ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMP NEGERI 12 KERINCI

  

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE

DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA

DI SMP NEGERI 12 KERINCI

1 2 2 1 Nelvia Susmita , Yetty Morelent , Eva Krisna

  Magister Pendidikan Bahasa Indonesia, Program Pascasarjana, Universitas Bung Hatta, 2 Dosen Pascasarjana Universitas Bung Hatta.

  Email: nelviasusmita90@gmail.com

  

ABSTRACK

This research starts from observations carried out in SMP Negeri 12 Kerinci.

  

Observationally it is known that in the process of learning, particularly language learning

Indonesia tend to use instead of code and language code mixed Indonesia into local

languages (Kerinci, Minangkabau, Jambi). The use of code switching and code interference

by teachers and students in the learning process Indonesian in SMP Negeri 12 Kerinci very

interesting to be investigated, so as to provide an overview over the use of mixed code and

the code is done by teachers and students. This study aimed to describe the form, types,

causes, and functions of code switching and mixed code. The theory, which provided the

Foundation for analyzing over code and mix code in this study is taken from Suwito (1983),

Ohoiwutun (2002), Chaer (2010), Siregar (2011), and Rokhman (2013). This research is

qualitative research. The data of this study is the language used by teachers and students in

the learning process Indonesian in SMP Negeri 12 Kerinci. In qualitative research, which

became an instrument or tool is the researcher's own research. To collect the data in this

study include the observation (see), recording technique (video) and field notes. After data

collection was continued by analyzing the forms, types, causes and functions of code

switching and mixed code. Based on research data that found (1) a form of code and mixed

code: (a) over the code clause; and (b) mixed code in the form of a word and phrase. (2)

Types of code and mixed code found, namely: (a) over the code and mix internal code and (b)

over the code and code external interference. (3) Factors causing over existing code 2,

namely: (a) changes in the situation and (b) affected the speaker. While the causes of mixed

code that is: (a) habit, (b) vocabulary, and (c) humor. (4) The transfer function of the code:

(a) to explain; (b) ask; (c) scold; (d) asserted; and (e) reminded. Furthermore mixed function

code that is: (a) as replacement sentence and (b) familiarizing. From the results it can be

concluded that the use of the code more often used by students and teachers in the process of

language learning Indonesia. The use of mixed code and code that are often found in the

form of words and sentences. Instead of code that used students and teachers at a time when

Indonesia language learning has a reason and a clear function. In connection with this,

along with an increased ability to control language owned by students whether oral or

written, Indonesia language teachers SMP Negeri 12 Kerinci needs to restrict the use of

mixed code and code in the Indonesia language teaching in the classroom.

  Keywords: code switching, mixed code, forms, types, causes, and function.

  ABSTRAK Penelitian ini berawal dari hasil observasi yang dilaksanakan di SMP Negeri 12 Kerinci.

  Berdasarkan hasil observasi diketahui bahwa dalam proses pembelajaran, khususnya pembelajaran bahasa Indonesia cenderung menggunakan alih kode dan campur kode bahasa daerah (Kerinci, Melayu Jambi, Minangkabau)Penggunaan alih kode dan campur kode oleh guru dan siswa dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia di SMP Negeri 12 Kerinci sangat menarik untuk diteliti, sehingga dapat memberikan gambaran penggunaan alih kode dan campur kode yang dilakukan oleh guru dan siswa. Teori yang dijadikan landasan untuk menganalisis alih kode dan campur kode dalam penelitian ini adalah yang dikemukakan oleh Suwito (1983), Ohoiwutun (2002), Chaer (2010), Siregar (2011), dan Rokhman (2013). Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Data penelitian adalah bahasa yang digunakan guru dan siswa dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia di SMP Negeri 12 Kerinci. Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini meliputi observasi (simak), rekam (video), dan catatan lapangan. Pengumpulan data dilanjutkan dengan penganalisisan wujud, jenis, faktor penyebab, dan fungsi alih kode dan campur kode. Berdasarkan data penelitian, ditemukan (1) wujud alih kode dan campur kode, yakni: (a) alih kode klausa dan kalimat; dan (b) campur kode berupa kata dan frasa. (2) Jenis alih kode dan campur kode yang ditemukan, yakni: (a) alih kode dan campur kode intern dan (b) alih kode dan campur kode ekstern. (3) Faktor penyebab alih kode ada 2, yakni: (a) perubahan situasi; (b) ingin dianggap terpelajar; dan (c) terpengaruh lawan bicara. Faktor penyebab campur kode, yakni: (a) kebiasaan; (b) penguasaan kosakata; (c) situasi; dan (d) humor. (4) Adapun fungsi alih kode yakni: (a) untuk Selanjutnya, fungsi campur kode, yakni: (a) sebagai penyisip kalimat dan (b) mengakrabkan.

  Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penggunaan alih kode lebih sering digunakan oleh siswa dan guru dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia. Penggunaan alih kode dan campur kode yang sering ditemukan berupa kata dan kalimat. Alih kode yang digunakan siswa dan guru pada saat pembelajaran bahasa Indonesia memiliki alasan dan fungsi yang jelas. Sehubungan dengan hal ini, seiring dengan meningkatnya kemampuan penguasaan bahasa yang dimiliki oleh siswa baik secara lisan maupun tulis, guru bahasa Indonesia SMP Negeri 12 Kerinci perlu membatasi penggunaan alih kode dan campur kode dalam pengajaran bahasa Indonesia di kelas.

  Kata Kunci: alih kode, campur kode, wujud, jenis, faktor penyebab, dan fungsi. pembelajaran bahasa Indonesia tersebut

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah bahasa daerah sangat mempengaruhi guru

  dan siswa dalam berbahasa. Hal tersebut Melalui survei dan wawancara mengakibatkan penggunaan bahasa pada tanggal 10 Januari 2014 di SMP N 12 Indonesia menjadi berkurang. Ada

  Kerinci dengan guru bahasa Indonesia, beberapa faktor yang terjadi, di antaranya Zubir, S.Pd., diketahui bahwa dalam siswa belum percaya diri dalam proses pembelajaran, khususnya menggunakan bahasa Indonesia, metode pembelajaran dari guru masih kurang, penguasaan bahasa Indonesia oleh siswa masih kurang, pengaruh lingkungan yang kurang mendukung, dan motivasi siswa dalam belajar bahasa Indonesia juga masih kurang. Hal yang demikian membuat peserta didik di lingkungan sekolah, khususnya dalam pembelajaran bahasa Indonesia kerap melakukan alih kode

  (code-switching) dan campur kode (code- mixing) .

  Alih kode merupakan suatu fenomena kebahasaan yang bersifat sosiolinguistik dan merupakan gejala yang umum dalam masyarakat dwibahasa atau multibahasa. Alih kode bisa saja terjadi di sekolah pada saat proses pembelajaran berlangsung baik pada guru maupun pada siswa. Penelitian perkodean sebenarnya dapat meliputi berbagai hal, seperti campur kode, alih kode interferensi dan integrasi. Menurut Chaer (2010:114), alih kode dan campur kode adalah penggunaan dua sebuah bahasa dalam satu masyarakat tutur.

  Dalam pembelajaran bahasa Indonesia, sebenarnya peserta didik bukan saja dituntut agar mengerti teori bahasa, namun juga dituntut agar fasih dalam menggunakan bahasa Indonesia. Namun, hal yang demikian kurang terwujud dalam kenyataan. Siswa lebih dominan menggunakan bahasa daerah dan bahasa ibu dalam berkomunikasi. Kebiasaan tersebut menyebabkan peserta didik cendrung menggunakan bahasa daerah dalam berkomunikasi, termasuk dalam proses belajar mengajar bahasa Indonesia.

  Alih kode yang kerapkali ditemukan berupa bahasa Indonesia ke bahasa Kerinci atau sebaliknya, bahasa Indonesia ke bahasa Minang atau sebaliknya, dan seterusnya. Selanjutnya, campur kode yang terjadi berupa kata, frasa, klausa, dan kalimat.

  Untuk itu, penelitian ini berfokus pada masalah perkodean tersebut, yakni alih kode dan campur kode yang terjadi dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia di SMP Negeri 12 Kerinci. Adapun aspek alih kode dan campur kode yang diteliti adalah yang terjadi dalam proses belajar mengajar bahasa Indonesia .

  1.2 Identifikasi Masalah

  Berdasarkan latar belakang, muncul beberapa permasalahan yang perlu diatasi, antara lain sebagai berikut: (1) kurangnya rasa percaya diri pada siswa; (2) kurangnya motivasi siswa dalam mempelajari tata bahasa dalam bahasa Indonesia; (3) kurang terbiasanya siswa dalam menggunakan bahasa Indonesia dalam proses pembelajaran; (4) metode mengajar yang kurang tepat; (5) memampuan siswa dalam penguasaan bahasa Indonesia yang beragam; (6) lingkungan yang kurang mendukung siswa dalam pembelajaran; dan (7) kurangnya pada siswa.

  1.3 Batasan dan Rumusan Masalah

  Permasalahan yang telah diuraikan dalam identifikasi masalah masih terlalu luas sehingga tidak dapat diteliti seluruhnya dalam penelitian ini. Oleh karena itu, pembatasan penelitian ini mencakup hal-hal sebagai berikut.

  1. Variasi bahasa dalam bentuk alih kode dan campur kode yang dipakai oleh siswa dan guru dalam proses belajar mengajar pada peristiwa komunikasi lisan.

  2. Penelitian mengkaji variasi bahasa berfokus pada alih kode dan campur kode antara bahasa Indonesia, Inggris, Kerinci, Jambi, dan Minang.

  3. Wujud alih kode dan campur kode dalam penelitian ini dibatasi pada peristiwa komunikasi lisan pada pembelajaran bahasa Indonesia.

  4. Penelitian mengkaji fungsi alih kode dan campur kode dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia.

  3. Mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya peristiwa alih kode dan campur kode dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SMP Negeri 12 Kerinci

  2. KAJIAN TEORETIS

  c) Penelitian ini bisa digunakan sebagai alternatif model penelitian sosiolinguistik selanjutnya.

  b) Penelitian ini dapat memberi pengetahuan kepada guru, siswa, dan peneliti mengenai alih kode dan campur kode yang terjadi dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SMP N 12 Kerinci

  a) Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan acuan penelitian sosiolinguistik selanjutnya, khususnya yang berkaitan langsung dengan alih kode dan campur kode

  2. Manfaat Praktis

  1. Manfaat Teoretis Secara teoritis, hasil penelitian ini menambah kajian teori alih kode dan campur kode yang terjadi pada komunikasi lisan dalam pembelajaran bahasa Indonesia yang dianalisis dari aspek-aspek linguistik dan sosiolinguistik. Hasil penelitian ini juga menambah kajian teori bilingualisme yang terjadi di Indonesia dengan fokus kajian alih kode dan campur kode dalam

  Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoretis maupun manfaat praktis.

  1.5 Manfaat Penelitian

  4. Mendeskripsikan fungsi alih kode dan campur kode yang dilakukan oleh guru dan siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SMP Negeri 12 Kerinci

  2. Mendeskripsikan jenis alih kode dan campur kode dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SMP Negeri 12 Kerinci

  5. Faktor-faktor terjadinya peristiwa alih kode dan campur kode yang menonjol dalam proses belajar mengajar bahasa Indonesia di SMP N 12 Kerinci.

  1. Mendeskripsikan wujud alih kode dan campur kode dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SMP Negeri 12 Kerinci

  Tujuan umum yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah mendeskripsikan alih kode dan campur kode dalam pembelajaran yang dilakukan oleh guru dan siswa bahasa Indonesia SMP N 12 Kerinci. Selanjutnya, tujuan khusus yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah sebagai berikut.

  1.5 Tujuan Penelitian

  4. Apakah fungsi alih kode dan campur kode yang dilakukan oleh guru dan siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SMP Negeri 12 Kerinci?

  3. Apakah faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya peristiwa alih kode dan campur kode dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SMP

  2. Bagaimanakah jenis alih kode dan campur kode dalam pembelajaran bahasa indonesia di SMP Negeri 12 Kerinci?

  1. Bagaimanakah wujud alih kode dan campur kode dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SMP Negeri 12 Kerinci?

  Berdasarkan pada batasan masalah maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

  1.4 Rumusan Masalah

  Istilah bilingualisme dalam bahasa Indonesia disebut juga kedwibahasaan (Chaer, 2004:84). Dari istilah yang dikemukakan oleh Chaer tersebut, dapat dipahami bahwa bilingualisme atau kedwibahasaan berkenaan dengan pemakaian dua bahasa oleh seorang penutur dalam aktivitasnya sehari-hari. Menurut Suwito (1983:40), mengartikan bilingualisme sebagai kemampuan untuk menggunakan dua bahasa sama baiknya oleh seorang penutur, namun pendapat ini makin lama makin tidak populer karena kriteria untuk menentukan sejauh mana seorang penutur dapat menggunakan bahasa sama baiknya tidak ada dasarnya sehingga sukar diukur dan hampir-hampir tidak dapat dilakukan. Berbeda dengan pendapat Suwito, menurut Chaer dan Agustina (2004:86), mengutip pendapat Haugen menyatakan bahwa seorang bilingual tidak perlu secara aktif menggunakan kedua bahasa itu, tetapi cukup kalau bisa memahaminya saja.

  Selanjutnya, Kridalaksana (2008:36), menyatakan bahwa biligualisme merupakan penggunaan dua bahasa atau lebih oleh seseorang atau oleh suatu masyarakat. Menurut Chaer (2010:84) menyatakan bahwa secara sosiolinguistik dan secara umum, bilingualisme diartikan sebagai penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara bergantian.

  Ohoiwutun (2002:71) menyatakan bahwa alih kode pada hakikatnya merupakan pergantian pemakaian bahasa atau dialek. Rujukannya adalah komunitas bahasa (dialek). Dapat dikatakan bahwa alih kode (bahasa atau dialek) dilakukan oleh dua pihak yang memiliki dua komunitas bahasa yang sama. Alih kode hanya terjadi dalam satu bahasa dan satu komunitas saja.

  Chaer (2010:107) menjelaskan bahwa alih kode di dalam sosiolinguistik merupakan peristiwa pergantian bahasa yang digunakan, atau berubahnya dari ragam santai menjadi ragam resmi, atau juga ragam resmi menjadi ragam santai. Begitu juga menurut Chaer (2010:107) mengutip pendapat Appel, alih kode itu adalah gejala peralihan pemakaian bahasa karena berubahnya situasi. Alih kode adalah peristiwa peralihan dari kode yang satu ke kode yang lain. Alih kode memiliki dua bahasa yang berbeda sistem gramatikalnnya, kemudian dua bahasa itu masih mendukung fungsi-fungsi itu sendiri sesuai dengan konteks dan fungsi masing- masing bahasa, dan disesuaikan dengan situasi yang relevan dengan perubahan konteks. Suwito (1983:68-69) mengungkapkan bahwa alih kode mungkin berwujud alih varian, alih ragam, alih gaya atau alih register. Ciri-ciri alih kode adalah penggunaan dua bahasa (atau lebih) itu ditandai oleh: (1) masing-masing bahasa masih mendukung fungsi-fungsi tersendiri sesuai dengan konteksnya; dan (2) fungsi masing-masing bahasa disesuaikan dengan situasi yang relevan dengan perubahan konteks. Dapat dikatakan bahwa alih kode menunjukkan suatu gejala adanya saling dan situasi relevansi di dalam pemakaian dua bahasa atau lebih.

  Achmad (2002:161) mengutip pendapat Wardhaugh membagi dua jenis alih kode, yaitu situasional code

  swithching dan methaphorical code swithching. Situasional code swithching

  jenis alih kode yang terjadi bila bahasa yang digunakan berubah sesuai dengan situasi di mana para penutur berada. Mereka berbicara dalam satu bahasa pada satu situasi dan dalam bahasa lain pada situasi yang lain pula. Dalam hal ini tidak ada perubahan topik yang digunakan. Jika perubahan topik menghendaki perubahan bahasa yang digunakan, maka alih kode yang terjadi adalah methaphorical code swithching.

  Menurut Kushartanti dkk (2007:59) alih kode disebabkan oleh beberapa hal, antara lain karena orang yang bersangkutan berlatih menggunakan suatu bahasa tertentu dalam membicarakan suatu pokok pembicaraan tertentu atau karena kurangnya kata atau istilah dalam salah satu bahasa yang dikuasainya untuk mengungkapkan gagasannya. Fungsi alih kode itu beragam, seperti yang dikemukakan oleh ahli sosiolinguistik. Wardaugh (1988:104) mengemukakan bahwa fungsi alih kode adalah untuk membangun dan mengembangkan rasa persahabatan, keakraban, dan solidaritas terhadap seseorang atau lawan bicara. Di samping itu, menurut Chaer dan Agustina (2010:108), fungsi alih kode adalah untuk mendapatkan keuntungan atau manfaat, untuk menjalin rasa keakraban, dan rasa kesamaan untuk mengimbangi kemampuan lawan bicara, dan untuk memudahkan suatu urusan dan persoalan.

  Pembicaraan mengenai alih kode biasanya diikuti dengan pembicaraan mengenai campur kode. Kridalaksana (2008:40) menyatakan bahwa campur kode bahasa ke bahasa yang lain untuk memperluas gaya bahasa atau ragam bahasa. Menurut Chaer (2010:114), campur kode adalah sebuah kode utama atau kode dasar yang digunakan dan memiliki fungsi dan keotonomiannya. Kode-kode lain yang terlibat dalam peristiwa tutur itu hanyalah berupa serpihan-serpihan saja tanpa fungsi atau keotonomian sebagai sebuah kode.

  Menurut Chaer (2010:115) mengutip pendapat Thelander, campur kode adalah suatu peristiwa tutur klausa- klausa, maupun frasa-frasa yang digunakan terdiri dari klausa dan frase campuran

  (hybrid clauses, hybrid phrases), dan

  masing-masing klausa atau frasa itu tidak lagi mendukung fungsi sendiri-sendiri. Adapun bentuk campur kode menurut Chaer (2010:116—117) adalah berupa kata dasar, frase, serta klausa yang semuannya merupakan unsur yang terdapat dalam analisis sintaksis, yaitu analisis tentang hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandainya atau analisis tentang makna atau arti dalam bahasa. Kata dasar adalah kata yang belum mendapat tambahan yang berupa imbuhan (afiks) yang termasuk jenis morfem bebas. Menurut Alwi, dkk (1003:36), bahasa Indonesia memiliki empat kategori sintaksis utama; (1) verba atau kata kerja, (2) nomina atau kata benda, (3) adjektiva atau kata sifat, (4) adverbia atau kata keterangan.

  Menurut Suwito (1983:77), penyebab terjadinya campur kode pada dasarnya ada dua tipe yaitu tipe yang berlatar belakang sikap dan tipe yang berlatar belakang kebahasaan. Kedua tipe itu saling bergantungan dan bertumpang tindih. Alasan terjadinya tumpang tindih menurut Suwito (1983:73) adalah identifikasi peranan, identifikasi ragam, dan keinginan untuk (2011:172) menuliskan bahwa percampuran bahasa (campur bahasa atau campur kode) dapat terjadi melalui beberapa proses bahasa seperti alih kode, peminjaman (pemungutan), dan terjemahan pinjaman.

  3. METODE PENELITIAN

  3.1 Jenis dan Metode Penelitian

  Penelitian ini digolongkan ke dalam penelitian kualitatif, sedangkan metode yang digunakan adalah metode deskriptif. Sugiyono (2012:15) menyatakan penelitian kualitatif adalah penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositisme, digunakan untuk meneliti kondisi obyek yang alamiah. Peneliti adalah instrumen kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara

  purposive dan snowball , teknik

  pengumpulan dengan triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi.

  Dalam penelitian ini peneliti menerapkan jenis penelitian kualitatif. Hal itu dimaksudkan untuk meneliti kondisi objek yang dialami. Pendekatan ini digunakan karena data yang dikumpulkan berupa bahasa guru dan siswa di SMP N

  12 Kerinci. Penelitian ini bersifat deskriptif sehingga data yang dianalisis dan hasil analisisnya berbentuk deskripsi.

  Penggunaan teknik ini untuk mengetahui bahasa yang digunakan oleh guru dan siswa dalam berkomunikasi pada saat pembelajaran. Setelah ditentukan objek yang diteliti, peneliti melakukan proses rekaman video interaksi guru dan siswa dalam proses pembelajaran secara alami. Alat perekam untuk memperoleh data adalah video digital . Selama pelaksanaan perekaman, peneliti tidak terlibat dalam percakapan.

3.2 Data dan Sumber Data

  3.2.2 Sumber Data

  Sumber data dalam penelitian ini adalah bahasa guru dan siswa kelas VII,

  VIII, dan IX SMP N 12 Kerinci. Sumber data diambil pada saat proses pembelajaran

  3.3 Instrumen Penelitian

  Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri. Menurut Sugiyono (2012:306) penelitian kualitatif adalah human instrument yang berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data, dan membuat kesimpulan atas temuannya. mengidentifikasikan, mengklarifikasikan data dan kemudian mendekripsikan data tersebut sesuai dengan permasalahan yang dibahas, khususnya dalam penelitian ini mengenai peristiwa alih kode dan campur kode. Setelah itu akan disimpulkan berdasarkan hasil analisis data tersebut.

  Data penelitian ini berupa data tertulis, yakni bahasa yang digunakan siswa dan guru dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia di SMP N 12 Kerinci.

  Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian karena tujuan utama dari penelitian adalah memeroleh data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan.

  Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini meliputi observasi (simak), teknik rekam (video), dan catatan lapangan. Pengumpulan data dengan observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian. Penelitian menggunakan pengamatan dan pencatatan yang dilakukan terhadap objek di tempat terjadi atau berlangsungnya peristiwa sehingga obsever berada bersama objek yang diteliti.

  3.2.1 Data

  3.5 Teknik Analisis Data

  Setelah data terkumpul, selanjutnya dilakukan analisis data. Data- dan diklarifikasi. Menurut Moleong (2012:280) langkah-langkah atau proses analisis data secara umum dapat digunakan sebagai berikut.

  Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari beberapa sumber, kemudian langkah berikutnya adalah mengadakan reduksi data yang dilakukan dengan jalan membuat abstraksi. Langkah selanjutnya adalah menyusunnya dalam satuan-satuan kemudian dikategorikan pada langkah berikutnya. Tahap akhir dari analisis ini adalah pemeriksaan keabsahan data, setelah selesai tahap ini, mulailah tahap penafsiran data untuk mengelola hasil sementara menjadi teori subtansif dengan menggunakan beberapa metode tertentu.

  Berdasarkan pendapat Moleong di atas dapat dispesifikan langkah-langkah yang digunakan dalam analisis data penelitian ini yakni dimulai dengan

  3.4 Teknik Pengumpulan Data

4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

  Berdasarkan hasil penelitian yang ditemukan dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia di SMP Negeri 12 Kerinci, maka penganalisisan sesuai permasalahan-permasalahan yang telah dirumuskan pada rumusan masalah penelitian ini, yakni: (1) mendeskripsikan tentang wujud alih kode dan campur kode; (2) jenis alih kode dan campur kode; (3) faktor yang menyebabkan alih kode dan campur kode; dan (4) fungsi alih kode dan campur kode dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SMP Negeri 12 Kerinci. dibahas secara lebih rinci di bawah ini.

  3. Campur kode berupa kata

  Contoh (1.6) terdapat campur kode bahasa Indonesia ke bahasa Kerinci berupa

  Semua diam.’

  (1.6) Woi nyap.

  Data yang ditemukan campur kode berupa frasa sebagai berikut.

  4. Campur kode berupa frasa

  ‘Maaf Pak. Saya lupa Pak. Akan saya ambilkan bukunya sekarang Pak.’ Data (1.3) contoh campur kode berupa kata kerja yang digunakan oleh siswa. Kata tersebut adalah sorry ‘maaf’ adanya percampuran dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia.

  (1.3) Sorry Pak. Saya lupa Pak. Akan saya ambil bukunya sekarang Pak.

  Contoh pemakaian kalimat campur kode berupa kata sebagai berikut.

  ‘Latihan lagi, Pak? Latihan terus, pak.’ Data (1.4) merupakan contoh alih kode berupa kalimat tanya siswa kepada guru pada proses pembelajaran di kelas. dari siswa karena guru terlalu sering memberi latihan atau tugas kepada siswa.

  Alih kode yang digunakan oleh guru dan siswa dalam proses belajar mengajar bahasa Indonesia di SMP Negeri frasa, woi nyap ‘semua diam’. Hal tersebut menjelaskan bahwa seorang siswa memarahi teman kelasnya agar bisa diam pada saat proses pembelajaran.

  Alih kode berupa kalimat juga terdapat dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia di SMP Negeri 12 Kerinci. Berikut bentuk pemakaian kalimat alih kode berupa kalimat yang dilakukan guru dan siswa di kelas. (1.4) Wai latihan lo yah, Pak? Latihan teruih pak neh.

  2. Alih kode berupa kalimat

4.1 Wujud Alih Kode dan Campur Kode

1. Alih kode berupa klausa

  klausa tersebut disebut klausa lengkap karena memiliki subjek “Dia” dan predikat “sedang membaca”. Predikat pada klausa tersebut berupa frasa kerja. Data tersebut menjelaskan bahwa salah seorang siswa memberitahu kepada guru bahwa teman sebangkunya sedang membaca dan tidak mendengarkan apa yang diperintahkan oleh gurunya. Suasana ruang kelas saat itu sedang ramai yang mengakibatkan siswa tidak mendengar apa yang dibicarakan guru.

  sedang maco ‘dia sedang membaca’. Tipe

  Data (1.222) terdapat contoh alih kode berupa klausa. Alih kode berupa klausa yang digunakan siswa tersebut nyo

  Guru: Tutupkan jendelanya Noni.

  ‘Dia sedang membaca’

  Siswa1: (asyik membaca) Siswa17: nyo sedong maco

  (1.222) Guru: Weli tolong tutup jendelanya.

  12 Kerinci adalah alih kode dalam bentuk klausa dan kalimat, diantaranya:

4.2 Jenis Alih Kode dan Campur Kode

  Faktor penyebab terjadinya alih kode yang ditemukan dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SMP Negeri 12 Kerinci adalah: (1) perubahan situasi dan (2) terpengaruh lawan bicara.

  ‘Ya bergantian, satu persatu. Semua dapat giliran nanti.’ Dialog tersebut menjelaskan adanya peralihan bahasa Indonesia ke bahasa Kerinci. Penyebab terjadinya perubahan tersebut adanya faktor situasi formal menjadi situasi informal. Hal demikian terjadi karena adanya suasana kelas yang ramai yang membuat situasi

  Pak.’ Guru : Yo bergantian, satu-satu. Dapat galo nanti.

  Bapak Rina terus. Saya juga bisa

  satu siswa)’ Siswa: Bapak Rina terus. Aku lo gia, Pak, aku isoa go...

  Coba kamu.(menunjukkan salah

  Guru : a....coba kamu.

  ramai) Saya Pak. Saya Pak.’

  menjawab?’ Siswa: Saya Pak. Saya Pak. (suara

  jawab?

  Contoh dialog dapat dilihat sebagai berikut. Guru: Siapa yang bisa? Siapo yang biso

  1. Perubahan Situasi

  1. Jenis alih kode

  Contoh pemakaian alih kode ekstern dapat dilihat pada kutipan berikut ini. (1.3) Sorry, Pak, saya lupa. Akan saya ambil bukunya sekarang, Pak.

  4.3 Faktor Penyebab Alih Kode dan Campur Kode kelas menjadi santai. Namun, hal tersebut tidak berlangsung lama, guru segera mengembalikan ketenangan agar proses pembelajaran tetap berjalan dengan tertib.

  semua, yang terlambat antarkan sendiri.’ Contoh kalimat (1.187) menjelaskan bahwa ketua kelas memberitahu kepada temannya untuk segera mengumpulkan tugas dan bagi yang terlambat harus mengumpulkan sendiri. Bahasa tersebut terlihat adanya campur kode siswa bahasa Indonesia dengan bahasa Kerinci.

  Dikumpulkan

  Contoh pemakaian campur kode ekstern dapat dilihat pada kutipan berikut ini. (1.187) Dikumpulkan semua. Nak terlambat anta suhang.

  Pada contoh (1.55) menjelaskan bahwa siswa mengucapkan permisi dengan bahasa Inggris. Pada kalimat tersebut terlihat adanya percampuran bahasa Inggris dengan bahasa Indonesia.

  Permisi, saya datang.’

  Contoh pemakaian campur kode intern dapat dilihat pada kutipan berikut ini. (1.55) Excuse me, saya datang.

  2. Jenis campur kode

  Pak. Saya tidak ada kelompok. Bagaimana saya, Pak?’ Contoh data (1.10) menjelaskan kepada guru bahwa dia belum mendapatkan kelompok dan menanyakan solusinya.

  Aduh,

  Contoh pemakaian alih kode intern dapat dilihat pada kutipan berikut ini. (1.10) Ndeh, Pak. Awak ndak do

  ‘Maaf, Pak. Saya lupa. Akan saya ambilkan bukunya sekarang, Pak.’ Contoh data (1.3) menjelaskan bahwa siswa meminta maaf kepada guru karena lupa untuk mengambil buku yang diperintahkan kepadanya pada saat jam istirahat. Kata sorry dalam kalimat tersebut menunjukkan alih kode ekstern yaitu bahasa asing beralih ke bahasa Indonesia.

  1. Faktor penyebab alih kode

  Alih kode akibat terpengaruh lawan bicara dapat dilihat pada kutipan dialog berikut..

  1. Siswa 5: Apo aku laii buku, Pak? ‘Mengapa saya beda bukunya,

  ‘Kali ini kita belajar bahasa Indonesia yang bertema

  (2.10) Kali ini kita belajar bahasa Indonesia yang bertema lingkungan. Bisa lingkungan rumah, sekolah, dan sebagainya. Lingkungan tau dak? Apo contoh merusak lingkungan? Misalnyo membuang sampah sembarangan, apo lagi?

  Salah satu fungsi alih kode yang digunakan oleh guru dan siswa dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia di SMP Negeri 12 Kerinci adalah untuk menjelaskan, misalnya sebagai contoh pemakaiannya dapat dilihat di bawah ini.

  1. Menjelaskan

  Berdasarkan pengamatan dan fungsi alih kode yang dilakukan siswa dan guru dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia adalah: (1) untuk menjelaskan; (2) menanyakan; (3) menegur; (4) menegaskan; dan (5) mengingatkan.

  1. Fungsi alih kode

  4.4 Fungsi Alih Kode dan Campu Kode

  Contoh (1.37) menyatakan siswa mengejek temannya dengan mencampurkan bahasa Kerinci dengan mengatakan bahwa temannya seperti kancil, yang mengakibatkan semua teman tertawa dan suasana kelas menjadi ramai.

  (1.37) Pak, Padol mpa cigoak. Hahhaha Pak, Padol seperti kancil. Hahaha’

  Contoh penggunaan kalimat sebagai berikut.

  3. Humor

  Data (1.157) menunjukkan kurangnya penguasaan kosakata oleh siswa. Pada kalimat tersebut siswa menyatakan bahwa di ladang orang tua juga terdapat pondok kecil atau gubuk kecil tempat peristirahatan selesai bekerja. Penggunaan kata sudu oleh siswa terjadi karena tidaktahu padanan katanya dalam bahasa Indonesia.

2. Terpengaruh lawan Bicara

  ‘Di ladang saya juga ada gubuk Pak.’ lingkungan. Bisa lingkungan rumah, sekolah, dan sebagainya. Apa itu lingkungan? Apa contoh merusak lingkungan? Misalnya membuang sampah sembarangan, apa lagi?’ Pada contoh (2.10), guru juga menjelaskan kepada siswa dengan beralih kode ke bahasa Jambi agar siswa dapat memahami yang dia jelaskan.

  (1.157) Di ladang saya juga ada sudu Pak.

  Contoh data yang ditemukan oleh siswa dalam proses pembelajaran di SMP Negeri 12 Kerinci sebagai berikut.

  2. Penguasaan Kosakata

  ‘Dikerjakan keduanya, Pak?’ Contoh data (1.146) menjelaskan bahwa siswa bertanya kepada guru dengan bahasa daerah. Hal tersebut merupakan kebiasaan siswa dalam berkomunikasi.

  Contoh pemakaiannya dapat dilihat berikut ini. (1.146) Dibikin kaduo yah, Pak?

  1. Kebiasaan

  dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia di SMP Negeri 12 Kerinci, faktor penyebab terjadinya campur kode yakni: (1) faktor kebiasaaan; (2) penguasaan kosakata; dan (3) humor.

  Siswa 8 menjawab bahwa isi buku tersebut sama. Kutipan dialog tersebut menunjukkan bahwa siswa 8 terpengaruh oleh siswa 5 yang menggunakan bahasa Kerinci.

  Iya kan, Pak?’ Dialog oleh siswa 5 menyatakan mengapa buku yang diperolehnya berbeda.

  dulu. Ya kan, Pak? ‘Sama aja. Coba dibaca dulu.

  Pak?’ Siswa 8: Samo e isia. Coba dibaca

2. Faktor penyebab campur kode

  2. Menanyakan

  Tolong yang merasa kelompok saya, mari bekerja agar cepat selesai.’

  5. SIMPULAN

  ‘Pak, Padol seperti kancil. Hahaha’ Pada contoh di atas tergambar bahwa dalam proses belajar mengajar guru dan siswa berusaha mengakrabkan diri dengan mengalihkan bahasa. Hal ini bertujuan agar tidak menimbulkan susasana bosan dan tegang dalam proses belajar mengajar. Salah satu upaya yang dilakukan agar mengakrabkan diri antara guru dan siswa adalah dengan bercampur kode, seperti contoh (1.37) siswa mengejek teman mainnya seperti kancil.

  (1.37) Pak, Padol mpa kancil. Hahhaha

  Penggunaan fungsi campur kode berikut ini.

  2. Mengakrabkan

  pakai dasi.’ Contoh data (2.3) terdapat penyisipan kata ndak ‘tidak’, kata ndak merupakan bahasa Jambi yang dicampurkan dengan bahasa Indonesia pada saat guru berkomunikasi dengan siswa. Penyisipan kata dalam bahasa yang digunakan guru kerap terjadi pada saat menjelaskan materi yang diajarkan saat proses belajar mengajar terjadi.

  Coba Anda ke depan. Tidak perlu

  (2.3) Coba kamu ke depan. Ndak perlu pakai dasi.

  Contoh campur kode pemakaian bahasa dapat dilihat sebagai berikut.

  1. Penyisip Kalimat

  Berdasarkan data yang didapat, dalam penelitian ini ditemukan fungsi campur kode adalah: (1) sebagai penyisip kalimat; dan (2) mengakrabkan.

  2. Fungsi campur kode

  (1.8) Ya Allah, aku e nak gawe. Tolong yang merasa kelompokku gawe wak, biar cepat selesai. Ya Allah, saya aja yang bekerja.

  Pemakaiannya dapat dilihat pada kutipan berikut ini.

  Pemakaiannya dapat dilihat pada kutipan berikut ini.

  5. Mengingatkan

  ‘Kesini saja. Saya sudah tanyakan sama Bapak. Cepatlah kita kerjakan bersama-sama.

  (1.9) Kesini aja. Saya sudah tanyakan sama Bapak. Cepatlah di gawe wak, samu-samu wak.

  Pemakaiannya dapat dilihat pada kutipan berikut ini.

  4. Menegaskan

  menegur siswa yang bernama Toni agar tidak ribut pada saat pembelajaran.

  Jangan ribut.’

  (1.47) Mak wak ibut.

  Contoh pemakaiannya dapat dilihat pada kutipan berikut ini.

  3. Menegur

  ‘Buku saya dimana, Pak?’ Pada contoh (1.2), siswa menanyakan kepada guru tentang bukunya yang belum ketemu.

  (1.2) Buku awak ma, Pak?

  Sejalan dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian yang telah disampaikan di bagian depan serta uraian yang telah dijabarkan pada bab-bab sebelumnya, dapat dikemukakan simpulan sebagai berikut: (1) bentuk alih kode dan campur kode dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SMP Negeri 12 Kerinci terdapat dua bentuk, yakni: (a) alih kode berupa klausa dan kalimat; dan (b) campur kode berupa kata dan frasa. Alih kode dan campur kode yang digunakan adalah bahasa Indonesia ke bahasa Kerinci, atau sebaliknya, bahasa Indonesia ke bahasa Jambi, atau sebaliknya dan bahasa Indonesia ke bahasa Inggris; (2) jenis alih kode dan campur kode yang ditemukan di SMP Negeri 12 Kerinci yakni: (a) alih kode dan campur kode ekstern (alih kode dan campur kode ke luar) dan (b) alih kode dan campur kode intern (alih kode dan campur kode ke dalam). Sementara itu, alih kode dan campur kode yang digunakan mencangkup bahasa Indonesia, Inggris, dan bahasa daerah (Kerinci, Minang, jambi); (3) faktor penyebab alih kode dan campur kode dalam proses pembelajaran di SMP Negeri 12 Kerinci. Faktor penyebab alih kode, yakni: (a) terpelajar; dan (c) terpengaruh lawan bicara. Faktor penyebab campur kode, yakni: (a) kebiasaan; (b) penguasaan kosakata; (c) situasi; dan (d) humor. (4) Fungsi alih kode dan campur kode dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SMP Negeri 12 Kerinci juga dapat dikemukakan sebagai berikut. Fungsi alih kode, yakni: (a) menjelaskan; (b) menanyakan; (c) menegur; (d) menegaskan; dan (e) mengingatkan. Fungsi campur kode yakni: (a) sebagai penyisip kalimat dan (b) mengakrabkan..

  Alwi dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa

  Linguistik: Edisi Keempat . Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

  Problema . Surakarta: Hanary Ofset Solo.

  Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan . Bandung: Alfabeta. Suwito. 1983. Sosiolinguistik Teori dan

  Kajian Bahasa dan Budaya Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya.

  Fungsi Bahasa . Jakarta: Pusat

  Jakarta: Kesaint Blanc. Siregar, Bahren Umar. 2011. Seluk-Beluk

  Memahami Bahasa dalam Konteks Masyarakat dan Kebudayaan .

  Ohoiwutun, Paul. 2002. Sosiolinguistik:

  Penelitian Kualitatif . Bandung: Remaja Karya.

  Moleong, Lexy J. 2000. Metodologi

  Langkah Awal Memahami Linguistik . Jakarta: Gramedia

  Kushartanti, dkk. 2007. Pesona Bahasa:

  Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus

  Indonesia: Edisi ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.

  Linguistik Umum . Jakarta: Erlangga.

  HP, Achmad dan Alek Abdullah. 2002.

  Qualitative Research . New Delhi: Sage Publications.

  Jakarta: Rineka Cipta. Denzin, dkk. 1994. Handbook of

  Sosiolinguistik: Perkenalan Awal .

  Chaer, Abdul dan Agustina. 2010.

  Kajian Teoritik. Jakarta: Rineka Cipta.

  Chaer, Abdul. 2009. Psikolinguistik:

6. DAFTAR PUSTAKA

  Jakarta: Rineka Cipta.

  Sosiolinguistik Perkenalan Awal.

  Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2004.