25
orang 20.6 yang sudah berhenti merokok tapi menderita kanker paru. Berdasarkan tabel 5.3, hubungan merokok dengan kanker paru diperoleh nilai p
value sebesar 0,000 p0.05 yang menunjukkan ada hubungan yang jelas antara merokok dengan kejadian kanker paru.
5.2. Pembahasan
Jumlah penderita kanker paru di RSUP Haji Adam Malik dari 01 Januari 2014 hingga 31 Oktober 2014 adalah 275 orang Pasien rawat inap. Sementara
pada penelitian ini hanya 34 orang penderita dijadikan sebagai sampel. Proporsi penderita kanker paru berdasarkan usia tabel 5.1. yang tertinggi
adalah kelompok usia 50-59 tahun dengan 52.9. Nilai rata-rata usia pasien 40- 49 tahun menandakan adanya kecenderungan peningkatan penderita kanker paru
seiring dengan meningkatnya pertambahan usia. Nilai hasil penelitian ini lebih rendah dibandingkan penelitian di RSUP Persahabatan Jakarta tahun 2011 yang
menunjukkan 97 penderita karsinoma paru berusia 40 tahun ke atas Nuraini, 2011. Hal ini sesuai dengan penelitian Situmeang 2010 di Rumah Sakit St.
Elisabeth Medan yang menemukan proporsi tertinggi penderita kanker paru berdasarkan usia adalah 40 tahun dengan 94.7. Menurut Kumar tahun 2004,
usia merupakan faktor resiko penting terjadinya kanker. Insiden kanker semakin meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Hal tersebut disebabkan karena
semakin banyaknya faktor resiko dan kemampuan perbaikan sel yang semakin menurun.
Proporsi berdasarkan pekerjaan tabel 5.1 yang tertinggi adalah golongan yang sudah pensiun dengan 38.2 dan yang terendah adalah golongan TNI dan
ibu rumah tangga sebanyak 2.9. Hal ini karena, golongan pensiun mempunyai waktu luang yang lebih banyak dan merokok dijadikan salah satu hobi. Menurut
data Riskesdas 2013 berdasarkan jenis pekerjaan, petaninelayanburuh adalah perokok aktif setiap hari yang mempunyai proporsi terbesar 44,5
dibandingkan kelompok pekerjaan lainnya. Pekerjaan dapat dikaitkan dengan kejadian kanker paru karena ada beberapa jenis pekerjaan yang memiliki resiko
terhadap terjadinya kanker paru misalnya industri-industri yang menggunakan zat-
Universitas Sumatera Utara
26
zat kimia dan bahan karsinogen Situmeang, 2010. Berdasarkan tabel 5.1. sebagian besar penderita kanker paru adalah laki-
laki 94.1. Beberapa penelitian menyatakan bahwa kasus kanker paru lebih banyak pada laki-laki, seperti penelitian di RSUP H. Adam Malik Medan tahun
2010 yang menunjukkan bahwa 73,3 penderita berjenis kelamin laki-laki Christine, 2010. Lebih dari 50 laki-laki di Indonesia, China, Laos, Malaysia,
dan Korea merupakan perokok aktif yang memiliki prevalensi dua kali lipat dari perokok aktif di Amerika Serikat Christine, 2010. Menurut data Riskesdas
2013, laki-laki lebih banyak proporsinya dibandingkan perokok perempuan 47,5 banding 1,1. Hal ini kemungkinan disebabkan laki-laki lebih banyak
terpapar bahan inhalasi karsinogenik seperti asap rokok, bahan industri di lingkungan kerja dan polusi udara. Asap rokok merupakan penyebab utama
kanker paru dan kondisi dimana perokok laki-laki jauh lebih tinggi daripada perempuan menyebabkan proporsi penderita laki-laki yang tinggi Situmeang,
2010. Dari tabel 5.2. didapatkan bahwa 79.4 penderita masih berstatus perokok
aktif. Hasil ini hampir sama dibandingkan dengan penelitian di RSUP Persahabatan Jakarta tahun 2011 yang menunjukkan 78 penderita karsinoma
paru memiliki riwayat merokok aktif Nuraini, 2011. Penelitian ini sejalan dengan data Riskesdas 2013 yaitu perokok aktif di Sumatera Utara adalah 24.2
sementara perokok yang sudah berhenti merokok adalah lebih rendah persentasenya 3.3. Di beberapa negara seperti China terjadi peningkatan
perokok aktif dalam dua dekade terakhir. Diperkirakan dua pertiga laki-laki dewasa China adalah perokok yang mewakili sepertiga perokok di seluruh dunia
Riskesdas, 2013. Proporsi berdasarkan lama merokok dari tabel 5.2, yang tertinggi adalah
penderita yang merokok 20 tahun sebanyak 82.4. Hasil ini hampir sama dibandingkan dengan penelitian dilakukan oleh Prabaningtyas 2010 yang
menunjukkan proposi tertinggi dalam penelitiannya sebanyak 73,10 penderita kanker paru yang menghisap rokok melebihi 20 tahun. Hal ini didukung oleh
Christine, 2010 yang mengatakan bahwa merokok merupakan suatu kebiasaan
Universitas Sumatera Utara
27
yang dapat memberikan kenikmatan semu bagi si perokok menyebabkan merokok menjadi satu kewajiban bagi perokok dan mereka menjadi ketagihan merokok
Christine, 2010. Dari tabel 5.2 didapatkan bahwa jumlah rokok yang dihisap perhari adalah
di antara 11-20 batang 64.7. Menurut hasil laporan Riskesdas 2013, rata-rata jumlah batang rokok yang dihisap per hari per orang di Indonesia adalah 12,3
batang setara satu bungkus dan jumlah rata-rata batang rokok terbanyak yang dihisap ditemukan di Bangka Belitung 18 batang, Riau 16-17 batang dan
Sumatera Utara 14.9 batang. Berdasarkan tabel 5.3, hubungan merokok dengan kanker paru diperoleh
nilai p value sebesar 0,000 p0.05 yang menunjukkan ada hubungan yang jelas antara merokok dengan kejadian kanker paru. Hasil yang sejalan diperoleh dari
penelitian yang dilakukan di tiga rumah sakit di Singapura Singapore General Hospital, Tan Tock Seng Hospital, dan National University Hospital tahun 2000
yang menunjukkan insiden karsinoma sel skuamous sebesar 63,33 dan adenokarsinoma sebesar 41,66 pada perokok. Penggunaan rokok filter berkadar
tar rendah dan tinggi kadar nitrat menjadi salah satu penyebab peningkatan insiden adenokarsinoma dan penurunan insiden karsinoma sel skuamous di
Amerika Serikat. Asap rokok dengan kandungan polycyclic aromatic hydrocarbons yang rendah berhubungan dengan kejadian karsinoma sel skuamous
sedangkan asap rokok dengan kandungan nitrat dan agen toksik seperti nitrosamin berhubungan erat dengan adenokarsinoma Seow, 2013. Hal ini juga sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Christine 2010 di RSUP Haji Adam Malik Medan yang menunjukan perokok dengan 68.2 dan golongan tidak
merokok 31.8 menderita kanker paru. Daripada ini jelas kelihatan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara merokok dengan terjadinya kanker paru.
Universitas Sumatera Utara
28
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan