KESANTUNAN BERTUTUR DALAM INTERAKSI PEMBELAJARAN ANTARA GURU DAN SISWA KELAS VIII DI SMP NEGERI 21 BANDARLAMPUNG TAHUN AJARAN 2012/2013 DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMP

1

KESANTUNAN BERTUTUR DALAM INTERAKSI
PEMBELAJARAN ANTARA GURU DAN SISWA KELAS VIII
DI SMP NEGERI 21 BANDARLAMPUNG
TAHUN AJARAN 2012/2013 DAN IMPLIKASINYA TERHADAP
PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMP

Oleh

WINI ARWILA

Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA PENDIDIKAN
pada
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDARLAMPUNG
2014

ABSTRAK
KESANTUNAN BERTUTUR DALAM INTERAKSI PEMBELAJARAN
ANTARA GURU DAN SISWA KELAS VIII
DI SMP NEGERI 21 BANDARLAMPUNG
TAHUN AJARAN 2012/2013 DAN IMPLIKASINYA TERHADAP
PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMP

Oleh
WINI ARWILA

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kesantunan bertutur yang digunakan
oleh siswa dan guru dalam interaksi belajar di kelas. Tujuan penelitian ini untuk
mendeskripsikan kesantunan bertutur dalam interaksi pembelajaran antara guru dan
siswa kelas VIII di SMP Negeri 21 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2012/2013 dan
implikasinya pada pembelajaran bahasa Indonesia di SMP.
Penelitian ini menggunakan desain deskriptif kualitatif. Sumber data dalam

penelitian ini adalah guru dan siswa . Data yang menjadi kajian dalam penelitian
ini berupa kesantunan dalam bertutur oleh subjek penelitian. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kesantunan bertutur dilakukan dengan dua bentuk tuturan,
yaitu tuturan langsung dan tuturan tidak langsung. Kesantunan dalam tuturan
langsung atau kesantunan linguistik dilakukan dengan dua cara, yaitu tindak tutur
langsung dengan argumentasi dan tindak tutur langsung pada sasaran. Subjek
penelitian juga menggunakan penanda kesantunan tolong dan maaf, sapaan nak ,
dan pronomina kita.

Kesantunan dalam tuturan tidak langsung atau biasa disebut dengan kesantunan
pragmatik dilakukan dengan delapan modus, yaitu tindak tutur tidak langsung
dengan modus bertanya (TLMT), tindak tutur tidak langsung dengan modus
pelibatan orang lain (TLMO), menyatakan informasi (TLMI), menyatakan fakta
(TLMF), mengeluh (TLMK), penolakan (TLMPo), ketidakmampuan (TLMTm),
dan modus pengandaian (TLMPe). Konteks yang didayagunakan oleh subjek
penelitian yaitu penggunaan konteks tempat, waktu, orang sekitar, peristiwa, dan
cuaca.
Berdasarkan hasil penelitian penulis mengimplikasikan di SMP. Peneliti
mengambil subjek penelitian di kelas VIII dengan stnadar kompetensi berbicara
yaitu mengemukakan pikiran, perasaan, dan informasi melalui kegiatan diskusi

dan protokoler, dengan kompetensi dasar menyampaikan persetujuan, sanggahan,
dan penolakan pendapat dalam diskusi disertai dengan bukti atau alasan. Serta
indikator mampu menentukan mekanisme diskusi dan mampu menyampaikan
persetujuan, sanggahan, dan penolakan pendapat dalam diskusi dengan etika yang
baik dan argumentatif.
Hasil penelitian ini dapat dijadikan informasi bagi guru bahasa Indonesia SMP.
Guru hendaknya memahami bahwa anak-anak yang duduk di jenjang Sekolah
Menengah

Pertama

sangat

aktif

dalam

menciptakan

berbagai


macam

perbendaharaan kata, anak-anak juga SMP memiliki variasi bahasa yang luas.
Oleh karena itu, guru diharapkan cepat tanggap serta mampu membimbing siswa
dengan memberikan contoh yang baik kepada siswanya melalui tuturan yang
santun yang diucapkan guru agar siswa menggunakan tuturan yang santun pula.

ii

PERSEMBAHAN

Tiada yang lebih indah kuucap selain rasa syukurku pada Allah swt. yang
senantiasa memberikan rasa manis setelah aku mengecap rasa pahit. Karya kecil ini
aku persembahkan kepada:
Kedua Orang Tuaku Tercinta
Mama dan Papa, yang senantiasa memberikan kasih sayang, doa yang tak pernah
putus, nasihat, serta pengorbanan yang luar biasa . Kupersembahkan karya kecil ini
untuk mama dan papa ;
Adik-adikku tersayang

Zahrani dan Nuraini yang selalu memberikan semangat dan motivasi untukku;
Sahabat
Andari Septriana, Heny Hartawati yang sudah memberi warna kehidupan dalam
kebersamaan selama ini; dan
Almamaterku tercinta
Universitas Lampung yang telah memberiku beragam makna hidup, hingga aku
berpikir dan mendapatkan ilmu untuk pendewasaan diri.

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tanjung Karang, 17 Juni 1992. Penulis
merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan
Ayahanda Nawawi dan Ibunda Murni.

Penulis pertama kali menempuh pendidikan di Sekolah
Dasar (SD) Negeri 1 Perumnas Way Kandis pada 1997 dan selesai pada 2003.
Kemudian, penulis menyelesaikan studi tingkat Sekolah Menengah Pertama
(SMP) di MTs Negeri 2 Tanjung Karang pada 2006. Jenjang pendidikan
selanjutnya yang ditempuh adalah Sekolah Menengah Atas (SMA) di MA Negeri
1 Bandarlampung yang diselesaikan pada tahun 2009.


Pada 2009 penulis terdaftar sebagai mahasiswa pada Program Studi Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Lampung melalui Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).
Pada Februari 2010 penulis melakukan KKL Bandung-Yogyakarta-Bali.
Pengalaman

mengajar

didapatkan

penulis

ketika

melaksanakan

Praktik

Pengalaman Lapangan (PPL) di SMP Negeri 1 Punduh Pidada, Pesawaran pada

Tahun Pelajaran 2012/2013.

MOTO

“Sesungguhnya pada diri Rasulullah ada teladan yang baik bagimu, yaitu bagi orang
yang mengharap Allah dan hari akhir serta banyak berdzikir kepada Allah”
(Q.S. Al-Ahzab: 21)
“Inspirasi terbaik adalah diri Rasulullah Muhammad SAW”
(Nawawi)
“Hal terbaik untuk merubah seseorang adalah dengan menjadi contoh dan inspirasi”
(Wini Arwila)

SANWACANA

Assalamualaikum Wr. Wb.
Alhamdulillah, puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah swt. karena atas
limpahan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi ini berjudul “Kesantunan Bertutur dalam Interaksi Pembelajaran antara Guru
dan Siswa di SMP Negeri 21 Bandarlampung Tahun Ajaran 2012/2013 dan
Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP”. Shalawat teriring

salam semoga tetap tercurah kepada seorang penujuk jalan yang lurus yaitu
Muhammad saw., semoga keluarga dan sahabat dan para pengikutnya mendapatkan
syafaatnya kelak di hari pembalasan.

Skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan
pada Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah Jurusan
Pendidikan Bahasa dan Seni Universitas Lampung. Dalam penulisan skripsi ini
penulis banyak menerima bantuan, bimbingan,dan dukungan dari berbagai pihak.
Pada kesempatan ini, penulis menghaturkan terima kasih setulus-tulusnya kepada:

1. Dr. Nurlaksana Eko Rusminto, M.Pd., selaku pembimbing I yang selama ini telah
banyak membantu, membimbing, mengarahkan, dan memberikan saran
kepada penulis dengan penuh kesabaran dalam penulisan skripsi ini;

2. Drs. Iqbal Hilal, M.Pd., selaku pembimbing II yang telah banyak membantu,
membimbing dengan cermat, penuh kesabaran, mengarahkan, dan memberi
nasihat kepada penulis;
3. Dr. Wini Tarmini, M.Hum., selaku penguji dan pembimbing akademik yang
telah memberikan nasihat, arahan, saran dan motivasi kepada penulis dengan
penuh kesabaran;

4. Drs. Kahfie Nazaruddin,M.Hum., selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP Universitas Lampung;
5. Dr. Muhammad Fuad, M.Hum., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa
dan Seni, FKIP Universitas Lampung;
6. Dr. Hi. Bujang Rahman, M.Si., Dekan FKIP Universitas Lampung;
7. Seluruh Bapak dan Ibu dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia dan Daerah yang telah memberi penulis dengan berbagai ilmu yang
bermanfaat;
8. Seluruh Bapak dan Ibu dosen FKIP Unila;
9. Bapak dan Ibu staf administrasi FKIP Unila;
10. Papa dan Mama tercinta (Nawawi dan Murni), yang selalu memberikan kasih
sayang, motivasi dalam bentuk moral maupun material dan untaian doa yang
tiada terputus untuk keberhasilan penulis;
11. Adik-adikku tersayang (Zahrani dan Nuraini) yang selalu memberikan
semangat, dan motivasi dalam pembuatan skripsi ini;
12. Keluarga besarku; Siti, Paksu Anton, Pak Een, Minan Nia, Rian, Yunda Desi,
Manda, Minda, yang selalu memberikan motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini;

viii


13. Ibu Helna Dewi, Ibu Yulida, dan Ibu Sutarsih di SMP Negeri 21 Bandarlampung,
terima kasih untuk kesempatan meneliti di kelas;
14. Sahabatku Andari Septriana, Heny Hartawati, Vivi Falida, Merta Sari, Ayu
Lestari, dan Hesti Istiqomah yang selama ini saling memberi motivasi,
dukungan, mengingatkan ketika salah, saling mendokan, saling menghibur
disetiap kesedihan, dan saling melengkapi, semoga persahabatan kita akan
kekal selamanya;
15. Agder, terima kasih selama ini untuk semangat serta motivasi yang selalu
diberikan.
16. Teman-teman kelas Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
angkatan 2009 kelas B, Emi, Adhit, Tiwi, Reny, Yani, Ika, Yanti, Yenni,
Yunida, Vicha, Anis, Windi, Mas Pur, Agung, Bayu, Heri, Teguh, Irul,
Julianto, Yulia, Ayent, Sariyah, Made, Yuli, Siti, Dian, Eva, Ana, Desi, Kiki,
Mira, Anita, Ratu, Ria, terima kasih atas pertemanan, menunggu bersama,
senang-sedih bersama, be;juang bersama, serta selalu memberi dukungan
bagi penulis;
17. Teman-teman Bahasa dan Sastra Indonesia angkatan 2009, kakak tingkat dan
adik tingkat, terima kasih atas bantuan, masukan, dukungan, persahabatan serta
kebersamaan yang telah kalian berikan; dan
18. Semua pihak yang terlibat dalam pembuatan skripsi ini yang tidak dapat

penulis sebutkan satu persatu. Penulis ucapkan terima kasih untuk semua
dukungan, dan doa yang diberikan.

ix

Semoga Allah swt. selalu memberikan balasan yang lebih besar untuk Bapak, Ibu
dan rekan-rekan semua. Hanya ucapan terimakasih dan doa yang bisa penulis
berikan. Kritik dan saran selalu terbuka untuk menjadi kesempurnaan di masa
yang akan datang. Semoga skripsi ini bermanfaat untuk kemajuan pendidikan,
khususnya Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, aamiin.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Bandar Lampung, September 2014
Penulis

WINI ARWILA

x

DAFTAR ISI

Halaman
ABSTRAK ....................................................................................................
LEMBAR PENGESAHAN .........................................................................
RIWAYAT HIDUP ......................................................................................
PERSEMBAHAN .........................................................................................
MOTTO ........................................................................................................
SANWACANA .............................................................................................
DAFTAR ISI .................................................................................................
DAFTAR BAGAN ........................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................
DAFTAR SINGKATAN ..............................................................................
DAFTAR TABEL ........................................................................................

i
iii
iv
v
vi
vii
xi
xiv
xv
xvi
xvii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ....................................................................
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................
1.3 Tujuan Penelitian ..............................................................................
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................
1.5 Ruang Lingkup Penelitian .................................................................

1
6
6
7
8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hakikat Komunikasi ........................................................................
2.2 Prinsip Percakapan ...........................................................................
2.2.1.Prinsip Sopan Santun ..............................................................
2.2.1.1 Maksim Kearifan ........................................................
2.2.1.2 Maksim Kedermawanan .............................................
2.2.1.3 Maksim Pujian ............................................................
2.2.1.4 Maksim Kerendahan Hati ...........................................
2.2.1.5 Maksim Kesepakatan ..................................................
2.2.1.6 Maksim Simpati ..........................................................
2.2.2 Skala Kesantunan ...................................................................
2.2.2.1 Skala Kesantunan Leech .............................................
2.2.2.2 Skala Kesantunan Brown and Levison .......................
2.2.2.3 Skala Robin Lakoff .....................................................
2.3 Tindak Tutur ....................................................................................
2.4 Bentuk Verbal Tuturan ....................................................................
2.4.1 Tindak Tutur Langsung ..........................................................
2.4.1.1 Tindak Tutur Langsung pada Sasaran ........................
2.4.1.2 Tindak Tutur Langsung dengan Argumentasi ............

9
10
11
12
13
14
14
16
17
18
18
20
21
22
24
24
25
28

2.4.2 Tindak Tutur Tidak Langsung ............................................... 33
2.4.2.1 Tindak Tutur Tidak Langsung dengan Modus
Bertanya .................................................................... 33
2.4.2.2 Tindak Tutur Tidak Langsung dengan Modus Pujian ...37
2.4.2.3 Tindak Tutur Tidak Langsung dengan Modus
Menyatakan Fakta ..................................................... 38
2.4.2.4 Tindak Tutur Tidak Langsung dengan Modus
Menyindir .................................................................. 41
2.4.2.5 Tindak Tutur Tidak Langsung dengan Modus
Ngelulu ...................................................................... 43
2.4.2.6 Tindak Tutur Tidak Langsung dengan Modus
Menyatakan Rasa Pesimis......................................... 44
2.4.2.7 Tindak Tutur Tidak Langsung dengan Modus
Melibatkan Orang Ketiga ........................................ 45
2.4.2.8 Tindak Tutur Tidak Langsung dengan Modus
Mengeluh ................................................................. 46
2.4.2.9 Tindak Tutur Tidak Langsung dengan Modus
Menyatakan Pengandaian ......................................... 48
2.5 Penggunaan Penanda Kesantunan.................................................... 50
2.6 Pemanfaatan Konteks dalam Tindak Tutur...................................... 54
2.6.1 Jenis Konteks .......................................................................... 55
2.6.2 Unsur-unsur Konteks .............................................................. 59
2.7 Hal-hal yang Perlu diperhatikan dan dihindari Sebagai Wujud
Kesantunan Berbahasa...............................................................
60
2.8 Interaksi Edukatif ............................................................................. 65
2.9 Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP .......................................... 66
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian .............................................................................
3.2 Sumber Data.....................................................................................
3.3 Teknik Pengumpulan Data ...............................................................
3.4 Teknik Analisis Data........................................................................
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil ................................................................................................
4.2 Pembahasan .....................................................................................
4.2.1 Kesantunan dalam Tindak Tutur Langsung ...........................
1. Tindak Tutur Langsung pada Sasaran ................................
2. Tindak Tutur Langsung dengan Argumentasi....................
4.2.2 Kesantunan dalam Tindak Tutur Tidak Langsung .................
1. Tindak Tutur Tidak Langsung dengan Modus Bertanya ...
2. Tindak Tutur Tidak Langsung dengan Modus Orang Lain
3. Tindak Tutur Tidak Langsung dengan Modus
Menyatakan Informasi ......................................................
4. Tindak Tutur Tidak Langsung dengan Modus
Menyatakan Fakta .............................................................

xii

68
68
69
70

74
77
77
77
80
81
81
83
84
87

5. Tindak Tutur Tidak Langsung dengan Modus Mengeluh .
6. Tindak Tutur Tidak Langsung dengan Modus Penolakan .
7. Tindak Tutur Tidak Langsung dengan Modus Menyatakan
Ketidakmampuan ...............................................................
8. Tindak Tutur Tidak Langsung dengan Modus
Pengandaian .......................................................................
4.2.3 Pendayagunaan Konteks dalam Tuturan Sebagai Bentuk
Kesantunan ..............................................................................
1. Konteks Waktu ..................................................................
2. Konteks Peristiwa .............................................................
3. Konteks Cuaca ..................................................................
4. Konteks Tempat ................................................................
5. Konteks Melibatkan Orang Sekitar ...................................
4.2.4 Implikasi Hasil Penelitian terhadap Pembelajaran Bahasa
Indonesia di SMP ....................................................................

89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99

BAB V PENUTUP
5.1 Simpulan .................................................................................................. 103
5.2 Saran ......................................................................................................... 105

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

xiii

DAFTAR TABEL

A. DAFTAR TABEL

Halaman

1.1 Tuturan Langsung................................................................................75
1.2 Tuturan Tidak Langsung......................................................................76
1.3 Penanda Kesantunan dalam Tindak Tutur...........................................76
1.4 Silabus Bahasa Indonesia...................................................................100

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Halaman

Surat Izin Penelitian............................................................................... .
Surat Keterangan Mengadakan Penelitian............................................. .
Peta Konsep........................................................................................... .
Format Panduan Pengumpulan Data Penelitian ......................................
Catatan Lapangan Kesantunan Bertutur dalam Interaksi
Pembelajaran Guru dan Siswa di SMP N 21 Bandarlampung ................
Korpus Data Bentuk Tuturan Kesantunan Guru dan Siswa
SMP Negeri 21 Bandarlampung .............................................................
Silabus Bahasa Indonesia SMP ...............................................................

108
109
110
111
112
155
170

DAFTAR BAGAN

Bagan

Halaman

3.1. Bagan Analisis Heuristik............................................................................70
3.2. Contoh Analisis Heuristik...........................................................................71

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Masalah

Manusia sebagai makhluk sosial dalam kehidupannya selalu berinteraksi satu sama
lain. Interaksi tersebut menyebabkan terjadinya komunikasi. Sebagai alat komunikasi,
bahasa merupakan saluran perumusan maksud, melahirkan perasaan dan
memungkinkan menciptakan kerja sama dengan sesama warga. Ia mengatur berbagai
macam aktifitas kemasyarakatan, merencanakan, dan mengarahkan masa depan.
(Keraf dalam Suyanto, 2011: 21). Oleh karena itu, bahasa merupakan alat komunikasi
yang penting karena melalui bahasa, seseorang dapat mengekspresikan apa yang
ada dalam pikirannya. Komunikasi akan berlangsung dengan baik apabila
seseorang mampu berinteraksi satu sama lain dengan baik dan saling mengerti
bahasa yang digunakan serta apabila seseorang mampu menguasai keterampilan
berbahasa. Keterampilan berbahasa terbagi menjadi empat yaitu keterampilan
mendengarkan, keterampilan berbicara, keterampilan membaca dan keterampilan
menulis (Dawson dalam Tarigan,1984:2). Bahasa seseorang mencerminkan
pikirannya, semakin baik bahasa seseorang dapat dipastikan semakin baik pula
pikirannya (Piaget dalam Chaer, 2009: 54).
Berdasarkan tujuannya fungsi bahasa adalah untuk berkomunikasi (Anderson dalam
Tarigan, 1984: 3). Jadi, bahasa merupakan salah satu alat komunikasi yang
digunakan dalam berinteraksi, sehingga

bahasa tidak dapat dilepaskan dari

2
kehidupan sehari-hari, sebab tanpa menggunakan bahasa komunikasi akan
terganggu. Bahasa juga digunakan oleh anggota masyarakat penuturnya untuk
menjalin hubungan dengan anggota masyarakat yang lain yang memunyai
kesamaan bahasa. Sebagai alat komunikasi, bahasa merupakan saluran yang
digunakan untuk menyampaikan maksud, bertukar pendapat, berdiskusi atau
membahas sesuatu.
Komunikasi dan interaksi dapat terjadi dimana-mana, salah satunya dapat terjadi
di sekolah. Saat di sekolah, siswa melakukan kegiatan di dalam kelas. Kegiataan
di dalam kelas pada saat pembelajaran berlangsung bukan hanya kegiatan satu
arah dari guru ke siswa (teacher centered), melainkan timbal balik antara guru dan
siswa atau antara siswa dan siswa (student centered). Kegiatan yang dimaksud,
bukan hanya kegiatan yang guru saja lakukan, seperti memberikan materi didepan
kelas. Namun kegiatan ini dapat dilakukan timbal balik, seperti kegiatan tanya
jawab. Selain itu, kegiatan lain yang dapat dilakukan adalah kegiatan antar murid,
misalnya melakukan diskusi. Kegiatan pembelajaran di kelas diharapkan kegiatan
yang bersifat interaktif, yaitu adanya interaksi yang terus menerus antara guru dan
para siswa dan antarsiswa yang satu dengan yang lainnya. Interaksi siswa dengan
guru dan antarsiswa di dalam kelas adalah saling tanggap dan saling pengaruh
melalui kegiatan timbal balik.
Pembelajaran merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan
antara guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam
situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Interaksi atau hubungan timbal
balik antara guru dan siswa itu merupakan pembelajaran. Interaksi dalam
pembelajaran memunyai arti yang luas, tidak sekedar hubungan antara guru dan
siswa, tetapi berupa interaksi edukatif. Dalam hal ini bukan hanya penyampaian

3
pesan berupa materi pelajaran, melainkan penanaman sikap dan nilai pada diri
siswa yang sedang belajar.
Interaksi yang diinginkan dalam pembelajaran adalah interaksi yang bersifat positif
dan edukatif. Interaksi ini dapat siswa bangun dengan mudah apabila dapat
mengomunikasikan gagasannya kepada siswa lain atau guru. Dengan kata lain,
membangun pemahaman akan lebih mudah melalui dengan interaksi sosialnya.
Interaksi dapat memungkinkan terjadinya perbaikan terhadap pemahaman siswa
melalui diskusi, saling bertanya, dan saling menjelaskan. Penyampaian gagasan
oleh

siswa

dapat

mempertajam,

memperdalam,

memantapkan,

atau

menyempurnakan gagasan karena memperoleh tanggapan dari siswa lain atau guru.
Agar tujuan interaksi dapat tercapai dengan baik, para peserta interaksi yang dalam hal
ini guru dan siswa, perlu memiliki pengetahuan komunikatif yang terdiri atas
pengetahuan linguistik, pengetahuan interaksi, dan pengetahuan kebudayaan. Salah satu
cara untuk berinteraksi adalah dengan percakapan. Percakapan merupakan hubungan
yang paling mendasar antaranggota masyarakat. Untuk berpartisipasi dalam sebuah
percakapan, seseorang dituntut untuk menguasai kaidah-kaidah dan mekanisme
percakapan sehingga percakapan dapat berjalan lancar. Kaidah dan mekanisme
percakapan tersebut meliputi aktifitas membuka (suatu perbuatan untuk menciptakan
suasana siap mental dan menimbulkan perhatian lawan tutur agar berpusat kepada apa
yang akan dibicarakan), melibatkan diri (suatu tindakan atau perbuatan dengan sadar
yang dilakukan oleh peserta tutur untuk saling memberikan umpan balik dalam
percakapan), dan menutup percakapan (perbuatan yang dilakukan para peserta tutur
untuk menggiring arah pembicaraan menuju kesimpulan percakapan). Oleh karena itu,

4
untuk mengembangkan percakapan tersebut dengan baik, pembicara harus menaati dan
memerhatikan prinsip-prinsip percakapan yang berlaku dalam percakapan.
Leech dalam Rusminto (2009:89) mengemukakan bahwa ada 3 prinsip dalam
percakapan yaitu (1) prinsip kerja sama,berfungsi mengatur apa yang dikatakan
oleh peserta percakapan sehingga tuturan dapat memberikan sumbangan pada
tercapainya tujuan percakapan, (2) prinsip sopan santun, menjaga keseimbangan
sosial

dan

keramahan

hubungan

dalam

percakapan

dan

(3)

prinsip

ironi,merupakan prinsip percakapan urutan kedua (second – order principles)
yang memanfaatkan prinsip sopan santun.

Dalam penelitian ini, penulis tertarik untuk meneliti pada prinsip kesantunan karena
karena maksim-maksim prinsip sopan santun sering digunakan dalam kehidupan
sehari-hari. Ketika seseorang terlibat dalam percakapan, maka para peserta tutur
diharapkan untuk memanfaatan prinsip sopan santun, hal ini akan membantu
percakapan berjalan dengan baik karena para peserta tuturnya saling menjaga
keseimbangan sosial dan keramahan hubungan. Ketika seseorang bertutur tidak selalu
menggunakan tuturan langsung dalam menyampaikan maksud tuturannya. Seseorang
biasanya juga dapat menggunakan tuturan tidak langsung. Dalam hal ini untuk
menunjang keberhasilan seseorang dapat memanfaatkan maksim-maksim dalam
prinsip sopan santun.

Tuturan yang disampaikan pada saat proses pembelajaran terdapat berbagai jenis
tuturan, hal ini dilakukan para peserta tutur dengan maksud-maksud tertentu. Dari
berbagai macam jenis tuturan tersebut, peneliti akan menganalisis percakapan
yang digunakan oleh para peserta tutur dalam hal ini yaitu guru dan siswa.

5
Penelitian ini akan dilakukan di SMP Negeri 21 yang ada di Jalan Ryacudu
Perumahan Korpri Blok D8 Bandarlampung. SMP Negeri 21 Bandarlampung.
Alasan peneliti menjadikan sekolah tersebut sebagai tempat penelitian, karena
sekolah tersebut merupakan salah satu sekolah favorit di Bandarlampung. Selain
itu juga, sekolah ini memilki siswa-siswa yang heterogen dan dari lingkungan
yang berbeda-beda, sehingga hal tersebut berpengaruh terhadap tingkat
kemampuan dan perkembangan berbahasa.

Komunikasi yang terjadi antara siswa atau antara siswa dan guru harus
melibatkan konteks ujaran dengan memerhatikan pengunaan prinsip-prinsip
dalam percakapan, yakni sebuah pengetahuan yang diketahui bersama antara
penutur dan mitra tutur. Pengetahuan ini dapat mewujudkan sebuah kepedulian
dalam interaksi. Sebagai contoh, ketika seorang guru SMP Negeri 21
Bandarlampung menturkan sebuah tuturan “Sudah pukul dua belas kurang lima
menit loh nak” , ketua kelas menjawab “Sebentar lagi Bu, nanti saya yang
kumpulin punya teman-teman.”. Konteks tuturan tersebut terjadi diruang kelas,
guru memberikan soal kepada siswa kelas VIII G, dan meminta murid untuk
mengerjakan soal tersebut. Kemudian guru melihat jam tangan yang digunakan,
dan guru mengatakan bahwa sudah pukul dua belas kurang lima menit. Pada
contoh tersebut sudah terjalin percakapan yang cukup baik. Penutur dan mitra
tutur sudah memahami konteks tuturan dengan baik.
Tuturan di atas sebenarnya bermaksud untuk memerintah agar mitra tutur
melakukan sesuatu, yakni segera mengumpulkan kertas jawaban karena waktu
pelajaran hampir usai. Mitra tutur memberikan jawaban yang tepat, yakni mitra

6
tutur akan segera mengumpulkan kertas jawabannya bahkan mitra tutur
berinisiatif untuk mengumpulkan kertas jawaban teman lainnya. Hal ini
membuktikan konteks dan kesantunan sangat memengaruhi tindak tutur. Hal
tersebut yang membuat peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian.
Karena tuturan di atas menggunakan salah satu prinsip untuk menunjang
keberhasilan percakapan.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti ingin mengkaji lebih mendalam untuk
melakukan penelitian dengan judul “Kesantunan Bertutur dalam Interaksi
Pembelajaran antara Guru dan Siswa Kelas VIII di SMP Negeri 21 Bandarlampung
Tahun Pelajaran 2012/2013 dan Implikasinya pada Pembelajaran

Bahasa

Indonesia di SMP”.
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah kesantunan bertutur dalam
interaksi pembelajaran antara guru dan siswa kelas VIII di SMP Negeri 21
Bandarlampung Tahun Ajaran 2012/2013 dan implikasinya pada pembelajaran
bahasa Indonesia di SMP ?
1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan latar belakang dan rumusan masalah maka tujuan penelitian ini
adalah mendeskripsikan kesantunan bertutur dalam interaksi pembelajaran antara
guru dan siswa kelas VIII di SMP Negeri 21 Bandarlampung Tahun Pelajaran
2012/2013 dan implikasinya pada pembelajaran bahasa Indonesia di SMP.

7

1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat secara praktis dan teoretis.
1.4.1 Manfaat Teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoretis, yaitu menambah
referensi penelitian dalam bidang kebahasaan, khususnya dalam ranah studi
pragmatik sehingga penelitian ini dapat memberikan sumbangan bagi para
peneliti-peneliti selanjutnya dalam pengembangan dalam kajian yang sejenis yang
lain secara mendalam.

1.4.2

Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu bahan acuan yang sangat bermanfaat untuk berbagai kepentingan khususnya di bidang pragmatik dan diharapkan
dapat membantu peneliti lain di dalam usahanya untuk memerkaya wawasan dan
mengetahui hal-hal yang terungkap dalam penggunaan prinsip kesantunan.
Selanjutnya bagi pendidik, agar dalam mengasuh peserta didiknya dapat menerapkan
strategi-strategi kesantunan dalam bertutur yang diharapkan dapat menunjang
keberhasilan berkomunikasi dalam interaksi pembelajaran.secara maksimal.

8
1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Peneltian ini dilakukan dalam ruang lingkup sebagai berikut.
1. Subjek penelitian adalah guru dan siswa kelas VIII SMP Negeri 21
Bandarlampung tahun pelajaran 2012/2013.

2. Objek penelitian adalah tuturan dalam interaksi pembelajaran guru dan siswa.
Kesantunan yang dilakukan secara langsung atau tidak langsung dan berdasarkan
pemanfaatan konteks yang dilakukan ketika di kelas.
3. Data penelitian adalah data verbal atau aspek komunikasi yang diperoleh saat
proses pembelajaran berlangsung.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hakikat Komunikasi

Salah satu fungsi bahasa adalah sebagai alat untuk berkomunikasi atau alat
berinteraksi. Komunikasi adalah proses pertukaran informasi antara individual
yang satu dengan individu yang lain melalui sistem simbol, tanda, atau tingkah
laku yang umum. Komponen yang harus ada dalam setiap komunikasi ada tiga
yaitu (a) pengirim dan penerima informasi yang dikomunikasikan yang disebut
partisipan, (b) infomasi yang dikomunikasikan, dan (c) alat yang digunakan dalam
komunikasi itu. Pihak yang terlibat dalam suatu proses komunikasi tentunya ada
dua orang atau dua kelompok, yaitu pengirim (sender) informasi dan penerima
(receiver) informasi (Chaer, 2004:17). Informasi yang disampaikan tentunya
berupa ide, gagasan, keterangan, atau pesan. Sedangkan alat yang digunakan
dapat berupa simbol atau lambang seperti bahasa dan gerak-gerik anggota tubuh
(kinesik).
Suatu perbuatan dapat disebut bersifat komunikatif jika perbuatan itu dilakukan
dengan sadar dan ada pihak lain yang bertindak sebagai penerima pesan dari
perbuatan itu. Penerimaan pesan itu juga harus dilakukan dengan sadar. Dua
orang yang berlainan kode (bahasa) dapat juga berkomunikasi. Si pengirim pesan
melakukan dengan isyarat (dengan gerakan atau gerak-gerik lainnya),

10

lalu si penerima pesan juga merespon dengan isyarat pula. Jadi, meskipun hanya
isyarat saja jika ada kesadaran di antara pengirim dan penerima pesan, peristiwa
komunikasi masih dapat terjadi. Sebaliknya, meskipun dengan menggunakan
bahasa jika tidak disertai kesadaran di antara kedua partisipannya maka
komunikasi tidak terjadi atau walaupun terjadi akan berakhir kekeliruan
informasi.
Komponen ketiga dalam peritiwa komunikasi adalah alat komunikasi yang
digunakan, yaitu bahasa (sebagai sebuah sistem lambang), tanda-tanda (berupa
gambar, warna, bunyi, dan gerak-gerik tubuh). Berdasarkan alat yang digunakan,
komunikasi dibedakan menjadi dua macam, yaitu komunikasi nonverbal dan
komunikasi verbal atau komunikasi bahasa. Komunikasi nonverbal adalah
komunikasi yang menggunakan alat bukan bahasa, seperti bunyi peluit, cahaya
(lampu dan api), semafor, dan juga alat komunikasi pada hewan. Sedangkan
komunkasi verbal adalah komunikasi yang menggunakan bahasa sebagai alatnya
(Chaer, 2004:20).

2.2 Prinsip-Prinsip Percakapan
Komunikasi yang berlangsung antara penutur dan mitra tutur tentunya akan
mengalami berbagai kendala. Kendala yang dihadapi dalam suatu komunikasi dapat
menyebabkan komunikasi berlangsung dengan tidak baik. Oleh karena itu, dalam
suatu komunikasi dibutuhkan adanya prinsip-prinsip percakapan. Prinsip-prinsip
percakapan digunakan untuk mengatur supaya percakapan dapat berjalan dengan
lancar. Supaya percakapan dapat berjalan dengan baik, maka pembicara harus
menaati dan memerhatikan prinsip-prinsip yang ada di dalam percakapan. Prinsip

11

yang berlaku dalam percakapan ialah prinsip kerja sama (cooperative principle) dan
prinsip sopan santun (politness principle). Prinsip kerjasama dan prinsip sopan
santun sangat membantu dalam proses pembelajaran.

2.2.1 Prinsip Sopan Santun
Agar proses komunikasi penutur dan mitra tutur dapat berjalan dengan baik dan
lancar, mereka haruslah dapat saling bekerja sama. Bekerja sama yang baik di dalam
proses bertutur salah satunya, berperilaku sopan pada pihak lain, tujuannya
supaya terhindar dari kemacetan komunikasi. Leech, mengatakan bahwa prinsip
kerja sama berfungsi mengatur apa yang dikatakan oleh peserta percakapan
sehingga tuturan dapat memberikan sumbangan kepada tercapainya tujuan
percakapan, sedangkan prinsip kesantunan menjaga keseimbangan sosial dan
keramahan hubungan dalam sebuah percakapan.
Hal ini juga diperkuat oleh (Chaer, 2010: vii) bahwa dalam kegiatan
berkomunikasi sebagai salah satu kegiatan utama masyarakat, setidaknya ada tiga
hal yang harus diperhatikan agar dapat disebut sebagai manusia yang beradab.
Ketiga hal itu adalah (1) kesantunan berbahasa, (2) kesopanan berbahasa, dan (3)
etika berbahasa. Ketiganya bukan merupakan hal yang berdiri sendiri-sendiri,
melainkan merupakan satu kesatuan tak terpisahkan yang harus ada dalam
berkomunikasi atau berinteraksi. Kesantunan mengacu pada unsur-unsur bahasa
(kalimat-kalimat,

kata-kata,

atau

ungkapan-ungkapan)

yang

digunakan.

Kesopanan mengacu pada pantas tidaknya suatu tuturan disampaikan pada lawan

12

tutur. Sedangkan etika dalam berbahasa berkenaan dengan sikap fisik dan
perilaku ketika bertutur atau berkomunikasi.
Untuk masalah yang sifatnya interpersonal, prinsip kerja sama yang dikemukakan
oleh Grice dikesampingkan, maka digunakanlah prinsip sopan santun (Rahardi,
2009: 25). Pada prinsip ini menjelaskan mengapa orang sering menggunakan cara
yang tidak langsung serta terdapat hubungan antara arti (dalam semantik
konvensional) dengan maksud atau nilai (dalam pragmatik situasional) dalam
kalimat-kalimat yang bukan pernyataan (nondeclarative). Leech (1993: 206-207)
membagi prinsip kesantunan ke dalam enam butir maksim berikut.
2.2.1.1 Maksim Kearifan (Tact Maxim)
Maksim kearifan mengandung prinsip sebagi berikut
1) buatlah kerugian orang lain sekecil mungkin; dan
2) buatlah keuntungan pihak lain sebesar mungkin.
Menurut maksim ini, hendaknya penutur mengurangi penggunaan ungkapanungkapan dan pernyataan-pernyataan dan menyiratkan hal-hal yang merugikan
mitra tutur dan sebaliknya berusaha mengungkapkan dan pernyataan yang
meguntungkan mitra tutur.
Dalam kaitannya dengan hal ini, Leech (1993, 208) mengemukakan bahwa ilokusi
tidak langsung cenderung lebih sopan daripada ilokusi yang besifat langsung. Hal
ini didasari dua alasan sebagai berikut: (1) ilokusi tidak langsung menambah
derajat kemanasukaan dan (2) ilokusi tidak langsung memiliki daya yang semakin
kecil dan semakin tentatif. Contoh (1) sampai (5) berikut menunjukkan
kecendrngan sebagai berikut.

13

1.
2.
3.
4.
5.

Angkatlah pakaian itu.
Saya ingin Anda mengangkat pakaian itu.
Maukah Anda mengangkat pakaian itu?
Dapatkah Anda mengangkat pakaian itu?
Apakah Anda keberatan mengangkat pakaian itu?

Contoh-contoh yang dikemukakan memperlihatkan bahwa semakin tidak langsung
ilokusi disampaikan semakin tinggi derajat kesopanan tercipta. Contoh tuturan
perintah tersebut merupakan tuturan peintah yang disampaikan secara berurutan
derajat kesantunannya. Tuturan (1) disampaikan secara langsung sehingga derajat
kesantunan yang dimiliki lebih renah dibandingkan dengan tuturan perintah (2).
Tuturan perintah (2) lebih rendah derajat kesantunannya dibandingkan dengan
tuturan (3). Tuturan (3) disampaikan dengan modus bertanya, sehingga tuturan
perintah tersebut terkesan lebih santun dibandingkan dengan tuturan-tuturan
perintah sebelumnya. Begitu pula dengan tuturan-turan selanjutnya.
2.2.1.2 Maksim Kedermawanan (Generosity Maxim)
Maksim ini mengandung prinsip sebagai berikut
1) buatlah keuntungan diri sendiri sekecil mungkin; dan
2) tambahi pengorbanan diri sendiri.
Pada maksim ini peserta tutur diharapkan dapat menghormati orang lain, dapat
atau mengurangi keuntungan diri sendiri serta memberikan keuntungan kepada
pihak lain. Maksim ini mengacu pada diri sendiri dan menuntut adanya kerugian
pada diri penutur. Hal inilah yang membuat maksim ini berbeda dengan maksim
kearifan. Leech menyajikan contoh berikut.
(1)
(2)
(3)
(4)

Kamu dpat meminjamkan uang kepada saya.
Aku dapat meminjamkan uangku kepadamu.
Kamu harus datang dan menginap di rumahku.
Kami harus datang dan menginap di rumahmu.

14

Kalimat (2) dan (3) dianggap sopan karena dua hal tersebut menyiratkan
keuntungan bagi mitra tutur dan kerugian bagi penutur. Sedangkan kalimat (1)
dan kalimat (4) dianggap tidak sopan karena menyiratkan kerugian bagi mitra
tutur dan keuntungan bagi penutur.
2.1.1.3 Maksim Pujian (Approbation Maxim)
Maksim ini mengandung prinsip sebagai berikut
1) kecamlah orang lain sedikit mungkin;
2) pujilah orang lain sebanyak mungkin.
Seseorang biasanya akan dianggap santun apabila orang tersebut tidak segansegan dalam memberikan penghargaan terhadap pihak lain. Pada maksim ini
diharapkan agar peserta tutur tidak mengejek dan saling mencaci atau
merendahkan pihak lain. Berikut contoh untuk memperjelas maksim pujian.
(1) Gambarmu indah sekali.
(2) Penampilannya bagus sekali.
(3) Masakanmu sama sekali tidak enak.
Contoh (1) merupakan wujud penerapan maksim pujian terhadap mitra tutur,
sedangkan (2) merupakan wujud penerapan maksim pujian untuk orang lain, dan
(3) merupakan contoh ilokusi yang melanggar maksim pujian.
2.2.1.4 Maksim Kerendahan Hati (Modesty Maxim)
Di dalam maksim kesederhanaan atau maksim kerendahan hati mengandung
prinsip
1) pujilah diri sendiri sedikit munkin; dan
2) kecamlah diri sendiri sebanyak mungkin.

15

Maksim ini menetapkan bahwa minimalkan pujian bagi diri sendiri dan
memaksimalkan ketidakhormatan bagi diri sendiri. Dengan begitu, pihak lain
akan merasa bahwa kita tidak congkak dan sombong. Lebih dari itu, sependapat
dan mengiyakan pujian orang lain terhadap diri sendiri juga merupakan
pelanggaran terhadap maksim kerendahan hati. Berikut contoh-contoh untuk
memperjelas uraian tentang maksim kerendahan hati.
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)

Bodoh sekali saya.
Pandai sekali saya.
Bodoh sekali anda.
Pandai sekali anda.
Terimalah hadiah yang kecil ini sebagai tanda penghargaan kami.
Terimalah hadiah yang besar ini sebagai tanda penghargaan ini.
A: Mereka baik sekali kepada kita. B: Ya betul.
A: Mereka baik sekali terhadap saya. B: Ya betul.

Contoh (1)memperlihatkan bahwa mengecam diri sendiri merupakan tindakan
yang sopan, sebaliknya memuji diri sendiri pada contoh (2) merupakan
pelanggran terhadap maksim kerendahan hati. Demikian juga sebaliknya pada
contoh (3) dan (4). Sementara itu, mengecilkan arti kebaikan hati diri sendiri pada
contoh (5) merupakan tindakan yang sopan; sebaliknya membesar-besarkan
kebaikan hati diri sendiri seperti pada contoh (6) merupakan pelanggaran terhadap
maksim kerendahan hati. Demikian juga yang terjadi pada contoh (7) dan (8).
Menyetujui pilihan orang lain merupakan tindakan yang sopan, sebaliknya
menyetujui pujian yang diajukan kepada diri sendiri merupakan pelanggaran
terhadap maksim kerendahan hati.

16

2.2.1.5 Maksim Kesepakatan (Agreement Maxim)
Maksim kesepakatan sering kali disebut dengan maksim kecocokan/pemufakatan,
maksim ini mengandung prinsip
1) kurangi ketidaksepakatan antara diri sendiri dengan orang lain; dan
2) tingkatkan kesesuaian antara diri sendiri dengan orang lain.
Di dalam maksim ini, ditekankan agar para peserta tutur dapat saling membina
kecocokan atau kemufakatan dalam kegiatan bertutur. Apabila terdapat kemufakatan
atau kecocokan antara diri penutur dan mitra tutur dalam kegiatan bertutur,
masing-masing dari mereka akan dapat dikatakan bersikap santun.
Berbeda dengan keempat maksim prinsip sopan santun yang dapat dikelompokkan
menjadi dua kelompok yang berpasangan, maksim kesepakatan tidak berpasangan
dengan maksim lain. Maksim ini berdiri sendiri dengan menggunakan skala
kesepakatan sebagai dasar acuannya. Hal ini juga disebabkan oleh adanya acuan
ganda yang menjadi sasarannya. Maksim kesepakatan mengacu kepada dua
pemeran sekaligus, yaitu penutur dan mitra tutur. Hal ini berarti dalam sebuah
percakapan sependapat mungkin penutur dan mitra tutur menunjukkan kesepakatan
tentang topik yang dibicarakan. Jika itu tidak mungkin, hendaknya penutur
berusaha kompromi dengan melakukan ketidaksepakatan sebagian, sebab
bagaimanapun ketidaksepakatan sebagian lebih disukai daripada ketidaksepakatan
sepenuhnya (Rusminto, 2009: 101). Berikut contohnya.
(1) A: Pestanya meriah sekali, bukan?
B: Tidak, pestanya sama sekali tidak meriah.
(2) A: Semua pasti menginginkan keterbukaan.
B: Ya pasti.
(3) A:Ternyata belajar sepeda mudah sekali.
B:Betul, tetapi sulit jika langsung memulai sepeda gigi.

17

Contoh (1) memperlihatkan ketidaksepakatan antara penutur dan mitra tutur, dan
karenanya melanggar maksim kesepakatan. Contoh (2) merupakan contoh
percakapan yang menunjukkan penerapan maksim kesepakatan. Sementara contoh
(3) merupakan percakapan yang memperlihatkan adanya ketidaksepakatan
sebagian.
2.2.1.6 Maksim Simpati (Sympath Maxim)
Maksim ini mengandung prinsip sebagai berikut:
1) kurangilah rasa antipati antara diri sendiri dan orang lain sekecil mungkin;
2) perbesar rasa simpati antara diri sendiri dan orang lain.
Sama halnya dengan maksim kesepakatan, maksim simpati juga berdiri sendiri
dan menggunakan skala simpati sebagai dasar acuannya. Di samping itu, maksim
simpati juga berbeda dari keempat maksim prinsip sopan santun yang pertama
dari segi sasaran acuan maksim tersebut, yaitu mengacu kepada dua pemeran
sekaligus, penutur dan mitra tutur.
Hal ini berarti bahwa semua tindak tutur yang mengungkapkan rasa simpati
terhadap orang lain merupakan suatu yang berarti untuk mengembangkan
percakapan yang memenuhi prinsip sopan santun. Tindak tutur yang
mengungkapkan rasa simpati tersebut misalnya ucapan selamat, ucapan
belasungkawa, dan ucapan lain yang menunjukkan penghargaan terhadap orang
lain. Berikut contoh penggunaan maksim simpati.
(1) Ibu
: Bu, aku besok ada ulangan harian.
Linda : O,ya? Lakukan persiapan yang matang, belajar dengan
semangat. Harus tekun, pasti kamu sukses dan berhasil.

18

Contoh (1) diucapkan oleh seorang anak yang akan menghadapi ulangan harian
kepada ibunya. Ibunya memberi semangat dengan mengucapkan “Lakukan
persiapan yang matang, belajar dengan semangat. Harus tekun, pasti kamu
sukses dan berhasil !” Ungkapan ini merupakan salah satu bentuk rasa simpati.

2.2.2

Skala Kesantunan

Sedikitnya terdapat tiga macam skala pengukur peringkat kesantunaan yang
sampai saat ini banyak digunakan sebagai dasar acuan dalam penelitian
kesantunan. Ketiga skala itu adalah (1) skala kesantunan Leech, (2) skala
kesantunan Brown and Levinson, dan (3) skala kesantunan Robin Lakoff.

2.2.2.1 Skala Kesantunan Leech
Di dalam model kesantunan Leech dalam Rahardi (2005:66), setiap maksim
interpersonal itu dapat dimanfaatkan untuk menentukan peringkat kesantunan
sebuah tuturan. Berikut skala kesantunan yang disampaikan Leech;

1. Skala Kerugian dan Keuntungan (Cost-benefit Scale)
Skala kerugian dan keuntungan menunjuk kepada besar kecilnya kerugian dan
keuntungan yang diakibatkan oleh sebuah tindak tutur pada sebuah pertuturan.
Semakin tuturan tersebut merugikan diri penutur, akan semakin dianggap
santunlah tuturan itu. Demikian sebaliknya, semakin tuturan itu menguntungkan
diri penutur akan semakin dianggap tidak santunlah tuturan itu.

19

2. Skala Pilihan (Optionality Scale)
Skala pilihan menunjuk kepada banyak atau sedikitnya pilihan yang disampaikan
si penutur kepada mitra tutur didalam kegiatan bertutur. Semakin pertuturan itu
memungkinkan penutur atau mitra tutur menentukan pilihan yang banyak dan
leluasa, akan dianggap semakin santunlah tuturan itu. Sebaliknya, apabila
pertuturan itu sama sekali tidak memberikan kemungkinan memilih bagi si
penutur dan si mitra tutur, tuturan tersebut akan dianggap tidak santun.

3. Skala Ketidaklangsungan (Indirectness Scale)
Skala ketidaklangsungan menunjuk kepada peringkat langsung atau tidak
langsungnya maksud sebuah tuturan. Semakin tuturan itu bersifat langsung akan
dianggap semakin tidak santunlah tuturan itu. Demikian sebaliknya, semakin tidak
langsung maksud sebuah tuturan, akan dianggap semakin santunlah tuturan itu.

4. Skala Keotoritesan ( Authority Scale)
Skala keotoritesan menunjuk kepada hubungan status sosial antara penutur dan
mitra tutur yang terlibat dalam pertuturan. Semakin jauh jarak sosial (rank rating)
antara penutur dengan mitra tutur, tuturan yang digunakan akan cenderung
menjadi semakin santun. Sebaliknya, semakin dekat jarak peringkat status sosial
diantara keduanya, akan cenderung berkuranglah peringkat kesantunan tuturan
yang digunakan dalam tuturan itu.

5. Skala Jarak Sosial ( Social Distance Scale)
Skala jarak sosial menunjuk kepada peringkat hubungan sosial antara penutur dan
mitra tutur yang terlibat dalam sebuah pertuturan. Ada kecenderungan bahwa
semakin dekat jarak peringkat sosial diantara keduanya, akan menjadi semakin

20

kurang santunlah tuturan itu. Demikian sebaliknya, semakin jauh jarak peringkat
sosial antara penutur dengan mitra tutur, akan semakin santunlah tuturan yang
digunakan itu. Dengan perkataan lain, tingkat keakraban hubungan antara penutur
dengan mitra tutur sangat menentukan peringkat kesantunan tuturan yang
digunakan dalam bertutur.
2.2.2.2 Skala Kesantunan Brown and Levinson
Model kesantuan Brown and Levinson dalamRahardi (2005:68) tedapat tiga skala
penentu tinggi rendahnya peringkat kesantunan sebuah tuturan. Ketiga skala
termaksud ditentukan secara kontekstual, sosial dan kultural yang selengkapnya
mencakup skala-skala berikut
1. Skala Peringkat Jarak Sosial
Skala pringkat jarak sosial antara penutur dan mitra tutur banyak ditentukan oleh
parameter perbedaan umur, jenis kelamin, dan latar belakang sosiokultural.
Berkenaan dengan perbedaan umur antara penutur dan mitra tutur, lazimnya
didapatkan bahwa semakin tua umur seseorang, peringkat kesantunan dalam
bertuturnya akan menjadi semakin tinggi. Sebaliknya, orang yang berusia muda
lazimnya cenderung memiliki peringkat kesantunan yang rendah di dalam
kegiatan bertutur.

2. Skala Peringkat Status Sosial
Skala peringkat status sosial antara penutur dan mitra tutur didasarkan pada
kedudukan asimetrik antara penutur dan mitra tutur. Sebagai contoh, dapat
disampaikan bahwa di dalam ruang periksa sebuah rumah sakit, seorang dokter
memiliki peringkat kekuasaan lebih tinggi dibandingkan dengan seorang pasien.

21

3. Skala Peringkat Tindak Tutur
Skala peringkat tindak tutur didasarkan atas kedudukan relatif tindak tutur yang
satu dengan tindak tutur yang lainnya. Sebagai contoh, dalam situasi yang khusus
bertemu di ruangan seorang wanita dengan melewati batas waktu bertamu yang
wajar akan dikatakan sebagai tidak tahu sopan santun bahkan melanggar norma
kesantunan yang berlaku pada masyarakat tutur itu.

2.2.2.3 Skala Kesantunan Robin Lakoff
Robin Lakoff dalam Rahardi (2005:70) menyatakan tiga ketentuan untuk dapat
dipenuhinya kesantunan di dalam kegiatan bertutur. Tiga ketentuan itu secara
berturut-turut dapat disebutkan sebagai berikut; (1) skala formalitas (formality
scale), (2) skala ketidaktegasan (hesitancy scale), dan (3) skala kesamaan atau
kesekawanan (equality scale). Berikut uraian dari setiap skala kesantunan itu satu
demi satu.
1. Skala Formalitas (Formality Scale)
Skala Formalitas dinyatakan bahwa agar peserta tutur dapat merasa nyaman dan
kerasan dalam kegiatan bertutur, tuturan yang digunakan tidak boleh bernada
memaksa dan tidak boleh berkesan angkuh. Didalam kegiatan bertutur masingmasing peserta tutur harus menjaga keformalitasan, menjaga jarak yang
sewajarnya dan senaturalnya antara yang satu dengan yang lain.

2. Skala Ketidaktegasan (Hesitancy Scale)
Skala Ketidaktegasan atau seringkali disebut dengan skala pilihan menunjukkan
bahwa agar penutur dan mitra tutur dapat saling merasa nyaman dalam bertutur,
pilihan-pilihan dalam bertutur harus diberikan oleh dua pihak. Orang tidak

22

diperbolehkan bersikap terlalu tegang dan terlalu kaku didalam kegiatan bertutur
karena akan dianggap tidak santun.

3. Skala Kesamaan atau Kesekawanan (Equality Scale)
Skala Kesamaan atau Kesekawanan menunjukkan bahwa agar dapat bersifat
santun, orang haruslah bersikap ramah dan selalu mempertahankkan persahabatan
antar pihak yang satu dengan pihak yang lain. Agar tercipta maksud demikian,
penutur haruslah menganggap mitra tutur sebagai sahabat, dengan menganggap
pihak y