Perbandingan Kompleksitas Maloklusi Klas I, II, III Pada Pasien Di Klinik Ortodonsia Rumah Sakit Gigi Dan Mulut Pendidikan FKG USU Dengan Menggunakan Metode Discrepancy Index

(1)

TESIS

O l e h :

CUT YULIZA IRAWANI

047028002

PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS ORTODONSIA

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N


(2)

PERBANDINGAN KOMPLEKSITAS MALOKLUSI KLAS I, II,

III PADA PASIEN DI KLINIK ORTODONSIA RUMAH SAKIT

GIGI DAN MULUT PENDIDIKAN FKG USU DENGAN

MENGGUNAKAN METODE DISCREPANCY INDEX

TESIS

Untuk memperoleh Gelar Spesialis Ortodonsia (Sp.Ort) dalam Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Ortodonsia

pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara

O l e h :

CUT YULIZA IRAWANI

040610003

PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS ORTODONSIA

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N


(3)

PERSETUJUAN TESIS

Judul Tesis

: PERBANDINGAN KOMPLEKSITAS MALOKLUSI KLAS I, II, III PADA PASIEN DI KLINIK ORTODONSIA RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT PENDIDIKAN FKG USU DENGAN MENGGUNAKAN METODE DISCREPANCY INDEX

Nama Mahasiswa : Cut Yuliza Irawani Nomor Induk Mahasiswa : 047028002

Program Studi : Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Ortodonsia

Menyetujui Komisi Pembimbing

Pembimbing Utama

(Nurhayati Harahap, drg., Sp.Ort (K)

Pembimbing Anggota

(Muslim Yusuf, drg., Sp.Ort) Ketua Program PPDGS-1 Ortodonsia

(Nurhayati Harahap, drg., Sp.Ort (K) NIP:19481230 197802 2 002


(4)

4

Telah diuji

Pada tanggal : 29 Juli 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Nurhayati Harahap, drg., Sp.Ort (K) Anggota : - Muslim Yusuf, drg., Sp.Ort.

- F. Susanto A, drg., Sp.Ort (K), FICD - Amalia Oeripto, drg., MS. Sp.Ort (K)


(5)

PERNYATAAN

PERBANDINGAN KOMPLEKSITAS MALOKLUSI KLAS I, II, III

PADA PASIEN DI KLINIK ORTODONSIA RUMAH SAKIT

GIGI DAN MULUT PENDIDIKAN FKG USU DENGAN

MENGGUNAKAN METODE

DISCREPANCY INDEX

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 29 Juli 2009


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat Rahmat dan KaruniaNya, penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul ”Perbandingan Kompleksitas Maloklusi Klas I, II, III pada Pasien di Klinik Ortodonsia Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan FKG USU dengan Menggunakan Metode Discrepancy Index”.

Dalam membuat penulisan tesis ini penulis mendapatkan bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Prof. dr. Chairuddin P. Lubis, DTM & H, Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Ismet Danial Nasution, drg., Ph.D., Sp.Pros (K), Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

3. Nurhayati Harahap, drg., Sp.Ort (K), selaku Ketua Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Ortodonsia Universitas Sumatera Utara dan sebagai dosen pembimbing utama yang telah banyak membantu dalam penulisan tesis penelitian ini dengan meluangkan waktu dan pikiran dengan penuh kesabaran.

4. Muslim Yusuf, drg., Sp.Ort, anggota komisi pembimbing atas bimbingan, masukan dan dukungan yang diberikan dalam penyempurnaan penulisan tesis. 5. F. Susanto A, drg., Sp.Ort (K), FICD, selaku komisi pembanding yang banyak


(7)

6. Amalia Oeripto, drg., MS. Sp.Ort (K), selaku komisi pembanding yang memberikan informasi dan masukan dalam penulisan tesis ini

7. Seluruh staf dosen Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Ortodonsia Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan pembelajaran selama penulis mengikuti pendidikan.

8. Rekan-rekan mahasiswa Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Ortodonsia Universitas Sumatera Utara Angkatan 2004-2009, atas kebersamaan dalam pembelajaran selama ini.

9. Ibunda tercinta dan keluarga besar, yang selalu berdoa dan memberi dukungan semangat untuk menyelesaikan pendidikan.

10.Suami tercinta Ahmad Gustari SE dan anak-anakku yang tersayang Yuri, Riza, Shadiq atas pengertian, doa dan dukungan semangat yang diberikan selama mengikuti pendidikan.

11.Semua pihak yang telah membantu proses penyusunan tesis hingga selesai. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna baik dari segi isi maupun penulisan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini.

Medan, 29 Juli 2009 Penulis


(8)

DAFTAR ISI

Halaman PERSETUJUAN

PERNYATAAN

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... iii

DAFTAR TABEL... v

DAFTAR GAMBAR... vii

DAFTAR LAMPIRAN... viii

DAFTAR SINGKATAN... ix

ABSTRAK ... x

ABSTRACT ... xi

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Permasalahan ... 1.3. Tujuan Penelitian ... 4 4

1.4. Hipotesis Penelitian ... 5 1.5. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengukuran Maloklusi... 6

2.2. Manfaat Pengukuran DI ... 7

2.3. Landasan Teori ... 8

2.4. Kerangka Konsep ... 18

BAB III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ... 20

3.2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian ... 20

3.3. Populasi dan Sampel ... 20


(9)

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 22

3.6. Alat dan Bahan ... 26

3.7. Metode Pengukuran ... 27

3.8. Metode Analisis Data ... 31

3.9. Alur Penelitian ... 33

BAB IV. HASIL PENELITIAN 4.1. Deskripsi Karakteristik Sampel... 34

4.2. Perbedaan Tingkat Kompleksitas Maloklusi ... 35

4.3. Hubungan Variabel Maloklusi dengan Tingkat Kompleksitas Maloklusi Klas I, II, III ... 4.4. Variabel Dominan... 4.5. Rerata Skor DI... 37

46

47

BAB V. PEMBAHASAN 5.1. Distribusi Pasien ... 48

5.2. Tingkat Kompleksitas Maloklusi ... 48

5.3. Kompleksitas Maloklusi Klas I... 49

5.4. Kompleksitas Maloklusi Klas II ... 50

5.5. Kompleksitas Maloklusi Klas III ... 51

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 6.2. Saran ... 53 54 DAFTAR KEPUSTAKAAN ... 55

LAMPIRAN ... 57


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

1.1. Jenis Maloklusi yang Dirawat di Klinik Ortodonsia Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan FKG USU Juni 2006 – Juni 2008...

3 3.1.

4.1.

Distribusi Pengambilan Sampel Berdasarkan Maloklusi ... Distribusi Berdasarkan Jenis Kelamin pada Pasien di Klinik Ortodonsia Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan FKG USU Tahun 2006-2009...

21 34 4.2. Distribusi Berdasarkan Pekerjaan pada Pasien di Klinik

Ortodonsia Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan FKG USU

Tahun 2006-2009 ... 35 4.3. Perbedaan Tingkat Kompleksitas Maloklusi pada Pasien di

Klinik Ortodonsia Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan

FKG USU Tahun 2006-2009 ... 35 4.4. Persentase Overjet dengan Tingkat Kompleksitas Maloklusi

pada Pasien di Klinik Ortodonsia Rumah Sakit Gigi dan Mulut

Pendidikan FKG USU Tahun 2006-2009... 37 4.5. Persentase Overbite dengan Tingkat Kompleksitas Maloklusi

Klas I pada Pasien di Klinik Ortodonsia Rumah Sakit Gigi dan

Mulut Pendidikan FKG USU Tahun 2006-2009 ... 38 4.6. Persentase Anterior Openbite dengan Tingkat Kompleksitas

Maloklusi pada Pasien di Klinik Ortodonsia Rumah Sakit Gigi

dan Mulut Pendidikan FKG USU Tahun 2006-2009 ... 39 4.7. Persentase Lateral Crossbite dengan Tingkat Kompleksitas

Maloklusi pada Pasien di Klinik Ortodonsia Rumah Sakit Gigi

dan Mulut Pendidikan FKG USU Tahun 2006-2009 ... 40 4.8. Persentase Crowding dengan Tingkat Kompleksitas Maloklusi

pada Pasien di Klinik Ortodonsia Rumah Sakit Gigi dan Mulut

Pendidikan FKG USU Tahun 2006-2009 ... 40 4.9. Persentase Oklusi Molar dengan Tingkat Kompleksitas

Maloklusi pada Pasien di Klinik Ortodonsia Rumah Sakit Gigi

dan Mulut Pendidikan FKG USU Tahun 2006-2009 ... 41 4.10. Persentase Lingual Posterior x-bite dengan Tingkat

Kompleksitas Maloklusi pada Pasien di Klinik Ortodonsia Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan FKG USU Tahun 2006-2009 ...

42 4.11. Persentase Buccal Posterior x-bite dengan Tingkat


(11)

Kompleksitas Maloklusi Pasien di Klinik Ortodonsia Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan FKG USU Tahun 2006-2009 ..

43 4.12. Persentase Sudut ANB dengan Tingkat Kompleksitas Maloklusi

Pada Pasien di Klinik Ortodonsia Rumah Sakit Gigi dan Mulut

Pendidikan FKG USU Tahun 2006-2009 ... 44 4.13. Persentase Sudut SNGoGn dengan Tingkat Kompleksitas

Maloklusi pada Pasien di Klinik Ortodonsia Rumah Sakit Gigi

dan Mulut Pendidikan FKG USU Tahun 2006-2009 ... 44 4.14. Persentase Sudut IMPA dengan Tingkat Kompleksitas Maloklusi

pada Pasien di Klinik Ortodonsia Rumah Sakit Gigi dan Mulut

Pendidikan FKG USU Tahun 2006-2009 ... 45 4.15. Distribusi Anomali dan lain-lain pada Pasien di Klinik

Ortodonsia Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan FKG USU Tahun 2006-2009 ... 4.16. Nilai Rerata Variabel Skor DI pada Maloklusi Klas I, II, III ...

46 47 4.17. Rerata skor DI pada tiap maloklusi ... 47


(12)

DAFTAR GAMBAR

No.

Judul

Halaman

2.1. Overjet ... 9

2.2. Overbite ... 10

2.3. Anterior Open bite ... 11

2.4. Lateral Open bite ... 12

2.5. Crowding ... 12

2.6. Oklusi Klas I Angle ... 13

2.7. Oklusi Klas II Angle ... 14

2.8. Oklusi Klas III Angle ... 14

2.9. Lingual Posterior x-bite ... 15

2.10. Buccal Posterior x-bite ... 16

2.11. 2.12. 3.1. Sudut ANB, SN-GoGn, IMPA... Kerangka Konsep Penelitian………. Skema Identifikasi Variabel Penelitian……… 17 19 24 3.2. Alat yang digunakan untuk penelitian ... 26

3.3. 3.4. Bahan yang digunakan untuk penelitian ... Skema Alur Penelitian... 27 33 4.1. Distribusi Tingkat Kompleksitas pada Pasien di Klinik Ortodonsia Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan FKG USU Tahun 2006-2009 ... ... 36


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Kuesioner Penilaian DI ... 57

2. Surat Keterangan Izin Penelitian... 58

3. Surat Keterangan Pelaksanaan Penelitian... 59


(14)

DAFTAR SINGKATAN

1. OI = Occlusal Index

2.

TPI = Treatment Priority Index

3.

PAR = Peer Assesment Rating

4.

DI = Discrepancy Index

5.

ABO = American Board of Orthodontics

6.

OGS = Objective Grading System

7.

CCA = Comprehensive Clinical Assessment

8.

PPDGS = Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis

9.

FKG = Fakultas Kedokteran Gigi

10.

USU = Universitas Sumatera Utara

11. RSGMP = Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan 12. UI = Universitas Indonesia

13. IMPA = Insisivus Mandible Plane Angle 14. ANB = titik A-Nasion-titik B

15. SN-GoGn = Sella Nasion-Gonion Gnation

16. SNA = Sella-Nasion- titik A 17. SNB= Sella-Nasion-titik B


(15)

PERBANDINGAN KOMPLEKSITAS MALOKLUSI KLAS I, II,

III PADA PASIEN DI KLINIK ORTODONSIA RUMAH SAKIT

GIGI DAN MULUT PENDIDIKAN FKG USU DENGAN

MENGGUNAKAN METODE DISCREPANCY INDEX

ABSTRAK

Perawatan ortodonsia dengan alat cekat meliputi perawatan terhadap maloklusi Klas I, II, III. Keberhasilan perawatan terhadap maloklusi skeletal dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya adalah tingkat kompleksitas maloklusi. American Board of Orthodontic mengeluarkan suatu indeks pengukuran terhadap tingkat kompleksitas maloklusi dengan mengukur variabel overjet, overbite, anterior openbite, lateral crossbite, crowding, oklusi molar, lingual posterior x-bite, buccal posterior x-bite, sudut ANB, sudut SNGoGn, sudut IMPA, dan lain-lain. Pengukuran dilakukan pada model studi awal, foto panoramik, foto sefalometri. Dalam penelitian ini dapat dirumuskan masalah : bagaimana tingkat kompleksitas maloklusi pasien yang dirawat di Klinik Ortodonsia Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan FKG USU. Tujuan penelitian adalah untuk mengukur dan menganalisis bagaimana kompleksitas maloklusi pada pasien di Klinik Ortodonsia Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan FKG USU. Metode yang digunakan adalah metode Discreapancy Index.

Penelitian dilakukan secara analitik dengan pendekatan cross sectional yang sifatnya sesaat pada suatu waktu tertentu untuk menjelaskan perbedaan kompleksitas pada maloklusi Klas I, II, III.

Hasil penelitian terhadap 72 sampel pasien yang dirawat diperoleh bahwa pasien yang dirawat lebih banyak perempuan (79,2%). Tingkat kompleksitas maloklusi Klas I memiliki skor DI : 20 dan kategori kompleksitas : sedang (44,8%). Nilai rerata variabel skor DI, maloklusi yang berpengaruh adalah : IMPA (3,62), crowding (3,03), overjet (1,97), dan lain-lain (1,93). Kompleksitas maloklusi Klas II memiliki skor DI : 28 dengan kasus 61,1% pada kategori kompleksitas tinggi. Nilai rerata variabel skor DI yang dominan pada maloklusi Klas II yaitu: IMPA (6,44), ANB (5,11), SNGoGn (3,11), crowding (3,1). Untuk maloklusi Klas III sebagian besar kasus (42,9%) berada di tingkat kompleksitas sedang dan tinggi dengan skor DI : 23. Variabel maloklusi skor DI yang berpengaruh yaitu : crowding (4,71), ANB (4,14), dan lain-lain (4,29) serta oklusi molar (2,00).

Kesimpulan penelitian diperoleh tingkat kompleksitas maloklusi pada pasien di Klinik Ortodonsia Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan FKG USU periode Tahun 2006- 2008 pada 12 variabel DI menunjukkan sebagian besar tingkat kompleksitas masuk dalam kategori tinggi dengan rata-rata skor DI : 24,67. Kompleksitas maloklusi Klas I dikategorikan: sedang. Tingkat kompleksitas maloklusi Klas II berada dalam kategori: tinggi dan tingkat kompleksitas maloklusi Klas III termasuk : tinggi. Ditemukan bahwa ke 12 variabel DI sangat berpengaruh secara signifikan. Pada maloklusi Klas I kompleksitas sangat dipengaruhi oleh variabel sudut IMPA, maloklusi Klas II kompleksitas didominasi oleh variabel sudut IMPA dan pada maloklusi Klas III variabel kompleksitas terbesar adalah crowding.


(16)

COMPARISON OF COMPLEXITY OF MALOCCLUSION CLASS I, II, III IN THE PATIENTS AT ORTHODONTIC CLINIC RSGMP OF FACULTY OF

DENTISTRY THE UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA BY USING DISCREPANCY INDEX

ABSTRACT

Orthodontic treatment with fixed appliances includes the treatment of malocclusion Class I, II, III. The success in the treatment of skeletal malocclusion is influenced by several factors and one of them is the malocclusion complexity. The American Board of Orthodontic issued an index to measure the malocclusion complexity by measuring the variables of overjet, overbite, anterior openbite, lateral crossbite, crowding, molar occlusion, lingual posterior x-bite, buccal posterior x-bite, ANB angle, SNGoGn angle, IMPA angle, and others. The measurement was carried out to the model study, panoramic photo, and sephalometric photo. The problems formulated in this study is the index of the malocclusion complexity of the patients treated in the Orthodontic Clinic RSGMP of faculty of dentistry, the University of Sumatera Utara. The purpose of this study with Discreapancy Index method is to measure and analyse the malocclusion complexity of patients treated in the Orthodontic Clinic RSGMP of faculty of dentistry, the University of Sumatera Utara.The method used in this study is Discreapancy Index method.

The study was analitically conducted with cross-sectional approach at a certain time to describe the differences of the complexity found in the malocclusion Class I, II, and III.

Based on study on 72 patients under treatment selected to be the samples for this study, it was found out that (79,2% ) of them were women and the result of this study shows that the score of malocclusion complexity Class I was DI:20 with the moderate complexity (44,8%). The influencing DI score variables of malocclusion were IMPA (3,62%), crowding (3,03), overjet (1,97), and others (1,93). The score of the complexity of malocclusion Class II was DI:28 with 61,1% of the cases at severe complexity. The dominant DI score variables of malocclusion II were IMPA (6,44), ANB (5,11), SNGoGn (3,11), and crowding (3,1). For malocclusion Class III, most of the cases (42,9%) were at the level of moderate and severe complexity with the score of DI:23. The influencing DI score variables of malocclusion were crowding (4,71), ANB (4,14), and others (4,29) as well as molar occlusion (2,00).

Based on the conclusion of this study, it was found out that malocclusion complexity in the patients treated in the Orthodontic Clinic RSGMP of faculty of dentistry, the University of Sumatera Utara from 2006 to 2008 at 12 variables DI showed that most of the complexity DI:24,67. The complexity of malocclusion Class I was categorized into moderate. The complexity of malocclusion Class II was in severe complexity, and the complexity of malocclusion Class III was included into severe complexityy. It was found out at the 12 variables of DI were very significantly influencing. In the malocclusion Class I, complexity was greatly influenced by the variable of IMPA angle. In the malocclusion Class II complexity was dominated by the variable of IMPA angle, and in the malocclusion Class III the biggest variable of complexity was crowding.


(17)

PERBANDINGAN KOMPLEKSITAS MALOKLUSI KLAS I, II,

III PADA PASIEN DI KLINIK ORTODONSIA RUMAH SAKIT

GIGI DAN MULUT PENDIDIKAN FKG USU DENGAN

MENGGUNAKAN METODE DISCREPANCY INDEX

ABSTRAK

Perawatan ortodonsia dengan alat cekat meliputi perawatan terhadap maloklusi Klas I, II, III. Keberhasilan perawatan terhadap maloklusi skeletal dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya adalah tingkat kompleksitas maloklusi. American Board of Orthodontic mengeluarkan suatu indeks pengukuran terhadap tingkat kompleksitas maloklusi dengan mengukur variabel overjet, overbite, anterior openbite, lateral crossbite, crowding, oklusi molar, lingual posterior x-bite, buccal posterior x-bite, sudut ANB, sudut SNGoGn, sudut IMPA, dan lain-lain. Pengukuran dilakukan pada model studi awal, foto panoramik, foto sefalometri. Dalam penelitian ini dapat dirumuskan masalah : bagaimana tingkat kompleksitas maloklusi pasien yang dirawat di Klinik Ortodonsia Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan FKG USU. Tujuan penelitian adalah untuk mengukur dan menganalisis bagaimana kompleksitas maloklusi pada pasien di Klinik Ortodonsia Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan FKG USU. Metode yang digunakan adalah metode Discreapancy Index.

Penelitian dilakukan secara analitik dengan pendekatan cross sectional yang sifatnya sesaat pada suatu waktu tertentu untuk menjelaskan perbedaan kompleksitas pada maloklusi Klas I, II, III.

Hasil penelitian terhadap 72 sampel pasien yang dirawat diperoleh bahwa pasien yang dirawat lebih banyak perempuan (79,2%). Tingkat kompleksitas maloklusi Klas I memiliki skor DI : 20 dan kategori kompleksitas : sedang (44,8%). Nilai rerata variabel skor DI, maloklusi yang berpengaruh adalah : IMPA (3,62), crowding (3,03), overjet (1,97), dan lain-lain (1,93). Kompleksitas maloklusi Klas II memiliki skor DI : 28 dengan kasus 61,1% pada kategori kompleksitas tinggi. Nilai rerata variabel skor DI yang dominan pada maloklusi Klas II yaitu: IMPA (6,44), ANB (5,11), SNGoGn (3,11), crowding (3,1). Untuk maloklusi Klas III sebagian besar kasus (42,9%) berada di tingkat kompleksitas sedang dan tinggi dengan skor DI : 23. Variabel maloklusi skor DI yang berpengaruh yaitu : crowding (4,71), ANB (4,14), dan lain-lain (4,29) serta oklusi molar (2,00).

Kesimpulan penelitian diperoleh tingkat kompleksitas maloklusi pada pasien di Klinik Ortodonsia Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan FKG USU periode Tahun 2006- 2008 pada 12 variabel DI menunjukkan sebagian besar tingkat kompleksitas masuk dalam kategori tinggi dengan rata-rata skor DI : 24,67. Kompleksitas maloklusi Klas I dikategorikan: sedang. Tingkat kompleksitas maloklusi Klas II berada dalam kategori: tinggi dan tingkat kompleksitas maloklusi Klas III termasuk : tinggi. Ditemukan bahwa ke 12 variabel DI sangat berpengaruh secara signifikan. Pada maloklusi Klas I kompleksitas sangat dipengaruhi oleh variabel sudut IMPA, maloklusi Klas II kompleksitas didominasi oleh variabel sudut IMPA dan pada maloklusi Klas III variabel kompleksitas terbesar adalah crowding.


(18)

COMPARISON OF COMPLEXITY OF MALOCCLUSION CLASS I, II, III IN THE PATIENTS AT ORTHODONTIC CLINIC RSGMP OF FACULTY OF

DENTISTRY THE UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA BY USING DISCREPANCY INDEX

ABSTRACT

Orthodontic treatment with fixed appliances includes the treatment of malocclusion Class I, II, III. The success in the treatment of skeletal malocclusion is influenced by several factors and one of them is the malocclusion complexity. The American Board of Orthodontic issued an index to measure the malocclusion complexity by measuring the variables of overjet, overbite, anterior openbite, lateral crossbite, crowding, molar occlusion, lingual posterior x-bite, buccal posterior x-bite, ANB angle, SNGoGn angle, IMPA angle, and others. The measurement was carried out to the model study, panoramic photo, and sephalometric photo. The problems formulated in this study is the index of the malocclusion complexity of the patients treated in the Orthodontic Clinic RSGMP of faculty of dentistry, the University of Sumatera Utara. The purpose of this study with Discreapancy Index method is to measure and analyse the malocclusion complexity of patients treated in the Orthodontic Clinic RSGMP of faculty of dentistry, the University of Sumatera Utara.The method used in this study is Discreapancy Index method.

The study was analitically conducted with cross-sectional approach at a certain time to describe the differences of the complexity found in the malocclusion Class I, II, and III.

Based on study on 72 patients under treatment selected to be the samples for this study, it was found out that (79,2% ) of them were women and the result of this study shows that the score of malocclusion complexity Class I was DI:20 with the moderate complexity (44,8%). The influencing DI score variables of malocclusion were IMPA (3,62%), crowding (3,03), overjet (1,97), and others (1,93). The score of the complexity of malocclusion Class II was DI:28 with 61,1% of the cases at severe complexity. The dominant DI score variables of malocclusion II were IMPA (6,44), ANB (5,11), SNGoGn (3,11), and crowding (3,1). For malocclusion Class III, most of the cases (42,9%) were at the level of moderate and severe complexity with the score of DI:23. The influencing DI score variables of malocclusion were crowding (4,71), ANB (4,14), and others (4,29) as well as molar occlusion (2,00).

Based on the conclusion of this study, it was found out that malocclusion complexity in the patients treated in the Orthodontic Clinic RSGMP of faculty of dentistry, the University of Sumatera Utara from 2006 to 2008 at 12 variables DI showed that most of the complexity DI:24,67. The complexity of malocclusion Class I was categorized into moderate. The complexity of malocclusion Class II was in severe complexity, and the complexity of malocclusion Class III was included into severe complexityy. It was found out at the 12 variables of DI were very significantly influencing. In the malocclusion Class I, complexity was greatly influenced by the variable of IMPA angle. In the malocclusion Class II complexity was dominated by the variable of IMPA angle, and in the malocclusion Class III the biggest variable of complexity was crowding.


(19)

1.1.Latar Belakang

Dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan kesehatan dan estetik gigi maka semakin tinggi permintaan terhadap perawatan gigi, terutama perawatan ortodonsia dengan menggunakan alat cekat. Perawatan ortodonsia dengan alat cekat merupakan perawatan yang dilakukan dalam jangka waktu yang lama, sehingga sering menimbulkan pertanyaan bagi pasien akan berapa lama mereka selesai menjalani perawatan. Lama perawatan ortodonsia ditentukan oleh berbagai faktor, salah satu di antaranya adalah tingkat kompleksitas maloklusi.1,2,3

Maloklusi digolongkan dalam beberapa kategori yaitu maloklusi Klas I skeletal, maloklusi Klas II skeletal dan maloklusi Klas III skeletal. Penggolongan maloklusi skeletal didasarkan pada besar sudut ANB. Pengukuran besar sudut ANB merupakan selisih antara besar sudut SNA dan besar sudut SNB. Besar sudut ANB dijadikan sebagai pengukuran terhadap ketidakharmonisan rahang secara anteroposterior. Sudut normal ANB berkisar antara 2°- 4°, lebih besar dari nilai tersebut mengindikasikan maloklusi Klas II skeletal dan nilai lebih kecil dari normal mengindikasikan maloklusi Klas III skeletal.23

Kompleksitas maloklusi merupakan kombinasi dari berbagai faktor, gejala ataupun tanda kelainan yang membentuk suatu maloklusi. Semakin tinggi


(20)

kompleksitas maloklusi maka akan semakin tinggi tingkat kesulitan perawatan, sehingga dibutuhkan pengetahuan dan kemampuan klinis yang lebih tinggi bagi ortodontis yang akan melakukan perawatan.4,5,6

Berbagai metode dilakukan untuk mengukur tingkat kompleksitas maloklusi, baik pengukuran secara kualitatif maupun secara kuantitatif. Metode kualitatif merupakan suatu metode yang mengambil sudut pandang ada atau tidaknya maloklusi. Pengukuran kompleksitas maloklusi secara kualitatif antara lain : Klasifikasi oleh Angle (1899). Metode yang menggunakan pengukuran kompleksitas secara kuantitatif dimaksudkan untuk mengukur keparahan suatu maloklusi dengan menggunakan scoring. Metode pengukuran secara kuantitatif antara lain : Occlusal index (OI), Treatment priority index (TPI), Objective Grading System (OGS), Peer Assesment Rating (PAR), Irregularity Index, dan Discrepancy Index (DI).5,7,9 Pengukuran berbagai metode tersebut sebagian besar dengan melakukan penilaian pada studi model dan kuesioner.

ABO (American Board of Orthodontics) mengembangkan dan melakukan uji coba terhadap pengukuran DI sejak tahun 1999 hingga tahun 2003 dan mulai memberlakukan pengukuran DI sejak tahun 2004. Uji coba yang cukup lama ini menghasilkan satuan variasi klinis yang dapat diukur dan dapat diterima secara umum. Pengukuran DI memiliki tambahan dengan melakukan penilaian berdasarkan studi model, foto panoramik dan foto sefalometri lateral serta melibatkan hubungan gigi dan wajah secara keseluruhan sehingga tidak memperlihatkan kesenjangan yang besar dalam menentukan kompleksitas dan rencana perawatan suatu kasus.1,2,7,8


(21)

Saat ini pada tahun 2009 di Klinik Ortodonsia Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan FKG USU dilakukan perawatan ortodonsia dengan alat cekat. Sejak tahun 2006 ada sebanyak 221 kasus yang dirawat dengan perincian sebagai berikut (Tabel.1.1) :

Tabel 1.1. Jenis Maloklusi yang Dirawat di Klinik Ortodonsia Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan FKG USU Juni 2006- Juni 2008

Pasien Ortodonsia Cekat No Jenis Maloklusi

Jumlah (Orang) Persentase (%)

1 Klas I 102 40,5

2 Klas II 126 50

3 Klas III 24 9,5

T o t a l 252 100

Sumber : Rekam Medis Klinik Ortodonsia Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan FKG USU (data diolah 2009)

Umumnya perawatan ortodonsia yang dilakukan melibatkan kelainan dentoskeletal dengan maloklusi Klas I, Klas II dan Klas III. Dengan adanya perbedaan kategori maloklusi sering diasumsikan bahwa maloklusi Klas I lebih ringan dari maloklusi Klas II. Begitu juga maloklusi Klas II lebih ringan dari maloklusi Klas III tanpa melihat kompleksitas yang menyertainya. Sejauh ini belum pernah dilakukan penelitian terhadap tingkat kompleksitas maloklusi pasien yang dirawat di Klinik Ortodonsia Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan FKG USU, sehingga penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana kompleksitas maloklusi pasien yang sedang dirawat saat ini.


(22)

1.2. Permasalahan

Dari uraian latar belakang di atas, dirumuskan masalah sebagai berikut : Bagaimana tingkat kompleksitas maloklusi pasien yang dirawat di Klinik Ortodonsia Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan FKG USU ?

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengukur dan menganalisis bagaimana kompleksitas maloklusi pada pasien di Klinik Ortodonsia Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan FKG USU.

1.3.2.Tujuan Khusus

1.3.2.1. Menentukan dan menganalisis kompleksitas maloklusi Klas I pada pasien di Klinik Ortodonsia Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan FKG USU. 1.3.2.2. Menentukan dan menganalisis kompleksitas maloklusi Klas II pada pasien

di Klinik Ortodonsia Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan FKG USU. 1.3.2.3. Menentukan dan menganalisis kompleksitas maloklusi Klas III pada pasien

di Klinik Ortodonsia Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan FKG USU. 1.3.2.4. Menghubungkan variabel maloklusi dengan kompleksitas maloklusi Klas I,

Klas II dan Klas III pada pasien di Klinik Ortodonsia Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan FKG USU.


(23)

1.3.2.5. Membandingkan tingkat kompleksitas antara maloklusi Klas I, Klas II dan Klas III pada pasien di Klinik Ortodonsia Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan FKG USU.

1.4. Hipotesis Penelitian

1.4.1. Tidak ada perbedaan rata-rata tingkat kompleksitas antara maloklusi Klas I, Klas II dan Klas III.

1.4.2. Tidak ada hubungan variabel maloklusi dengan tingkat kompleksitas maloklusi Klas I, Klas II dan Klas III.

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Sebagai masukan dan informasi kepada Departemen Ortodonsia FKG USU tentang kompleksitas maloklusi pasien yang dirawat di Klinik Ortodonsia Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan FKG USU.

1.5.2. Sebagai dasar penelitian lebih lanjut dalam menganalisa lama perawatan pasien berdasarkan kompleksitas di Klinik Ortodonsia Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan FKG USU.

1.5.3. Sebagai dasar penelitian lebih lanjut dalam menganalisa perkembangan dan keberhasilan perawatan pasien berdasarkan kompleksitas di Klinik Ortodonsia Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan FKG USU.


(24)

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengukuran Maloklusi

Suatu kriteria untuk menetapkan tingkat kesulitan perawatan pada American Board of Orthodontic (ABO) adalah kompleksitas kasus. ABO mengembangkan teknik Discrepancy Index (DI) untuk mengevaluasi secara obyektif kompleksitas dan

menunjukkan pengertian yang lebih baik tentang tingkat kesulitan. DI menggambarkan kompleksitas kasus maloklusi berdasarkan observasi dan

pencatatan pengukuran pada studi model, foto panoramik dan foto sefalometri. Tiga kategori kompleksitas maloklusi: 9,10,11

1. Kategori rendah : total skor DI <16 2. Kategori sedang : total skor DI 16-25 3. Kategori tinggi : total skor DI >25

Beberapa penelitian terdahulu telah mencoba untuk menggunakan analisis Discrepancy Index. Walaupun metode ini masih baru tetapi dapat diimplementasikan karena indikatornya bersifat umum.9,10,11

Riolo (2005) melaporkan hasil penelitian bahwa keparahan kasus pada sampel yang dirawat di USA adalah 89%, maksila memiliki skor DI : 7, dengan judul penelitian ABO resident clinical outcomes study: Case complexity as measured by the discrepancy index.


(25)

Deguchi (2005) melakukan perbandingan pengukuran dalam penelitiannya : Clinical assessment of orthodontic outcomes with the PAR, DI, OGS and CCA. Tujuan penelitian untuk menilai secara kuantitatif hasil perawatan pada Klinik Ortodonsia di Okayama University dan Indiana University. Hasilnya berupa skor DI rata-rata pada Okayama University 19.1 dan pada Indiana University skor DI 17,1.

Sadikin (2007) dalam penelitiannya dengan judul Gambaran Maloklusi di Klinik Ortodonsia RSGM FKG UI menggunakan teknik pengukuran Discrepancy Index. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan persentase keparahan pasien yang dirawat. Desain penelitian deskriptif dan hasil penelitian : sebagian besar kasus maloklusi pasien yang dirawat tergolong memiliki kompleksitas tinggi (skor DI >25) yaitu sebesar 40,2%, dengan gambaran maloklusi Klas I DI = 17,99 : maloklusi Klas II DI = 26,95 : maloklusi Klas III DI = 22,20.

2.2. Manfaat Pengukuran DI

Metode pencatatan dan pengukuran yang baik dari suatu maloklusi penting sebagai dokumentasi tentang prevalensi dan keparahan maloklusi dalam suatu kelompok populasi. Jenis data ini tidak hanya penting bagi epidemiologis, tetapi juga penting bagi perencana ketetapan perawatan ortodonsia di dalam masyarakat atau untuk pendidikan spesialis ortodonsia. Jika metode telah diterima dan digunakan secara umum, data yang dikumpulkan dari kelompok populasi yang berbeda dapat diperbandingkan.3,13,14


(26)

Sebagian besar metode pengukuran terhadap keparahan maloklusi dikembangkan dari Tahun 1950-1960. DI merupakan suatu metode yang bermanfaat dalam menganalisa kasus dan untuk meringkaskan keadaan klinis kondisi pasien dengan suatu perhitungan. Metode DI selain untuk mengukur derajat maloklusi secara kuantitatif, juga dapat digunakan untuk memilih rencana perawatan. Semakin tinggi kompleksitas maloklusi akan semakin tinggi keterampilan yang dibutuhkan ortodontis dalam memilh rencana perawatan dan melakukan perawatan terhadap pasien.1,15,16,17

2.3. Landasan Teori

Komponen parameter DI terdiri dari beberapa variabel antara lain : : overjet, overbite, anterior open bite, lateral open bite, crowding, oklusi, lingual posterior crossbite, buccal posterior crossbite, sudut ANB, IMPA dan SN-Go-GN. Semakin besar nilai parameter ini, semakin besar kompleksitas yang ada.

2.3.1. Overjet

Besar overjet ditentukan oleh posisi gigi anterior maksila dan mandibula. Iregularitas pada overjet dikaitkan dengan fungsi lidah dan bibir yang abnormal atau ada diskrepansi ukuran gigi antara lengkung maksila dan mandibula anterior.18 Menurut Rakossi (1993), overjet adalah jarak antara tepi insisal bagian lingual gigi insisivus sentralis maksila ke tepi insisal bagian labial gigi insisivus sentralis mandibula (Gambar 2.1).


(27)

Gambar 2.1. Overjet14

2.3.2. Overbite

Lengkung gigi maksila lebih besar dibandingkan lengkung mandibula sehingga memungkinkan anterior maksila overlapping dengan anterior mandibula. Derajat overlapping dalam arah vertikal disebut overbite, dengan nilai normal berkisar 2-4 mm (Gambar 2.2). Kondisi dimana terjadi kelebihan overlapping secara vertikal dinamakan deepbite. Ada dua jenis deep bite12 :

1. Incomplete Deep Bite : Bila hubungan insisivus mandibula tidak beroklusi dengan insisivus maksila.

2. Complete Over Bite : Hubungan gigi insisivus mandibula berkontak dengan permukaan palatal insisivus maksila atau jaringan palatal ketika gigi dalam oklusi sentrik.

Klasifikasi Deep Bite digolongkan ke dalam dua jenis yaitu skeletal deep bite dan dental deep bite. Pasien dengan skeletal deep bite memperlihatkan arah pertumbuhan yang horizontal, tinggi wajah anterior berkurang, jarak


(28)

interoklusal berkurang, pemeriksaan sefalometri seperti mandibula plane, F.H. plane, S.N. plane, paralel satu sama lain. Dentoalveolar deep bite terjadi disebabkan oleh over erupsi gigi anterior atau infra oklusi gigi-gigi molar.19

Gamabr 2.2. Overbite14

2.3.3. Anterior Open bite

Open bite merupakan maloklusi yang terjadi dalam arah vertikal, dengan karekteristik tidak terjadi vertikal overlapping antara gigi-gigi maksila dan mandibula (Gambar 2.3). Open bite diklasifikasikan sebagai18 :

a. Skeletal anterior open bite

Menunjukkan adanya pertambahan tinggi wajah mandibula, sudut mandibula plane curam, pasien memiliki bibir atas yang pendek dan insisivus maksila terlihat panjang, memiliki wajah yang panjang dan sempit, pemeriksaan sefalometri memperlihatkan rotasi mandibula ke bawah dan ke depan.


(29)

b. Dental anterior open bite

Memperlihatkan karakteristik berupa proklinasi gigi anterior maksila, gigi maksila dan anterior mandibula tidak overlapping satu sama lain sehingga menghasilkan ruang antara maksila dan mandibula di bagian anterior.

Gambar 2.3. Anterior Open bite14

2.3.4. Lateral Open bite

Open bite lateral adalah suatu maloklusi dimana tidak adanya vertikal overlapping antara gigi posterior maksila dan mandibula (Gambar 2.4). Pada open bite jenis ini oklusi pada kedua sisi didukung hanya pada bagian anterior dan gigi molar permanen.18,19


(30)

Gambar 2.4. Lateral Open bite14

2.3.4. Crowding

Klasifikasi crowding (Gambar 2.5) tergantung dari etiologi yaitu :

a. Primary crowding penyebabnya adalah genetik yang terjadi oleh karena disproporsi ukuran gigi dan rahang.

b. Secondary crowding adalah anomali yang didapat oleh karena pergeseran gigi posterior ke mesial setelah premature loss gigi desidui dalam segmen lateral.

c. Tertiary crowding penyebabnya masih diperdebatkan karena terjadi pada umur 18 dan 20 tahun yang berhubungan dengan erupsi gigi molar ketiga.18


(31)

2.3.6. Oklusi

Penggolongan keadaan oklusi adalah sebagai berikut :

a. Klas I Angle disebut juga neutro oklusi ditandai dengan tonjol mesiobukal dari molar pertama permanen maksila terletak pada bukal groove dari molar pertama permanen mandibula. Kaninus maksila terletak pada ruangan antara tepi distal dari kaninus mandibula dan tepi mesial dari premolar pertama mandibula (Gambar 2.6).

Gambar 2.6. Oklusi Klas I Angle14

b. Klas II Angle disebut juga disto oklusi yaitu tonjol mesio bukal dari molar pertama permanen maksila beroklusi pada ruangan antara tonjol mesio bukal dari molar pertama permanen mandibula dan tepi distal dari tonjol bukal premolar kedua mandibula (Gambar 2.7).


(32)

Gambar 2.7. Oklusi Klas II Angle14

c. Klas III Angle, memperlihatkan tonjol mesio bukal dari molar permanen pertama maksila beroklusi pada ruangan inter dental, di antara bagian distal dari tonjol distal molar pertama permanen mandibula dengan tepi mesial dari tonjol mesial molar kedua permanen mandibula (Gambar 2.8).18


(33)

2.3.7. Lingual Posterior x-bite

Posterior cross bite terjadi akibat kurangnya koordinasi dalam dimensi lateral antara lengkung gigi maksila dan lengkung gigi mandibula. Lingual posterior x-bite merupakan keadaan kondisi maksila bagian posterior beroklusi sepenuhnya pada aspek lingual mandibula bagian posterior (Gambar 2.9).19

Gambar 2.9. Lingual Posterior x-bite14

2.3.8. Buccal Posterior x-bite

Bentuk posterior cross bite adalah gigi-gigi maksila bagian posterior beroklusi sepenuhnya pada aspek bukal gigi-gigi mandibula bagian posterior dinamakan bukal posterior x-bite (Gambar 2.10). Kondisi ini juga dinamakan sebagai scissors bite. Skeletal cross bite dapat terjadi karena malposisi atau malformasi rahang. Cross bite jenis ini biasanya akibat perkembangan embrio yang tidak sempurna juga dapat terjadi sebagai akibat pertumbuhan mandibula yang berlebihan dengan karakteristik lengkung maksila sempit. Dental cross bite disebabkan gangguan yang terlokalisir seperti erupsi ektopik gigi permanen atau over retained gigi desidui. Panjang lengkung gigi yang mengalami


(34)

diskrepansi dapat menyebabkan crowding dan posisi lingual gigi maksila menjadi dental cross bite. Functional cross bite adanya gangguan oklusal akan menyebabkan deviasi mandibula selama rahang menutup. Keadaan ini menyebabkan unilateral posterior cross bite19.

Gambar 2.10. Buccal Posterior x-bite14

2.3.9. Penilaian sefalometri untuk : ANB, SN-GoGn , IMPA

Sudut ANB terbentuk melalui perpotongan garis yang menghubungkan nasion ke titik A dan nasion ke titik B. Nilai rata-rata adalah 2°. Pertambahan sudut ini mengindikasikan tendensi Klas II skeletal, bila sudut berkurang dari nilai normal, nilainya menjadi negative yang menyebabkan hubungan skeletal Klas III.19


(35)

Gambar 2.11. Sudut ANB(a),SN-GoGn(b),IMPA(c)14

Bidang mandibula di bentuk antara titik gonion (Go) dan gnathion (Gn). Sudut bidang mandibula dibentuk dengan menghubungkan bidang ini ke anterior cranial base (S-N). Rata-rata besar sudut adalah 32°. Sudut bidang mandibula yang bertambah besar atau kecil menandakan pola pertumbuhan yang tidak baik. Pola yang demikian mempengaruhi hasil perawatan, dan adalah bijaksana untuk mengantisipasi problem jika terjadi seperti ini.20 Sudut IMPA dibentuk oleh perpotongan aksis gigi insisivus mandibula dengan bidang mandibula. Nilai rata-rata adalah 90°. Peningkatan nilai sudut ini mengindikasikan proklinasi insisivus mandibula (Gambar 2.11).20

b

a


(36)

2.3.10. Dan lain lain

Dan lain lain adalah kategori untuk kondisi kelainan yang dapat mempengaruhi perawatan (karena tidak mungkin jika memasukkan semua gambaran klinis yang ada dalam suatu indeks), contohnya : agenesis, supernumerari, ektopik, transposisi, anomali ukuran dan bentuk gigi, pergeseran midline, kurva Spee yang dalam.

2.4. Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep disusun berdasarkan pemeriksaan pada studi model, foto sefalometri, foto panoramik yang diukur pencapaian skor melalui overjet, overbite, anterior openbite, lateral openbite, crowding, oklusi molar, lingual posterior x-bite, buccal posterior x-bite, ANB, SN-GoGn, IMPA dan lain lain. Hasil pengukuran dan analisa setiap indikator dengan menggunakan metode DI merupakan penilaian tingkat kompleksitas maloklusi (Gambar 2.12.).


(37)

Gambar 2.12. Kerangka Konsep Penelitian Overjet

Dan Lain-lain (agenesis, supernumerari, ektopik, transposisi, anomali ukuran dan

bentuk gigi, pergeseran midline, kurva Spee yang dalam)

ANB ,SN-GoGn, IMPA Lingual Posterior x-bite

Buccal Posteriorx-bite Crowding

Oklusi Molar Lateral Open bite Anterior Open bite

Overbite

Komponen Parameter DI

Skor DI Maloklusi Klas I Skor DI Maloklusi Klas II Skor DI Maloklusi Klas III Tingkat Kompleksitas Maloklusi Klas I:

- Rendah - Sedang - Tinggi

Tingkat Kompleksitas Maloklusi Klas II:

- Rendah - Sedang - Tinggi

Tingkat Kompleksitas Maloklusi Klas III:

- Rendah - Sedang - Tinggi

Variabel yang Dominan


(38)

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Rancangan penelitian berbentuk : analitik dengan pendekatan cross sectional yang sifatnya sesaat pada suatu waktu tertentu untuk menjelaskan perbedaan kompleksitas pada maloklusi Klas I, maloklusi Klas II dan maloklusi Klas III.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Klinik Ortodonsia Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan FKG USU. Jalan Alumni no: 2 Medan. Waktu penelitian dimulai dari bulan Januari 2009 sampai dengan Juli 2009.

3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi diambil dari pasien ortodonsia cekat di Klinik Ortodonsia Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan yang berjumlah 252 orang yaitu dari Juni 2006 hingga Juni 2008. Rumus yang digunakan adalah rumus (Notoatmodjo, 2002):

( )

2 1 N d

N n

+

=

Dimana : n = Besar sampel N = Besar populasi d = presisi


(39)

( )

2

1 , 0 252 1 252 + = n

= 71,5 orang

Maka, didapat sampel 71,5 (dibulatkan 72 orang). Kriteria inklusi sampel yaitu :

a. Pasien yang memiliki studi model awal dalam kondisi baik.

b. Pasien yang memiliki foto sefalometri dan panoramik dalam kondisi baik dan dapat terbaca jelas.

c. Pasien dewasa ( ≥ 16 tahun).23

d. Pasien memiliki oklusi gigi molar lengkap.

Pengambilan sampel dilakukan secara Proportional Random Sampling (Arikunto,2003) seperti dalam Tabel 3.1 di bawah ini :

Tabel 3.1 Distribusi Pengambilan Sampel Berdasarkan Maloklusi No Maloklusi Jumlah Pasien (orang) Jumlah Sampel (orang)

1. Klas I 102 102/252 x 72 = 29

2. Klas II 126 126/252 x 72 = 36

3. Kelas III 24 24/252 x 72 = 7

Jumlah 252 72

Sumber : Rekam Medik Klinik Ortodonsia Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan FKG USU (Data Diolah 2009)

Uji validitas dilakukan untuk mengetahui kemampuan tes dalam mengukur apa yang hendak diukur. Uji reliabilitas dilakukan dengan teknik ulangan yaitu dengan cara melakukan pengukuran sebanyak 2 kali pada sampel yang sama.22


(40)

Pada penelitian pendahuluan yang dilakukan pada sampel, diperoleh proporsi kompleksitas maloklusi yang dirawat di Klinik Ortodonsia Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan FKG USU adalah untuk kategori rendah 12,5%, kategori sedang 25%, kategori tinggi 62,5%.

3.4. Metode Pengumpulan Data

Data diperoleh dari rekam medis pasien seperti :

a. Studi model awal untuk pengukuran overjet, overbite, anterior open bite, lateral open bite, crowding, oklusi molar, lingual posterior x-bite dan buccal posterior x-bite.

b. Foto panoramik sebagai pengukuran tambahan untuk melihat agenesis, supernumerari, ektopik, transposisi, anomali ukuran dan bentuk gigi, kurva Spee yang dalam, pergeseran midline.

c. Foto sefalometri lateral untuk pengukuran sudut ANB, sudut SN-GoGn, sudut IMPA..

3.5. Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1. Variabel terdiri atas :

3.5.1.1. Variabel bebas yaitu : - Overjet

- Overbite


(41)

- Lateral open bite - Crowding

- Oklusi

- Lingual posterior x-bite - Buccal posterior x-bite - Sudut ANB

- Sudut SN-GoGn - Sudut IMPA

- Dan lain-lain (agenesis, supernumerari, ektopik, transposisi, anomali ukuran dan bentuk gigi, kurva Spee yang dalam, pergeseran midline).

3.5.1.2. Variabel Tergantung :

- Skor DI dan tingkat kompleksitas maloklusi Klas I, II, III (rendah,sedang, tinggi)

3.5.1.3. Variabel Terkendali

- Pasien usia 16 tahun ke atas - Kesehatan umum pasien baik

- Ketrampilan operator dalam melakukan penapakan dan pengukuran

3.5.1.4. Variabel Tidak Terkendali


(42)

Variabel Tidak Terkendali

Variabel Terikat Variabel Bebas

Variabel Terkendali

Gambar 3.1. Skema Identifikasi Variabel Penelitian Alat dan teknik pengambilan

- Overjet - Overbite

- Anterior open bite - Lateral open bite - Crowding - Oklusi

- Lingual posterior x-bite - Buccal posterior x-bite - Sudut ANB

- Sudut SN-GoGn - Sudut IMPA - Dan lain-lain

- Pasien usia 16 tahun ke atas - Kesehatan umum pasien baik - Ketrampilan operator dalam

melakukan penapakan dan pengukuran

Skor DI,Tingkat kompleksitas maloklusi Klas I, Klas II dan Klas III (rendah, sedang,tinggi)


(43)

3.5.2. Definisi Operasional adalah :

3.5.2.1. Overjet adalah jarak antara tepi insisal bagian lingual gigi insisivus sentralis maksila ke tepi insisal bagian labial gigi insisivus sentralis mandibula.14 3.5.2.2. Overbite adalah jarak vertikal dari tepi insisal gigi insisivus mandibula

dengan tepi insisal gigi insisivus maksila. 14

3.5.2.3. Anterior open bite adalah tidak adanya tumpang gigit antara gigi insisivus maksila dengan insisivus mandibula atau tidak adanya kontak vertikal di gigi anterior.

3.5.2.4. Lateral open bite adalah tidak adanya tumpang gigit antara gigi posterior maksila dengan gigi posterior mandibula atau tidak adanya kontak vertikal di gigi posterior.

3.5.2.5. Crowding adalah penjumlahan selisih titik kontak aproximal.

3.5.2.6. Oklusi adalah hubungan antara gigi molar maksila dengan gigi molar mandibula menurut Klasifikasi Angle. 14

3.5.2.7. Lingual posterior x-bite adalah suatu kondisi dimana gigi posterior maksila lebih ke palatal dari posisi hubungan ideal dengan gigi antagonisnya. 14 3.5.2.8. Buccal posterior x-bite adalah suatu kondisi dimana gigi posterior maksila

lebih ke bukal dari posisi hubungan ideal dengan gigi antagonisnya. 3.5.2.9. Sudut ANB adalah selisih antara besar sudut SNA dan sudut SNB. 3.5.2.10. Sudut SN-GoGn adalah sudut yang dibentuk oleh garis SN dan GoGn.

3.5.2.11. Sudut IMPA adalah sudut yang dibentuk oleh garis sumbu gigi insisivus mandibula dan garis GoGn.


(44)

3.5.2.12. Dan lain-lain adalah kondisi tambahan berupa : agenesis, supernumerari, ektopik, transposisi, anomali ukuran dan bentuk gigi, kurva Spee yang dalam, pergeseran midline, dimana skor ditentukan per masalah yang ada. 3.5.2.13. Maloklusi Klas I, Klas II dan Klas III adalah penentuan kategori

berdasarkan hubungan skeletal (ditentukan oleh besar sudut ANB). 14

3.6. Alat dan Bahan

3.6.1. Alat penelitian yang digunakan :

1. Jangka sorong digital (merek Krisbow) 2. Penggaris ortodonsia (merek Orto Organiser) 3. Pensil 4H (merek Staedtler)

4. Penghapus (merek Faber Castell) 5.Tracing box


(45)

3.6.2. Bahan penelitian yang digunakan : 1. Sefalogram lateral

2. Foto panoramik 3. Kertas asetat 4. Studi model

Gambar 3.3. Bahan yang digunakan untuk penelitian

3.7. Metode Pengukuran

Pemberian skor variabel kompleksitas maloklusi berdasarkan tata cara

perhitungan skor Discrepancy Index (DI) menurut ABO (American Board of Orthodontics) meliputi :


(46)

3.6.1. Overjet

Pengukuran overjet menggunakan skor 0 – 5 dengan kriteria : 0 mm (edge to edge) = 1 poin

1 - 3 mm = 0 poin 3.1 – 5 mm = 2 poin 5.1 – 7 mm = 3 poin 7.1 – 9 mm = 4 poin > 9 mm = 5 poin

Negative OJ (x-bite) = 1 poin per mm Total = ………..

3.6.2. Overbite

Pengukuran overbite menggunakan skor 0 – 5 dengan kriteria : 0 - 3 mm = 0 poin

3.1 – 5 mm = 2 poin 5.1 – 7 mm = 3 poin Impinging (100%) = 5 poin

Total = ………..

3.6.3. Anterior Open bite

Pengukuran anterior open bite menggunakan skor untuk setiap gigi dengan kriteria :


(47)

0 mm (edge to edge) = 1 poin kemudian 2 poin per gigi

Total = ………..

3.6.4. Lateral Open bite

Pengukuran lateral open bite menggunakan skor 2 untuk setiap gigi dengan kriteria :

2 poin per gigi

Total = ………..

3.6.5. Crowding

Pengukuran crowding menggunakan skor 0 – 7 dengan kriteria : 0 - 3 mm = 1 poin

3.1 – 5 mm = 2 poin 5.1 – 7 mm = 4 poin > 7 mm = 7 poin

Total = ………..

3.6.6. Oklusi Molar

Pengukuran oklusi menggunakan skor 0 – 4 dengan kriteria : Klass I to end on = 0 poin

End on Klass II or III = 2 poin per sisi Full Klass II or III = 4 poin per sisi


(48)

Beyond Klass II or III = 1 poin tambahan per mm Total = ………..

3.6.7. Lingual Posterior x-bite

Pengukuran lingual posterior x-bite menggunakan skor 1 setiap gigi dengan 1 poin per gigi

Total = ……….

3.6.8. Buccal Posterior x-bite

Pengukuran buccal posterior x-bite menggunakan skor 2 untuk setiap gigi dengan kriteria :

2 poin per gigi

Total = ………..

3.6.9. Sefalometri

Pengukuran sefalometri menggunakan skor dengan kriteria : ANB > 5.5° or < -1.5° = 4 poin

Pertambahan setiap derajat = 1 poin SN-GoGn

27 ° – 37 ° = 0 poin


(49)

< 27° = 1 poin per derajat IMPA > 98° = 1 poin per derajat Total = ………..

3.6.10. Dan Lain-lain

agenesis, supernumerari, ektopik, transposisi, anomali ukuran dan bentuk gigi, kurva Spee yang dalam, pergeseran midline = 2 poin per anomali

Total Skor = ...

3.6.11. Penilaian kompleksitas maloklusi berdasarkan kategori total skor : Kategori rendah : total skor DI <16

Kategori sedang : total skor DI 16-25 Kategori tinggi : total skor DI >25

3.8. Metode Analisis Data

Data yang dikumpulkan dianalisa, diklasifikasikan, diinterpretasikan setiap variabel pengukuran dengan menggunakan alat bantu program SPSS (Statistical Program for Social Science), sehingga dapat dijelaskan tingkat kompleksitas maloklusi pasien yang datang berobat ke Klinik Ortodonsia Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan FKG USU. Untuk menjawab hipotesis penelitian dilakukan analisis dengan uji Anova dan Chi Square.


(50)

Uji Anova untuk melihat perbedaan rata-rata dari total skor pada setiap variabel kompleksitas maloklusi. Uji Chi Square untuk mengetahui hubungan antara variabel maloklusi dengan tingkat kompleksitas maloklusi Klas I, Klas II dan Klas III. Variabel yang dominan pada setiap maloklusi di deskripsikan dalam bentuk persentase.


(51)

3.9. Alur Penelitian

Gambar 3.4. Skema Alur Penelitian 72 buah rekam

medik pasien

Model awal pasien sebelum perawatan Foto cephalometri pasien sebelum perawatan Foto panoramic awal sebelum perawatan Pengukuran : Overjet, overbite, anterior open bite, lateral open bite, crowding, oklusi, lingual posterior x-bite, buccal posterior x-bite

Pengukuran : - Sudut SNGoGn - Sudut ANB - Sudut IMPA

Pengukuran : Dan lain-lain

(agenesis,supernumerari, ektopik, transposisi, anomali ukuran

dan bentuk gigi, kurva Spee yang dalam, pergeseran midline)

Analisa data

Hasil : Skor DI/Tingkat kompleksitas/variabel yang

dominan untuk maloklusi Klas II

Hasil : Skor DI/Tingkat kompleksitas/variabel yang

dominan untuk maloklusi Klas III

Hasil : Skor DI/Tingkat kompleksitas/variabel yang

dominan untuk maloklusi Klas I


(52)

HASIL PENELITIAN

4.1. Deskripsi Karakteristik Sampel

Penelitian terhadap sampel sebanyak 72 orang pasien yang dirawat di Klinik Ortodonsia Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan FKG USU dilakukan dengan menggunakan metode Discreapancy Index. Pengukuran terhadap sampel dilakukan sebanyak dua kali, kemudian dilakukan uji statistik untuk reabilitas pengukuran. Diperoleh perbedaan angka pengukuran pertama dan kedua tidak lebih besar dari 0,1 mm dengan uji statistik. Dengan demikian pengukuran mempunyai realibilitas yang cukup baik.23

Gambaran karakteristik pasien terdiri dari laki-laki 15 orang (20,8%) dan perempuan sebanyak 57 orang (79,2%). Pekerjaan pasien terdiri dari ibu rumah tangga, mahasiswa, pegawai, pelajar SMA dan wiraswasta. Pasien yang terbanyak adalah mahasiswa sebesar 45 orang (62,5%). Distribusi karakterisktik pasien dapat dilihat dari Tabel 4.1 dan Tabel 4.2.

Tabel 4.1. Distribusi Berdasarkan Jenis Kelamin pada Pasien di Rumah Sakit Gigi Mulut dan Pendidikan FKG USU Tahun 2006-2009

No Jenis Kelamin Jumlah (orang) Persentase (%)

1. 2.

Laki-laki Perempuan

15 57

20,8 79,2

Total 72 100


(53)

Tabel 4.2. Distribusi Berdasarkan Pekerjaan pada Pasien di Rumah Sakit Gigi Mulut dan Pendidikan FKG USU Tahun 2006-2009

No Pekerjaan Jumlah (orang) Persentase (%)

1. 2. 3. 4. 5. Ibu RT Mahasiswa Pegawai Pelajar SMA Wiraswasta 3 45 13 10 1 4,2 62,5 18,1 13,8 1,4

Total 72 100

Sumber: : Hasil Penelitian, 2009 (data diolah)

4.2. Perbedaan Tingkat Kompleksitas Maloklusi

Pertama sekali seluruh sampel diberi skor. Total skor memperlihatkan tingkat kompleksitas maloklusi. Perbedaan tingkat kompleksitas dibagi berdasarkan maloklusi Klas I, maloklusi Klas II dan maloklusi Klas III dengan kategori rendah, sedang dan tinggi (Tabel 4.3).

Tabel 4.3. Perbedaan Tingkat Kompleksitas Maloklusi pada Pasien di Klinik Ortodonsia Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan

FKG USU Tahun 2006-2009

Tingkat Kompleksitas Rendah

(DI < 16)

Sedang (DI 16-25)

Tinggi (DI > 25) No Maloklusi

Jumlah (orang) %

Jumlah

(orang) %

Jumlah (orang) %

Nilai p

1. Klas I 9 31 13 44,8 7 24,2 0,002

2. Klas II 2 5,6 12 33,3 22 61,1

3. Klas III 1 14,3 3 42,9 3 42,9


(54)

Maloklusi Klas III Maloklusi Klas II

Maloklusi Klas I

Count

30

20

10

0

Tingkat Kompleksitas

DI <16 = Rendah

DI 16-25 = Sedang

DI >25 = Tinggi

Dari hasil uji Anova, ada perbedaan tingkat kompleksitas terhadap maloklusi Klas I, maloklusi Klas II dan maloklusi Klas III (Fhit = 6,717, Ftab = 3,13).

Nilai Fhit > Ftab sehingga Ho ditolak yang menunjukkan adanya perbedaan, nilai

signifikansi adalah 0,002.

Diagram batang menunjukkan tingkat kompleksitas terbesar pada maloklusi Klas II dengan kategori : tinggi, DI > 25 (61,1%). Pada maloklusi Klas III, persentase terbesar yaitu pada tingkat kompleksitas : sedang dan tinggi (42,9%). Sedangkan pada maloklusi Klas I, persentase terbesar adalah pada tingkat kompleksitas : sedang (44,8%).

Gambar 4.1. Distribusi Tingkat Kompleksitas pada Pasien di Rumah Sakit Gigi Mulut dan Pendidikan FKG USU Tahun 2006-2009


(55)

4.3. Hubungan Variabel Maloklusi dengan Tingkat Kompleksitas Maloklusi Klas I, Maloklusi Klas II dan Maloklusi Klas III.

4.3.1. Overjet

Pada Tabel. 4.4 diperoleh bahwa skor Overjet tertinggi pada maloklusi Klas I dengan kompleksitas tinggi yaitu pada range 7,1 - 9 mm (28,6%). Maloklusi Klas II dengan kompleksitas tinggi, skor tertinggi pada range >9 mm (80%). Maloklusi Klas III

dengan kompleksitas sedang, skor terbesar pada range 0 mm (50%). Nilai Fhit = 1,597, Ftab = 2,36 ( Nilai Fhit < Ftab ) sehingga Ho diterima yang

menunjukkan tidak ada perbedaan (p : 0,173).

Tabel 4.4. Persentase Overjet dengan Tingkat Kompleksitas Maloklusi pada Pasien di Klinik Ortodonsia Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan FKG USU Tahun 2006-2009

Maloklusi Klas I Maloklusi Klas II Maloklusi Klas III Nilai No Skor Overjet Rendah

% Sedang % Tinggi % Rendah % Sedang % Tinggi % Rendah % Sedang % Tinggi % F

1. 0 mm 0 50 0 0 0 0 0 50 0 1,597

2. 1-3 mm 12,5 18,8 12,5 6.3 25 18,8 6,3 0 0

3. 3,1-5 mm 17,4 21,7 0 0 26,1 26,1 0 4,3 4,3

4. 5,1-7 mm 11,8 11,8 17,6 5,9 5,9 35,3 0 0 11,8

5. 7,1-9 mm 14,3 14,3 28,6 0 0 42,9 0 0 0

6. >9 mm 0 0 0 0 20 80 0 0 0

7. Negative Oj 0 25 0 0 0 0 0 37,5 37,5


(56)

4.3.2. Overbite

Overbite ( Tabel 4.5) menunjukkan bahwa pada maloklusi Klas I dengan kompleksitas rendah memiliki skor Overbite tertinggi pada range 5,1-7 mm (22,2%). Maloklusi Klas II dengan kompleksitas sedang memiliki skor tertinggi pada range impinging (100%). Maloklusi Klas III dengan kompleksitas tinggi memiliki skor terbesar pada range 0-3 mm (5,7%). Nilai Fhit = 0,690, Ftab = 2,50 ( Nilai Fhit < Ftab )

sehingga Ho diterima yang menunjukkan tidak ada perbedaan (p : 0,561).

Tabel 4.5. Persentase Overbite dengan Tingkat Kompleksitas Maloklusi Klas I pada Pasien di Klinik Ortodonsia Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan FKG USU Tahun 2006-2009

Maloklusi Klas I Maloklusi Klas II Maloklusi Klas III Nilai No Skor Overbite

Rendah % Sedang % Tinggi % Rendah % Sedang % Tinggi % Rendah % Sedang % Tinggi % F

1 0 -3 mm 11,4 20 8,6 5,7 17,1 22,9 5,7 2,9 5,7 0,69

2 3,1-5 mm 11,1 18,5 11,1 0 14,8 37 0 3,7 3,7

3 5,1-7 mm 22,2 11,1 11,1 0 11,1 44,4 0 0 0

4 Impinging 100%

0 0 0 0 100 0 0 0 0

Sumber: : Hasil Penelitian, 2009 (data diolah)

4.3.3. Anterior Openbite

Pada Tabel. 4.6, diperoleh bahwa skor Anterior Openbite hampir merata pada maloklusi Klas I baik pada kompleksitas rendah, sedang, maupun tinggi yaitu (50%). Maloklusi Klas II dengan kompleksitas sedang, skor tertinggi pada dua gigi (66,7%).


(57)

Maloklusi Klas III tidak ditemukan Anterior Openbite. Nilai Fhit = 0,566, Ftab = 2,5

(Nilai Fhit < Ftab) sehingga Ho diterima yang menunjukkan tidak ada perbedaan (p :

0,688).

Tabel 4.6. Persentase Anterior Openbite dengan Tingkat Kompleksitas Maloklusi pada Pasien di Klinik Ortodonsia Rumah Sakit Gigi dan Mulut

Pendidikan FKG USU Tahun 2006-2009

Maloklusi Klas I Maloklusi Klas II Maloklusi Klas III Nilai No Skor Anterior

Openbite Rendah % Sedang % Tinggi % Rendah % Sedang % Tinggi % Rendah % Sedang % Tinggi % F

1 - 11,5 16,4 8,2 3,3 16,4 32,8 3,3 3,3 4,9 0,566

2 0 (edge to

edge) 0 50 50 0 0 0 0 0 0

3 1 gigi 50 25 0 0 0 25 0 0 0

4 2 gigi 0 0 0 0 66,7 33,3 0 0 0

5 3 gigi 0 50 50 0 0 0 0 0 0

Sumber: : Hasil Penelitian, 2009 (data diolah)

4.3.4. Lateral Crossbite

Lateral Crossbite (Tabel 4.7) menunjukkan bahwa maloklusi Klas I dengan kompleksitas tinggi memiliki skor Lateral Crossbite sebesar 20% ditemukan pada dua gigi. Maloklusi Klas II dengan kompleksitas tinggi memiliki skor terbesar 100% pada satu gigi. Maloklusi Klas III dengan kompleksitas sedang dan tinggi memiliki skor terbesar pada dua gigi (20%). Nilai Fhit = 2,270, Ftab = 3,13 ( Nilai Fhit < Ftab )


(58)

Tabel 4.7. Persentase Lateral Crossbite dengan Tingkat Kompleksitas Maloklusi pada Pasien di Klinik Ortodonsia Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan FKG USU Tahun 2006-2009

Maloklusi Klas I Maloklusi Klas II Maloklusi Klas III Nilai No

Skor

Lateral

Crossbite Rendah % Sedang% Tinggi % Rendah% Sedang% Tinggi % Rendah% Sedang % Tinggi % F

1. - 14,3 20,6 9,5 3,2 15,9 28,6 3,2 1,6 3,2 2,27

2. 1 gigi 0 0 0 0 0 100 0 0 0

3. 2 gigi 0 0 20 0 40 0 0 20 20

Sumber: : Hasil Penelitian, 2009 (data diolah)

4.3.5. Crowding

Pada Tabel. 4.8 diperoleh bahwa skor Crowding tertinggi pada maloklusi Klas I dengan kompleksitas sedang yaitu pada range 5,1 - 7 mm (30%). Maloklusi Klas II dengan kompleksitas tinggi, skor tertinggi pada range >7 mm (42,9%). Maloklusi Klas III dengan kompleksitas tinggi, skor terbesar pada range >7 mm (9,5%). Nilai Fhit = 2,44, Ftab = 2,51 ( Nilai Fhit < Ftab ) sehingga Ho diterima yang menunjukkan

tidak ada perbedaan (p : 0,055).

Tabel 4.8. Persentase Crowding dengan Tingkat Kompleksitas Maloklusi pada Pasien di Klinik Ortodonsia Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan FKG USU Tahun 2006-2009

Maloklusi Klas I Maloklusi Klas II Maloklusi Klas III Nilai No Skor

Crowding Rendah

% Sedang % Tinggi % Rendah % Sedang % Tinggi % Rendah % Sedang % Tinggi % F

1. - 50 16,7 16,7 0 16,7 0 0 0 0 2,44

2. 0 -3 mm 12,5 12,5 4,2 8,3 33,3 25 0 4,2 0

3. 3,1-5 mm 18,2 9,1 9,1 0 9,1 36,4 9,1 0 9,1

4. 5,1-7 mm 10 30 20 0 10 30 0 0 0

5. >7 mm 0 23,8 9,5 0 4,8 42,9 4,8 4,8 9,5


(59)

4.3.6. Oklusi Molar

Oklusi Molar ( Tabel 4.9) menunjukkan bahwa pada maloklusi Klas I dengan kompleksitas sedang memiliki skor Oklusi Molar tertinggi pada hubungan end on Klas II/III (20%). Maloklusi Klas II dengan kompleksitas tinggi memiliki skor terbesar pada hubungan beyond Klas II (100%). Maloklusi Klas III dengan kompleksitas sedang dan tinggi memiliki hubungan full Klas III (7,7%). Nilai Fhit =

1,124, Ftab = 2,50 ( Nilai Fhit < Ftab ) sehingga Ho diterima yang menunjukkan tidak

ada perbedaan (p : 0,345).

Tabel 4.9. Persentase Oklusi Molar dengan Tingkat Kompleksitas Maloklusi pada Pasien di Klinik Ortodonsia Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan FKG USU Tahun 2006-2009

Maloklusi Klas I Maloklusi Klas II Maloklusi Klas III Nilai No Skor Oklusi

Molar Rendah % Sedang % Tinggi % Rendah % Sedang % Tinggi % Rendah % Sedang % Tinggi % F

1 Klas I 15,8 18,4 10,5 5,3 13,2 31,6 2,6 0 2,6 1,124

2 End on Klas

II/III 15 20 10 0 20 20 5 5 5

3 Full Klas

II/III 0 15,4 7,7 0 23,1 38,5 0 7,7 7,7

4 Beyond Klas

II/III 0 0 0 0 0 100 0 0 0

Sumber: : Hasil Penelitian, 2009 (data diolah)

4.3.7. Lingual Posterior x-bite

Pada Tabel. 4.10, diperoleh bahwa skor Lingual Posterior x-bite tertinggi pada maloklusi Klas I dengan kompleksitas tinggi yaitu pada dua gigi (33,3%). Maloklusi Klas II dengan kompleksitas tinggi, skor terbesar pada empat gigi (100%). Maloklusi


(60)

Klas III dengan kompleksitas tinggi, skor terbesar pada dua gigi (33,3%). Nilai Fhit =

0,636, Ftab = 2,50 ( Nilai Fhit < Ftab ) sehingga Ho diterima yang menunjukkan tidak

ada perbedaan (p : 0,594).

Tabel 4.10. Persentase Lingual Posterior x-bite dengan Tingkat Kompleksitas Maloklusi pada Pasien di Rumah Sakit Gigi dan Mulut

Pendidikan FKG USU Tahun 2006-2009

Maloklusi Klas I Maloklusi Klas II Maloklusi Klas III Nilai No Skor Lingual Posterior x-bite Rendah % Sedang % Tinggi % Rendah % Sedang % Tinggi % Rendah % Sedang % Tinggi % F

1. - 14,8 16,7 11,1 3,7 14,8 31,5 1,9 3,7 1,9 0,636

2. 1 gigi 7,1 28,6 0 0 21,4 28,6 7,1 0 7,1

3. 2 gigi 0 0 33,3 0 33,3 0 0 0 33,3

4. 4 gigi 0 0 0 0 0 100 0 0 0

Sumber: : Hasil Penelitian, 2009 (data diolah)

4.3.8. Buccal Posterior x-bite

Buccal Posterior x-bite ( Tabel 4.11) menunjukkan bahwa pada maloklusi Klas I dengan kompleksitas sedang memiliki skor Buccal Posterior x-bite tertinggi pada satu gigi (36,4%). Maloklusi Klas II dengan kompleksitas tinggi memiliki skor terbesar pada empat gigi (100%). Maloklusi Klas III dengan kompleksitas tinggi memiliki skor terbesar pada dua gigi (33,3%). Nilai Fhit = 2,297, Ftab = 2,50 ( Nilai


(61)

Tabel 4.11. Persentase Buccal Posterior x-bite dengan Tingkat Kompleksitas Maloklusi Pasien di Rumah Sakit Gigi dan Mulut

Pendidikan FKG USU Tahun 2006-2009

Maloklusi Klas I Maloklusi Klas II Maloklusi Klas III Nilai No

Skor Buccal

Posterior

x-bite Rendah % Sedang% Tinggi % Rendah% Sedang% Tinggi % Rendah % Sedang % Tinggi % F

1. - 15,8 15,8 10,5 3,5 21,1 26,3 3,5 1,8 1,8 2,297

2. 1 gigi 0 36,4 0 0 0 45,5 0 9,1 9,1

3. 2 gigi 0 0 33,3 0 0 33,3 0 0 33,3

4. 4 gigi 0 0 0 0 0 100 0 0 0

Sumber: : Hasil Penelitian, 2009 (data diolah)

4.3.9. Sudut ANB

Pada Tabel. 4.12, diperoleh bahwa skor sudut ANB umumnya pada maloklusi Klas I dengan kompleksitas sedang, yaitu pada range -1,5° – 5,5° mm (22,4%). Maloklusi Klas II dengan kompleksitas tinggi, skor terbesar pada range >5,5° mm (72,7%). Pada maloklusi Klas III besar sudut ANB ditemukan merata pada kompleksitas rendah, sedang, dan tinggi, dengan skor terbesar pada range < -1,5° mm (33,3%). Nilai Fhit =

0,943, Ftab = 3,13( Nilai Fhit < Ftab ) sehingga Ho diterima yang menunjukkan tidak


(62)

Tabel 4.12. Persentase Sudut ANB dengan Tingkat Kompleksitas Maloklusi Pada Pasien di Klinik Ortodonsia Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan FKG USU Tahun 2006-2009

No Skor Sudut

ANB

Maloklusi Klas I Maloklusi Klas II Maloklusi Klas III Nilai

Rendah % Sedang % Tinggi % Rendah % Sedang % Tinggi % Rendah % Sedang % Tinggi % F

1. < -1,5° 0 0 0 0 0 0 33,3 33,3 33,3 0,943

2. -1,5° – 5,5° 15,5 22,4 12,1 3,4 15,5 24,1 1,7 1,7 3,4

3. >5,5° 0 0 0 0 27,3 72,7 0 0 0

Sumber: : Hasil Penelitian, 2009 (data diolah)

4.3.10. Sudut SNGoGn

Sudut SNGoGn (Tabel 4.13) menunjukkan bahwa pada maloklusi Klas I dengan kompleksitas sedang memiliki skor Sudut SNGoGn tertinggi pada range 27° - 37° (25%). Maloklusi Klas II dengan kompleksitas tinggi memiliki skor terbesar pada range >37° (43,8%). Maloklusi Klas III dengan kompleksitas tinggi memiliki skor terbesar pada range >37° (63%). Nilai Fhit = 1,265, Ftab = 3,13 ( Nilai Fhit < Ftab )

sehingga Ho diterima yang menunjukkan tidak ada perbedaan (p : 0,270).

Tabel 4.13. Persentase Sudut SNGoGn dengan Tingkat Kompleksitas Maloklusi pada Pasien di Klinik Ortodonsia Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan FKG USU Tahun 2006-2009

Maloklusi Klas I Maloklusi Klas II Maloklusi Klas III Nilai No Skor Sudut

SNGoGn Rendah

% Sedang % Tinggi % Rendah % Sedang % Tinggi % Rendah % Sedang % Tinggi % F

1. < 27° 8,3 8,3 16,7 0 0 50 8,3 8,3 0 1,265

2. 27° - 37° 18,2 25 6,8 4,5 15,9 20,5 2,3 2,3 4,5

3. > 37° 0 6,3 12,5 0 31,3 43,8 0 0 63


(63)

4.3.11. Sudut IMPA

Pada Tabel. 4.14, diperoleh bahwa skor sudut IMPA tertinggi pada maloklusi Klas I dengan kompleksitas sedang yaitu pada range ≥ 98° (18,2%). Maloklusi Klas II dengan kompleksitas tinggi, skor terbesar pada range ≥ 98° (36,4%). Maloklusi Klas III dengan kompleksitas sedang dan tinggi, memiliki skor yang sama terbesar pada range < 98° (7,1%). Nilai Fhit = 1,085, Ftab = 3,98 ( Nilai Fhit < Ftab ) sehingga Ho

diterima yang menunjukkan tidak ada perbedaan (p : 0,392).

Tabel 4.14. Persentase Sudut IMPA dengan Tingkat Kompleksitas Maloklusi pada Pasien di Klinik Ortodonsia Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan FKG USU Tahun 2006-2009

Maloklusi Klas I Maloklusi Klas II Maloklusi Klas III Nilai No Skor Sudut

IMPA Rendah

% Sedang % Tinggi % Rendah % Sedang % Tinggi % Rendah % Sedang % Tinggi 5 F

1. < 98° 17,9 17,9 7,1 0 17,9 21,4 3,6 7,1 7,1 1,085

2. ≥ 98° 9,1 18,2 11,4 4,5 15,9 36,4 2,3 0 2,3

Sumber: : Hasil Penelitian, 2009 (data diolah)

4.3.12. Dan Lain-lain

Anomali yang banyak ditemukan sebagai tambahan (Tabel 4.15) adalah pergeseran midline (36,2%) dan Kurva Spee yang dalam (27,7%). Melalui uji Anova diperoleh nilai Fhit = 2,285, Ftab = 2,51 ( Nilai Fhit < Ftab ) sehingga Ho diterima yang


(64)

Tabel 4.15. Distribusi Anomali Dan lain-lain pada Pasien di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan FKG USU Tahun 2006-2009

No Jenis Anomali Jumlah (N) Persentase (%) Nilai

F

1. - 18 19,1 2,285

2. Agenesis 4 4,3

3. Anomali ukuran 3 3,2

4. Diskrepansi

CR-CO 7 7,4

5. Kurva Spee dalam 26 27,7

6. Pergeseran

Midline 34 36,2

7. Supernumerari 2 2,1

Sumber: : Hasil Penelitian, 2009 (data diolah)

4.4. Variabel Dominan

Dari tabel 4.16 nilai rerata variabel maloklusi skor DI yang dominan pada Klas I adalah : sudut IMPA (3,62), crowding (3,03), overjet (1,97), dan lain lain (1,93). Untuk maloklusi Klas II variabel yang dominan adalah : sudut IMPA (6,44), sudut ANB (5,11), sudut SNGoGn (3,11) dan crowding (3,11). Sedangkan untuk variabel yang dominan pada maloklusi Klas III meliputi : crowding (4,71), sudut ANB (4,14), dan lain-lain (4,29) serta oklusi (2,00).


(65)

Tabel 4.16. Nilai Rerata Variabel Skor DI pada Maloklusi Klas I, II, III

Maloklusi No. Variabel

Klas I Klas II Klas III

1. Overjet 1,97 2,36 1,71

2. Overbite 1,17 1,33 0,57

3. Anterior Openbite 0,69 0,39 0

4. Lateral Crossbite 0,14 0,44 1,14

5. Crowding 3,03 3,11 4,71

6. Oklusi 1,03 1,47 2,00

7. Lingual Posterior x-bite 0,24 0,36 0,57

8. Buccal Posterior x-bite 0,41 0,61 1,14

9. Sudut ANB 4,00 5,11 4,14

10. Sudut SNGoGn 1,34 3,11 1,71

11. Sudut IMPA 3,62 6,44 0,43

12. Dan Lain-lain 1,93 2,17 4,29

Sumber: : Hasil Penelitian, 2009 (data diolah)

4.5. Rerata Skor DI

Tabel 4.17 memperlihatkan rerata skor DI paling tinggi pada maloklusi Klas II yaitu : 28, pada maloklusi Klas III skor DI adalah : 23. Sedangkan skor DI terendah pada maloklusi Klas I yaitu : 20. Rata-rata skor DI secara keseluruhan adalah : 24,67.

Tabel 4.17. Rerata skor DI pada tiap maloklusi

Nilai No.

Tingkat Kompleksitas

Minimum Maksimum Mean Rata-rata DI

1. Maloklusi Klas I 6 35 20

2. Maloklusi Klas II 8 60 28

3. Maloklusi Klas III 14 32 23

24,67

Sumber: : Hasil Penelitian, 2009 (data diolah)


(66)

PEMBAHASAN

5.1. Distribusi Pasien

Karakteristik pasien yang dirawat di Klinik Ortodonsia Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan FKG USU dari tahun 2006 – tahun 2008 sebagian besar pasien adalah wanita (Tabel 4.1.). Pasien wanita lebih besar jumlahnya dibandingkan pasien laki-laki karena wanita lebih memperhatikan segi estetik pada bagian mulut terutama susunan gigi dibandingkan laki-laki. Umumnya pekerjaan pasien adalah mahasiswa (Tabel 4.2.) dikarenakan di usia mahasiswa mulai terbentuk image terhadap estetika wajah. Profil wajah yang baik akan menimbulkan rasa percaya diri yang akan berguna dalam bergaul maupun dalam berkarir.

5.2. Tingkat Kompleksitas Maloklusi

Sampel dengan jumlah 72 orang terdiri dari tiga kelompok maloklusi yaitu 29 orang sampel maloklusi Klas I (40,3%), 36 orang maloklusi Klas II (50%) dan 7 orang sampel maloklusi Klas III (9,7%). Sampel maloklusi Klas III umumnya memang lebih kecil, sesuai dengan penelitian sebelumnya prevalensi maloklusi Klas III hanya 5-12% dari total populasi.11

Tingkat kompleksitas kasus-kasus maloklusi yang dirawat di Klinik Ortodonsia Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan FKG USU pada periode 2006 – 2008


(67)

menunjukkan rerata skor DI sebesar 24,67 seperti terlihat pada Tabel 4.17. Nilai rerata ini lebih besar dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan di Universitas Okayama (19,1), Universitas Indiana (17,1),21 maupun pasien Peserta Program Spesialis Ortodonsia USA (17,2), pasien Ortodontis di Amerika Serikat (16,1), dan pasien Residen di RSGM FKG UI (22,39).11

5.3. Kompleksitas Maloklusi Klas I

Kasus maloklusi Klas I merupakan kasus kedua terbanyak yang dirawat oleh PPDGS Ortodonsia FKG USU pada periode tahun 2006 – tahun 2008. Maloklusi Klas I menunjukkan tingkat kompleksitas yang terbesar pada kategori sedang. Rerata skor DI sebesar 20 (Tabel 4.17). Pada kelompok maloklusi Klas I (Tabel 4.16) variabel dengan rerata skor DI terbesar adalah sudut IMPA (3,62), diikuti oleh crowding (3,03), overjet besar (1,97) dan lain lain (1,93). Temuan ini menunjukkan bahwa pasien-pasien yang datang ke Klinik Ortodonsia Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan pada kelompok maloklusi Klas I ini sebagian besar memiliki kasus dengan tingkat kompleksitas yang sedang karena memiliki anomali yang bersifat dental seperti: IMPA, crowding dan overjet serta variabel dan lain lain.

Overjet pada maloklusi Klas I mempunyai rerata yang besar. Hal ini menunjukkan bahwa sasaran perawatan maloklusi Klas I lebih difokuskan pada perbaikan overjet. Urutan berikutnya yaitu variabel crowding yang nilainya cukup tinggi pada pasien di Klinik Ortodonsia Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan


(68)

FKG USU. Dalam penelitian Deguchi dinyatakan bahwa variabel crowding lebih dominan pada populasi Asia dibandingkan dengan populasi kulit putih. Penyebabnya adalah diskrepansi panjang lengkung, terutama pada bagian anterior. Sehingga memungkinkan terjadinya prevalensi yang besar pada variabel crowding.

5.4. Kompleksitas Maloklusi Klas II

Kelompok maloklusi Klas II mempunyai nilai rerata skor DI 28 (Tabel 4.17). Kelompok ini memiliki tingkat kompleksitas yang tinggi karena hampir semua anomali didominasi oleh anomali yang bersifat skeletal yaitu nilai rerata variabel skor DI sudut IMPA (6,44), sudut ANB (5,11), sudut SNGoGn (3,11) dan crowding (3,1) (tabel 4.18). Hal ini menunjukkan bahwa pasien pada kelompok ini mempunyai kelainan dentoskeletal yang lebih parah dibandingkan dengan kelompok maloklusi Klas I. Anomali sudut IMPA mempunyai nilai rerata yang besar, kemungkinan bertambahnya sudut IMPA disebabkan oleh kompensasi dental pada kasus skeletal Klas II dimana posisi maksilanya lebih ke depan. Variabel ANB juga mempunyai rerata besar, disebabkan diskrepansi yang cukup besar pada hubungan maksila dan mandibula.23

Sudut SNGoGn mengindikasikan kasus maloklusi Klas II umumnya disertai dengan displasia dalam arah vertikal. Akibat adanya kompensasi dentoalveolar terjadi adaptasi pada hubungan rahang secara vertikal. Keadaan ini menyebabkan sudut SNGoGn bertambah besar, sehingga menunjukkan bahwa maloklusi Klas II memiliki,


(69)

kompleksitas yang tinggi. Pada populasi Asia cenderung memiliki sudut mandibula yang curam sehingga mempunyai nilai sudut SNGoGn yang besar.9

5.5. Kompleksitas Maloklusi Klas III

Pada kelompok maloklusi Klas III ditemukan bahwa nilai rerata skor DI variabel terbesar adalah variabel crowding (4,71), sudut ANB (4,14), Dan lain-lain (4,29) dan oklusi (2,00) (Tabel 4.17). Meskipun persentase terbesar pada maloklusi Klas III masuk ke dalam tingkat kompleksitas kategori sedang dan tinggi (Tabel 4.3), nilai rerata skor DI ternyata lebih rendah yaitu : 23 (Tabel 4.17) dibandingkan dengan kelompok maloklusi Klas II yang juga mempunyai persentase terbesar pada kategori tinggi dengan nilai rerata DI : 28. Hal ini dikarenakan variabel yang bersifat dental lebih banyak berperan daripada variabel yang bersifat skeletal. Anomali skeletal yang ditemukan dalam maloklusi Klas III adalah besar sudut ANB dengan nilai negatif yang mengindikasikan disharmoni hubungan rahang.23

Anomali dental lebih berperan seperti : crowding, yang sering ditemukan dalam maloklusi Klas III akibat kurang berkembangnya maksila sehingga menyebabkan materi gigi menjadi berjejal di dalam lengkung yang sempit. Gigi menjadi crowding karena tempat yang dibutuhkan kurang. Besar sudut ANB berpengaruh disini oleh karena penyebab terbentuknya maloklusi Klas III adalah disebabkan karena diskrepansi skeletal dalam hubungan maksila dan mandibula.9,21 Variabel dan lain-lain yang berpengaruh disini adalah pergeseran midline dan kurva Spee yang dalam.


(70)

Pergeseran midline dapat terjadi disebabkan oleh crowding dan pergeseran gigi posterior ke depan.Variabel oklusi molar juga menjadi dominan karena posisi mandibula maju ke depan yang dipengaruhi secara skeletal menjadikan hubungan oklusi molar Klas III Angle.18,23 Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel oklusi pada maloklusi Klas III merupakan variabel dengan tingkat kompleksitas yang tinggi dibandingkan dengan variabel oklusi pada maloklusi Klas I dan maloklusi Klas II.


(71)

6.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan pembahasan tingkat kompleksitas maloklusi Klas I, maloklusi Klas II dan maloklusi Klas III yang dilakukan dengan menggunakan metode Discrepancy Index dapat disimpulkan sebagai berikut :

6.1.1. Karakteristik Pasien

Karakteristik pasien yang dirawat di Klinik Ortodonsia Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan FKG USU yang terbanyak adalah perempuan sebesar 79,2%. Pekerjaan pasien umumnya mahasiswa 62,5%.

6.1.2. Tingkat Kompleksitas

Gambaran tingkat kompleksitas maloklusi pada pasien di Klinik Ortodonsia Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan FKG USU periode 2006 – 2009 pada 12 variabel DI menunjukkan sebagian besar tingkat kompleksitas masuk dalam kategori: tinggi, dengan rata-rata skor DI : 24,67. Kompleksitas maloklusi Klas I : sedang, dengan rata-rata skor DI : 20. Tingkat kompleksitas maloklusi Klas II berada


(72)

dalam kategori : tinggi, dengan rata-rata skor DI : 28 dan tingkat kompleksitas maloklusi Klas III termasuk tinggi dengan nilai rata-rata skor DI adalah : 23.

Ditemukan bahwa ke 12 variabel DI sangat berpengaruh secara signifikan. Pada maloklusi Klas I kompleksitas sangat dipengaruhi oleh rerata variabel skor DI: sudut IMPA (3,62), maloklusi Klas II kompleksitas didominasi oleh rerata variabel skor DI: sudut IMPA (6,44), maloklusi Klas III rerata variabel skor DI dengan kompleksitas terbesar adalah crowding (4,71).

.

6.2. Saran

1. Diperlukan penelitian lebih lanjut dengan sampel yang lebih besar untuk kasus maloklusi Klas III agar diperoleh hasil penelitian yang lebih baik.

2. Diperlukan penelitian lebih lanjut tentang karakteristik etnis dan hubungannya dengan tingkat kompleksitas maloklusi.

3. Metode DI dapat digunakan sebelum dan sesudah perawatan sebagai informasi pendidikan untuk penilaian kualitas hasil perawatan yang telah dicapai PPDGS di Klinik Ortodonsia Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan FKG USU.

4. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menguji korelasi antara tingkat kompleksitas dengan lamanya perawatan.


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

RIWAYAT HIDUP

Nama Lengkap : Cut Yuliza Irawani

Tempat/ tanggal lahir : Medan/ 15 Juli 1966 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Status Perkawinan : Kawin Nama Suami : A.Gustari

Pekerjaan Suami : P.T. Bank Bukopin

Riwayat pendidikan : - SD Negeri No. 2 Aceh Utara, 1973 – 1979 - SMP Negeri 1 Medan, 1979 – 1982 - SMA Negeri 4 Medan, 1982 – 1985

- Fakultas Kedokteran Gigi USU, 1985 - 1990 - Pasca Sarjana USU, 2003 - 2007

Riwayat pekerjaan : - Ka. Poli Gigi PKM Peureulak Aceh Timur, 1991 - 1993 - Staf Penunjang Medik Rumah Sakit Adam Malik Medan,

1993 - 1996