CAMPUR KODE DAN ALIH KODE DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 1 SEPUTIH AGUNG LAMPUNG TENGAH TAHUN PELAJARAN 2013/2014

(1)

Arifah Nur Isnaini

ABSTRAK

CAMPUR KODE DAN ALIH KODE

DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 1 SEPUTIH AGUNG LAMPUNG TENGAH

TAHUN PELAJARAN 2013/2014

Oleh

Arifah Nur Isnaini

Masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah campur kode dan alih kode yang terjadi dalam pembelajaran Bahasa Indonesia siswa kelas XI SMA Negeri 1 Seputih Agung Lampung Tengah Tahun Pelajaran 2013/2014. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan campur kode dan alih kode dalam pembelajaran Bahasa Indonesia siswa kelas XI SMA Negeri 1 Seputih Agung Lampung Tengah Tahun Pelajaran 2013/2014.

Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode penelitian deskriptif kualitatif, yaitu penulis mendeskripsikan hasil penelitian dalam bentuk kata-kata dan


(2)

Arifah Nur Isnaini

bahasa atau gambaran untuk memahami fenomena yang dialami oleh subjek penelitian. Data dalam penelitian ini adalah percakapan bahasa Indonesia yang mengalami campur kode dan alih kode yang digunakan siswa pada saat pembelajaran Bahasa Indonesia. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik simak libat cakap (SLC) dan teknik bebas libat cakap (SBLC). Kedua teknik tersebut dikombinasikan dengan teknik lanjutan yang berupa teknik catatan lapangan, angket, dan wawancara.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa peristiwa campur kode dan alih kode terjadi dalam pembelajaran Bahasa Indonesia yang dilakukan oleh siswa kelas XI SMA Negeri 1 Seputih Agung Tahun Pelajaran 2013/2014. Campur kode dalam pembelajaran Bahasa Indonesia yang dilakukan oleh siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Seputih Agung berupa campur kode kata, frasa, dan klausa. Bentuk alih kode yang terjadi dalam pembelajaran Bahasa Indonesia kelas XI SMA Negeri 1 Seputih Agung adalah alih kode internal dan alih kode eksternal. Alih kode yang dilakukan siswa disebabkan oleh perpindahan situasi, penutur dan mitra tuturnya, dan perpindahan topik. Sementara itu alih kode eksternal yang dilakukan oleh siswa terjadi hanya untuk beradab-adab.


(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 23 September 1991. Penulis merupakan anak keenam dari enam bersaudara, buah cinta pasangan Bapak Tekad dan ibu Zumaliah (Alm).

Penulis memulai pendidikan di Taman Kanak-kanak (TK) Citra Melati Bandar Lampung dan diselesaikan pada tahun 1997, kemudian dilanjutkan ke Sekolah Dasar (SD) Negeri 3 Gedong Air Bandar Lampung dan lulus pada tahun 2003. Lulus dari Sekolah Dasar (SD), penulis melanjutkan ke jenjang menengah pertama di SMP Wiyatama Bandar Lampung dan lulus pada tahun 2006 dan dilanjutkan ke Sekolah Menengah Atas di SMA Perintis 2 Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2009.

Tahun 2010 penulis mengikuti Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan di terima di Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah, Jurusan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan di Universitas Lampung (Unila).


(8)

Sebagai bentuk pengabdian kepada masyarakat dan pendidikan, penulis pernah melakukan KKN (Kuliah Kerja Nyata) dan PPL (Praktik Pengalaman Lapangan) di Desa Pekon Balak, Kecamatan Batu Brak Kabupaten Lampung Barat Tahun Pelajaran 2013/2014.


(9)

PERSEMBAHAN

Tiada yang sempurna kuucapkan selain rasa syukur kepada Allah Swt. yang selalu memberikan kuasa-Nya. Dengan penuh ketulusan hati kupersembahkan karya ini kepada:

1. Ayahku tercinta Tekad yang berdoa dan berjuang dengan cucuran keringat yang menetes ke bumi, mendidikku dengan penuh cinta dan kasih sayang untuk meraih cita-cita;

2. Ibundaku tersayang Zumaliah (Alm) yang telah menyayangi, mendidik, serta mendoakanku dari surga terindah-Nya;

3. Kakak-kakakku tersayang Siti Fatimah, Ansori, Chusnul Chotimah, Fatonah, dan Istiqomah, yang selalu memberikan semangat, dukungan, serta doa yang tiada henti untuk adiknya;

4. Seluruh keluarga besarku yang memberikan dukungan, semangat, serta doa yang tiada putus di setiap langkah pendidikanku;

5. Seluruh sahabatku yang selalu menemani saat suka dan duka;

6. Almamaterku Universitas Lampung, yang memberi beragam makna kehidupan hingga aku berpikir dan mendapatkan ilmu untuk pendewasaan diri.


(10)

MOTO

Jika engkau gagal dalam satu pekerjaan, jangan menyerah, putus asa, dan jangan gelisah.

(Dr. Aidh Al-Qarni)

Wahai orang-orang yang beriman mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Sungguh, Allah

berserta orang-orang sabar. (Al-Baqarah ayat 153)


(11)

SANWACANA

Bismillahirrohmanirrohim.

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt. yang telah memberikan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi dengan judul “Campur Kode dan Alih Kode dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Seputih Agung Lampung Tengah

Tahun Pelajaran 2013/2014” merupakan salah satu syarat untuk memeroleh gelar

sarjana pendidikan di Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak berikut.

1. Dr. Nurlaksana Eko Rusminto, M.Pd., selaku pembimbing I dan pembimbing akademik yang telah banyak memberikan arahan, saran dan waktu dalam menyempurnakan skripsi ini;

2. Drs. Ali Mustofa, M.Pd., selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, saran, dan masukan kepada penulis;

3. Dr. Mulyanto Widodo, M.Pd., selaku dosen pembahas yang telah memberikan nasihat, saran, dan motivasi kepada penulis;


(12)

4. Dr. Mulyanto Widodo, M.Pd., Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, FKIP Universitas Lampung;

5. Drs. Kahfie Nazaruddin, M.Hum., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP Universitas Lampung;

6. Seluruh dosen pengajar Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP Universitas Lampung yang telah membekali penulis dengan berbagai ilmu dan pengetahuan yang bermanfaat;

7. Dr. Bujang Rahman, M.Si., Dekan FKIP Universitas Lampung;

8. Bapak Widi Sutikno, M.M., selaku Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Seputih Agung yang telah memberikan izin penelitian;

9. Ibu Vida Resfitri, S.Pd., guru Bahasa Indonesia SMA Negeri 1 Seputih Agung yang telah banyak membantu dan memberikan banyak informasi sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan baik;

10.Ayah dan Ibu tercinta, Tekad dan Zumaliah (Alm) yang tiada hentinya mencurahkan kasih sayang, mendoakan, memberikan nasihat, serta memotivasiku;

11. Kakak-kakakku (Siti Fatimah, Ansori, Chusnul Hotimah, Fatonah, dan Istiqomah) yang selalu memberikan kasih sayang, motivasi, dan semangat, serta tiga keponaanku (Sasa, Shofa, dan Shifa) yang selalu memberikan suka, duka, serta keceriaan bagi penulis;

12.Seluruh keluarga besar Hardjo Prayitno dan Abdul Aziz yang turut mendoakanku untuk mencapai keberhasilan.


(13)

13.Sahabat-sahabat kecilku Marwati (Qiting), Winda Kartika (Tokek), dan Siti Nurjanah, yang selalu menyemangatiku untuk menggapai keberhasilanku. 14.Para sahabatku Yuni Setiawati (Nyon), Kalisa Eviyana (Isem), Nuraini

(Nure), Dona Ratnasari (Onem), Devita Sari (Ndev), Novala Rokhmatarofi (Opi), dan Mutiara Dini (Mumut) yang selama ini saling memberi motivasi, dukungan, mengingatkan ketika salah, saling mendoakan, saling menghibur di setiap kesedihan, dan saling melengkapi, semoga persahabatan kita akan kekal selamanya;

15.Teman-teman seperjuangan Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia 2010; 16.Teman-teman PPL dan KKN Pekon Balak (Muti, Amel, Adel, Yuda, Mak Cin, Ebo, Mbak Nyos, Eel, mbak Ul, Ayu, Ali, dan Alya) terima kasih untuk kebersamaan dan kekeluargaan kita selama menjalani PPL dan KKN;

17.Semua pihak yang telah turut membantu menyelesaikan skripsi ini.

Semoga Allah Swt. selalu memberikan balasan yang lebih besar untuk Bapak, Ibu, dan rekan-rekan semua. Kritik dan saran selalu terbuka untuk menjadi kesempurnaan di masa yang akan datang. Semoga skripsi ini bermanfaat untuk kemajuan pendidikan, khususnya pendidian Bahasa dan Sastra Indonesia. Amin.

Bandar Lampung, Januari 2015

Penulis


(14)

DAFTAR SINGKATAN

1. CK/Kt : Campur Kode Kata 2. CK/Fr : Campur Kode Frasa 3. CK/Kl : Campur Kode Klausa 4. AK/I : Alih Kode Internal 5. AK/E : Alih Kode Eksternal


(15)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

ABSTRAK ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

RIWAYAT HIDUP ... v

PERSEMBAHAN... vii

MOTO ... viii

SANWACANA ... ix

DAFTAR ISI... xii

DAFTAR SINGKATAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

1.5 Ruang Lingkup Penelitian... 6

BAB II LANDASAN TEORI ... 7

2.1 Variasi Bahasa... 7

2.2 Kontak Bahasa ... 10

2.3 Kedwibahasaan ... 11

2.4 Dwibahasawan ... 12

2.4.1 Pengertian Dwibahasawan ... 12

2.4.2 Jenis-Jenis Dwibahasawan ... 13

2.5 Campur Kode ... 14

2.5.1 Pengertian Campur Kode ... 14


(16)

2.6 Alih Kode ... 18

2.6.1 Pengertian Alih Kode... 18

2.6.2 Bentuk-Bentuk Alih Kode ... 20

2.6.3 Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Campur Kode ... 20

BAB III METODE PENELITIAN ... 25

3.1 Desain Penelitian... 25

3.2 Sumber Data... 26

3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 26

3.4 Teknik Analisis Data ... 28

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29

4.1 Hasil Penelitian ... 29

4.2 Pembahasan... 31

4.2.1 Campur Kode ... 31

4.2.1.1 Campur Kode Kata ... 31

4.2.1.2 Campur Kode Frasa ... 42

4.2.1.3 Campur Kode Klausa ... 55

4.2.2 Alih Kode ... 58

4.2.2.1 Alih Kode Internal ... 59

4.2.2.2 Alih Kode Eksternal ... 70

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 71

5.1 Simpulan ... 71

5.2 Saran... 72 LAMPIRAN


(17)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Bahasa merupakan salah satu alat yang digunakan manusia untuk berkomunikasi. Komunikasi dilakukan manusia untuk menyampaikan gagasan atau bertukar pikiran, maksud serta informasi yang diinginkan dan juga sebagai cara manusia menjalin hubungan atau relasi kepada orang lain. Keraf (dalam Suyanto, 2011:21) berpendapat bahwa sebagai alat komunikasi, bahasa merupakan saluran perumusan maksud, melahirkan perasaan, dan memungkinkan kita menciptakan kerjasama dengan sesama warga. Bahasa mengatur berbagai macam aktivitas kemasyarakatan, merencanakan dan mengarahkan masa depan kita. Oleh karena itu, bahasa diangap sebagai alat komuniksi yang penting sebagai wujud ekspresi diri yang digunakan untuk berkomunikasi dalam kehidupan bermasyarakat.

Chaer dan Agustina (2010:154) mengemukakan bahwa secara umum di Indonesia menggunakan tiga bahasa, yakni bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing. Bahasa Indonesia digunakan dalam ranah (domain) keindonesiaan, atau domain yang sifatnya nasional, seperti dalam pembicaraan antarsuku dan dalam pendidikan. Bahasa daerah digunakan dalam domain kedaerahan, seperti upacara pernikahan dan komunikasi antarpenutur daerah. Selanjutnya, bahasa asing digunakan untuk komunikasi antarbangsa, atau untuk berbagai keperluan tertentu


(18)

2

yang menyangkut interlekutor orang asing. Ketiga bahasa tersebut digunakan karena Indonesia memiliki variasi bahasa yang amat banyak dari berbagai macam suku yang ada.

Pemakaian bahasa yang lebih dari satu dalam perkembangannya disebut dengan kedwibahasaan. Kedwibahasaan dapat terjadi di bidang pendidikan. Misalnya, siswa yang bersekolah di desa. Biasanya para siswa tersebut menggunakan bahasa daerah dan bahasa Indonesia secara bergantian dalam berkomunikasi dengan orang lain. Pada saat mereka menggunakan kedua bahasa secara begantian, secara tidak langsung mereka sudah mengalami kontak bahasa. Kontak bahasa mengakibatkan terjadinya peristiwa-peristiwa kebahasaan seperti alih kode dan campur kode (Chaer dan Agustina, 2004: 84).

Alih kode dan campur kode merupakan peristiwa kebahasaan yang terjadi dalam kehidupan sehar-hari. Alih kode merupakan beralihnya penggunaan suatu kode (bahasa atau ragam bahasa tertentu) ke dalam kode yang lain (bahasa atau ragam bahasa lain) (Chaer, 2007:67). Misalnya, terdapat dua orang mahasiswa bersuku Jawa sedang melakukan percakapan dengan menggunakan bahasa Jawa. Kemudian datanglah mahasiswa lain yang bersuku Lampung menyapa kedua mahasiswa tersebut dengan menggunakan bahasa Indonesia. Maka, secara otomatis kedua mahasiswa bersuku Jawa tersebut melakukan alih kode bahasa Jawa ke bahasa Indonesia agar mahasiswa yang bersuku Lampung tersebut mengerti apa yang sedang mereka bicarakan. Pencampuran serpihan kata, frase, dan klausa suatu bahasa di dalam bahasa lain yang digunakannya disebut dengan campur kode (Chaer dan Agustina 2004:117). Misalnya, mahasiswa yang berasal dari Lampung berkuliah di Jawa menyelipkan unsur-unsur bahasa Lampung ke


(19)

3

dalam Bahasa Indonesia pada saat mahasiswa tersebut berkomunikasi dengan sesama mahasiswa yang berasal dari daerah Lampung.

Penggunaan campur kode dan alih kode terjadi hampir pada semua suku yang ada, tak terkecuali suku Jawa. Suku Jawa hampir menyebar ke semua provinsi di Indonesia. Salah satunya yakni Provinsi lampung, selain menggunakan bahasa Indonesia masyarakat yang tinggal di Provinsi Lampung tidak jarang menggunakan bahasa daerahnya dalam berkomunikasi dengan orang lain. Salah satu wilayah yang mayoritas penduduknya menggunakan bahasa Jawa adalah di daerah Seputih Agung Kabupaten Lampung Tengah.

Masyarakat yang tinggal di daerah Seputih Agung lebih sering menggunakan bahasa Jawa dibandingkan dengan bahasa Indonesia dalam berkomunikasi dengan orang lain. Tak terkecuali anak-anak yang bersekolah di SMA Negeri 1 Seputih Agung. Hal itu disebabkan oleh latar belakang keluarga siswa yang terdiri atas satu suku yang sama bahkan terdiri atas dua suku yang berbeda. Siswa-siswa tersebut mencampuradukkan bahasa daerah dalam berkomunikasi di luar jam pelajaran atau pada saat proses pembelajaran, misalnya pada saat jam istirahat mereka menggunakan bahasa daerahnya untuk berkomunikasi dengan teman. Bahkan siswa-siswa tersebut menggunakan bahasa Jawa untuk berkomunikasi dengan guru.

Saat proses pembelajaran berlangsung, tak jarang siswa sering melakukan campur kode dan alih kode. Campur kode dan alih kode itu dilakukan ketika siswa tersebut sedang berkomunikasi dengan temannya bahkan dengan guru yang diketahui bersuku sama. Ketika sedang berkomunikasi dengan temannya di kelas


(20)

4

tak jarang beberapa siswa menggunakan bahasa daerahnya. Hal itu disebabkan siswa tersebut mengetahui lawan bicaranya menggunakan bahasa Jawa atau bahkan sudah terbiasa menggunakan bahasa Jawa dengan teman-temannya. Hal yang sama juga terjadi pada saat berkomunikasi dengan guru. Pada saat berada di kantor terkadang siswa menggunakan bahasa Jawa untuk berkomunikasi. Penggunaan bahasa Jawa ketika berkomunikasi dengan guru tidak terjadi dengan semua guru, melainkan hanya dengan guru-guru yang memang telah diketahui bersuku Jawa. ketika siswa bertanya dengan gurunya di dalam kelas terkadang siswa menggunakan bahasa Jawanya. Pertanyaan tersebut pun dijawab juga dengan menggunakan bahasa Jawa oleh gurunya.

Penggunaan bahasa Jawa di lingkungan sekolah tidak serta merta membuat para siswa terus menggunakannya, ada kalanya siswa menggunakan bahasa Indonesia. penggunan bahasa Indonesia di sekolah terjadi karena tidak semua warga sekolah, baik itu guru maupun teman-temannya bersuku Jawa.

Berdasarkan hasil observasi peneliti bahwa siswa yang bersekolah di SMA Negeri 1 Seputih Agung masih banyak yang menggunakan bahasa daerah, khususnya bahasa Jawa dalam pembelajaran Bahasa Indonesia. Campur kode dan alih kode dapat terjadi karena, siswa memiliki latar belakang orang tua yang berasal dari suku Jawa. Selain itu, siswa terbiasa menggunakan bahasa Jawa untuk berkomunikasi dengan orang lain baik itu di lingkungan rumah maupun di lingkungan sekolah. Oleh karena itu, penulis tertarik melakukan penelitian yang

berjudul “Campur Kode dan Alih Kode dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia

Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Seputih Agung Lampung Tengah Tahun Pelajaran 2013/2014”.


(21)

5

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah

“Bagaimanakah Campur kode dan Alih Kode dalam Pembelajaran Bahasa

Indonesia Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Seputih Agung Lampung Tengah Tahun Pelajaran 2013/2014?”

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan campur kode dan alih kode kode dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia siswa kelas XI SMA Negeri 1 Seputih Agung Lampung Tengah Tahun Pelajaran 2013/2014.

1.4Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoretis maupun praktis. Ada pun manfaat penelitian ini sebagai berikut.

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya referensi penelitian di bidang sosial-kebahasaan dan memberi masukan bagi pengembangan campur kode dan alih kode yang berhubungan dengan percakapan yang dilakukan siswa di sekolah.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan gambaran bagi guru Bahasa Indonesia di SMA Negeri 1 Seputih Agung mengenai alih kode dan campur kode pada kegiatan pembelajaran Bahasa Indonesia. Selain itu, penelitian ini dapat menambah pengetahuan penulis dan


(22)

6

pembaca sehingga dapat bermanfaat bagi perkembangan dalam dunia pembelajaran bahasa khususnya mengenai campur kode dan alih kode.

1.5Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Subjek penelitian adalah siswa kelas XI SMA Negeri 1 Seputih Agung Lampung Tengah Tahun Pelajaran 2013/2014.

2. Objek Penelitian ini adalah data campur kode dan alih kode bahasa dalam pembelajaran Bahasa Indonesia.


(23)

7

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Variasi Bahasa

Sesuai dengan sifatnya yang fleksibel, bahasa akan terus berkembang dan bervariasi sesuai dengan perkembangan zaman. Terjadinya keragaman atau kevariasian bahasa di dalam masyarakat tidak hanya disebabkan oleh masyarakatnya yang heterogen tetapi juga perbedaan pekerjaan, profesi, jabatan atau tugas para penutur dapat menyebabkan adanya variasi bahasa (Suyanto, 2011: 81).

Chaer dan Agustina (2004:62) membedakan variasi-variasi bahasa sebagai berikut.

1. Variasi dari Segi Penutur

Varasi bahasa dari segi penutur dibagi menjadi empat jenis, yakni variasi bahasa yang bersifat perseorangan (idialek), variasi bahasa dari sekelompok penutur yang jumlahnya relatif yang berada pada satu tempat, wilayah, atau area tertentu (dialek), variasi bahasa yang digunakan oleh sekelompok sosial pada masa tertentu (kronolek), dan variasi bahasa yang berkenaan dengan status, golongan, dan kelas sosial para penuturya (sosiolek).


(24)

8

Menurut konsepnya, variasi bahasa dari segi penutur memiliki konsepnya masing. Variasi idiolek adalah variasi yang dimiliki oleh masing-masing individu seperti warna suara, pilihan kata, gaya bahasa, susunan kalimat, dan lain-lain. Berbeda dengan variasi idialek, variasi dialek merupakan variasi yang dimiliki oleh sekelompok penutur yang menempati suatu wilayah yang memiliki kesamaan ciri yang menandai bahwa mereka berada pada suatu dialek. Kemudian variasi kronolek, variasi ini merupakan perbedaan variasi bahasa yang digunakan pada masa tertentu seperti perbedaan lafal, ejaan, morfologi, maupun sintaksis. Terakhir merupakan variasi sosiolek. Variasi sosiolek, yakni variasi yang menyangkut masalah pribadi penuturnya seperti usia, pendidikan, pekerjaan, tingkat kebangsawanan, dan lain-lain. 2. Variasi dari Segi Pemakaian

Variasi bahasa berkenaan dengan penggunaannya, pemakaiannya, atau fungsinya disebut dengan fungsiolek. Variasi ini biasanya membicarakan penggunaan gaya, atau tingkat keformalan, dan sarana penggunaan. Variasi bahasa yang digunakan berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan dan keperluan dalam bidangnya masing-masing. Misalnya dalam bidang sastra, pendidikan, militer, jurnalistik, perekonomian, perdagangan, dan lain-lain.

3. Variasi dari Segi Keformalan

Berdasarkan tingkat keformalannya, Martin Joos (dalam Chaer dan Agustina, 2004:70) membagi variasi bahasa atas lima macam gaya sebagai berikut. a. Gaya atau ragam beku (frozen), yakni variasi bahasa yang paling formal

yang digunakan dalam situasi-situasi khidmat, dan upacara-upacara resmi, misalnya dalam upacara kenegaraan, khotbah di masjid, dan lain-lain.


(25)

9

Disebut ragam bahasa beku karena pol dan kaidahnya sudah ditetapkan secara mantap, tidak boleh diubah. Dalam bentuk tertulis ragam beku ini didapati dalam bentuk dokumen-dokumen bersejarah, seperti undang-undang dasar, akte notaris, naskah-naskah perjanjian jual beli, dan lain-lain. b. Gaya atau ragam resmi (formal), yakni variasi bahasa yang digunakan dalam pidato kenegaraan, rapat dinas, buku-buku pelajaran, dan lain-lain. Ragam resmi ini pada dasarnya sama dengan ragam bahasa baku atau standar yang hanya digunakan dalam situasi resmi, dan tidak digunakan dalam situasi tidak resmi. Misalnya, pembicaraan dalam acara peminangan, pembicaraan dengan seorang dosen di ruangannya, atau diskusi dalam ruang kuliah.

c. Gaya atau ragam usaha (konsultatif), yakni variasi bahasa yang lazim digunakan dalam pembicaraan biasa di sekolah dan rapat-rapat atau pembicaraan yang berorientasi kepada hasil atau produksi. Jadi, dapat dikatakan ragam usaha ini adalah ragam bahasa yang paling operasional. Wujud ragam usaha ini berada di antara ragam formal dan ragam informal atau ragam santai.

d. Gaya atau ragam santai, yakni variasi bahasa yang digunakan dalam situasi tidak resmi untuk berbincang-bincang dengan keluarga atau teman karib pada waktu beristirahat, berekreasi, dan lain-lain. Ragam santai ini banyak menggunakan bentuk alegro, yakni bentuk kata atau ujaran yang dipendekkan. Kosa katanya banyak dipenuhi unsur leksikal dialek dan unsur bahasa daerah.


(26)

10

e. Gaya atau ragam akrab, yakni variasi bahasa yang biasa digunakan oleh para penutur yang hubungannya sudah akrab, seperti antar anggota keluarga, atau antarteman yang sudah karib. Ragam ini ditandai dengan penggunan bahasa yang tidak lengkap, pendek-pendek dan dengan artikulasi yang seringkali tidak jelas.

4. Variasi dari Segi Sarana

Variasi bahasa dari segi sarana dapat dilihat dari segi sarananya atau jalur yang digunakan. Berdasarkan sarana yang digunakan ragam bahasa dibagi menjadi dua, yakni ragam bahasa lisan dan ragam bahasa tulis. Informasi yang digunakan dalam ragam wacana lisan disampaikan secara lisan yang dibantu oleh unsur-unsur nonsegmental atau unsur nonlinguistik yang berupa nada suara, gerak-gerik tangan, gelengan kepala, dan sebagainya. Kemudian ragam bahasa tulis informasi yang digunakan berupa tulisan atau simbol-simbol serta tanda baca yang memiliki makna agar pembaca dapat mengerti apa yang ditulis.

2.2 Kontak Bahasa

Chaer dan Agustina (2004: 84) mengemukakan bahwa masyarakat tutur yang terbuka, artinya yang mempunyai hubungan dengan masyarakat tutur lain, tentu akan mengalami apa yang disebut dengan kontak bahasa dengan segala peristiwa-peristiwa kebahasaan sebagai akibatnya. Pakar lain juga berpendapat bahwa masyarakat yang terbuka, artinya yang para anggotanya dapat menerima kedatangan anggota dari masyarakat lain, baik dari satu atau lebih dari satu masyarakat, terjadilah apa yang disebut dengan kontak bahasa (Chaer, 2007: 65).


(27)

11

Aslinda dan Syahfafa (2007: 25) berpendapat bahwa kontak bahasa terjadi dalam masyarakat pemakai bahasa atau terjadi dalam situasi kemasyarakatan tempat seseorang mempelajari unsur-unsur sistem bahasa yang bukan bahasanya sendiri. Bahasa dari masyarakat yang menerima kedatangan akan saling memengaruhi dengan bahasa dari masyarakat yang datang. Hal yang sangat menonjol yang bisa terjadi dari adanya kontak bahasa adalah terjadinya atau terdapatnya yang disebut bilingualisme dan multilingualisme dengan berbagai macam kasus, seperti interferensi, integrasi, alih kode, dan campur kode (Chaer, 2007: 65)

2.3 Kedwibahasaan

Bilingualisme atau dalam bahasa Indonesia disebut dengan kedwibahasaan merupakan penggunaan dua bahasa atau dua kode bahasa. Kedwibahasaan adalah penguasaan bahasa atau lebih. Kedwibahasaan dan keanekabahasaan merupakan istilah yang relatif karena tipe dan jenjang penguasaan bahasa seseorang berbeda (Encyclopedia Britanica dalam Tarigan dan Tarigan, 2011: 8). Selanjutnya, Chaer dan Agustina (2004: 102) berpendapat bahwa kedwibahasaan atau bilingualisme adalah keadaan penggunaan dua bahasa secara bergantian dalam masyarakat. Pembicaraan kedwibahasaan tercakup ke dalam beberapa pengertian seperti masalah tingkat, fungsi, pertukaran/alih kode, percampuran/campur kode, interferensi, dan integrasi. Selaras dengan pendapat sebelumnya, Bloomfield (dalam Tarigan dan Tarigan, 2011: 8) menyatakan bahwa kedwibahasaan adalah penguasaan bahasa secara sempurna. Tentu saja penguasaan dua bahasa itu tidak dapat dijelaskan secara tepat karena penguasaan itu berjenjang dan relatif.


(28)

12

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa pengertian kedwibahasaan adalah penggunaan atau penguasaan dua bahasa di dalam masyarakat

2.4 Dwibahasawan

Situasi kebahasaan masyarakat tutur bahasa Indonesia sekurang-kurangnya ditandai dengan pemakaian dua bahasa, yakni bahasa daerah sebagai bahasa ibu dan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional atau bahasa Indonesia sebagai bahasa Ibu dan bahasa asing sebagai bahasa kedua. Situasi pemakaian yang seperti inilah yang dapat memunculkan pencampuran antara bahasa ibu dan bahasa keduanya. Bahasa ibu yang pertama memiliki pengaruh yang kuat terhadap pemakaian bahasa kedua, dan sebaliknya pengaruh bahasa kedua mempunyai pengaruh yang besar terhadap pemakaian bahasa pertama. Kebiasaan untuk memakai kedua bahasa lebih secara bergantian disebut kedwibahasaan (Suyanto, 2011:84).

2.4.1 Pengertian Dwibahasawan

Selain perlu memahami kedwibahasawan, akan lebih baik bila memahami pengertian dwibahasawan. Weinreich (dalam Aslinda dan Syahfafa, 2007: 26) berpendapat bahwa seseorang yang terlibat dalam praktik penggunaan dua bahasa secara bergantian itulah yang disebut dengan bilingual atau kedwibahasawan. Dwibahasawan adalah orang yang dapat berbicara dalam dua bahasa seperti bahasa nasional dan bahasa asing, bahasa daerah dan bahasa nasional, dan pemakai dua bahasa (KBBI, 2008: 349).


(29)

13

Tingkat penguasaan bahasa dwibahasawan yang satu berbeda dengan kedwibahasawan yang lain, bergantung pada setiap individu yang mempergunakannya dan dwibahasawan dapat dikatakan mampu berperan dalam perubahan bahasa.

Berdasarkan beberapa pendapat mengenai pengertian dwibahasawan, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa dwibahasawan adalah orang yang memiliki kemampuan menggunakan dua bahasa secara bergantian.

2.4.2 Jenis-Jenis Dwibahasawan

Tarigan dan Tarigan (2011: 10) membagi beberapa jenis dwibahasawan menjadi beberapa klasifikasi sebagai berikut.

1. Kedwibahasawan Terpadu

Seseorang yang memasukkan kedua sistem bahasa yang dikuasainya. Sering terjadi dwibahasawan jenis ini menggunakan sistem B2 di saat dia menggunakan B1.

2. Dwibahasawan Koordinatif

Seseorang yang tidak dapat memadukan kedua sistem bahasa yang dikuasainya. Kedua bahasa yang dikuasainya itu tetap berdiri sendiri, karena itu biasanya orang yang bersangkutan adalah penerjemah yang berkualitas tidak bagus.

3. Dwibahasawan Tambahan

Dwibahasawan tambahan adalah pembicara yang dapat menggunakan dua bahasa yang bergengsi dan bermanfaat. Kedua bahasa itu saling melengkapi, saling memperkaya, dan sejalan.


(30)

14

2.5 Campur Kode

Campur kode merupakan salah satu akibat terjadinya peristiwa kedwibahasaan dalam berkomunikasi di lingkungan masyarakat.

2.5.1 Pengertian Campur Kode

Di dalam kehidupan bermasyarakat yang bilingual ini terdapat dua peristiwa yang lazim terjadi yakni alih kode dan campur kode. Kesamaan yang ada antara campur kode dan alih kode adalah digunakannya dua bahasa atau lebih atau dua varian dari dua bahasa dalam satu masyarakat tutur. Banyak ragam pendapat mengenai perbedaan alih kode dan campur kode. Setiap bahasa atau ragam bahasa yang digunakan memiliki fungsi otonomi masing-masing, dilakukan dengan sadar dan sengaja dengan sebab-sebab tertentu disebut dengan alih kode, sedangkan kode-kode lain yang terlibat dalam peristiwa tutur itu hanya berupa serpihan-serpihan

(pieces) saja tanpa fungsi atau keotonomian sebagai sebuah kode disebut dengan

campur kode (Chaer dan Agustina. 2004: 114). Suyanto (2011: 83) menyatakan bahwa campur kode merupakan peristiwa pencampuran dua atau lebih bahasa atau ragam bahasa dalam suatu peristiwa tutur.

Thelander (dalam Chaer dan Agustina, 2004: 115) mengemukakan bahwa dalam suatu peristiwa tutur terjadi peralihan dari satu klausa suatu bahasa ke klausa bahasa lain, maka peristiwa yang terjadi adalah alih kode. Tetapi apabila di dalam suatu peristiwa tutur, klausa-klausa atau frase-frase yang digunakan terdiri atas klausa dan frase campuran (hybrid clauses, hybrid phrases), dan masing-masing klausa atau frase itu tidak lagi mendukung fungsi sendiri-sendiri maka peristiwa yang terjadi adalah campur kode.


(31)

15

Fasold (dalam Chaer dan agustina, 2004: 115) menawarkan kriteria gramatika untuk membedakan campur kode dan alih kode. Apabila seseorang menggunakan satu kata atau frase dari satu bahasa, dia telah melakukan campur kode. Tetapi, apabila satu klausa jelas-jelas memiliki struktur gramatika satu bahasa dan bahasa berikutnya disususun berdasarkan struktur gramatika bahasa lain, maka peristiwa yang terjadi adalah alih kode. Sebagai contoh perhatikan percakapan berikut yang dilakukan oleh penutur dwibahasawan Indonesia-Cina Putunghoa di Jakarta yang dikutip dari laporan Haryono (Chaer dan Agustina. 2004: 117).

Lokasi : Di bagaian iklan kantor surat kabar Harian Indonesia Bahasa : Indonesia dan Cina Putunghoa

Waktu : Senin, 18 November 1988, pukul 11.00 WIB. Penutur` : Informan III (inf) dan pemasang iklan (PI) Topik : Memilih halaman untuk memasang iklan

Inf III : NI mau pasang di halaman berapa? (Anda mau pasang di halaman berapa?)

PI : Di baban aja deh (di halaman depan sajalah)

Inf III : Mei you a! Kalau mau di halaman lain; baeil di baban penuh lho! Nggak ada lagi (kalau mau di halaman lain. Hari selasa di halaman depan penuh lho. Tidak ada lagi)

PI : Na wo xian gaosu wodejingli ba. Ta you de di baban a (kalau demikian saya beritahukan direktur dulu. Dia maunya di halaman delapan)

Inf III :Hao, ni guosu ta ba. Jintian degoang goa hen duo. Kalau mau ni buru-buru datang lagi (baik, kamu beri tahu dia. Iklan hari ini sangat banyak. Kalau mau harus segera datang lagi)

Menurut Haryono, kedua partisipan itu sudah akrab. Hal itu tampak dari pengunaan pronomina persona kedua ni “kamu”. Kata ganti yang sama yang menyatakan hormat adalah Xiansheng. Dilihat dari segi penggunaan bahasa Cina Putunghoa, yaitu bahasa Cina dialek Beijing (yang disepakati untuk digunakan sebagai bahasa pergaulan umum atau sebagai alat komunikasi resmi di RRC dan Taiwan), tampaknya tidak begitu menyimpang dari kaidah yang ada. Tetapi dari


(32)

16

segi bahasa Indonesia, digunakan bahasa Indonesia dialek Jakarta bukan bahasa Indonesia ragam baku. Dapat dilihat bahwa meskipun pembicaraan tentang pemasangan iklan adalah masalah formal, tetapi nyatanya ragam bahasa yang digunakan bukan ragam formal melainkan ragam informal.

Ciri yang menonjol dalam campur kode ini adalah kesantaian atau situasi informal. Dalam situasi berbahasa formal, jarang terjadi campur kode, kalau terdapat campur kode dalam keadaan itu dikarenakan tidak ada kata atau ungkapan yang tepat untuk menggantikan bahasa yang sedang dipakai sehingga sehinga perlu memakai kata atau ungkapan dari bahasa daerah atau bahasa asing (Nababan dalam Aslinda dan Syahfafa, 2007: 87).

2.5.2 Bentuk-Bentuk Campur Kode

Dalam peristiwa tutur klausa-kalusa atau frase-frase yang digunakan terdiri atas klausa dan frasa campuran yang masing-masing tidak mendukung lagi fungsi sendiri-sendiri, maka peristiwa tersebut adalah campur kode (Thelander dalam Chaer dan Agustina, 2004: 115). Pendapat lain seperti Fasold (dalam Chaer dan Agustina, 2004: 115) menyatakan jika seseorang menggunakan satu kata atau frase dari satu bahasa, dia telah melakukan campur kode. Berdasarkan pendapat Thelander dan Fasold, Chaer dan Agustina (2004: 116-117) menarik kesimpulan bahwa campur kode adalah pencampuran serpihan kata, frase dan klausa di dalam bahasa lain yang digunakan. Intinya ada satu bahasa yang digunakan, tetapi di dalamnya terdapat serpihan-serpihan bahasa lain.

Berikut merupakan bentuk-bentuk campur kode berdasarkan pendapat Thelander dan Fasold yang juga didukung oleh Chaer dan Agustina (2004:114).


(33)

17

a). Campur Kode Berwujud Kata

Kata merupakan satuan terkecil dan dapat menduduki salah satu fungsi sintaksis (subjek, predikat, objek, atau keterangan) (Chaer, 2008:5). Seorang penutur yang bilingual sering melakukan campur kode dengan menyisipkan unsur-unsur dari bahasa lain yang berupa penyisipan kata. Berikut contoh campur kode dengan penyisipan unsur berupa kata.

Contoh: “Sampean mau ke mana, Gus?”

„Kamu mau ke mana, Gus?‟

Contoh kalimat di atas adalah kalimat bahasa Indonesia yang terdapat sisipan bahasa Jawa yakni pada kata sampean. Kata sampean dalam bahasa Indonesia bermakna kamu. Maka campur kode yang terjadi pada kalimat di atas adalah campur kode kata.

b). Campur Kode Berwujud Frasa

Frasa adalah satuan linguistik yang secara potensial merupakan gabungan dua kata atau lebih yang tidak mempunyai ciri-ciri klausa (Cook dalam Putrayasa, 2008:2). Berikut adalah contoh campur kode dengan penyisipan yang berupa frasa.

Contoh: “Siapapun bisa gitu tapi memang so far acara-acara yang sudah kita laksanakan seperti itu.”

„Siapapun bisa gitu tapi memang sejauh ini acara-acara yang sudah kita


(34)

18

Contoh kalimat di atas adalah kalimat bahasa Indonesia yang terdapat sisipan bahasa Inggris yakni pada kata so far. Kata so far dalam bahasa Indonesia bermakna sejauh ini. Maka campur kode yang terjadi pada kalimat di atas adalah campur kode frasa.

c). Campur Kode Berwujud Klausa

Klausa adalah satuan gramatikal berupa gabungan kata yang sekurang-kurangnya terdiri atas subjek dan predikat (Ramlan dan Kridalaksana dalam Putrayasa, 2008:11). Berikut adalah contoh campur kode dengan penyisipan yang berupa klausa.

Contoh : “Sebaiknya dilupakan saja. They don’t worth it.”

„Sebaiknya dilupakan saja. Mereka tidak menghargainya.‟

Kalimat di atas merupakan bentuk campur kode kalusa karena terdapat sisipan klausa bahasa Inggris yakni They don’t worth it yang berarti mereka tidak menghargainya.

2.6 Alih Kode

Alih kode merupakan salah satu akibat terjadinya kedwibahasaan yang terjadi dalam suatu masyarakat tutur.

2.6.1 Pengertian Alih Kode

Masyarakat yang bilingual maupun yang multilingual seringkali mengalami peristiwa yang disebut alih kode. Chaer (2007: 67) berpendapat bahwa alih kode merupakan beralihnya penggunaan suatu kode (bahasa atau ragam bahasa


(35)

19

tertentu) ke dalam kode yang lain (bahasa atau ragam bahasa lain). Pendapat lain juga mengemukakan bahwa alih kode merupakan gejala peralihan pemakaian bahasa karena berubahnya situasi (Appel dalam Chaer dan agustina, 2010: 107). Berbeda dengan Appel, Hymes (dalam Chaer dan agustina, 2010: 107) menyatakan bahwa alih kode itu bukan hanya terjadi antarbahasa, tetapi juga terjadi antara ragam-ragam atau gaya-gaya yang terdapat dalam satu bahasa.

Contoh dari peristiwa alih kode dari percakapan antara seorang sekretaris (S) dan majikannya (M) yang dikutip dari Soewito (dalam Chaer, 2007: 68) sebagai berikut.

S : Apakah bapak sudah jadi membuat lampiran untuk surat M : O, ya sudah. Inilah!

S : Surat itu berisi permintaan borongan untuk memperbaiki kantor sebelah. Saya sudah kenal dia. Orangnya baik. Banyak relasi dan tidak banyak mencari untung. Lha saiki yen usahane pingin maju kudu wani ngono (sekarang, jika ingin maju harus berani bertindak demikian)

S : Panci ngaten, Pak! (memang begitu, Pak!)

M : Panci ngaten priye? (memang begitu, bagaimana?)

S : Tegesipun, mbok modalipun agenga kados menapa, menawi (maksudnya, betapa pun besarnya modal, kalau...)

M : Menawa ora akeh hubungane lan olehe mbathi kakehan, usahane ora bakal dadi. Ngono karepmu? (kalau tidak banyak hubungannya dan terlalu mengambil banyak untung, usahanya tidak akan jadi. Begitu maksudmu?)

S : Lha inggih ngaten! (memang begitu, bukan?)

M : O, ya apa surat untuk Jakarta sudah jadi dikirim kemarin? S : Sudah pak. Bersama surat Pak Ridwan dengan Kilat khusus.

Percakapan tersebut menunjukkan terjadinya alih kode antara bahasa Indonesia dengan bahasa Jawa. Percakapan diatas mengalami alih kode yang disebabkan oleh perubahan situasi dan topik pembicaraan. Awal percakapan bersifat formal, yakni keduanya menggunakan bahasa Indonesia yang baku. Tetapi ketika pembicaraan beralih pada sifat pribadi maka terjadilah peristiwa alih kode.


(36)

20

akhirnya karena pokok pembicaraan kembali lagi ke masalah kantor, dan situasinya menjadi formal lagi, maka keduanya beralih lagi menggunakan bahasa Indonesia.

2.6.2 Bentuk-Bentuk Alih Kode

Soewito (dalam Chaer dan Agustina, 2004: 114) membedakan adanya dua macam alih kode yaitu alih kode internal dan alih kode eksternal. Alih kode internal adalah alih kode yang berlangsung antar bahasa sendiri, seperti dari bahasa Indonesia ke bahasa Jawa atau sebaliknya, sedangkan alih kode eksternal terjadi antara bahasa sendiri (salah satu bahasa atau ragam yang ada dalam verbal repetoir masyarakat tuturnya) dengan bahasa asing.

Contoh alih kode ekstern:

A dan B sedang bercakap-cakap dalam bahasa Jawa, kemudian datanglah C yang merupakan warga negara Amerika yang hanya mengerti bahasa Inggris (A dan B adalah warga negara Indonesia yang dapat berbahasa Inggris) maka digunakanlah bahasa Inggris agar dapat berkomunikasi. Setelah C pamit, A dan B meneruskan kembali bercakap-cakap mengunakan bahasa Jawa.

2.6.3 Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Alih Kode

Alih kode terjadi karena adanya sebab-sebab yang dilakukan oleh penutur dalam suatu keadaan sadar. Fishman (dalam Chaer dan agustina, 2010: 108) mengemukakan penyebab terjadinya alih kode, yakni siapa yang berbicara, dengan bahasa apa, kepada siapa, kapan, dan dengan tujuan apa.

Appel (dalam Pateda, 1987: 86) menyatakan bahwa faktor situasional yang mempengaruhi peralihan kode adalah.


(37)

21

a) siapa yang berbicara dan pendengar; b) pokok pembicaraan;

c) konteks verbal;

d) bagaimana bahasa dihasilkan; e) lokasi.

Peralihan kode juga dipengaruhi oleh pokok pembicaraan yang bersifat formal dan informal. Pokok pembicaraan tercermin pada konteks verbal. Sehubungan dengan konteks verbal, ada dua aspek yang perlu diperhatikan. Kedua aspek tersebut adalah.

a) bahasa orang yang ikut dalam pembicaraan; b) bahasa pembicara.

Pateda (1987: 90) menyatakan bahwa penutur megalihkan pembicaraan disebabkan oleh:

a) adanya selipan dari lawan bicara;

b) pembicaraan teringat pada hal-hal yang perlu dirahasiakan; c) salah bicara (slip of the tangue);

d) rangsangan lain yang menarik perhatian; e) hal yang direncanakan.

Selanjutnya Bloomfield (dalam Pateda, 1987: 85) mengemukakan penyebab terjadinya alih kode, yaitu adanya stimulus baru, dorongan batin, dan pokok pembicaraan.


(38)

22

Sementara itu Chaer dan Agustina (2010: 108) mengemukakan penyebab terjadinya alih kode antara lain.

a) Pembicara atau Penutur

Seorang pembicara atau penutur seringkali melakukan alih kode untuk mendapatkan keuntungan atau manfaat dari tindakan yang dilakukan. Alih kode untuk memperoleh keuntungan ini biasanya dilakukan oleh penutur yang dalam peristiwa tutur mengharapkan bantuan lawan tuturnya.

b) Lawan Bicara atau Lawan Tutur

Lawan bicara atau lawan tutur dapat menyebabkan terjadinya alih kode. Misalnya, karena si penutur ingin mengimbangi kemampuan berbahasa si lawan tutur. Dalam hal ini biasanya kemampuan berbahasa si lawan tutur kurang atau sedikit kurang karena memang mungkin bukan bahasa pertamanya. Apabila lawan tutur berlatar belakang bahasa yang sama dengan penutur, maka alih kode yang terjadi hanya berupa peralihan varian (baik regional maupun sosial), ragam, gaya, atau register. Apabila lawan tutur berlatar belakang yang tidak sama dengan penutur, maka yang terjadi adalah alih kode.

c) Kehadiran Orang Ketiga atau Orang Lain

Kehadiran orang ketiga atau orang lain yang tidak berlatar belakang bahasa yang sama dengan bahasa yang sedang digunakan oleh penutur dan lawan tutur dapat menyebabkan terjadinya alih kode. Saat melakukan tuturan, status orang ketiga dalam alih kode juga menentukan bahasa atau varian yang harus dilakukan.


(39)

23

d) Perubahan Situasi

Perubahan situasi bicara dapat menyebabkan terjadinya alih kode. Alih kode yang dilakukan berupa perubahan situasi informal ke situasi formal atau sebaliknya. Misalnya, dari penggunaan bahasa Indonesia ragam santai lalu berubah menjadi digunakannya bahasa Indonesia ragam informal begitu pula sebaliknya.

e) Perubahan Topik Pembicaraan

Berubahnya topik pembicaraan juga dapat menyebabkan terjadinya alih kode. Misalnya, percakapan antara sekretaris dengan atasannya. Saat sedang melakukan percakapan yang bersifat pekerjaan dengan atasannya, bahasa yang digunakan menggunakan bahasa Indonesia. Namun, ketika topik percakapannya berubah menjadi masalah pribadi, bahasa yang digunakan berubah menjadi bahasa daerah.

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas, pada penelitian ini penulis mengacu pada pendapat yang dikemukakan oleh Widjajakusumah (dalam Chaer dan Agustina, 2004: 112-113) juga menyatakan bahwa setiap bahasa dan ragam-ragamnya itu mempunyai fungsi pemakaian tertentu. Oleh sebab itu penyebab terjadinya alih kode dari bahasa Sunda ke dalam bahasa Indonesia adalah sebagai berikut.

1) kehadiran orang ketiga;

2) perpindahan topik dari yang nonteknis ke teknis; 3) beralihnya suasana bicara;

4) ingin di anggap “terpelajar”;

5) ingin menjauhkan jarak;

6) menghindarkan adanya bentuk kasar dan halus dalam bahasa Sunda; 7) mengutip pembicaraan orang lain;


(40)

24

8) terpengaruh lawan bicara yang beralih ke bahasa Indonesia; 9) mitra berbicara lebih mudah;

10)berada di tempat umum;

11)menunjukkan bahasa pertamanya bukan bahasa Sunda; 12)beralih media/sara bicara.

Adapun penyebab terjadinya alih kode dari bahasa Indonesia ke bahasa Sunda adalah sebagai berikut.

1) perginya orang ketiga;

2) topiknya beralih dari hal teknis ke hal non teknis;

3) suasana beralih dari resmi ke tidak resmi, dari situasi kesundaan keindonesiaan;

4) merasa ganjil untuk tidak berbahasa Sunda dengan orang sekampung; 5) ingin mendekatkan jarak;

6) ingin beradab-adab dengan mengunakan bahasa Sunda halus dan berakrab-akrab dengan bahasa Sunda kasar;

7) mengutip dari peristiwa bicara lain;

8) terpengaruh oleh lawan bicara yang berbahasa Sunda;

9) perginya generasi muda, mitra bicara orang lain yang lebih muda; 10) merasa di rumah sendiri, bukan di tempat umum;

11) ingin menunjukkan bahasa pertamanya adalah bahasa Sunda; 12) beralih bicara tanpa alat-alat seperti telepon.


(41)

25

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Metode deskriptif kualitatif merupakan metode yang menggunakan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa atau gambaran untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain (Moleong, 2011:6).

Agar penelitian kualitatif dapat betul-betul berkualitas, data yang dikumpulkan harus lengkap, yaitu berupa data primer dan data sekunder. Data primer adalah data dalam bentuk verbal atau kata-kata yang diucapkan secara lisan, gerak-gerik atau perilaku yang dilakukan oleh subjek yang dapat dipercaya, dalam hal ini adalah subjek penelitan (informan) yang berkenaan dengan veriabel yang diteliti. Data primer pada penelitian ini yakni tuturan atau kata-kata yang diucapkan siswa kelas XI SMA Negeri 1 Seputih Agung Tahun Pelajaran 2013/2014. Kemudian, data sekunder adalah data yang diperoleh dari dokumen-dokumen grafis (tabel, catatan, notulen rapat SMS, dan lain-lain), foto-foto, film rekaman video, benda-benda, dan lain-lain yang dapat memperkaya data primer (Arikunto, 2011: 22). Data sekunder pada penelitian ini adalah data yang diperoleh dari hasil rekaman


(42)

26

suara yang dilakukan pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Seputih Agung Lampung Tengah Tahun Pelajaran 2013/2014.

Dengan menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif ini, peneliti mendeskripsikan bentuk-bentuk campur kode dan alih kode pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Seputih Agung Lampung Tengah Tahun Pelajaran 2013/2014.

3.2 Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah kegiatan diskusi dalam pembelajaran Bahasa Indonesia. Data penelitian yaitu berupa percakapan bahasa Indonesia yang mengalami campur kode dan alih kode yang digunakan siswa pada saat pembelajaran Bahasa Indonesia berlangsung.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik simak libat cakap (SLC) dan teknik bebas libat cakap (SBLC) (Mahsun, 2007:243-253). Teknik simak libat cakap (SLC) dimaksudkan sebagai upaya penyadapan peristiwa tutur oleh peneliti dengan cara peneliti terlibat langsung dalam peristiwa tersebut. Selain itu, penelitian ini juga menggunakan teknik simak bebas libat cakap (SBLC) karena peneliti hanya mengamati perilaku di dalam suatu peristiwa tutur dengan tanpa terlibat dalam peristiwa tutur tersebut.

Selain menggunakan teknik simak libat cakap dan teknik simak bebas libat cakap, penelitian ini juga menggunakan teknik catatan lapangan atau teknik rekam, angket, dan wawancara. Catatan lapangan adalah catatan yang digunakan peneliti untuk menggambarkan atau menulis apa yang didengar, dilihat, dialami, dan


(43)

27

dipikirkan dalam rangka mengumpulkan data pada penelitan kualitatif (Moelong, 2011:209). Catatan lapangan atau rekaman data merupakan alat yang sangat penting yang digunakan oleh peneliti saat melakukan pengamatan. Untuk mempermudah dalam melakukan pengamatan, penulis menggunakan alat rekam yang menunjang catatan lapangan. Selain untuk menunjang catatan lapangan, alat rekam juga digunakan untuk merekam secara langsung percakapan yang dilakukan oleh siswa dalam pembelajaran untuk mengetahui apakah siswa tersebut menggunakan campur kode dan alih kode selama proses pembelajaran berlangsung.

Selain menggunakan catatan lapangan, angket juga diperlukan dalam mengumpulkan data. Angket merupakan sejumlah pertanyan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden, seperti laporan tentang dirinya atau hal-hal yang diketahui. Angket digunakan peneliti untuk mengetahui apakah siswa yang bersekolah di SMA Negeri 1 Seputih Agung Lampung Tengah tersebut merupakan dwibahasawan atau tidak.

Penelitian ini juga mengguakan teknik wawancara. Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara

(interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Lincoln dan Guba

(dalam Moleong, 2011: 186) menegaskan maksud diadakannya wawancara antara lain: mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan. Wawancara ini dilakukan oleh peneliti terhadap guru Bahasa Indonesia yang mengajar di SMA Negeri 1 Seputih Agung untuk menetahui bahasa apakah yang dilakukan oleh siswa pada saat proses pembelajaran berlangsung.


(44)

28

3.4 Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara sebagai berikut.

1. Mencatat percakapan yang dilakukan terhadap subjek penelitian menggunakan alat rekam;

2. Menuliskan kembali percakapan yang diperoleh ke dalam catatan lapangan; 3. Menerjemahkan bahasa Jawa dan bahasa asing ke dalam Bahasa Indonesia; 4. Mengklasifikasikan data berdasarkan bentuk-bentuk campur kode dan alih

kode;

5. Menganalisis bentuk-bentuk campur kode dan alih kode secara cermat; 6. Menandai campur kode dengan CK dan Alih Kode dengan AK;

7. Menandai bentuk-bentuk campur kode dengan tanda CK/Kt untuk campur kde kata, CK/Fr untuk campur kode frasa, dan CK/Kl untuk campur kode klausa; 8. Menandai bentuk-bentuk alih kode dengan tanda AK/I untuk alih kode internal

dan AK/E untuk alih kode eksternal;


(45)

72

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan, diperoleh simpulan bahwa dalam pembelajaran Bahasa Indonesia siswa kelas XI SMA Negeri 1 Seputih Agung Lampung Tengah Tahun Pelajaran 2013/2014 melakukan campur kode dan alih kode. Campur kode yang dilakukan oleh siswa kelas XI SMA Negeri 1 Seputih Agung Lampung Tengah Tahun Pelajaran 2013/2014 memiliki tiga bentuk campur kode yang berasal dari bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia maupun campur kode bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia, yakni campur kode kata, campur kode frasa, dan campur kode klausa.

Terdapat dua macam alih kode yang ditemukan pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Seputih Agung Lampung Tengah Tahun Pelajaran 2013/2014, yakni alih kode internal dan alih kode eksternal. Alih kode internal terjadi karena ada pergantian bahasa dari bahasa Jawa ke bahasa Indonesia atau sebaliknya, perpindahan situasi, penutur, pengaruh mitra tuturnya, dan perpindahan topik pembicaraan, sedangkan faktor adanya kehadiran orang ketiga dan ingin dianggap terpelajar tidak ditemukan dalam data. Alih kode eksternal yang dilakukan oleh siswa kelas XI SMA Negeri 1 Seputih Agung Lampung Tengah Tahun Pelajaran 2013/2014


(46)

72

terjadi ketika berbicara dengan teman sebayanya yang disebabkan oleh faktor ingin beradab-adab.

Hasil penelitian menunjukkan adanya 46 data percakapan yang mengalami campur kode dan 20 data alih kode yang terjadi pada saat kegiatan pembelajaran Bahasa Indonesia siswa kelas XI SMA Negeri 1 Seputih Agung Lampung Tengah Tahun Pelajaran 2013/2014.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah disajikan pada bagian terdahulu, peneliti menyarankan hal-hal sebagai berikut.

1. Bagi para guru sekolah menengah atas perlu memperhatikan penggunaan bahasa para siswa baik bahasa Indonesia maupun bahasa daerahnya. Guru harus menghindari pemakaian bahasa daerah selama proses pembelajaran karena sekolah merupakan tempat yang formal, sehingga diperlukan bahasa Indonesia sebagai pengantarnya. Pengecualian apabila campur kode dan alih kode memang diperlukan dalam kegiatan pembelajaran. 2. Bagi peneliti yang berminat di bidang kajian yang sama perlu menindak

lanjuti penelitian dengan kajian campur kode dan alih kode yang terdapat dalam bahasa tulisan.


(47)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Aslinda dan Leni Syahfafa. 2007. Pengantar Sosiolinguistik. Bandung: Refika Aditama.

Balai Pustaka. 1976. Bahasa Indonesa Sekolah Menengah Atas 3. Jakarta: Balai Pustaka.

Chaer, Abdul dan Leoni Agustina. 2004. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.

Chaer, Abdul dan Leoni Agustina. 2010. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.

Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.

Chaer, Abdul. 2008. Morfologi Bahasa indonesia: Pendekatan Proses. Jakarta: Rineka Cipta.

Departeman Pendidikan Nasional.2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Mahsun. 2007. Metode Penelitian Bahasa (Tahapan strategi, Metode, dan

Tekniknya). Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Moleong, Lexy J. 2011. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Pateda, Mansoer. 1987. Sosiolinguistik. Bandung: Angkasa.

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2010. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan

Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Bandung: Yrama Widya.

Suyanto, Edi. 2011. Membina, Memelihara, dan Menggunakan Bahasa Indonesia


(48)

Tarigan, Henry Guntur dan Djago Tarigan. 2011. Pengajaran Analisis Kesalahan

Berbahasa. Bandung: Angkasa.

Tarigan, Henry Guntur. 2009. Pengajaran Kedwibahasaan. Bandung: Angkasa. Universitas Lampung. 2010. Format Penulisan Karya Ilmiah. Bandar Lampung:


(1)

dipikirkan dalam rangka mengumpulkan data pada penelitan kualitatif (Moelong, 2011:209). Catatan lapangan atau rekaman data merupakan alat yang sangat penting yang digunakan oleh peneliti saat melakukan pengamatan. Untuk mempermudah dalam melakukan pengamatan, penulis menggunakan alat rekam yang menunjang catatan lapangan. Selain untuk menunjang catatan lapangan, alat rekam juga digunakan untuk merekam secara langsung percakapan yang dilakukan oleh siswa dalam pembelajaran untuk mengetahui apakah siswa tersebut menggunakan campur kode dan alih kode selama proses pembelajaran berlangsung.

Selain menggunakan catatan lapangan, angket juga diperlukan dalam mengumpulkan data. Angket merupakan sejumlah pertanyan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden, seperti laporan tentang dirinya atau hal-hal yang diketahui. Angket digunakan peneliti untuk mengetahui apakah siswa yang bersekolah di SMA Negeri 1 Seputih Agung Lampung Tengah tersebut merupakan dwibahasawan atau tidak.

Penelitian ini juga mengguakan teknik wawancara. Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Lincoln dan Guba (dalam Moleong, 2011: 186) menegaskan maksud diadakannya wawancara antara lain: mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan. Wawancara ini dilakukan oleh peneliti terhadap guru Bahasa Indonesia yang mengajar di SMA Negeri 1 Seputih Agung untuk menetahui bahasa apakah yang dilakukan oleh siswa pada saat proses pembelajaran berlangsung.


(2)

28

3.4 Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara sebagai berikut.

1. Mencatat percakapan yang dilakukan terhadap subjek penelitian menggunakan alat rekam;

2. Menuliskan kembali percakapan yang diperoleh ke dalam catatan lapangan; 3. Menerjemahkan bahasa Jawa dan bahasa asing ke dalam Bahasa Indonesia; 4. Mengklasifikasikan data berdasarkan bentuk-bentuk campur kode dan alih

kode;

5. Menganalisis bentuk-bentuk campur kode dan alih kode secara cermat; 6. Menandai campur kode dengan CK dan Alih Kode dengan AK;

7. Menandai bentuk-bentuk campur kode dengan tanda CK/Kt untuk campur kde kata, CK/Fr untuk campur kode frasa, dan CK/Kl untuk campur kode klausa; 8. Menandai bentuk-bentuk alih kode dengan tanda AK/I untuk alih kode internal

dan AK/E untuk alih kode eksternal;


(3)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan, diperoleh simpulan bahwa dalam pembelajaran Bahasa Indonesia siswa kelas XI SMA Negeri 1 Seputih Agung Lampung Tengah Tahun Pelajaran 2013/2014 melakukan campur kode dan alih kode. Campur kode yang dilakukan oleh siswa kelas XI SMA Negeri 1 Seputih Agung Lampung Tengah Tahun Pelajaran 2013/2014 memiliki tiga bentuk campur kode yang berasal dari bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia maupun campur kode bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia, yakni campur kode kata, campur kode frasa, dan campur kode klausa.

Terdapat dua macam alih kode yang ditemukan pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Seputih Agung Lampung Tengah Tahun Pelajaran 2013/2014, yakni alih kode internal dan alih kode eksternal. Alih kode internal terjadi karena ada pergantian bahasa dari bahasa Jawa ke bahasa Indonesia atau sebaliknya, perpindahan situasi, penutur, pengaruh mitra tuturnya, dan perpindahan topik pembicaraan, sedangkan faktor adanya kehadiran orang ketiga dan ingin dianggap terpelajar tidak ditemukan dalam data. Alih kode eksternal yang dilakukan oleh siswa kelas XI SMA Negeri 1 Seputih Agung Lampung Tengah Tahun Pelajaran 2013/2014


(4)

72

terjadi ketika berbicara dengan teman sebayanya yang disebabkan oleh faktor ingin beradab-adab.

Hasil penelitian menunjukkan adanya 46 data percakapan yang mengalami campur kode dan 20 data alih kode yang terjadi pada saat kegiatan pembelajaran Bahasa Indonesia siswa kelas XI SMA Negeri 1 Seputih Agung Lampung Tengah Tahun Pelajaran 2013/2014.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah disajikan pada bagian terdahulu, peneliti menyarankan hal-hal sebagai berikut.

1. Bagi para guru sekolah menengah atas perlu memperhatikan penggunaan bahasa para siswa baik bahasa Indonesia maupun bahasa daerahnya. Guru harus menghindari pemakaian bahasa daerah selama proses pembelajaran karena sekolah merupakan tempat yang formal, sehingga diperlukan bahasa Indonesia sebagai pengantarnya. Pengecualian apabila campur kode dan alih kode memang diperlukan dalam kegiatan pembelajaran. 2. Bagi peneliti yang berminat di bidang kajian yang sama perlu menindak

lanjuti penelitian dengan kajian campur kode dan alih kode yang terdapat dalam bahasa tulisan.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Aslinda dan Leni Syahfafa. 2007. Pengantar Sosiolinguistik. Bandung: Refika Aditama.

Balai Pustaka. 1976. Bahasa Indonesa Sekolah Menengah Atas 3. Jakarta: Balai Pustaka.

Chaer, Abdul dan Leoni Agustina. 2004. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.

Chaer, Abdul dan Leoni Agustina. 2010. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.

Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.

Chaer, Abdul. 2008. Morfologi Bahasa indonesia: Pendekatan Proses. Jakarta: Rineka Cipta.

Departeman Pendidikan Nasional.2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Mahsun. 2007. Metode Penelitian Bahasa (Tahapan strategi, Metode, dan Tekniknya). Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Moleong, Lexy J. 2011. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Pateda, Mansoer. 1987. Sosiolinguistik. Bandung: Angkasa.

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2010. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Bandung: Yrama Widya.

Suyanto, Edi. 2011. Membina, Memelihara, dan Menggunakan Bahasa Indonesia Secara Benar (Bahan Ajar). Yogyakarta: Ardana Media.


(6)

Tarigan, Henry Guntur dan Djago Tarigan. 2011. Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa. Bandung: Angkasa.

Tarigan, Henry Guntur. 2009. Pengajaran Kedwibahasaan. Bandung: Angkasa. Universitas Lampung. 2010. Format Penulisan Karya Ilmiah. Bandar Lampung:


Dokumen yang terkait

CAMPUR KODE DALAM TUTURAN SISWA DAN GURU PADA PEMBELAJARAN KELAS XI IPS SMA NEGERI 3 PROBOLINGGO

3 10 136

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PERCAKAPAN BAHASA INDONESIA MASYARAKAT MINANG DI BANDARLAMPUNG DAN IMPLIKASINYA PADA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMA

1 56 72

CAMPUR KODE BAHASA SUNDA KE DALAM BAHASA INDONESIA PADA TUTURAN SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 KELUMBAYAN BARAT TANGGAMUS TAHUN PELAJARAN 2011/2012

1 7 18

BAHASA LISAN DALAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SISWA KELAS XI SMA NEGERI I SEKINCAU KABUPATEN LAMPUNG BARAT TAHUN PELAJARAN 2013/2014

3 23 78

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DI LINGKUNGAN SMA NEGERI 1 PURBOLINGGO KABUPATEN LAMPUNG TIMUR DA N IMPLIKASI NYA DALAM PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA ( SUATU KAJIAN SOSIOLINGUISTIK) PURBOLINGGO KABUPATEN LAMPUNG TIMUR DA N IMPLIKASI NYA DALAM PEMBELA

0 26 104

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM NOVEL SEPATU DAHLAN KARYA KHRISNA PABICHARA DAN IMPLIKASINYA PADA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMA

4 52 64

CAMPUR KODE DAN ALIH KODE DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 1 SEPUTIH AGUNG LAMPUNG TENGAH TAHUN PELAJARAN 2013/2014

0 12 48

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DAN IMPLIKASINYA PADA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMA

3 12 76

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMP NEGERI 12 KERINCI

0 0 12

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA KELAS VII SMP NEGERI 2 JATEN KARANGANYAR

0 0 16