Motivasi Intrinsik Landasan Teori

13 diidentifikasikan sebagai hal yang dapat mempengaruhi motivasi intrinsik Hagger; Chatzisarantis, 2011. Menurut Siagian 2004 motivasi intrinsik adalah motivasi yang bersumber dari dalam individu. Motivasi ini menghasilkan integritas dari tujuan-tujuan, baik dari tujuan organisasi maupun tujuan dari individu dimana keduanya dapat terpuaskan. Individu yang memiliki motivasi intrinsik, akan merasa puas apabila kegiatan yang dilakukan telah mencapai hasil. Semakin kuat motivasi intrinsik yang dimiliki seseorang maka semakin besar kemungkinan seseorang akan memperlihatkan tingkah laku untuk mencapai tujuan. Menurut Quigley dan Tymon 2006 motivasi intrinsik didasarkan pada pengalaman yang dinilai positif dimana seseorang mendapat tugas langsung dari pekerjaan mereka, serta sesorang memiliki semangat dan perasaan positif yang berasal dari pekerjaan mereka. Empat komponen motivasi intrinsik menurut Quigley dan Tymon 2006, yaitu : 1 Kebermaknaan, karyawan akan merasa termotivasi untuk bekerja jika pekerjaannya dirasa bermafaat bagi dirinya sendiri. Hal ini terkait dengan bakat, minat, pengetahuan, dan tata nilai karyawan. 2 Pilihan, setiap karyawan akan membuat pilihan dan menentukan cara untuk memenuhi kebutuhannya, dan hal ini akan menimbulkan motivasi untuk dirinya sendiri. 14 3 Kompetensi, karyawan yang memiliki kompetensi yang memadai akan menampilkan kemampuan dan hasil kerja yang memadai juga. 4 Kemajuan, kemajuan dalam bekerja yang didorong pleh diri sendiri dengan memunculkan kreativitas dan efektivitas dalam pekerjaannya. Istilah „intrinsik’ digunakan untuk menekankan bahwa motivasi adalah menuju pada pencapaian pribadi dan keberhasilan tugas daripada menuju „ekstrinsik’ kepuasan yang timbul dari fitur kerja. b. Teori Motivasi Intrinsik Menurut Sashkin 1976, Thomas, dan Velthouse 1990 dalam pelelitian Xu et al. 2010 menjelaskan mengenai model motivasi yang menyatakan bahwa perilaku kepemimpinan yang partisipatif akan meningkatkan kinerja terhadap tugas yang diberikan dan meningkatkan motivasi intrinsik dan memberdayakan secara psikologis untuk karyawan. Oleh sebab itu banyak penelitian terdahulu yang membahas tentang motivasi intrinsik, perasaan bernilai, serta rasa self- determination bagi karyawan. Menurut Ryan dan Deci 2000, Self Determination Theory merupakan teori yangberkaitan degan motivasi dan kepribadian manusia. Dua tipe motivasi yang melekat dalam diri manusia adalah autonomous motivation dan controlled motivation. Autonomous motivation disebut juga sebagai motivasi intrinsik dimana aktivitas yang dilakukan oleh individu atas dasar rasa senang dan ketulusan, 15 sedangkan controlled motivation yang sering disebut juga sebagai motivasi ekstrinsik merupakan aktiviitas yang dikerjakan individu karena tekanan dari pihak luar. Seseorang dikatakan memiliki self determination apabila kegiatan yang dilakukan dipengaruhi oleh motivasi intrinsik. Itulah alasan kenapa manusia bisa merasa bahagia setelah menolong orang lain meskipun kerja kerasnya tidak dibayar sama sekali. Seseorang yang memiliki motivasi intrinsik dalam dirinya memiliki potensi besar yang membuat orang bekerja lebih keras bahkan tanpa adanya insentif. c. Faktor- Faktor Motivasi Menurutt Herzberg yang dikutip oleh Luthans 2006, yang tergolong faktor yang mempengaruhi motivasi adalah : 1 Achievement Prestasi Keberhasilan seorang karyawan dapat dilihat dari prestasi yang diraihnya. Agar seorang karyawan dapat berhasil dan melaksanakan pekerjaannya, maka pemimpin harus mempelajari karyawannya dan pekerjaannya dengan memberikan kesempatan agar karyawan dapat berusaha mencapai hasil yang baik. Ketika karyawan memiliki prestasi kerja yang baik maka pemimpin harus memberikan penghargaan atas prestasinya tersebut. 2 Regocnition Pengakuan atau Penghargaan Sebagai lanjutan dari keberhasilan pelaksanaan, pemimpin harus memberi pernyataan pengakuan terhadap keberhasilan karyawan. 16 3 Work it self Pekerjaan itu Sendiri Pimpinan membuat usaha-usaha riil dan meyakinkan, sehingga bawahan mengerti akan pentingnya pekerjaan yang dilakukannya dan berusaha menghindari dari kebosanan dalam pekerjaan serta mengusahakan agar setiap bawahan sudah tepat dalam pelaksanaannya. 4 Responsibility Tanggung Jawab Agar tanggung jawab benar-benar menjadi faktor motivator bagi bawahan, pemimpin harus menghindari supervise yang ketat, dengan membiarkan bawahan bekerja sendiri sepanjang pekerjaan itu dan menerapkan prinsip partisipasi. Dengan adanya prinsip partisipasi akan membuat laryawan merencanakan dan melaksanakan pekerjaan sepenuhnya. 5 Advencement Pengembangan Pengembangan merupakan salah satu faktor motivator bagi bawahan. Faktor pengembangan benar-benar berfungsi sebagai motivator, dan pemimpin dapat memulai dengan melatih bawahannya untuk pekerjaan yang lebih bertanggungjawab. Apabila ini sudah dilakukan selanjutnya pemimpin memberikan rekomendasi pada karyawannya untuk melakukan pengembangan, atau menaikkan pangkatnya, atau dikirim melalui pendidikan dan pelatihan lanjutan. 17

3. Komitmen Afektif

a. Pengertian Komitmen Afektif Komitmen afektif merupakan salah satu kategori komitmen yang memiliki ikatan secara emosional melekat paada seorang karyawan untuk mengidentifikasi dan melibatkan dirinya dengan organisasi Allen dan Meyer, 1990. Menurut Kartika 2011, komitmen afektif merupakan bagian dari komitmen organisasional yang mengacu pada sisi emosional yang melekat pada diri seorang karyawan yang memiliki komitmen afektif yang kuat yang senantiasa setia terhadap organisasi tempat bekerja karena keinginan untuk bertahan berasal dari dalam hatinya. Komitmen afektif juga merupakan penentu atas dedikasi dan loyalitas karyawan. Karyawan yang memiliki komitmen afektif tinggi, menunjukkan rasa memiliki atas organisasi, meningkatnya keterlibatan dalam aktivitas organisasi, keinginan untuk mencapai tujuan organisasi, dan keinginan untuk dapat tetap bertahan dalam organisasi. Komitmen afektif dapat muncul karena adanya kebutuhan, dan adanya ketergantungan terhadap aktivitas-aktivitas yang telah dilakukan oleh organisasi di masa lalu yang tidak dapat ditinggalkan karena akan merugikan. Komitmen ini terbentuk sebagai hasil organisasi dapat membuat karyawan memiliki keyakinan yang kuat untuk mengikuti segala nilai- nilai organisasi, dan berusaha untuk mewujudkan tujuan organisasi 18 sebagai prioritas utama, dan karyawan akan mempertahankan keanggotaannya. Menurut Allen dan Meyer 1990 terdapat tiga komponen dalam komitmen organisasi yaitu: komitmen afektif, komitmen kontinuans, dan komitmen normatif. Penjelasan dari setiap komponen adalah sebagai berikut: a. Komitmen afektif, mengarah pada “the employee’s emotional attachment to, identification with, and involvement in the organization ”. Ini berarti, komitmen afektif berkaitan dengan keterikatan emosional karyawan, identifikasi karyawan, dan keterlibatan karyawan dalam organisasi. Karyawan yang memiliki komitmen afektif yang kuat akan terus bekerja dalam organisasi karena mereka memang memiliki rasa ingin want to melakukan hak tersebut. b. Komitmen kontinuans, mengarah pada “an awareness of the cost associated with leaving the organization ”. Hal ini menunjukkan adanya pertimbangan untung rugi dalam diri karyawan dan berkaitan dengan keinginan untuk tetap bekerja atau meninggalkan organisasi. Karyawan yang bekerja berdasarkan komitmen kontinuans ini bertahan dalam organisasi karena mereka butuh need to melakukan hal tersebut karena tida ada pilihan lain. c. Komitmen normatif, mengarah pada “a feeling of obligation to continue empoyment ”. Komitmen normatif berkaitan dengan