ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DI LINGKUNGAN SMA NEGERI 1 PURBOLINGGO KABUPATEN LAMPUNG TIMUR DA N IMPLIKASI NYA DALAM PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA ( SUATU KAJIAN SOSIOLINGUISTIK) PURBOLINGGO KABUPATEN LAMPUNG TIMUR DA N IMPLIKASI NYA DALAM PEMBELA

ABSTRAK
ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DI LINGKUNGAN SMA NEGERI 1
PURBOLINGGO KABUPATEN LAMPUNG TIMUR DAN
IMPLIKASINYA DALAM PEMBELAJARAN
BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
(SUATU KAJIAN SOSIOLINGUISTIK)
Oleh
JOKO SANTOSO

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana bentuk-bentuk serta
penyebab alih kode dan campur kode di lingkungan SMA Negeri 1 Purbolinggo
Kabupaten Lampung Timur dan implikasinya dalam pembelajaran Bahasa dan
Sastra Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk-bentuk
serta penyebab alih kode dan campur kode di lingkungan SMA Negeri 1
Purbolinggo Kabupaten Lampung Timur dan implikasinya dalam pembelajaran
Bahasa dan Sastra Indonesia.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Sumber
data dalam penelitian ini adalah tuturan guru dan murid. Data dalam penelitian ini
berupa alih kode dan campur kode di lingkungan SMA Negeri 1 Purbolinggo
Kabupaten Lampung Timur. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik observasi, dokumentasi/catatan lapangan yang berupa rekaman, dan

wawancara.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa alih kode yang terjadi berupa alih kode
intern (dari bahasa Indonesia baku ke bahasa Indonesia nonbaku, dari bahasa
Indonesia ke bahasa Jawa, dari bahasa Jawa ke bahasa Indonesia, dan dari bahasa
Indonesia ke bahasa Sunda) dan alih kode ektern (dari bahasa Arab ke bahasa
Lampung). Faktor yang menyebabkan alih kode berupa pengaruh penutur, lawan
tutur, dan perubahan situasi karena hadirnya orang ketiga/orang lain. Campur
kode yang terjadi berupa campur kode berbentuk kata (dari bahasa Indonesia,
bahasa Jawa, bahasa Inggris, dan bahasa Arab), campur kode berbentuk frasa (dari
bahasa Indonesia, bahasa Jawa, dan bahasa Arab), campur kode berbetuk klausa,
campur kode berbentuk baster, campur kode berbentuk perulangan kata (dari
bahasa Indonesia dan bahasa Jawa), dan campur kode berbentuk idiom/ungkapan.
Faktor yang menyebabkan terjadinya campur kode adalah faktor latar belakang
sikap penutur dan faktor kebahasaan Alih kode dan campur kode diimplikasikan
dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia terhadap kurikulum 2013 SMA
pada topik seni bernegosiasi dalam kewirausahaan teks negosiasi yang dikonversi
ke dalam bentuk dialog drama.

Kata Kunci : Alih Kode, Campur Kode, Pembelajaran


ABSTRACT
CODE SWITCHING AND CODE MIXING AT THE ENVIRONMENT OF
SMA NEGERI 1 PURBOLINGGO OF EAST LAMPUNG AND ITS
IMPLICATIONS IN LEARNING BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
(A SOCIOLINGUISTIC STUDY)
By
Joko Santoso

The formulation of the research problem is that, what are the forms and the causes
of the code switching and code mixing at the environment of the SMA Negeri 1
Purbolinggo of east Lampung and with its implications in learning Bahasa and
Sastra Indonesia. This research is subjected to describe the forms and causes of
the code switching and code mixing at the environment of the SMA Negeri 1
Purbolinggo of east Lampung along with its implications in learning Bahasa and
Sastra Indonesia.
The method used in this research is qualitative descriptive. The data source of this
research is the words that the teacher and students spoke in the teaching and
learning process. It is about the code switching and code mixing at the
environment of the SMA Negeri 1 Purbolinggo of east Lampung. The data
collecting techniques are observation, documentation / recoding tract note, and

interview.
The result showed that the code switching that occurs in the from of internal code
switching (from Indonesian to Indonesian raw nonbaku, from Indonesian to the
Java language, the Java language to Indonesian, and from Indonesian to
Sundanese language) and external code switching (from the Arabic language to
Lampung). Causes that lead to the influence of the speaker in the form of code
switching, opponents said, and the situation canges due to the presence of a third
preson/people. Code mixing that occurs in the form of code mixing in the form of
a word (from Indonesian, Javanes, English, and Arabic), code mixing in the form
of a phrase (from Indonesian, Javanes, nad Arabic), code mixing clause from,
code mixing baster shapes, code mixing from of looping word (of Indonesian and
Javanes language), and code mixing from idiom/expression. Factors that caused
the code mixing is a factors interfering background speaker attitudes and
linguistic factors. The code switching and code mixing at the environment of the
SMA Negeri 1 Purbolinggo of east Lampung are implicated existed in the
teaching and learning process of Bahasa and Sastra Indonesia in the curriculum of
2013 SMA in the topic of the art of negotiation in entrepreneurship on the text of
the negotiation converted into a play.

Keywords: Code Switching, Code Mixing, Learning


RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di desa Tambah Subur, pada tanggal 13
Desember 1988. Anak pertama dari tiga bersaudara, buah
kasih pasangan Eko Rujianto dan Ngatinem. Pendidikan
yang penulis tempuh, yakni SD Negeri 2 Tegal Ombo, Way
Bungur, Lampung Timur lulus 2001, SMP Negeri 1 Way
Bungur, Lampung Timur lulus tahun 2004, SMA muhammadiyah 1 Purbolinggo,
Lampung Timur lulus tahun 2007, S-1 STKIP PGRI Metro, Lampung lulus tahun
2011. Pada tahun 2012, penulis tercatat sebagai mahasiswa S-2 Unila pada
Program Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Pengalaman
mengajar, tahun 2011 sampai sekarang mengajar di SMP Negeri 2 Way Bungur,
Lampung Timur, tahun 2013 sampai sekarang di STKIP PGRI Metro, Lampung.
Selain mengajar, penulis juga berpartisipasi dalam kegiatan organisasi
kepramukaan baik di tingkat kecamatan maupun di tingkat kabupaten.

PERSEMBAHAN

Tesis ini kupersembahkan kepada
1. Ayah dan Ibu yang sangat kucintai dan kuhormati yang telah mendidik dan

membesarkanku.
2. Seluruh keluarga dan saudara yang kusayangi yang menanti keberhasilanku.
3. Sang kekasih yang selalu memberikan semangat dan dorongan untuk
menyelesaikan kuliahku.
4. Almamaterku, Universitas Lampung yang telah membekaliku dengan ilmu
yang bermanfaat bagi masa depanku.
5. Kepala Sekolah, Guru, dan Pegawai Tata Usaha SMA Negeri 1 Purbolinggo
Kabupaten Lampung Timur, yang telah memberikan kesempatan waktu
dalam melaksanakan penelitianku.
6. Rekan-rekan senasib dan seperjuangan yang selalu memberikan motivasi dan
bantuan dalam menyelesaikan tesis ini.

.
MOTO

Siapa yang mengajar ilmu, maka ia akan mendapatkan pahala dari orang
yang mengamalkan ilmu dan tidak mengurangi pahalanya orang yang
beramal.
(H.R. Ibnu Wajah)


Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai
penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.
(Q.S. Al Baqarah: 153)

Kemarin adalah kenangan, hari ini adalah kenyataan, dan esok adalah
harapan.
(Joko S.)

SANWACANA

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Alih
Kode dan Campur Kode di Lingkungan SMA Negeri 1 Purbolinggo Kabupaten
Lampung Timur dan Implikasinya dalam Pembelajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia (Suatu Kajian Sosiolinguistik).” dengan baik. Tesis ini penulis susun
sebagai syarat untuk menyelesaikan studi Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia di Universitas Lampung.

Penulis merasa banyak memperoleh ilmu, baik secara langsung maupun tidak
langsung yang menjadi pembelajaran dalam kehidupan sehari-hari. Penulis

mengucapkan terima kasih kepada
1. Prof. Dr. Sugeng Haryanto, M.S., selaku rektor Universitas Lampung,
2. Prof. Dr. Bujang Rahman, M.Si., selaku dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Lampung,
3. Prof, Dr. Sudjarwo, M.S., selaku direktur Pascasarjana Universitas Lampung,
4. Dr. Muhammad Fuad, M.Hum., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan
Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung,
5. Dr. Nurlaksana Eko Rusminto, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Magister
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia sekaligus sebagai pembahasa pada

seminar proposal dan hasil, yang telah memberikan nasihat, saran-saran, dan
kritik dalam penyelesaian tesis ini,
6. Dr. Edi Suyanto, M.Pd. Selaku Sekretaris Program Studi Magister Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Lampung,
7. Dr. Wini Tarmini, M.Hum. Selaku Dosen Pembimbing I, yang dengan sabar
memberikan motivasi, arahan, saran, dan kritik dalam penyelesaian tesis ini,
8. Dr. Siti Samhati, M.Pd. Selaku Dosen Pembimbing II, yang telah
memberikan bimbingan, saran, dan kritikan dalam penyelesaian tesis ini,
9. Dr. Mulyanto Widodo, M.Pd. Selaku Dosen Pembimbing Akademik

sekaligus sebagai dosen penguji tamu, yang selalu memberikan motivasi dan
dukungan,
10. Bapak dan Ibu dosen Program Pascasarjana Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, yang telah memberikan bekal ilmu dan pengetahuan,
11. Drs. Sutrisno, M.Si., selaku kepala SMA Negeri 1 Purbolinggo Kabupaten
Lampung Timur, yang telah memberikan izin penelitian dalam penyelesaian
tisis ini,
12. Kedua orang tua yang selalu memberikan doa dan dukungan kepada penulis,
13. Sang kekasih (Veni Nurdiana) yang selalu memberikan dukungan dan
semangat kepada penulis,
14. Rekan-rekan Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia angkatan
2012 yang telah memberikan motivasi, semangat, dan dorongan dalam
penyelesaian tesis ini,
15. Semua pihak yang telah membantu kelancarana dalam pembuatan tesis ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tesis ini masih banyak kekurangan dan
kesalahan serta masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan kritik
dan saran untuk penyempurnaan tesis ini. Semoga tesis ini dapat bermanfaat
khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.


Bandarlampung, September 2014
Penulis,

Joko Santoso
NPM 1223041030

DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK .................................................................................................. ii
HALAMAN JUDUL ................................................................................... iv
HALAMAN PERSETUJUAN .................................................................... v
HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... vi
LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................ vii
RIWAYAT HIDUP ..................................................................................... viii
MOTTO ....................................................................................................... ix
PERSEMBAHAN ....................................................................................... x
SANWACANA ........................................................................................... xi
DAFTAR ISI ............................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xv
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xvi

DAFTAR SINGKATAN ............................................................................. xix
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ........................................................................
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................
1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................

1
7
7
8

II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sosiolinguistik ........................................................................................ 9
2.2 Hakikat Bahasa ...................................................................................... 11
2.3 Fungsi Bahasa ........................................................................................ 12
2.4 Ragam atau Variasi Bahasa .................................................................... 16
2.5 Kedwibahasaan dan Dwibahasawan ....................................................... 28
2.6 Akibat Kedwibahasaan .......................................................................... 30
2.7 Interferensi ............................................................................................. 31

2.8 Integrasi .................................................................................................. 34
2.9 Alih Kode ............................................................................................... 36
2.9.1 Bentuk-Bentuk Alih Kode ............................................................ 39
2.9.1.1 Alih Kode Intern .............................................................. 39
1) Alih Kode Intern dari Bahasa Indonesa Baku
ke Bahasa Indonesia Nonbaku ................................... 40
2) Alih Kode Intern dari Bahasa Indonesia
Ke Bahasa Jawa .......................................................... 41
3) Alih Kode Intern dari Bahasa Jawa
Ke Bahasa Indonesia .................................................. 42
4) Alih Kode Intern dari Bahasa Indonesia
Ke Bahasa Sunda ....................................................... 43
2.9.1.2 Alih Kode Ekstern ........................................................... 44

2.9.2 Faktor Penyebab Terjadinya Alih Kode ..................................... 45
2.9.2.1 Pembicara atau Penutur ................................................... 45
2.9.2.2 Pendengar atau Lawan Tutur ........................................... 46
2.9.2.3 Perubahan Situasi Karena Hadirnya Orang Ketiga ...... 46
2.9.2.4 Perubahan dari Situasi Formal ke Informal
Atau sebaliknya ............................................................... 46
2.9.2.5 Berubahnya Topik Pembicaraan ..................................... 46
2.10 Campur Kode ....................................................................................... 48
2.10.1 Bentuk-Bentuk Campur Kode ................................................. 57
2.10.1.1 Penyisipan Unsur-Unsur yang Berwujud kata ...... 51
2.10.1.2 Penyisipan Unsur yang Berupa Frasa ..................... 52
2.10.1.3 Penyisipan Unsur-Unsur yang Berwujud Klausa .. 52
2.10.1.4 Penyisipan Unsur-Unsur yang Berupa Baster ....... 53
2.10.1.5 Penyisipan Unsur-Unsur yang Berwujud
Perulangan ................................................................. 54
2.10.1.6 Penyisipan Unsur-Unsur yang Berwujud
Ungkapan atau Idiom ............................................... 54
2.10.2 Faktor Penyebab Terjadinya Campur Kode .......................... 55
2.10.2.1 Latar Belakang Sikap Penutur ................................. 55
2.10.2.2 Kebahasaan ............................................................... 55
2.11 Implikasinya dalam Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia..... 56
III. METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian ................................................................................... 71
3.2 Data dan Sumber Data ........................................................................... 71
3.3 Teknik Pengumpilan Data ..................................................................... 72
3.4 Teknik Analisis Data .............................................................................. 75
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN
4.1 Hasil Penelitian ....................................................................................
4.2 Pembahasan ..........................................................................................
4.2.1 Bentuk-bentuk Alih Kode ...........................................................
4.2.1.1 Alih Kode Intern ............................................................
1) Alih Kode Intern dari Bahasa Indonesia
Baku ke Bahasa Indonesia Nonbaku ......................
2) Alih kode Intern dari Bahasa Indonesia
ke Bahasa Jawa ........................................................
3) Alih Kode Intern dari Bahasa Jawa
ke Bahasa Indonesia ................................................
4) Alih Kode Intern ke Bahasa Daerah Lain
(Bahasa Sunda) ......................................................
4.2.1.2 Alih Kode Ektern ........................................................
4.2.2 Bentuk-bentuk Campur Kode .................................................
4.2.2.1 Campur Kode Berbentuk Kata ...................................
1) Campur Kode Berbentuk Kata
dari Bahasa Indonesia ............................................
2) Campur Kode Berbentuk Kata
dari Bahasa Jawa .....................................................

82
85
85
85
86
106
135
170
172
174
174
175
194

3) Campur Kode Berbentuk Kata
dari Bahasa Inggris ..................................................
4) Campur Kode Berbentuk Kata
dari Bahasa Arab ....................................................
4.2.2.2 Campur Kode Berbentuk Frasa .................................
1) Campur Kode Berbentuk Frasa
dari Bahasa Indonesia ............................................
2) Campur Kode Berbentuk Frasa
dari Bahasa Jawa ...................................................
3) Campur Kode Berbentuk Frasa
dari Bahasa Arab ....................................................
4.2.2.3 Campur Kode Berbentuk Klausa ...............................
4.2.2.4 Campur Kode Berbentuk Baster ................................
4.2.2.5 Campur Kode Berbentuk Perulangan .......................
1) Campur Kode Berbentuk Perulangan
dari Bahasa Indonesia ............................................
2) Campur Kode Berbentuk Perulangan
Dari Bahasa Jawa ..................................................
4.2.2.6 Campur Kode Berbentuk Idiom/Ungkapan ............
4.2.3 Faktor Penyebab Terjadinya Alih Kode ...............................
4.2.3.1 Pengaruh Penutur .......................................................
4.2.3.2 Pengaruh Lawan Tutur ..............................................
4.2.3.3 Pengaruh Perubahan Situasi Karena Hadirnya
Orang Ketiga ..............................................................
4.2.4 Faktor Penyebab Terjadinya Campur Kode ..........................
4.2.4.1 Faktor Latar Belakang Sikap Penutur .......................
4.2.4.2 Faktor Kebahasaan ......................................................
4.2.5 Implikasi Alih Kode dan Campur Kode dalam
Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia .......................

V. PENUTUP
5.1 Simpulan ..........................................................................................
5.2 Saran ................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN

218
222
235
236
240
247
248
249
256
256
259
269
270
270
274
277
280
280
283
285

295
297

DAFTAR TABEL

Halaman
3.1 Tabel Indokator Alih Kode dan Campur Kode ...................................

77

3.2 Tabel Indikator Penyebab Alih Kode dan Campur Kode .................

79

4.1 Tabel Hasil Alih Kode di Lingkungan SMA Negeri 1
Purbolinggo Kabupaten Lampung Timur ..........................................

83

4.2 Tabel Hasil Campur Kode di Lingkungan SMA Negeri 1
Purbolinggo Kabupaten Lampung Timur ........................................... 84
4.3 Tabel Hasil Pembahasa Alih Kode dan Campur Kode
di lingkungan SMA Negeri 1 Purbolinggo Kabupaten
Lampung Timur .................................................................................. 291

DAFTAR LAMPIRAN

1. Transkripsi Hasil Rekaman.
2. Tabel Alih Kode di Lingkungan SMA Negeri 1 Purbolinggo Kabupaten
Lampung Timur.
3.

Tabel Campur Kode di Lingkungan SMA Negeri 1 Purbolinggo Kabupaten
Lampung Timur.

4. Tabel Penyebab Alih Kode di Lingkungan SMA Negeri 1

Purbolinggo

Kabupaten Lampung Timur.
5. Tabel Campur Kode di Lingkungan SMA Negeri 1 Purbolinggo Kabupaten
Lampung Timur.
6. Surat Izin Penelitian.
7. Surat Keterangan Penelitian.
8. Data Guru SMA Negeri 1 Purbolinggo Kabupaten Lampung Timur.
9. Data Siswa SMA Negeri 1 Purbolinggo Kabupaten Lampung Timur.
10. Biodata Guru.
11. Bodata Siswa.
12. Hasil Wawancara.

DAFTAR SINGKATAN

PT
Dt
AK
I
E
CK
Kt
Fr
Kl
B
PK
Id
P
LT
PKT
PS
TP
SP
K
BI
NB
BJ
BIng
BAr
BL

: Peristiwa Tutur
: Data
: Alih Kode
: Intern
: Ekstern
: Campur Kode
: Kata
: Frasa
: Klausa
: Baster
: Perulangan Kata
: Idiom
: Penutur
: Lawan Tutur
: Perubahan Situasi karena Hadirnya Orang Ketiga
: Perubahan Situasi dari Formal ke Informal
: Berubahnya Topik Pembicaraan
: Latar Belakang Sikap Penutur
: Kebahasaan
: Bahasa Indonesia
: Nonbaku
: Bahasa Jawa
: Bahasa Inggris
: Bahasa Arab
: Bahasa Lampung

i

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Manusia sebagai masyarakat sosial dituntut untuk berkomunikasi dengan
sesamanya.

Untuk

berkomunikasi

dengan

sesamanya

tersebut

manusia

menggunakan bahasa. Bahasa merupakan alat komunikasi yang utama
dibandingkan dengan yang lainnya. Sebagai alat komunikasi yang utama, bahasa
harus mampu mengungkapkan pikiran, gagasan, konsep, atau perasaan
penuturnya (Chaer dan Leoni, 2004: 14).

Di Indonesia terdapat tiga macam bahasa, yaitu bahasa Indonesia, bahasa daerah,
dan bahasa asing. Ketiga bahasa tersebut memiliki kedudukan dan fungsinya
masing-masing. Bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa nasional dimulai
sejak diikrarkannya Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928, sedangkan
kedudukan sebagai bahasa negara tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945,
Bab XV pasal 36 (Hikmat dan Solihati, 2013: 15). Hal ini sejalan dengan UU RI
No. 20 tahun 2003 Bab VII pasal 33 yang menjelaskan bahwa bahasa Indonesia
sebagai bahasa negara menjadi bahasa pengantar dalam Pendidikan Nasional.

Bahasa daerah juga mempunyai kedudukan yang cukup penting dalam kehidupan
bangsa Indonesia. Bagi sebagian besar penduduk Indonesia, bahasa daerah
merupakan bahasa ibu atau bahasa pertama yang dikuasai sejak mereka mengenal

2

bahasa atau mulai dapat bicara. Mereka menggunakan bahasa daerah untuk
berkomunikasi dan berinterakasi intrasuku, baik dalam situasi yang bersifat resmi
maupun yang bersifat tidak resmi (kedaerahan).

Di daerah-daerah tertentu, bahasa daerah merupakan bahasa pertama atau bahasa
ibu, sedangkan bahasa Indonesia adalah bahasa kedua. Kedua bahasa tersebut
digunakan secara bergantian sesuai dengan situasi dan kondisi bahasa itu dipakai.
Dalam hasil Perumusan Seminar Politik Bahasa Nasional yang diselenggarakan di
Jakarta pada tanggal 25 s.d. 28 Februari 1975 dikemukakan bahwa selain sebagai
bahasa nasional, bahasa Indonesia juga berkedudukan sebagai bahasa negara.
Bahasa Indonesia sebagai bahasa negara berfungsi sebagai (1) bahasa resmi
kenegaraan, (2) bahasa pengantar resmi di lembaga-lembaga pendidikan, (3)
bahasa resmi dalam perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan
perencanaan dan pelakasanaan pembangunan serta pemerintahan, (4) bahasa resmi
dalam pengembangan kebudayaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan serta
teknologi modern (Hikmat dan Solihati, 2013: 17-18, lihat juga Arifin dan Tasai,
2009: 13-14).

Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat diketahui bahwa bahasa Indonesia dipakai
sebagai bahasa pengantar pada semua jenis dan tingkat lembaga pendidikan di
seluruh wilayah Republik Indonesia. Bahasa pengantar merupakan bahasa resmi
yang digunakan guru dalam menyampaikan pelajaran kepada murid di lembagalembaga pendidikan. Hal ini sejalan dengan pendapat Arifin dan Tasai (2009: 14)
yang menyatakan bahwa bahasa Indonesia merupakan bahasa pengantar di

3

lembaga-lembaga pendidikan mulai taman kanak-kanak sampai dengan perguruan
tinggi. Bahasa daerah, dalam hubungannya dengan fungsi bahasa Indonesia
berfungsi sebagai pendukung bahasa nasional, bahasa pengantar di lingkungan
sekolah di daerah tertentu pada tingkat permulaan untuk memperlancar pengajaran
bahasa Indonesia dan mata pelajaran lainnya, serta alat pendukung kebudayaan
daerah.

Sesuai dengan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa dalam pembelajaran
di kelas, guru sedapat mungkin menggunakan bahasa Indonesia dalam
menyampaikan

pelajaran.

Namun,

jika

kurang

memungkinkan

untuk

menggunakan bahasa Indonesia di kelas (contohnya di daerah-daerah tertentu)
guru dapat menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa pengantar di sekolah.

Lampung merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang penduduknya bersifat
Mejemuk. Penduduk tersebut berasal dari berbagai daerah di Indonesia yang
mempunyai latar belakang sosial budaya berbeda serta bahasa yang berbeda pula.
Sebagian besar di antara mereka masih menguasai bahasa daerah asalnya dan
masih manggunakan bahasa daerah tersebut untuk berkomunikasi dengan
masyarakat sekitarnya yang memiliki bahasa ibu sama. Sementara itu, bahasa
Indonesia merupakan bahasa kedua mereka yang digunakan untuk berkomunikasi
dengan antarsuku.

Kecamatan Purbolinggo merupakan salah satu kecamatan di Provinsi Lampung
yang memiliki bermacam-macam suku antara lain suku jawa, sunda dan lampung,

4

namun mayoritas bersuku jawa. Penduduk tersebut pada umumnya masih
menggunakan bahasa daerah (bahasa ibu) di lingkungan sekitarnya. Sejak kecil,
anak-anak di kecamatan tersebut menggunakan bahasa daerah (bahasa ibu) dalam
pergaulan sehari-hari, tetapi ketika anak-anak tersebut bertemu dengan lain suku,
mereka menggunakan bahasa Indonesia dalam berinteraksi dengan yang lainnya.
Mereka menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa daerah secara bergantian.
Dengan demikian, meraka berada dalam situasi kedwibahasaan. Tarigan (2009: 3)
menyatakan bahwa kedwibahasaan merupakan perihal pemakaian dua bahasa.
Dengan demikian, masyarakat kedwibahasaan merupakan masyarakat yang dalam
berkomunikasi menggunakan dua bahasa, yaitu bahasa daerah sebagai bahasa
pertama dan bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua.

Dalam situasi kedwibahasaan, akibat yang dapat ditimbulkan adalah terjadinya
alih kode dan campur kode. Alih kode merupakan peristiwa peralihan atau
pergantian bahasa yang satu ke dalam bahasa yang lainnya. (Chaer dan Leoni,
2004: 107). Campur kode merupakan peristiwa menyelipkan serpihan-serpihan
bahasa lain ke dalam bahasa tutur yang digunakan penutur (Chaer dan Leoni,
2004: 115). Misalnya, seorang penutur yang dalam berbahasa Indonesia masih
banyak menyelipkan serpihan-serpihan bahasa daerahnya, dapat dikatakan
melakukan campur kode. Contoh alih kode percakapan antara seorang sekretaris
(S) dengan majikannya (M) dapat dikemukakan sebagai berikut.
S
M
S
M

: Apakah Bapak sudah jadi membuat lampiran surat ini?
: O, ya, sudah. Inilah!
: Terima kasih
: Surat ini berisi permintaan borongan untuk memperbaiki kantor sebelah.
Saya sudah kenal dia. Orangnya baik, banyak relasi, dan tidak banyak
mencari untung. Lha saiki yen usahane pengin maju kudu wani ngono

5

S
M
S
M

S

(..... Sekarang jika usahanya ingin maju harus berani bertindak
demikian...)
: Panci ngaten, Pak (Memang begitu, Pak)
: Panci ngaten priye? (Memang bagitu bagaiman?)
: Tegesipun mbok modalipun kados menapa, menawi (Maksudnya, betapa
pun besarnya modal kalau.....)
: Menawa ora akeh hubungane lan olehe mbathi kakehan, usahane ora
bakal dadi. Ngono karepmu? (kalau tidak banyak hubungan, dan terlalu
banyak mengambil untung usahanya tidak akan jadi. Begitu
maksudmu?)
Lha inggih ngaten! ( Memang begitu, bukan?)

Contoh campur kode percakapan antara informan (inf) dan Pemasang Iklan (PI)
Lokasi
Bahasa
Waktu
Topik
Inf
PI
Inf

PI
Inf

: di bagian iklan kantor surat kabar Harian Indonesia
: Indonesia dan Jawa
: Senin, 18 November 1988, pukul 11.00 WIB
: memilih halaman untuk memasang iklan
: Jenengan mau pasang di halaman berapa? (Anda, mau pasang di
halaman berapa?)
: Teng halaman ngajeng lah ( di halaman delapan saja lah)
: Kalau mau dihalaman lain. Dino Selasa halaman delapan penuh
lho ! Nggak ada lagi ! (kalau mau di halaman lain. Hari selasa
halaman delapan penuh lho. Tidak ada lagi)
: Lek ngonten niku kulo tangletin Direktur dulu (Kalau demikian
saya beritahukan direktur dulu). Dia maunya di halaman delapan.
: Geh pun, jenengan tangletin beliau. Iklan niki sangat katah.
(Baik, kamu beri tahu dia. Iklan hari ini sangat banyak). Kalau mau
kamu harus segera datang lagi.

Alih kode dan campur kode dapat juga terjadi di lingkungan sekolah yang
memiliki bermacam-macam suku. Hal ini tidak hanya dapat terjadi pada siswa
sebagai pelajar bahasa kedua, tetapi juga dapat terjadi pada guru yang mempunyai
latar belakang kebahasaan (bahasa ibu) yang sama dengan siswa. Sesuai dengan
penjelasan pasal 33, Bab VII, UU RI Nomer 20 tahun 2003 dapat diketahui bahwa
bahasa pengantar yang digunakan di lingkungan sekolah adalah bahasa Indonesia.
Seorang guru dan murid diharuskan menggunakan bahasa Indonesia yang baik
dan benar di lingkungan sekolahnya dalam berkomunikasi. Namun, berdasarkan

6

hal tersebut dapat dilihat bahwa di lingkungan SMA N 1 Purbolinggo Kabupaten
Lampung Timur guru dan murid masih melakukan alih kode dan campur kode.
Hal tersebut didukung karena guru dan murid di lingkungan SMA N 1
Purbolinggo Kabupaten Lampung Timur memliki suku yang berbeda. Namun,
guru dan murid dalam berkomunikasi di lingkungan sekolah tersebut dalam
penggunaan bahasanya bisa saja terjadi dalam bahasa asing. Dengan demikian
dalam berkomunikasi guru dan murid di lingkungan sekolah tersebut dapat terjadi
adanya alih kode dan campur kode. Peristiwa alih kode dan campur kode tersebut
dapat juga terjadi dalam pembelajaran di sekolah. Pada penelitian ini dikaitkan
dengan pendidikan, maka, peneliti mengimplikasikan alih kode dan campur kode
terhadap pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Bertolak dari kemungkinan
tersebut, peneliti merasa tertarik dan perlu untuk melakukan penelitian mengenai
“Alih Kode dan Campur Kode di Lingkungan SMA Negeri 1 Purbolinggo
Kabupaten Lampung Timur dan Implikasinya dalam Pembelajaran Bahasa dan
Sastra Indonesia (Suatu Kajian Sosiolinguistik)”

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, didapat rumusan masalah dalam
penelitian ini sebagai berikut.
1.

Bagaimanakah bentuk alih kode dan campur kode di Lingkungan SMA
Negeri 1 Purbolinggo Kabupaten Lampung Timur?

2.

Apakah penyebab alih kode dan campur kode di Lingkungan SMA Negeri
1 Purbolinggo Kabupaten Lampung Timur?

7

3.

Bagaimanakah implikasi alih kode dan campur kode di Lingkungan SMA
Negeri 1 Purbolinggo Kabupaten Lampung Timur dalam Pembelajaran
Bahasa dan Sastra Indonesia?

1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah dan rumusan masalah tersebut, penelitian
ini bertujuan sebagai berikut.
1.

Mengatahui bentuk alih kode dan campur kode di Lingkungan SMA
Negeri 1 Purbolinggo Kabupaten Lampung Timur.

2.

Mengetahui penyebab bentuk alih kode dan campur kode di Lingkungan
SMA Negeri 1 Purbolinggo Kabupaten Lampung Timur.

3.

Mengetahui implikasi alih kode dan campur kode di Lingkungan SMA
Negeri 1 Purbolinggo Kabupaten Lampung Timur dalam Pembelajaran
Bahasa dan Sastra Indonesia.

1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1

Manfaat Teoretis
Secara teoretis, penelitian diharapkan dapat menambah referensi penelitian
di bidang kebahasaan yaitu mengenai sosiolinguistik khususnya pada
kajian alih kode dan campur kode.

1.4.2

Manfaat Praktis

1) Bagi guru, dapat memberikan informasi dan gambaran mengenai masalah
kebahasaan yang berkaitan dengan alih kode dan campur kode di
lingkungan sekolah serta memberi sumbangan pemikiran kepada guru agar

8

dapat mengantisipasi terjadinya alih kode dan campur kode yang mungkin
terjadi.
2) Bagi penelitian, peneliti yang menaruh minat terhadap kajian kebahasaan
mengenai sosiolinguistik khususnya pada kajian alih kode dan campur
kode, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan dan dasar
bagi penelitian lanjutan.

9

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sosiolinguistik
Sebagai alat komunikasi dan alat ienteraksi yang hanya dimiliki manusia, bahasa
dapat dikaji secara internal maupun secara eksternal. Kajian secara internal,
artinya pengkajian itu hanya dilakukan terhadap struktur intern bahasa itu saja,
seperti struktur fonologisnya, struktur morfologisnya, atau struktur sintaksisnya.
Kajian secara internal ini akan menghasilkan perian-perian bahasa itu saja tanpa
ada kaitannya dengan masalah lain di luar bahasa. Kajian internal ini dilakukan
dengan menggunakan teori-teori dan prosedur-prosedur yang ada dalam disiplin
linguistik saja.

Sebaliknya, kajian secara eksternal, berarti kajian itu dilakukan terhadap hal-hal
atau faktor-faktor yang berada di luar bahasa yang berkaitan dengan pemakaian
bahasa itu oleh penuturnya di dalam kelompok-kelompok sosial masyarakat.
Pengkajian secara ekternal ini akan menghasilkan rumusan-rumusan atau kaidahkaidah yang berkenaan dengan kegunaan dan penggunaan bahasa tersebut dalam
segala kegiatan manusia di dalam masyarakat. Pengkajian secara eksternal ini
tidak hanya menggunakan teori dan prosedur linguistik saja, tetapi juga dengan
menggunakan teori dan prosedur disiplin lain yang berkaitan dengan penggunaan
bahasa tersebut. Jadi, kajian bahasa secara eksternal ini melibatkan dua disiplin

10

ilmu atau lebih, sehingga wujudnya berupa ilmu antar disiplin yang namanya
merupakan gabungan dari disiplin ilmu-ilmu yang bergabung itu, seperti
sosiolinguistik yang merupakan gabungan disiplin ilmu sosiologi dengan
linguistik.

Manusia sebagai makhluk sosial memiliki kebutuhan untuk selalu berinteraksi
dengan sesamanya dengan menggunakan bahasa. Sosiolinguistik mengkaji
mengenai bahasa yang dihubungkan dengan masyarakat penuturnya. Chaer dan
Leoni (2010: 2) mengemukakan bahwa sosiolinguistik merupakan bidang ilmu
antardisiplin yang mempelajari bahasa dalam kaitannya dengan penggunaan
bahasa itu di dalam masyarakat (lihat juga Aslinda dan Leni, 2010:6).
Kridalaksana (2011: 225) mengemukakan bahwa sosiolinguistik merupakan
cabang linguistik yang mempelajari hubungan dan saling pengaruh antara perilaku
bahasa dan perilaku sosial.

Sebagai objek dalam sosiolinguistik, bahasa tidak dilihat atau dideteksi sebagai
bahasa sebagaimana dilakukan oleh linguistik umum, melainkan dilihat atau
dideteksi sebagai sarana interkasi atau komunikasi di dalam masyarakat manusia
(Chaer dan Leoni, 2010: 3). Dengan demikian, sosisolinguistik merupakan kajian
yang menggabungkan antara dua bidang ilmu antardisiplin, dan mempelajari
penggunaan bahasa dalam masyarakat penuturnya.

11

2.2 Hakikat Bahasa
Kalau seseorang mengatakan “saya lapar, saya ingin makan nasi, berikanlah
kepada saya sepiring nasi”, sebenarnya orang tersebut hanya mendengar deretan
bunyi. Deretan bunyi ini berwujud kalimat. Perkataan atau pengeluaran bunyibunyi tersebut karena ada desakan dari dalam tubuh, yakni perasaan lapar.
Seseorang mengatakan lapar dan untuk menyatakan perasaan lapar tersebut,
dalam bahasa Indonesia tersedia kata lapar. Apabila seseorang berkata “saya
kenyang, saya ingin makan nasi”. Orang yang mendengar ujaran itu pasti heran.
Heran karena orang kenyang, meminta nasi lagi. Dengan mengatakan “saya lapar”
berarti orang tersebut menyatakan sesuatu. Orang berkata dengan mengeluarkan
bunyi-bunyi, ini berarti bahwa bahasa tidak lain adalah bunyi-bunyi yang
dikeluarkan oleh alat bicara manusia dan harus bermakna (Pateda, 2011: 5).

Di dalam buku lingustik dari berbagai pakar akan kita jumpai berbagai rumusan
mengenai hakikat bahasa. Rumusan-rumusan tersebut jika dibutiri akan
menghasilkan sejumlah ciri yang merupakan hakikat bahasa. Ciri-ciri yang
merupakan hakikat bahasa tersebut, antara lain, adalah bahwa bahasa itu sebuah
sistem lambang. Berupa bunyi, bersifat arbitrer, produktif, dinamis, beragam, dan
manusiawi. Chaer dan Leoni (2010: 11) menyatakan bahwa bahasa adalah sebuah
sistem, artinya, bahasa itu dibentuk oleh sejumlah komponen yang berpola secara
tetap dan dapat dikaidahkan. Para pakar linguistik deskriptif biasanya
mendefinisikan bahasa sebagai “satu sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer”,
yang kemudian lazim ditambah dengan “yang digunakan oleh sekelompok
anggota masyarakat untuk berinteraksi dan mengidentifikasikan diri (chaer, 2009:

12

30). Sejalan dengan hal tersebut, Chaer (2003: 33) mengemukakan bahasa adalah
sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh para anggota kelompok
sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri.

Manusia tidak bisa hidup menyendiri, tetapi saling berhubungan satu sama yang
lainnya atau lebih dikenal dengan istilah hidup bermasyarakat. Kegiatan seseorang
akan bergantung kepada penggunaan bahasa masyarakat yang dimaksud. Oleh
karena itu, bahasa tidak dapat terpisahkan dari manusia dan mengikuti kepada
setiap aspek pekerjaan manusia. Selanjutnya, bahasa merupakan kepribadian yang
baik dan buruk, tanda keluarga atau bangsa, tanda dari budi kemanusiaan dan
identitas sosial.

Berdasarkan pendapat tersebut, bahasa adalah suatu sistem lambang bunyi yang
arbitrer dan merupakan alat yang paling vital bagi manusia sebagai alat untuk
berinteraksi antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya, baik
antarindividu maupun antarkelompok.

2.3 Fungsi Bahasa
Secara tradisional kalau ditanyakan apakah bahasa itu, akan dijawab bahwa
bahasa adalah alat untuk berinteraksi atau alat untuk berkomunikasi, dalam arti,
alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep, atau juga perasaan. Bagi
sosiolinguistik konsep bahwa bahasa adalah alat atau berfungsi untuk
menyampaikan pikiran dianggap terlalu sempit, sebab yang menjadi persoalan

13

sosiolinguistik adalah who speak what language to whom, when and to what end.
Oleh kerana itu, fungsi-fungsi bahasa itu antara lain dapat dilihat dari sudut
penutur, pendengar, topik, kode, dan amanat pembicaraan (Chaer dan Leoni,
2010: 14-15).

Fungsi utama bahasa adalah sebagai sarana komunikasi antarmanusia. Bahasa
memainkan peranan penting dalam kehidupan manusia. Manusia melalui bahasa
dapat menyampaikan perasaan atau pikiran kepada orang lain. Fungsi bahasa yang
lainnya, yaitu sebagai sarana berekspresi dengan diri sendiri. Misalnya, manusia
sedang berfikir, bermimpi, atau berimajinasi. Sehubungan dengan itu, fungsi
bahasa adalah sebagai sarana untuk berhubungan dengan orang lain dan sarana
untuk berekspresi dengan diri sendiri.

Fungsi utama bahasa sebagai sarana komunikasi dan fungsi-fungsi bahasa yang
lainnya seperti dikemukakan Halliday dalam Tarigan (2009: 6-8) bahwa bahasa
mempunyai beberapa fungsi, yaitu (1) fungsi instrumental, yaitu untuk melayani
pengelolaan lingkungan, menyebabkan peristiwa-peristiwa tertentu terjadi, (2)
fungsi regulasi, yaitu untuk mengawasi serta mengendalikan peristiwa-peristiwa.
Fungsi regulasi ini memang agak sulit dibedakan dari fungsi instrumental. Fungsi
regulasi atau fungsi pengaturan ini bertindak untuk mengendalikan serta mengatur
orang lain, (3) fungsi pemerian, yaitu untuk membuat pernyataan-pernyataan,
menyampaikan fakta-fakta dan pengetahuan, menjelaskan atau melaporkan,
dengan kata lain menggambarkan realitas yang sebenarnya, seperti yang dilihat
seseorang, (4) fungsi interaksi, yaitu untuk menjamin serta memantapkan

14

ketahanan dan kelangsungan komunikasi, interaksi sosial, (5) fungsi peroranga,
yaitu untuk memberikan kesempatan kepada seorang pembicara untuk
mengekspresikan perasaan, emosi, pribadi, serta reaksi-reaksinya yang mendalam,
(6) fungsi heuristik, yaitu untuk memperoleh ilmu pengetahuan, mempelajari
seluk beluk lingkungan,

dan (7) fungsi imajinatif, yaitu untuk melayani

penciptaan sistem-sistem atau gagasan yang bersifat imajinatif (lihat juga Tarigan,
2009: 5-7)

Bahasa sebagai sarana komunikasi, tidak lepas dari fungsi interaksional, yaitu
bahasa sebagai alat untuk berinteraksi antarmanusia. Manusia tidak bisa hidup
menyendiri, tetapi memerlukan bantuan manusia lain. Manusia dalam kegiatan
interaksinya memerlukan norma-norma yang sama dalam memakai bentuk-bentuk
bahasa agar terjadi kesinambungan berinteraksi. Oleh karena itu, bahasa sebagai
fungsi interaksional mempunyai peranan yang sangat penting dalam semua aspek
pekerjaan manusia.

Chaer dan Leoni (2010: 15-17) mengemukakan bahwa fungsi bahasa dapat dilihat
dari sudut penutur, pendengar atau lawan biacara, kontak antar penutur dan
pendengar, topik ujaran, kode yang digunakan, dan amanat. Dilihat dari sudut
penutur, bahasa berfungsi sebagai personal atau pribadi. Dari sudut pendengar
atau lawan bicara, bahasa berfungsi sebagai direktif, yaitu mengatur tingkah laku
pendengar. Dilihat dari sudut kontak antara penutur dan pendengar, fungsi bahasa
sebagai fatik, yaitu menjalin hubungan, memelihara, memperlihatkan perasaan
bersahabat, atau solidaritas sosial. Dilihat dari sudut topik ujaran, fungsi bahasa

15

sebagai refrensial, yaitu alat untuk membicarakan objek atau peristiwa yang ada di
sekeliling penutur atau yang ada dalam budaya pada umumnya. Dilihat dari sudut
kode yang digunakan, fungsi bahasa sebagai metalingual atau metalinguistik,
yaitu bahasa itu digunakan untuk membicarakan bahasa itu sendiri. Dan dilihat
dari sudut amanat, fungsi bahasa sebagai imajinatif, yaitu untuk menyampaikan
pikiran, gagasan, dan perasaan baik yang sebenarnya maupun yang hanya
imajinatif (khayalan atau rekaan) saja.

Chaer (2009: 33) mengemukakan bahwa fungsi bahasa adalah alat interaksi sosial,
dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep, atau juga perasaan.
Michael dalam Chaer (2009: 33) mengemukakan bahasa fungsi bahasa
mencangkup lima fungsi dasar, yaitu fungsi ekspresi merupakan fungsi bahasa
sebagai alat untuk melahirkan ungkapan-ungkapan batin yang ingin disampaikan
seorang penutur kepada orang lain, fungsi informasi merupakan fungsi bahasa
sebagai alat untuk menyampaikan pesan atau amanat kepada orang lain, fungsi
eksplorasi merupakan fungsi bahasa sebagai alat untuk menjelaskan suatu hal,
perkara, dan keadaan, fungsi persuasi merupakan fungsi bahasa sebagai
penggunaan bahasa yang bersifat mempengaruhi atau mengajak orang lain untuk
melakukan atau tidak melakukan sesuatu secara baik-baik, dan fungsi entertaimen
merupakan fungsi bahasa dengan maksud menghibur, menyenangkan, atau
memuaskan perasaan batin.

Karena bahasa ini digunakan manusia dalam segala tindak kehidupan, sedangkan
perilaku dalam kehidupan itu sangat luas dan beragam, maka fungsi-fungsi bahasa

16

itu bisa menjadi sangat banyak sesuai dengan banyaknya tindak dan prilaku serta
keperluan manusia dalam kehidupan (Chaer, 2009: 33). Hikmat dan Nani (2013:
19) mengemukakan bahwa bahasa memiliki dua fungsi. Fungsi ini terbagi ke
dalam fungsi umum dan fungsi khusus. Fungsi umum sebagai alat untuk
mengungkapkan perasaan atau mengeskpresikan diri, sebagai alat komunikasi,
sebagai alat berinteraksi dan beradaptasi sosial, serta sebagai alat kontrol sosial.
Adapun fungsi khusus sebagai mengadakan hubungan dalam pergaulan seharihari, mewujudkan seni (sastra), mempelajari bahasa-bahasa kuno, dan
mengeksploitasi iptek.

2.4 Ragam atau Variasi Bahasa
Sebuah bahasa mempunyai sistem dan subsistem yang dipahami sama oleh semua
penutur bahasa itu. Meski berada dalam masyarakat tutur, penutur bahasa tersebut
tidak merupakan kumpulan manusia yang homogen, sehingga wujud bahasa yang
konkret, yang disebut perale menjadi tidak beragam. Terjadinya keragaman atau
kevariasian bahasa itu bukan hanya disebabkan oleh para penuturnya yang tidak
homogen, melainkan karena kegiatan interaksi sosial yang mereka lakukan sangat
beragam. Setiap kegiatan memerlukan atau menyebabkan terjadinya keragaman
bahasa itu. Keragaman ini akan semakin bertambah kalau bahasa tersebut
digunakan oleh penutur yang sangat banyak, serta wilayah yang sangat luas
(Chaer dan Leoni, 2010: 61). Misalnya, bahasa inggris yang digunakan hampir di
seluruh dunia, bahasa arap yang luas wilayahnya dari Jabal Thariq di Afrika Utara
sampai ke perbatasan Iran (dan juga sebagai bahasa agama Islam dikenal hampir

17

di seluruh dunia), dan bahasa Indonesia yang wilayah penyebarannya dari Sabang
sampai Merauke.

Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang majemuk. Kemajemukan tersebut
salah satunya dilatarbelakangi oleh kemajemukan bahasa yang digunakannya.
Muncul variasi atau ragam bahasa karena ada kebutuhan pemakai bahasa yang
diesuaikan dengan fungsi dan situasi penggunaannya. Bahasa sebagai sarana
komunikasi dan salah satu ciri pembeda antara manusia dan hewan. Bahasa adalah
milik manusia dan merupakan salah satu ciri pembeda utama antara manusia
dengan makhluk hidup lainnya di dunia ini. Sebagaimana kita lakukan bahwa
setiap kegiatan menggunakan bahasa. Kegiatan tersebut dilakukan dengan sadar
dan mempunyai tujuan tertentu, yaitu untuk mencapai sasaran yang ditentukan.
Oleh karena itu, setiap kita menggunakan bahasa baik dalam kegiatan membaca,
menulis, berbicara, maupun menyimak selalu mempunyai fungsi yang dijalankan.
Fungsi-fungsi bahasa yang dijalankan melahirkan ragam atau variasi bahasa.

Dalam beberapa masyarakat tertentu ada semacam kesepakatan untuk
membedakan adanya dua macam variasi bahasa yang dibedakan berdasarkan
status pemakaiannya. Yang pertama adalah variasi bahasa tinggi, dan yang kedua
adalah variasi bahasa rendah. Variasi bahasa tinggi digunakan dalam situasisituasi resmi, seperti pidato kenegaraan, bahasa pengantar dalam pendidikan,
khotbah, surat-menyurat resmi, dan buku pelajaran. Variasi bahasa tinggi ini harus
dipelajari melalui pendidikan formal di sekolah-sekolah. Sedangkan variasi
bahasa rendah digunakan dalam situasi yang tidak formal, seperti di rumah, di

18

warung, di jalan, dalam surat-surat pribadi, dan catatan untuk diri sendiri. Variasi
bahasa rendah dipelajari secara langsung di dalam masyarakat umum, dan tidak
pernah dalam pendidikan formal. Keadaan ini, adanya pembedaan variasi bahasa
tinggi dan variasi bahasa rendah disebut dengan istilah diglosia, sedangkan
masyarakat yang mengadakan pembedaan ini disebut masyarakat diglosis (Chaer,
2003: 62). Variasi bahasa tinggi dan variasi bahasa rendah biasanya mempunyai
nama yang berlainan. Variasi bahasa Yunani tinggi disebut katherevusa dan
variasi bahasa Yunani rendah disebut dhimotiki; variasi bahasa Arab tinggi
disebut al-fusha dan variasi bahasa Arab rendah disebut ad-darij. Dalam bahasa
Indonesia variasi bahasa tinggi barangkali sama dengan ragam bahasa Indonesia
baku dan variasi bahasa rendah sama dengan ragam bahasa Indonesia nonbaku.

Chaer dan Leoni (2010: 62) mengungkapkan bahwa variasi atau ragam bahasa ini
ada dua pandangan. Pertama, variasi atau ragam bahasa itu dilihat sebagai akibat
adanya keragaman sosial penutur bahasa itu dan keragaman fungsi bahasa itu.
Jadi, variasi atau ragam bahasa itu terjadi sebagai akibat dari adanya keragaman
sosial dan keragaman fungsi bahasa. Andaikata penutur bahasa itu adalah
kelompok yang homogen, baik etnis, status sosial, maupun lapangan pekerjaan,
maka variasi atau keragaman itu tidak akan ada, artinya bahasa itu menjadi
seragam. Kedua, variasi atau ragam bahasa itu sudah ada untuk memenuhi
fungsinya sebagai alat interaksi dalam kegiatan masyarakat yang beraneka ragam.
Kedua pandangan ini dapat saja diterima ataupun ditolak. yang jelas, variasi atau
ragam bahasa itu dapat diklasifikasikan berdasarkan adanya keragaman sosial dan

19

fungsi kegiatan di dalam masyarakat sosial. Berikut ini akan dibicarakan variasivariasi bahasa tersebut.

2.4.1 Variasi dari Segi Penutur
Arifin dan Tassai (2008: 16) mengemukakan bahwa ada dua bahasa, yaitu bahasa
Indonesia dan bahasa daerah. Bahasa Indonesia lahir sebagai bahasa kedua bagi
sebagian besar warga Indonesia. Yang pertama kali muncul atas dasar diri
seseorang adalah bahasa daerah (bahasa ibu). Bahasa Indonesia baru dikenal anakanak setelah mereka sampai pada usia sekolah (taman kanak-kanak). penutur
bahasa Indonesia yang mempergunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa ibu
tidak besar jumlahnya. Mereka hanya terbatas pada orang-orang yang lahir
dariorang tua yang mempunyai latar belakang bahasa daerah yang berbeda,
sebagian orang yang lahir di kota-kota besar, dan orang yang mempunyai latar
belakang bahasa melayu. Dengan demikian, kalau dipandang bahasa Indonesia
sebagai bahasa ibu, bahasa Indonesia itu tidak penting. Akan tetapi, pandangan itu
tidak tertuju pada masalah bahasa ibu. Jumlah penutur yang dimaksud adalah
jumlah penutur yang memberlakukan bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua.

Chaer dan Leonie (2010: 62) mengemukakan bahwa variasi yang pertama yang
kita lihat berdasarkan penuturnya adalah variasi bahasa yang disebut idiolek,
yakni variasi bahasa yang bersifat perseorangan. Menurut konsep idiolek, setiap
orang mempunyai variasi bahasanya atau idioleknya masing-masing. Variasi
idiolek ini berkenaan dengan “warna” suara, pilihan kata, gaya bahasa, susunan
kalimat, dan sebagainya. Namun yang paling dominan adalah “warna” suara itu,

20

sehingga jika kita cukup akrab dengan seseorang hanya dengan mendengar suara
bicaranya tanpa melihat orangnya kita dapat mengenalinya (lihat juga Solihati dan
Nani, 2013: 11).

Variasi bahasa kedua berdasarkan penuturnya adalah yang disebut dialek, yakni
variasi bahasa dari sekelompok penutur yang jumlahnya relatif, yang berada pada
satu tempat, wilayah, atau area tertentu. Karena dialek ini didasarkan pada
wilayah atau area tempat tinggal penutur, maka dialek ini lazim disebut dialek
areal, dialek regional atau dialek goegrafi. Para penutur dalam suatu dialek,
meskipun mereka mempunyai idioleknya masing-masing, memiliki kesamaan ciri
yang menandai bahwa mereka berada pada satu dialek, yang berbeda dengan
kelompok penutur lain, yang berada dalam dialeknya sendiri dengan ciri lain yang
menandai dialeknya juga (lihat juga Solihati dan Nani, 2013: 11)..

Variasi ketiga berdasarkan penutur adalah yang disebut kronolek atau dialek
temporal, yaitu variasi bahasa yang digunakan oleh kelompok sosial pada masa
tertentu. Umpamanya, variasi bahasa Indonesia pada masa tigapuluhan, variasi
yang digunakan tahun limapuluhan, dan variasi yang digunakan pada masa kini.
Variasi bahasa pada ketiga zaman itu tentunya berbeda, baik dari segi lafal, ejaan,
morfologi, maupun sintaksis. Yang paling tampak biasanya dari segi leksikon,
karena bidang ini mudah sekali berubah akibat perubahan sosial budaya, ilmu
pengetahuan, dan teknologi.

21

Variasi bahasa yang keempat berdasarkan penuturnya adalah apa yang disebut
sosiolek atau dialek sosial, yakni variasi bahasa yang berkenaan dengan status,
golongan, dan