Sinar X Testis PENDAHULUAN

3 II.TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sinar X

Sinar X merupakan radiasi elektromagnetik, tidak bermuatan dan mempunyai daya tembus yang sangat kuat. Frekuensi sinar x berkisar dari 10 6 sampai 10 20 Hertz Hz dan panjang gelombangnya berkisar antara 10 -9 sampai 10 -6 cm. Sinar X mempunyai karakteristik yang mirif dengan sinar gamma. Perbedaannya terletak pada frekuensi dan panjang gelombangnya. Sinar gamma mempunyai frekuensi 10 20 –10 25 Hertz dan panjang gelombangnya jauh lebih pendek dari sinar X yaitu 10 -11 – 10 -8 cm. Perbedaan lainnya adalalah sinar X dibangkitkan melalui pesawat sinar X sehingga kekuatan sinarnya dapat diatur dengan menaikkan dan menurunkan voltase listrik, sedangkan sinar gamma dipancarkan langsung oleh inti atom radioaktif Sumardika, 2009; Muklis, 2000. Sinar X dapat menembus berbagai materi yang tidak dapat ditembus oleh sinar tampak biasa. Dengan kemampuannya itu, dalam bidang kesehatan sinar X banyak dipakai untuk mendiagnosis penyakit dan terapi penyakit seperti kanker dan tumor. Namun dibalik manfaatnya, sejak lama diketahui bahwa sinar ini menimbulkan reaksi-reaksi biologis yang dapat merusak seperti; menyebabkan kemandulan, menyebabkan mutasi gen dan kelainan- kelainan morfologi. Besarnya pengaruh yang terjadi pada materi biologi tergantung dari dosis radiasi yang diterima, dan karakteristik dari jaringan tersebut. Pengaruh ini sangat kuat pada sel-sel yang sedang aktif membelah Soewondo, 1988; Suyatno, 2008.

2.2. Testis

Testis merupakan gonad jantan yang berfungsi untuk menghasilkan sel-sel sperma. Di dalam Testis terdapat tubulus seminiferus, dimana spermatogenis terjadi. Sel cikal bakal sperma disebut dengan spermatogonium. Spermatogonium dalam tubulus semeiniferus adalah jaringan yang sedang aktif membelah. Spermatogonium sangat sensitif terhadap sinar X. Dalam percobaan pada mencit jantan menggunakan berbagai dosis sinar-X 108-504 rad, yang kemudian dikawinkan pada berbagai interval waktu 1-7, 8-14, 15-21 dan 64-80 hari setelah iradiasi dapat menyebabkan kematian post implantasi dominan yang bertambah sejalan dengan dosis, dan paling tinggi dicapai dalam minggu ketiga. Tingkat radiosensitivitasnya diketahui lebih besar pada tahap spermatid awal. Williams, 1981 dalam Suharjo. 2002. Sedangkan organ reproduksi lain seperti prostat, vesikula seminalis dan epididimis relatif resinten terhadap radiasi. 4 Hasil Penelitian Sailer et al. 2006 menunjukkan bahwa testis tikus yang terkena radiasi 400 rad menghasilkan sperma yang banyak mengalami abnormalitas pada morfologinya. Pada tingkat penyinaran yang kronik maka testis menjadi atrofis dan mengecil serta fibrotik, dua atau tiga bulan setelah iradiasi terjadi penebalan pada dasar membram tubulus yaitu dengan adanya perubahan hyaline pada jaringan pengikat. Pada keadaan ini, sperma yang rusak telah disingkirkan, dan memperlihatkan tidak adanya proses spermatogenesis. Beberapa sel sertoli dan sel Leydig tidak diubah.

III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN