3. Pemenuhan kesehatan berkelanjutan
107 100
- -
4. PPK tentang manajemen nyeri dan teknik
rehabilitasi 98
91,6 9
8,4 5.
Metode PPK untuk mempertimbangkan nilai- nilai dan pilihan pasien serta interaksi pasien
dan keluarga 107
100 -
-
6. Pemberian pendidikan dilakukan secara
kolaborasi oleh tenaga kesehatan 107
100 -
-
5.2 Pembahasan
5.2.1 Pelaksanaan Pendidikan Pasien dan Keluarga PPK yang Dilakukan oleh Perawat di Rumah Sakit TK II Putri Hijau Medan
Hasil penelitian diperoleh data bahwa jumlah perawat yang melaksanakan PPK sebanyak 100. Hal ini menunjukkan bahwa PPK di Rumah Sakit TK II
Putri Hijau Medan telah dilaksanakan oleh perawat pelaksana dan perawat
pelaksana telah melaksanakan perannya sebagai pendidik educator kepada pasien.
Hasil tersebut didukung oleh penelitian Kelo, Martikanen dan Erikson 2013 tentang Patient Education of Children and Their Families: Nurses’
Experiencer dari 45 perawat, bahwa perawat yang melaksanakan pendidikan kepada pasien dan keluarga mencapai 71,1. Hal ini dikarenakan dalam
memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga serta bagaimana penerimaan edukasi dari pasien dan keluarga dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
kebudayaan, kondisi penyakit si pasien, situasi keluarga saat itu dan sumber daya yang ada seperti manusia, materi yang berhubungan dan sistem pengorganisasian.
Hapsari, Adriana dan Simamora 2013 mengatakan bahwa faktor yang mempengaruhi peran perawat sebagai edukator adalah kondisi pasien,
49
Universitas Sumatera Utara
kebudayaan pasien, bahasa yang digunakan pasien sehari- hari dan kesiapan
pasien keluarga pasien dalam menerima pengajaran dari perawat. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hapsari, Adriana dan Simamora
2013 menunjukkan hasil yang berbeda dengan penelitian yang dilakukan peneliti di Rumah Sakit TK II Putri Hijau Medan dan penelitian Kelo, Martikanen
dan Erikson yaitu perawat yang melaksanakan perannya sebagai pendidik educator hanya mencapai 36. Hasil tersebut menunjukkan bahwa perawat
belum melaksanakan perannya sebagai pendidik eductor secara optimal dikarenakan dalam memberikan penjelasan terkait kesehatan pasien hanya
mencapai 24. Pemberian informasi kepada pasien dan keluarga harus didasari oleh bekal
pengetahuan dimana untuk dapat melaksanakan peran sebagai pendidik educator salah satu syarat yang harus dimiliki seorang perawat adalah wawasan ilmu
pengetahuan. Perawat harus memiliki pengetahuan yang luas dalam memberikan pendidikan kepada pasien dan keluarga sebagai upaya untuk mempengaruhi orang
lain agar dapat berperilaku sesuai dengan yang diharapkan Mubarak Chayatin, 2009.
Faktor yang mempengaruhi pelaksanaan peran perawat sebagai edukator selain pengetahuan adalah faktor usia, pendidikan, lama kerja dan sikap yang
dapat mempengaruhi pelaksanaan peran perawat dalam memberikan pendidikan kepada pasien dan keluarga.
Universitas Sumatera Utara
Hasil penelitian terkait dengan usia perawat pelaksana yang bekerja diruang rawat inap Rumah Sakit TK II Putri Hijau Medan menunjukkan bahwa mayoritas
perawat pelaksana berada pada rentang usia 26-36 tahun yaitu sebanyak 41,1,. Data ini memberi gambaran bahwa sebagian besar perawat yang ada di diruang
rawat inap Rumah Sakit TK II Putri Hijau Medan berada pada tahap usia produktif dimana seseorang berada pada puncak aktivitasnya pada usia tersebut.
Begitu juga dengan penelitian Kelo, Martikanen dan Erikson 2013 yang menyatakan bahwa sebanyak 45 perawat berada pada rentang usia 20-60 tahun.
Usia mempengaruhi daya tangkap dan pola pikirnya sehingga pengetahuan yang diperoleh akan semakin baik Notoadmodjo, 2007.
Pendidikan, pelatihan, pengalaman dan kesehatan mempengaruhi kemampuan dan sikap kerja seseorang Ali, 2009. Terkait dengan pendidikan
serta pengalaman, pendidikan terakhir perawat pelaksana diruang rawat inap Rumah Sakit TK II Putri Hijau Medan mayoritas adalah D-III dengan lama kerja
barada pada rentang 3 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa perawat pelaksana memiliki pengalaman yang cukup untuk memberikan pendidikan kepada pasien
dan keluarga dimana semakin lama bekerja semakin banyak pengalaman dan pengetahuan yang didapatkan.
Perawat pelaksana di ruang rawat inap Rumah Sakit TK II Putri Hijau Medan yang menyediakan pendidikan dalam pengambilan keputusan dan proses
pelayanan mencapai persentase sebanyak 100 . Hal ini menunjukkan bahwa seluruh perawat pelaksana telah memberikan PPK diruang rawat inap sesuai
dengan visi dan misi rumah sakit, program kerja rumah sakit PKRS, jenis
51
Universitas Sumatera Utara
pelayanan, kebutuhan pasien dan mengikutsertakan pasien dan keluarga dalam pengambilan keputusan asuhan KARS, 2012. Pada The Patient Care
Partnership sebelumnya dikenal sebagai A Patient’s Bill of Right, American Hospital Association 2003 dalam Potter Perry, 2010 menyatakan bahwa
pasien berhak mengambil keputusan tentang pelayanannya setelah menerima informasi yang cukup. Informasi tersebut harus akurat, lengkap, dan sesuai
dengan kebutuhan pasien. Perawat pelaksana yang mengikutsertakan pasien dan keluarga dalam
pengambilan keputusan memiliki persentase terendah dibandingkan dengan yang lain yaitu sebanyak 88,8 . Menurut penelitian
Portz dan
Johnston 2014
mengenai Implementation of an evidence-based education practice change for patients with cancer mengatakan bahwa untuk menambah semangat pasien
penting untuk membawa keluarga atau teman atau pengasuh dalam pemberian edukasi kepada pasien dan pada saat terapi pertama pasien.
Kesiapan pasien dan keluarga tentang informasi dapat diketahui oleh perawat dengan melakukan pengkajian kebutuhan pendidikan pasien. Pengkajian
merupakan hal pertama yang dilakukan oleh perawat yang merupakan kunci membuat keputusan klinis, mengetahui keadaan pasien, serta masalah pasien
Potter Perry, 2005. Pengkajian meliputi keyakinan dan nilai-nilai pasien dan keluarga, kemampuan membaca pasien dan keluarga, bahasa yang digunakan
pasien dan keluarga saat berkomunikasi, tingkat pendidikan pasien dan keluarga, hambatan emosional pasien dan keluarga, motivasi belajar yang dimiliki pasien
dan keluarga, keterbatasan fisik pasien dan keluarga, keterbatasan kognitif pasien
Universitas Sumatera Utara
dan keluarga serta kesediaan pasien dan keluarga untuk menerima informasi KARS, 2012.
Rebecca, Cailouet dan Guererro 2012 mengatakan bahwa dalam mengembangkan program pendidikan pasien, tingkat pemahaman, kendala
bahasa, buta huruf, cacat komunikasi, dan metode pembelajaran disukai harus dipertimbangkan. Perawat harus memperhatikan tanda-tanda isu-isu tersebut.
Oleh karena itu, pengkajian kebutuhan pendidikan pasien adalah penting dilakukan.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data bahwa perawat pelaksana diruang rawat inap Rumah Sakit Putri Hijau Medan yang melaksanakan
pengkajian kebutuhan pendidikan pasien mencapai 100 . Meskipun begitu, pengkajian mengenai motivasi belajar yang dimiliki pasien yaitu sebanyak 82,2
harus ditingkatkan. Menurut Potter dan Perry 2010 dalam mengkaji motivasi belajar pasien
perlu dilakukan pengkajian faktor motivasional yang terdiri dari perilaku tingkat perhatian, kecenderungan untuk bertanya, memori dan kemampuan untuk
berkonsenterasi selama sesi pengajaran, kepercayaan tentang kesehatan dan latar belakang sosial budaya, persepsi tentang keparahan dan kerentanan terhadap
masalah kesehatan serta keuntungan dan batasan terhadap terapi, kemampuan yang dirasakan untuk melakukan perilaku kesehatan, keinginan belajar, sikap
tentang penyelenggaraan layanan kesehatan contoh : peran klien dan perawat dalam mengambil keputusan, pilihan gaya belajar, pasien yang belajar melalui
Universitas Sumatera Utara
penglihatan dan pendengaran akan memperoleh keuntungan dari pengajaran lewat video. Hal itu untuk menentukan kesediaan dan kesiapan pasien untuk belajar.
Hasil penelitian Hartono, Cahyati dan Riyana 2014 tidak sejalan dengan peneliti yaitu pada tahap persiapan, didapatkan hasil bahwa sebagian besar
perawat 71,5 belum melakukan persiapan pendidikan kesehatan yang akan dilakukan dengan benar karena kegiatan persiapan pendidikan kesehatan yang
menyangkut pengkajian pengetahuan dasar klien tentang hal yang akan dijelaskan, persiapan lingkungan, persiapan Satuan Acara Penyuluhan SAP, pembuatan
media pembelajaran, belum dilakukan dengan optimal. Sebagian besar perawat melakukan pendidikan kesehatan terhadap pasien dengan sistem dadakan tanpa
perencanaan secara optimal. Pendidikan pasien dan keluarga PPK yang efektif diawali dengan
pengkajian kebutuhan pembelajaran pasien dan keluarganya hingga setelah pasien dipulangkan dimana pasien perlu mendapatkan kebutuhan akan kesehatan
berkelanjutan. Perencanaan pulang merupakan proses dinamis agar tim kesehatan mendapatkan kesempatan yang cukup untuk menyiapkan pasien melakukan
perawatan mandiri dirumah Nursalam Efendi, 2008. Hasil penelitian didapatkan data yaitu perawat pelaksana di ruang rawat
inap Rumah Sakit Putri Hijau Medan yang melaksanakan pemenuhan kebutuhan kesehatan pasien berkelanjutan mencapai 100 . Hal ini menunjukkan bahwa
perawat pelaksana ruang rawat inap telah memberikan informasi kepada pasien sebagai persiapan pasien pulang. Hal ini didukung oleh penelitian Searawati,
54
Universitas Sumatera Utara
Suryani dan Astuti 2015 dimana kesiapan pasien setelah diberikan perencanaan pulang mencapai 94,6 menyatakan siap karena pasien telah mendapatkan
pengetahuan tentang hal-hal yang perlu dipersiapkan sebelum pulang seperti obat- obat, aturan diet, aktivitas dan istirahat serta perawatan lanjutan.
Pengetahuan yang didapatkan pasien dan keluarga dari perawat pelaksana dapat berupa manajemen nyeri dan teknik rehabilitasi serta bagaimana merawat
anggota tubuh yang beresiko tinggi. Berdasarkan hasil penelitian, perawat pelaksana di ruang rawat inap Rumah Sakit Putri Hijau Medan yang
melaksanakan PPK tentang manajemen nyeri dan teknik rehabilitasi 98 orang 96,1 dengan persentase terendah terdapat pada pelaksanaan pendidikan pasien
dan keluarga tentang teknik rehabilitasi. Hal ini dikarenakan sebagian perawat menganggap bahwa teknik rehabilitasi hanya dilakukan oleh dokter dan
fisioterapi. Namun, menurut Jannetti 2010 mengenai Self-care rehabilitation and optional functioning bahwa setiap rencana perawatan harus meliputi
pendidikan dan pelatihan bagi pasien dan keluarga yang sesuai untuk manajemen diri pasien, perawatan diri, dan adaptasi terhadap perubahan status kesehatan.
Rehabilitasi merupakan komponen penting dari rencana perawatan berkelanjutan dari pasien. Pernyataan tersebut didukung oleh Sutrisno 2007 yang mengatakan
bahwa tim rehabilitasi medik adalah dokter saraf, bedah saraf, ahli rehabilitas medis dan dokter yang terkait serta perawat dan terapis juga perlu mahir.
Penelitian Hartono, Cahyati dan Riyana 2014 yaitu mengenai pelaksanaan pendidikan kesehatan preoperasi pada tahap pelaksanaan meliputi tindakan-
tindakan yang dilakukan dalam menyampaikan informasi prosedur preoperasi dan
Universitas Sumatera Utara
latihan-latihan yang harus dilakukan pasien pada saat setelah operasi dilakukan latihan Range of MotionROM, latihan teknik mengurangi nyeri, tahapan
mobilisasi, cara perawatan luka dan informasi tentang tandatanda komplikasi dari luka operasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 20 orang perawat yang
diteliti, 85,7 telah melakukan kegiatan pendidikan kesehatan dengan benar. Ini berarti bahwa sebagian besar kegiatan dilaksanakan sesuai dengan standar yang
ada. Sementara hanya 14.3 kegiatan lainnya belum melaksanakan sesuai standar yang ada.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perawat pelaksana diruang rawat inap Rumah Sakit Putri Hijau Medan yang melaksanakan PPK dengan metode
pendidikan pasien dan keluarga untuk mempertimbangkan nilai-nilai dan pilihan pasien serta interaksi pasien dan keluarga mencapai 100 . Hal ini menunjukkan
bahwa perawat pelaksana siap untuk mengajar dengan memilih metode pendidikan sesuai dengan kebutuhan pasien, berinteraksi dengan baik kepada
pasien, memahami serta memperhatikan kondisi pasien dan keluarga selama proses edukasi berlangsung. Pembelajaran akan terlaksana apabila memperhatikan
metode yang digunakan untuk mendidik pasien dan keluarga. Memahami pasien dan keluarga akan membantu rumah sakit memilih pendidik dan metode
pendidikan yang konsisten dengan nilai-nilai dan pilihan pasien dan keluarganya, serta mengidentifikasi peran keluarga dan metode pemberian instruksi KARS,
2012. Mengidentifikasi peran keluarga sangat penting karena didalam standar
kelima yaitu melibatkan pasien dan keluarga untuk berpartisipasi menetapkan
Universitas Sumatera Utara
rencana kegiatan pengajaran memperoleh persentase terendah yaitu 88,8 . Hal itu dikarenakan informasi tentang pelayanan kesehatan pasien bersifat rahasia ,
terkadang pasien sulit menerima bantuan dari anggota keluarga terutama jika terdapat gangguan fungsi fisik sehingga dalam hal ini perlu ditanyakan kepada
pasien tentang kesediaan melibatkan anggota keluarga atau orang terdekat kedalam rencana pengajaran dan menyediakan pelayanan kesehatan Potter
Perry, 2010. Kolaborasi dapat membantu menjamin bahwa informasi yang diterima
pasien dan keluarga adalah komprehensif, konsisiten dan seefektif mungkin. Kolaborasi dalam memberikan pendidikan oleh tenaga kesehatan merupakan
standar PPK yang keenam mengenai pemahaman peran perawat dalam pemberikan pendidikan pasien dan keluarga secara kolaborasi, menyediakan
waktu yang adekuat dalam memberikan pendidikan pasien dan keluarga, menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh pasien dan keluarga,
menguasai materi yang akan diberikan dalam pendidikan pasien dan keluarga, berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya dalam pendidikan pasien dan
keluarga KARS, 2012. Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan data sebanyak 100 perawat
pelaksana melaksanakan PPK standar keenam. Hal ini menunjukkan bahwa perawat pelaksana menguasai materi sebelum memberikan edukasi kepada pasien
dan keluarga, memiliki komunikasi yang baik kepada pasien dan memahami perannya dalam memberikan pendidikan kepada pasien dan keluarga secara
kolaborasi. Namun, pada pernyataan bahwa perawat menyediakan waktu yang
Universitas Sumatera Utara
adekuat dalam memberikan pendidikan pasien dan keluarga mempunyai persentase terendah yaitu 95,3 hal ini dikarenakan sebagian perawat
mengatakan bahwa banyaknya pasien yang membutuhkan perawatan merupakan faktor ketidakadekuatan waktu dalam memberikan PPK .
Hal ini didukung oleh penelitan mengenai Motivasi Perawat Melakukan Pendidikan Kesehatan Di Ruang Anggrek RS Tugurejo Semarang bahwa 5 dari 6
perawat mengatakan hambatan pemberian pendidikan kesehatan dari perawat antara lain waktu yang terbatas, terlalu banyak pekerjaan dan pasien, sibuk, malas,
tenaga perawat terbatas dan pengetahuan perawat kurang. Pendidikan yang kurang memadai, karakter pribadi perawat yang pemalas dan tidak kreatif membuat
perawat kurang mampu memberikan pendidikan kesehatan sesuai kebutuhan pasien. Selain itu kurang distandarisasikan dan kurang jelasnya materi pendidikan,
delegasi, pendokumentasian dan koordinasi yang kurang juga mempengaruhi pendidikan kesehatan yang diberikan oleh seorang perawat. Hal ini menyebabkan
seringkali terjadi duplikasi dokumentasi pendidikan kesehatan atau malah tidak dilakukan sama sekali, kurangnya komunikasi antara perawat dan tenaga
kesehatan yang lain serta materi diambil dari berbagai sumber yang belum valid Lasmito Rachma, 2009.
Menurut Kelo, Martikanen dan Erikson 2013, waktu merupakan sebuah tantangan dengan sumber yang terdiri atas kurangnya perawat tetapi rata-rata
jumlah dokter dan pasien, kurang pengalaman, pendidikan tidak disediakan langkah demi langkah sebelum pasien pulang, tidak ada waktu untuk persiapan ,
Universitas Sumatera Utara
tidak ada ruang tenang untuk konseling, tidak cukup waktu untuk memberikan pendidikan karena jumlah pasien yang dirawat banyak.
Hasil penelitian Indrayani dan Santoso 2012 yaitu sebagian besar pendidikan kesehatan yang diberikan oleh perawat secara lengkap sesuai dengan
kebutuhan pasien hanya mencapai 67,6. Hal ini menunjukkan masih ada sebagian kecil pendidikan kesehatan yang diberikan oleh perawat dengan tidak
lengkap, dimana ketidaklengkapan pemberian pendidikan kesehatan sebagian besar terletak pada pemberian pendidikan kesehatan yang tidak menggunakan
alat peraga untuk memudahkan klien dalam memahaminya.
Universitas Sumatera Utara
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN