KEDUDUKAN DAN PERAN CAMAT DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH (Studi di Kecamatan Telukbetung Selatan)

(1)

ABSTRAK

KEDUDUKAN DAN PERAN CAMAT DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

(Studi di Kecamatan Telukbetung Selatan)

Oleh

HERLINA PURWANTHIE

Masalah penelitian ini yaitu kedudukan dan peran camat dalam penyelenggaraan pemerintahan tidak didukung oleh kewenangan yang memadai sesuai tupoksinya. Penelitian berfokus pada Tugas pokok, fungsi dan kewenangan Kecamatan serta penjabarannya dalam berbagai aspek pelayanan publik dan administrasi pemerintahan sebagai wujud respon antisipatif terhadap perubahan dan perkembangan yang terjadi dalam lingkup pemerintahan terkecil (Kecamatan),

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Kewenangan Camat dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan khususnya dilihat dari perspektif New Public Service tidak didukung oleh kewenangan dan sumber pendanaan yang signifikan sehingga tupoksi camat tidak mampu memberikan fungsi pelayanan publiknya secara prima.

Masyarakat yang tidak paham terhadap kewenangan camat yang terbatas, akan menganggap pihak kecamatan tidak cepat tanggap atau bahkan tidak peduli terhadap permasalahan di wilayahnya. Ketika isu tersebut sampai ke walikota, camat akan mendapat teguran langsung karena kelalaiannya dan keterlambatannya dalam mengatasi masalah di wilayahnya.


(2)

Oleh karena itu, pelimpahan kewenangan kepada camat dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan bisa dikategorikan sebagai pelimpahan delegatif.


(3)

ABSTRACT

POSITION AND ROLE OF SUBDISTRICT HEAD IN THE IMPLEMENTATION OF LOCAL GOVERNANCE

(Study in the District of Telukbetung Selatan)

By

HERLINA PURWANTHIE

The study was conducted to describe and analyze the status and the role of governance in the district head. How much authority derived from the sub-district head Regent / Mayor and the factors that support the sub-sub-district head in reply delegated the authority to implement them.

This research is qualitative. The focus of research on the principal tasks, functions and authority as well as the District of elaboration in various aspects of public service and administration as a form of anticipatory response to changes and developments in the sphere of government smallest (sub-district), authority is delegated by the Mayor of Bandar Lampung to the Head and the Role and functions of the authority delegated in accordance Head Mayor. The data was collected using interviews, dokmentasi, and literature.

The results of this study indicate that the authority of the Head in Bandar Lampung is still very limited, even to the decision-making process at the district level was camat not have the authority. Subdistrict Head will usually instantly create memos to convey the problems in the region for the next user request to the mayor of Bandar Lampung. When in fact so many benefits derived from the transfer of authority to the


(4)

district, especially enable the functions of sub-districts and their staff members and equitable development. People who do not understand the powers of a limited sub-district head, will assume the sub-sub-district is not responsive or not even care about the problems in the region. When the issue to the mayor, district will have a direct rebuke of negligence and delay in addressing the problem in the region.


(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Palembang, Sumatera Selatan pada tanggal 03 Juli 1981, sebagai anak pertama dari dua bersaudara dari Bapak Heru Suseno dan Ibu Sameha Asip.

Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) diselesaikan pada tahun 1987, Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SD Sejahtera I Kedaton, Bandar Lampung pada tahun 1993, Sekolah Menengah Pertama diselesaikan pada tahun 1996 di SMP Xaverius Rawalaut, Bandar Lampung dan Sekolah Menengah Umum di SMU 10 Pahoman Bandar Lampung pada tahun 1999.

Tahun 1999 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung melalui jalur UMPTN. Pada tahun 2004 penulis menyelesaikan studi di Fisip Unila dan kemudian bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil. Penulis melanjutkan studi magister ilmu pemerintahan pada tahun 2011 di Fisip Universitas Lampung.


(10)

Kupersembahkan karya sederhana ini kepada putri kecilku;

“Balqis Almadina Kirana”

Semoga kelak kau memperoleh pencapaian yang jauh lebih tinggi dan

lebih baik dibanding ibu.


(11)

SANWACANA

Puji syukur Penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan hidayah-Nya tesis ini dapat diselesaikan.

Tesis dengan judul “Kedudukandan Peran Camat dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Ilmu Pemerintahan di Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1. Bapak Drs. Agus Hadiawan, M.Si., selaku Dekan Fisip Unila;

2. Ibu Dr. Ari Darmastuti, M.A., selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Pemerintahan sekaligus Penguji pada ujian tesis. Terimakasih untuk saran dan bimbingan selama pembuatan tesis ini;

3. Bapak Dr. Syarief Makhya, M.Si., selaku Pembimbing Utama atas kesediaannya memberikan saran, kritik dan bimbingan dalam proses penyelesaian tesis ini;

4. Bapak Drs. Yana Ekana PS, M.Si., selaku Sekretaris Program Studi Magister Ilmu Pemerintahan sekaligus selaku Pembimbing Kedua atas kesediaannya memberikan saran, kritik dan bimbingan dalam proses penyelesaian tesis ini; 5. Bapak Yustam Effendi, SE, MH selaku Camat Telukbetung Selatan;


(12)

7. Bapak dan Ibu Staf Administrasi MIP Unila;

8. Teman-teman MIP angkatan 2011, atas persahabatan yang tulus, kebersamaan, dan dukungannya;

9. Teman-teman di lingkungan Pemerintah Kota Bandar Lampung atas semua bantuannya dalam memberikan data dan informasi;

10.Romadhoni Nur Kirana, terima kasih telah mendampingi dalam susah dan senang

11.Keluarga besarku yang selalu mendoakan dan memotivasi serta memberi kasih sayang dan doa yang tak pernah henti;

12.Pi, atas pundak yang begitu nyaman untuk disandarkan ketika beban dirasa tak tertahankan;

13.Mba Lena dan Mba Wayan, terimakasih atas tangan-tangan yang ikhlas meringankan dan hati yang tulus berbagi suka dan duka ketika pekerjaan mulai mengganggu keseimbangan emosional, semoga Allah selalu menjaga persaudaraan kita;

14.Seluruh staf Kecamatan Telukbetung Selatan atas dukungannya.

Serta semua pihak yang terlibat yang tidak dapat disebutkan satu persatu, penulis mengucapkan terima kasih atas doa dan dukungannya dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah SWT mencatat dan mengganti semuanya sebagai amal sholeh.

Bandar Lampung, Januari 2015

Penulis


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

BAB I PENDAHULUAN……….. 1

1.1 Latar Belakang Masalah……….. 1

1.2 Rumusan Masalah……… 8

1.3 Tujuan Penelitian………. 9

1.4 Kegunaan Penelitian……… 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA………... 10

2.1 Teori Kewenangan……….. 10

2.1.1 Pelimpahan Kewenangan………. 13

2.1.2 Penarikan Kewenangan……… 15

2.2 Penyelenggaraan Pemerintahan..………. 16

2.3 Kedudukan dan Peran Camat Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan……….... 19

2.3.1 Konsep Old Public Administration...……….... 19

2.3.2 Konsep New Public Management...……..……… 21

2.3.3 Konsep New Public Service.………. 25

2.4 Kerangka Pikir………. 29

BAB III METODE PENELITIAN………... 31

3.1 Metode Penelitian……… 31

3.2 Fokus Penelitian……….. 32

3.3 Penetapan Lokasi Penelitian……….... 23

3.4 Subyek dan Sumber Informasi……….... 33

3.5 Proses Pengumpulan danPengolahan Data………. 34

3.5.1 Proses Pengumpulan Data……… 34

3.5.2 Proses Pengolahan Data………... 35

3.6 Analisis data………. ... 35


(14)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...….... 39

4.1 Gambaran Umum Kecamatan Telukbetung Selatan...…… 39

4.1.1 Luas Wilayah………...…… 39

4.1.2 Sejarah Singkat...………... 40

4.1.3 Keadaan Penduduk... 43

4.2 Kedudukan dan Peran Camat Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan………...….. 44

4.2.1 Kedudukan dan Peran Camat Dalam Struktur Pemerintahan...…… 44

4.2.2 Peran Camat Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan...………... 47

4.2.3 Analisis Lingkungan Internal... 53

4.2.4. Analisis Lingkungan Eksternal... 55

4.3 Kedudukan dan Peran Camat Dalam Memenuhi Penyelenggaraan Pemerintahan... 57

4.3.1 Kedudukan dan Peran Camat Dengan Pendekatan New Public Service...………... 57

4.3.2 Peran Penting Pemerintah Kecamatan... 62

BAB V SIMPULAN DAN SARAN...…... 82

5.1 Simpulan...…… 82


(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Disamping itu melalui otonomi luas, daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintah diluar yang menjadi urusan pemerintah yang ditetapkan dalam Undang-undang ini. Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat.


(16)

2 Sejalan dengan prinsip tersebut dilaksanakan pula prinsip otonomi yang nyata dan bertanggung jawab. Prinsip otonomi nyata adalah suatu prinsip bahwa untuk menangani urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang, dan kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah. Dengan demikian isi dan jenis otonomi bagi setiap daerah tidak selalu sama dengan daerah lainnya, adapun yang dimaksud dengan otonomi yang bertanggung jawab atas otonomi yang dalam penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi, yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian utama dari tujuan nasional.

Penyelenggaraan desentralisasi mensyaratkan pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah dengan daerah otonom. Pembagian urusan pemerintahan tersebut didasarkan pada pemikiran bahwa selalu terdapat berbagai urusan pemerintahan yang sepenuhnya/tetap menjadi kewenangan pemerintah. Urusan pemerintahan tersebut menyangkut terjaminnya kelangsungan hidup bangsa dan negara secara keseluruhan.

Urusan pemerintahan dimaksud meliputi : politik luar negeri dalam arti mengangkat pejabat diplomatik dan menunjuk warga negara untuk duduk dalam jabatan lembaga internasional, menetapkan kebijakan luar negeri, melakukan perjanjian dengan negara lain, menetapkan kebijakan perdagangan luar negeri, dan sebagainya; pertahanan misalnya mendirikan dan membentuk angkatan bersenjata, menyatakan damai dan perang, menyatakan negara atau sebagian


(17)

3 wilayah negara dalam keadaan berbahaya, membangun dan mengembangkan sistem pertahanan negara dan persenjataan, menetapkan kebijakan untuk wajib militer, bela negara bagi setiap warga negara dan sebagainya (Wasistiono, 2009:4).

Di samping itu terdapat bagian urusan pemerintah yang bersifat concurrent artinya urusan pemerintahan yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu dapat dilaksanakan bersama antara Pemerintah dan pemerintah daerah. Dengan demikian setiap urusan yang bersifat concurrent senantiasa ada bagian urusan yang menjadi kewenangan Pemerintah, ada bagian urusan yang diserahkan kepada Provinsi, dan ada bagian urusan yang diserahkan kepada Kabupaten/Kota (Wasistiono, 2009:5).

Untuk mewujudkan pembagian kewenangan yang concurrent secara proporsional antar Pemerintah, Daerah Provinsi, Daerah Kabupaten dan Kota maka disusunlah kriteria yang meliputi : eksternalitas, akuntabilitas dan efisiensi dengan mempertimbangkan keserasian hubungan pengelolaan urusan pemerintahan antar tingkat pemerintahan. Urusan yang menjadi kewenangan daerah, meliputi urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan pemerintahan wajib adalah suatu urusan pemerintahan yang berkaitan dengan pelayanan dasar seperti pendidikan dasar, kesehatan, pemenuhan kebutuhan hidup minimal, prasarana lingkungan dasar; sedangkan urusan pemerintahan yang bersifat pilihan terkait erat dengan potensi unggulan dan kekhasan daerah (Wasistiono, 2009:5).

Pembagian urusan pemerintahan sebagaimana tersebut di atas ditempuh melalui mekanisme penyerahan dan atau pengakuan atas usul daerah terhadap bagian


(18)

4 urusan-urusan pemerintah yang akan diatur dan diurusnya. Berdasarkan usulan tersebut pemerintah melakukan verifikasi terlebih dahulu sebelum memberikan pengaturan atas bagian urusan-urusan yang akan dilaksanakan oleh Daerah. Terhadap bagian urusan yang saat ini masih menjadi kewenangan pusat dengan kriteria tersebut dapat diserahkan kepada daerah. Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, kepala daerah dibantu oleh perangkat daerah. Secara umum perangkat daerah terdiri dari unsur staf yang membantu penyusunan kebijakan dan koordinasi diwadahi dalam lembaga sekretariat; unsur pendukung tugas kepala daerah dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik, diwadahi dalam lembaga teknis daerah; serta unsur pelaksana urusan daerah yang diwadahi dalam lembaga dinas daerah.

Dasar utama penyusunan perangkat daerah dalam bentuk suatu organisasi adalah adanya urusan pemerintahan yang perlu ditangani. Namun tidak berarti bahwa setiap penanganan urusan pemerintahan harus dibentuk ke dalam organisasi tersendiri. Besaran organisasi perangkat daerah sekurang-kurangnya mempertimbangkan faktor kemampuan keuangan; kebutuhan daerah; cakupan tugas yang meliputi sasaran tugas yang harus diwujudkan, jenis dan banyaknya tugas; luas wilayah kerja dan kondisi geografis; jumlah dan kepadatan penduduk; potensi daerah yang bertalian dengan urusan yang akan ditangani, sarana dan prasarana penunjang tugas, oleh karena itu kebutuhan akan organisasi perangkat daerah bagi masing-masing daerah tidak senantiasa sama atau seragam.

Tata cara atau prosedur, persyaratan, kriteria pembentukan suatu organisasi perangkat daerah ditetapkan dalam peraturan daerah yang mengacu pedoman yang


(19)

5 ditetapkan pemerintah. kabupaten dan kotamadya dibagi dalam wilayah-wilayah kecamatan.

Pasal 120 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 menentukan bahwa perangkat daerah kabupaten/kota terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah, lembaga teknis daerah, kecamatan dan kelurahan. Berdasarkan ketentuan tersebut, maka kecamatan merupakan perangkat daerah kabupaten/kota yang bertugas membantu kepala daerah dalam melaksanakan sebagian tugas-tugas kepala daerah.

Pasal 126 ayat (1) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 menentukan bahwa kecamatan dibentuk di wilayah kabupaten/kota dengan Peraturan Daerah berpedoman pada peraturan pemerintah. Selanjutnya Pasal 126 ayat (2) menentukan bahwa kecamatan dipimpin oleh Camat yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan sebagian wewenang Bupati atau Walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah.

Tugas umum pemerintahan yang diselenggarakan oleh Camat tidak dimaksudkan sebagai pengganti urusan pemerintahan umum, karena Camat bukan lagi sebagai kepala wilayah. Selain itu, intinya juga berbeda. Tugas umum pemerintahan sebagai kewenangan atributif mencakup tiga jenis kewenangan yakni kewenangan melakukan koordinasi yang meliputi lima bidang kegiatan, kewenangan melakukan pembinaan serta kewenangan melaksanakan pelayanan kepada masyarakat. Kewenangan koordinasi dan pembinaan merupakan bentuk pelayanan secara tidak langsung (indirect services), karena yang dilayani adalah entitas pemerintahan lainnya sebagai pengguna (users), meskipun pengguna akhirnya


(20)

6 (end users) tetap masyarakat. Sedangkan kewenangan pemberian pelayanan kepada masyarakat, pengguna (users) maupun pengguna akhirnya (end users) sama yakni masyarakat. Jenis pelayanan ini dapat dikategorikan sebagai pelayanan secara langsung (direct services) (Wasistiono, 200:33).

Camat diangkat oleh Bupati/Walikota atas usul Sekretaris Daerah dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang dianggap menguasai pengetahuan teknis pemerintahan dan memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundangundangan. Sebagai salah seorang perangkat daerah Camat mempunyai tugas dan kewenangan berdasarkan pelimpahan tugas dari walikota dalam menangani sebagian urusan otonomi daerah dan urusan pemerintahan umum lainnya.

Bupati/Walikota yang paham tentang penyelenggaraan pemerintahan, akan melakukan delegasi kewenangan yang luas kepada Camat sehingga fungsinya menjadi lebih besar dan luas dibanding pada waktu Camat masih menjadi kepala wilayah. Pendelegasian sebagian kewenangan Bupati/Walikota kepada Camat sebenarnya menguntungkan Bupati/Walikota bersangkutan, karena mereka tidak dibebani oleh urusan-urusan elementer berskala kecamatan yang dapat diselesaikan oleh Camat.

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 Pasal 15 ayat (1) dan (2) mengatur ketentuan Camat dalam menyelenggarakan tugas umum pemerintahan meliputi : 1. mengkoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat;

2. mengkoordinasikan upaya penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum; 3. mengkoordinasikan penerapan dan penegakan peraturan perundangundangan; 4. mengkoordinasikan pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum;


(21)

7 5. mengkoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di tingkat

kecamatan;

6. membina penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau kelurahan;

7. melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup tugasnya dan/atau yang belum dapat dilaksanakan pemerintahan desa atau kelurahan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 Pasal 15 ayat (1) dan (2) di atas, maka kewenangan yang secara langsung didapatkan oleh camat hanya sebatas mengkoordinir beberapa bidang saja, selain yang telah disebutkan harus melalui pelimpahan wewenang yang bersifat delegasi dari kepala daerah.

Pelimpahan wewenang dari kepala daerah kepada camat dan kecamatan akan memberikan ruang gerak yang cukup luas dalam melaksanakan tugasnya, namun kebanyakan pelimpahan wewenang ini tidak disertai dengan sarana dan prasarana yang mendukung, sehingga pelaksanaannya belum terlalu maksimal.

Secara ringkas ada beberapa alasan tidak maksimalnya camat menjalankan fungsinya terkait dengan kewenangan di atas. Pertama, kewenangan tetap berada pada kepala daerah dan didistribusikan kepada SKPD pendukung pemerintahan, dalam hal ini camat tidak dapat berbuat banyak kalau terjadi kekosongan intervensi di wilayahnya karena camat tidak mendapatkan kewenangan penuh, kedua, camat tidak mempunyai political will di wilayahnya dengan keterbatasan wewenang yang dimilikinya, dan yang ketiga, camat kalaupun ada pelimpahan wewenang yang lebih luas dari kepala daerah, biasanya tidak didukung oleh dana, SDM dan sarana yang memadai dalam melaksanakan pelayanan pada masyarakat (Muluk, 2006:27).


(22)

8 Berdasarkan pengamatan di lapangan, kedudukan dan peran camat pada saat ini, masih rendah kualitasnya dibanding dengan apa yang harus diselenggarakannya, begitu juga masyarakatnya belum banyak yang bisa mengurus kebutuhannya apalagi yang menyangkut dengan urusan-urusan pemerintahan. Mereka memer-lukan pelayanan, bimbingan dan arahan. Aparatur pemerintah daerah kabupaten/kota belum dapat secara langsung menangani persoalan di tingkat desa/kelurahan karena begitu banyak persoalan yang timbul di tingkat terbawah itu tidak dapat diketahui aparatur kabupaten/kota secara langsung. Keterbatasan waktu dan tenaga aparatur pemerintah daerah kabupaten/kota mempengaruhi pula terhadap pelaksanaan urusan pemerintahan di tingkat desa/kelurahan.

Pemecatan yang dilakukan Walikota Bandarlampung terhadap Kepala Lingkungan I Kelurahan Pinang Jaya tentu tidak akan terjadi jika ada pendelegasian kewenangan yang maksimal kepada camat untuk menyelesaikannya di tingkat kecamatan. Tetapi pada kenyataannya, meskipun camat sudah mengakui kekeliruannya dan bersedia mengangkat yang bersangkutan untuk kembali menjadi kepala lingkungan, walikota tetap bersikukuh untuk melakukan pemecatan. Lemahnya kewenangan camat dimana masalah di tingkat paling bawah sekalipun tidak dapat diputuskan oleh camat, menunjukkan pendelegasian kewenangan yang sangat terbatas oleh walikota. Keberadaan kecamatan sebagai SKPD dalam pelaksanaan tugas-tugas umum pemerintahan daerah layak untuk ditingkatkan kewenangannya, karena disamping sebagai pembantu kepala daerah dalam melakukan pelayanan, juga sangat berguna dalam hal pembinaan aparatur pemerintahan desa yang belum bisa


(23)

9 maksimal. Namun perlu digaris bawahi, perluasan kewenangan camat harus juga diimbangi dengan peningkatan sumber dana, infrastruktur, SDM serta perhatian yang besar dari pemerintah daerah terhadap wilayah kecamatan.

1.2 Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah:

“Bagaimana kedudukan dan peran Camat dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah dilihat dari pendekatan New Public Service ?”

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk:

Mendeskripsikan dan menganalisis kedudukan dan peran Camat dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.

1.4 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat:

1. Secara teoritis, memberikan sumbangan pemikiran bagi Ilmu Manajemen Pemerintahan, yaitu menemukan model camat dalam penyelenggaraan pemerintahan.

2. Secara praktis dan aplikatif dapat memberikan masukan bagi praktisi pemerintahan dalam melaksanakan pemerintahan di tingkat kecamatan.


(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Sebelum melakukan pembahasan lebih jauh, terlebih dahulu akan diuraikan dan dijelaskan tentang beberapa konsep dan teori yang berkaitan dengan kedudukan dan peran camat dalam penyelenggaraan pemerintahan.

2.1 Teori Kewenangan

Secara konseptual, istilah wewenang atau kewenangan sering disejajarkan dengan istilah Belanda “bevoegdheid”. Berdasarkan pendapat Henc van Maarseveen, bahwa teori kewenangan digunakan di dalam hukum publik yaitu, wewenang terdiri atas sekurang-kurangnya tiga komponen yaitu; pengaruh, dasar hukum dan konformitas hukum. Komponen pengaruh, ialah bahwa penggunaan wewenang dimaksudkan untuk mengendalikan prilaku subjek hukum. Komponen dasar hukum bahwa wewenang itu harus ditunjuk dasar hukumnya, dan komponen komformitas hukum mengandung adanya standar wewenang, yaitu standard umum (semua jenis wewenang), dan standar khusus (untuk jenis wewenang tertentu). Pada konsep wewenang pemerintahan, tidak semua komponen wewenang yang ada dalam hukum publik, karena wewenang hukum publik memiliki cakupan luas termasuk wewenang dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan(Suriata, 2009).


(25)

11 Kewenangan merupakan kekuasaan formal yang berasal dari undang-undang, artinya barang siapa (subyek hukum) yang diberikan kewenangan oleh undang-undang, maka ia berwenang untuk melakukan sesuatu yang tersebut dalam kewenangan itu.Kewenangan yang dimiliki oleh organ (institusi) pemerintahan dalam melakukan perbuatan nyata (riil), mengadakan pengaturan atau mengeluarkan keputusan selalu dilandasi oleh kewenangan yang diperoleh dari konstitusi secara atribusi, delegasi, maupun mandat (Pungus, 2011).

1. Atribusi adalah pemberian kewenangan pemerintahan oleh pembuat undang-undang kepada organ pemerintahan tersebut. Artinya kewenangan itu bersifat melekat terhadap pejabat yang dituju atas jabatan yang diembannya. Atribusi merupakan kewenangan yang diberikan kepada suatu organ (institusi) pemerintahan atau lembaga Negara oleh suatu badan legislatif yang independen. Kewenangan ini adalah asli, yang tidak diambil dari kewenangan yang ada sebelumnya. Badan legislatif menciptakan kewenangan mandiri dan bukan perluasan kewenangan sebelumnya dan memberikan kepada organ yang berkompeten.

2. Delegasi adalah pelimpahan kewenangan pemerintahan dari organ pemerintahan yang satu kepada organ pemerintahan lainnya. Atau dengan kata lain terjadi pelimpahan kewenangan. Jadi tanggung jawab/ tanggung gugat berada pada penerima delegasi/ delegataris.Kewenangan delegasi dialihkan dari kewenangan atribusi dari suatu organ (institusi) pemerintahan kepada organ lainnya sehingga delegator (organ yang telah memberi kewenangan) dapat menguji kewenangan tersebut atas namanya.


(26)

12 3. Mandat terjadi jika organ pemerintahan mengizinkan kewenangannya dijalankan oleh organ lain atas namanya. Pada mandat tidak terjadi peralihan tanggung jawab, melainkan tanggung jawab tetap melekat pada sipemberi mandat. Pada mandat, tidak terdapat suatu pemindahan kewenangansehingga mandat tidak perlu ada ketentuan peraturan perundang-undangan yang melandasinya karena mandat merupakan hal rutin dalam hubungan hirarkis organisasi pemerintahan.

Ada perbedaan mendasar antara kewenangan atribusi dan delegasi. Pada atribusi, kewenangan yang ada siap dilimpahkan, tetapi tidak demikian pada delegasi. Berkaitan dengan asas legalitas, kewenangan tidak dapat didelegasikan secara besar-besaran, tetapi hanya mungkin dibawah kondisi bahwa peraturan hukum menentukan mengenai kemungkinan delegasi tersebut.

Delegasi harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut(Hadjon,2010):

a. Delegasi harus definitif, artinya delegans tidak dapat lagi menggunakan sendiri wewenang yang telah dilimpahkan itu;

b. Delegasi harus berdasarkan ketentuan perundang-undangan, artinya delegasi hanya dimungkinkan jika ada ketentuan yang memungkinkan untuk itu dalam peraturan perundang-undangan;

c. Kewajiban memberi keterangan (penjelasan), artinya delegans berwenang untuk meminta penjelasan tentang pelaksanaan wewenang tersebut;

d. Peraturan kebijakan (beleidsregel), artinya delegans memberikan instruksi (petunjuk) tentang penggunaan wewenang tersebut.


(27)

13 2.1.1 Pelimpahan Kewenangan

Pendelegasian kewenangan adalah pelimpahan kewenangan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang diberikan dari pihak atasan kepada bawahan. Dalam pendelegasian kewenangan, ada beberapa ketentuan yang harus diperhatikan (Wasistiono, 2009:51) :

1. Kewenangan tersebut tidak beralih menjadi kewenangan si penerima delegasi;

2. Penerima delegasi wajib bertanggung jawab kepada pemberi delegasi; 3. Pembiayaan untuk melaksanakan wewenang tersebut berasal dari pemberi

delegasi kewenangan.

kecamatan memiliki beberapa fungsi dasar yaitu koordinasi, pembinaan, serta pelayanan publik. UU 32/2004 pasal 126 menyebutkan berbagai tugas camat yaitu:

1. mengkoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat

2. mengkoordinasikan upaya penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum

3. mengkoordinasikan penerapan dan penegakan peraturan perundang-undangan

Bagan Nomor: 1

Alur Pendelegasian Sebagian Kewenangan Bupati/Walikota kepada camat

(Wasistiono, 2009:59) Bupati/ Walikota Delegasi Kewenangan Kepada camat Bentuk kewenangan: 1. Perizinan 2. Rekomendasi 3. Penetapan 4. Fasilitasi 5. Pembinaan 6. Pengawasan 7. Koordinasi

8. Pengumpulan data 9. Penyampaian informasi Bidang-bidang kewenangan Susunan organisasi yang sesuai dengan kewenangan Pemberian pelayanan prima kepada masyarakat Kepuasan masyarakat Dukungan: - Personil - Logistik - Anggaran Dukungan politik


(28)

14 Pendelegasian sebagian kewenangan pemerinthan dari Bupati/Walikota kepada Camat dapat dilaksanakan apabila memenuhi 4 (empat) syarat sebagai berikut (Wasistiono, 2009:55) :

1. Adanya keinginan politik dari Bupati/walikota untuk mendelegasikan sebagian kewenangan pemerintahan kepada Camat ;

2. Adanya kemauan politik dari Bupati/walikota dan DPRD kabupaten/kota untuk menjadikan kecamatan sebagai pusat pelayanan masyarakat bagi jenis-jenis pelayanan yang mudah, murah, dan cepat.

3. Adanya kelegawaan dari dinas atau lembaga teknis daerah untuk melimpahkan sebagian kewenangan teknis yang dapat dijalankan oleh Camat, melalui Peraturan Kepala Daerah;

4. Adanya dukungan anggaran dan personil untuk menjalankan kewenangan yang telah didelegasikan kepada Camat.

Wasistiono (2009:55) juga menjelaskan beberapa langkah teknis yang perlu dilakukan untuk dapat merumuskan dan mengimplementasikan pendelegasian sebagian kewenangan pemerintahan dari Bupati/Walikota kepada Camat, sebagai berikut:

1. Melakukan inventarisasi bagian-bagian kewenangan dari dinas dan atau lembaga teknis daerah yang dapat didelegasikan kepada camat melalui pengisian daftar isian.

2. Mengadakan rapat teknis antara pimpinan dinas daerah dan atau lembaga teknis daerah dengan camat untuk mencocokkan bagian-bagian kewenangan yang dapat didelegasian dan mampu dilaksanakan oleh Camat.


(29)

15 4. Menata ulang organisasi kecamatan sesuai dengan besaran dan luasnya

kewenangan yang didelegasikan untuk masing-masing kecamatan.

5. Mengisi organisasi dengan orang-orang yang sesuai kebutuhan dan kompetensinya, apabila perlu diadakan pelatihan teknis fungsional sesuai kebutuhan.

6. Menghitung perkiraan kebutuhan logistik untuk masing-masing kecamatan.

2.1.2 Penarikan Kewenangan

Sebagian kewenangan pemerintahan yang telah didelegasikan oleh Bupati/Walikota kepada camat dapat ditarik kembali kapanpun. Alasan penarikan kembali kewenangan tersebut antara lain:

1. Kewenangan yang telah didelegasikan kepada camat ternyata tidak dilaksanakan dengan baik , karena berbagai alasan seperti tidak adanya dukungan dana, tidak adanya dukungan logistik, duplikasi kegiatan dengan dinas daerah atau lembaga teknis daerah lainnya.

2. Obyek sasaran dari kewenangan tersebut tidak ada di kecamatan bersangkutan

3. Setelah dilaksanakan ternyata pendelegasian kewenangan yang dijalankan oleh camat justru menimbulkan ketidakefektivan.

Adanya kebijakan baru di bidang pemerintahan sehingga kewenangan yang selama ini dijalankan oleh camat dengan berbagai pertimbangan kemudian ditarik kembali dan dipindahkan pelaksanaannya kepada unit organisasi pemerintahan yang lainnya.


(30)

16 2.2 Penyelenggaraan Pemerintahan

Penyelenggaraan pemerintahan merupakan serangkaian aktivitas yang dilakukan oleh sekelompok orang yang memiliki kewenangan resmi atau lembaga pemerintahan untuk membuat dan melaksanakan berbagai kebijakan untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam konteks ini, maka telaah mengenai perilaku aktor pemerintahan dan lembaga pemerintahan, proses pembuatan dan pelaksanaan kebijakan pemerintahan menjadi penting untuk dipelajari(Makhya, 2006:24). Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, tidak terlepas dari penyelenggaraan pemerintahan pusat, karena pemerintahan daerah merupakan bagian penyelenggaraan pemerintahan negara. Dengan demikian asas penyelenggaraan pemerintahan berlaku juga dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, termasuk asas-asas penyelenggaraan pemerintah daerah.

Dalam Bratakusumah (2002:46) asas-asas umum penyelenggaraan pemerintahan mencakup:

1. Asas kepastian hukum, yaitu mengutamakan peraturan perundang-ungdangan, kepatutan, dan keadilan, sebagai dasar setiap kebijakan penyelenggara negara.

2. Asas tertib penyelenggaraan negara, yaitu mengedepankan keteraturan, keserasian, dan keseimbangan sebagai landasan penyelenggaraan negara. 3. Asas kepentingan umum, yaitu mendahulukan kesejahteraan umum

dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif.

4. Asas keterbukaan, yaitu membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang


(31)

17 penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia negara.

5. Asas proporsionalitas, yaitu mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban penyelenggara negara.

6. Asas profesionalitas, yaitu mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 7. Asas akuntabilitas, yaitu bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir kegiatan

penyelenggara negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pemerintahan modern pada hakekatnya adalah pelayanan kepada masyarakat, pemerintahan tidak diadakan untuk melayani dirinya sendiri. Pemerintah dituntut mampu memberikan pelayanan kepada masyarakatnya dan menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap orang dapat mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya demi mencapai kemajuan bersama. Secara umum fungsi pemerintahan mencakup tiga fungsi pokok yang seharusnya dijalankan oleh pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah(Rafsanjani, 2011): 1. Fungsi Pengaturan (regulation).

Fungsi ini dilaksanakan pemerintah dengan membuat peraturan perundang-undangan untuk mengatur hubungan manusia dalam masyarakat. Pemerintah adalah pihak yang mampu menerapkan peraturan agar kehidupan dapat berjalan secara baik dan dinamis. Seperti halnya fungsi pemerintah pusat, pemerintah daerah juga mempunyai fungsi pengaturan terhadap masyarakat


(32)

18 yang ada di daerahnya. Perbedaannya, yang diatur oleh Pemerintah Daerah lebih khusus, yaitu urusan yang telah diserahkan kepada Daerah. Untuk mengatur urusan tersebut diperlukan Peraturan Daerah yang dibuat bersama antara DPRD dengan eksekutif.

2. Fungsi Pelayanan (public service).

Perbedaan pelaksanaan fungsi pelayanan yang dilakukan Pemerintah Pusat

dan Pemerintah Daerah terletak pada kewenangan masing-masing.

Kewenangan pemerintah pusat mencakup urusan Pertahanan Keamanan,

Agama, Hubungan luar negeri, Moneter dan Peradilan. Secara umum

pelayanan pemerintah mencakup pelayanan publik (Public service) dan

pelayanan sipil (Civil service) yang menghargai kesetaraan.

3. Fungsi Pemberdayaan (empowering)

Fungsi ini untuk mendukung terselenggaranya otonomi daerah, fungsi ini menuntut pemberdayaan Pemerintah Daerah dengan kewenangan yang cukup dalam pengelolaan sumber daya daerah guna melaksanakan berbagai urusan yang didesentralisasikan. Untuk itu Pemerintah Daerah perlu meningkatkan peran serta masyarakat dan swasta dalam kegiatan pembangunan dan penyelenggaraan pemerintahan. Kebijakan pemerintah, pusat dan daerah, diarahkan untuk meningkatkan aktifitas ekonomi masyarakat, yang pada jangka panjang dapat menunjang pendanaan Pemerintah Daerah. Dalam fungsi ini pemerintah harus memberikan ruang yang cukup bagi aktifitas mandiri masyarakat, sehingga dengan demikian partisipasi masyarakat di Daerah dapat ditingkatkan. Lebih-lebih apabila


(33)

19 kepentingan masyarakat diperhatikan, baik dalam peraturan maupun dalam tindakan nyata pemerintah.

2.3 Kedudukan dan Peran Camat Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Dilihat Dari Konsep New Public Service

2.3.1 Konsep Old Public Admnistration

Dalam paradigma OPA, gerakan untuk melakukan perubahan yang lebih baik telah diprakarsai oleh Woodrow Wilson. Ia menyarankan agar administrasi publik harus dipisahkan dari dunia politik (dikotomi politik-administrasi). Berdasarkan pengalaman Wilson, negara terlalu memberi peluang bagi para administrator untuk mempratekan sistem nepotisme dan spoil. Karenanya ia mengeluarkan doktrin untuk melakukan pemisahan antara dunia legislatif (politik) dengan dunia eksekutif, dimana para legislator hanya merumuskan kebijakan dan para administrator hanya mengeksekusi atau mengimplementasikan kebijakan.

Sosok birokrasi yang ditawarkan Wilson ini sejalan dengan jiwa atau semangat bisnis. Wilson menuntut agar para administrator publik selalu mengutamakan nilai efisiensi dan ekonomis sehingga mereka harus diangkat berdasarkan kecocokan dan kecakapan dalam bekerja ketimbang keanggotaan atau kedudukan dalam suatu partai politik. Ajakan Wilson untuk meniru dunia bisnis ini membawa suatu implikasi penting dalam pemerintahan yaitu bahwa prinsip-prinsip dalam dunia bisnis yang diparkasai oleh Taylor pantas untuk diperhatikan.

Metode keilmuan, menurut Taylor, harus menggeser metode rule of thumb. Tenaga kerja harus diseleksi, dilatih dan dikembangkan secara ilmiah, dan


(34)

20 didorong untuk bekerja sama dalam menyelesaikan berbagai tugas pekerjaan sesuai prinsip-prinsip keilmuan. Dunia telah mengakui kebesaran Taylor dalam membangun prinsip manajemen yang profesional (Silviana, 2003)

Secara ringkas, karakteristik OPA adalah sebagai berikut (Yudiatmaja, 2009):

 Fokus utama adalah penyediaan pelayanan publik melalui organisasi atau badan resmi pemerintah.

 Kebijakan publik dan administrasi negara dipahami sebagai penataan dan implementasi kebijakan yang berfokus pada satu cara terbaik (on a single), kebijakan publik dan administrasi negara sebagai tujuan yang bersifat politik.

 Administrator publik memainkan peranan yang terbatas dalam perumusan kebijakan publik dan pemerintahan; mereka hanya bertanggung-jawab mengimplementasikan kebijakan publik.

 Pelayanan publik harus diselenggarakan oleh administrator yang bertanggung-jawab kepada pejabat politik (elected officials) dan dengan diskresi terbatas.

 Administrator bertanggung-jawab kepada pimpinan pejabat politik (elected political leaders) yang teleh terpilih secara demokratis.

 Program-program publik dilaksanakan melalui organisasi yang hierarkis dengan kontrol yang ketat oleh pimpinan organisasi.

 Nilai pokok yang dikejar oleh organisasi publik adalah efisiensi dan rasionalitas.

 Oranisasi publik melaksanakan sistem tertutup sehingga keterlibatan warga negara dibatasai.


(35)

21

 Peranan administrator publik adalah melaksanakan prinsip-prinsip Planning, Organizing, Staffing, Directing, Coordinating, Reporting dan Budgetting.

2.3.2 Konsep New Public Management

Konsep New Public Management atau NPM adalah paradigma baru dalam manajemen sektor publik. Ia biasanya dilawankan dengan Old Publik Administration (OPA). Konsep NPM muncul tahun 1980-an dan digunakan untuk melukiskan reformasi sektor publik di Inggris dan Selandia Baru. NPM menekankan pada control atas output kebijakan pemerintah, desentralisasi otoritas manajemen, pengenalan pada pasar dan kuasi-mekanisme pasar, serta layanan yang berorientasi customer.

Fokus dari NPM sebagai sebuah gerakan adalah, pengadopsian keunggulan teknik manajemen perusahaan swasta untuk diimplementasikan dalam sektor publik dan pengadministrasiannya. Sementara pemerintah distereotipkan kaku, birokratis, mahan, dan inefisien, sektor swasta ternyata jauh lebih berkembang karena terbiasa berkompetisi dan menemukan peluang-peluang baru. Sebab itu, sektor swasta banyak melakukan inovasi-inovasi baru dan prinsip-prinsip kemanajemenannya.

Dalam NPM, pemerintah dipaksa untuk mengadopsi, baik teknik-teknik administrasi bisnis juga nilai-nilai bisnis. Ini meliputi nilai-nilai seperti kompetisi, pilihan pelanggan, dan respek atas semangat kewirausahaan. Sejak tahun 1990-an,


(36)

22 reformasi-reformasi di sektor publik menghendaki keunggulan-keunggulan yang ada di sektor swasta diadopsi dalam prinsip-prinsip manajemen sektor publik. A. Prinsip-prinsip NPM

NPM adalah konsep “payung”, yang menaungi serangkaian makna seperti desain organisasi dan manajemen, penerapan kelembagaan ekonomi atas manajemen publik, serta pola-pola pilihan kebijakan. Telah muncul sejumlah debat seputar makna asli dari NPM ini. Namun, di antara sejumlah perdebatan itu muncul beberapa kesamaan yang dapat disebut sebagai prinsip dari NPM, yang meliputi (Basri, 2009):

1. Penekanan pada manajemen keahlian manajemen professional dalam mengendalikan organisasi;

2. Standar-standar yang tegas dan terukur atas performa organisasi, termasuk klarifikasi tujuan, target, dan indikator-indikator keberhasilannya;

3. Peralihan dari pemanfaatan kendali input menjadi output, dalam prosedur-prosedur birokrasi, yang kesemuanya diukur lewat indikator-indikator performa kuantitatif;

4. Peralihan dari system manajemen tersentral menjadi desentralistik dari unit-unit sektor publik;

5. Pengenalan pada kompetisi yang lebih besar dalam sektor publik, seperti penghematan dana dan pencapaian standar tinggi lewat kontrak dan sejenisnya;


(37)

23 6. Penekanan pada praktek-praktek manajemen bergaya perusahaan swasta seperti kontrak kerja singkat, pembangunan rencana korporasi, dan pernyataan misi; dan

7. Penekanan pada pemangkasan, efisiensi, dan melakukan lebih banyak dengan sumber daya yang sedikit.

B. NPM di Indonesia

Telah disampaikan, NPM terutama diterapkan tidak hanya di Negara-negara dengan level kemakmuran tinggi seperti Inggris, Swedia, ataupun Selandia Baru, tetapi juga di Negara-negara dengan tingkat kondisi yang setara Indonesia seperti India, Thailand ataupun Jamaika. Dalam penerapannya di Indonesia, satu penelitian yang diangkat oleh Samodra Wibawa dari Fisipol Universitas Gadjah Mada menemukan sejumlah persoalan tatkala konsep-konsep dalam NPM diterapkan di sejumlah kabupaten.

Wibawa menemukan sejumlah hambatan tatkala NPM coba diterapkan di kabupaten-kabupaten Indonesia. Pertama, dalam hal manajemen kontrak, DPRD dipandang belum mampu merumuskan produk dan menetapkan standar kualitas bagi setiap instansi pemerintahan. Kedua, pola komando dalam bioraksi masih cukup kuat, dimana komunikasi lebih bersifat atas-bawah ketimbang sebaliknya.

C. PERMASALAHAN DALAM PENERAPAN NEW PUBLIC

MANAGEMENT

Terdapat beberapa masalah dalam menerapkan konsep New Public Management di negara berkembang (Mahmudi, 2003) :


(38)

24 1. New Public Management didasarkan pada penerapan prinsip/mekanisme pasar atas kebijakan publik dan manejemennya. Hal ini juga terkait dengan pengurangan peran pemerintah yang digantikan dengan pengembangan pasar, yaitu dari pendekatan pemerintah sentris (state centered) menjadi pasar sentris (market centered approach). Negara-negara berkembang memiliki pengalaman yang sedikit dalam ekonomi pasar. Pasar di negara berkembang relatif tidak kuat dan tidak efektif. Perekonomian pasarnya lebih banyak didominasi oleh asing atau perusahaan asing, bukan pengusaha pribumi atau lokal. Di samping itu, pasar di negara berkembang tidak efektif karena tidak ada kepastian hukum yang kuat.

2. Terdapat permasalahan dalam privatisasi perusahaan-perusahaan publik. Privatisasi di negara berkembang bukan merupakan tugas yang mudah. Karena pasar di negara berkembang belum kuat, maka privatisasi akhirnya akan berarti kepemilikan asing atau kelompok etnis tertentu yang hal ini dapat membahayakan, misalnya menciptakan keretakan sosial.

3. Perubahan dari mekanisme birokrasi ke mekanisme pasar apabila tidak dilakukan secara hati-hati bisa menciptakan wabah korupsi. Hal ini juga terkait dengan permasalahan budaya korupsi yang kebanyakan dialami negara-negara berkembang. Pergeseran dari budaya birokrasi yang bersifat patronistik menjadi budaya pasar yang penuh persaingan membutuhkan upaya yang kuat untuk mengurangi kekuasaan birokrasi.


(39)

25 4. Kesulitan penerapan New Public Management di negara berkembang juga terkait dengan adanya permasalahan kelembagaan, lemahnya penegakan hukum, permodalan, dan kapabilitas sumber daya manusia. terjadi karena Selain itu, negara berkembang terus melakukan reformasi yang tidak terkait atau bahkan berlawanan dengan agenda NPM. Paket dalam agenda NPM tidak dilaksanakan sepenuhnya

2.3.3 Konsep New Public Service

NPS adalah cara pandang baru dalam administrasi negara yang mencoba menutupi (covered) kelemahan-kelemahan paradigma OPA dan NPM.

NPS berakar dari beberapa teori, yang meliputi:

1. Teori tentang demokrasi kewarganegaraan; perlunya pelibatan warganegara dalam pengambilan kebijakan dan pentingnya deliberasi untuk membangun solidaritas dan komitmen guna menghindari konflik. 2. Model komunitas dan masyarakat sipil; akomodatif terhadap peran

masyarakat sipil dengan membangun social trust, kohesi sosial dan jaringan sosial dalam tata pemerintahan yang demokratis.

3. Teori organisasi humanis dan administrasi negara baru; administrasi negara harus fokus pada organisasi yang menghargai nilai-nilai kemanusiaan (human beings) dan respon terhadap nilai-nilai kemanusiaan, keadilan dan isu-isu sosial lainnya.

4. Administrasi negara postmodern; mengutamakan dialog (dirkursus) terhadap teori dalam memecahkan persoalan publik daripada menggunakan one best way perspective.


(40)

26 Prinsip-prinsip NPS:

1. Melayani masyarakat sebagai warga negara, bukan pelanggan; melalui pajak yang mereka bayarkan maka warga negara adalah pemilik sah (legitimate) negara bukan pelanggan.

2. Memenuhi kepentingan publik; kepentingan publik seringkali berbeda dan kompleks, tetapi negara berkewajiban untuk memenuhinya. Negara tidak boleh melempar tanggung-jawabnya kepada pihak lain dalam memenuhi kepentingan publik.

3. Mengutamakan warganegara di atas kewirausahaan; kewirausahaan itu penting, tetapi warga negara berada di atas segala-galanya.

4. Berpikir strategis dan bertindak demokratis; pemerintah harus mampu bertindak cepat dan menggunakan pendekatan dialog dalam menyelesaikan persoalan publik.

5. Menyadari komplekstitas akuntabilitas; pertanggungjawaban merupakan proses yang sulit dan terukur sehingga harus dilakukan dengan metode yang tepat.

6. Melayani bukan mengarahkan; fungsi utama pemerintah adalah melayani warga negara bukan mengarahkan.

7. Mengutamakan kepentingan masyarakat bukan produktivitas; kepentingan masyarakat harus menjadi prioritas meskipun bertentangan dengan nilainilai produktivitas.


(41)

27 NPS adalah cara pandang baru yang mencoba menutupi kelemahan-kelemahan paradigma OPA dan NPM. NPS juga memiliki kekurangan, berikut ini akan diuraikan beberapa kritik terkait dengan beberapa kelemahan NPS.

1. Pendekatan politik dalam administrasi negara

Secara epistimologis, NPS berakar dari filsafat politik tentang demokrasi. pemerintah harus melayani (serve) bukan mengarahkan (steer), pemerintah memberikan pelayanan kepada masyarakat sebagai warga negara (citizens) bukan sebagai pelanggan (customers), pemerintah bertanggung-jawab melayani masyarakat sebagai warga negara karena pada awalnya warga negaralah yang mendirikan negara dan kemudian menjalankannya serta terikat dengan aturan aturan negara. Oleh karena itu, secara etika dan moral warga negara adalah pemilik negara.

2. Standar ganda dalam mengkritik NPM

NPS berusaha mengkritik NPM, tetapi tidak tegas karena kritikan terhadap NPS hanyalah kritik secara konseptual bukan kritik atas realitas pelaksanaan NPM yang gagal di banyak negara. Dalam konsep NPS, nilai-nilai neoliberalisme NPM tidak hilang secara otomatis. Ketika pemerintah melayani masyarakat sebagai warga negara misalnya, aspek privatisasi bisa saja tetap berlangsung asalkan atas nama melayani kepentingan warga negara bukan pelanggan. Misalnya, sektor pendidikan dapat diprivatisasi asalkan pelaksana pendidikan tetap melayani masyarakat sebagai warga negara bukan pelanggan.


(42)

28 3. Aplikasi NPS masih diragukan

Prinsip-prinsip NPS belum tentu bisa diaplikasikan pada semua tempat, situasi dan kondisi. Prinsip-prinsip NPS masih terlalu abstrak dan perlu dikonkritkan lagi. Prinsip dasar NPS barangkali bisa diterima semua pihak, namun bagaimana prinsip ini bisa diimplementasikan sangat bergantung pada aspek lingkungan. NPS terlalu mensimplifikasikan peran pemerintah pada aspek pelayanan publik. Padahal, urusan pemerintah tidak hanya berkaitan dengan bagaimana menyelenggarakan pelayanan publik, tetapi juga menyangkut bagaimana melakukan pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Bagi negara-negara berkembang, pelayanan publik bisa jadi belum menjadi agenda prioritas karena masih berupaya mengejar pertumbuhan dan meningkatkan pembangunan.

Kecamatan sebagai institusi pemerintah, merupakan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Kabupaten/Kota yang dalam melaksanakan fungsinya berfokus pada aturan-aturan untuk mengoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di tingkat kecamatan dimana Camat dalam menjalankan tugas pokok dan fungsi, mempunyai kedudukan dan menerima kewenangan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Penegasan kedudukan Camat selaku perangkat Daerah tertuangdalam pasal 12 Peraturan Pemerintah RI nomor 8 Tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah, adalah :

a. Kecamatan merupakan perangkat daerah Kabupaten / Kota yang mempunyai wilayah kerja tertentu, dipimpin oleh Camat yang berada di


(43)

29 bawah dan bertanggungjawab kepada Bupati / Walikota melalui Sekretaris Daerah Kabupaten / Kota,

b. Camat diangkat oleh Bupati / Walikota atas usul SekretarisDaerah Kabupaten / Kota dari Pegawai Negeri Sipil yangmemenuhi syarat sesuai dengan Pedoman yang ditetapkanoleh Menteri Dalam Negeri,

c. Camat memerima pelimpahan sebagian kewenanganpemerintahan dari Bupati / Walikota,

d. Pembentukan Kecamatan ditetapkan dengan PeraturanDaerah,

e. Pedoman mengenai organisasi Kecamatan ditetapkan olehMenteri Dalam Negeri setelah mendapat persetujuan Menteri yang bertanggungjawab di bidang Pendayagunaan Aparatur Negara.

2.4 Kerangka Pikir

Setelah dilakukan penguraian terhadap beberapa pengertian dan konsep utama yang membatasi penelitian ini, maka kerangka pikir menjadi kelengkapan yang sama pentingnya. Kerangka pikir merupakan instrumen yang memberikan penjelasan sebagaimana upaya penulis memahami pokok masalah dan menjadi panduan penulisan tesis ini.

Tugas umum pemerintahan yang diselenggarakan oleh Camat tidakdimaksudkan sebagai pengganti urusan pemerintahan umum, karena Camat bukan lagi sebagai kepala wilayah. Selain itu, intinya juga berbeda. Tugas umum pemerintahan sebagai kewenangan atributif mencakup tiga jenis kewenangan yakni kewenangan melakukan koordinasi yang meliputi lima bidang kegiatan, kewenangan


(44)

30 melakukan pembinaan serta kewenangan melaksanakan pelayanan kepada masyarakat.

Kedudukan dan peran camat yg diatur dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 ditempatkan sebagai perangkat daerah yang melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan di tingkat kecamatan untuk melaksanakan fungsi-fungsi pemerintahan. Pendekatan new institusionalisme mempelajari institusi/organisasi yang berfokus pada aturan-aturan, dimana Camat dalam menjalankan tugas pokok dan fungsi, berfokus pada aturan-aturan untuk mengoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di tingkat kecamatan.


(45)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Menurut Nasir dalam Lidyana (2003:21), menyebutkan bahwa metode penelitian adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu obyek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas, peristiwa pada masyarakat sekarang. Tujuan penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, serta hubungan antara fenomena yang diselidiki.

Metode analisa yang digunakan untuk studi ini pada dasarnya menggunakan analisa kualitatif yang cukup dominan pada studi ini karena penelusuran untuk mengetahui kedudukan dan peran camat tidak hanya mengandalkan pada angka-angka tetapi perlu memahami secara verbal. Pendapat ini dikemukakan oleh Bintang yang dikutip oleh Lidyana (2003:21) yang menyatakan bahwa anlisis kualitatif lebih meyakinkan dibanding dengan analisis kuantitatif:

“Data yang muncul dengan pendekatan kualitatif adalah lebih banyak berupa kata-kata atau simbol tertentu dan bukan rangkaian angka-angka dan karenanya analisis menggunakan angka-angka yang disusun dalam teks yang diperluas. Penelitian kualitatif mempunyai mutu yang tidak dapat disangkal kata-kata bilamana disusun dalam bentuk peristiwa mempunyai kesan yang lebih nyata dan penuh makna, seringkali jauh lebih


(46)

32 meyakinkan pengambilan kebijaksanaan daripada membaca hal-hal yang penuh angka.”

3.2 Fokus Penelitian

Penelitian ini akan memfokuskan pada kedudukan dan peran camat dalam penyelenggaraan pemerintahan yang meliputi:

1. Kedudukan dan peran camat dalam penyelenggaraan pemerintahan:

a. Tugas pokok, fungsi dan kewenangan Kecamatan serta penjabarannya dalam berbagai aspek pelayanan publik dan administrasi pemerintahan sebagai wujud respon antisipatif terhadap perubahan dan perkembangan yang terjadi dalam lingkup pemerintahan terkecil (Kecamatan).

b. Kewenangan yang dilimpahkan oleh Walikota Bandar Lampung kepada Camat.

c. Peran dan fungsi Camat sesuai kewenangan yang dilimpahkan Walikota.

2. Problem dan peran camat dalam penyelenggaraan pemerintahan.

3.3 Penetapan Lokasi Penelitian

Kantor Kecamatan Telukbetung Selatan Kota Bandar Lampung ditetapkan sebagai lokasi penelitian karena Kecamatan Telukbetung Selatan merupakan penerima pelimpahan kewenangan dari pemerintah Kota Bandar Lampung untuk melaksanakan tugas penyelenggaraan pemerintahan. Sebagai tanggung jawab dari pelimpahan kewenangan tersebut, Kecamatan Telukbetung Selatan harus menjalankan fungsi (PP No. 8 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah):


(47)

33 1. Pengkoordinasian penyelenggaraan pemerintahan di wilayah kecamatan 2. Penyelenggaraan kegiatan pembinaan ideologi negara dan kesatuan bangsa 3. Penyelenggaraan pelayanan masyarakat

4. Pelaksanaan pemberdayaan masyarakat

5. tugas-tugas pemerintahan umum dan keagrariaan 6. Pembinaan kelurahan

7. Pembinaan ketentraman dan ketertiban wilayah

8. Pelaksanaan koordinasi operaional Unit Pelaksana Teknis Dinas Kabupaten / Kota

9. Penyelenggaraan kegiatan pembinaan pembangunan dan pengembangan partisipasi masyarakat

10.Penyusunan program, pembinaan administrasi, ketatausahaan dan rumah tangga.

3.4 Subyek dan Sumber Informasi

Moleong (2000:90) berpendapat bahwa subyek adalah pihak yang berkaitan langsung untuk mendapatkan akses dan informasi serta data yang diperlukan peneliti. Dengan demikian, maka subyek penelitian juga berkedudukan sebagai informan. Informan awal ditetapkan dan dipilih, pemilihan didasarkan atas subyek yang menguasai permasalahan dan memiliki data.

Yang merupakan subyek dalam penelitian ini adalah 1. Camat Telukbetung Selatan

2. Ketua LPM Kecamatan Telukbetung Selatan 3. Kepala Bagian Hukum Kota Bandar Lampung


(48)

34 4. Kepala Bagian Pemerintahan Kota Bandar Lampung

5. Kepala Lingkungan/RT di wilayah Kecamatan Telukbetung Selatan

3.5 Proses Pengumpulan dan Pengolahan Data

3.5.1 Proses Pengumpulan Data

Adapun tahapan pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Studi kepustakaan

Mencari, mengumpulkan dan mempelajari bahan-bahan teoritis melalui membaca, mengutip, maupun meresume sumber-sumber seperti buku, hasil penelitian, jurnal, dan sumber-sumber informasi lainnya.

2. Dokumentasi

Dokumentasi dilakukan dengan langkah-langkah pencarian data, pemilihan data sampai dengan penyajian data berupa dokumen yang diperoleh dari lokasi penelitian. Adapun data-data dokumentasi yang diperlukan antara lain adalah Undang-undang, Peraturan Pemerintah, dan Peraturan Daerah.

3. Wawancara

Melakukan wawancara dengan beberapa narasumber yang layak dan relevan dengan pengkajian dalam penelitian ini. Wawancara bersifat terbuka berdasarkan kebutuhan analisis tulisan dengan mengacu pada proses penelitian. Wawancara


(49)

35 dilakukan kepada sumber informasi yaitu Camat Telukbetung Selatan, Camat Bumi Waras, Mantri Statistik, pejabat struktural terkait dalam lingkungan Kecamatan Telukbetung Selatan, dan masyarakat sekitar.

3.5.2 Proses Pengolahan Data

Setelah hasil penelitian dikumpulkan, maka pada tahap selanjutnya adalah berupa pengolahan data. Menurut Ikbar (2012:155), “pengolahan data dimaksudkan untuk mengubah data kasar menjadi data yang lebih halus dan lebih bermakna”. Adapun dalam pengolahan data, dilakukan pemeriksaan ulang terhadap data primer berupa proses pemekaran kecamatan yang diperoleh langsung dari lokasi penelitian, dan data sekunder yang berasal dari studi kepustakaan dan dokumen pendukung.

Tujuan pengolahan data adalah untuk menguji apakah data memiliki kekurangan atau kesalahan. Setelah melalui proses ini, data kemudian diedit secara keseluruhan sehingga menghasilkan data yang lengkap dan sempurna, jelas, mudah dibaca, serta konsisten. Proses editing juga dimaksudkan untuk memilah data menurut signifikansinya. Data hasil editing ini kemudian siap untuk dianalisis.

3.6 Analisi Data

Winardi dalam Hendryan (2002:33) menyatakan bahwa data merupakan hal-hal dengan apa kita berpikir. Merupakan bahan mentah, sampai melalui perbandingan, kombinasi dan evaluasi. Data merupakan bahan yang dianalisis.


(50)

36 Penggunaan analisis kualitatif dalam penelitian ini berfokus pada penunjukan makna, deskripsi, penjernihan, dan penempatan data pada konteksnya masing-masing, dan interpretasi melalui rangkaian kata-kata.

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan interactive model of analisys. Model ini bergerak pada tiga komponen, yaitu:

1. Reduksi data, yaitu proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data yang muncul dari catatan tertulis di lapangan. Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengoganisir data dengan cara sedemikian rupa sehingga kesimpulan finalnya dapat ditarik.

2. Penyajian data, yaitu penyajian yang dibatasi sebagai kumpulan informasi tersusun, memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Dengan penyajian tersebut akan dapat dipahami apa yang terjadi dan apa yang harus dilakukan, menganalisis ataukah mengambil tindakan berdasarkan pemahaman yang didapat dari penyajian tersebut. 3. Verifikasi data, penarikan kesimpulan sebagai suatu kegiatan konfigurasi

yang utuh. Kesimpulan-kesimpulan juga diverifikasi selama peneltian berlangsung. Singkatnya, makna-makna yang muncul dari data harus diuji kebenarannya, keharmonisannya, dan kecocokannya, yakni yang merupakan validitasnya.


(51)

37 Untuk menganalisis data, digunakan analisis data deskriptif yaitu metode yang digunakan untuk memecahkan masalah yang sedang dihadapi pada situasi sekarang yang dilakukan dengan menempuh langkah-langkah pengumpulan data, klasifikasi data dan analisa pengolahan data dan membuat gambaran tentang suatu keadaan secara obyektif dalam suatu deskripsi.

Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa metode deskriptif adalah metode yang digunakan untuk melakukan penelitian ilmiah yang ditujukan kepada pemecahan masalah yang ada sekarang melalui suatu pendeskripsian atau menuturkan dan menafsirkan data-data yang ada.

3.7 Pengecekan Keabsahan Data

Arikunto (1998:132) menjelaskan bahwa validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan suatu instrumen penulisan data berdasar kepada keabsahan data yang diperoleh di lapangan. Ada beberapa kriteria teknik keabsahan data pada peneltian yang dilakukan, yaitu:

1. Derajat kepercayaan data

Penetapan kriteria derajat kepercayaan berfungsi: pertama, melaksanakan penyelidikan sedemikian rupa sehingga tingkat kepercayaan penemuannya dapat dicapai. Kedua, mempertunjukkan derajat kepercayaan hasil-hasil penemuan dengan jalan membuktikan oleh peneliti pada kenyataan ganda yang sedang diteliti.


(52)

38 2. Keteralihan data

Keteralihan sebagai persoalan empiris bergantung pada kesamaan antara konteks pengirim dan penerima. Untuk melakukan pengalihan tersebut seorang peneliti hendaknya mencari dan mengumpulkan kejadian empiris tentang kesamaan konteks. Dengan demikian peneliti bertanggungjawab untuk menyediakan data deskriptif secukupnya jika ingin membuat keputusan tentang pengalihan tersebut.

3. Kebergantungan data

Kebergantungan dalam hal ini, seseorang mungkin melukiskan pengalamannya dengan suatu cara tertentu dan demikian pula halnya orang lain. Boleh jadi keduanya sama-sama mengakui akan kebenaran cerita dirinya menurut perspektif mereka masing-masing, yakni menurut penafsiran mereka sendiri, rasionalisasi mereka, susunan prejudis, dan pemjelasan mereka. Oleh karena itu, untuk meningkatkan keterdekatan penelitian satu dengan yang lain pada lokasi yang sama tergantung berbagai hal.

4. Kepastian data

Kepastian berasal dari konsep objektifitas. Jadi dalam hal ini objektifitas- subjektifitasnya bergantung pada perorangan. Hal yang perlu digali dari pengertian bahwa sesuatu itu objektif, berarti dapat dipercaya, faktual, dan dapat dipastikan. Pengertian inilah yang dijadikan tumpuan pengalihan pengertian objektifitas-subjektifitas menjadi kepastian.


(53)

83 BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada penelitian ini dapat disimpulkan kedudukan dan peran camat dalam penyelenggaraan pemerintahan sebagai berikut :

Kewenangan Camat di Kota Bandar Lampung masih sangat dibatasi, bahkan sampai proses pengambilan keputusan di tingkat kecamatan pun camat tidak mempunyai kewenangan. Camat biasanya akan langsung membuat nota dinas untuk menyampaikan permasalahan di wilayahnya untuk selanjutnya mohon petunjuk kepada Bapak Walikota Bandar Lampung.

Keterbatasan kewenangan yang dimiliki camat dalam menyelesaikan masalah di wilayahnya menyebabkan camat harus menunggu petunjuk selanjutnya dari walikota sehingga masalah yang terjadi sering semakin berlarut-larut. Sebagai contoh ketika sebuah pabrik karet mencemari lingkungan pemukiman sekitarnya, masyarakat sudah sangat tidak tahan dengan perilaku pengusaha tersebut, tetapi di sisi lain camat juga tidak dapat berbuat banyak selain hanya memberikan peringatan kepada pengusaha yang bersangkutan. Kewenangan untuk memanggil dan menertibkan baru bisa dilakukan ketika camat sudah memperoleh petunjuk


(54)

84 atau perintah dari walikota. Beberapa kewenangan camat yang dialihkan seperti pembuatan Surat Izin Tempat Usaha, pembuatan KTP, membuat pelayanan kepada masyarakat menjadi tidak maksimal. Camat berharap, kewenangan yang langsung berhubungan dengan kondisi di wilayahnya bisa dikembalikan atau diberi kewenangan baru. Camat Telukbetung Selatan, Yustam Effendi mengatakan bahwa sebenarnya pembuatan advis untuk SITU yang dilimpahkan ke BPMP hanya untuk perusahaan besar, sedangkan untuk izin toko-toko kecil dan warung cukup sampai tingkat kecamatan. Masalahnya, belum ada kejelasan peraturan yang menyebutkan hal tersebut.

Masyarakat yang tidak paham terhadap kewenangan camat yang terbatas, akan menganggap pihak kecamatan tidak cepat tanggap atau bahkan tidak peduli terhadap permasalahan di wilayahnya. Ketika isu tersebut sampai ke walikota, camat akan mendapat teguran langsung karena kelalaiannya dan keterlambatannya dalam mengatasi masalah di wilayahnya.

Kecamatan dalam memenuhi prinsip-prinsip NPS, telah melakukan pelayanan kepada masyarakat sebagai warga negara, menyadari bahwa kepentingan masyarakat harus menjadi prioritas. Dengan berbagai keterbatasan terutama wewenang, camat semaksimal mungkin telah memberikan pelayanan kepada masyarakat sebagaimana kewajibannya sebagai aparatur negara.

5.2 Saran

Kecamatan sebagai SKPD dalam pelaksanaan tugas-tugas umum pemerintahan daerah layak untuk ditingkatkan kewenangannya, karena disamping sebagai pembantu kepala daerah dalam melakukan pelayanan, juga sangat berguna dalam


(55)

85 hal pembinaan aparatur pemerintahan kecamatan yang belum bisa maksimal.Camat dan kecamatan juga diharapkan mendapat kewengan lebih dalam melakukan pelayanan, hal ini disebabkan belum bisanya pemerintah kabupaten/kota turun secara langsung melakukan pelayanan kepada masyarakat. Perlu dilakukan pengkajian ulang terhadap jenis-jenis kewenangan yang mungkin dapat dilimpahkan ke kecamatan sehingga berbagai permasalahan yang terjadi di wilayah kecamatan dapat selesai tanpa harus melibatkan pemerintah kota. Sebagai wilayah dengan penduduk yang sebagain besar bermatapencarian sebagai nelayan dan pedagang, kewenangan di bidang izin usaha, penertiban spanduk/baliho, serta penertiban pedagang kaki lima dapat dilimpahkan kepada Camat Telukbetung Selatan untuk pengambilan keputusan dalam penyelesaian masalah yang lebih cepat dan memaksimalkan pelayanan kepada masyarakat.

Untuk mengantisipasi agar pelimpahan kewenangan kepada kecamatan tidak menimbulkan permasalahan yang lebih kompleks, ada dua pilihan untuk mengembangkan organisasi kecamatan:

1. Menetapkan format organisasi secara seragam atau homogen mengingat tipisnya karakteristik antar kecamatan di suatu daerah.

2. Menetapkan format organisasi secara heterogen berdasar tipologo-tipologi tertentu yang dihitung berdasarkan indikator jumlah penduduk, jumlah kelurahan, luas wilayah, serta sarana/fasilitas sosial ekonomi.


(56)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi, 1998, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Bina Aksara, Jakarta.

Bratakusumah, Deddy Supriady dan Dadang Solihin. 2002. Otonomi

Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, PT Gramedia Pustaka. Jakarta.

Hadjon, Philipus. 2010. Tentang Kewenangan. Makalah. Universitas Airlangga Hendryan, Dery. 2002. Implikasi Politik Pelaksanaan UU No. 22/1999 dalam

Pola Hubungan Eksekutif-Legislatif di Kota Bandar Lampung. Skripsi.Unila.

Ikbar, Yanuar. 2012. Metode Penelitian Sosial Kualitatif .PT. RefikaAditama. Bandung.

Lidyana, Linda. 2003. Faktor-faktor yang

MempengaruhiPerencanaanPenataanPedagang Kaki Lima dalam Upaya Mengoptimalisasi Tata Ruang Kota di Wilayah Sukabumi Jawa Barat. Skripsi.Unila.

Luqmana, Afif. 2009. Kebijakan Publik, Institusionalisme dan New Institusionalisme.Arsip Blog. UGM.Yogyakarta.

Makhya, Syarief. 2006. Ilmu Pemerintahan (TelaahAwal). Universitas Lampung Muluk, Khairul. 2006. Desentralisasidan Pemerintahan Daerah. Bayumedia

Publishing. Malang

Pungus, Sony. 2011. TeoriKewenangan.Arsip Blog. Halmahera Utara.

Rafsanjani, Sadam. 2011. Perandan Fungsi Pemerintahan. UMY.Yogyakarta. Shepsle, Keneth. 2006. Political Institusions, Harvard University Hanbook. Suriata, I Nengah.2009. FungsiKepala Daerah dalam Penyelenggaraan

Pemerintahan Sesuai Dengan Prinsip Demokrasi. Denpasar.

Surya Dharma. 2005. Manajemen Kinerja: Falsafah, Teoridan Penerapannya. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Wasistiono, Sadu. 2009. Perkembangan Organisasi Kecamatan dari Masa ke Masa.Fokus Media. Bandung.


(57)

Peraturan/Undang-undang:

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan.

Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah

Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 04 Tahun 2012 tentang Penataan dan Pembentukan Kelurahan dan Kecamatan.

Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 87 Tahun 2008 tentang Pelimpahan Sebagian Kewenangan Pemerintahan dari Walikota kepada Camat


(1)

2. Keteralihan data

Keteralihan sebagai persoalan empiris bergantung pada kesamaan antara konteks pengirim dan penerima. Untuk melakukan pengalihan tersebut seorang peneliti hendaknya mencari dan mengumpulkan kejadian empiris tentang kesamaan konteks. Dengan demikian peneliti bertanggungjawab untuk menyediakan data deskriptif secukupnya jika ingin membuat keputusan tentang pengalihan tersebut.

3. Kebergantungan data

Kebergantungan dalam hal ini, seseorang mungkin melukiskan pengalamannya dengan suatu cara tertentu dan demikian pula halnya orang lain. Boleh jadi keduanya sama-sama mengakui akan kebenaran cerita dirinya menurut perspektif mereka masing-masing, yakni menurut penafsiran mereka sendiri, rasionalisasi mereka, susunan prejudis, dan pemjelasan mereka. Oleh karena itu, untuk meningkatkan keterdekatan penelitian satu dengan yang lain pada lokasi yang sama tergantung berbagai hal.

4. Kepastian data

Kepastian berasal dari konsep objektifitas. Jadi dalam hal ini objektifitas- subjektifitasnya bergantung pada perorangan. Hal yang perlu digali dari pengertian bahwa sesuatu itu objektif, berarti dapat dipercaya, faktual, dan dapat dipastikan. Pengertian inilah yang dijadikan tumpuan pengalihan pengertian objektifitas-subjektifitas menjadi kepastian.


(2)

83 BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada penelitian ini dapat disimpulkan kedudukan dan peran camat dalam penyelenggaraan pemerintahan sebagai berikut :

Kewenangan Camat di Kota Bandar Lampung masih sangat dibatasi, bahkan sampai proses pengambilan keputusan di tingkat kecamatan pun camat tidak mempunyai kewenangan. Camat biasanya akan langsung membuat nota dinas untuk menyampaikan permasalahan di wilayahnya untuk selanjutnya mohon petunjuk kepada Bapak Walikota Bandar Lampung.

Keterbatasan kewenangan yang dimiliki camat dalam menyelesaikan masalah di wilayahnya menyebabkan camat harus menunggu petunjuk selanjutnya dari walikota sehingga masalah yang terjadi sering semakin berlarut-larut. Sebagai contoh ketika sebuah pabrik karet mencemari lingkungan pemukiman sekitarnya, masyarakat sudah sangat tidak tahan dengan perilaku pengusaha tersebut, tetapi di sisi lain camat juga tidak dapat berbuat banyak selain hanya memberikan peringatan kepada pengusaha yang bersangkutan. Kewenangan untuk memanggil dan menertibkan baru bisa dilakukan ketika camat sudah memperoleh petunjuk


(3)

atau perintah dari walikota. Beberapa kewenangan camat yang dialihkan seperti pembuatan Surat Izin Tempat Usaha, pembuatan KTP, membuat pelayanan kepada masyarakat menjadi tidak maksimal. Camat berharap, kewenangan yang langsung berhubungan dengan kondisi di wilayahnya bisa dikembalikan atau diberi kewenangan baru. Camat Telukbetung Selatan, Yustam Effendi mengatakan bahwa sebenarnya pembuatan advis untuk SITU yang dilimpahkan ke BPMP hanya untuk perusahaan besar, sedangkan untuk izin toko-toko kecil dan warung cukup sampai tingkat kecamatan. Masalahnya, belum ada kejelasan peraturan yang menyebutkan hal tersebut.

Masyarakat yang tidak paham terhadap kewenangan camat yang terbatas, akan menganggap pihak kecamatan tidak cepat tanggap atau bahkan tidak peduli terhadap permasalahan di wilayahnya. Ketika isu tersebut sampai ke walikota, camat akan mendapat teguran langsung karena kelalaiannya dan keterlambatannya dalam mengatasi masalah di wilayahnya.

Kecamatan dalam memenuhi prinsip-prinsip NPS, telah melakukan pelayanan kepada masyarakat sebagai warga negara, menyadari bahwa kepentingan masyarakat harus menjadi prioritas. Dengan berbagai keterbatasan terutama wewenang, camat semaksimal mungkin telah memberikan pelayanan kepada masyarakat sebagaimana kewajibannya sebagai aparatur negara.

5.2 Saran

Kecamatan sebagai SKPD dalam pelaksanaan tugas-tugas umum pemerintahan daerah layak untuk ditingkatkan kewenangannya, karena disamping sebagai pembantu kepala daerah dalam melakukan pelayanan, juga sangat berguna dalam


(4)

85 hal pembinaan aparatur pemerintahan kecamatan yang belum bisa maksimal.Camat dan kecamatan juga diharapkan mendapat kewengan lebih dalam melakukan pelayanan, hal ini disebabkan belum bisanya pemerintah kabupaten/kota turun secara langsung melakukan pelayanan kepada masyarakat.

Perlu dilakukan pengkajian ulang terhadap jenis-jenis kewenangan yang mungkin dapat dilimpahkan ke kecamatan sehingga berbagai permasalahan yang terjadi di wilayah kecamatan dapat selesai tanpa harus melibatkan pemerintah kota. Sebagai wilayah dengan penduduk yang sebagain besar bermatapencarian sebagai nelayan dan pedagang, kewenangan di bidang izin usaha, penertiban spanduk/baliho, serta penertiban pedagang kaki lima dapat dilimpahkan kepada Camat Telukbetung Selatan untuk pengambilan keputusan dalam penyelesaian masalah yang lebih cepat dan memaksimalkan pelayanan kepada masyarakat.

Untuk mengantisipasi agar pelimpahan kewenangan kepada kecamatan tidak menimbulkan permasalahan yang lebih kompleks, ada dua pilihan untuk mengembangkan organisasi kecamatan:

1. Menetapkan format organisasi secara seragam atau homogen mengingat tipisnya karakteristik antar kecamatan di suatu daerah.

2. Menetapkan format organisasi secara heterogen berdasar tipologo-tipologi tertentu yang dihitung berdasarkan indikator jumlah penduduk, jumlah kelurahan, luas wilayah, serta sarana/fasilitas sosial ekonomi.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi, 1998, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Bina Aksara, Jakarta.

Bratakusumah, Deddy Supriady dan Dadang Solihin. 2002. Otonomi

Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, PT Gramedia Pustaka.

Jakarta.

Hadjon, Philipus. 2010. Tentang Kewenangan. Makalah. Universitas Airlangga Hendryan, Dery. 2002. Implikasi Politik Pelaksanaan UU No. 22/1999 dalam

Pola Hubungan Eksekutif-Legislatif di Kota Bandar Lampung. Skripsi.Unila.

Ikbar, Yanuar. 2012. Metode Penelitian Sosial Kualitatif .PT. RefikaAditama. Bandung.

Lidyana, Linda. 2003. Faktor-faktor yang

MempengaruhiPerencanaanPenataanPedagang Kaki Lima dalam Upaya Mengoptimalisasi Tata Ruang Kota di Wilayah Sukabumi Jawa Barat. Skripsi.Unila.

Luqmana, Afif. 2009. Kebijakan Publik, Institusionalisme dan New Institusionalisme.Arsip Blog. UGM.Yogyakarta.

Makhya, Syarief. 2006. Ilmu Pemerintahan (TelaahAwal). Universitas Lampung Muluk, Khairul. 2006. Desentralisasidan Pemerintahan Daerah. Bayumedia

Publishing. Malang

Pungus, Sony. 2011. TeoriKewenangan.Arsip Blog. Halmahera Utara.

Rafsanjani, Sadam. 2011. Perandan Fungsi Pemerintahan. UMY.Yogyakarta. Shepsle, Keneth. 2006. Political Institusions, Harvard University Hanbook. Suriata, I Nengah.2009. FungsiKepala Daerah dalam Penyelenggaraan

Pemerintahan Sesuai Dengan Prinsip Demokrasi. Denpasar.

Surya Dharma. 2005. Manajemen Kinerja: Falsafah, Teoridan Penerapannya. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Wasistiono, Sadu. 2009. Perkembangan Organisasi Kecamatan dari Masa ke Masa.Fokus Media. Bandung.


(6)

Peraturan/Undang-undang:

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan.

Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah

Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 04 Tahun 2012 tentang Penataan dan Pembentukan Kelurahan dan Kecamatan.

Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 87 Tahun 2008 tentang Pelimpahan Sebagian Kewenangan Pemerintahan dari Walikota kepada Camat


Dokumen yang terkait

PERAN LEMBAGA ADAT DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN GAMPONG (Studi Tentang Penyelenggaraan Pemerintahan di Gampong Gegarang, Kecamatan Bintang, Kabupaten Aceh Tengah, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam)

2 25 29

ANALISIS TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA CAMAT DALAM PEMERINTAHAN DAERAH (Studi di Kecamatan Katibung Kabupaten Lampung Selatan)

3 22 42

PERGESERAN KEDUDUKAN CAMAT DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH (Perspektif Normatif)

0 3 31

Tugas dan Fungsi Camat Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 (Studi Kecamatan Medan Johor)

2 16 93

KEDUDUKAN DAN PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA DI KABUPATEN SUKOHARJO.

0 0 10

KEDUDUKAN KECAMATAN BERDASARKAN UU NOMOR 32 TAHUN 2004 DALAM RANGKA MEWUJUDKAN PEMERINTAHAN YANG AKUNTABEL MELALUI OPTIMALISASI MANAJEMEN PEMERINTAHAN (STUDI TENTANG PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KECAMATAN DI KECAMATAN GIRITONTRO KABUPATEN WONOGIRI).

0 0 17

PERAN CAMAT DALAM PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PEMERINTAHAN DESA (Suatu Studi di Kecamatan Tenga Kabupaten Minahasa Selatan) | Manengkey | JURNAL EKSEKUTIF 16326 32730 1 SM

0 2 11

104 Implementasi Fungsi Koordinasi Camat dalam Penyelenggaraan Kegiatan Pemerintahan di Kecamatan Lima Puluh Kota Pekanbaru

0 0 20

KEDUDUKAN PERATURAN DESA DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA RYAN APRILIANTO AMINUDDIN KASIM LELI TIBAKA Abstrak - KEDUDUKAN PERATURAN DESA DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA

0 0 18

KEDUDUKAN DAN PERAN CAMAT DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 (Studi Kasus Kantor Camat Pallangga, Kabupaten Gowa)

0 0 81