Analisis Wacana Kritis URAIAN TEORITIS

II.1 Analisis Wacana Kritis

Analisis wacana adalah istilah umum yang dipakai dalam beberapa disiplin ilmu dan dengan berbagai pengertian. Awal perkembangan analisis wacana kritis dikemukakan oleh van Dijk pada tahun 1970-an. Analisis ini mendapat pengaruh teori linguistik kritis, teori sosial kritis Frankfurt, dan teori pascastrukturalisme yang berkembang di Perancis. Titik singgung dari setiap pengertian tersebut adalah analisis wacana berhubungan dengan studi mengenai bahasa atau pemakaian bahasa. Kalau analisis isi kuantitatif lebih menekankan pada pertanyaan ‘apa’ what, analisis wacana lebih melihat pada ‘bagaimana’ how dari pesan atau teks komunikasi. Lewat analisis wacana kita bukan hanya mengetahui isi teks berita, tetapi juga bagaimana pesan itu disampaikan. Lewat kata, frasa, kalimat, metafora seperti apa suatu berita disampaikan. Dengan melihat bagaimana bangunan struktur kebahasaan tersebut, analisis wacana lebih bisa melihat makna yang tersembunyi dari suatu teks Eriyanto, 2001: xv. Kridalaksana dalam Yoce 2009: 69 membahas bahwa wacana adalah satuan bahasa terlengkap dalam hirearki gramatikal tertinggi dan merupakan satuan gramatikal yang tertinggi atau terbesar. Wacana direalisasikan dalam bentuk karangan yang utuh, seperti novel, cerpen, atau prosa dan puisi, seri ensiklopedi dan lain-lain serta paragraph, kalimat, frase, dan kata yang membawa amanat lengkap. Jadi, wacana adalah unit linguistik yang lebih besar dari kalimat atau klausa. Universitas Sumatera Utara Terdapat tiga pandangan mengenai bahasa dalam analisis wacana menurut Eriyanto 2001: 4-6. Pandangan pertama disebut positivisme- empiris yang melihat bahasa sebagai jembatan antara manusia dengan objek di luar dirinya. Pengalaman-pengalaman manusia dianggap dapat secara langsung diekspresikan melalui penggunaan bahasa tanpa ada kendali atau distorsi, sejauh ia dinyatakan dengan memakai pernyataan- pernyataan yang logis, sintaksis dan memiliki hubungan dengan pengalaman empiris. Salah satu ciri dari pemikiran ini adalah pemisahan antara pemikiran dan realitas. Dalam kaitannya dengan analisis wacana, konsekuensi logis dari pemahaman ini adalah orang tidak perlu mengetahui makna-makna subjektif atau nilai yang mendasari pernyataannya, sebab yang penting adalah apakah pernyataan itu dilontarkan secara benar menurut kaidah sintaksis dan semantik. Pandangan kedua, disebut sebagai konstruktivisme. Aliran ini menolak pandangan positivisme-empiris yang memisahkan subjek dan objek bahasa. Dalam pandangan konstruktivisme, bahasa tidak lagi hanya dilihat sebagai alat untuk memahami realitas objektif belaka dan yang dipisahkan dari subjek sebagai penyampai pernyataan. Konstruktivisme justru menganggap subjek sebagai faktor sentral dalam kegiatan wacana serta hubungan-hubungan sosialnya. Dalam hal ini, seperti dikatakan A.S Hikam, subjek memiliki kemampuan melakukan kontrol terhadap maksud-maksud tertentu dalam setiap wacana. Bahasa dipahami dalam paradigma ini diatur dan dihidupkan oleh pernyataan-pernyataan yang Universitas Sumatera Utara bertujuan. Setiap pernyataan pada dasarnya adalah tindakan penciptaan makna, yakni tindakan pembentukan diri serta pengungkapan jati diri dari sang pembicara. Oleh karena itu, analisis wacana dimaksudkan sebagai suatu analisis untuk membongkar maksud-maksud dan makna-makna tertentu. Pandangan ketiga disebut sebagai pandangan kritis. Pandangan ini ingin mengoreksi pandangan konstruktivisme yang kurang sensitif pada proses produksi dan reproduksi makna yang terjadi secara historis maupun institusional. Seperti ditulis A.S. Hikam, pandangan konstruktivisme masih belum menganalisis wacana yang pada gilirannya berperan dalam membentuk jenis-jenis subjek tertentu berikut perilaku- perilakunya. Analisis wacana tidak dipusatkan pada kebenaranketidakbenaran struktur tata bahasa atau proses penafsiran seperti pada analisis konstruktivisme. Analisis wacana menekankan pada konstelasi kekuatan yang terjadi pada proses produksi dan reproduksi makna. Bahasa tidak dipahami sebagai medium netral yang terletak di luar diri si pembicara. Bahasa dipahami sebagai representasi yang berperan dalam membentuk subjek tertentu, tema-tema wacana tertentu, maupun strategi-strategi di dalamnya. Oleh karena itu analisis wacana dipakai untuk membongkar kuasa yang ada di dalam setiap proses bahasa; batasan-batasan apa yang diperkenankan menjadi wacana, perspektif yang mesti dipakai, topik apa yang dibicarakan. Wacana melihat bahasa selalu terlibat dalam hubungan kekuasaan, karena menggunakan paradigma Universitas Sumatera Utara kritis, analisis wacana kategori ini disebut juga dengan analisis wacana kritis. Menurut Yoce 2009: 49, analisis wacana kritis adalah sebuah upaya atau proses penguraian untuk memberi penjelasan dari sebuah teks realitas sosial yang mau atau sedang dikaji oleh seseorang atau kelompok dominan yang kecenderungannya mempunyai tujuan tertentu untuk memperoleh apa yang diinginkan. Artinya, dalam sebuah konteks harus disadari akan adanya kepentingan. Oleh karena itu, analisis yang terbentuk nantinya disadari telah dipengaruhi oleh si penulis dari berbagai faktor. Selain itu harus disadari pula bahwa di balik wacana itu terdapat makna dan citra yang diinginkan serta kepentingan yang sedang diperjuangkan. Jadi, analisis wacana yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah sebagai upaya pengungkapan maksud tersembunyi dari subjek penulis yang mengemukakan suatu pernyataan. Pengungkapan dilakukan dengan menempatkan suatu pernyataan. Pengungkapan dilakukan dengan menempatkan diri pada posisi sang penulis dengan mengikuti struktur makna dari sang penulis sehingga bentuk distribusi dan produksi ideologi yang disamarkan dalam wacana dapat diketahui. Jadi, wacana dapat dilihat dari bentuk hubungan kekuasaan terutama dalam pembentukan subjek dan berbagai tindakan representasi. Dalam Eriyanto 2001: 7 analisis wacana kritis, wacana disini tidak dipahami sebagai studi bahasa. Bahasa di sini dianalisis bukan Universitas Sumatera Utara dengan menggambarkan semata dari aspek kebahasaan tetapi juga menghubungkan dengan konteks. Artinya bahasa dipakai untuk tujuan dan praktek tertentu termasuk di dalamnya praktek kekuasaan dalam melihat ketimpangan yang terjadi. Habermas dalam Yoce 2009: 53 mengemukakan pendapatnya tentang analisis wacana kritis bertujuan membantu menganalisis dan memahami masalah sosial dalam hubungannya antara ideologi dan kekuasaan. Tujuan analisis wacana kritis adalah untuk mengembangkan asumsi-asumsi yang bersifat ideologis yang terkandung dibalik kata-kata dalam teks atau ucapan dalam berbagai bentuk kekuasaan. Analisis wacana kritis bermaksud untuk menjelajahi secara sistematis tentang keterkaitan antara praktik-praktik diskursif, teks, peristiwa, dan struktur sosiokultural yang lebih luas. Jadi, analisis wacana kritis dibentuk oleh struktur sosial kelas, status, identitas etnik, zaman dan jenis kelamin, budaya, dan wacana bahasa yang digunakan. Analisis wacana krtis mencoba mempersatukan dan menentukan hubungan antara 1 teks aktual, 2 latihan diskursif dan 3 konteks sosial yang berhubungan dengan teks dan latihan diskursif. Menurut Fairclough dan Wodak, analisis wacana kritis melihat wacana –pemakaian bahasa dalam tuturan dan tulisan- sebagai bentuk dari praktik sosial. Menggambarkan wacana sebagai praktik sosial menyebabkan sebuah hubungan dialektis diantara peristiwa diskursif tertentu dengan situasi, institusi, dan struktur sosial yang membentuknya. Praktik wacana bisa jadi menampilkan efek ideologi: ia dapat Universitas Sumatera Utara memproduksi dan mereproduksi hubungan kekuasaan yang tidak imbang antara kelas sosial, laki-laki dan wanita, kelompok mayoritas dan minoritas melalui mana perbedaan itu direpresentasikan dalam posisi yang ditampilkan. Untuk menyempurnakan pandangan di atas, Fairclough mengemukakan pengertian wacana secara komprehensif dari pandangan kritis. Menurut Fairclough wacana harus dipandang simultan, yaitu sebagai 1 teks-teks bahasa, baik lisan maupun tulisan, 2 praksis kewacanaan, yaitu produksi teks dan interpretasi teks, 3 praksis sosiokultural, yaitu perubahan-perubahan masyarakat institusi, budaya yang menentukan bentuk dan makna sebuah wacana. Menganalisis wacana secara kritis pada hakikatnya adalah menganalisis tiga dimensi wacana secara integral dan ketiga dimensi tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Analisis wacana kritis dipakai untuk mengungkap tentang hubungan suatu ilmu pengetahuan dan kekuasaan, juga digunakan untuk mendeskripsikan sesuatu, menerjemahkan, menganalisis, dan mengkritik kehidupan sosial yang tercermin dalam teks atau ucapan. Dalam Eriyanto 2001: 8-13 mengutip dari pemikiran Fairclough dan Wodak, analisis wacana kritis menyelidiki bagaimana melalui bahasa kelompok sosial yang ada saling bertarung dan mengajukan versinya masing-masing. Adapun karakteristik analisis wacana kritis menurut Fairclough dan Wodak adalah: Universitas Sumatera Utara 1. Tindakan Wacana dipahami sebagai sebuah tindakan action yang diasosiakan sebagai bentuk interaksi. Wacana dipandang sebagai sesuatu yang bertujuan, apakah untuk mempengaruhi, mendebat, membujuk, menyangga, beraksi dan sebagainya, Seseorang berbicara atau menulis mempunyai maksud tertentu, baik besar maupun kecil. Kedua, wacana dipahami sebagai sesuatu yang diekspresikan secara sadar, terkontrol, bukan sesuatu yang di luar kendali atau diekspresikan di luar kesadaran. 2. Konteks Analisis wacana kritis mempertimbangkan konteks dari wacana, seperti latar, situasi, peristiwa dan kondisi. Wacana di sini dipandang diproduksi, dimengerti, dan dianalisis pada suatu konteks tertentu. Mengikuti Guy Cook, analisis wacana juga memeriksa konteks dari komunikasi: siapa yang mengkomunkasikan dengan siapa dan mengapa; dalam jenis khalayak dan situasi apa; melalui medium apa; bagaimana perbedaan tipe dari perkembangan komunikasi; dan hubungan untuk setiap masing-masing pihak. Guy Cook menyebutkan ada tiga hal yang sentral dalam pengertian wacana; teks, konteks, dan wacana. Teks adalah semua bentuk bahasa, bukan hanya kata-kata yang tercetak di lembar kertas, tetapi juga semua jenis ekspresi komunikasi, ucapan, musik, gambar, efek suara, citra dan sebagainya. Konteks memasukkan semua situasi dan hal yang berada di luar teks Universitas Sumatera Utara dan mempengaruhi pemakaian bahasa, seperti partisipan dalam bahasa, situasi di mana teks tersebut diproduksi, fungsi yang dimaksudkan, dan sebagainya. Titik perhatian dari analisis wacana adalah menggambarkan teks dan konteks secara bersama-sama dalam suatu proses komunikasi. Wacana kritis mendefinisikan teks dan percakapan pada situasi tertentu; wacana berada dalam situasi sosial tertentu. Meskipun demikian, tidak semua konteks dimasukkan dalam analisis, hanya yang relevan dan dalam banyak hal berpengaruh atas produksi wacana. Pertama, partisipan wacana, latar siapa yang memproduksi wacana. Kedua, setting sosial tertentu, seperti tempat, waktu, posisi pembicara dan pendengar atau lingkungan fisik adalah konteks yang berguna untuk mengerti suatu wacana. Oleh karena itu, wacana harus dipahami dan ditafsirkan dari kondisi dan lingkungan sosial yang mendasarinya. 3. Historis Pemahaman mengenai wacana teks ini hanya akan diperoleh kalau kita bisa memberikan konteks historis di mana teks itu diciptakan. Bagaimana situasi sosial politik, suasana pada saat itu. Oleh karena itu, pada waktu melakukan analisis perlu tinjauan untuk mengerti mengapa wacana yang berkembang atau dikembangkan seperti itu, mengapa bahasa yang dipakai seperti itu, dan seterusnya. Universitas Sumatera Utara 4. Kekuasaan Di sini, setiap wacana yang muncul, dalam bentuk teks, percakapan atau apa pun, tidak dipandang sebagai seusatu yang alamiah, wajar dan netral tetapi merupakan bentuk pertarungan kekuasaan. Analisis wacana kritis tidak membatasi dirinya pada detil teks atau struktur wacana saja tetapi juga menghubungkan dengan kekuatan dan kondisi sosial, politik, ekonomi dan budaya tertentu. Kekuasaan itu dalam hubungannya dengan wacana, penting untuk melihat apa yang disebut sebagai kontrol. Kontrol di sini tidaklah harus selalu dalam bentuk fisik dan langsung tetapi juga kontrol secara mental atau psikis. Bentuk kontrol terhadap wacana tersebut dapat berupa kontrol atas konteks, atau dapat juga diwujudkan dalam bentuk mengontrol struktur wacana. 5. Ideologi Wacana dipandang sebagai medium kelompok yang dominan mempersuasi dan mengkomunikasikan kepada khalayak produksi kekuasaan dan dominasi yang mereka miliki, sehingga tampak absah dan benar. Ideologi dari kelompok dominan hanya efektif jika didasarkan pada kenyataan bahwa anggota komunitas termasuk yang didominasi menganggap hal tersebut sebagai kebenaran dan kewajaran. Analisis wacana tidak bisa menempatkan bahasa secara tertutup, tetapi harus melihat konteks terutama bagaimana ideologi Universitas Sumatera Utara dari kelompok-kelompok yang ada tersebut berperan dalam membentuk wacana.

II.2 Analisis Wacana Norman Fairclough