A. Yogyakarta Pasca Reformasi
Perhatian mengenai isu lokal mulai menguat semenjak reformasi. Pembangunan nasional yang digagas ketika Orde Baru berkuasa terbukti
tidak merata ke daerah-daerah. Ketidakmerataan ini menunjukkan adanya kegagalan otoritas untuk membangun daerah-daerah terpencil.
Tuntutan perubahan arah pembangunan terjadi dari Jakarta yang adalah pusat menuju pada desentralisasi lewat kebijakan otonomi daerah.
Munculnya istilah politik lokal menunjukkan bahwa desentralisasi ini merengkuh hingga politik kekuasaan. Dengan demikian desentralisasi
kekuasaan mempengaruhi dinamika perekonomian, kebudayaan, serta perubahan sosial dalam konteks lokal. Uraian berikut akan
mendeskripsikan mengenai demografi dan kepadatan sosial; dinamika perekonomian; politik lokal dan kompleksitas proses budaya yang
berlangsung oleh semakin heterogennya penduduk di Yogyakarta.
Demografi dan Kepadatan Sosial Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan luas wilayah
3.185,81 km
2
ini memiliki penduduk sebesar 3.595.256 jiwa Semester II tahun 2015. Kepadatan penduduk terutama terpusat di kota dengan
12.579,17 jiwakm
2
.
84
Dalam tingkat nasional, DIY menjadi provinsi paling padat se-Indonesia setelah DKI Jakarta dan Jawa Barat. Kepadatan
84
Lihat dalam Biro Tata Pemerintahan Sekretariat Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta, Data Kependudukan Daerah Istimewa Yogyakarta Semester II Tahun 2015 BPS DIY:
Yogyakarta, 2015.
dalam tingkat provinsi pada tahun 2010 meningkat tajam dibandingkan tahun 2000 yang hanya 979 jiwakm
2
menjadi 1.085 jiwakm
2
yang artinya meningkat sebanyak 106 jiwakm
2
. Kepadatan ini juga disertai dengan jumlah pendatang yang
semakin meningkat. Dalam rentang sepuluh tahun, yakni 2000-2010, ada peningkatan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,04 persen per tahun.
Jumlah ini berkaitan dengan kecenderungan menurun dari angka kematian, meningkatnya usia harapan hidup, dan semakin bertambahnya
migrasi masuk ke DIY untuk bersekolah maupun bekerja. Tercatat bahwa angka migrasi neto
85
di DIY pada tahun 2000 adalah 129.530, tahun 2005
sebanyak 87.741, tahun 2010 sebanyak 103.492, dan tahun 2015 sebanyak 84.915. Meskipun migrasi neto terjadi secara fluktuatif, namun
tren jumlah migrasi masuk di DIY selalu lebih tinggi daripada jumlah migrasi keluar sejak tahun 1980 hingga tahun 2015.
86
Para migran tersebut juga berasal dari berbagai latar belakang kesukuan yang beragam. Apabila diperbandingkan antara data Sensus
Penduduk 2000 dan Sensus Penduduk 2010, maka jumlah masing- masing penduduk berdasarkan kategori suku bangsa semakin meningkat.
Sementara itu ada dua kelompok suku bangsa yang kemudian masuk dalam kategori 10 besar di DIY, yakni NTT dan Dayak. Meskipun
demikian, kategori penduduk berdasarkan suku bangsa ini rapuh dan
85
Migrasi netto merupakan selisih antara migrasi masuk dengan migrasi keluar.
86
Lihat dalam https:www.bps.go.idlinkTabelStatisviewid1273, diunduh pada 3 Agustus 2016.
rawan untuk dimanfaatkan untuk menciptakan segregasi dalam masyarakat. Selain itu, identitas kesukuan ini hanya satu dari sekian
banyak identitas lain yang menempel pada tiap-tiap orang, misalnya orang Jawa tidak benar-benar merasa sebagai orang Jawa seutuhnya.
Tabel 2.1. Komposisi Penduduk DIY berdasarkan Suku Bangsa
No Suku Bangsa
Sensus Penduduk 2000
Suku Bangsa Sensus Penduduk
2010 1 Jawa
3.020.157 Jawa
3.331.355 2 Sunda
17.539 Sunda
23.752 3 Melayu
10.706 Melayu
15.430 4 Tionghoa
9.942 Tionghoa
11.545 5 Batak
7.890 Batak
9.858 6 Minangkabau
3.504 Madura
5.289 7 Bali
3.076 Minangkabau
5.152 8 Madura
2.739 NTT
4.238 9 Banjar
2.639 Dayak
3.790 10 Lain-lain
36.769 Lain-lain
40.597
Sumber: Sensus Penduduk Tahun 2000, Sensus Penduduk Tahun 2010
Kecenderungan meningkatnya jumlah pendatang di DIY ini juga tampak dari kalangan mahasiswa. Misalnya saja tahun 2013 ada sekitar
310.860 mahasiswa dari seluruh Indonesia dengan sebanyak 78,7 persen berasal dari luar DIY.
87
Jumlah ini berarti menunjukkan ada sebanyak 244.739 mahasiswa yang masuk ke DIY, yang terpusat di Kota
Yogyakarta dan Kabupaten Sleman. Dengan jumlah mahasiswa rantau yang sedemikian besar, isu mengenai pendatang di Yogyakarta tidak
jarang menjadi tema perbincangan masyarakat.
87
Lihat dalam tulisan Editor, Pertahankan Indonesia Mini di Yogyakarta , diunduh dari http:nasional.kompas.comread2013040803164776Pertahankan.Indonesia.Mini.di.
Yogyakarta pada 22 Juli 2016.
Tabel 2.2. Jumlah Mahasiswa di DIY, 2009-2014
No Tahun
PTN PTS
Jumlah 1
2009 74.704
172.086 246.790
2 2010
78.992 154.222
233.214 3
2011 76.785
135.501 212.286
4 2012
84.790 57.402
142.192 5
2013 110.437
74.165 184.602
6 2014
106.973 77.355
184.328
Sumber: DIY dalam Angka 2010, DIY dalam Angka 2011, DIY dalam Angka 2012, DIY dalam Angka 2013, DIY dalam Angka 2014, DIY dalam Angka
2015.
88
Padahal, pertemuan dari yang dianggap orang Yogyakarta dan pendatang dari sesama anggota bangsa sudah terjadi sejak berabad-abad
lalu, misalnya dengan orang Tionghoa di Ketandan atau orang Bugis di Bugisan, pada abad ke-17. Namun sebagai sebuah tempat berkumpulnya
para cendekiawan, Yogyakarta berpengaruh besar pada tahun 1920
89
, ketika mereka menuntut ilmu di perguruan Taman Siswa. Berkumpulnya
siswa-siswi ini menandai Yogyakarta sebagai tempat pertemuan dari berbagai kebudayaan. Meskipun tidak lalu menjadi pusat pendidikan,
namun berdirinya Taman Siswa tersebut diingat warga negara-bangsa Indonesia sebagai kota pelajar .
Pada masa kini, munculnya kelompok-kelompok mahasiswa bahkan asrama berdasarkan identitas etnis menandai perantau yang
88
Apabila diperhatikan, jumlah pada tahun 2012 tampak ganjil dengan adanya penurunan yang besar. Padahal dilaporkan pada tahun 2012 terdapat 107 pts, sementara tahun 2013
terdapat 112 pts.
89
Kenji Tsuchiya, The Taman Siswa Movement – Its Early Eight Years and Javanese Background , dalam Journal of Southeast Asian Studies Vol. 6, No. 2, Sep., 1975, hal. 164-
177.
menempuh sekolah di Yogyakarta. Selain kelompok mahasiswa, mulai tahun 2014 ditemukan beberapa indekos yang menolak mahasiswa asal
NTB, NTT, Ambon, dan Papua. Penolakan ini bahkan berlanjut dengan dipasangnya papan bertuliskan khusus Muslim di beberapa indekos.
Kepadatan dan jumlah pendudukwarga yang semakin meningkat diikuti dengan pembangunan pemukiman yang dengan luas halaman
yang tidak mencukupi untuk menjadi ruang bermain anak. Hal ini tampak misalnya di kampung perkotaan atau masyarakat urban seperti
Babarsari. Sempitnya halaman ini menandai dibutuhkannya ruang terbuka yang menyegarkan. Dengan demikian, dibutuhkan ruang publik
yang memadai dan rekreatif seperti daerah bawah jembatan layang Lempuyangan atau nol kilometer. Minimnya ruang publik juga ditandai
dengan masalah-masalah
seperti penggunaan
alun-alun untuk
berpacaran atau penggunaan trotoar untuk membuka lapak dagang. Kondisi
ini mempengaruhi
bagaimana masyarakat
Yogyakarta mempersepsikan kesesakan ruangnya lewat kepadatan yang terus
meningkat. Sementara itu, berkaitan dengan kendaraan bermotor dan
kemacetan yang mulai dikeluhkan, tercatat bahwa pada tahun 2011 penggunaan kendaraan bermotor di DIY sebanyak 1.210.358, dengan
pertambahan 89.451 pada tahun sebelumnya. Pada tahun 2012 mengalami peningkatan sejumlah 60.429 kendaraan menjadi sebanyak
1.270.787. Tahun berikutnya, 2013, peningkatan sangat signifikan terjadi
dengan bertambahnya sebanyak 126.180 kendaraan sehingga total kendaraan di DIY menjadi 1.396.967 kendaraan bermotor.
90
Dengan peningkatan jumlah penduduk dan konsumsi kendaraan tersebut, tidak heran apabila kemacetan dirasakan sebagai dampak
ruang yang semakin padat. Meningkatnya konsumsi akan kendaraan menjadi masalah sehari-hari yang dihadapi masyarakat Yogyakarta.
Jumlah kendaraan ini juga memaksa bertambahnya lahan parkir yang berarti juga menambah jumlah petugas parkir. Kondisi demikian
menjadikan Yogyakarta sebagai kota yang oleh orang asal Yogyakarta sendiri dirasa mulai sumpek kesesakan meningkat. Ke-sumpek-an ini
nantinya akan memiliki hubungan yang dekat dengan bagaimana sebuah frustrasi dikonstruksi yang salah satunya adalah isu mengenai pendatang
di Yogyakarta.
Dinamika Perekonomian Salah satu daerah yang menjadi pusat perekonomian di
Yogyakarta adalah Malioboro, yang seringkali menjadi jalan protokol untuk tamu kenegaraan atau acara kebudayaan. Daerah yang oleh Peter
Carey punya asal-usul dari kata Malyabhara ini menjadi sentra pariwisata di Yogyakarta.
91
Menjadi sentra pariwisata berarti membuka
90
Lihat dalam Pito Agustin Rudiana, Mobil Murah Biang Kemacetan Yogyakarta diunduh dari
https:m.tempo.coreadnews20140819058600783mobil-murah- biang-
kemacetan-yogyakarta pada 24 Oktober 2016.
91
Peter Carey, Asal Usul Nama Yogyakarta Malioboro Depok: Komunitas Bambu, 2015. Dalam Statistik Pariwisata 2014, ditunjukkan bahwa kecenderungan jumlah wisatawan
peluang untuk dibukanya sektor usaha lain, misalnya yang menjadi perhatian publik seperti karaoke, panti pijat, salon ++, dan tempat
hiburan malam. Ketiganya menjadi usaha sektor hiburan yang erat kaitannya dengan pihak aparat sebab secara hukum sah namun
seringkali terjadi tindak kriminalitas, dan dengan demikian juga muncul kebutuhan pada sektor keamanan. Tempat hiburan malam di Yogyakarta
berpusat di sekitar Malioboro ada Pasar Kembang dan Republic Positiva
Cafe Lounge, jalan Magelang dengan dua diskotiknya yang terkenal Boshe VVIP Club dan Liquid Cafe, Hug
o s Cafe di jalan Solo yang kemudian dicabut ijinnya karena kasus Cebongan, di Ambarukmo Plaza
ada Caesar Café and Lounge ditutup, dan di Seturan ada Terrace Café and Karaoke.
Selain hiburan dunia malam, bermunculan obyek wisata baru yang biasanya dikembangkan oleh masyarakat lokal seperti Air Terjun
Srigethuk dan Goa Pindul di Kabupaten Gunung Kidul. Pembukaan lahan ini tak jarang menimbulkan masalah berkaitan dengan pengelolaan dan
pemanfaatan lahan. Di Goa Pindul misalnya, sempat terjadi sengketa pengelolaan tempat wisata 2013 dan polemik penggunaan Sultan
Ground untuk membuka lapak dagang 2016. Menurut pihak yang melarang penggunaan lahan, di area Sultan Ground tidak diperkenankan
mendirikan bangunan. Padahal, penggunaan Sultan Ground sebagai pusat
mancanegara dan nusantara cenderung meningkat secara berturut-turut pada tahun 2010 sebanyak 1.456.980, tahun 2011 sebanyak 1.607.694, tahun 2012 sebanyak
2.360.173, tahun 2013 sebanyak 2.837.967, dan tahun 2014 sebanyak 3.346.180.
perbelanjaan sudah menjadi rahasia umum bahkan disetujui oleh Sultan sendiri.
Sementara itu, sektor industri rumahan terus berkembang sebagai dampak dari perkembangan tempat wisata. Pabrik industri juga
makin menjamur dengan berbagai isu-isu miring yang menyertai, misalnya dengan tambang pasir besi Kulon Progo atau pabrik gawai
Foxconn. Pabrik-pabrik ini menyerap tenaga kerja buruh dan biasanya terletak di pinggiran kota, misalnya di Cangkringan, Piyungan, Berbah,
atau Godean. Di samping industri, beberapa bisnis besar di Yogyakarta dimiliki oleh orang kaya dari Jakarta seperti Hartono Mall, Carrefour,
Hotel Tentrem, Hotel Sheraton, Hotel Hyatt, dan Bank BCA.
92
Selain itu, bisnis besar seperti Jogja Bay Waterpark, Ambarukmo Plaza dan Jogja
City Mall
93
, yang menggunakan Sultan Ground menjadi bagian dari bisnis milik kraton.
94
Selain tempat hiburan malam, jenis usaha urban tersebut juga menarik pembukaan lahan parkir yang acapkali menjadi perebutan
wilayah kekuasaan antar preman. Di samping industri dan jasa tersebut di atas, pertanian juga
masih menjadi pilihan untuk mencukupi kebutuhan finansial, meskipun
92
Subagya, 2015, Op.Cit., hal. 46.
93
Pusat perbelanjaan seluas 2,8 ha ini adalah milik PT Garuda Mitra Sejati dengan komisarisnya adalah KGPH Hadiwinoto, adik kandung HB X. Lihat dalam
http:www.krjogja.comwebnewsread215441jadi_kebanggaan_baru_masyarakat_yog ya diunduh pada 2 Juni 2016.
94
Bisnis milik keluarga kraton ini pernah didata oleh Kus Sri Antoro. Lihat dalam http:www.aktual.com10-kerajaan-bisnis-keraton-yogyakarta diunduh pada 22 Juli
2016.
lahan pertanian terus menyusut.
95
Sektor pertanian dikembangkan misalnya di Ngireng-ireng Bantul, Bleberan Wonosari, atau Samigaluh
Kulon Progo yang cenderung berada menjauhi pusat perkotaan. Di DIY sendiri, Bappeda melaporkan bahwa pada tahun 2013 luas lahan sawah
di DIY sebesar 55.829 ha. Diprediksikan kemudian pada tahun 2020 berkurang sebanyak 1.621 ha.
96
Penyusutan ini menggambarkan bagaimana Yogyakarta tengah beranjak menjadi daerah yang semakin
padat pemukiman penduduknya. Meskipun usaha-usaha kecil maupun bisnis terus berkembang,
namun tercatat bahwa jumlah pengangguran di DIY cenderung mengalami kenaikan. Pada tahun 2014, sebanyak 67.000 orang adalah
pengangguran. Pada tahun 2015 jumlah tersebut mengalami peningkatan menjadi 80.000 orang.
97
Peningkatan jumlah pengangguran ini dibarengi dengan peningkatan jumlah penduduk dan penurunan
persentase jumlah kemiskinan di DIY. Jumlah pengangguran makin tinggi seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk. Misalnya pada bulan
September 2013, Maret 2014, September 2014, dan Maret 2015 secara berturut-turut jumlah pengangguran naik, yaitu 541.950 orang, 544.870
orang, 532.590 orang, dan 550.230 orang. Isu peningkatan jumlah
95
Penyusutan ini merupakan implikasi dari meningkatnya jumlah penduduk di Yogyakarta dan berubahnya lahan pertanian menjadi bangunan, baik permukiman maupun usaha.
96
Lihat dalam Setiap Tahun Yogya Kehilangan Hektare Sawah , diunduh dari
http:jogja.tribunnews.com20140120setiap-tahun-yogya-kehilangan-245-hektare- sawah pada 24 Oktober 2016.
97
Lihat misalnya dalam Tribunnews, Jumlah Pengangguran DIY Capai .
Orang , diunduh dari http:jogja.tribunnews.com20160720jumlah-pengangguran-diy-capai-
80245-orang pada 24 Oktober 2016.
pengangguran ini memungkinkan untuk dibukanya usaha dalam sektor jasa terkait dengan pembangunan Yogyakarta sebagai tujuan wisata.
Dibukanya berbagai jenis usaha termaksud sejalan dengan pertumbuhan pendidikan di DIY yang jumlah mahasiswanya mencapai
porsi 10 dari total jumlah penduduk. Pada tahun 2014 tercatat ada 10 perguruan tinggi negeri dengan jumlah 106.973 mahasiswa dan 106
perguruan tinggi swasta dengan jumlah 77.355 mahasiswa.
98
Dengan jumlah mahasiswa yang besar, maka potensi perekonomian, tidak hanya
dari pendidikan namun, jumlah mahasiswa yang besar ini mendatangkan keuntungan dalam sektor pariwisata.
99
Isu berupa pendidikan dan pariwisata yang diikuti dengan pertukaran budaya di Yogyakarta juga
meningkat semenjak reformasi dan ditanggapi dengan respon berupa pengadaan kos, homestay, atau guest house serta pembangunan hotel
yang menjadi perhatian publik sejak 2013 hingga saat ini. Dana keistimewaan danais tiap tahunnya digunakan untuk
mengelola 1 Urusan Tata Cara Pengisian Jabatan, Kedudukan, 2 Tugas dan Wewenang Gubernur dan Wakil Gubernur, 3 Urusan Kelembagaan,
4 Urusan Kebudayaan Urusan Pertanahan, dan 5 Urusan Tata Ruang. Pada tahun 2013, DIY menerima danais sebesar Rp 231,39 miliar. Jumlah
98
Bidang Integrasi Pengolahan Data Statistik, Daerah Istimewa Yogyakarta dalam Angka 2014 Yogyakarta: BPS Provinsi D.I. Yogyakarta, 2015, hal. 107.
99
Seorang penulis dari Yogyakarta, Tri Agus S. Siswowiharjo, mengatakan bahwa wisatawan sejati di Yogyakarta adalah mahasiswa, karenanya, tidak mungkin
dibayangkan Yogyakarta tanpa mahasiswa. Lihat dalam Tri Agus S. Siwowiharjo, Saya Tak
Bisa Membayangkan
Jogja Tanpa
Mahasiswa , diunduh
dari http:www.indeksberita.comtak-membayangkan-jogja-tanpa-mahasiswa pada 30 Juli
2016.
ini meningkat pada tahun 2014 sampai Rp 523,8 miliar.
100
Pada tahun 2015, diajukan danais sebesar Rp 1,02 trilyun, namun pemerintah pusat
memangkasnya hingga menjadi Rp 547,5 miliar dengan alasan anggaran terlalu besar dan tidak sebagaimana tahun sebelumnya. Tidak heran
kemudian pada tahun 2016, masih dalam jumlah sebagaimana tahun sebelumnya.
101
Sedangkan pada tahun 2017, Pemda DIY mengusulkan danais sebanyak Rp 1,537 trilyun
102
, yang berarti hampir tiga kali lipat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya dan hampir setengah dari APBD
DIY yang berkisar antara Rp 3-4 trilyun. Dana ini seringkali digunakan untuk menyelenggarakan pertunjukan budaya tradisi, menyokong acara
kesenian tahunan seperti Festival Kesenian Yogyakarta FKY, memberi gaji abdi dalem, revitalisasi cagar budaya, sampai pencatatan Sultan
Ground dan Paku Alam Ground SGPAG.
103
Politik Lokal Kedudukan Sultan sebagai penguasa daerah sangat kuat di mata
masyarakat. Pada tahun 1998, reformasi yang dibarengi kerusuhan sosial
100
Lihat dalam DIY Dapat Kucuran Danais Rp Miliar pada
, diunduh dari http:jogja.tribunnews.com20131220diy-dapat-kucuran-danais-rp-523-miliar-pada-
2014 pada 24 Oktober 2016.
101
Lihat dalam Tahun Depan, Alokasi Danais DIY Sebesar Rp Miliar , diunduh dari
http:jogja.tribunnews.com20150715tahun-depan-alokasi-danais-diy-sebesar-rp-547- miliar pada 24 Oktober 2016.
102
Lihat dalam Danais DIY Tahun Ini Capai Angka Rp Triliun , diunduh dari http:jogja.tribunnews.com20160322danais-diy-tahun-ini-capai-angka-rp-1-triliun
pada 24 Oktober 2016. Menurut para pegiat keistimewaan, dana yang disetujui dan digelontorkan sebesar Rp 900 miliar.
103
Bagian ini telah saya tuliskan juga di dalam A. Har imurti, Masa Lalu Sukses i untuk
Dinasti Keistimewaan Masa Kini , dalam Y. Apriastuti Rahayu, A. Windarto, A. Harimurti, Suksesi Penguasa: Menyadur Kuasa Sastra Wayang Prasthanikaparwa
Sanata Dharma University Press Lembaga Studi Realino, 2016, hal. 107-108.
cenderung terjadi dalam skala yang lebih kecil dibanding kota besar lainnya seperti Jakarta, Solo, Bandung, atau Surabaya. Gerakan
kerakyatan yang oleh media kemudian disebut Pisowanan Ageng dianggap sebagai bukti bahwa otoritas Sultan masih kuat.
Pada tahun 2011, gerakan yang menuntut status keistimewaan Yogyakarta diorganisir oleh Sekber Keistimewaan dan menegaskan
ketidaksetujuannya terhadap Presiden SBY yang dinilai mengusik paugeran dalam keistimewaan Yogyakarta. Gerakan Keistimewaan ini
berakhir dengan dibuatnya UU 132012 tentang Keistimewaan yang secara garis besar menegaskan bahwa Yogyakarta merupakan Daerah
Istimewa. Undang-undang yang menegaskan kekuasaan penuh Sultan dan Paku Alam sebagai pemimpin tertinggi DIY menandai bahwa politik
dinasti menjadi basis politik kekuasaan diselenggarakan. Namun, status keistimewaan yang disematkan DIY bukannya
tanpa konflik. Konflik ini terjadi dalam tubuh Pakualaman maupun Kraton terkait dengan suksesi kepemimpinan yang memiliki hubungan
dengan jabatan gubernur dan wakil gubernur DIY. Di Pakualaman, suksesi terus menjadi konflik yang tidak kunjung mereda sejak 1999.
Sementara itu, masalah suksesi muncul di pihak Kasultanan karena keturunan HB X tidak satupun laki-laki. Padahal, dalam sejarah raja di
Yogyakarta, semua sultan adalah laki-laki. Meskipun demikian, polemik suksesi Kraton telah terjadi semenjak tahun 1989 di mana Herjuno
Darpito diangkat menjadi KGPH Mangkubumi, untuk kemudian pada
tahun 1998 menjadi HB X. Lewat rapat keluarga, KGPH Mangkubumi dipilih menjadi pengganti HB IX, meskipun bukan putra dari permaisuri
HB IX. Pada tanggal 30 April 2015 lalu, HB X mengeluarkan Sabda Raja
yang menggantikan nama Buwono dengan Bawana , menghilangkan gelar Khalifatullah , penyebutan kaping sedasa menjadi kaping
sepuluh , berakhirnya perjanjian Ki Ageng Giring dengan Ki Ageng Pemanahan, dan menyempurnakan keris Kyai Ageng Gopek dengan Kyai
Ageng Joko Piturun. Wacana paling santer kemudian pada penghilangan gelar Khalifatullah yang membuka kemungkinan untuk kelima putri
Sultan, terkhusus GKR Pembayun, untuk menggantikan kedudukan ayahnya kelak.
Dari peristiwa Sabda Raja termaksud, pada bulan Juli muncul gerakan yang mengukuhkan Prabukusumo, adik dari HB X, sebagai calon
HB XI. Selain itu, pada September 2015 muncul gerakan-gerakan yang menyebarkan spanduk maupun stiker Tolak Sabda Raja yang dilakukan
oleh kelompok yang menamai diri Laskar Mangkusegoro dan Pejuang Khalifatullah. Spanduk dan stiker tersebut, diperhatikan atau tidak,
muncul di tempat-tempat dari yang cukup ramai hingga relatif sepi, misalnya di perempatan pertigaan Demangan, Jalan Kaliurang, Tugu Jogja,
daerah Kauman, sampai di sekitaran stadion Maguwoharjo. Keberadaan spanduk dengan warna tulisan hijau tersebut disusul dengan spanduk
dengan tulisan berwarna merah yang di beberapa menggantikan
spanduk sebelumnya. Spanduk yang mengatasnamakan Forum Peduli Keistimewaan dan Forum Perempuan Istimewa ini menyampaikan
secara berturut-turut Paugeran Harga Mati dan Tolak Amandemen UUK . Sementara itu, muncul juga kelompok yang menyebarkan poster
bertuliskan Saatnya Raja Jogja Perempuan, Kenapa Tidak? dengan gambar GKR Pembayun yang disebar oleh kelompok bernama Superpan.
Gerakan yang mengaku sebagai gerakan politik tanpa partai ini menyertakan nomor kontak meskipun tidak memberi respon ketika coba
dikontak. Meskipun spanduk dan stiker tersebut tidak diikuti aksi tindakan kekerasan, namun keduanya turut menciptakan wacana
mengenai bagaimana pemerintahan di Yogyakarta diselenggarakan dan bagaimana paugeran menjadi perbincangan tersendiri bagi beberapa
kelompok. Kondisi ini tentu saja akan berbeda dengan daerah lain di Indonesia yang penyelenggaraan pemerintahannya berdasarkan pada
partai politik. Penegasan keistimewaan DIY yang dibarengi pertumbuhan
perekonomian dan
padat-sesaknya ruang-ruang
di Yogyakarta
memunculkan isu baru mengenai agraria dan lingkungan, terutama dengan ditinjaunya kembali SGPAG. Pada tahun 2006, muncul isu
mengenai penambangan pasir besi sepanjang 22 kilometer di Kecamatan Temon, Wates, Panjatan, dan Galur Kabupaten Kulon Progo.
104
104
Warga Kulon Progo lainnya, yang berada di Glagah, mengakami konflik dengan aparat dan PT. Angkasa Pura I sebagai dampak rencana pembangunan bandara mulai 2011. Baik
polisi maupun TNI diisukan terlibat dalam peneroran warga.
Penambangan ini ditolak oleh warga yang sebagian besar telah mendapatkan untung lewat pengolahan lahan di sebelah Selatan jalan
Daendels. Pada tanggal 1 April 2006, di-sesepuh-i Raden Mas Adjie Kusumo yang adalah adik HB X, dibentuk Paguyuban Petani Lahan Pantai
Kulon Progo PPLP KP beranggotakan warga dari 10 desa yang terancam oleh dampak buruk penambangan pasir besi.
105
Isu mengenai lingkungan hidup semakin marak pada tahun 2013 berkaitan dengan pembangunan hotel dan surutnya air tanah. Gerakan
seperti Jogja Asat, Kota untuk Manusia, dan Jogja Ora Didol mendominasi perhatian masyarakat publik, di samping isu lebih besar lain berkaitan
dengan pertanahan dalam RUUK DIY, yakni Sultan Ground dan Paku Alam Ground yang dimanfaatkan sebagai aset bisnis pihak Kraton. Kepemilikan
tanah oleh pihak Kasultanan dan Pakualaman menciptakan polemik- polemik seperti Cina tidak boleh memiliki tanah di Jogja , artinya
pertanahan bisa jadi menentukan mana yang bukan orang Yogyakarta atau pribumi dan mana yang cuma pendatang. Meskipun kategori ini
sangat rawan dan rapuh karena perlu dipertanyakan: atas dasar apa?
105
Investor dari proyek penambangan pasir besi ini adalah PT Jogja Magasa Mining JMM yang adalah kerajaan bisnis keluarga Kraton Yogyakarta. Lihat dalam A.B. Widyanta,
Konflik Mega Proyek Tambang Pasir Besi Kulon Progo Anatomi, Eskalasi, dan Resolusinya juga dalam George Junus Aditjondro, SG dan PAG, Penumpang Gelap RUUK
Yogyakarta .
Tabel 2.2. Tanah Kasultanan dan Tanah Kadipaten
No. Kabupaten
Kota Bidang
Luas m² Jumlah
Sertipikat sd Tahun 2015
Target Pensertipikatan
Tahun 2016 1.
Yogyakarta 339
613,345 m² 286
50 2.
Bantul 3.074
7,031,574 m² 1.447
300 3.
Kulon Progo 1.281
16,452,534 m² 312
240 4.
Gunungkidul 4.046
26,656,191 m² 516
300 5.
Sleman 4.486
7,465,502 m² 306
300 Jumlah
13.226 58,219,146 m²
2.867 1.190
Sumber: Bappeda DIY 2016
Pertemuan dari berbagai latar belakang dan konteks politik nasional pasca reformasi kemudian memungkinkan pergolakan dalam
bidang kesukuan dan keagamaan. Munculnya kelompok primordial kesukuan dan kelompok-kelompok atas nama agama adalah khas pasca
reformasi di Indonesia. Subagya 2015 menemukan bahwa masyarakat Yogyakarta cenderung mengidentifikasi diri dengan agamanya alih-alih
etnisnya. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa ekspresi dan praktek keagamaan cenderung meningkat dari dekade 1990.
106
Ekspresi dan praktek keagamaan ini tampak misalnya dengan munculnya figur
selebritis dalam agama
107
, gereja mall
108
, atau dalam ormas berbasis agama.
Ormas-ormas, baik berbasis agama atau tidak, melakukan beberapa pembubaran diskusi dan nonton bareng film Senyap pada tahun
2014 dan Pulau Buru Tanah Air Beta pada bulan Mei 2016 sempat terjadi
106
Subagya, 2015, Op.Cit., hal.224.
107
Joshua Barker, Johan Lindquist, et.al. , Figures of Indonesian Modernity dalam Indonesia,
Volume 87 April 2009, hal. 35-72.
108
Di rooftop Jogja City Mall , pusat perbelanjaan yang asli milik keluarga Sultan, terdapat
gereja yang digunakan oleh GBI Keluarga Allah.
di Yogyakarta.
109
Meskipun, ormas-ormas atau gangster sisa Orde Baru seperti FAKI, PP, dan FKPPI masih berperan menjadi aktor, namun
sebagian besar pembubaran kegiatan lain dilakukan oleh ormas yang mengusung nama Islam
110
, misalnya seminar LGBTI di Fakultas Psikologi Sanata Dharma
111
dan Lady Fast di Bantul. Sayangnya, kecenderungan fasis dari ormas tersebut tidak kunjung diikuti dengan ketegasan aparat
maupun otoritas di Yogyakarta. Bahkan, selain FUI dan FJI, pembubaran Lady Fast yang dilakukan pada 2 April 2016 justru melibatkan polisi. Di
titik inilah kemudian mulai dipertanyakan hubungan antara ormas atau gangster dengan aparat, yang dalam sejarah di Yogyakarta dikenal
sebagai preman atau gali.
B. Preman di Yogyakarta