BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Faktor penyebab terjadinya kredit bermasalah di Bank Danamon adalah
ketidakmauan debitur dalam memenuhi kewajibannya, kedua ketidak mampuan debitur untuk membayar kewajibannya. Ketidakmampun debitur
dalam memenuhi kewajibannya adalah kurangnya analisis pemberian kredit yang dilakukan oleh bank sewaktu permohonan kredit dimohonkan
dan debitur tidak mempunyai itikad baik good faith untuk memenuhi kewajibannya yaitu membayar pengembalian kredit yang telah diterimanya
yang terdiri dari komponen pokok, bunga dan biaya, serta denda apabila kewajiban tersebut telah menunggak.
2. Alternatif penyelesaian kredit bermasalah di Bank Danamon dapat
dilakukan dengan Penjadwalan Kembali Rescheduling, Penataan Kembali Restructuring, Persyaratan Kembali Reconditioning serta Penyerahan
Jaminan Secara Sukarela. Apabila jalan tersebut tidak dapat menyelesaikan masalah maka dapat dilakukan melalui Penyelesaian Melalui Pengadilan
Negeri, Penyelesian Melalui Pengadilan Niaga, Penyelesaian Melalui Panitia Urusan Piutang Negara atau Penyelesaian Melalui Arbitrase.
3. Eksekusi hak tanggungan sebagai alternatif penyelesaian kredit bermasalah
di Bank Danamon dilakukan sendiri oleh PT. Bank Danamon. Eksekusi
89
hak tanggungan mempunyai peranan penting dalam menyelesaikan kredit bermasalah bank. Parate eksekusi Hak Tanggungan berperan sebagai
alternatif penyelesaian kredit bermasalah yang efektif dan efisien terutama dibandingkan dengan eksekusi melalui Pengadilan Negeri. Secara
kuantitatif, parate eksekusi Hak Tanggungan telah berhasil mengurangi jumlah kredit bermasalah PT Bank Danamon.
B. Saran
1. PT. Bank Danamon hendaknya mengoptimalkan lagi pelaksanaan parate eksekusi Hak Tanggungan untuk penyelesaian kredit bermasalah,
mengingat pelaksanaan parate eksekusi Hak Tanggungan lebih efektif dengan biaya yang relaif murah dan jangka waktu penyelesaian yang relatif
lebih singkat dibandingkan dengan eksekusi Hak Tanggungan melalui Pengadilan Negeri. PT. Bank Danamon hendaknya juga mengoptimalkan
lagi kerjasama dengan Balai Lelang Swasta yang mempunyai jaringan calon pembeli lelang dan kemampuan marketing yang baik sehingga tanah
dan atau bangunan yang menjadi obyek lelang dapat laku terjual dengan cepat.
2. Dirjen Kekayaan Negara dan Lelang yang membawahi Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang KPKNL hendaknya meningkatkan kembali
upaya sosialisasi terhadap mekanisme pembelian tanah dan atau bangunan melalui lelang agar masyarakat mengetahui prosedur dan mekanisme
pembelian lelang tersebut. KPKNL maupun Pengadilan Negeri hendaknya tidak melakukan penundaan atau pembatalan proses lelang eksekusi yang
dimohonkan oleh Bank apabila terdapat keberatan atau perlawan dari debitur maupun pihak ketiga yang belum nampak kebenaran dan kejelasan
dari perlawanan tersebut. 3. Pemerintah bersama dengan DPR RI hendaknya memberikan prioritas dan
melakukan percepatan terhadap revisi Undang-undang Hak Tanggungan, khususnya terhadap pasal-pasal yang bertentangan atau tidak konsisten
dalam mengatur pelaksanaan eksekusi Hak Tanggungan, terutama mengenai parate eksekusi Hak Tanggungan.
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN
A. Pengertian Hak Tanggungan
Seiring dengan berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, maka Undang-Undang tersebut telah mengamanahkan untuk
terciptanya perangkat aturan tentang Hak Tanggungan, yang kemudian diikuti dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996, tentang Hak
Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan Dengan Tanah UUHT. Dengan berlakunya UUHT lembaga jaminan hipotik dan
credietverband yang berkaitan dengan tanah, dinyatakan tidak berlaku lagi.
Keberadaan UUHT sangat diperlukan dalam rangka menciptakan kepastian hukum dalam lembaga jaminan yang berkaitan dengan tanah, sehingga
terdapat suatu lembaga jaminan yang kuat serta pasti pelaksanaan, yang bersifat sangat pentingdalam mendukung sektor keuangan dan perbankan di
Indonesia. Hak tanggungan menurut ketentuan Pasal 1 butir 1 Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda- Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, adalah:
Hak tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut hak tanggungan, adalah hak jaminan
yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-
Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang
tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada
23
kreditor tertentu terhadap kreditor- kreditor lainnya. Dari rumusan Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996
tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah dapat diketahui bahwa pada dasarnya suatu hak tanggungan
adalah suatu bentuk jaminan pelunasan utang, dengan hak mendahulu, dengan objek jaminannya berupa Hak-Hak Atas Tanah yang diatur dalam Undang-
undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
7
Lahirnya Undang-undang Hak Tanggungan diharapkan akan memberikan suatu kepastian hukum tentang pengikatan jaminan dengan tanah
berserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah tersebut sebagai jaminan yang selama ini pengaturannya menggunakan ketentuan-ketentuan
Creditverband dalam KUH Perdata.
Hak Tanggungan sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-undang Hak Tanggungan, pada dasarnya adalah hak jaminan yang dibebankan pada
hak atas tanah. Namun, pada kenyataannya seringkali terdapat benda-benda berupa bangunan, tanaman dan hasil karya yang secara tetap merupakan satu
kesatuan dengan tanah yang dijadikan jaminan turut pula dijaminkan. Sebagaimana diketahui bahwa Hukum Tanah Nasional didasarkan pada hukum
adat, yang menggunakan asas pemisahan Horizontal, yang menjelaskan bahwa setiap perbuatan hukum mengenai hak-hak atas tanah tidak dengan sendirinya
7
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Hak Tanggungan, Jakarta : Penerbit Kencana Prenada Media Group, 2005, hal.13.
meliputi benda-benda tersebut.
8
Penerapan asas tersebut tidak mutlak, melainkan selalu menyesuaikan dan memperhatikan dengan perkembangan kenyataan dan kebutuhan dalam
masyarakat. Sehingga atas dasar itu Undang-undang Hak Tanggungan memungkinkan dilakukan pembebanan Hak Tanggungan yang meliputi benda-
benda diatasnya sepanjang benda-benda tersebut merupakan satu kesatuan dengan tanah bersangkutan dan ikut dijadikan jaminan yang dinyatakan secara
tegas dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan APHT.
B. Ciri dan Sifat Hak Tanggungan