PENGARUH KEPEMIMPINAN INTRAPERSONAL DAN MOTIVASI INTRINSIK TERHADAP KOMITMEN AFEKTIF DALAM MENINGKATKAN KINERJA KARYAWAN ( Studi pada BMT Marhamah Wonosobo)

(1)

( Studi pada BMT Marhamah Wonosobo)

Effect Of Intrapersonal Leadership And Intrinsic Motivation On Affective Commitment In Improving The Performance Of Employess

(Study on BMT Marhamah Wonosobo)

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Manajemen Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta

Oleh:

ANNISA FAJRI 20130410145

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(2)

i

( Studi pada BMT Marhamah Wonosobo)

Effect Of Intrapersonal Leadership And Intrinsic Motivation On Affective Commitment In Improving The Performance Of Employess

(Study on BMT Marhamah Wonosobo)

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Manajemen

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Oleh:

ANNISA FAJRI 20130410145

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(3)

ii

Dengan ini saya,

Nama : Annisa Fajri

Nomor mahasiswa : 20130410145

Menyatakan bahwa skripsi ini dengan judul: “PENGARUH KEPEMIMPINAN

INTRAPERSONAL DAN MOTIVASI INTRINSIK TERHADAP

KOMITMEN AFEKTIF DALAM MENINGKATKAN KINERJA

KARYAWAN” tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis diterbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini disebutkan dalam Daftar Pustaka. Apabila ternyata dalam skripsi ini diketahui terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain maka saya bersedia bahwa karya tersebut dibatalkan.

Yogyakarta, 19 Desember 2016


(4)

iii

نم

دج

دجو

Man jadda wajada

“Barang siapa bersungguh

-sungguh, maka dia akan mendapatkan

(kesuksesan)”

“Maka Nikmat Tuhanmu yang Manakah yang kamu dustakan?”

( Q.S. Ar-Rahman : 55 )

“Maka sesungguhnya setelah kesulitan itu ada kemudahan”

(Q.S. Al

Insyirah : 5)


(5)

iv

Alhamdulillah, puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayahnya yang telah memberikan kekuatan, kesehatan dan kesabaran untuk

ku dalam mengerjakan skripsi ini. Sholawat serta salam kepada Nabi Muhammad SAW sebagai inspirator revolusi sejati.

Karya ini kupersembahkan kepada :

Orangtuaku, Mama dan Papa, yang selalu mendengarkan segala keluh kesah, pendengar dan motivator terbaik, yang selalu mengajarkan ku untuk menjadi pribadi yang mandiri, tidak mudah menyerah, dan selalu mengingatkan untuk

selalu bersyukur. Terimakasih untuk dukungan, usaha, dan doa yang selalu engkau panjatkan disetiap waktu. Terimakasih selalu memberikan semangat untuk terus melangkah hingga aku menjadi seorang sarjana. Ini semua untuk

kalian.

Sahabat terbaikku, Ani, Amel, Widi, dan Betty yang selalu ada dan menemani ku di setiap kondisi. Terimakasih sudah selalu mendengarkan cerita ku, membantu ku, dan berbagi segala rasa. Terimakasih sudah memberi ku bagaimana rasanya

memiliki kakak dan adik yang selama ini selalu ku inginkan, karena bagiku kalian bukan sekedar sahabat tetapi keluarga untukku. Jangan pernah putus asa

dalam mengejar mimpi, kelak kita akan bersama-sama tersenyum melihat mimpi kita menjadi nyata.

Seluruh keluarga besar, teman-teman, dan almamaterku, terimakasih telah memberikan motivasi, inspirasi, dan doa yang tiada henti buatku.

Aku belajar, aku bersabar, aku berusaha. Terimakasih untuk semuanya. Yogyakarta, 19 Desember 2016


(6)

v

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh.

Alhamdulillahirobbil’alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat, karuia, dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Manajemen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penyusunan skripsi yang berjudul “Pengaruh Kepemimpinan Intrapersonal Dan Motivasi Intrinsik Terhadap Komitmen Afektif Dalam Meningkatkan Kinerja Karyawan (Studi pada BMT Marhamah Wonosobo)” dapat terselesaikan tidak lepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Nano Prawoto, M.Si., selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Dra. Retno Widowati Purnama Asri, M.Si. Ph.D., selaku Ketua Program Studi Manajemen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

3. Prof. Dr. Heru Kurnianto Tjahjono, MM., selaku Ketua Program Studi Magister Manajemen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, sekaligus dosen pembimbing skripsi yang telah bersedia memberi waktu, pengetahuan, bantuan pemikiran, saran bimbingan dan dorongan serta kepercayaan yang sangat berguna bagi peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.


(7)

vi

5. Ibu Fauziyah, S.E., M.Si., yang telah banyak memberikan bimbingan kepada penulis dalam proses pengolahan data

6. Seluruh dosen dan staf Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, yang telah memberikan ilmunya kepada penulis selama kuliah.

7. Teman-teman Program studi Manajemen 2013 Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, terimakasih atas kebersamaan selama ini dan masukan yang telah membangun.

8. BMT Marhamah yang telah memberikan izin dan kesempatan penulis untuk melaksanakan penelitian di perusahaan.

9. Seluruh karyawan BMT Marhamah yang telah membantu dan bersedia berpartisipasi menjadi responden.

10. Bank Syariah Mandiri KK UMY yang telah memberikan kesempatan untuk menambah pengetahuan dan pengalaman selama magang.

11. Mama dan Papa yang selalu memebrikan doa, dukungan, dan motivasi demi terselesainya skripsi ini.

12. Sahabat terbaikku, Ani, Amel, Widi, dan Betty, terimakasih untuk kebersamaan, motivasi, dan dukungannya selama ini.

13. The Smurfies, Venna, Tiya, Atikah, Ainun, Rifaldi, Ghifari, dan Azhar, terimakasih untuk dukungan dan kebersamaan dalam menjalin tali persaudaraan.

14. The Poks, Bita, Arip, Surya, dan Aziz terimakasih untuk dukungannya, semoga kebersamaan ini untuk selamanya.


(8)

vii

Skripsi diharapkan dapat memberikan referensi gambaran bagi pembaca, penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi sempurnanya penulisan ini. Akhir kata, penulis berharap semoga Skripsi ini bermanfaat bagi kemajuan ilmu manajemen pada umumnya dan bermanfaat bagi pembaca pada khususnya.

Wassalamu 'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Yogyakarta, 19 Desember 2016 ANNISA FAJRI


(9)

viii

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

INTISARI ... vii

ABSTRAK ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

A. Landasan Teori ... 7

1. Kepemimpinan Intrapersonal ... 7

2. Motivasi Intrinsik ... 12

3. Komitmen Afektif ... 17


(10)

ix

A. Obyek dan Subyek Penelitian ... 35

B. Jenis Data ... 35

C. Teknik Pengambilan Sampel ... 36

D. Teknik Pengumpulan Data ... 36

E. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 37

F. Uji Kualitas dan Instrumen Data ... 38

G. Uji Hipotesis dan Analisis Data ... 39

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 46

A. Gambaran Umum Subyek/Obyek Penelitian ... 46

B. Uji Kualitas Instrumen dan Data ... 52

C. Hasil Penelitian (Uji Hipotesis) ... 58

D. Pembahasan (Interpretasi) ... 76

BAB V SIMPULAN, KETERBATASAN PENELITIAN DAN SARAN .. 81

A. Simpulan ... 81

B. Saran ... 82

C. Keterbatasan Penelitian ... 82

DAFTAR PUSTAKA


(11)

x

2.1. Jurnal Pendukung Hipotesis Penelitian ... 27

2.2. Jurnal Pendukung Hipotesis Penelitian ... 28

2.3. Jurnal Pendukung Hipotesis Penelitian ... 29

2.4. Jurnal Pendukung Hipotesis Penelitian ... 30

2.5. Jurnal Pendukung Hipotesis Penelitian ... 31

2.6. Jurnal Pendukung Hipotesis Penelitian ... 32

3.1. Definisi Operasional Variabel ... 37

3.2. Indeks Pengujian Kelayakan Model... 45

4.1. Jumlah Karyawan Tetap BMT Marhamah ... 49

4.2. Profil Responden ... 50

4.3. Hasil Uji Validitas ... 53

4.4. Hasil Uji Reliabilitas ... 54

4.5. Statistik Deskriptif Variabel Kepemimpinan Intrapersonal ... 55

4.6. Statistik Deskriptif Variabel Motivasi Intrinsik ... 56

4.7. Statistik Deskriptif Variabel Komitmen Afektif ... 56

4.8. Statistik Deskriptif Variabel Kinerja Karyawan ... 57

4.9. Identifikasi Outlier ... 59

4.10. Hasil Uji Normalitas ... 60

4.11. Regression Weights ... 63

4.12. Hasil Uji Hipotesis ... 63


(12)

xi

4.16. Pengujian Notes for Model ... 70

4.17. Pengujian Hubungan antara Indikator dengan Variabel ... 71

4.18. Pengujian Hasil Goodness of Fit ... 73

4.19. Output Modification Indicies ... 74


(13)

xii

2.1. Model Penelitian ... 33 4.1. Model Hipotesis ... 62


(14)

(15)

kepemimpinan intrapersonal dan motivasi intrinsik terhadap komitmen afektif dalam meningkatkan kinerja karyawan. Objek penelitian yang dipilih dalam studi ini adalah BMT Marhamah Wonosobo. Data dikumpulkan melalui metode kuesioner yang diisi secara mandiri terhadap 107 responden denggan menggunakan metode sensus. Berdaasarkan hasil analisis data menggunakan Structural Equation Modeling (SEM) melalui program AMOS, hasil dari penelitian ini membuktikan bahwa: (1) kepemimpinan intrapersonal berpengaruh positif signifikan terhadap motivasi intrinsik (2) motivasi intrinsik berpengaruh positif signifikan terhadap komitmen afektif (3) kepemimpinan intrapersonal berpengaruh positif signifikan terhadap komitmen afektif (4) komitmen afektif berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja karyawan (5) kepemimpinan intrapersonal tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan (6) motivasi intrinsik tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan.

Kata Kunci : Kepemimpinan Intrapersonal, Motivasi Intrinsik, Komitmen Afektif, dan Kinerja Karyawan


(16)

The purpose of this study was to examine and analyze the effect of intrapersonal leadership amd intrinsic motivation on affective commitment in improving the performance of employees. The object of research in this study is BMT Marhamah Wonosobo. Data was collected through questionnaires filled out independently of the 107 respondents using senses sampling method. Based on the analysis of data using Structural Equation Modelling (SEM) by AMOS program. Results from this study proves and gives the conclusion that: (1) intrapersonal leadership positive significant on intrinsic motivation (2) intrinsic motivation positive significant on affective commitment (3) intrapersonal leadership positive significant on affective commitment (4) affective commitment positive significant on working performance (5) intrapersonal leadership no significant on affective commitment (6) intrinsic motivation no significant on employee performance.

Keywords: Intrapersonal Leadership, Affective Commitment, Intrinsic Motivation and employee performance.


(17)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Baitul Maal Wat Tawill atau lebih dikenal sebagai BMT, merupakan lembaga keuangan yang kegiatan utamanya adalah menghimpun dana masyarakat dalam bentuk tabungan (simpanan) atau deposito, yang kemudian dana tersebut disalurkan kembali kepada masyarakat dalam bentuk pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. BMT berorentasi sosial keagamaan, yang tidak dapat dimanipulasi untuk kepentingan bisnis atau mencari keuntungan atau profit (Ilmi, 2002).

Salah satu BMT di Kabupaten Wonosobo yang paling pesat perkembangannya adalah BMT Marhamah yang berdiri sejak tahun 1995 dan saat ini sudah memiliki 16 kantor cabang dan memiliki 132 karyawan. Selain itu, BMT Marhamah sudah memiliki sertifikat penghargaan sebagai koperasi primer unggulan dan telah memenuhi kualifikasi yang ditetapkan oleh Islamic Microfinance Standart. Strategi dari BMT Marhamah adalah membentuk sumber daya Islam yang kompeten dan berkarakter Islami dengan harapan akan membangun sebuah Baitul Maal Wa Tamwil yang baik dan sehat. Hal ini dibuktikan dengan perkembangan pesat dari BMT Marhamah yang hanya dengan modal awal sebesar Rp. 875.000,- BMT Marhamah mengalami kenaikan yang signifikan, hal ini dibuktikan dengan data aset yang dimiliki setiap tahunnya.


(18)

dimiliki BMT Marhamah pada tahun 2015 mengalami penurunan, hal ini bisa dilihat dari data aset dari BMT Marhamah berikut ini :

Tabel 1.1

Data aset BMT Marhamah

Sumber : BMT Marhamah

BMT Marhamah dihadapkan dengan posisi dimana harus dapat mengoptimalkan semua aspek untuk menunjang optimalisasi kinerja dalam mewujudkan tujuan dari BMT Marhamah. Untuk mencapai tujuan tersebut tersebut maka diperlukan sumber daya manusia sebagai salah satu komponen yang sangat penting untuk meningkatkan kinerja dalam rangka meningkatkan kemampuan dan profesionalisme, serta memberi daya pendorong agar karyawan bersedia bekerja sesuai dengan yang diiginkan organisasi.

Tujuan dari pengembangan kualitas sumber daya dari karyawan adalah untuk meningkatkan kinerja operasional karyawan yang bermuara pada komitmen dalam menyelesaikan tugas-tugas rutin sesuai tanggung jawab dan fungsi masing-masing secara lebih efektif. Menurut Darma (2013), secara khusus manajemen kinerja ditujukan untuk meningkatkan

Tahun Aset

2011 85.668.139.360 2012 130.047.213.721 2013 185.617.871.052 2014 219.919.899.147 2015 208.756.658.738


(19)

kompetensi seperti pengetahuan, keterampilan, sikap, (3) efektivitas kerja. Menurut Tjahjono (2011), modal sosial individu menunjukkan dampak yang bermakna bagi harmonisasi di dalam organisasi. Oleh karena itu, perlu adanya potensi untuk meningkatkan modal organisasional untuk terbangunnya sikap, perilaku dan kinerja yang semakin baik.

Salah satu faktor internal yang mempengaruhi kinerja karyawan adalahkomitmen afektif. Komitmen afektif terkait dengan kekuatan identifikasi individu dan keterlibatannya dalam organisasi. Setiap organisasi selalu memiliki tujuan yang ingin dicapai dan tuujuan tersebut akan dicapai melalui komitmen organisasi yang dimiliki oleh karyawannya. Seperti yang dikatakan Wright (1992) berpendapat bahwa semakin tinggi komitmen seseorang terhadap tugasnya maka akan semakin tinggi kinerja yang dihasilkan. Hal tersebut juga di kemukakan oleh Rivai (2005) yang menyatakan bahwa komitmen organisasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan. Dalam hal ini karyawan yang memiliki komitmen afektif yang tinggi akan memiliki keyakinan yang kuat untuk menerima tujuan organisasi dan akan menumbuhkan kinerja yang baik.

Komitmen afektif dipengaruhi oleh motivasi intrinsik dan kepemimpinan intrapersonal. Motivasi intrinsik memiliki pengaruh terhadap komitmen afektif, karena karyawan yang memiliki motivasi tinggi dalam dirinya akan cenderung lebih semangat dalam melakukan pekerjaan, dan akan menimbulkan rasa komitmen dalam diri karyawan


(20)

Sedangkan kepemimpinan intrapersonal adalah ketika seseorang dapat mmempraktekkan kepemimpinan transaksional secara adil dan mempraktekkan kepemimpinan transformasional berbasis pada nilai-nilai spiritualitas. Kepemimpinan intrapersonal menghasilkan pribadi-pribadi yang diterapkan pada level individu untuk membangun spiritualitas dalam bekerja (Tjahjono; Palupi, 2015). Hal ini tentu saja akan berdampak pada komitmen afektif seseorang.

Motivasi intrinsik juga dipengaruhi oleh kepemimpinan intrapersonal. Menurut Usman (2009) dalam Prahiawan dan Simbolon (2014), motivasi intrinsik adalah motivasi yang timbul dari dalam diri sendiri. Sehingga kepemimpinan intrapersonal yang dimiliki seseorang akan mempengaruhi motivasi intrinsik seseorang, karena kepemimpinan intrapersonal menghasilkan pribadi yang bersyukur, bahagia bahkan berlimpah secara mental, sehingga hal ini akan mendorong motivasi dari diri mereka.

Penelitian ini adalah modifikasi dari penelitian Taurisa dan

Ratnawati (2012),dengan judul “Analisis Pengaruh Budaya Organisasi, Kepuasan Kerja terhadap Komitmen Organisasional Dalam Meningkatkan Kinerja Karyawan”, yang akan penulis modifikasi, melihat kepuasan kerja terlalu luas untuk dijabarkan, serta melalui diskusi bersama maka variabel kepuasan kerja dimodifikasi menjadi kepemimpinan intrapersonal.


(21)

B. Rumusan Masalah

Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kemajuan suatu perusahaan. Karena, dengan adanya sumber daya manusia yang mendukung, maka perusahaan akan lebih mudah dalam mencapai tujuan perusahaan. Tujuan dari pengembangan kualitas sumber daya manusia adalah untuk meningkatkan kinerja karyawan. Salah satu peningkatan kinerja karyawan dipengaruhi oleh faktor internal, yaitu kepemimpinan intrapersonal, motivasi intrinsik, dan komitmen afektif.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah kepemimpinan intrapersonal berpengaruh terhadap motivasi intrinsik?

2. Apakah motivasi intrinsik berpengaruh terhadap komitmen afektif? 3. Apakah kepemimpinan intrapersonal berpengaruh terhadap komitmen

afektif?

4. Apakah komitmen afektif berpengaruh terhadap kinerja karyawan? 5. Apakah kepemimpinan intrapersonal berpengaruh terhadap kinerja

karyawan?

6. Apakah motivasi intrinsik berpengaruh terhadap kinerja karyawan? C. Tujuan Penelitian


(22)

motivasi intrinsik.

2. Untuk menguji pengaruh motivasi intrinsik berpengaruh terhadap komitmen afektif.

3. Untuk menguji pengaruh kepemimpinan intrapersonal terhadap komitmen afektif.

4. Untuk menguji pengaruh komitmen afektif terhadap kinerja karyawan. 5. Untuk menguji pengaruh kepemimpinan intrapersonal terhadap kinerja

karyawan.

6. Untuk menguji pengaruh motivasi intrinsik berpengaruh terhadap kinerja karyawan.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat praktik

Memberikan informasi tentang variabel-variabel yang dapat mempengaruhi kinerja karyawan.

2. Manfaat teori

Untuk memperkaya khasanah penelitian di bidang kepemimpinan intrapersonal, motivasi intrinsik, kinerja karyawan dan komitmen afektif.

3. Manfaat bagi peneliti

Untuk menambah wawasan dan pengetahuan baru di bidang kepemimpinan intrapersonal, motivasi intrinsik, kinerja karyawan dan komitmen afektif.


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Kepemimpinan Intrapersonal

a. Pengertian Kepemimpinan Intrapersonal

Kepemimpinan intrapersonal adalah kepemimpinan yang dibangun untuk mengendalikan diri berdasarkan nilai-nilai dan keyakinan spiritualitas mereka sehingga dapat membangun sebuah harmoni antara pikiran, perasaan dan tindakan. Di dalam kepemimpinan intrapersonal dibangun kecerdasan secara komprehensif, baik kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, kecerdasan eksekusi, kecerdasan adversitas dan kecerdasan spiritual. Sumber-sumber pengaruh dalamkepemimpinan intrapersonal berasal dari aspek yang relatif melekat pada individu (Tjahjono; Palupi, 2015). b. Konsep Kepemimpinan Intrapersonal

Menurut Tjahjono; Palupi (2015), hal fundamental yang menjadi tantangan setiap orang adalah pengendalian dirinya. Dalam persepktif spiritualitas, Rasulullah SAW menjelaskan bahwa perang terbesar umat manusia adalah pengendalian diri mereka terhadap hawa nafsunya. Hal ini yang menjadi isu penting dalam kepemimpinan yang dibangun dari konsep pengaruh dan kekuasaan. Konsep kepemimpinan


(24)

memiliki hubungan erat dengan konsep kekuasaan dan pengaruh terhadap pihak lain. Esensi kepemimpinan adalah bagaimana mempengaruhi orang lain. Sumber-sumber yang digunakan untuk mempengaruhi adalah kekuasaan. Pengaruh-pengaruh tersebut bersumber pada aspek formal maupun aspek personal. Kepemimpinan intrapersonal adalah kepemimpinan yang dibangun untuk mengendalikan diri berdasarkan nilai-nilai dan keyakinan spiritualitas mereka sehingga terbangun harmoni antara pikiran, perasaan dan tindakan. Di dalam kepemimpinan intrapersonal dibangun kecerdasan secara komprehensif, baik kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, kecerdasan eksekusi, kecerdasan adversitas dan kecerdasan spiritual. Sumber-sumber pengaruh dalam kepemimpinan intrapersonal berasal dari aspek yang relatif melekat pada individu.

c. Kepemimpinan Berbasis Spiratualitas

Menurut Tjahjono dan Palupi (2015) kepemimpinan intrapersonal harus bisa manjalankan praktik kepemimpinan transaksional secara adil dan kepemimpinan transformasional berbasis pada berbagai nilai spiritualitas pada berbagai level kepemimpinan, bahkan pada karyawan tingkat dasar. Dalam Robins dan Judge (2007) kepemimpinan transaksional adalah pemimpin yang membimbing atau memotivasi para karyawan yang diarahkan menuju tujuan yang ditetapkan dengan menjelaskan peranan dan tugas yang dibutuhkan, sedangkan kepemimpinan transformasinal adalah pemimpin yang


(25)

mengispirasi pengikutnya untuk melampaui kepentingan diri mereka sendiri dan yang berkemampuan untuk memiliki pengaruh secara mendalam dan luar biasa terhadap para karyawannya. Kepemimpinan yang transaksional dan transformasional saling melengkapi satu sama lain, dimana tidak saling mempertentangkan pendekatan untuk menyelesaikan segala sesuatunya. Kepemipinan yang transformasional membentuk kepemimpinan transaksional dan menghasilkan upaya dari para karyawan serta kinerja yang melampaui apa yang hanya dapat dilakukan kepemimpinan transaksional saja (Robbins; Judges, 2008). Dari penjelasan tersebut bisa diambil kesimpulan bahwa, kepemimpinan intrapersonal memberikan tekanan kuat pada diri sendiri setiap karyawannya. Dengan kata lain, kepemimpinan intrapersonal membangun nilai kepemimpinan yang diterapkan pada level individu untuk membangun spiritualitas dalam bekerja.

Kepemimpinan intrapersonal menekankan pada kepemimpinan setiap pribadi dalam mengelola dirinya di dalam organisasi. Kepemimpinan intrapersonal melekat tidak hanya pada mereka yang memiliki kekuasaan formal di dalam organisasi seperti ketua, direktur, dan manajer. Kepemimpinan intrapersonal hadir pada setiap jenjang manajerial formal, karena kekuasaan dalam kepemimpinan intrapersonal bersifat kekuasaan mental untuk menjadi subjek dalam pengambilan keputusan mental secara mandiri. Sebagai contoh keputusan mental untuk bersyukur, menerima dan memaafkan.


(26)

Pribadi-pribadi demikian adalah pribadi-pribadi yang dapat berperan signifikan membangun sinergi karena mereka bersikap dan berperilaku solutif dan berorientasi membangun pola sinergi yang lebih luas bagi kepentingan organisasi. Mereka dapat mengelola perbedaan dalam keanekaragaman untuk saling melengkapi. Mereka dapat menemukan berbagai kesamaan dan kekayaan potensi keanekaragaman untuk membangun sinergi. Mereka memadang regulasi dan prosedur formal organisasi bukan fokus pada aspek perlindungan atas kepentingan pribadinya, namun mereka melihat regulasi dan prosedur sebagai sarana membangun harmoni di dalam keanekaragaman (Tjahjono;Palupi, 2013)

d. Dimensi Kepemimpinan Intrapersonal

Menurut Tjahjono dan Palupi (2015) terdapat tiga dimensi utama dalam kepemimpinan intrapersonal yaitu :

1) Kecintaan dan syukurpada Allah SWT, pengendalian diri ditujukan karena bentuk tunduk dan syukur kepada Allah SWT, sehingga manusia dapat mencapai jalan takwa. Hal ini menunjukkan bahwa kepemimpinan seharusnya membebaskan manusia dari bentuk pengaruh yang tidak sejalan dengan nilai-nilai spiritualitas kepada Allah SWT.

2) Dorongan untuk menjadi solusi bagi permasalahan sesama dalam kehidupan, kepemimpinan manusia didorong pada upaya memberi manfaat dan menjadi rahmat bagi alam semesta


(27)

3) Selalu membangun mentalitas belajar, untuk membangun kapasitas belajar (continuous improvement). Hari ini harus lebih baik dari kemarin dan hari esok harus lebih baik dari hari ini. Dengan demikian kepemimpinan adalah sebuah perbaikan dan bersifat terbuka untuk menjadi lebih baik dari waktu ke waktu. Apabila setiap pribadi dalam organisasi mempunyai kepemimpinan intrapersonal yang kuat maka mereka secara mental memiliki keberlimpahan untuk memberi.

e. Peran Kepemimpinan Intrapersonal

Kepemimpinan intrapersonal menekankan kepemimpinan setiap pribadi dalam mengelola dirinya sendiri di dalam organisasi. Kepemimpinan intrapersonal bukan hanya melekat pada yang memiliki kekuasan formal di dalam organisasi seperti ketua, manajer, dan direktur. Kekuasaan dalam kepemimpinan intrapersonal bersifat kekuasaan mental untuk menjadi subjek dalam pengambilan keputusan mental untuk menjadi subjek dalam mengambil keputusan mental secara mandiri, misalnya keputusan mental untuk bersyukur, menerima, dan memaafkan (Tjahjono;Palupi, 2015).

Kepemimpinan intrapersonal berperan dalam mengelola sinergi karena mereka bersikap solutif dan berorientasi untuk membangun pola sinergi yang lebih luas bagi kepentingan organisasi, serta berperan signifikan dalam mengelola pola konflik yang bersifat fungsional dan sehat dalam meningkatkan nilai organisasi secara organisasi secara


(28)

efektif (Tjahjono;Palupi, 2015). Pribadi dengan kepemimpinan intrapersonal yang kuat dapat memahami pola umum tujuan dari organisasi, dan dapat membangun kebersamaan dengan anggota organisasi dengan lebih mudah.

2. Motivasi Intrinsik

a. Definisi Motivasi Intrinsik

Menurut Nawawi (2001) motivasi intrinsik adalah pendorong kerja yang bersumber dari dalam diri pekerja sebagai individu yang berupa kesadaran mengenai pentingnya atau manfaat atau makna pekerjaan yang dilaksanakannya. Dengan kata lain motivasi ini bersumber dari pekerjaan yang dilaksanakannya dengan baik karena mampu memenuhi kebutuhan atau menyenangkan atau memungkinkan mencapai suatu tujuan karena memberi harapan tertentu di masa depan, misalnya bekerja karena merasa memperoleh kesempatan untuk mengaktualisasi atau mewujudkan realisasi dirinya secara maksimal. Sedangkan menurut Herzberg yang dikutip Luthans (2006) motivasi intrinsik adalah motivasi yang mendorong seseorang untuk berprestasi yang bersumber dari dalam diri individu, yang lebih dikenal sebagai faktor motivasional.

Terdapat dua perspektif teori pada faktor-faktor yang mendukung atau melemahkan motivasi intrinsik seseorang, yaitu faktor intrapersonal dan faktor lingkungan atau kontinjensi telah


(29)

diidentifikasikan sebagai hal yang dapat mempengaruhi motivasi intrinsik (Hagger; Chatzisarantis, 2011).

Menurut Siagian (2004) motivasi intrinsik adalah motivasi yang bersumber dari dalam individu. Motivasi ini menghasilkan integritas dari tujuan-tujuan, baik dari tujuan organisasi maupun tujuan dari individu dimana keduanya dapat terpuaskan. Individu yang memiliki motivasi intrinsik, akan merasa puas apabila kegiatan yang dilakukan telah mencapai hasil. Semakin kuat motivasi intrinsik yang dimiliki seseorang maka semakin besar kemungkinan seseorang akan memperlihatkan tingkah laku untuk mencapai tujuan.

Menurut Quigley dan Tymon (2006) motivasi intrinsik didasarkan pada pengalaman yang dinilai positif dimana seseorang mendapat tugas langsung dari pekerjaan mereka, serta sesorang memiliki semangat dan perasaan positif yang berasal dari pekerjaan mereka. Empat komponen motivasi intrinsik menurut Quigley dan Tymon (2006), yaitu :

1) Kebermaknaan, karyawan akan merasa termotivasi untuk bekerja jika pekerjaannya dirasa bermafaat bagi dirinya sendiri. Hal ini terkait dengan bakat, minat, pengetahuan, dan tata nilai karyawan. 2) Pilihan, setiap karyawan akan membuat pilihan dan menentukan

cara untuk memenuhi kebutuhannya, dan hal ini akan menimbulkan motivasi untuk dirinya sendiri.


(30)

3) Kompetensi, karyawan yang memiliki kompetensi yang memadai akan menampilkan kemampuan dan hasil kerja yang memadai juga. 4) Kemajuan, kemajuan dalam bekerja yang didorong pleh diri sendiri

dengan memunculkan kreativitas dan efektivitas dalam pekerjaannya.

Istilah „intrinsik’ digunakan untuk menekankan bahwa motivasi

adalah menuju pada pencapaian pribadi dan keberhasilan tugas daripada

menuju „ekstrinsik’ kepuasan yang timbul dari fitur kerja.

b. Teori Motivasi Intrinsik

Menurut Sashkin (1976), Thomas, dan Velthouse (1990) dalam pelelitian Xu et al. (2010) menjelaskan mengenai model motivasi yang menyatakan bahwa perilaku kepemimpinan yang partisipatif akan meningkatkan kinerja terhadap tugas yang diberikan dan meningkatkan motivasi intrinsik dan memberdayakan secara psikologis untuk karyawan. Oleh sebab itu banyak penelitian terdahulu yang membahas tentang motivasi intrinsik, perasaan bernilai, serta rasa self-determination bagi karyawan.

Menurut Ryan dan Deci (2000), Self Determination Theory

merupakan teori yangberkaitan degan motivasi dan kepribadian manusia. Dua tipe motivasi yang melekat dalam diri manusia adalah

autonomous motivation dan controlled motivation. Autonomous motivation disebut juga sebagai motivasi intrinsik dimana aktivitas yang dilakukan oleh individu atas dasar rasa senang dan ketulusan,


(31)

sedangkan controlled motivation yang sering disebut juga sebagai motivasi ekstrinsik merupakan aktiviitas yang dikerjakan individu karena tekanan dari pihak luar.

Seseorang dikatakan memiliki self determination apabila kegiatan yang dilakukan dipengaruhi oleh motivasi intrinsik. Itulah alasan kenapa manusia bisa merasa bahagia setelah menolong orang lain meskipun kerja kerasnya tidak dibayar sama sekali. Seseorang yang memiliki motivasi intrinsik dalam dirinya memiliki potensi besar yang membuat orang bekerja lebih keras bahkan tanpa adanya insentif. c. Faktor- Faktor Motivasi

Menurutt Herzberg yang dikutip oleh Luthans (2006), yang tergolong faktor yang mempengaruhi motivasi adalah :

1) Achievement (Prestasi)

Keberhasilan seorang karyawan dapat dilihat dari prestasi yang diraihnya. Agar seorang karyawan dapat berhasil dan melaksanakan pekerjaannya, maka pemimpin harus mempelajari karyawannya dan pekerjaannya dengan memberikan kesempatan agar karyawan dapat berusaha mencapai hasil yang baik. Ketika karyawan memiliki prestasi kerja yang baik maka pemimpin harus memberikan penghargaan atas prestasinya tersebut.

2) Regocnition (Pengakuan atau Penghargaan)

Sebagai lanjutan dari keberhasilan pelaksanaan, pemimpin harus memberi pernyataan pengakuan terhadap keberhasilan karyawan.


(32)

3) Work it self (Pekerjaan itu Sendiri)

Pimpinan membuat usaha-usaha riil dan meyakinkan, sehingga bawahan mengerti akan pentingnya pekerjaan yang dilakukannya dan berusaha menghindari dari kebosanan dalam pekerjaan serta mengusahakan agar setiap bawahan sudah tepat dalam pelaksanaannya.

4) Responsibility (Tanggung Jawab)

Agar tanggung jawab benar-benar menjadi faktor motivator bagi bawahan, pemimpin harus menghindari supervise yang ketat, dengan membiarkan bawahan bekerja sendiri sepanjang pekerjaan itu dan menerapkan prinsip partisipasi. Dengan adanya prinsip partisipasi akan membuat laryawan merencanakan dan melaksanakan pekerjaan sepenuhnya.

5) Advencement (Pengembangan)

Pengembangan merupakan salah satu faktor motivator bagi bawahan. Faktor pengembangan benar-benar berfungsi sebagai motivator, dan pemimpin dapat memulai dengan melatih bawahannya untuk pekerjaan yang lebih bertanggungjawab. Apabila ini sudah dilakukan selanjutnya pemimpin memberikan rekomendasi pada karyawannya untuk melakukan pengembangan, atau menaikkan pangkatnya, atau dikirim melalui pendidikan dan pelatihan lanjutan.


(33)

3. Komitmen Afektif

a. Pengertian Komitmen Afektif

Komitmen afektif merupakan salah satu kategori komitmen yang memiliki ikatan secara emosional melekat paada seorang karyawan untuk mengidentifikasi dan melibatkan dirinya dengan organisasi (Allen dan Meyer, 1990). Menurut Kartika (2011), komitmen afektif merupakan bagian dari komitmen organisasional yang mengacu pada sisi emosional yang melekat pada diri seorang karyawan yang memiliki komitmen afektif yang kuat yang senantiasa setia terhadap organisasi tempat bekerja karena keinginan untuk bertahan berasal dari dalam hatinya. Komitmen afektif juga merupakan penentu atas dedikasi dan loyalitas karyawan. Karyawan yang memiliki komitmen afektif tinggi, menunjukkan rasa memiliki atas organisasi, meningkatnya keterlibatan dalam aktivitas organisasi, keinginan untuk mencapai tujuan organisasi, dan keinginan untuk dapat tetap bertahan dalam organisasi. Komitmen afektif dapat muncul karena adanya kebutuhan, dan adanya ketergantungan terhadap aktivitas-aktivitas yang telah dilakukan oleh organisasi di masa lalu yang tidak dapat ditinggalkan karena akan merugikan. Komitmen ini terbentuk sebagai hasil organisasi dapat membuat karyawan memiliki keyakinan yang kuat untuk mengikuti segala nilai-nilai organisasi, dan berusaha untuk mewujudkan tujuan organisasi


(34)

sebagai prioritas utama, dan karyawan akan mempertahankan keanggotaannya.

Menurut Allen dan Meyer (1990) terdapat tiga komponen dalam komitmen organisasi yaitu: komitmen afektif, komitmen kontinuans, dan komitmen normatif. Penjelasan dari setiap komponen adalah sebagai berikut:

a. Komitmen afektif, mengarah pada “the employee’s emotional

attachment to, identification with, and involvement in the organization”. Ini berarti, komitmen afektif berkaitan dengan keterikatan emosional karyawan, identifikasi karyawan, dan keterlibatan karyawan dalam organisasi. Karyawan yang memiliki komitmen afektif yang kuat akan terus bekerja dalam organisasi karena mereka memang memiliki rasa ingin (want to) melakukan hak tersebut.

b. Komitmen kontinuans, mengarah pada “an awareness of the cost associated with leaving the organization”. Hal ini menunjukkan adanya pertimbangan untung rugi dalam diri karyawan dan berkaitan dengan keinginan untuk tetap bekerja atau meninggalkan organisasi. Karyawan yang bekerja berdasarkan komitmen kontinuans ini bertahan dalam organisasi karena mereka butuh

(need to) melakukan hal tersebut karena tida ada pilihan lain. c. Komitmen normatif, mengarah pada “a feeling of obligation to


(35)

perasaan wajib untuk bekerja dalam organisasi. Karyawan yang memiliki komitmen normatif yang tinggi merasa bahwa mereka wajib (ought to) bertahan dalam organisasi. Oleh karena itu, tingkah laku karyawan didasari adanya keyakinan tentang apa yang benar serta berkaitan dengan masalah moral.

Teori dukungan organisasi yang dipaparkan Eisenberger et al. (1986), Shore dan Tetrick (1991) dalam Kartika (2011) menjelaskan adanya komitmen secara emosional dari karyawan kepada organisasinya. Pendekatan ini mengasumsikan bahwa untuk memenuhi kebuuhan emosi sosial dan untuk menilai kesiapan organisasi dalam pemberian penghargaan terhadap peningkatan usaha dari karyawan, maka karyawan akan membentuk sebuah kepercayaan dasar mengenai sejauh mana organisasi menilai kontribusi yang dilakukan oleh karyawan terhadap peningkatan usaha. Seorang karyawan dalam sebuah organisasi, dapat merasakan adanya dukungan organisasi yang sesuai dengan norma, keinginan, dan harapan yang dimiliki oleh karyawan, sehingga akan terbentuk sebuah komitmen dari karyawan untuk memenuhi kewajibannya pada organisasi, dan tidak akan meninggalkan organisasi, karena karyawan telah memiliki ikatan emosional yang kuat terhadap organisasinya. b. Dampak Komitmen Organisasi

Menurut Sopiah (2008) dampak komitmen organisasi dapat ditinjau dari dua sudut, yaitu :


(36)

1) Ditinjau dari sudut organisasi

Karyawan yang memiliki komitmen tinggi pada organisasi akan menimbulkan kinerja yang tinggi, tingkat aben berkurang, loyalitas karyawan, dan lain-lain. Sedangkan karyawan yang memliki komitmen rendah, akan berdampak pada turnover, tingginya absen, kinerja lamban, dan kurangnya intensitas untuk bertahan sebagai karyawan, rendahnya kualitas kerja dan kurangnya loyalitas pada organisasi, dan dapat memicu perilaku karyawan yang kurang baik.

2) Ditinjau dari sudut karyawan

Komitmen karyawan yang tinggi akan berdampak pada perkembangan karir yang dimiliki oleh karyawan.

Karyawan yang memiliki komitmen yang tinggi terhadap organisasi tempat dia bekerja akan mendorong individu untuk selalu menyesuaikan diri dengan tujuan organisasi. Komitmen individu yang kuat akan memudahkan pemimpin untuk menggerakkan sumberdaya manusia yang ada dalam pencapaian tujuan organisasi. Menurut Sudarmanto (2014) komitmen yang kuat terhadap organisasi dapat mengurangi tingkat turnover karyawan.


(37)

4. Kinerja Karyawan

a. Pengertian Kinerja Karyawan

Menurut Mangkunegara (2006), kinerja berasal dari kata job performance atau actual performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang). Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya, sedangkan menurut Nawawi (2001) yang dimaksud kinerja adalah hasil dari pelaksanaan suatu pekerjaan, baik yang bersifat fisik/mental maupun non fisik/nonmental.

Kinerja karyawan merupakan aspek penting dalam manajemen sumber daya manusia. Sedarmayanti (2007) menyatakan bahwa kinerja merupakan sistem yang digunakan untuk menilai dan megetahui apakah seorang karyawan telah melaksanakan pekerjaannya secara keseluruhan, atau merupakan perpaduan dari hasil kerja (apa yang harus dicapai seseorang) dan kompetensi (bagaimana seseorang mencapainya).

b. Tujuan Pengelolaan Kinerja

Menurut Tjahjono (2009) terdapat tiga tujuan dari pengelolaan kinerja, yaitu :

1) Tujuan Strategis

Sebuah sistem pengelolaan kinerja harus menghubungkan antara aktivitas karyawan dengan tujuan organisasi. Salah satu cara


(38)

mengimplementasikan strategi ini adalah dengan mendefinisikan hasil, perilaku dan karakteristik karyawan terlebih dahulu yang selanjutnya digunakan untuk mengeksekusi strategi yang disertai dengan pengembangan pengukuran kinerjadan sistem umpan balik untuk memaksimalkan potensi karyawan sehingga dapat memperoleh hasil yang tinggi.

2) Tujuan Administratif

Sebuah organisasi sering menggunakan informasi pengelolaan kinerja untuk tujuan pengambilan keputusan administrasi, seperti kebijakan kenaikan gaji, promosi jabatan, pemberhentian karyawan dan penghargaan atas kinerja karyawan. 3) Tujuan Pengembangan

Tujuan ketiga adalah untuk mengembangkan karyawan agar bisa bekerja secara efektif. Ketika karyawan sudah tidak bekerja sesuai dengan harapan, maka pemimpin harus segera meningkatkan kinerja mereka. Melalui proses evaluasi kinerja dan umpan balik yang diberikan kepada karyawan maka akan ditemukan kelemahan-kelemahan karyawan yang membuat kinerja menurun. Penentuan unit setiap organisasi merupakan strategi untuk meningkatkan kinerja. Tujuan ini akan memberikan arah dan mempengaruhii bagaimana sebaiknya perilaku kerja yang diharapkan dari setiap personel. Tetapi tujuan saja tidak cukup, karena diperlukan ukuran apakah seseorang telah mencapai kinerja


(39)

yang diharapkan, sehingga penilaian kuantitatif dan kualitatif standar kerja untuk setiap tugas dan jabatan personel memegang peranan penting. Akhir dari proses kinerja adalah penilaian kinerja itu sendiri yang dikaitkan dengan proses pencapaian tujuan.

c. Faktor yang Mempengaruhi Kinerja

Kinerja karyawan dipengaruhi oleh sejumlah faktor antara lain (Robbins; Judge, 2008) :

1) Dasar-dasar perilaku individu yang meliputi karakteristik biografis, kemampuan dan pembelajaran.

2) Nilai, sikap dan kepuasan kerja. 3) Komitmen

4) Persepsi dan pengambilan keputusan individu. 5) Motivasi.

Sedangkan menurut Mangkunegara (2006) faktor yang mempengaruhi kinerja terbagi menjadi dua bagian yaitu faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation).

1) Faktor Kemampuan

Kemampuan (ability) terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge dan skill) artinya pimpinan dan karyawan yang memiliki IQ diatas rata-rata (IQ 110-120) dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya akan lebih mudah untuk mencapai kinerja yang maksimal.


(40)

2) Faktor Motivasi

Motivasi diartikan sebagai suatu sikap (attitude) pemimpin dan karyawan terhadap situasi kerja (situation) di lingkungan organisasi yang bersikap positif (pro) terhadap situasi kerja yang akan menunjukkan motivasi kerja tinggi, sebaliknya apabila mereka bersikap negatif terhadap situasi kerja akan menunujukkan motivasi kerja yang rendah, situasi yang dimaksud adalah hubungan kerja, fasilitas kerja, iklim kerja, kebijakan pimpinan, pola kepemimpinan, dan kondisi kerja. Kinerja juga dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu faktor individual (kemampuan keahlian, latar belakang, dan demografi), faktor psikologis (persepsi, attitude personality, pembelajaran dan motivasi) serta faktor organisasi (sumber daya, kepemimpinan, penghargaan, struktur dan job design).

d. Dimensi Kinerja

Menurut Wayan (2013) dimensi yang digunakan dalam melakukan penilaian terhadap kinerja berdasarkan pendapat para pakar dapat disimpulkan bahwa dimensi kinerja diuraikan menjadi sebagai berikut:

1) Quantity of work, yaitu jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu periode waktu yang ditentukan, dan volume pekerjaan yang dilakukan pada hari kerja normal.


(41)

2) Quality of work, yaitu kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat-syarat kesesuaian dan kesiapannya, dan yang perlu diperhatikan adalah akurasi keahlian, dan kesempurnaan pekerjaan. 3) Job knowledge, yaitu luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan

ketrampilannya seta kejelasan dan pemahaman karyawan mengenai fakta-fakta atau faktor-faktor yang berhubungan dengan pekerjaan. 4) Creativeness, yaitu memiliki gagasan-gagasan dan

tindakan-tindakan untuk menyelesaikan persoalan yang timbul.

5) Cooperation, yaitu kesediaan pegawai untuk bekerjasama dengan orang lain sesama anggota organisasi untuk mencapai tujuan organisasi bersama.

6) Dependebility, yaitu kesadaaran dan dapat dipercaya dalam hal kehadiran dan penyelesaian pekerjaan.

7) Initiative, yaitu semangat pegawai untuk melaksanakan tugas-tugas baru dan dalam memperbesar tanggung jawab.

8) Personal qualities, yaitu menyangkut kepemimpinan, keramah-tamahan, dan integrasi pribadi.

e. Dampak Kinerja

Efektifitas dan produktivitas organisasi sangat dipengaruhi oleh kinerja karyawan, menurut Nitisemito (1992) dalam Sinay (2009), kinerja akan menimbulkan semangat kerja dan gairah kerja. Hal ini akan berdampak pada efektifitas perusahaan sebagai salah satu bentuk organisasi.


(42)

Kinerja menunjukkan tingkat keberhasilan karyawan dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya. Semakin tinggi kenerja dari karyawan, maka produktivitas secara keseluruhan akan meningkat, Pengertian kinerja merupakan jawaban dari berhasil atau tidaknya tujuan organisasi yang telah ditetapkan.

B. Kerangka Berpikir dan Penyusunan Hipotesis

1. Pengaruh kepemimpinan intrapersonal terhadap motivasi intrinsik

Menurut Tjahjono dan Palupi (2013) kepemimpinan intrapersonal harus bisa manjalankan praktik kepemimpinan transaksional secara adil dan kepemimpinan transformasional berbasis pada berbagai nilai spiritualitas pada berbagai level kepemimpinan, bahkan pada karyawan tingkat dasar. Sehingga penelitian terdahulu untuk hipotesis kepemimpinan intrapersonal terhadap motivasi intrinsik merujuk kepada kepemimpinan transformasional dan kepemimpinan transaksional.

Menurut Amalia (2016), kombinasi dari kepemimpinan transaksional dan kepemimpinan transformasional akan menimbulkan pengaruh luar biasa dalam efektivitas kepemimpinan dalam suatu perusahaan. Efektivitas kepemimpinan tersebut akan membawa dampak pada motivasi kerja karyawan.

Karyawan yang bekerja dengan memiliki kepemimpinan intrapersonal dalam dirinya akan merasa termotivasi untuk bekerja dan berusaha lebih baik lagi dalam menyelesaikan pekerjaannya. Kepemimpinan intrapersonal dibangun atas dasar landasan spiritual karena


(43)

berkaitan dengan pengendalian diri menjadikan motivasi intrinsik yang dimiliki seseorang akan meningkat karena memiliki pengendalian pribadi yang baik ditempat kerja. Semakin tinggi kepemimpinan intrapersonal yang dimiliki seseorang maka akan semakin tinggi motivasi intrinsik nya.

Tabel 2.1.

Jurnal Pendukung Hipotesis Penelitian

No. Judul Penelitian Hasil

1 Farid Ahmad, Tasawar Abbas, Shahid Latif, Abdul Rasheed (2014). “Impact of Transformational Leadership on Employee Motivation in Telecomunication Sector

Hasil penelitian menunjukkan

bahwa variabel

transformational leadership

berpengaruh positif terhadap variabel employee motivation. 2 Taruk Todingallo Delvi Awan (2014).

“Pengaruh kepemimpinan transaksional terhadap motivasi kerja karyawan”

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel kepemimpinan transaksional berpengaruh positif terhadap variabel motivasi kerja karyawan.

Dari uraian tersebut, maka dapat diambil hipotesis sebagai berikut:

H1: Kepemimpinan intrapersonal berpengaruh terhadap motivasi intrinsik

2. Pengaruh motivasi intrinsik terhadap komitmen afektif

Menurut Suwatno (2011) dalam Prahiawan dan Simbolon (2014), motivasi intrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melalukan sesuatu.

Motivasi mengarahkan perilaku seseorang dalam kehidupan organisasi termasuk perilaku komitmen. Komitmen akan tumbuh dan meningkat karena adanya kebutuhan yang terpenuhi misalnya kebutuhan akan aktualisasi diri dan pengakuan prestasi. Semakin tinggi motivasi


(44)

dalam diri karyawan maka akan mendorong sesorang untuk memiliki komitmen.

Tabel 2.2.

Jurnal Pendukung Hipotesis Penelitian

No. Judul Penelitian Hasil

1 Maura Galletta, Igor Portoghese, Adalgisa Battistelli (2011). “Intrinsic Motivation, Job Autonomy and Turnover Intention in the Italian Healthcare: The Mediating Role of Affective Commitment

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel intrinsic motivationberpengaruh positif terhadap variabel job autonomy,

turn over intention dan affective commitment.

2 Um-e-Farwa, G.S.K Niazi (2013). “Impact of Intrinsic Motivation on Organizational Commitment: An Islamic Banking Perspective

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel intrinsic motivation secara signifikan berkolerasi dengan variabel

organizational commitment dan komponen komponennya, yaitu

affective, continue, dan

normatif. 3 Fakhrian Harza Maulana, Djamhur Hamid,

Yuniadi Mayoan (2015). Pengaruh Motivasi Intrinsik dan Komitmen Organisasi terhadap Kinerja Karyawan pada Bank BTN Kantor Cabang Malang

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel motivasi intrinsik secara signifikan berkolerasi dengan variabel komitmen organisasi dan komponen komponennya, yaitu

affective, continue, dan

normatif.

Dari uraian tersebut, maka dapat diambil hipotesis sebagai berikut:

H2: Motivasi intrinsik berpengaruh terhadap komitmen afektif

3. Pengaruh kepemimpinan intrapersonal terhadap komitmen afektif

Menurut Betty (2008), kepemimpinan transformasional mempengaruhi komitmen tanpa menggunakan penghargaan atau hukuman. Kepemimpinan transformasional secara lansung mempengaruhi tingkat partisipasi dan harus menunjkkan hubungan yang sama dengan partisipasi, dan harus menunjukkan hubungan yang sama dengan partisipasi dalam organisasi.


(45)

Kepemimpinan intrapersonal mengarahkan perilaku seseorang dalam kehidupan organisasi termasuk perilaku komitmen. Komitmen akan tumbuh dan meningkat karena adanya kelekatan psikologis yang merupakan karakteristik hubungan anggota organisasi dengan organisasinya dan memiliki implikasi terhadap keputusan individu untuk melanjutkan keanggotaannya dalam organisasi

Tabel 2.3.

Jurnal Pendukung Hipotesis Penelitian

No. Judul Penelitian Hasil

1 Zolkifli bin Osman, Jegak Uli (2014), “The Affective Commitment as a Mediator in Relationship Between Military Commanders Transformational and Transactional Leadership with Subordinates Job Satisfation in Malaysian Royal Signal Corp

Hasil penelitian menunjukkan bahwa transformational dan

transactional leadership

berpengaruh positif terhadap variabel affective commitment.

2 Lamidi (2009), Pengaruh Kepemimpinan Transformasional terhadap Komitmen Organisasional dengan Variabel Moderating Kepuasan Kerja Pegawai Rumah Sakit Swasta di PKU Muhammadiyah Surakarta

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pengaruh Kepemimpinan Transformasional berpengaruh positif terhadap variabel terhadap Komitmen Organisasional.

3 Yudha Prakasa, Endang Siti Astuti, Mochammad Al Musadieq (2012), Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional dan Karakteristik Pekerjaan Terhadap Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasional

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pengaruh Kepemimpinan Transformasional berpengaruh positif terhadap variabel terhadap Komitmen Organisasional.

Dari uraian tersebut, maka dapat diambil hipotesis sebagai berikut:

H3: Kepemimpinan intrapersonal berpengaruh terhadap komitmen Afektif

4. Pengaruh komitmen afektif terhadap kinerja karyawan

Menurut Greenberg dan Baron (1993) dalam Chairy (2002), karyawan yang memiliki komitmen organisasi yang tinggu adalah karyawan yang lebih stabil dan lebih produktif sehingga pada akhirnya akan lebuh menguntungkan bagi organisasi. Sedangkan menurut Mowday


(46)

et al (1982) dalam Chairy (2002), karyawan yang memiliki komitmen organisasi yang tinggi akan lebih termotivasi untuk hadir dalam organisasi dan berusaha mencapai tujuan organisasi.

Komitmen organisasi memiliki pengaruh terhadap kinerja karyawan, karena karyawan yang memiliki rasa komitmen tinggi terhadap organisasi cenderung memiliki rasa cinta, rasa ingin berpihak, dan rasa tanggung jawab yang tinggi terhadap organisasi tempat mereka bekerja sehingga dapat menjadi motivasi agar dapat menyelesaikan pekerjaan dengan baik. Hal ini tentu saja akan meningkatkan kinerja karyawan dari aspek pekerjaan dan aspek personal.

Tabel 2.4.

Jurnal Pendukung Hipotesis Penelitian

No. Judul Penelitian Hasil

1 Diana L. Sulianti K.L. Tobing (2009). Pengaruh Komitmen Organisasional dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan PT. Perkebunan Nusantara III di Sumatera Utara

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel komitmen organisasional berpengaruh positif signifikan terhadap variabel kepuasan kerja dan kinerja karyawan.

2 Negin Memari, Omid Mahdieh, Ahmad Barati Marnami (2013). “The Impact of Organizational Commitment on Employees Job Performance. A Study of Mely Bank

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel

organizational

commitmentberpengaruh positif signifikan terhadap

employee job performance.

3 Muhammad Riaz Khan, Zia-ud-Din (2010). “The Impacts of Organizational Commitment on Employee Job Performance

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel

organizational

commitmentberpengaruh positif signifikan terhadap

employee performance.

Dari uraian tersebut, maka dapat diambil hipotesis sebagai berikut:


(47)

5. Pengaruh kepemimpinan intrapersonal terhadap kinerja karyawan

Menurut Amalia (2016), efektivitas penyelesaian tugas tergantung pada efektivitas kepemimpinan yang diterapkan oleh pimpinan perusahaan. Efektivitas kepemimpinan timbul akibat adanya motivasi yang tinggi dari karyawan akibat gaya kepemimpinan transaksional dan transformasional yang diterapkan perusahaan secara keseluruhan.

Kepemimpinan intrapersonal dibangun atas dasar landasan spiritual karena berkaitan dengan pengendalian diri, dengan adanya pengendalian diri yang baik akan memicu hasil kerja yang baik juga.

Kemajuan perusahaan sangat dipengaruhi oleh kinerja karyawannya, setiap perusahaan akan terus berusaha untuk meningkatkan kinerja karyawannya agar dapat mencapai hasil kerja yang baik dan memuaskan.

Tabel 2.5.

Jurnal Pendukung Hipotesis Penelitian

No. Judul Penelitian Hasil

1 Jeevan Jyoti, Sonia Bhau (2015), “Impact of transformational leadership on Job Performance: Mediating Role of Leader-Member Exchange and Relational Identification

Hasil penelitian menunjukkan bahwa transformational leadership secara signifikan berkolerasi dengan variabel Job Performance.

2 Dzikrillah Rizqi Amalia, Bambang Swasto, Heru Susilo (2016), Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Motivasi Kerja Dan Kinerja Karyawan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel Kepemimpinan Transaksional dan Transformasional secara signifikan berkolerasi dengan motivasi kerja dan kinerja Karyawan

Dari uraian tersebut, maka dapat diambil hipotesis sebagai berikut:

H5: Kepemimpinan intrapersonal berpengaruh terhadap kinerja karyawan


(48)

6. Pengaruh motivasi intrinsik terhadap kinerja karyawan

Menurut Febrian (2013), motivasi intrinsik yang berhasil dicapai oleh seseorang, maka yang bersangkutan akan cenderung untuk terus termotivasi, dan sebaliknya apabila seseorang sering gagal mewujudkan motivasinya, maka yang bersangkutan akan terus bekerja sampai motivasinya tercapai atau menjadi putus asa yang berakibat lanngsung pada kinerja karyawan tersebut.

Motivasi merupakan variabel penting, yang dimana motivasi perlu mendapat perhatian yang besar pula bagi organisasi dalam peningkatan kinerja karyawannya. Motivasi intrinsik memiliki pengaruh terhadap kinerja karena dengan motivasi yang ada dalam diri karyawan akan memicu karyawan untuk mencapai pekerjaan sehingga memberikan kontribusi terhadap kinerja karyawan.

Tabel 2.6.

Jurnal Pendukung Hipotesis Penelitian

No. Judul Penelitian Hasil

1 Fakhrian Harza Maulana, Djamhur Hamid, Yuniadi Mayoan (2015). Pengaruh Motivasi Intrinsik, Motivasi Intrinsik dan Komitmen Organisasi terhadap Kinerja Karyawan pada Bank BTN Kantor Cabang Malang

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel motivasi intrinsik secara signifikan berkolerasi dengan variabel komitmen organisasi dan komponen komponennya, yaitu

affective, continue, dan

normatif.

2 Shintya Ervina Donna Mundung, Sifrid Pangemanan (2015). “The Influence of Extrinsic and Intrnsic Motivation on Employee Performance at Bank Sulut Manado

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel extrinsic and intrnsic motivation berpengaruh positif signifikan terhadap

employee performance.

3 Chanita Jiratchot (2014). “An Investigation of Fits and Intrinsic Motivation on

Employee’s Performance: A Case study of

Fmcg Organizations In Thailand

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel intrinsic motivation berpengaruh positif signifikan terhadap employee performance.


(49)

Kepemimpinan Intrapersonal

Motivasi Intrinsik

H6: Motivasi intrinsik berpengaruh terhadap kinerja karyawan

C. Model Penelitian

Gambar 2.1

Model Penelitian

Penelitian dengan judul kepemimpinan intrapeesonal, motivasi intrinsik dan komitmen afektif dalam meningkatkan kinerja karyawan. Dengan model penelitain pada gambar 2.1. terdiri dari 4 variabel, yaitu variabel dependen, variabel independen dan variabel intervening. Variabel dependen (terikat) adalah variabel utama yang menjadi pusat perhatian peneliti. Variabel independen merupakan variabel yang memberi pengaruh (positif atau negatif) pada variabel dependen. Sedangkan variabel intervening adalah variabel yang muncul selama waktu variabel independen mempengaruhi variabel dependen dan memberi dampak pada

Komiten Afektif Kinerja Karyawan H1

H3

H2

H5

H6


(50)

variabel dependen (Tjahjono, 2014). Variabel intervening biasa disebut sebagai variabel mediasi.

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kinerja karyawan, variabel independen adalah motivasi intrinsik dan kinerja karyawan, sedangkan variabel interveningnya adalah komitmen afektif.

Dari model penelitian diatas menunjukkan adanya pengaruh kepemimpinan intrapersonal dan motivasi intrinsik terhadap komitmen afektif dalam meningkatkan kinerja karyawan.


(51)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Obyek dan Subyek Penelitian

Obyek dalam penelitian ini BMT Marhamah dan subyek dalam penelitian ini adalah karyawan tetap di BMT Marhamah.

B. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh dari kuesioner yang telah disediakan peneliti. Penelitian ini menggunakan data kuantitatif dan jenis data primer. Data primer merupakan data yang dikumpulkan dan diolah sendiri oleh organisasi yang menerbitkan atau menggunakannya (Tjahjono, 2009).

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode survei, dan teknik pengumpulan data melalui kuesioner yang didistribusikan langsung kepada semua karyawan BMT Marhamah. Metode kuesioner ini dibuat dengan cara membuat beberapa pernyataan yang diajukan kepada responden mengenai kepemimpinan intrapersonal, motivasi intrinsik, kinerja karyawan, dan komitmen afektif.


(52)

C. Teknik Pengambilan Sampel

Pada penelitian ini, populasi yang digunakan adalah karyawan tetap BMT Marhamah yaitu sejumlah 107 karyawan. Teknik pengambilan sampel data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode sensus. Menurut Arikunto (2006), sensus adalah cara pengumpulan data apabila seluruh elemen populasi diselidiki satu persatu. Data yang diperoleh tersebut, merupakan hasil pengolahan sensus yang disebut sebagai data sebenarnya (true value) atau sering disebut juga sebagai parameter.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode survey dengan cara menyebarkan kuesioner. Penyebaran kuesioner dalam penelitian ini, diserahkan langsung kepada responden, yaitu karyawan tetap BMT Marhamah, yaitu sebanyak 107 karyawan.

Dalam penyusunan skala pengukuran kuesioner digunakan skala likert, yaitu rentangan antara 1 sampai 5, dimana nilai 1 adalah pernyataan sangat tidak setuju dan nilai 5 adalah pernyataan sangat setuju.

Skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, persespsi seseorang atau kelompok tentang fenomena sosial. Dengan skala likert maka variabel akan diukur dan dihabarkan menjadi indikator variabel.


(53)

Kemudian indikator tersebut menjadi titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang berupa pertanyaan atau pernyataan (Sugiyono, 2007).

E. Definisi Operasional Variabel Penelitian Tabel 3.1. Definisi Operasional Variabel

Variabel Definisi dan Pengukuran

Variabel

Indikaor

Kepemimpin an

Intrapersonal

Kepemimpinan intrapersonal aalah kepemimpinan yang dibangun untuk mengendalikan diri berdasarkan nilai-nilai dan keyakinan spiritualitas mereka sehingga dapat membangun sebuah harmoni antara pikiran, perasaan dan tindakan. (Tjahjono; Palupi, 2015).

1. Misi Spiritual

2. Keselarasan Visi Spiritual dan Misi Organisasi

3. Bersyukur dan Solutif 4. Integritas

5. Pembelajar

Motivasi Intrinsik

Motivasi intrinsik adalah tingkatan seseorang yang ingin bekerja sebaik mungkin untuk meningkatkan kepuasan intrinsik (Warr et. Al, 1979). Pengukuran motivasi intrinsik diukur menggunakan instrumen penelitian yang dikembangkan oleh Zaman (2013).

1. Merasakan kepuasan pribadi ketika melakukan pekerjaan.

2. Merasa tidak nyaman ketika melakukan pekerjaan dengan buruk. 3. Bangga dapat melakukan pekerjaan

sebaik mungkin.

4. Tidak bahagia ketika pekerjaan saya tidak sesuai target.

5. Bahagia ketika pekerjaan sudah selesai.

6. Memikirkan cara-cara yang efektif dalam menyelesaikan pekerjaan. Komitmen

Afektif

Suatu kelekatan psikologis yang merupakan karakteristik hubungan anggota organisasi dengan organisasinya dan memiliki implikasi terhadap keputusan individu untuk melanjutkan keanggotaannya dalam organisasi (Allen & Meyer, 1990). Pengukuran komitmen afeltif menggunakan instrumen penelitian yang dikembangkan oleh Heru Kurnianto Tjahjono (2008).

1. Memiliki makna yang mendalam secara pribadi.

2. Rasa saling memiliki yang kuat dengan organisasi.

3. Bangga memberitahukan hal-hal tentang organisasi dengan orang lain. 4. Terikat secara emosional dengan

organisasi

5. Senang apabila dapat bekerja dalam organisasi sampai pensiun.

6. Senang berdiskusi dengan orang lain mengenai organisasi di luar organisasi.

7. Senang mengabdikan diri sepeneuhnya di organisasi.

Kinerja Karyawan

Kinerja Karyawan adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas

1. Menggunakan pegetahuan dalam melaksanakan tugas sehari-hari. 2. Memahami pedoman kerja

sehari-hari.


(54)

dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau kriteria yang telah ditentukan (Veitzhal, 2005).

dengan baik dan memuaskan. 4. Kreatifitas yang dimiliki karyawan

dalam bekerja sudah diakui oleh siapapun.

5. Dalam menyelesaikan pekerjaan, karyawan dapat bekerjasama dengan baik.

6. Mampu mencapai standar kualitas yang diinginkan perusahaan.

7. Dapat menyelesaikan tugas sesuai permintaan.

8. Tetap bekerja denan baik walaupun pimpinan tidak sedang di kantor.

F. Uji Kualitas dan Instrumen data

1. Uji Validitas

Menurut Ghozali (2013), uji validitas merupakan pengujian data yang dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui ketepatan dan kehandalan kuesioner yang digunakan dalam penelitian. Kehandalan kuesioner mempunyai arti bahwa kuesioner mampu mengukur apa yang seharusnya diukur. Hasil dari uji ini cukup mencerminkan topik yang sedang diteliti. Uji validitas dilakukan dengan mengkorelasikan masing- masing pertanyaan dengan jumlah skor untuk masing-masing variabel. Uji validitas digunakan untuk mengetahui apakah item-item yang tersaji dalam kuesioner benar-benar mampu mengungkapkan dengan pasti apa yang akan diteliti.

Uji validitas diuji dengan program AMOS dengan melihat output estimate, dengan cara membandingkan nilai p-value pada output estimates dengan alpha 5%, jika p-value lebih kecil dari 5% maka indikator dinyatakan valid.


(55)

2. Uji Reliabilitas

Menurut Ghozali (2013), uji reliabilitas merupakan uji kehandalan yang menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat diandalkan atau dipercaya dapat memberikan hasil yang relatif sama apabila dilakukan pengukuran kembali pada suatu obyek yang sama. Apabila suatu alat ukur digunakan berulang dan hasil yang diperoleh relatif konsisten maka alat ukur tersebut dianggap handal (reliabilitas). Dikatakan reliabilitas jika nilai construct of reliability > 0,7 (Ghozali, 2013). Indikator pertanyaan dikatakan reliable dengan melihat korelasi bivariate pada output cronbach alpha pada kolom correlated item-total. Pengujian reliabilitas instrumen diolah menggunakan program software AMOS.

G. Uji Hipotesis dan Analisis Data

Menurut Santoso (2001), analisis data adalah interpretasi untuk penelitian yang ditujukan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian dalam rangka mengungkap fenomena sosial. Analisis data adalah proses penyederhanaan data dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diimplentasikan. Sesuai dengan model yang dikembangkan dalam penelitian ini maka alat analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah SEM (Structural Equation Modeling) yang dioperasikan melalui program AMOS.

Peneliti menggunakan program SEM (Structural Equation Modeling) yang dioperasikan melalui program AMOS. Menurut Arbuckle


(56)

(1997) dan Bacon (1997) dalam Ferdinand (2000), model kasualitas AMOS menjelaskan masalah pengukuran dan struktur, serta digunakan untuk menganalisa dan menguji hipotesis. AMOS dapat digunakan untuk berbagai analisis yaitu:

1. Mengestimasi koefisien yang tidak diketahui dari satu set persamaan linier terstruktur

2. Mengakomodasi model yang didalamnya termasuk variabel laten 3. Mengakomodasi pengukuran error baik dependen maupun independen 4. Mengakomodasi peringatan yang timbal balik, simultan dan saling

ketergantungan

Kelebihan SEM adalah dapat menganalisa multivariate secara bersamaan, dan tujuan penggunaan multivariate adalah untuk memperluas kemampuan dalam menjelaskan penelitian dan efisiensi statistik.

Menurut Hair, et.al. (1998) dalam Ghozali (2011), teknik analisis data menggunakan SEM terdapat 7 langkah yang harus dilakukan, yaitu :

1. Pengembangan model berdasarkan teori

Langkah pertama dalam pengembangan model SEM adalah pencarian atau pengembangan model yang mempunyai justifikasi teoritis yang kuat. Seorang peneliti harus melakukan serangkaian telaah pustaka yang intens guna mendapatkan justifikasi atas model teoritis yang dikembangkannya.


(57)

2. Pengembangan diagram alur (path diagram) untuk menunjukkan hubungan kausalitas.

Path diagram digunakan untuk mempermudah peneliti melihat hubungan-hubungan kausalitas yang ingin diuji. Peneliti biasanya

bekerja dengan “constuct” atau “factor” yaitu konsep-konsep yang memiliki pijakan teoritis yang cukup untuk menjelaskan berbagai bentuk hubungan. Konstruk-konstruk yang dibangun dalam diagram alur dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu konstruk eksogen dan konstruk endogen. Konstruk eksogen dikenal sebagai “source variables” atau “independent variables” yang tidak diprediksi oleh

variabel yang lain dalam model. Konstruk endogen adalah faktor-faktor yang diprediksi oleh satu atau beberapa konstruk endogen lainnya, tetapi konstruk eksogem hanya dapat berhubungan kausall dengan konstruk endogen.

3. Konversi diagram alur ke dalam serangkaian persamaan struktral dan spesifikasi model pengukuran

Setelah teori/model teoritis dikembangkan dan digambarkan dalam sebuah diagram alur, peneliti dapat mulai mengkonversi spesifikasi model tersebut ke dalam rangkaian persamaan. Persamaan yang akan dibangun terdiri dari:

a. Persamaan-persamaan struktural yang dibangun atas pedoman sebagi berikut:


(58)

b. Persamaan spesifikasi model pengukuran yaitu menentukan variabel mana mengukur konstruk mana, serta menentukan serangkaian matriks yang menunjukkan korelasi yang dihepotesakan antar konstruk atau variabel. Komponen- komponen struktural untuk mengevaluasi hipotesis hubungan kausal, antara latent variabel pada model kausal dan menunjukkan sebuah pengujian seluruh hipotesis dari model sebagai salah satu keseluruhan (Hayduk, 1987 ; Kline, 1996 ; Loehlin, 1992 ; Long, 1983).

4. Pemilihan matrik input dan teknik estimasi atas model yang dibangun SEM hanya menggunakan matrik varians/kovarians atau matriks korelasi sebagai data input untuk keseluruhan estimasi yang dilakukannya. Hair et al (1996) menemukan bahwa ukuran sampel yang sesuai adalah antara 100-200 sampel. Sedangkan untuk ukuran sampel minimum adalah sebanyak 5 estimasi parameter. Bila estimated parameter berjumlah 20, maka jumlah sampel minimum adalah 100. 5. Menilai problem identifikasi

Problem identifikasi pada prinsipnya adalah problem mengenai ketidak mampuan dari model yang dikembangkan untuk menghasilkan estimasi yang unik. Bila setiap estimasi dilakukan muncul problem identifikasi, maka sebaiknya model dipertimbangkan ulang dengan mengembangkan lebih banyak konstruk.


(59)

6. Evaluasi kriteria Goodness-of-fit

Kesesuaian model dievaluasi melalui telaah terhadap berbagai kriteria goodness-of-fit. Tindakan pertama adalah mengevaluasi apakah data yang digunakan dapat memenuhi asumsi-asumsi SEM yaitu ukuran sampel, noemalitas, dan linearitas, outliers dan multicolinearity dan singularity. Setelah itu melakukan uji kesesuaian dan uji statistik. Beberapa indeks kesesuaian dan cut-off valuenya yang digunakan untuk menguji apakah sebuah model diterima atau ditolak yaitu:

a. X² –Chi-square statistic

Menurut Hulland et al (1996), model yang diuji dipandang baik atau memuaskan apabila nilai chi-squarenya rendah. Semakin kecil nilai x² maka semakin baik model tersebut dan dapat diterima berdasarkan probabilitas cut-off value sebesar p > 0,05 atau p > 0,10.

b. RMSEA (The Root Mean Square Error of Approximation)

Menurut Baumgarther dan Homburg (1996) merupakan sebuah indeks yang dapat digunakan untuk mengkompensasi chi-square statistic dalam sampel yang besar. Nilai RMSEA menunjukkan nilai goodeness-of-fit yang dapat diharapkan apabila model diestimasi dalam populasi (Hair et al, 1995).


(60)

c. GFI (Godness of Fit Index)

Merupakan ukuran non statistikal yang mempunyai rentang nilai antara 0 (poor fit) sampai dengan 1,0 (perfect fit). Nilai yang tinggi

dalam indeks ini menunjukkan sebuah “better fit”.

d. AGFI (Adjusted Godness Fit Index)

Menurut Hair et al (1996) dan Hulland et al (1996), tingkat penerimaan yang direkomendasikan adalah bila AGFI mempunyai nilai sama dengan atau lebih besar dari 0,90.

e. CMIN/DF

Menurut Arbuckle (1997) CMIN/DF merupakan statistik chi-square, x² dibagi dengan df nya, sehingga disebut x² - relatif. Nilai x² - relatif kurang dari 2,0 atau 3,0 adalah indikasi dari acceptable fit antara model dan data.

f. TLI (Tucker Lewis Index)

Merupakan incremental index yang membandingkan sebuah model yang diuji terhadap sebuah baseline model, dimana nilai yang direomendasikan sebagai acuan diterimanya sebuah model adalah

≥0,95 (Hair et al, 1995) dan nilai yang mendekati 1 menunjukkan a very good fit (Arbuckle, 1997).

g. CFI (Comparative Fit Index)

Rentang nilai sebesar 0-1, dimana semakin mendekati 1 mengindikasikan tingkat fit yang paling tinggi atau a very good fit


(61)

Secara ringkas indeks-indeks yang dapat digunakan untuk menguji kelayakan sebuah model disajikan dalam tabel

Tabel 3.2

Indeks Pengujian Kelayakan Model

Goodness of fit index Cut-of Value X2 – Chi-square

Significancy Probability RMSEA

GFI AGFI CMIN/DF TLI CFI

Diharapkan kecil

≥0,05 ≤0,08

≥0,90 ≥0,90 ≤2,00

≥0,95 ≥0,95

Sumber: Ferdinand (2006)

7. Interpretasi dan Modifikasi Model

Setelah model diestimasi, residualnya haruslah kecil atau mendekati no dan distribusi frekuensi dari kovarians residual harus bersifat simetrik (Tabachink dan Fidnell, 1997). Model yang baik mempunyai Standarized Residual Variance yang kecil. Angka 2,58 merupakan batas standarized residual variance yang diperkenankan, yang diinterpretasikan sebagai signifikan secara statitis pada tingkat 5% dan menunjukkan adanya prediction error yang substansial untuk sepasang indikator.


(62)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Obyek/Subyek Penelitian

1. Sejarah BMT Marhamah

Gagasan awal untuk mendirikan BMT Marhamah dimulai dengan adanya pelatihan pengembangan lembaga keuangan syariah, yang diselenggarakan pada bulan April 1995 oleh Koperasi Tamzis. Gagasan ini kemudian dipertegas lagi setelah mengikuti pelatihan nasional katalis BMT Pada Tanggal 22-24 Juli 1997 di pusat pelatihan koperasi Jakarta, yang diselenggarakan oleh P3UK dan dep. PELMAS ICMI pusat. Tujuan utama dari pelatihan ini adalah, selain berupaya

menerapkan sistem ekonomi syari’ah adalah untuk membuka kesempatan usaha mandiri serta menggali dan mengembangkan potensi daerah.

Berbekal dari hasil pelatihan tersebut, maka dibentuklah sebuah tim “Persiapan Pendirian BMT” untuk mempersiapkan segala sesuatunya. Hal utama yang dilakukan oleh tim ini adalah melakukan pendekatan dan konsultasi dengan tokoh masyarakat, pengusaha dan berbagai organisasi/instansi terkait dan melakukan studi banding dan magang di BMT yang sudah beroperasi beroperasi terlebih dahulu, yaitu di BMT Tamzis Kertek, BMT Saudara Magelang, BMT Ulul Albab Solo, dan lain-lain.


(63)

Berkat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, pada tanggal 1 Oktober 1995, tim tersebut berhasil menyelenggarakan rapat pembentukan BMT. Sesuai dengan amanat rapat tersebut, maka pada tanggal 16 Oktober 1995, sebuah lembaga keuangan syariah, yang kemudian dikenal dengan nama BMT Marhamah mulai beroperasi. Modal awal yang terhimpun pada waktu itu masih sangat minim, yaitu sebesar Rp. 875.000,-, namun dengan kerja keras dan usaha yang sungguh-sungguh, modal tersebut dapat terus ditingkatkan.

Dalam rangka pengembangan jaringan, BMT Marhamah telah melakukan kerjasama dengan berbagai instansi/organisasi terkait, diantaranya yaitu Dinas Perdagangan dan Kopersai, Unit PUKK PT. Taspen, PT. PNM, BSM Yogyakarta, BTN Syariah Yogyakarta, BNI Syariah Yogyakarta, DD Republika Dan Asosiasi BMT Tingkat Lokal, Regional Maupun Nasional.

Saat ini BMT Marhamah telah mempekerjakan 103 orang karyawan dengan 16 kantor cabang pembantu, yaitu :

a. Kantor Cabang Wonosobo

1) Kantor Pusat & Cabang Utama, Jl. T. Jogonegoro Wonosobo 2) Cabang Wonosobo, Jl. A.Yani 21 Wonosobo

3) Cabang Leksono, Jl. Raya Leksono Km. 0,5 Leksono Wonosobo

4) Cabang Sukoharjo, Jl. Raya Sukoharjo Wonosobo 5) Cabang Kertek, Jl. Raya Kertek – Kalikajar Wonosobo


(64)

6) Cabang Kaliwiro, Pertigaan Doplak Kaliwiro Wonosobo 7) Cabang Wadaslintang, Jl. Raya Prembun Km. 1 Wadaslintang 8) Cabang Watumalang, Jl. Raya Watumalang Km. 0,5

Watumalang

9) Cabang Kalibawang, Jl. Raya Pasar Kalibawang

10)Cabang Balekambang, Jl. Raya Pasar Balekambang-Selomerto 11)Cabang Reco, Jl. Raya Parakan Km. 10 Kertek Wonosobo 12)Cabang Randusari, Komplek Pasar Randusari, Kepil Wonosobo 13)Cabang Garung

b. Kantor Cabang Banjarnegara

1) Cabang Banjarnegara, Jl. S. Parman Banjarnegara c. Kantor Cabang Purworejo

1) Cabang Purworejo, Jl. Brigjen Katamso 99A Purworejo d. Kantor Cabang Temanggung

1) Cabang Bansari 2. Visi dan Misi

1) Visi : Terbanginnya keluarga sakinah, yang maju secara ekonomi dengan pengelolaan keuangan secara syariah.

2) Misi :

a) Memfasilitasi berbagai kegiatan yang mendorong terwujudnya keluarga sakinah.

b) Meningkatkan kualitas perekonomian keluarga sakinah dengan bertransaksi secara syariah.


(65)

c) Memfasilitasi pengembangan ekonomi mikro berbasis keluarga sakinah melalui pembiayaan modal kerja dan investasi.

d) Menyusun dan melaksanakan program pemberdayaan ekonomi dan sosial secara integral dan komprehensif menuju terwujudnya keluarga sakinah yang kuat secara ekonomi. 3. Deskripsi Respnden

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan tetap BMT Marhamah. Metode penentuan sampel yang digunakan adalah metode sensus yaitu seluruh elemen populasi diselidiki satu persatu. Total karyawan tetap dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.1.

Jumlah Karyawan Tetap BMT Marhamah

No Kantor BMT Marhamah Jumlah 1 Kantor Pusat & Cabang Utama 8

2 Cabang A. Yani 9

3 Cabang Leksono 7

4 Cabang Sukoharjo 8

5 Cabang Kertek 7

6 Cabang Kaliwiro 8

7 Cabang Wadaslintang 6

8 Cabang Watumalang 6

9 Cabang Kalibawang 6

10 Cabang Balekambang 6

11 Cabang Reco 7

12 Cabang Randusari 5

13 Cabang Garung 5

14 Cabang Banjarnegara 6

15 Cabang Purworejo 7

16 Cabang Bansari 6

Total 107

Sumber: BMT Marhamah

Dapat diketahui juga mengenai profil dari responden dari jenis kelamin, umur, pendidikan, dan lama bekerja dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:


(1)

M.I. Par Change KA1 <--- KK8 4.135 .146 KA1 <--- KK7 7.213 .205 KA1 <--- KK5 4.598 .150 KA1 <--- KK3 4.525 .179 KA1 <--- MI1 5.486 .179 KA1 <--- KI9 4.726 -.131 KA2 <--- KA4 4.961 .167 KA2 <--- KI8 13.166 .259 KA2 <--- KI9 4.540 .159 KA2 <--- KI11 16.728 .296 KA4 <--- KK8 4.240 -.189 KA4 <--- KA2 5.032 .179 KA4 <--- MI1 5.630 -.232 KA4 <--- MI3 6.305 -.214 KA4 <--- KI9 4.065 .155 KA5 <--- KA6 6.989 .159 KA6 <--- KA5 5.560 .198 KA6 <--- KI8 5.428 -.152 KA7 <--- MI1 5.507 .173 KA7 <--- MI6 4.995 .149 MI1 <--- KK7 4.700 .166 MI1 <--- KA1 7.142 .201 MI1 <--- KA7 5.034 .155 MI1 <--- MI4 5.333 -.155 MI2 <--- KK2 8.346 .252 MI3 <--- KK2 5.851 -.171 MI3 <--- KK1 4.032 -.145 MI3 <--- KA3 4.686 -.155 MI3 <--- KA4 8.512 -.201 MI3 <--- MI5 8.830 .263 MI4 <--- MI1 4.672 -.199 MI5 <--- MI3 9.973 .200 MI6 <--- KI14 4.307 -.150 KI2 <--- KI12 5.276 -.189 KI3 <--- KK 5.117 .204 KI3 <--- KK8 6.015 .168 KI3 <--- KK7 5.670 .173 KI3 <--- KK3 5.616 .190 KI3 <--- KA1 5.748 .171 KI3 <--- KA7 8.622 .192 KI3 <--- MI6 8.836 .196 KI3 <--- KI9 6.133 -.142 KI3 <--- KI14 11.973 -.219 KI4 <--- KK6 4.168 .123


(2)

M.I. Par Change KI4 <--- KK5 4.461 .158 KI4 <--- KK1 4.766 .147 KI4 <--- KI2 4.249 .140 KI4 <--- KI8 12.763 -.220 KI4 <--- KI9 7.295 -.173 KI4 <--- KI14 12.227 -.248 KI5 <--- KI15 6.350 -.155 KI6 <--- KK1 6.297 .162 KI6 <--- KI7 5.357 .157 KI6 <--- KI11 4.688 -.130 KI6 <--- KI12 6.164 -.167 KI7 <--- KI6 5.893 .161 KI8 <--- KK1 4.381 -.201 KI8 <--- KA2 6.806 .249 KI8 <--- KI4 6.613 -.247 KI8 <--- KI9 29.421 .497 KI8 <--- KI11 8.836 .265 KI8 <--- KI12 5.269 .230 KI8 <--- KI13 4.114 -.223 KI8 <--- KI14 9.651 .314 KI9 <--- MI4 5.626 -.214 KI9 <--- KI4 4.537 -.182 KI9 <--- KI8 35.313 .464 KI9 <--- KI10 4.871 .208 KI9 <--- KI11 15.872 .315 KI9 <--- KI12 6.339 .224 KI9 <--- KI14 11.059 .298 KI10 <--- KI9 5.530 .157 KI10 <--- KI12 5.509 .171 KI11 <--- KA2 14.204 .304 KI11 <--- KI8 12.787 .266 KI11 <--- KI9 19.138 .339 KI11 <--- KI10 4.087 .181 KI11 <--- KI14 7.557 .235 KI12 <--- KI2 5.095 -.176 KI12 <--- KI6 4.054 -.165 KI12 <--- KI8 6.460 .180 KI12 <--- KI9 6.475 .188 KI12 <--- KI10 4.957 .190 KI12 <--- KI14 9.008 .245 KI13 <--- KI8 6.176 -.147 KI14 <--- MI6 5.278 -.191 KI14 <--- KI3 6.868 -.213 KI14 <--- KI4 7.968 -.215


(3)

M.I. Par Change KI14 <--- KI8 12.138 .242 KI14 <--- KI9 11.589 .246 KI14 <--- KI11 6.567 .181 KI14 <--- KI12 9.241 .240 KI14 <--- KI15 7.643 .249 KI15 <--- KK7 4.743 -.158 KI15 <--- KI14 10.109 .201


(4)

Lampiran 15

Output AMOS 22 – Goodness of Fit Modifikasi Model Fit Summary

CMIN

Model NPAR CMIN DF P CMIN/DF

Default model 84 1148.192 582 .000 1.973 Saturated model 666 .000 0

Independence model 36 3155.195 630 .000 5.008 RMR, GFI

Model RMR GFI AGFI PGFI

Default model .034 .634 .581 .554 Saturated model .000 1.000

Independence model .153 .152 .103 .143 Baseline Comparisons

Model NFI

Delta1

RFI rho1

IFI Delta2

TLI

rho2 CFI Default model .636 .606 .780 .757 .776

Saturated model 1.000 1.000 1.000

Independence model .000 .000 .000 .000 .000 Parsimony-Adjusted Measures

Model PRATIO PNFI PCFI

Default model .924 .588 .717 Saturated model .000 .000 .000 Independence model 1.000 .000 .000

NCP

Model NCP LO 90 HI 90

Default model 566.192 473.734 666.427 Saturated model .000 .000 .000 Independence model 2525.195 2353.539 2704.292


(5)

Model FMIN F0 LO 90 HI 90 Default model 10.832 5.341 4.469 6.287 Saturated model .000 .000 .000 .000 Independence model 29.766 23.823 22.203 25.512

RMSEA

Model RMSEA LO 90 HI 90 PCLOSE

Default model .096 .088 .104 .000 Independence model .194 .188 .201 .000

AIC

Model AIC BCC BIC CAIC

Default model 1316.192 1406.279 1540.710 1624.710 Saturated model 1332.000 2046.261 3112.104 3778.104 Independence model 3227.195 3265.804 3323.417 3359.417

ECVI

Model ECVI LO 90 HI 90 MECVI

Default model 12.417 11.545 13.363 13.267 Saturated model 12.566 12.566 12.566 19.304 Independence model 30.445 28.826 32.135 30.809

HOELTER

Model HOELTER

.05

HOELTER .01

Default model 60 62


(6)

Lampiran 16