5 6
7 8
9 Lingkungan
Ekonomi Produktif Seni, Olah Raga dan Pariwisata
Pembangunan Prasarana dan Peru mahan
Huku m, Advokasi dan Polit ik 15 keg iatan 5,4
10 keg iatan 3,6 7 kegiatan 2,5
5 kegiatan 1,8 395 juta 0,3
640 juta 0,6 1,0 miliar 0,9
1,3 miliar 1,0
Jumlah Total 279 kegiatan
115,3 miliar
Sumber: Saidi dan Abidin 2004:67 dalam Suharto 2006 : 9
3.2.2. Integrasi CSR dalam Bauran Pe masaran
Bauran pemasaran merupakan seperangkat alat yang dapat digunakan pemasar untuk membentuk karakteristik barangjasa yang ditawarkan kepada
pelanggan
http:frenndw.wordpress.com20110118bauran-pemasaran
. Berdasarkan pandangan klasik „komponen 4P‟ dalam bauran
pemasaran meliputi Product Produk, Price Harga, Promotion Promosi dan Place Distribusi danatau tempat. Konsep CSR sebetulnya dapat
diintergrasikan dalam bauran pemasaran. Namun tak berarti bauran pemasaran ini kemudian sengaja dikemas dengan format CSR demi kuntunga n
perusahaan semata. Tetapi jika dilihat dari sudut pandang Sosio-Ekonomi dalam konsep Sustainable Development, integrasi CSR dalam bauran
pemasaran di perusahaan dapat menjadi sarana perusahaan mengungkapkan tanggung jawabnya sekaligus dapat menjadi seperangkat alat pemasaran oleh
perusahaan secara berkelanjutan. Ilustrasinya, konsep CSR yang
diintegrasikan dengan bauran pemasaran itu bukan “ada udang di balik batu”
tetapi lebih ke- “sekali tepuk dua lalat”. Namun dalam beberapa kasus,
integrasi CSR tidak selalu sama antara satu perusahaan dengan perusahaan yang lain. Integrasinya berbeda-beda tergantung kebijakan dan kreativitas
pemasar di perusahaan tersebut. “4P” dan kaitannya dengan bauran pemasaran adalah:
1 Produk : penawaran baik berupa barang maupun jasa yang ditujukan untuk pemuasan kebutuhan. Integrasi CSR dapat dilakukan melalui
Produk yang digunakan berasal dari bahan yang ramah lingkungan. Jika jasa, perekrutan karyawan sebagian berasal dari lingkungan sekitar perusahan.
Contohnya adalah plastik pembungkus atau sering disebut plastik kresek yang dibuat oleh Alfamart. Plastik yang digunakan lebih cepat terurai dalam tanah.
2 Harga: bauran pemasaran yang melibatkan komponen yang digunakan dalam mempengaruhi harga. Integrasi CSR dengan harga berkaitan
dengan sejumlah rupiah yang dibayarkan oleh pelanggan digunakan untuk kegiatan CSR yang dilakukan perusahaan. Starbucks adalah salah satu
perusahaan yang melakukannya. 3 Saluran Distribusi: keputusan distribusi menyangkut kemudahan
akses terhadap jasa bagi para pelanggan. Tempat dimana produk tersedia dalam sejumlah saluran distribusi dan outlet yang memungkinkan konsumen
dapat dengan mudah memperoleh suatu produk; Integrasi CSRnya bisa
melalui outlet yang didirikan bekerja sama dengan lingkungan sekitar dalam rangka pemberdayaan dengan branding perusahaan dioutlet tersebut.
Beberapa perusahaan rokok seperti PT. HM. Sampoerna dengan Sampoerna Ijonya atau beberapa provider seluler seperti Axix dan XL mendirikan
beberapa outlet di desa-desa dengan mencantumkan mereknya. 4 Promosi: bauran promosi meliputi berbagai metode, yaitu Iklan,
Promosi Penjualan, Penjualan Tatap Muka dan Hubungan Masyarakat. Menggambarkan berbagai macam cara yang ditempuh perusahaan dalam
rangka menjual produk ke konsumen. Integrasi CSR disini lebih terlihat tebar pesona dengan melakukan kegiatan promosi dan dikaitkan dengan CSR yang
dilakukan perusahaan. Bank BNI, Bank Mandiri, PT. Djarum, dan berbagai
perusahaan sering melakukan metode ini. 3.3. Faktor yang me mpengaruhi perke mbangan CSR
Perkembangan CSR dipengaruhi oleh fenomena DEAF yang dalam Bahasa Inggris berarti tuli di dunia industri. DEAF adalah singkatan dari Dehumanisasi,
Emansipasi, Aquariumisasi, dan Feminisasi Suharto, 2008a: 5: Dehumanisasi industri.
Efisiensi dan mekanisasi yang semakin menguat di dunia industri akibat perkembangan teknologi telah menciptakan persoalan-
persoalan kemanusiaan baik bagi kalangan buruh di perusahaan,
maupun bagi masyarakat di sekitar perusahaan. Perampingan perusahaan telah menimbulkan gelombang PHK dan pengangguran.
Ekspansi dan eksploitasi industri telah melahirkan ketimpangan sosial, polusi dan kerusakan lingkungan yang hebat.
Emansipasi hak-hak publik. Masyarakat kini semakin sadar akan haknya untuk meminta
pertanggung jawaban perusahaan atas berbagai masalah sosial yang seringkali ditimbulkan oleh beroperasinya perusahaan. Kesadaran ini
semakin menuntut kepedulian perusahaan bukan saja dalam proses produksi, melainkan pula terhadap berbagai dampak sosial yang
ditimbulkannya. Aquariumisasi dunia industri.
Dunia kerja kini semakin transparan dan terbuka laksana sebuah akuarium. Perusahaan yang hanya memburu profit dan
cenderung mengabaikan hukum, prinsip etis dan filantropis tidak akan mendapat dukungan publik. Bahkan dalam banyak kasus, masyarakat
menuntut agar perusahaan seperti ini di tutup. Feminisasi dunia kerja.
Keterlibatan wanita di dunia kerja yang semakin banyak semakin menuntut penyesuaian perusahaan bukan saja terhadap
lingkungan internal organisasi, seperti pemberian cuti hamil dan
melahirkan, keselamatan dan kesehatan kerja, melainkan pula terhadap timbulnya biaya-biaya sosial, seperti penelantaran anak, kenakalan
remaja, akibat berkurangnya atau hilangnya kehadiran ibu- ibu di rumah dan tentunya di lingkungan masyarakat. Pendirian fasilitas
pendidikan, kesehatan dan perawatan anak child care atau pusat pusat kegiatan olah raga dan rekreasi bagi remaja adalah beberapa
bentuk respon terhadap isu ini. Fenomena DEAF tersebut dipaparkan dalam beberapa data menunjukkan
bahwa terjadi ketimpangan sosial akibat globalisasi. Saat ini dunia menjadi pusat
perbelanjaan raksasa dimana kesejahteraan manusia dan kedaulatan negara dipaksa tunduk pada hukum hedonisme dan pasar bebas Suharto, 2008c. Para penguasa dan
pengusaha harus mampu menjaga agar CSR tidak terseret untuk memperkuat realitas
ini.
Dalam majalah Bisnis dan CSR edisi Oktober 2007 bertajuk “Regulasi
Setengah Hati ” diturunkan laporan utama tentang paradoks kejayaan dunia bisnis dan
fenomena kemiskinan di aras global Bisnis dan CSR, 2007: 84-91. Disimpulkan bahwa dunia bisnis kini telah menjelma menjadi institusi paling berkuasa di muka
bumi selama setengah abad terakhir ini. Suharto, 2008d : 4 Dari 100 besar penguasa ekonomi dunia, 51 di antaranya adalah korporasi dan
49 nya adalah negara. Mengutip laporan The United Nations Conference on Trade
and Development UNCTAD dan The World Investment 2002, ditemukan bahwa
sekitar 65 ribu korporasi transnasional bersama 850 ribu affiliasi asingnya menguasai 10 total Gros Domestic Product GDP dan 33 ekspor dunia Suharto 2008d : 4.
Sejumlah korporasi multinasional memiliki pendapatan sebanding dengan GDP negara maju dan melebihi puluhan negara miskin dan berkembang. Misalnya,
penjualan tahunan GDP Denmark sebanding dengan General Motor dan gabungan GDP 180 negara miskin dan berkembang lebih sedikit dibanding omset Exxon Mobil.
Sayangnya, kejayaan perusahaan transnasional tersebut ternyata tidak selaras dengan perbaikan kesejahteraan masyarakat dunia. Sampai awal abad ini, didalam 5,4
miliar populasi dunia, 24 persennya 1,3 miliar terdapat manusia yang hidup di bawah 1 dollar AS per hari. Diluar itu ada ratusan juta keluarga yang tidak memiliki
rumah layak, anak-anak usia sekolah yang tidak mengenyam pendidikan, kekurangan air bersih, ibu- ibu yang meninggal ketika melahirkan, dan bayi-bayi yang tidak
sempat melihat dunia saat dilahirkan. Juga belum termasuk kerusakan lingkungan yang disebabkan baik langsung maupun tidak langsung oleh beroperasinya
perusahaan yang rentetannya mengakibatkan bencana kemanusiaan berkepanjangan. Kelamnya potret kesejahteraan manusia global ini tidak jauh berbeda dengan
potret di Indonesia. Sampai saat ini, jumlah orang miskin di Indonesia masih sangat mencemaskan. Angka kemiskinan ini menggunakan poverty line dari BPS sekitar
Rp.5.500 per kapita per hari. Tahun 2006, jumlah penduduk miskin Indonesia sebanyak 39,30 juta atau sebesar 17,75 dari total jumlah penduduk Indonesia tahun
tersebut. Setahun setelah itu jumlah penduduk miskin adalah 37,17 juta orang atau 16,58 dari total penduduk Indonesia. Ini berarti jumlah orang miskin turun sebesar
2,13 juta jiwa. Suharto, 2008a : 5 Sekilas memang terjadi penurunan, tetapi angka ini tetap saja besar dan
melampaui keseluruhan jumlah penduduk negara tetangga seperti Malaysia 25 juta, Australia 12 juta, dan Selandia Baru 4 juta. Jika menggunakan poverty line dari
Bank Dunia sebesar US 2 per kapita per hari, diperkirakan jumlah orang miskin di Indonesia berkisar antara 40-60 dari total penduduk. Potret kesejahteraan ini terlihat
lebih parah jika dimasukkan para Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial PPKS yang diberi label oleh Departemen Sosial : Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial
PMKS. Suharto, 2008a : 5 Di dalam kelompok ini terdapat jutaan Anak Balita Terlantar; Anak Jalanan,
Korban Tindak Kekerasan; Lanjut Usia Terlantar; Penyandang Cacat; Tuna Susila, Pengemis; Gelandangan; Korban Penyalahgunaan Napza; Keluarga Fakir Miskin;
Keluarga yang Tinggal di Rumah Tak Layak Huni; Komunitas Adat Terpencil; Korban Bencana Sosial; Orang dengan HIVAIDS dan seterusnya. Mereka bukan saja
menghadapi kesulitan ekonomi, melainkan pula mengalami pengucilan sosial social exlusion
akibat diskriminasi, stigma, dan eksploitasi. Dari paparan diatas terlihat bahwa globalisasi memiliki dampak negatif salah
satunya melahirkan paradoks. Disatu sisi dunia bisnis yang makin jaya tapi di sisi lain
membuat buruk tatanan ekonomi, keadilan sosial dan kehidupan masyarakat. Oleh karena itu dalam perkembangannya di aras global, hembusan CSR dan perkembangan
konsep-konsep yang terkait, seperti corporate citizenship dan corporate sustainability semakin meluas, terutama dalam merespon tantangan-tantangan baru akibat
menguatnya globalisasi.
3.4. Manfaat Sustainable Development CSR