h. Overbite adalah jarak antara gigi insisivus atas dengan mahkota klinis
insisivus bawah dalam arah vertikal diukur menggunakan kaliper dalam skala nominal.
i. Deepbite adalah gigitan dalam yang diukur dari arah vertikal permukaan
insisal gigi insivus atas dan bawah diukur menggunakan kaliper dalam skala nominal.
j. Gigi supernumerary adalah gigi yang berlebih dibandingkan dengan jumlah
normal gigi. k.
Daerah hipodonsia adalah ruang pada gigi dimana tidak adanya benih gigi dinilai secara visual oleh peneliti. Daerah hipodonsia yang tidak terlalu besar
sehingga dilakukan penutupan ruang untuk meniadakan perawatan prostetik termasuk tingkat 4 dan daerah hipodonsia yang besar dengan implikasi
restorasi termasuk tingkat 5 pada Dental Health component. l.
Gigi terpendam adalah gigi kecuali molar tiga yang tidak erupsi disebabkan kurang ruang atau patologis lainnya.
m. Gigi karies adalah gigi yang mengalami proses demineralisasi dimana
bewarna kehitaman dan tidak mendapatkan perawatan konservasi. 2.
Tingkat kebutuhan perawatan ortodonti adalah penilaian secara objektif terhadap derajat maloklusi berdasarkan tingkat keparahan maloklusi menurut DHC, yaitu
tingkat 1-2 tidaksedikit memerlukan,tingkat 3 memerlukan perawatan sedang, dan tingkat 4-5 sangat memerlukan perawatan.
3. Remaja SMA adalah masa peralihan anak-anak menjadi dewasa dalam tingkat
pendidikan sekolah menengah atas.
3.7 Prosedur Penelitian
1. Peneliti datang ke sekolah untuk meminta izin kepada kepala sekolah agar dapat melakukan penelitian di SMAN 8 Medan.
2. Meminta pembagian kelas yang dapat dimasuki oleh penelitidan membuat jadwal penelitian dengan kepala sekolah SMAN 8 Medan.
Universitas Sumatera Utara
3. Melakukan penjelasan pada setiap responden tentang prosedur penelitian, kriteria inklusi dan eksklusi sebagai sampel, dan kesukarelaan respondensebelum
dilakukan penelitian. 4. Pemberianinform concern pada setiap respondenyang sesuai untuk diisi
sebagai lembar persetujuan sebelum tindakan. 5. Melakukan pemeriksaan intra oral untuk melihat adanya gigi karies yang
tidak dirawat dan kebersihan rongga mulut rendah. 6. Melakukan pencetakan gigi pada masing-masing sampel dengan
menggunakan bahan alginat, air, dan bahan sendok cetak sesuai ukuran responden. 7. Subjek diintruksikan untuk duduk di kursi dengan posisi tegak dan rileks
dimana posisi kepala dan tubuh berada dalam satu garis lurusmenghadap peneliti dan membuka mulut. Posisi inter pupil pasien sejajar garis lantai dan garis oklusal atas
dan bawah sejajar lantai. 8. Penjelasan oleh peneliti tentang perasaan mual dan tidak nyaman yang
akan dirasakan selama sendok cetak berada di dalam mulut. Sampel diintruksikan menundukkan kepala kearah lantai apabila merasa mual selama proses pencetakan.
9. Peneliti mencocokkan ukuran sendok cetak yang sesuai dengan ukuran rahang sampel penelitian kemudian meminta bantuan asisten untuk mengaduk bahan
cetak alginat dengan air. 10. Peneliti mencetak rahang bawah terlebih dahulu dengan mengintruksikan
sampel mengangkat ujung lidah ke posisi palatum anterior ketika bahan cetak dimasukkan kemudian meletakkan kembali ke posisi normal.
11. Subjek diminta untuk mengatupkan mulut selama 2 menit, bernapas melalui hidung, dan menundukkan kepala ke arah lantai.
12. Cetakan yang sudah mengeras dikeluarkan dari dalam mulut dan diperiksa kesesuaian cetakan. Cetakan kemudian diberikan nomor untuk pengodean dan
dilanjutkan dengan pencetakan rahang atas dengan prosedur yang sama. 13. Setelah melakukan pencetakan gigi, peneliti melakukan pengambilan
gigitan malam. Sebelum mengambil gigitan malam, peneliti melihat secara visual dan mencatat hubungan molar permanen pertama kanan dan kiri serta midline rahang atas
Universitas Sumatera Utara
dan rahang bawah dalam keadaan oklusi sentrik.Peneliti kemudian memanaskan malam di atas lampu spiritus, memasukkan malam ke dalam rongga mulut pasien lalu
subjek diintruksikan oklusi sentrik.Peneliti kembali memeriksa hubungan molar permanen pertama dan kesejajaran garis midline lalu disesuaikan dengan data
sebelum dilakukan pengambilan gigitan malam.Gigitan malam yang sesuai data sebelum dan saat dilakukan pengambilan kemudian dipindahkan ke model gigi
sampel. 14. Cetakan yang telah sesuai kemudian diisi dengan dental stone untuk
mendapatkan model gigi. 15. Model gigi yang telah mengeras ditaman dalam rubber base dengan white
stone sampai mengeras. 16. Pemeriksaan dan pengukuran model gigi menggunakan kaliper digital
sesuai dengan Dental health Componentmeliputi overjet, overbite, crossbite, pergeseran titik kontak, dan hipodonsia.
17. Pengukuran overjet dilakukan pada model gigi yang dioklusikan lalu diukur jarak maksimum antara permukaan labial insisivus sentral atas dengan
permukaan labial insisivus rahang bawah dengan menggunakan kaliper digital. Hasil yang diperoleh dikategorikan dalam tingkat kebutuhan perawatan ortodonti
berdasarkan Dental Health Component. 18. Pengukuran overbite dilakukan pada model gigi yang dioklusikan lalu
diukur jarak antara gigi insisivus atas dengan mahkota klinis insisivus bawah dalam arah vertikal. Hasil yang diperoleh dikategorikan dalam tingkat kebutuhan perawatan
ortodonti berdasarkan Dental Health Component. 19. Pengukuran crossbite dilakukan pada model gigi yang dioklusikan lalu
diperiksa susunan gigi dimana salah satu atau lebih gigi geligi anterior atau posterior rahang atas berada dalam posisi tonjol lawan tonjol atau lebih ke arah lingual
dibandingkan gigi rahang bawah. Hasil yang diperoleh dikategorikan dalam tingkat kebutuhan perawatan ortodonti berdasarkan Dental Health Component.
20. Pengukuran pergeseran titik kontak dilakukan dengan terlebih dahulu mengoklusikan model gigi. Peneliti memeriksa posisi tonjol mesiolingual molar
Universitas Sumatera Utara
pertama rahang atas yang jatuh pada fossa molar pertama rahang bawah.Pergeseran titik yang terjadi lalu diukur dan digolongkan dalam tingkat kebutuhan perawatan
ortodonti berdasarkan Dental Health Component. 21. Pemeriksaan daerah hipodonsia secara visual dengan melihat apakah ada
gigi yang tidak erupsi. Hasil pengamatan digolongkan dalam kategori memerlukan perawatan ortodonti
22. Hasil setiap komponen pengukuran kemudian digolongkan pada tingkat kebutuhan perawatan ortodonti berdasarkan Dental Health Component.Hasil
dikategorikan berdasarkan tingkat yang paling parah.
3.8 Pengolahan Data