikian dapat merupakan


(40)

sikap yang sementara dan segera berlalu begitu frustrasi telah hilang, akan tetapi dapat pula merupakan sikap yang lebih persisten dan bertahan lama.

C.Dewasa Madya

1. Pengertian Dewasa Madya

Masa dewasa madya atau usia setengah baya adalah masa usia antara 40 sampai 60 tahun. Usia madya merupakan periode yang panjang dalam rentang kehidupan manusia, yang dibagi ke dalam dua subbagian, yaitu : usia madya dini (40-50 tahun) dan usia madya lanjut (50-60 tahun). Masa dewasa madya ditandai dengan adanya perubahan-perubahan jasmani dan mental (Hurlock, 1999).

2. Karakteristik Usia Madya

Hurlock (1999) mengungkapkan terdapat sejumlah karakteristik usia dewasa madya, yaitu :

a. Periode yang sangat ditakuti

Periode usia madya merupakan masa yang lebih menakutkan bila dilihat dari seluruh kehidupan manusia. Beberapa alasannya adalah banyaknya

stereotipe yang tidak menyenangkan tentang usia madya, yaitu adanya kepercayaan tentang kerusakan mental dan fisik yang diduga disertai dengan menurunnya fungsi reproduksi seseorang. Selain itu adanya penekanan terhadap pentingnya masa muda. Hal ini memberi pengaruh yang kurang menguntungkan terhadap sikap orang dewasa pada saat memasuki usia madya dalam kehidupan mereka.


(41)

b. Masa transisi

Usia madya merupakan masa transisi dimana pria dan wanita meninggalkan ciri-ciri jasmani dan perilaku masa dewasanya dan memasuki suatu periode dalam kehidupan yang akan diliputi oleh ciri-ciri jasmani dan perilaku yang baru. Periode ini merupakan masa dimana pria mengalami perubahan keperasaan dan wanita mengalami perubahan dalam kesuburan. Transisi juga berarti penyesuaian diri terhadap minat, perilaku dan peran. Terjadi perubahan hubungan yang awalnya berpusat pada keluarga (family centered relationship) menjadi hubungan yang berpusat pada pasangan (pair centered relationship). Pada perubahan peran, pria harus menyesuaikan diri terhadap perubahan kondisi pekerjaan yang perlu disesuaikan dengan kondisi fisik mereka. Bagi wanita, ia harus menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi, baik dalam rumah tangga maupun dalam pekerjaan. c. Masa stress

Penyesuaian secara radikal terhadap peran dan pola hidup yang berubah, khususnya bila disertai dengan berbagai perubahan fisik, selalu cenderung merusak keseimbangan fisik dan psikologis seseorang dan membawanya ke masa stres. Misalnya kebanyakan wanita mengalami gangguan saat mereka mengalami menopause, anak-anak yang meninggalkan rumah, dan hal ini memaksa mereka melakukan penyesuaian dalam pola hidup mereka. Bagi pria, umumnya pada usia 50-an mereka melakukan penyesuaian terhadap masa pensiun.


(42)

d. Usia yang berbahaya

Beberapa hal yang dianggap berbahaya diantaranya adalah mengalami kesulitan kondisi fisik sebagai akibat terlalu banyak bekerja, rasa cemas yang berlebihan, ataupun kurang memperhatikan kehidupan.

e. Usia canggung

Usia madya dikenal dengan istilah “usia serba canggung”, dimana seseorang yang berusia madya tidak lagi muda tetapi juga tidak tua. Orang yang berusia madya seolah-olah berdiri di antara generasi yang lebih muda dan generasi yang lebih tua.

f. Masa berprestasi

Selama usia madya, orang akan menjadi lebih sukses atau sebaliknya mereka berhenti beraktivitas dan tidak mengerjakan sesuatu apapun lagi. Apabila orang berusia madya memiliki kemauan yang kuat untuk berhasil, mereka akan mencapai puncaknya dan menikmati hasil dari kerja keras yang dilakukan sebelumnya.

g. Masa evaluasi

Pada umumnya seseorang pada usia madya mencapai puncak prestasinya, maka pada masa ini merupakan saat untuk mengevaluasi prestasi tersebut berdasarkan aspirasi mereka dan harapan-harapan orang lain, khususnya anggota keluarga dan teman.

h. Masa sepi

Usia madya dialami sebagai masa sepi, masa ketika anak-anak tidak lagi tinggal bersama orangtua. Periode ini lebih bersifat traumatic bagi wanita


(43)

daripada pria. Hal ini terjadi khususnya pada wanita yang menghabiskan waktu mereka dengan pekerjaan rumah tangga dan bagi mereka yang kurang memiliki minat untuk mengisi waktu senggang. Kondisi yang serupa juga dialami pria ketika mereka mengundurkan diri dari pekerjaan atau karena pensiun.

i. Masa jenuh

Pria menjadi jenuh dengan kegiatan rutin sehari-hari dan kehidupan bersama keluarga yang hanya memberikan sedikit hiburan. Sedangkan wanita banyak menghabiskan waktu untuk memelihara rumah dan membesarkan anak-anaknya.

3. Tugas Perkembangan Dewasa Madya

Tugas-tugas perkembangan usia madya menurut Hurlock (1999), adalah : a. Penyesuaian diri terhadap perubahan fisik

Mereka harus benar-benar menyadari bahwa fisiknya sudah tidak mampu berfungsi seperti sebelumnya saat mereka masih kuat. Mereka juga harus menerima kenyataan bahwa kemampuan reproduksi mereka sudah berkurang atau bahkan mereka akan kehilangan dorongan serta daya tarik seksual.

b. Penyesuaian diri terhadap minat yang berubah

Perubahan minat yang ada pada usia madya terjadi sebagai akibat dari perubahan tugas, tanggung jawab, kesehatan dan peran dalam hidup.

c. Penyesuaian sosial

Usia madya sering membawa perubahan minat dalam kehidupan sosial.. Banyak wanita usia madya menyadari bahwa kegiatan sosial dapat


(44)

menghilangkan kesepian karena anak-anaknya sudah dewasa dan berkeluarga. Selain itu apabila seseorang mulai memasuki masa pensiun, kegiatan masyarakatnya pun akan berkurang. Akibatnya seseorang cenderung menghabiskan waktunya dengan keluarga dekat.

d. Penyesuaian pekerjaan

Banyak orang usia madya tidak dipekerjakan lagi akibat dari meningkatnya penggunaan alat-alat kerja dan adanya kecenderungan penggabungan perusahaan. Penyesuaian terhadap pekerjaan bagi orang usia madya menjadi sulit karena sejumlah kondisi baru dalam lingkungan pekerjaan. e. Penyesuaian terhadap perubahan pola keluarga

Pola kehidupan keluarga banyak mengalami perubahan selama periode usia madya. Penyesuaian terhadap perubahan ini biasanya lebih sulit bagi wanita daripada pria karena kehidupan wanita berpusat pada rumah dan anggota keluarga selama tahun-tahun sebelumnya. Penyesuaian terhadap perubahan keluarga sering dipengaruhi oleh sejumlah faktor yang berhubungan secara langsung ataupun tidak langsung. Selain itu pria dan wanita yang kecewa terhadap perkawinannya memiliki alasan yang berbeda. Pria kecewa dengan perkawinannya apabila ia merasa kurang berhasil dalam pekerjaannya ataupun adanya masalah dalam keluarga. Sedangkan wanita kecewa dengan perkawinannya apabila ada masa ini ia merasa tidak berguna karena tanggungjawabnya sebagai ibu berkurang, atau ia merasa suami tidak memperhatikannya.


(45)

Perubahan pola keluarga membuat seseorang melakukan beberapa penyesuaian, diantaranya adalah penyesuaian terhadap perubahan peran. Hal ini dapat terlihat saat anak-anak mereka meninggalkan rumah, dan orangtua harus menghadapi penyesuaian kehidupan yang biasa disebut periode sarang kosong (empty nest). Selain itu dengan berakhirnya tanggung jawab sebagai orangtua, suami dan isteri menjadi saling bergantung satu sama lain.

f. Penyesuaian diri dengan hilangnya pasangan

Kehilangan pasangan karena kematian ataupun perceraian akan menimbulkan masalah penyesuaian diri bagi seseorang. Hal ini lebih terasa menyulitkan bagi wanita daripada pria. wanita usia madya yang kehilangan pasangan akan mengalami kesepian yang mendalam. Sedangkan pria yang kehilangan pasangan akan mengalami kekacauan pola hidup dalam rumah tangganya.

g. Penyesuaian diri pada masa pensiun

Masalah penyesuaian yang paling umum dalam masa pensiun adalah masalah yang berhubungan dengan anggota keluarga. Selain itu penyesuaian diri dalam menghadapi masa pensiun lebih sulit bagi pria, dan kesulitan tersebut akan bertambah apabila tidak ada dukungan dari anggota keluarga. Sebaliknya hal ini tidak terlalu sulit bagi wanita, mereka tidak sulit mengisi waktu luang, dan mereka juga terbebas dari tekanan yang disebabkan oleh peran ganda yang disandangnya.


(46)

h. Penyesuaian diri dengan ambang usia lanjut

Orang pada usia madya sering mengalami ketakutan menghadapi usia lanjut, dan akibatnya mereka sering merasa tidak tenang. Biasanya mereka tidak mempersiapkan diri secara memadai dalam melakukan penyesuaian yang diperlukan semasa usia lanjut. Dengan demikian banyak dari mereka yang menghadapi usia lanjut sebagai salah satu periode hidup yang paling mengecewakan. Oleh karena itu apabila seseoang ingin menyesuaikan diri dengan baik pada masa tuanya, ia harus membuat persiapan yang baik agar dapat menghadapi masa tua dengan lebih baik.

D.Wanita Bekerja

1. Pengertian Wanita bekerja

Wanita bekerja sering disebut juga wanita karir. Istilah ini dimaksudkan bagi wanita yang memperoleh mengalami perkembangan dan kemajuan dalam pekerjaan, jabatan dan lainnya. Jadi arti pertama dari wanita karir adalah wanita yang bekerja demi mencari uang. Pengertian kedua lebih cenderung kepada pemanfaatan kemampuan jiwa/ karena memperoleh perkembangan dan kemajuan dalam pekerjaan, jabatan dan lainnya (Hendrick & Hendrick,1992).

Wanita bekerja adalah wanita yang berperan sebagai ibu dan bekerja diluar rumah untuk mendapatkan penghasilan disamping berada dirumah dan membesarkan anak (Working Mother Forum, 2000). Maheshwari (1999) mengatakan bahwa wanita bekerja adalah wanita yang pergi keluar rumah dan mendapatkan bayaran atau gaji.


(47)

Menurut Matlin (1987), wanita bekerja memiliki dua arti, yaitu wanita yang bekerja di luar rumah dan wanita yang bekerja di dalam rumah. Unger (2004) mengemukakan istilah wanita bekerja atau ibu bekerja itu menunjukkan bahwa wanita itu tidak benar-benar bekerja sampai dia mendapatkan penghasilan. Banyak persoalan yang dialami oleh para wanita-ibu rumah tangga yang bekerja di luar rumah, seperti bagaimana mengatur waktu dengan suami dan anak hingga mengurus tugas-tugas rumah tangga dengan baik. Ada yang bisa menikmati peran gandanya namun ada juga yang merasa kesulitan hingga akhirnya menimbulkan persoalan.

Berdasarkan pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa ibu yang memiliki status bekerja adalah seorang ibu yang memiliki pekerjaan di luar rumahnya penghasilan.

2. Faktor-faktor yang Melandasi Wanita Bekerja

Menurut Yulia (2007), faktor-faktor yang mendasari kebutuhan wanita untuk bekerja di luar rumah adalah :

a. Tuntutan Hidup

Ada beberapa wanita yang bekerja bukan karena mereka ingin bekerja tetapi lebih karena tuntutan hidup. Gaji suami tidak bisa mencukupi kebutuhan hidup sehingga mereka terpaksa bekeja. Sepertinya tidak mungkin membina suatu rumah tangga baru jika si istri tidak mendukung keuangan keluarga khususnya bagi karyawan dengan gaji yang terbatas. Hal yang menyedihkan adalah jika wanita harus bekerja karena suaminya menggangur. Jika hal ini


(48)

terjadi, pada wanita tersebut tiga beban yaitu menjadi ibu, menjadi istri, dan menjadi pencari nafkah. Hal ini bisa terjadi secara tiba-tiba karena suami terkena pemutusan hubungan kerja atau karena sakit sehingga tidak bisa bekerja lagi.

b. Pendapatan tambahan untuk keleluasaan finansial

Bagi beberapa wanita, jika mereka mempunyai penghasilan sendiri, mereka merasa lebih bebas dalam menggunakan uang. Mereka bisa mendukung keuangan keluarga mereka sendiri seperti member uang untuk orangtua, ikut membiayai kuliah adik, memberi sumbangan untuk keluarga yang sakit dan sebagainya.

c. Aktualisasi diri dan prestise

Manusia mempunyai kebutuhan akan aktualisasi diri, dan menemukan makna hidupnya melalui aktivitas yang dijalaninya. Bekerja adalah salah satu sarana yang dapat dipergunakan oleh manusia dalam menemukan makna hidupnya. Dengan berkarya, berkreasi, mencipta, mengekspresikan diri, mengembangkan diri dan orang lain, membagikan ilmu dan pengalaman, menemukan sesuatu, menghasilkan sesuatu serta mendapatkan penghargaan, penerimaan, prestasi merupakan bagian dari proses penemuan dan pencapaian kepenuhan diri. Kebutuhan akan aktualisasi diri melalui profesi ataupun karir, merupakan salah satu pilihan yang banyak diambil oleh para wanita di zaman sekarang ini, terutama dengan makin terbukanya kesempatan yang sama pada wanita untuk meraih jenjang karir yang tinggi. Bagi wanita yang sejak sebelum menikah sudah bekerja karena dilandasi oleh kebutuhan aktualisasi diri yang


(49)

tinggi, maka ia akan cenderung kembali bekerja setelah menikah dan mempunyai anak. Mereka merasa bekerja dan pekerjaan adalah hal yang sangat bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan aktualisasi diri dan kebanggaan diri selain mendapatkan kemandirian secara finansial.

d. Pengembangan bakat menjadi komersial

Banyak juga ibu rumah tangga yang menjadi pengusaha atau tokoh terkenal bukan karena mengejar karir tetapi karena dengan sendirinya mereka berkembang oleh bakat yang dimilikinya. Ada banyak karir gemilang yang didapat oleh kaum ibu yang bermula dari sekedar hobi, seperti hobi menjahit, memasak, merangkai bunga, bahkan bergaul dan berbicara.

e. Kejenuhan di rumah

Ada juga para ibu yang rela meninggalkan anak-anak di rumah bukan karena desakan ekonomi dan bukan pula karena desakan batin untuk mengaktualisasikan dirinya. Mereka hanyalah ibu-ibu yang merasa bosan jika harus mengurus anak di rumah. Mereka lebih senang jika bisa mempunyai kesibukan dan berkesempatan untuk bercanda ria dengan rekan-rekan kerja.

E. Wanita Tidak Bekerja

1. Pengertian wanita tidak bekerja

Adiningsih (2004) mengatakan bahwa dalam UU Perkawinan No.1/1974 pasal 31 ayat 3, seorang istri didefinisikan sebagai ibu rumah tangga. Definisi ini menunjukkan bahwa seorang istri bertanggung jawab akan urusan rumah tangga, yang tidak menghasilkan, sehingga ia tergantung pada hasil kerja suaminya.


(50)

Wanita tidak bekerja dapat disebut juga dengan ibu rumah tangga (housewife). Menurut kamu Oxford, pengertian housewife adalah :

“ a married woman whose main occupation is carrying for her family and running the household”

Vivian (1999) mengatakan bahwa di Austria kata ibu rumah tangga adalah wanita 18 tahun atau diatas 18 tahun, yang mengurus rumah. Di Perancis ibu rumah tangga diartikan sebagai female shopper.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa wanita tidak bekerja adalah seorang wanita yang bertanggung jawab untuk mengurus rumah tangga atau merawat keluarga tanpa memiliki pekerjaan diluar rumah.

F. Perbedaan Sikap Terhadap Menopause Pada Wanita Bekerja Dan Tidak Bekerja

Peristiwa penting dalam kehidupan seorang wanita yang akan dialami oleh wanita yang memasuki usia madya adalah menopause. Sebagian besar wanita menganggap bahwa menopause adalah suatu yang mengkhawatirkan dan menakutkan, meskipun hal tersebut merupakan hal yang alami. Menopause akan memunculkan perubahan-perubahan fisik yang menyebabkan permasalahan psikologis. Perubahan fisik tersebut antara lain hambatan fungsi ingatan, mudah marah, cemas dan mudah tersinggung (Bromwich, 1992).Menurut hasil penelitian Wilujeng (2008) tentang perubahan fisik dan psikologis ibu pada masa menopause

di Medan Johor data yang diperoleh dari perubahan fisik 107 orang responden yang memiliki gejala tingkat sedang yang timbul pada ibu dengan keluhan kulit


(51)

keriput 52,3% dan bertambah berat badan 50,5%. Sedangkan yang mengalami perubahan psikologis wanita menopause di Kelurahan Medan Johor sebanyak 71,0%, dan gangguan yang timbul dengan keluhan cepat marah 35,5%, mudah tersinggung 37,4%.

Perubahan yang diikuti dengan gejala-gejala menopause tersebut terjadi karena produksi hormon estrogen di indung telur tiba-tiba berhenti. Dalam masa ini juga wanita menopause sering mengalami depresi (menopausal depression) yang ditandai dengan the emptyness syndrom. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Robertson (dalam Christiani, 2000) di Menopause Clinic Australia bahwa ditemukannya 31,3 % pasien yang mengalami kecemasan dan depresi dari 300 pasien usia menopause. Keadaan-keadaan tersebut secara psikologis sangat menekan meskipun ada juga wanita yang tidak merasakan apa-apa atau tidak ada keluhan-keluhan fisik saat datangnya menopause (Palupi, 2007) Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh berat ringannya stress yang dialami wanita dalam menghadapi masa menopause sebagai akibat penilaiannya terhadap

menopause (Retnowati Noor, 2001).

Apa yang dialami oleh seseorang akan menentukan bagaimana sikap seseorang terhadap hal tersebut. Seperti yang diungkapkan oleh Azwar (2007) bahwa dalam kehidupan sehari-hari selalu saja ada mekanisme mental yang mengevaluasi, membentuk pandangan, mewarnai perasaan, dan akan ikut menentukan kecenderungan perilaku seorang individu terhadap sesuatu yang dihadapi. Sikap tidak hanya ditentukan oleh keadaan objek yang sedang dihadapi individu, tapi juga berkaitan dengan pengalaman-pengalaman masa lalu, situasi di


(52)

saat sekarang, serta harapan-harapan individu untuk masa yang akan datang. Sikap positif terhadap menopause diyakini dapat memudahkan transisi

menopause, sedangkan sikap negatif dapat menyebabkan stress dan tekanan psikologis (Berger, 1999).

Saat memasuki menopause, ada wanita yang menyambutnya dengan biasa bahkan ada juga dengan sikap positif karena menganggap kondisi ini sebagai bagian dari siklus kehidupan alamiah. Sebaliknya ada yang menyambutnya dengan sikap negatif dan penuh kecemasan. Kondisi emosi tidak stabil ini bisa dikarenakan pengaruh perubahan hormon, atau bisa karena faktor yang sifatnya sangat individual. Selain itu, fase menopause sering diringi dengan keadaan menegangkan lain dalam kehidupan wanita seperti merawat orang tua lanjut usia, memasuki masa pensiun, melihat anak-anak tumbuh dewasa dan meninggalkan rumah serta penyesuaian–penyesuaian lain dalam kehidupan setengah baya (Palupi, 2007).

Dalam hal ini, Gluckman (1979) berpendapat bahwa pada umumnya wanita yang banyak mengalami masalah pada masa menopause adalah wanita tidak bekerja. Wanita tersebut yang hidupnya selalu tertekan dan tidak bebas, sehari-hari hanya berurusan dengan anak-anak, mereka lebih mudah terkena depresi. Berbeda dengan wanita yang bekerja, apapun jenis pekerjaannya mereka lebih sulit terserang depresi karena dapat melibatkan dirinya secara aktif dalam suatu peran dan bisa memuaskan kebutuhannya (Sadli, 1983). Seseorang bisa melakukan interaksi dan sosialisasi dengan orang lain dengan bekerja sehingga dapat mengurangi kecemasan dan menambah harga diri seseorang. Hal tersebut


(53)

sejalan dengan pendapat Jatman (2000), wanita menopause yang berpendidikan tinggi dan bekerja di luar rumah, juga tidak mudah terkena depresi karena dapat melibatkan dirinya secara aktif sehingga dapat dilihat bahwa wanita yang tidak bekerja akan merasa transisi dalam memasuki masa menopause lebih berat daripada wanita yang bekerja.

Namun tidak semua wanita yang bekerja merasakan hal positif. Wanita yang bekerja memiliki peran ganda selain sebagai istri, ibu rumah tangga, juga sebagai pencari nafkah, dan menjalankan peran tersebut sering mengalami stres (Astrini, 2001). Sebagai pencari nafkah, wanita bekerja sering mengalami stres yang bersumber dari lingkungan kerja. Alasan yang menyebabkan terjadinya stres antara lain, tuntutan kerja, tanggung jawab kerja, lingkungan fisik kerja, hubungan social yang buruk, pendidikan rendah, peningkatan jenjang karir serta merasa tidak nyaman dalam bekerja (Hardjana, 1994).

Dalam penelitian yang dilakukan di Amerika, gejala yang dialami wanita bekerja mulai dari sedang sampai parah sangat mengganggu dalam bekerja bahkan ada yang sampai berhenti bekerja (Sarrel, 1991). Gejala yang dialami dalam menopause yang berdampak pada pekerjaan adalah konsentrasi yang buruk, kelelahan, memori yang buruk, kurang percaya diri. Gejala rasa panas yang dialami di tempat kerja merupakan sumber utama penderitaan bagi banyak wanita bekerja (Griffiths, MacLennan & Vida Wong, 2010). Gejala-gejala menopause

dapat menimbulkan masalah dan rasa malu bagi beberapa wanita, sehingga mereka merasa kurang percaya diri dan bertentangan dengan citra profesional


(54)

yang diinginkan. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melihat perbedaan sikap terhadap menopause pada wanita bekerja dan tidak bekerja.

G. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian teoritis yang telah dikemukakan, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini yaitu terdapat perbedaan sikap dalam menghadapi


(55)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian sangat menentukan suatu penelitian karena menyangkut cara yang benar dalam pengumpulan data, analisa data, pengambilan kesimpulan hasil penelitian yang meliputi : identifikasi variabel, definisi operasional, subjek penelitian, populasi dan sampel, teknik pengambilan sampel, metode pengambilan sampel, metode pengumpulan data, alat ukur, serta metode analisa data. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian komparatif (Comparative Research) yang bertujuan untuk membandingkan dua atau lebih varians dalam satu variable (Hadi, 2000). Variabel yang mempunyai varians dalam penelitian ini adalah : wanita bekerja dan tidak bekerja.

A. Identifikasi Variabel

Variabel merupakan sebuah simbol dimana angka-angka atau nilai ditetapkan dan suatu konsep atau pengertian dapat dikatakan sebagai variabel bila menunjukkan adanya variasi (Kerlinger, 2000). Sesuai dengan tujuan penelitian, maka dalam penelitian ini variable yang terlibat adalah :

Variabel Tergantung : Sikap Terhadap Menopause


(56)

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian 1. Sikap Terhadap Menopause

Sikap terhadap menopause adalah kecenderungan individu untuk memahami, merasakan dan berperilaku dalam keadaan menopause yang ditandai dengan gejala fisik dan psikologis, dapat berupa kecenderungan untuk bersikap positif atau negatif, menghindar atau menerima, siap atau tidak siap.

Sikap terhadap menopause dalam penelitian ini akan diungkap menggunakan alat ukur berupa skala sikap yang disusun berdasarkan teori sikap yang dikemukakan oleh Azwar (2007) dan konsep menopause yang dikemukakan oleh Aqila (2010), yaitu : gejala fisik dan gejala psikologis.

Total skor yang diperoleh dalam skala sikap terhadap menopause

menunjukkan pengetahuan, perasaan dan kecendrungan perilaku subjek terhadap

menopause. Semakin tinggi skor yang diperoleh subjek dalam skala sikap terhadap menopause, artinya semakin positif sikap yang dimilikinya terhadap menopause. Sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh subjek dalam skala sikap terhadap menopause, artinya semakin negatif sikap yang dimilikinya terhadap menopause.

2. Status Pekerjaan

Status pekerjaan adalah kedudukaan seseorang dalam melakukan pekerjaan di suatu unit usaha atau kegiatan yang terbagi dalam bekerja dan tidak bekerja.


(57)

Wanita bekerja adalah wanita yang bekerja di luar rumah dan mendapatkan penghasilan sedangkan wanita yang tidak bekerja adalah wanita yang tidak melakukan pekerjaan, mencari penghasilan dan hanya menjalankan fungsi sebagai ibu rumah tangga saja.

C. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel 1. Populasi dan Sampel

Menurut Kuncoro (2003) populasi adalah sekelompok elemen yang lengkap yang biasanya berupa orang, objek, transaksi atau kejadian di mana kita tertarik untuk mempelajari atau menjadikan sebagai objek penelitian. Populasi pada penelitian ini adalah wanita dewasa madya menopause yang bekerja dan tidak bekerja di kota Medan. Mengingat keterbatasan penulis untuk menjangkau seluruh populasi, maka penulis hanya meneliti sebagian dari keseluruhan populasi yang dijadikan sebagai subjek penelitian yaitu yang lebih dikenal dengan nama sampel. Adapun karakteristik sampel yang digunakan dalam penelitian ini :

a. Wanita menopause yang bekerja dan tidak bekerja b. Bertempat tinggal di kota medan

c. Berusia 45-60 tahun

Pakasi (2000), menjelaskan definisi menopause yaitu berhentinya menstruasi, yang dimulai dan berakhir pada awal lanjut usia yaitu sekitar 40-65 tahun.

Menurut Azwar (2004), secara tradisional statistika menganggap jumlah sampel yang lebih dari 60 orang sudah cukup banyak. Dengan memperhatikan sisi ekonomis dan efisien, maka banyaknya sampel yang akan digunakan sebagai


(58)

subjek sebaiknya adalah sebanyak mungkin yang dapat diperoleh. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 80 orang, yaitu 40 orang wanita menopause bekerja dan 40 orang wanita menopause tidak bekerja. Sedangkan untuk uji coba (try out) digunakan sampel sebanyak 87 orang.

2. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik incidental sampling, yaitu teknik pengambilan sampel dengan hanya menyelidiki individu-individu atau grup-grup yang kebetulan dijumpai atau dapat dijumpai saja (Hadi, 2000). Dalam hal ini jika peneliti menemukan individu yang sesuai dengan karakteristik subjek penelitian, maka peneliti langsung menjadikannya sampel penelitian. Teknik pengambilan sampel ini dilakukan dengan memberikan skala sikap terhadap menopause kepada wanita dewasa madya yang bekerja dan tidak bekerja.

D. Metode Pengumpulan Data

Alat ukur penelitian hendaknya disesuaikan dengan tujuan penelitian dan bentuk data yang akan diambil dan diukur (Hadi, 2000). Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan instrumen alat ukur self-report berupa skala. Skala merupakan suatu bentuk pengukuran terhadap performansi tipikal individu yang cenderung dimunculkan dalam bentuk respon terhadap situasi-situasi tertentu yang sering dihadapi (Azwar, 2009).


(59)

Pengumpulan data dalam penelitian ilmiah dimaksudkan untuk memperoleh informasi yang relevan, akurat dan memadai. Pentingnya prosedur adalah baik buruknya penelitian tergantung pada teknik-teknik pengumpulan datanya (Hadi, 2000). Penelitian ini akan menggunakan skala, yaitu skala sikap. Skala sikap terdiri dari kumpulan pernyataan-pernyataan mengenai suatu objek sikap. Dari respon subjek pada setiap pernyataan itu kemudian dapat disimpulkan mengenai arah dan intensitas sikap seseorang (Azwar, 2007).

Skala psikologi yang digunakan dalam mengukur sikap terhadap

menopause mengunakan skala likert yang berjumlah 72 aitem yang terdiri dari aitem favorable dan unfavorable, dengan menggunakan lima pilihan jawaban yaitu : Sangat sesuai (SS), Sesuai (S), Netral (N), Tidak Sesuai (TS) dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Pemberian skor untuk skala ini bergerak dari 5 sampai 1 untuk aitem favorable, sedangkan untuk aitem unfavorable bergerak dari 1 sampai 5. Pemberian skor untuk skala ini dapat dilihat pada tabel 1, sedangkan Blue print

skala sikap terhadap menopause dapat dilihat pada 2.

Tabel 1. Bobot Nilai Pernyataan Skala sikap

Bobot nilai STS TS N S SS

Favorable 1 2 3 4 5


(60)

Tabel 2. Blue Print Aitem Skala sikap

No Komponen Objek Sikap

Komponen Sikap

Total Kognitif Afektif Konatif

F Uf F Uf F Uf

1 Gejala Fisik 1,7,13,1 9,43 2,8,20,3 2,68 21,27,3 9,51 4,22,52, 70 5,11,29, 47,53,5 9,65,71 6,12,2 4,36,6 0,66 33

2 Gejala Psikologis 25,31,3 7,49,55, 61,67 14,26,3 8,44,50, 56,62, 3,9,15,3 3,45,57, 63,69 10,16,28 ,34,40,4 6,58,64 17,23,3 5,41, 18,30, 42,48, 54,72 39

Total 12 12 12 12 12 12 72

E. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur 1. Validitas Alat Ukur

Validitas adalah ukuran sejauhmana ketepatan dan kecermatan suatu instrumen pengukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Uji validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi yaitu berkaitan dengan apakah aitem mewakili pengukuran dalam area isi sasaran yang diukur. Validitas isi merupakan hal utama dalam suatu tes yang biasanya dinilai dengan menggunakan pertimbangan pakar (Azwar, 2000). Setelah aspek-aspek yang akan diukur ditentukan, peneliti akan menyusun aitem-aitem mengacu pada blue-print yang telah dibuat sebelumnya. Selanjutnya, peneliti meminta pertimbangan professional (professional judgement) mengenai aitem-aitem mana yang dapat dijadikan alat ukur sesuai dengan blue print yang ada.

Setelah melakukan pengujian validitas isi, dilanjutkan dengan melakukan uji daya beda aitem pada skala. Uji daya beda aitem adalah sejauhmana aitem mampu membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki dan tidak memiliki atribut yang diukur. Prinsip kerja yang dijadikan dasar untuk


(61)

melakukan seleksi aitem adalah memilih aitem-aitem yang fungsi ukurnya selaras atau sesuai dengan fungsi ukur alat ukur. Seleksi aitem dilakukan dengan menghitung koefisien korelasi yang menggunakan koefisien korelasi Pearson Product Moment dengan bantuan komputer dari program SPSS version 17.00 for windows. Prosedur pengujian ini menghasilkan koefisien korelasi aitem total yang dikenal dengan indeks daya beda aitem. Indeks daya beda aitem adalah sejauhmana aitem mampu membedakan antara individu atau kelompok yang memiliki dan yang tidak memiliki atribut yang diukur. Setiap butir aitem pada skala ini dikorelasikan dengan skor total skala. Prosedur pengujian ini menggunakan taraf signifikansi 95% (p < 0,05). Aitem yang lulus seleksi adalah aitem yang memiliki nilai validitas yang lebih besar atau sama dengan 0.30 (Azwar, 2000).

2. Reliabilitas Alat Ukur

Reliabilitas merupakan alat ukur yang menunjukkan konsistensi alat ukur yang bersangkutan bila diterapkan beberapa kali pada kesempatan yang berbeda (Hadi, 2000). Reliabilitas alat ukur dihitung dengan menggunakan pendekatan konsistensi internal dimana prosedurnya hanya melakukan satu kali pengenaan tes kepada sekelompok individu sebagai subjek. Pendekatan ini dipandang ekonomis, praktis dan berefisiensi tinggi (Azwar, 2000). Reliabilitas dinyatakan oleh koefisien reliabilitas (rxx’) yang angkanya berada dalam rentang dari 0 sampai 1,00. Semakin tinggi koefisien reliabilitas (mendekati angka 1,00), maka semakin tinggi reliabilitasnya. Sebaliknya, jika koefisien semakin rendah (mendekati 0),


(1)

KATA PENGANTAR

Dalam rangka memenuhi prasyarat kesarjanaan di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, peneliti bermaksud mengadakan penelitian di bidang Psikologi Perkembangan. Peneliti membutuhkan sejumlah data yang hanya akan didapat dengan adanya kerja sama dari Anda dalam mengisi skala ini.

Semua jawaban yang diberikan oleh Anda akan dijaga kerahasiaannya dan hanya akan dipergunakan untuk kepentingan penelitian ini. Peneliti

mengharapkan dan membutuhkan jawaban yang paling mendekati keadaan Anda yang sesungguhnya. Oleh karena itu, peneliti mengharapkan kesediaan Anda untuk memberikan jawaban yang sejujurnya tanpa mendiskusikannya dengan orang lain.

Bantuan Anda dalam mengisi skala ini sangat menolong peneliti menyelesaikan penelitiannya. Atas kerja sama yang diberikan, peneliti mengucapkan banyak terima kasih.

Hormat Saya,


(2)

IDENTITAS DIRI

1. Nama/Inisial :

2. Umur :

3. Status pekerjaan* : Bekerja / Tidak bekerja *) Coret yang tidak perlu

- Pekerjaan :

4. Pendidikan Terakhir :

5. Apakah anda sudah mengalami menopause ?  YA  TIDAK 6. Usia berapa haid anda berhenti? ...

PETUNJUK PENGISIAN

Berikut ini ada sejumlah pernyataan. Berilah tanda silang (X) pada salah satu pilihan jawaban yang sesuai dengan keadaan, perasaan, dan pikiran saudara, dari empat pilihan yang disediakan yaitu:

SS : Bila anda merasa Sangat Sesuai dengan pernyataan tersebut. S : Bila anda merasa Sesuai dengan pernyataan tersebut.

N : Pernyataan Netral dengan pernyataan tersebut

TS : Bila anda merasa Tidak Sesuai dengan pernyataan tersebut.

STS : Bila anda merasa Sangat Tidak Sesuai dengan pernyataan tersebut.

Contoh pengisian:

No. PERNYATAAN

SS

S

N

TS

STS

1.

Saya senang


(3)

Jika Anda ingin mengganti jawaban, Anda dapat melakukannya

seperti ini:

No. PERNYATAAN

SS

S

N

TS

STS

1.

Saya senang

membaca

SS

S

N

TS

STS

Bila sudah selesai tolong periksa kembali jawaban Anda, jangan sampai ada nomor yang terlewati.

SELAMAT MENGERJAKAN & TERIMA KASIH ATAS

PARTISIPASI ANDA


(4)

No PERNYATAAN SS S N TS STS

1. Menopause suatu masa yang pasti

dialami dalam hidup wanita karena terjadi banyak perubahan pada tubuh

SS S N TS STS

2. Menurut saya menopause itu

penyakit dan dapat diobati SS S N TS STS

3. Saya tidak malu menghadapi masa

menopause SS S N TS STS

4. Saya menganggap menopause

sebagai suatu hal yang akan mengancam kehidupan saya

SS S N TS STS

5. Saya dapat menyesuaikan diri dengan

perubahan yang terjadi saat menopause

SS S N TS STS

6. Saya cenderung menghindari

hubungan social (lebih senang mengasingkan diri) saat menopause

SS S N TS STS

7. Keringat yang berlebihan sering saya

alami saat menopause SS S N TS STS

8. Menurut saya pengetahuan tentang

reproduksi wanita (menopause) tidak terlalu penting

SS S N TS STS

9. Saya tidak cemas menghadapi

menopause meskipun sering dikaitkan dengan usia rentan akan penyakit

SS S N TS STS

10. Saya khawatir tidak dapat memenuhi kebutuhan seksual suami saat

menopause

SS S N TS STS


(5)

berbagai kemungkinan yang terjadi 12. Teman saya selalu mengeluh karena

saya berbicara terlalu cepat SS S N TS STS

13. Berat badan saya meningkat selama

menopause SS S N TS STS

14. Wanita yang mengalami menopause dikatakan mengalami panik yang berlebihan

SS S N TS STS

15. Saya merasa nyaman saat memasuki

masa menopause SS S N TS STS

16. Saya memilih pergi ketika orang yang berbicara pada saya terlihat marah

SS S N TS STS

17. Saya selalu rajin berolahraga untuk

menjaga kesehatan tubuh SS S N TS STS

18. Saya merasa lebih betah dirumah SS S N TS STS

19. Seiring dengan bertambahnya usia,

saya mulai menerima keadaan saya SS S N TS STS

20. Saya ragu-ragu dalam merencakan

sesuatu SS S N TS STS

21. Saya dapat menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi saat

menopause

SS S N TS STS

22. Saya takut kulit akan berangsur mengeriput dan tidak tampak cantik (muda) lagi saat menopause

SS S N TS STS

23 Saya selalu menjaga pola makan dan


(6)

24 Saya menghindari minum air terlalu banyak agar tidak sering buang air kecil

SS S N TS STS

25 Saya tidak peduli bila terjadi

perubahan pada tubuh saya SS S N TS STS

26 Saya sering merasa tidak percaya diri

saat menopause SS S N TS STS

27. Saya dapat menghadapi kekhawatiran

saya SS S N TS STS

28. Saya merasa lebih mudah marah

selama menopause SS S N TS STS

29. Saya lebih memilih makan buah-buahan dalam menjaga kesehatan tubuh

SS S N TS STS

30. Saya merasa enggan untuk

berkumpul dengan teman-teman saya SS S N TS STS

31 Saya selalu minum air 8 liter per hari

agar tidak dehidrasi SS S N TS STS

MOHON PERIKSA KEMBALI

IDENTITAS DIRI DAN JAWABAN ANDA,

PASTIKAN TIDAK ADA JAWABAN YANG KOSONG