POLA SINTAKSIS PADA POSTER DI KABUPATEN PRINGSEWU DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMP

(1)

Leny Gustina Yunregiarsih

ABSTRAK

POLA SINTAKSIS PADA POSTER DI KABUPATEN PRINGSEWU DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN

BAHASA INDONESIA DI SMP

Oleh

Leny Gustina Yunregiarsih

Masalah pada penelitian ini adalah pola sintaksis pada poster di Kabupaten Pringsewu dan implikasinya terhadap pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP. Kajian sintaksis dan pola sintaksis sangat luas. Objek penelitian ini adalah kalimat dalam poster. Pola sintaksis pada penelitian ini dibatasi pada jenis-jenis kalimat. Jadi, penelitian ini menganalisis, mengklasifikasikan, dan mengkaji kalimat dalam poster berdasarkan kelengkapan unsur kalimat (kalimat tidak lengkap), jumlah klausa (kalimat tunggal dan kalimat majemuk), dan bentuk sintaksis (kalimat berita, kalimat perintah, kalimat tanya, dan kalimat seruan) serta mengimplikasikan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP.

Metode Penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif, yakni prosedur penyelesaian masalah dengan memaparkan keadaan objek penelitian berdasarkan fakta-fakta yang ada sebagaimana mestinya. Sumber data dalam penelitian ini adalah 16 poster yang berada di Kabupaten Pringsewu.


(2)

Dari penelitian diperoleh tiga belas kalimat termasuk kalimat tidak lengkap. Berdasarkan kelengkapan unsur ditemukan dua kalimat termasuk kalimat tunggal, dan empat kalimat termasuk kalimat majemuk. Berdasarkan bentuk sintaksis diperoleh empat kalimat termasuk kalimat berita, tiga belas kalimat termasuk kalimat perintah, satu kalimat seruan, dan tidak ditemukan kalimat tanya.

Implikasi pola sintaksis pada poster di Kabupaten Pringsewu mempengaruhi pembelajaran Bahasa Indonesia terutama ranah kebahasaan kelas VII Sekolah Menengah Pertama (SMP). Kaitannya dengan kurikulum 2013 yaitu KI 3 dan KI 4, mengenai teks observasi, poster dapat digunakan sebagai teks hasil observasi yang digunakan oleh siswa. Sedangkan untuk guru dapat digunakan sebagai materi pembelajaran dan media pembelajaran, sehingga siswa tidak merasa bosan dalam kegiatan pembelajaran yang hanya menggunakan materi dan media yang ada di dalam ruangan saja.


(3)

POLA SINTAKSIS PADA POSTER

DI KABUPATEN PRINGSEWU DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMP

Oleh

LENY GUSTINA YUNREGIARSIH

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

pada

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG


(4)

(5)

(6)

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis yang bernama lengkap Leny Gustina Yunregiarsih adalah anak sulung dari empat bersaudara, buah hati pasangan Ayahanda Rasimin A. J dan Ibunda Siti Rohyana. Penulis dilahirkan di Desa Pringombo, Kelurahan Pringsewu Timur, Kecamatan Pringsewu, Kabupaten Pringsewu pada tanggal 17 Juni 1992. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara. Adik penulis yang pertama bernama Rembulan Rizky Barokah kelas XII jurusan Animasi di SMK Negeri 1 Gading Rejo, Pringsewu. Adik penulis yang kedua bernama Achmad Fauzan Effendi juga bersekolah di SMK Negeri 1 Gading Rejo, Pringsewu kelas X jurusan Teknik Gambar Bangunan. Adik penulis yang terakhir bernama Abdul Malik Zulkarnain masih duduk di kelas 2 SD Muhammadiyah Pringsewu.

Awal mula penulis menempuh pendidikan pada tahun 1997 di TK Aisyah II Pringsewu. Penulis melanjutkan pendidikan di SD Negeri 11 Pringsewu (sekarang SDN 2 Pringsewu) dan lulus pada tahun 2004. Setelah lulus penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1 Pringsewu lulus pada tahun 2007. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 Pringsewu dan lulus pada tahun 2010. Tahun 2010 penulis diterima di Universitas Lampung, melalui jalur tanpa tes atau PMDK (Penelusuran Minat dan Kemampuan), sebagai mahasiswa Program Studi Bahasa Indonesia, Jurusan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.


(8)

September pada Tahun 2013. KKN-Terintegrasi dilaksanakan pada tanggal 1 Juli sampai 16 September 2013. KKN-Terintegrasi merupakan penyatuan KKN (Kuliah Kerja Nyata) dengan PPL (Praktik Pengalaman Lapangan). Penulis menjalani KKN di Pekon Sindang Pagar, Kecamatan Sumber Jaya, Kabupaten Lampung Barat, dan PPL di SMP Negeri 3 Sumber Jaya, Kabupaten Lampung Barat.


(9)

PERSEMBAHAN

Dengan rasa syukur yang tak terhingga, skripsi ini penulis persembahkan kepada. 1. Kedua orangtuaku tercinta Ayahanda Rasimin A.J dan Ibunda Siti Rohyana

yang senantiasa mendoakan, mencurahkan kasih sayang, membimbing, mendukung, dan menantikan kelulusanku semoga Allah SWT member sebaik-baiknya balasan serta memuliakan keduanya.

2. Adik-adikku tersayang Rembulan Rizky Barokah, Ahmad Fauzan Effendi, dan Abdul Malik Zulkarnain.

3. Serta keluarga besarku yang senantiasa menanti kelulusanku.

4. Sahabat-sahabatku yang sangat berperan penting dalam pembuatan skripsi ini selalu mendukungku dan membatuku.

5. Seluruh keluarga besar Pendidikan Batrasia terutama angkatan 2010 yang selalu mendukungku.


(10)

MOTO

Sesunnguhnya Sesudah Kesulitan Ada Kemudahan (QS.Ash-Sharh:6)

Susunnguhnya allah mencintai orang-orang yang bertawakal (QS.Ali Imran:159)

Manusia yang sabar tidak akan kehilangan keberhasilan walaupun untuk menggapainya diperlukan waktu yang cukup lama.


(11)

SANWACANA

Segala puji bagi Allah Subhanallahu wa ta’ala di permulaan dan di akhir perbuatan baik, yang telah memudahkan penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung.

Penulis telah banyak menerima bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak dalam proses penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, sebagai wujud rasa hormat penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak berikut.

1. Prof. Dr. Ir. Sugeng Prayitno Harianto, M. S., sebagai Rektor Universitas Lampung.

2. Dr. Bujang Rahman, M. Si., sebagai Dekan Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

3. Dr. Wini Tarmini, M. Hum., selaku dosen pembimbing I dan selaku

Pembimbing Akademik, yang telah meluangkan waktu di antara kesibukannya untuk membimbing serta mengarahkan dengan sabar sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.


(12)

meluangkan waktu di antara kesibukannya untuk membimbing serta mengarahkan penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

5. Drs. Kahfie Nazaruddin, M. Hum., selaku dosen pembahasa yang telah banyak memberikan kritik dan saran pada skripsi ini, dan selaku Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, yang telah membimbing penulis selama menempuh studi di Universitas Lampung.

6. Dr. Muyanto Widodo, M. Pd., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

7. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah memberikan berbagai ilmu yang bermanfaat.

8. Ayahanda dan Ibunda tercinta (Rasimin A. J. dan Siti Rohyana) yang selalu memberi doa dan semangat kepada penulis untuk dapat menyelesaikan studi. 9. Adik-adikku tersayang Rembulan Rizky Barokah, Achmad Fauzan Effendi,

dan Abdul Malik Zulkarnain terimakasih atas semangat, dukungan, dan doanya.

10.Seluruh keluarga besarku yang senantiasa sabar menanti keberhasilanku serta memberikan doa, semangat, dan motivasi.

11.Sahabat-sahatku Evita, S. Pd., Yuli Kurnia, S. Pd., Wulan Nureva, Amd. AK., yang senantiasa mendukung, memberi motivasi, dan mendoakan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

12.Teman-teman Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia angkatan 2010, kakak tingkat serta adik tingkat keluarga besar Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia.


(13)

13.Teman-teman KKN-Terintegrasi di Desa Sindang Pagar, SMP Negeri 2 Sumberjaya, Kabupaten Lampung Barat, Nani Oktavia, S. Pd., Mila Fanalita, S. Pd., Linda Sari, Mega Rizky, Fivita Ayu, S. Pd., Ayu Wulan Sari, S. Pd., Ria Anzani Artha, S. Pd., Khairurrahman, S. Pd., Muklas Nurrahman, S. Pd., Rohmat.

14.Semua pihak yang telah membantu penulis dalam proses penyelesaian skripsi tanpa terkecuali, yang tidak dapat ditulis satu persatu.

Semoga ketulusan dan kebaikan bapak, ibu, serta rekan-rekan mendapat pahala dari Allah Subhanahu wa ta’ala. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat untuk kemajuan pendidikan, khususnya Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.

Bandar Lampung, 12 Maret 2015 Penulis


(14)

DAFTAR ISI

halaman

HALAMAN JUDUL ... i

ABSTRAK ... ii

PENGESAHAN ... iii

RIWAYAT HIDUP ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

SANWACANA ... vii

DAFTAR ISI ... viii

I. PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 5

1.3Tujuan Penelitian ... 5

1.4Manfaat Penelitian ... 6

1.5Ruang Lingkup Penelitian ... 6

II. LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Sintaksis ... 8

2.2 Pola Sintaksis ... 9

2.3 Pengertian Frasa ... 14

2.4 Jenis-Jens Frasa ... 15

2.5 Pengertian Klausa ... 16

2.6 Jenis-Jenis Klausa ... 17

2.7 Pengertian Kalimat... 18

2.8 Pola Sintaksis pada Poster ... 22

2.9 Pola Kalimat Dasar ... 23

2.10Jenis-Jenis Kalimat ... 24

2.10.1 Jenis Kalimat Berdasarkan Jumlah Klausa... 25

2.10.2 Jenis Kalimat Berdasarkan Bentuk Sintaksis ... 26

2.10.3 Jenis Kalimat Berdasarkan Kelengkapan Unsur ... 34

2.10.4 Jenis Kalimat Berdasarkan Susunan Subjek-Predikat ... 35

2.11Pengertian Poster ... 35

2.12Jenis Huruf yang Digunakan dalam Poster ... 37

2.13Bahasa Poster ... 37

2.14Ciri-Ciri Poster ... 38

2.15 Poster Sebagai Media Pembelajaran ... 39

2.16Jenis-Jenis Poster ... 40


(15)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian ... 44

3.2 Sumber Penelitian ... 45

3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 45

3.4 Teknik Analisis Data... 46

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 48

4.2 Pembahasan... 50

4.2.1 Pola Sintaksis Pada Poster di Kabupaten Pringsewu ... 51

4.2.1.1 Kelengkapan Unsur Kalimat ... 51

4.2.1.2 Jenis Kalimat Berdasarkan Jumlah Klausa ... 55

4.2.1.3 Bentuk Sintaksis... 61

4.2.1.4 Sumber Data... 67

4.2.2 Implikasi Pola Sintaksis Kalimat Poster pada Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP ... 106

V. SIMPULAN SARAN 5.1Simpulan ... 120

5.2Saran ... 121 DAFTAR PUSTAKA


(16)

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.

Arifin E. Zainal dan Junaiyah. 2008. Sintaksis. Jakarta. Pt. Grasindo.

Arifin, E. Zainal dan S. Amran Tasai. 2009. Cermat Berbahasa Indonesia : untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Akademika Pressindo.

Arsyad, Azhar. 2011. Media Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Chaer, Abdul. 1994. Lingustik Umum. Jakarta: PT Rineka Cipta.

_____. 2009. Sintaksis Bahasa ndonesia (Pendekatan Proses). Jakarta: PT Rineka Cipta.

Djajasudarma, Fatimah. 2010. Metode Linguistik : Ancangan Metode Penelitian dan Kajian. Bandung: PT Refika Aditama.

Hadi, Amrul dan Haryono. 2005. Metodologi Penelitian Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia.

Keraf, Gorys. 1994. Komposisi. Jakarta: Nusa Indah.

Kridalaksana, Harimurti. 2011. Kamus Linguistik Edisi Keempat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Moleong, Lexy J. 2013. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Muslich, Masnur. 2009. Tata Bentuk Bahasam Indonesia (Kajian ke Arah Tatabahasa Deskriptif). Jakarta. PT. Bumi Aksara.

Putrayasa, Ida Bagus. 2009. Tata Kalimat Bahasa Indonesia. Bandung: PT Refika Aditama.


(17)

_____. 2010. Analisis Kalimat (Fungsi, Kategori, dan Peran). Bandung: PT Refika Aditama.

Suryabrata, Sumadi. 1983. Metodologi Penelitian. Jakarta: Rajawali Press. Tarigan, Henry Guntur. 2009. Pengajaran Sintaksis. Bandung: Angkasa. _____. 2009. Prinsip-Prinpis Dasar Sintaksis. Bandung: Angkasa.

Tarmini,Wini. 2012. Buku Ajar: Sintaksis Bahasa Indonesia. Bandar Lampung: Universitas Lampung.

Trianto, Agus. 2008. Bahasa Indonesia untuk SMP dan MTs Kelas VIII. Jakarta: Erlangga.

Universitas Lampung. 2010. Format Penulisan Karya Ilmiah Universitas Lampung. Badarlampung: Universitas Lampung.

Verhaar, J.M.W. 1999. Asas-Asas Linguistik Umum. Ygyakarta: Gadjah Mada University Pres.


(18)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Bahasa merupakan ciri khas yang hanya dimiliki oleh manusia. Dengan bahasa seseorang dapat berkomunikasi, menyampaikan pikiran, keinginan, dan informasi kepada orang lain baik secara lisan atau pun tulisan. Melalui bahasa setiap orang dapat melakukan segala hal, seperti menyampaikan pendapat, pikiran, keinginan, pekerjaan, mengetahui banyak hal, dan lain-lain. Bahasa merupakan suatu sistem komunikasi yang mempergunakan simbol-simbol vokal (bunyi ujaran) yang bersifat arbitrer, yang diperkuat dengan gerak-gerik badaniah yang nyata (Keraf, 1994: 2). Bahasa sebuah simbol yang diucapkan oleh alat ucap manusia yang disepakati oleh para pemakai bahasa, simbol-simbol tersebut memiliki makna dan tujuan yang berbeda sesuai dengan kesepakatan pemakainya. Simbol sebagai acuan untuk memberikan makna pada sesuatu.

Bahasa sebagai alat interaksi dapat dikaji secara internal dan eksternal. Secara internal kajian dilakukan terhadap struktur bahasa yaitu struktur fonologi, morfologi, sintaksis, sampai struktur wacana. Kajian secara eksternal berkaitan dengan hubungan bahasa itu dengan faktor-faktor atau hal-hal yang ada diluar bahasa, seperti faktor sosial, psikologi, etnis, seni, dan sebagainya. Bahasa dibentuk oleh kaidah, aturan, sistem serta pola yang harus dipatuhi agar tidak menyebabkan gangguan dalam berkomunikasi.


(19)

2

Bahasa selain sebagai alat komunikasi verbal (lisan), juga sebagai alat komunikasi nonverbal (tulisan). Bahasa yang termasuk nonverbal adalah bahasa tulis. Penggunaan bahasa dalam bentuk lisan dan tulisan pastilah terdapat perbedaan. Karena dalam komunikasi lisan seseorang tidak dapat mengubah kata-kata atau ucapan yang telah keluar sebagai ujaran kepada mitra tuturnya. Pada bahasa tulis atau nonverbal, penulis dapat mengubah kembali tulisannya sebelum dibaca atau disampaikan kepada mitra tuturnya. Biasanya dalam melakukan komunikasi nonverbal seseorang menggunakan media massa seperti poster. Poster merupakan media luar ruangan yang ditulis di selembar kertas atau kain dengan huruf yang besar-besar dan mencolok supaya mudah dibaca (Eko, 2004: 128).

Poster merupakan salah satu media yang digunakan sebagai alat komunikasi untuk menarik minat masyarakat. Melalui poster seseorang dapat menyampaiakan apa yang ada di dalam pikiran, perasaan, dan keinginannya. Seseorang dapat membujuk, merayu, dan mengingatkan orang lain, karena salah satu tujuan poster adalah untuk memengaruhi orang lain.

Kebanyakan poster dipasang di pinggir jalan atau di daerah yang banyak dilalui masyarakat dengan ukuran yang besar dan tulisan-tulisan besar agar mudah menarik perhatian orang lain. Poster merupakan media yang cukup ampuh dalam menyampaikan ide atau suatu gagasan yang maksud dan tujuannya jelas dapat diserap dengan cepat oleh mayarakat walaupun dengan sekali baca. Poster yang baik harus menggunakan bahasa yang singkat, menarik, dan logis. Oleh karena itu pembaca dapat membaca poster dalam waktu singkat namun pembaca dapat langsung memahami isi poster.


(20)

Dewasa ini telah muncul kurikulum baru yaitu Kurikulum 2013. Kurikulum 2013 merupakan penyempurna kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Kurikulum 2013 merupakan kurikulum terbaru yang berbasis teks. Kebanyakan materi yang diajarkan merupakan analisis teks. Kurikulum ini juga menugaskan siswa untuk mengobservasi sendiri materi-materi yang diberikan. Adanya kurikulum ini diharapkan siswa dapat menemukan ciri atau keunikan masing-masing teks yang berbeda. Begitu pula dengan materi mengenai poster sebagai salah satu teks observasi, dengan penelitian ini, guru dapat menugasi para siswanya untuk mencari, mengobservasi, kemudian menganalisis poster yang terdapat di dalam sekolah maupun yang terdapat di jalan, keramaian, rumah sakit,dll. Metode seperti itu diharapkan dapat membangkitkan minat belajar siswa dan siswa diharapkan dapat lebih berperan aktif.

Hal inilah yang menjadi alasan penulis tertarik meneliti pola sintaksis (isi kalimat dalam poster). Penulis tertarik meneliti pola sintaksis pada poster karena penggunaan bahasa dalam poster yang singkat, padat, jelas, dan menarik. Peneliti mengangkat pola sintaksis sebagai objek penelitian dan mengimplikasikannya dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SMP. Penelitian ini sangat penting dilakukan karena, untuk mengetahui kelengkapan kalimat yang terdapat dalam poster dengan meneliti pola sintaksisnya. Sedangkan implikasinya terhadap pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP, poster dikaitkan dengan Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Kurikulum 2013 pada kelas VII yaitu teks hasil observasi. Poster dapat digunakan sebagai salah satu contoh teks observasi baik oleh guru maupun oleh siswa. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi guru mata


(21)

4

pelajaran bahasa Indonesia agar menggunakan poster untuk menyampaikan materi teks observasi. Guru dapat menggunakan poster sebagai media luar ruangan guna menghidupkan minat belajar siswa dengan mengobservasi dan memilih sendiri poster yang akan digunakan sebagai media observasi. Pada penelitian ini penulis lebih menekankan pola sintaksis tulisan atau isi yang terdapat pada poster namun tidak mengaitkan dengan visual, warna, maupun gambar pada poster.

Penelitian ini menekankan bahasa secara internal melalui kajian sintaksis. Peneliti menekankan penelitiannya pada pola sintaksi pada poster. Pola sintaksis sangatlah luas, oleh karena itu peneliti membatasi ruang lingkup penelitian pada jenis kalimat (kelengkapan unsur kalimat, kalimat berdasarkan jumlah klausa, dan kalimat berdasarkan bentuk sintaksis). Penelitian ini hanya meneliti kalimat pada poster, mutlak meneliti kebahasaan, tanpa mengaitkan antara poster (gambar, warna, dll) dengan isi poster (secara semantk).

Peneliti memilih Kabupaten Pringsewu sebagai tempat penelitian karena Kabupaten Pringsewu merupakan kabupaten baru yang masih berkembang. Namun demikian Kabupaten Pringsewu memiliki beberapa sekolah unggulan. Kabupaten Pringsewu banyak mendulang keberhasilan terutama dalam ranah pendidikan. Oleh karena itu peneliti memilih Kabupaten Pringsewu sebagai daerah untuk melakukan observasi penelitian.

Penelitian mengenai poster sudah pernah dilakukan sebelumnya pada tahun 2012 oleh Sufiroh mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia angkatan 2007 dengan judul skripsi “Diksi pada Poster Niaga di Kota Bandar Lampung dan Implikasinya dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP”. Selain Sufiroh, juga ada Efia


(22)

Nurul Fahmi yang telah menyelesaikan penelitiannya pada tahun 2012 mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia yang juga membahas mengenai poster. Judul skripsi dari Efia N.F. yakni “Penggunaan Bahasa dalam Poster di Kota Bandar Lampung serta Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP”. Walaupun terdapat kesamaan subjek penelitian, yaitu poster, penelitian ini jelas berbeda objek dan daerah observasi penelitian. Perbedaan penelitian sebelumnya dengan penelitian saya terlihat dari objek penelitiannya. Jika Sufiroh meneliti diksi poster niaga dan Efia meneliti mengenai pola kalimatnya kedua peneliti ini sama-sama meneliti di Kota Bandarlampung.

Penelitian ini jelas berbeda dengan peneliti sebelumnya. Objek penelitian ini adalah pola sintaktis pada poster di Kabupaten Pringsewu. Penelitian ini menekankan pada pola sintaksis yaitu: 1) kalimat berdasarkan kelengkapan unsur, 2) kalimat berdasarkan jumlah klausa, 3) kalimat berdasarkan bentuk sintaksis. 1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis merumuskan masalah sebagai berikut.

1.2.1 Bagaimana pola sintaksis pada poster di Kabupaten Pringsewu?

1.2.2 Bagaimana implikasi pola sintaksis pada poster terhadap pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan sebagai berikut.


(23)

6

1.3.2 Mendeskripsikan implikasi pola sintaksis pada poster terhadap pembelajaran bahasa Indonesia di SMP.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini di harapkan dapat memberikan manfaat secara teoretis dan secara praktis.

1.4.1 Manfaat Teoretis

Secara teoretis penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, yakni dapat menambah referensi penelitian dalam bidang kebahasaan, khususnya mengenai pola sintaktis dalam poster, sehingga penelitian ini dapat memberikan sumbangan informasi bagi para peneliti selanjutnya. 1.4.2 Manfaat Praktis

Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, diantaranya memberikan sumbangan pemikiran kepada guru mata pelajaran Bahasa Indonesia untuk menggunakan poster di Kabupaten Pringsewu sebagai materi dan media dalam pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya di SMP.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup pada penelitian ini adalah sebagai berikut.

1.5.1 Subjek penelitian ini adalah poster yang terdapat di sepanjang jalan protokol Kabupaten Pringsewu. Poster tersebut sudah dilakukan sampel data dan diperoleh 16 poster sebagai subjek penelitian.


(24)

1) Kalimat berdasarkan kelengkapan unsur, yang diklasifikasikan berdasarkan kalimat taklengkap.

2) Kalimat berdasarkan jumlah klausa, yang diklasifikasikan berdasarkan kalimat tunggal dan kalimat majemuk.

3) Kalimat berdasarkan bentuk, yang diklasifikasikan berdasarkan kalimat berita, kalimat perintah, kalimat tanya, dan kalimat seruan.

1.5.3 Lokasi penelitian ini ialah di Kabupaten Pringsewu.


(25)

8

II. LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Sintaksis

Istilah sintaksis berasal dari bahasa Yunani, yaitu sun yang berarti „dengan‟ dan tattein yang berarti „menempatkan‟. Secara etimologis, sintaksis berarti menempatkan bersama-bersama kata-kata atau kelompok kata menjadi kalimat (Ahmad dalam Putrayasa, 2008: 1). Banyak pakar memberikan definisi mengenai sintaksis ini. Ramlan dalam (Putrayasa, 2008:1) mengatakan, bahwa sintaksis adalah cabang ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, klausa, dan frasa.

Verhaar menyatakan bahwa, sintaksis adalah tatabahasa yang membahas hubungan antar-kata dalam tuturan. Sintaksis berurusan dengan tatabahasa di antara kata-kata dalam tuturan (1999: 161).

Sintaksis merupakan cabang linguistik yang mempelajari hubungan antara kata dengan kata, atau dengan satuan yang lebih besar, atau antara satuan-satuan yang lebih besar itu dalam bahasa. Morfologi, bersama-sama dengan sintaksis, merupakan tataran ilmu bahasa yang disebut ilmu bahasa atau gramatika. Morfologi juga disebut tata kata atau tata bentuk merupakan studi gramatikal struktur internal kata, sedangkan sintaksis yang juga disebut tata kalimat merupakan studi gramatikal mengenai kalimat. Batasan antara morfologi


(26)

dan sintaksis di atas hanya sebagai pegangan dasar saja, sebab sebenarnya batas kedua wilayah studi itu tidaklah tegas.

Sintaksis adalah telaah mengenai pola-pola yang dipergunakan sebagai sarana untuk menggabungkan kata menjadi kalimat, Stryker dalam (Tarigan, 2009: 4). Menurut Blonch dan Trager (dalam Tarigan, 2009: 4), analisis mengenai konstruksi-konstruksi yang hanya mengikutsertakan bentuk-bentuk bebas disebut sintaksis. Sedangkan, menurut Ramlan dalam Keraf, sintaksis adalah bagian dari tata bahasa yang membicarakan struktur frase dan kalimat (2009: 4).

Berdasarkan pernyataan-pernyataaan dan batasan di atas, dapat disimpulkan bahwa sintaksis adalah ilmu tata kalimat yang membahas susunan kalimat dan bagiannya; lingkungan gramatikal dari suatu unsur bahasa yang menentukan fungsi, kategori, dan peran unsur tersebut.

Menurut Chaer (994:206), bahwa yang biasa dibicarakan adalah (1) struktur sintaksis, mencakup masalah fungsi, kategori, dan peran sintaksis; serta alat-alat yang digunakan dalam membangun struktur itu; (2) satuan-satuan sintaksis yang berupa frasa, klausa, kalimat, dan wacana; dan (3) hal-hal yang berkenaan dengan sintaksis, seperti masalah modus, aspek, dan sebagainya.

2.2 Pola Sintaksis

Pola Sintaksis adalah struktur, urutan, tatanan kalimat yang membahas susunan kalimat dan bagiannya; lingkungan gramatikal dari suatu unsur bahasa yang menentukan fungsi, kategori, dan peran unsur tersebut. Menurut Chaer (994:206), bahwa yang biasa dibicarakan adalah (1) struktur sintaksis, mencakup masalah


(27)

10

fungsi, kategori, dan peran sintaksis; serta alat-alat yang digunakan dalam membangun struktur itu; (2) satuan-satuan sintaksis yang berupa frasa, klausa, kalimat, dan wacana; dan (3) hal-hal yang berkenaan dengan sintaksis, seperti masalah modus, aspek, dan sebagainya. Pola sintaksis juga berupa analisis kalimat berdasarkan jenis kalimat, antara lain kalimat tak lengkap, kalimat tunggal, kalimat majemuk, kalimat berdasarkan bentuk sintaksis (kalimat deklaratif, kalimat imperatif, kalimat interogatif, kalimat imperatif).

Alwi menyatakan bahwa istilah kalimat mengandung unsur paling tidak memiliki subjek dan predikat, tetapi telah dibubuhi intonasi atau tanda baca (2003: 39). Menurut Alwi dkk. (2003: 35-39), kalimat berwujud rentetan kata yang disusun sesuai dengan kaidah yang berlaku. Tiap kata dalam kalimat mempunyai tiga klasifikasi, yaitu berdasarkan (1) kategori sintaktis, (2) fungsi sintaktis, dan (3) peran semantisnya.

2.2.1 Kategori sintaktis sering pula disebut dengan kategori atau kelas kata. Dalam bahasa Indonesia terdapat empat kategori sintaktis yang utama, yaitu verba (kata kerja), nomina (kata benda, adjektiva (kata sifat), dan adverbial (kata keterangan).

2.2.2 Fungsi sintaktis yaitu tiap kata atau frasa dalam kalimat mempunyai fungsi yang mengaitkannya dengan kata atau frasa lain yang ada dalam kalimat tersebut. Fungsi itu bersifat sintaktis, artinya berkaitan dengan urutan kata atau frasa dalam kalimat. Fungsi sintaksis utama dalam bahasa Indonesia adalah predikat, subjek, objek, pelengkap, dan keterangan. Disamping itu terdapat fungsi lain yaitu fungsi atributif (yang


(28)

menerangkan), fungsi koordinatif (yang menggabungkan secara setara), subordinatif (yang menggabungkan secara bertingkat).

Berikut ini penjelasan mengenai fungsi sintaksis menurut Alwi dkk. (2003: 326).

a. Fungsi Predikat

Predikat merupakan konstituen pokok yang disertai dengan konstituen subjek di sebelah kiri, jika ada, konstituen objek, pelengkap, dan/ atau keterangan wajib disebelah kanan. Predikat kalimat biasanya berupa frasa verbal atau frasa adjektival. Pada kalimat yang berpola SP, predikat dapat pula berupa frasa nominal, frasa numeral, atau frasa preposisional, di samping frasa verbal dan frasa adjektival.

b. Fungsi Subjek

Subjek merupakan fungsi sintaksis terpenting yang kedua setelah predikat. Pada umumnya subjek berupa nomina, frasa nominal, atau klausa. Pada umumnya subjek berada di sebelah kiri predikat. Jika unsur subjek panjang dibandingkan dengan unsur predikat, subjek sering juga diletakkan di akhir kalimat. Subjek pada kalimat imperatif adalah orang kedua atau orang pertama jamak dan biasanya tidak hadir. Subjek pada kalimat aktif transitif akan menjadi pelengkap bila kalimat itu dipasifkan.

c. Fungsi Objek

Objek adalah konstituen kalimat yang kehadirannya dituntut oleh predikat yang berupa verba transitif pada kalimat aktif. Letaknya selalu setelah predikatnya. Dengan demikian, objek dapat dikenali dengan meperhatikan


(29)

12

(1) jenis predikat yang dilengkapinya dan (2) ciri khas objek itu sendiri. Verba transitif biasanya ditandai oleh kehadiran afiks tertentu. Objek biasanya berupa nomina atau frasa nominal. Objek pada kalimat aktif transitif akan menjadi subjek jika di pasifkan. Potensi objek menjadi subjek apabila kalimat itu dipasifkan itu merupakan ciri utama yang membedakan objek dari nomina atau frasa nominal.

Objek Pelengkap

1. berwujud frasa nominal atau klausa 1. berwujud frasa nominal, frasa verbal, frasa adjektivsl, frasa preposisional, atau klausa

2. berada langsung di belakang predikat 2. berada langsung bibelakang predikat jika tidak ada objek dan di belakang objek jika unsur ini muncul

3. menjadi subjek akibat pemasifan kalimat

3. tidak dapat menjadi subjek apabila ada pemasifan kalimat

4. dapat diganti dengan pronomina -nya 4. tidak dapat diganti dengan nya kecuali dalam kombinasi preposisiselain di , ke, dari, dan akan

d. Fungsi Pelengkap

Kebanyakan orang sering mencampuradukkan pengertian objek dan pelengkap. Hal ini dapat dimengerti karena antara kedua konsep itu memang terdapat kemiripan. Baik objek maupun pelengkap sering berwujud nomina, dan keduanya sering menuduki tempat yang sama yakni dibelakang verba.

2.2.3 Peran Semantis

Pada dasarnya tiap kalimat memerikan suatu peristiwa atau keadaan yang melibatkan satu peserta, atau lebih, dengan peran semantis yang berbeda-beda (Alwi dkk, 2003: 334). Peran semantik merupakan analisis mengenai kedudukan kata dalam kalimat yang berupa pelaku, perbuatan,


(30)

pengalaman, dll. Namun, dalam penelitian ini tidak membahas mengenai peran semantik.

2.2.4 Jenis Kalimat

Menurut Alwi, dkk. (2003), jenis kalimat dapat ditinjau dari sudut (a) jumlah klausanya, (b) bentuk sintaksisnya, (c) kelengkapan unsurnya, (d) susunan subjek dan predikatnya.

(a) Jumlah klausa

Kalimat berdasarkan jumlah klausa dapat dibagi atas kalimat tunggal dan kalimat majemuk.

(b) Bentuk sintaksis

Kalimat berdasarkan bentuk sintaksis di bagi atas (1) kalimat deklaratif atau kalimat berita, (2) kalimat imperatif atau kalimat perintah, (3) kalimat interogatif atau kalimat tanya, dan (4) kalimat ekslamatif atau kalimat seruan. Penggolongan kalimat berdasarkan bentuk sintaksisnya itu tidak berkaitan langsung dengan fungsi pragmatis atau nilai komunikatifnya yakni fungsi pemakaian bahasa untuk tujuan komunikasi.

(c) Kelengkapan unsur

Berdasarkan kelengkapan unsurnya, kalimat dapat dibedakan atas (1) kalimat lengkap atau kalimat major, (2) kalimat taklengkap atau kalimat minor.

(d) Susunan subjek predikat

Kalimat dari segi susunan unsur subjek dan predikat dibedakan atas (1) kalimat biasa, (2) kalimat inversi.


(31)

14

Subjek pada penelitian ini adalah pola sintasis, sedangkan objek penelitiannya adalah poster di Kabupaten Pringsewu. Objek penelitian ini merupakan kalimat derivasional, kalimat yang strukturnya sudah mengalami perubahan demi kelancaran komunikasi, oleh karena itu peneliti membatasi ruang lingkup penelitian pada jenis kalimat yaitu 1) kelengkapan kalimat yang diklasifikasi berdasarkan kalimat tak lengkap; 2) kalimat berdasarkan jumlah klausa yang diklasifikasi berdasarkan kalimat tunggal dan kalimat majemuk; 3) kalimat berdasarkan bentuk sintaksis yang diklasifikasi berdasarkan kalimat deklaratif, kalimat imperatif, kalimat interogatif, dan kalimat ekslamatif.

2.3 Pengertian Frasa

Unsur terkecil sintaksis adalah frasa. Frasa adalah satuan linguistik yang secara potensional merupakan gabungan dua kata atau lebih yang tidak mempunyai ciri-ciri klausa, menurut Cook, Elson, dan Pickett (dalam Bagus, 2008: 2). Ramlan (dalam Bagus, 2008: 2) mengatakan, bahwa frase adalah satuan gramatikal yang terdiri atas dua kata atau lebih yang tidak melampaui batas fungsi unsur klausa. Kelompok kata yang menduduki sesuatu fungsi di dalam kalimat disebut frase, walaupun tidak semua frase terdiri atas kelompok kata menurut Putrayasa (dalam Bagus, 2008: 3). Frasa adalah suatu konstruksi yang terdiri atas dua konstituen atau lebih yang dapat mengisi fungsi sintaksis tertentu dalam kalimat tetapi tidak melampaui batas fungsi klausa atau dapat dikatakan frasa itu nonpredikatif (Tarmini, 11: 2012).

Menurut beberapa ahli, frasa dapat disimpulkan bahwa, Frasa merupakan satuan sintaksis yang terdapat satu tingkat di bawah klausa dan satu tingkat di atas kata.


(32)

Secara sederhana penngertian frasa adalah satuan gramatika yang terdiri atas dua kata atau lebih yang tidak melebihi batas fungsi klausa, atau satuan gramatika yang tidak berpredikat (nonpredikatif).

2.4 Jenis-Jenis Frasa

Frasa dibagi atas beberapa jenis antara lain: (1) frase eksosentrik;

(2) frase endosentris; (3) frase koordinatif; dan

(4) frase apositif (Chaer, 1994: 225).

Menurut Tarigan (2009: 96), berdasarkan tipe strukturnya frase dibedakan atas (1) frase eksosentris; dan (2) frase endosentris. Jenis frasa berdasarkan distribusinya dalam kalimat, frasa dapat dibedakan menjadi frasa endosentris dan eksosentris (Tarmini, 2012: 12).

Jenis frasa berdasarkan kategori atau kelas dapat diklasifikasikan menjadi enam golongan, yaitu:

(1) frasa nominal atau frasa benda ; (2) frasa verbal atau frasa kerja; (3) frasa adjektival atau frasa sifat; (4) frasa numeral atau frasa bilangan;

(5) frasa adverbial atau frasa keterangan; dan


(33)

16

2.5 Pengertian Klausa

Menurut Alwi, dkk., (2003: 39), istilah klausa digunakan untuk merujuk pada deretan kata yang paling tidak memiliki subjek dan predikat, tetapi belum memiliki intonasi atau tanda baca tertentu. Klausa adalah kelompok kata yang hanya mengandung satu predikat menurut Cook; Elson dan Pickett dalam (Tarigan, 2009: 43). Menurut Ramlan dalam (Tarigan, 2009: 43) klausa adalah suatu bentuk linguistik yang terdiri atas subjek dan predikat.

Klausa merupakan satuan sintaksis yang berada di atas satuan frasa dan di bawah satuan kalimat, berupa runtutan kata-kata berkonstruksi predikatif. Artinya, di dalam konstruksi itu ada komponen berupa kata atau frasa, yang berfungsi sebagai predikat; dan yang lain berfungsi sebagai subjek, sebagai objek, dan sebagainya (Chaer, 2009: 41). Sedangkan menurut Tarmini (2012: 26), klausa merupakan sebuah kontruksi kebahasaan yang dapat dikembangkan menjadi kalimat. Dapat dikatakan klausa sebagai kalimat dasar. Kalimat dasar merupakan kalimat deklaratif yang memiliki struktur predikasi. Kalimat dasar merupakan kalimat yang memenuhi kondisi:

(i) kalimat itu hanya memiliki satu verba;

(ii) kalimat itu tidak mengandung unsur yang dihubungkan oleh konjungsi dengan unsur lain;

(iii) Subjek, Objek, dan Predikat kalimat dasar memunyai spesifikasi minimal; dan

(iv) kalimat dasar tidak mengandung operator sekunder seperti negasi, perintah, pertanyaan, dan modalitas.


(34)

2.6 Jenis-Jenis Klausa

Klausa dibagi atas beberapa jenis. Menurut Chaer (2009:42) klausa dapat dibedakan berdasarkan kategori dan tipe kategori yang menjadi predikatnya. Berikut contoh dan penjelasan jenis-jenis klausa.

1. Klausa Nominal, yakni klausa yang predikatnya berkategori nomina. Contoh:

Kakeknya orang batak

S P

Ibunya kepala SD di Bekasi

S P Ket.

2. Klausa Verbal, yakni klausa yang predikatnya berkategori verba. Secara gramatikal dikenal adanya beberapa tipe verba antara lain:

a) klausa verbal transitif, yakni yang predikatnya berupa verba transitif.

Kakek membaca komik

S P O

b) klausa verbal intransitif, yakni klausa yang yang predikatnya berupa verba intransitif, misalnya.

Anak-anak berlari

S P

3. Klausa Ajektival, yakni klausa yang predikatnya berkategori ajektifa, misalnya.

Nenekku masih cantik S P

4. Klausa Peposisional, yakni klausa yang predikatnya berkategori preposisi. Misalnya:

Nenek ke Medan


(35)

18

5. Klausa Numeral, yakni klausa yang predikatnya berkategori numeralia. Misalnya:

Kucingnya dua ekor

S P

2.7 Pengertian Kalimat

Satuan bahasa yang menjadi inti pembicaraan dalam sintaksis adalah kalimat. Kalimat merupakan satuan di atas klausa dan di bawah satuan wacana. Kalimat adalah satuan sintaksis yang disusun dari konstituen dasar, yang biasany berupa klausa, dilengkapi dengan konjungsi bila diperlukan, serta disertai dengan intonasi final (Chaer, 2009: 44).

Menurut Hasan Alwi, dkk., kalimat merupakan satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan maupun tulisan yang mengungkapkan pikiran yang utuh. Dalam wujud lisan, kalimat diucapkan dengan suara naik turun dan keras lembut, disela jeda, dan diakhiri dengan intonasi akhir yang diikuti oleh kesenyapan yang mencegah terjadinya perpaduan ataupun asimilasi bunyi ataupun proses fonologis lainnya. Dalam wujud tulisan berhuruf Latin, kalimat dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda baca titik (.), tanda tanya (?), atau tanda seru (!).

Kalimat merupakan satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan, yang mengungkapkan pikiran yang utuh. Dalam tuturan, kalimat disampaikan dengan lemah lembut, disela jeda, dan diakhiri dengan intonasi akhir yang diikuti dengan kesenyapan yang mencegah terjadinya perpaduan atau pun asimilasi bunyi atau proses fonologis lainnya. Wujud tulisan berhuruf Latin, kalimat dimualai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik (.), tanda tanya (?), atau tanda seru


(36)

(!); sementara itu, di dalamnya disertakan pula berbagai tanda baca seperti koma (,), titik dua (;), tanda pisah (-), dan spasi. Tanda titik, tanda tanya, dan tanda seruu sepadan dengan intonasi akhir, sedangkan tanda baca sepadan dengan jeda (Alwi, dkk., 2003: 311).

Pengertian kalimat pada penelitian ini adalah kalimat sebagai satu pikiran yang lengkap, meskipun hanya terdapat satu kata pun dapat dikatakan sebagai kalimat.

Alwi menyatakan bahwa istilah kalimat mengandung unsur paling tidak memiliki subjek dan predikat, tetapi telah dibubuhi intonasi atau tanda baca (2003: 39). Menurut Alwi dkk. (2003: 35-39), kalimat berwujud rentetan kata yang disusun sesuai dengan kaidah yang berlaku. Tiap kata dalam kalimat mempunyai tiga klasifikasi, yaitu berdasarkan (1) kategori sintaktis, (2) fungsi sintaktis, dan (3) peran semantisnya.

1. Kategori sintaktis sering pula disebut dengan kategori atau kelas kata. Dalam bahasa Indonesia terdapat empat kategori sintaktis yang utama, yaitu verba (kata kerja), nomina (kata benda, adjektiva (kata sifat), dan adverbial (kata keterangan).

2. Fungsi sintaktis yaitu tiap kata atau frasa dalam kalimat mempunyai fungsi yang mengaitkannya dengan kata atau frasa lain yang ada dalam kalimat tersebut. Fungsi itu bersifat sintaktis, artinya berkaitan dengan urutan kata atau frasa dalam kalimat. Fungsi sintaksis utama dalam bahasa Indonesia adalah predikat, subjek, objek, pelengkap, dan keterangan. Disamping itu terdapat fungsi lain yaitu fungsi atributif


(37)

20

(yang menerangkan), fungsi koordinatif (yang menggabungkan secara setara), subordinatif (yang menggabungkan secara bertingkat).

3. Peran Semantis

Pada dasarnya tiap kalimat memerikan suatu peristiwa atau keadaan yang melibatkan satu peserta, atau lebih, dengan peran semantis yang berbeda-beda (Alwi dkk, 2003: 334).

Perhatikan contoh berikut ini. a. Farida menunggui adiknya. b. Penjahat itu mati.

Dari contoh a dan b dapat dilihat bahwa Farida merupakan pelaku, yakni orang yang melakukan perbuatan menunggu. Adiknya pada kalimat tersebut merupakan sasaran, yakni yang terkena perbuatan yang dilakukan oleh pelaku. Sedangkan kata penjahat pada kalimat b bukanlah pelaku karena mati bukanlah perbuatan yang dia lakukan, melainkan sesuatu yang terjadi padanya. Dari contoh di atas dapat disimpulkan bahwa peran semantik merupakan analisis mengenai kedudukan kata dalam kalimat yang berupa pelaku, perbuatan, pengalaman, dll.

a. Pelaku

Pelaku adalah peserta yang melakukan perbuatan yang dinyatakan oleh verba predikat. Peserta umumnya manusia atau binatang. Tetapi benda yang potensial juga dapat berfungsi sebagai pelaku. Peran pelau itu merupakan peran semantis utama subjek kalimat aktf dan pelengkap kalimat pasif. Perhatikan contoh berikut.

1) Anak itu sedang membaca koran. (kalimat aktif) 2) Buku saya di pinjam Andi. (kalimat pasif)


(38)

b. Sasaran

Sasaran adalah peserta yang dikenai perbuatan yang dinyatakan oleh verba predikat. Peran sasaran itu merupakan peran utama objek atau pelengkap seperti pada contoh berikut ini.

1) Doni mengirim uang kepada ibunya. 2) Ibu mengambilkan ayag air minum. c. Pengalam

Pengalam adalah peserta yang mengalami keadaan atau peristiwa yang dinyatakan predikat. Peran pengalam merupakan unsur subjek yang predikatnya adjektiva atau verba taktransitif yang lebih menyatakan keadaan, contoh:

1) Adik saya sakit hari ini.

2) Saya melihat gunung itu meletus. d. Peruntung

Peruntung adalah peserta yang beruntung dan yang memperoleh manfaat dari keadaan, peristiwa atau perbuatan yang dinyatakan oleh predikat. Partisipasi peruntung biasanya berfungsi sebagai objek, pelengkap, atau sebagai subjek verba jenis mempunyai atau menerima.

Contoh:

1) Ayah memberi uang kepada saya. 2) Ibu membelikan Tuti kalung. e. Atribut

Dalam kalimat yang predikatnya nomina, predikat tersebut mempunyai peran semantis atribut. Perhatikan contoh berikut.

1) Orang itu guru saya. 2) Wanita itu ibunya.


(39)

22

f. Peran Semantik Keterangan

Disamping kelima peran si atas, ada peran semantis lain yang terdapat pada fungsi keterangan tempat, keterangan alat, dan keterangan sumber. Peran semantis ini pada dasarnya sesuai dengan sifat kodratif dari nomina yang ada pada keterangan.

2.8 Pola Sintaksis pada Poster

Telah dijelaskan mengenai pola sintaksis di atas, namun pada penelitian ini pola sintaksis yang diteliti sedikit berbeda. Pengertian sebelumnya membahas pola sintaksis adalah berkaitan dengan fungsi, kategori, dan peran. Pola tersebut dapat dilakukan jika kalimatnya baku dan sesuai kaidah. Objek pada penelitian ini adalah kalimat pada poster. Bahasa dan kalimat pada poster belum tentu baku, karena bahasa poster sudah mengalami perubahan bentuk demi kelancaran komunikasi. Oleh karena itu peneliti menganalisis pola sintaksis dengan sedikit perbedaan. Pola sintaksis pada penelitian ini membahas mengenai jenis-jenis kalimat.

1. Kelengkapan unsur kalimat, yang diklasifikasikan berdasarkan kalimat taklengkap.

2. Jumlah klausa, yang diklasifikasikan berdasarkan (1) kalimat tunggal, dan (2)kalimat majemuk.

3. Bentuk sintaksis, yang dianalisis berdasarkan (1) kalimat berita atau deklaratif, (2) kalimat perintah atau imperative, (3) kalimat tanya atau interjektif, (3) kalimat seruan atau eksklamatif.


(40)

2.9 Pola Kalimat Dasar

Menurut Hasan Alwi, dkk. (2003: 321), terdapat lima fungsi sintaksis yang digunakan untuk pemerian kaliamat, antara lain: subjek, predikat, objek, pelengkap, dan keterangan. Dalam satu kalimat tidak selalu terdapat kelima fungsi sintaksis terisi, tetapi paling tidak harus ada konstituen pengisi subjek dan prdikat. Kehadiran konstituen lainnya banyak dipengaruhi oleh konstituen pengisi predikat.

Contoh kalimat:

1) Dia [S] tidur [P] di kamar depan [Ket].

2) Ayah [S] membeli [P] baju [O] untuk saya [Pel] tadi siang [Ket]. 3) Mahasiswa [S] mengadakan [P] seminar [O] di kampus [Ket.]. 4) Buku itu [S] terletak [P] di meja [Ket.] kemarin [Ket.]

Pada contoh di atas, konstituen yang di cetak miring dapat dihilangkan tanpa mengakibatkan kejanggalan kalimat dalam arti bahwa kalimat dapat tetap di pahami tanpa harus diketahui konteks situasi pemakainya. Kalimat dimulai dari subjek, kemudian predikat, lalu objek, pelengkap, dan akhirnya keterangan jika tiga unsur yang terakhir itu hadir (objek, pelengkap, dan keterangan). Setelah memperhatikan contoh di atas dapat disimpulkan bahwa unsur utama sebuah kalimat yang wajib ada adalah subjek dan predikat selanjutnya unsur yang lain bisa ada ataupun tidak.

Jika diamati lebih mendalam dalam pemakaian bahasa Indonesia, misalnya kalimat dalam suatu teks, akan banyak ditemukan kalimat yang memiliki susunan unsur yang berbeda dari contoh di atas, terutama yang menyangkut letak keterangan dan letak predikat terhadap subjek kalimat. Keterangan dalam bahasa Indonesia banyak jenisnya dan letaknya dapat


(41)

berpindah-24

pindah; di akhir, di awal, dan bahkan di tengah kalimat. misalnya seperti contoh berikut:

1) Dia membeli mangga kemarin. 2) Kemarin dia membeli mangga. 3) Dia membeli mangga kemarin.

Tabel. Pola-Pola Kalimat Dasar (Alwi, dkk., 2003: 322) Fungsi

Tipe Subjek Predikat Objek Pelengkap Keterangan

1. S-P Orang itu sedang tidur - - -

Saya Mahasiswa - - -

2. S-P-O Ayahnya membeli mobil baru

- -

Rani Mendapat hadiah - - 3. S-P-Pel. Beliau Menjadi - ketua

koprasi

- Pancasila Merupakan - dasar

negara kita

- 4. S-P-Ket. Kami Tinggal - - di Jakarta

Kecelakaan itu

Terjadi - - minggu lalu 5. S-P-O-Pel. Dia Mengirimi ibunya Uang -

Dian mengambilkan adiknya air minum - 6. S-P-O-Ket. Pak Raden Memasukkan uang - ke bank

Beliau Memperlakukan kami - dengan baik

2.10 Jenis-Jenis Kalimat

Para pakar bahasa membagi jenis kalimat dengan banyak kategori, dan tidak semua pakar sejalan. Masing-masing pakar memiliki pandangan dan kategori tersendiri dalam mengklasifikasikan kalimat. Penelitian ini mengacu pada teori Hasan Alwi, dkk. Berikut adalah jenis-jenis kalimat menurut Hasan Alwi, dkk. (336: 2003).


(42)

2.10.1 Kalimat Berdasarkan Jumlah klausa

Kalimat berdasarkan jumlah klausa dapat dibagi atas kalimat tunggal dan kalimat majemuk.

a. Kalimat tunggal adalah kalimat yang proposisinya satu dank arena itu predikatnya pun satu, atau dianggap satu karena merupakan predikat majemuk. Misalnya kalimat seperti : Dia bekerja di bank.

Merupakan kalimat tunggal, karena predikatnya hanya bekerja.

b. Kalimat majemuk adalah kalimat yang terdiri atas lebih dari satu frasa yang dapat berdiri sendiri tanpa terikat, apabila dihilangkan salah satu unsur frasanya tidak mempengaruhi frasa yang lain. Kalimat majemuk dapat diartikan sebagai kalimat yang tediri atas lebih dari satu proposisi sehingga mempunyai paling tidak dua predikat yang tidak dapat dijadikan satu kesatuan, maka kalimat majemuk terdiri atas dua klausa atau lebih. Kalimat majemuk terdiri atas kalimat majemuk setara dan kalimat majemuk bertingkat. Kalimat majemuk setara adalah jika hubungan antar klausa yang satu dengan klausa yang lain dalam satu kalimat itu menyatakan hubungan koordinatif. Misalnya kalimat.

Dia pergi dan istrinya mulai menangis.

Kalimat majemuk bertingkat adalah jika hubungan subordinatif, yakni yang satu berupa induk, sedangkan yang lain merupakan keterangan tambahan. Misalnya pada kalimat.


(43)

26

2.10.2 Jenis Kalimat Berdasarkan Bentuk sintaksis

Kalimat berdasarkan bentuk sintaksis di bagi atas (1) kalimat deklaratif atau kalimat berita, (2) kalimat imperatif atau kalimat perintah, (3) kalimat interogatif atau kalimat tanya, dan (4) kalimat ekslamatif atau kalimat seruan. Penggolongan kalimat berdasarkan bentuk sintaksisnya itu tidak berkaitan langsung dengan fungsi pragmatis atau nilai komunikatifnya yakni fungsi pemakaian bahasa untuk tujuan komunikasi.

Menurut Alwi ,dkk., (2003: 352-362), ditinjau dari bentuknya kalimat dibedakat atas:

a) Kalimat Deklaratif atau Kalimat Berita

Kalimat deklaratif yang dikenal dengan kalimat berita dalam buku tata bahasa baku bahasa Indonesia, secara formal, dibandingkan dengan kalimat lainnya, tidak bermarkah khusus. Dalam pemakaian bahasa, bentuk kalimat deklaratifnya umumnya digunakan oleh pembicara atau penulis untuk membuat pernyataan sehingga isinya merupakan berita berita bagi pendengar atau pembacanya (Alwi, dkk., 2003: 353).

Misalnya pada contoh:

1) Tadi pagi ada tabrakan mobil di dekat tugu pringsewu. 2) Saya lihat ada bus masuk kali sekampung.

3) Saya ngeri melihat kebakaran di Pasar Terminal.

Dari beberapa contoh di atas ada perbedaan bentuk aktif, pasif, dan sebagainya. Akan tetapi, dilihat dari segi komunikasinya ketiga contoh di atas merupakan kalimat berita. Dapat disimpulkan kalimat berita dapat berupa apa saja, asalkan isinya merupakan pemberitaan. Dalam bentuk


(44)

tulisnya, kalimat berita biasanya diakhiri dengan tanda titik. Dalam bentuk lisan kalimat berita berakhir dengan nada turun.

b) Kalimat Imperatif atau Kalimat Perintah

Menurut Alwi, dkk., (2003: 353-354), menuliskan mengenai kalimat imperatif atau kalimat perintah. Perintah atau suruhan dan permintaan jika ditinjau dari isinya, dapat diperinci menjadi enam golongan, anatara lain. 1) Perintah atau suruhan biasa jika pembicara menyuruh lawan

bicaranya berbuat sesuatu.

2) Perintah halus jika pembicara tampaknya tidak memerintah lagi, tetapi menyuruh mencoba atau mempersilakan lawan bicara sudi berbuat sesuatu.

3) Permohonan jika pembicara, demi kepentingannya, meminta lawan bicara berbuat sesuatu.

4) Ajakan atau harapan jika pembicara mengajak atau berharap lawan bicara berbuat sesuatu.

5) Larangan atau perintah negatif, jika pembicara menyuruh agar jangan dilakukan sesuatu.

6) Pembiaran jika pembicara meminta agar jangan dilarang. Ciri formal kalimat imperatif adalah sebagai berikut.

1) intonasi yang ditandai nada rendah di akhir tuturan;

2) pemakaian partikel penegas, penghalus, dan kata tugas ajakan, harapan, permohonan, dan larangan;susunan inverse sehingga urutannya menjadi tidak selalu terungkap predikat-subjek jika diperlukan; dan


(45)

28

3) pelaku tindakan tidak selalu terungkap.

Wujud kalimat imperatif adalah sebagai berikut.

1) Kalimat yang terdiri atas predikat verbal daasar atau adjektiva, ataupun frasa preposisional saja yang sifatnya taktransitif.

2) Kalimat lengkap yang berpredikat verbal taktransitif atau transitif. 3) Kalimat yang dimarkahi oleh berbagai kata tugas modalitas kalimat. Kalimat imperatif dapat dibedakan menjadi (1) kalimat imperatif taktransitif; (2) kalimat imperatif transitif; (3) kalimat imperatif halus; (4) kalimat imperatif permintaan; (5) kalimat imperatif ajakan atau harapan; (6) kalimat imperatif larangan; dan (7) kalimat imperatif pembiaran.

1) Kalimat imperatif taktransitif dibentuk dari kalimat deklaratif (taktransitif) yang dapat berpredikat verba dasar, frasa adjektival, frasa verbal yang berprefiks ber- atau meng- ataupun frasa preposisional. Perhatikan contoh:

a) Masuk !

b) Engkau masuk. (kalimat yang dilengkapi kata panggilan vokatif) Kalimat imperatif tak transitif yang dijabarkan dari kalimat deklaratif yang verba predikatnya berawalan ber- dan meng- dapat dilihat pada contoh:

a) Kamu berlibur ke tempat nenekmu! b) Berliburlah ke tempat nenekmu!

Kalimat imperatif tak transitif yang diturunkan dari kalimat deklaratif yang predikatnya frasa preposisional, perhatikan contoh di bawah ini. a) Engkau ke sana!


(46)

2) Kalimat impertaif transitif merupakan kalimat imperatif yang berpredikat verba transitif mirip dengan kontruksi kalimat deklaratif pasif. Petunjuk bahwa verba kalimat dapat dianggap berbentuk pasif ialah kenyataan bahwa lawan bicaranya dalam kalimat deklaratif berfungsi sebagai subjek, pelaku menjadi pelengkap pelaku, sedangkan objek sasaran dalam kalimat deklaratif menjadi subjek sasaran dalam kalimat imperatif. Berikut ini contoh, kalimat a) merupakan kalimat berita atau deklaratif, sedangkan b) merupakan kalimat perintah.

a) Engkau mencari pekerjaan apa saja. b) Carilah pekerjaan apa saja.

3) Kalimat imperatif halus, selain bentuk pasif, bahasa Indonesia juga memiliki sejumlah kata yang digunakan untuk menghaluskan isi kalimat imperatif. Kata tersebut seperti tolong, coba, silakan, sudilah, dan kiranya sering dipakai untuk menghaluskan permintaan. Contoh.

a) Tolong mobil saya bawa ke bengkel. b) Cobalah panggil Kepala Bagian Umum. c) Silakan mengisi formulir ini

d) Sudilah bapak mengunjungi pameran kami. e) pembatalan itu kiranya dapat ditinjau kembali.

4) Kalimat imperatif permintaan ini juga digunakan untuk melengkapi permintaan. Kata seperti itu di tandai oleh kata minta atau mohon. Subjek pelaku kalimat imperatif pemintaan ialah pembicara yang sering tidak dimunculkan. Perhatikan contoh berikut.

a) Minta perhatian, saudara-saudara! b) Mohon surat ini ditandatangani.


(47)

30

5) Kalimat imperatif ajakan atau harapan, di dalamnya terdapat ajakan atau harapan tergolong kalimat yang didahului kata ayu(lah), mari(lah), harap, dan hendaknya. Perhatikan contoh berikut.

a) Ayolah, masuk! b) Mari kita makan.

c) Harap duduk dengan tenang! d) Hendaknya nasihat ini Anda turuti.

6) Kalimat imperatif larangan dengan adanya kata jangan(lah). Misalnya seperti pada contoh.

a) Jangan (kamu) naik.

b) Janganlah kau hiraukan tuduhannya.

7) Kalimat impertif pembiaran, kalimat ini dapat ditandai dengan kata biar(lah) atau biarkan(lah. Sebetulnya dapat diartikan bahwa kalimat itu menyuruh membiarkan supaya sesuatu terjadi atau berlangsung. Dalam perkembangannya kemudian pembiaran berarti minta izin agar sesuatu jangan dihalangi. Perhatikan contoh:

a) Biarlah saya pergia dahulu, kau tinggal di sini. b) Biarkanlah saya menanyai orang itu.

c) Kalimat Interogatif atau Kalimat Tanya

Kalimat interogatif yang disebut juga dengan kalimat tanya, secara formal ditandai oleh kehadiran kata tanya apa, siapa, kapan, berapa, dan bagaimana dengan atau tanpa partikel –kah sebagai penegas.kalimat interogatif di akhiri dengan tanda Tanya(?) pada bahasa tulis dan pada bahasa lisan dengan suara naik, terutama jika terdapat kata tanya dan suara turun. Biasanya, kalimat interogatif digunakan untuk meminta (1)


(48)

jawaban “ya” atau “tidak”, atau (2) informasi mengenai sesuatu atau seseorang dari lawan bicara atau pembaca.

Ada empat cara untuk membentuk kalimat interogatif dari kalimat deklaratif :

1. Dengan menambahkan partikel penanya apa, yang harus dibedakan dari kata tanya apa;

Kalimat deklaratif dengan bentuk apa pun (aktif, pasif, ekatransitif, dwitransitif, dan sebagainya)dapat diubah menjadi kalimat tanya dengan menambahkan partikel apa pada kalimat tersebut. Partikel –kah dapat ditambah pada partikel penanya itu untuk mempertegas pertanyaan itu. Intonasi yang dipakai dapat sama dengan intonasi pada kalimat berita. Perhatikan contoh berikut.

a) Dia istri Pak Bambang. b) Apa dia istri Pak Bambang?

2. Dengan membalikkan susunan kata atau dengan mengubah urutan kata dari kalimat deklaratif.

Terdapat beberapa kaidah yang perlu diperhatikan dalam mengubah kalimat ini.

a. Jika dalam kalimat deklaratif terdapat kata seperti dapat,bisa, harus, sudah, dan mau, kata-kata tersebut dapat dipindahkan ke awal kalimat dan ditambah partikel –kah. bentuk seperti sedang, akan, dan telah umumnya tidak dipakai dalam kalimat seperti ini. Perhatikan contoh berikut.


(49)

32

(2) Dapatkah dia pergi sekarang? (sudah diubah menjadi kalimat interogatif)

b. Dalam kalimat yang predikatnya nomina atau adjektiva, urutan subjek dan predikatnya dapat dibalikkan dan kemudian partikel –kah ditambah pada frasa yang telah dipindahkan kemuka. Perhatikan contoh berikut.

(1) Ayahnya sedang sakit. (2) Sedang sakitkah ayahnya?

c. Menggunakan kata bukan(kah) atau tidak(kah). Jika predikat kalimat adalah verba transitif, ekatransitif, atau semi transitif, verba beserta objek atau pelengkapnya dapat dipindahkan ke awal kalimat dan kemudian ditambah partikel –kah. Perhatikan contoh berikut.

(1)Dia mencuri uang it. (2)Mencuri uang itukah dia?

Perlu dicatat bahwa meskipun kalimat-kalimat di atas terdapat dalam bahasa kita, kalimat yang berobjek dan berpelengkap seperti ini lebih umum diubah menjadi kalimat tanya dengan memakai partikel apa(kah): apa(kah) dia mencuri uang itu?

Cara ketiga untuk membentuk kalimat interogatif adalah dengan menempatkan kata-kata bukan/bukankah, (apa/atau) belum atau tidak. Perhatikan contoh berikut.

(1)Dia sakit.

(2)Dia sakit, bukan? (3)Bukankah dia sakit?

Kalimat yang diakhiri dengan kata ingkar bukan, belum, atau tidak dinamakan kalimat interogatif embelan.


(50)

d. Cara ke-empat membentuk klimat deklaratif adalah dengan mempertahankan urutan kalimatnya seperti urutan kalimat deklaratif, tetapi dengan mengubah intonasi menjadi naik. Urutan kata dalam contoh berikut merupakan urutan kalimat deklaratif; tapi jika diucapkan dengan intonsai naik, maka akan berubah menjadi kalimat interogatif.

(1)Jawabannya sudah diterima? (2)Dia jadi pergi ke Medan?

d) Kalimat Eksklamatif atau Kalimat Seru

Kalimat eksklamatif, yang juga dikenal dengan nama kalimat tanya, secara formal ditandai oleh kata alangkah, betapa, atau bukan main pada kalimat berpredikat adjectival. Kalimat eksklamatif ini, yang juga dinamakan kalimat interjeksi untuk menyatakan perasaan kagum atau heran.

Cara pembentukan kalimat eksklamatif dari kalimat deklaratif mengikuti langkah berikut.

1) Balikkan urutan unsure kalimat dari S-P menjadi P-S. 2) Tambahakan partikel –nya pada (adjektiva) P.

3) Tambahkan kata (seru) alangkah, bukan main, atau betapa di muka P jika dianggap perlu.

Contoh: Pergaulan mereka bebas.

a) *Pergaulan mereka bebas. (kaidah 1) b) Bebasnya pergaulan mereka! (kaidah 2) c) Alangkah bebasnya pergaulan mereka! (kaidah 3)

Bukan main bebasnya pergaulan mereka! Betapa bebasnya pergaulan mereka!


(51)

34

2.10.3 Jenis Kalimat Berdasarkan Kelengkapan Unsur

Berdasarkan kelengkapan unsurnya, kalimat dapat dibedakan atas (1) kalimat lengkap atau kalimat major, (2) kalimat taklengkap atau kalimat minor.

a. Kalimat lengkap atau kalimat major adalah kalimat yang unsur-unsur minimalnya seperti subjek, dan predikatnya semuanya ada. Jika konstruksi sebuah kalimat minimal terdapat subjek dan predikat (S + P), maka kalimat tersebut termasuk kalimat lengkap.

Contoh kalimat lengkap:

1. Ayah membaca koran. (S+P+O) 2. Mereka pergi. (S+P)

b. Kalimat Taklengkap

Kalimat jenis ini ditentukan atas dasar kelengkapan unsur inti kalimat. Unsur inti kalimat adalah unsur subjek dan unsur predikat. Jika konstruksi sebuah kalimat minimal terdapat subjek dan predikat (S + P), maka kalimat tersebut termasuk kalimat lengkap. Sebaliknya, jika salah satu atau kedua unsur utama tersebut tidak ada dalam sebuah kalimat, kalimat tersebut digolongkan ke dalam kalimat taklengkap menurut Mulyono (2012: 69). Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa kalimat yang tidak memiliki salah satu maupun kedua unsur utama yaitu subjek dan predikat maka kalimat tersebut digolongkan dalam kalimat taklengkap. Kalimat tidak lengkap dapat berupa S, P, P+O, P+Pel., atau K. sementara itu kalimat lengkap diantaranya dapat berkonstruksi S+P, S+P+O, S+P+Pel., dan sebagainya. Contoh kalimat taklengkap:

1. Ayo! 2. Sekarang.


(52)

2.10.4 Jenis Kalimat Berdasarkan Susunan Subjek-Predikat

Kalimat dari segi susunan unsur subjek dan predikat dibedakan atas (1) kalimat biasa, (2) kalimat inversi. Subjek pada penelitian ini adalah pola sintasis, sedangkan objek penelitiannya adalah poster di Kabupaten Pringsewu. Karena objek merupakan kalimat derivasional, kalimat yang strukturnya sudah mengalami perubahan demi kelancaran komunikasi, oleh karena itu peneliti membatasi ruang lingkup penelitian pada jenis kalimat yaitu kalimat tak lengkap, kalimat tunggal, kalimat majemuk, kalimat berdasarkan bentuk sintaksis (kalimat deklaratif, kalimat imperatif, kalimat interogatif, dan kalimat ekslamatif).

2.11 Pengertian Poster

Poster, imbauan, dan iklan dibuat untuk memberitahu, mengajak, atau mempengaruhi pembacanya. Tujuannya adalah agar pembaca tahu, mengerti, tertari, atau bertindak sesuai dengan pesan yang disampaikan. Poster kebanyakan menggunakan bahasa iklan dan desain visual (gambar) yang menarik. Ciri kalimat poster, imbauan, slogan, dan iklan tidaklah lengkap. Karena kebanyakan bahasa yang digunakan dalam poster tidak lengkap, misalnya ada imbauan yang berbunyi “Peringatan Pemerintah: rokok merugikan kesehatan!” imbauan ini berasal dari berbentuk kalimat lengkap Pemerintah memperingatkan kepada kita bahwa rokok itu dapat merugikah kesehatan tubuh kita.

Pengertian poster menurut Trianto (2006: 115-117), poster merupakan iklan atau pengumuman yang diproduksi secara missal. Biasanya, poster ditulis atau dicetak di atas kertas berukuran besardan di pasang di tempat umum. Poster biasanya


(53)

36

berisi gambar warna-warni atau ilustrasi dan juga suatu teks pendek menarik tertentu. Pada umumnya, poster memiliki tujuan komersial untuk mengiklankan produk atau mengumumkan suatu pentas hiburan. Namun, terkadang juga befungsi sebagai pengumuman untuk mendidik masyarakat, alat propaganda atau murni suatu hasil karya seni tanpa maksud-maksud tertentu. Poster mulai muncul sejalan dengan penemuan mesin cetak pada abad ke -15. Pada awalnya, poster tidak berisi ilustrasi dan hanya berisi kata-kata. Baru pada abad ke-19 poster mulai dibuat seperti bentuk yang kita kenal sekarang ini.

Poster merupakan salah satu bentuk publikasi yang dapat berupa pengumuman, imbauan, protes, atau iklan dengan tujuan untuk mendidik masyarakat, mengimbau, menyalurkan aspirasi atau menawarkan barang. Poster merupakan media luar ruangan yang ditulis di selembar kertas atau kain dengan huruf yang besar-besar dan mencolok supaya mudah dibaca (Eko, 2004: 128).

Poster atau plakat adalah karya seni atau desain grafis yang memuat komposisi gambar dan huruf di atas kertas berukuran besar. Pengaplikasiannya dengan ditempel di dinding atau di permukaan datar lainnya dengan sifat mencari perhatian mata sekuat mungkin, karena itu poster biasanya dibuat dengan warna-warna kontras dan kuat (Ensiklopedia Wikipedia Bahasa Indonesia)

Poster dan slogan merupakan dua hal yang saling berkaitan. Biasanya, kata-kata dalam poster berupa slogan slogan, dan slogan dipublikasikan melalui poster. Disekolah, selain poster secara umum, poster juga dibuat untuk menyajikan laporan pengamatan (misanya, dalam pelajaran Biologi), menyatakan proses terjadinya sesuatu, untuk menyajikan pemahaman siswa tentang suatu hal.


(54)

Poster lebih bersifat imbauan yang disertai gambar, poster mengandalkan kekuatan kata-kata untuk memengaruhi pembaca. Selain itu desain, model, bentuk, dan kombinasi warna akan membuat poster dapat memengaruhi pembaca (Kosasih dan Mumpuni, 2004: 54)

Poster adalah media yang penempatannya di luar rumah dan berisi tulisan singkat yang menyangkut masalah pendidikan, kegiatan, niaga, hiburan, lingkungan, dan penerangan (Nurhayati, 2005: 226).

2.12 Jenis Huruf yang Digunakan dalam Poster

Judul poster harus dapat dilihat dalam jarak 7-10 meter. Huruf dapat ditulis tangan atau dicetak dengan bantuan komputer. Usahakan jangan terlalu banyak variasi huruf. Gunakan huruf lain yang mudah dilihat, untuk memberi penekanan gunakan cetak tebal, garis bawah, atau beri warna. Jangan menggunakan huruf miring karena menjadi susah untuk dibaca.

2.13 Bahasa Poster

Bahasa poster yang baik adalah bahasanya singkat, menarik, logis, serta sesuai dengan kaidah yang berlaku, sebagaimana yang dipaparkan berikut ini:

1. Bahasa yang Singkat

Artinya adalah kalimat atau pesan-pesan yang tertulis biasanya hanya terbatas dengan satu nama yang dicetak menggunakan ukuran huruf yang besar-besar dan mencolok.

2. Bahasa yang Menarik

Artinya kalimat yang tertulis mudah diingat, yakni kalimatnya ditulis dengan tampilan yang bervariasi dan tidak monoton, warna kalimatnya


(55)

38

juga harus lebih kontras dibandingkan dengan kalimat dasarnya. Selain itu dihiasi dengan aneka warna serta gambar-gambar yang yang bisa memudahkan pembaca untuk mengingat apa yang ingin disampaikan oleh sebuah poster.

3. Bahasa yang Logis

Artinya kalimat yang terdapat di dalam poster mudah untuk dipahami oleh pikiran masyarakat, karena menggunakan bahasa yang biasa digunakan oleh masyarakat pada umumnya.

4. Bahasa yang sesuai dengan Kaidah yang Berlaku

Artinya kalimat yang terdapat di dalam poster menggunakan struktur kalimat dan kata-kata yang baku (Datang, 2004: 84). Dalam penelitian ini, poster dinilai dengan tidak mempertimbangkan EYD karena poster merupakan ragam bahasa jurnalistik yang bebas dan tujuan poster adalah untuk menarik perhatian khalayak dengan bahasa yang dimengerti oleh khalayak.

2.14 Ciri-ciri Poster

Seperti media luar ruangan lainnya, poster memiliki ciri-ciri tersendiri. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Wetty (2004: 72) ciri-ciri poster adalah sebagai berikut.

1. Berupa suatu lukisan atau gambaran.

2. Menyampaikan suatu pesan atau ide tertentu. 3. Memberi kesan yang kuat/ menarik perhatian.


(56)

2.15 Poster Sebagai Media Pembelajara

Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang secara harfiah berarti „tengah‟, „perantara‟, atau „pengantar‟ (Arsyad, 2011:3). Menurut Fleming dalam (Arsyad, 2011:3), bahwa disamping sebagai sistem penyampai atau pengantar, media yang sering disebut juga dengan mediator adalah penyebab atau alat yang turut campur tangan dalam dua pihak dan mendamaikannya. Pada ranah pembelajaran media dapat pula mencerminkan pengertian bahwa setiap sistem pembelajaran yang melakukan peran mediasi, mulai dari guru sampai pada peralatan paling canggih dapat disebut media. Dapat disimpulkan bahwa media adalah alat yang menyampaikan atau mengantarkan pesan-pesan pembelajaran. Arsyad (2011:6) mengemukakan batassan ciri-ciri umum media sebagai berikut.

1. Media pendidikan memiliki pengertian fisik (hardware) atau perangkat keras, aitu suatu benda yang dapat dilihat, didengar, atau diraba oleh pancaindra.

2. Media pendidikan yang memiliki pengertian nonfisik yang dikenal sebagai software (perangkat lunak), yaitu kandungan pesan yang terdapat dalam perangkat keras yang merupakan isi yang ingin disampaikan kepada siswa. 3. Penekanan media pendidikan terdapat pada visual dan audio.

4. Media pendidikan memiliki pengertian alat bantu pada proses belajar baik di dalam maupun di luar kelas.

5. Media pendidikan digunakan dalam rangka komunikasi dan interaksi guru dan siswa dalam proses pembelajaran.

6. Media pendidikan dapat digunakan secara massal (misalnya: radio, televisi, modul, komputer, dll.).


(57)

40

7. Sikap, perbuatan , organisasi, strategi, dan manajemen yang berhubungan dengan penerapan suatu ilmu.

Setelah mengetahui pengertian, ciri,dan batasan media pembelajaran dapat dipastikan, bahwa poster ,yang merupakan salah satu materi pembeljaran Bahasa Indonesia di SMP, juga dapat dgunakan ebagai media pembelajaran sekaligus. Jadi, guru dapat menggunakan media poster meskipun sedang tidak membahas materi mengenai poster.

2.16 Jenis-Jenis Poster

Menurut Ambary (1994: 143), poster dapat dibedakan menjadi enam jenis, yaitu poster pendidikan, poster kegiatan, poster niaga, poster hiburan, poster lingkungan, dan poster penerangan. Berikut ini adalah penjelasan dari masing-masing jenis poster.

1. Poster Pendidikan

Poster pendidikan merupakan poster yang bertema pendidikan, mempunyai susunan kalimat yang bertema pendidikan serta ilustrasi gambar yang mewakili pesan.

2. Poster Kegiatan

Poster kegiatan biasanya dibuat untuk menyosialisasikan suatu kegiatan. Tujuannya untuk memberitahukan dan mengajak pembaca untuk mengikuti kegiatan tersebut, susunan kalimatnya berupa ajakan.


(58)

3. Poster Niaga

Poster Niaga biasanya dibuat untuk keperluan kegiatan niaga atau kegiatan suatu usaha. Poster ini sangat menonjolkan unsure slogan dari organisasi yang membuat poster tersebut.

4. Poster Hiburan

Poster hiburan biasanya dibuat untuk kegiatan yang bersifat hiburan. Susunan kalimatnya sangat sugestif, mengajak pembaca untuk menonton suatu kegiatan yang bersifat hiburan.

5. Poster Lingkungan

Poster lingkungan merupakan poster yang bertema lingkungan, mempunyai susunan kalimat yang bertema lingkungan serta ilustrasi gambar yang mewakili pesan.

6. Poster Penerangan

Poster penerangan biasanya dibuat oleh lembaga atau instansi tertentu, misalnya pemerintah atau dinas terkait untuk memberikan informasi kepada masyarakat tentang program atau informasi tertentu yang perlu diketahui.

Jenis-jenis poster pada penelitian ini tidak dikaitkan dengan kalimat yang terdapat dalam poster. Tidak diteliti lebih lanjut kaitan antara jenis poster dengan isi kalimat (ada pengaruh atau pun tidak). Ditampilkan jenis-jenis poster adalah untuk memaparkan bahwa poster memiliki klasifikasi menurut tujuan, dan sasaran pembaca, namun tidak dibahas lebih lanjut pada penelitian ini. Oleh karena itu,


(59)

42

pada penelitian ini hanya memaparkan hasil analisis berdasarkan kebahasaan pola sintaksis kalimat pada poster.

2.17 Implikasi Terhadap Pembelajaran Bahasa di SMP

Kurikulum terbaru, yaitu Kurikulum 2013, dianggap sebagai penyempurna Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Pelaksanakan kurikulum 2013 belum merata keseluruh Indonesia. Pelaksanaan Kurikulum 2013 merupakan salah satu upaya pemerintah dalam menyikapi permasalahan pendidikan nasional. Kurikulum 2013 membekali peserta didik dengan berbagai kemampuan yang seiring sejalan dengan perkembangan teknologi dewasa ini. Kurikulum 2013 ini membekali siswa guna menjawab tantangan arus globalisasi yang semkin canggih dengan berbagai media sekarang ini.

Kurikulum 2013 bertujuan untuk mendorong siswa belajar bih aktif, melakukan observasi, bertanya, bernalar, dan mempresentasikan hasil yang telah diperoleh setelah observasi. Selain itu, siswa memiliki kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan jauh lebih baik dari sebelumnya. Dengan penerapan kurikulum 2013 ini, diharapkan siswa akan lebih aktif, kreatif, inovatif, dan lebih produktif.

Kegiatan belajar mengajar dirancang untuk meberikan pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan fisik anatar siswa melalui interaksi sosial. Kurikulum 2013 berbasis teks, sehingga pembelajaran poster akan membuat siswa lebih tertarik belajar. Karena kurikulum ini mengharuskan siswa untuk mengobservasi sendiri teks yang akan dibelajarkan. Siswa akan lebih aktif dengan interaksi sosial antar siswa. Setelah melakukan observasi siswa akan menganalisis teks poster yang telah di dapatkan besama teman sekelompok. Kemudian,


(60)

bersama dengan kelompoknya siswa akan mempresentasikan hasil analisisnya bersama teman sekelompok. Hal ini akan melatih siswa lebih percaya diri ketika berbicara di depan umum. Pembelajaran seperti ini akan lebih diminati siswa karena tidak hanya belajar di ruang kelas. Pemebelajaran dengan metode yang bervariasi dan berpusat pada siswa diharapkan dapat meningkatkan minat, kemampuan, dan pengetahuan siswa.


(61)

44

III. METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif bermaksud untuk membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang sedang diteliti atau diselidiki. Peneliti melakukan analisis isi dengan memberikan pemaparan yang diteliti dalam bentuk uraian. Metode penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain (Moleong, 2013: 6). Menurut Djajasudarma (2010: 11). Metodologi kualitatif merupakan prosedur yang menghasilkan data deskriptif berupa data tertulis atau lisan di masyarakat bahasa. Penelitian kualitatif memiliki ciri yang membedakan dari penelitian lain, ciri tersebut antara lain.

1. Latar alamiah.

2. Manusia; sebagai alat (instrumen). 3. Metode kualitatif.

4. Analisis data secara induktif. 5. Teori dasar (grounded theory) 6. Deskriptif.


(62)

7. Lebih mementingkan proses daripada hasil. 8. Adanya batas yang ditentukan oleh fokus.

9. Adanya kriteria khusus untuk keabsahan data (objektifitas data). 10. Desain yang bersifat sementara.

11. Hasil penelitian dirundingkan atau disepakati bersama.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif karena mendeskripsikan pola sintaktis dalam poster di Kabupaten Pringsewu dengan melakukan pencarian fakta dengan intepretasi yang tepat. Analisis data dalam penelitian ini bersifat kualitatif, karena dilakukan bersamaan dengan proses pengumpulan data. Penelitian ini bersifat netral karena menekankan pada apa yang terlihat bukan apa yang dirasakan.

3.2 Sumber Data

Sumber data yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah poster yang tersebar di Kabupaten Pringsewu. Poster yang di pasang sepanjang jalan protokol dari Kecamatan Gadingrejo sampai Kecamatan Pagelaran, dari Kecamatan Ambarawa sampai Kecamatan Sukoharjo. Hasil observasi pengumpulan data diperoleh 53 poster kemudian peneliti melakukan sampel data menggunakan teknik sampel. Sampel data memperoleh 16 poster yang kemudian dianalisis. 3.3 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukian dengan teknik observasi dan teknik dokumentasi. Teknik yang dilakukan peneliti yang pertama yaitu mengobservasi poster yang tersebar di Kabupaten Pringsewu secara langsung dan mendokumentasikannya dalam bentuk foto.


(63)

46

3.4 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis teks. Teknik tersebut merupakan teknik yang digunakan untuk mendeskripsikan pola sintaktis kalimat yang terdapat dalam poster.

Langkah-langkah teknik analisis data penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Mengelompokkan poster berdasarkan jenis-jenis poster yang tersebar di kabupaten pringsewu.

2. Melakukan sampel acak, peneliti memperoleh 53 poster kemudian di kelompokkan berdasarkan jenis poster. Peneliti memilih secara acak poster dengan cara membalik foto poster kemudian di pilih secara acak berdasarkan jenis poster. Kemudian diperoleh 3 poster pendidikan, 3 poster kegiatan, 3 poster lingkungan, dan 7 poster penerangan. Di kabupaten pringsewu didominasi oleh poster penerangan, oleh karena itu peneliti mengambil sampel poster penerangan paling banyak. Setelah dilakukan sampel acak, diperoleh 16 poster yang dianalisis berdasarkan pola sintaksisnya.

3. Mengidentifikasi kalimat yang terdapat dalam poster yang telah dipilih. 4. Menganalisis pola sintaksis pada poster , penelitian ini ditekankan pada

jenis-jenis kalimat.

a. Pertama menganalisis kalimat pada poster berdasarkan kelengkapan unsurnya. Jika dalam kalimat tersebut tidak terdapat unsur-unsur utama subjek predikat, maka kalimat pada poster tersebut akan diklasifikasikan ke dalam kalimat taklengkap dan tidak dianalisis lebih lanjut berdasarkan jumlah klausa. Jika dalam kalimat poster telah


(64)

terdapat subjek dan predikat sebagai unsur utama maka kalimat tersebut akan dianalisis lebih lanjut berdasarkan jumlah klausa (kalimat tunggal dan kalimat majemuk).

b. Selanjutnya, setelah menentukan kelengkapan unsur kalimat, apabila unsur subjek predikat ada maka kalimat tersebut dianalisis kedalam kalimat berdasarkan jumlah klausa. Berdasarkan jumlah klausa, kalimat akan diklasifikasi berdasarkan kalimat tunggal atau kalimat majemuk. c. Setelah itu, masing-masing kalimat pada poster diklasifikasikan ke dalam

jenis kalimat berdasarkan bentuk sintaksis, yaitu: (1)kalimat berita atau deklaratif; (2) kalimat perintah atau imperatif; (3) kalimat tanya atau interogatif; dan (4) kalimat seruan atau eksklamatif.

5. Menyimpulkan hasil penelitian.

6. Mengimplikasikan hasil penelitian pada mata pelajaran Bahasa Indonesia di kelas VII Sekolah Menengah Pertama (SMP) yaitu pada KI 3 dan KI 4 pada kurikulum 2013.


(1)

akan dianalisis lebih lanjut berdasarkan jumlah klausa (kalimat tunggal dan kalimat majemuk).

b. Selanjutnya, setelah menentukan kelengkapan unsur kalimat, apabila unsur subjek predikat ada maka kalimat tersebut dianalisis kedalam kalimat berdasarkan jumlah klausa. Berdasarkan jumlah klausa, kalimat akan diklasifikasi berdasarkan kalimat tunggal atau kalimat majemuk. c. Setelah itu, masing-masing kalimat pada poster diklasifikasikan ke dalam

jenis kalimat berdasarkan bentuk sintaksis, yaitu: (1)kalimat berita atau deklaratif; (2) kalimat perintah atau imperatif; (3) kalimat tanya atau interogatif; dan (4) kalimat seruan atau eksklamatif.

5. Menyimpulkan hasil penelitian.

6. Mengimplikasikan hasil penelitian pada mata pelajaran Bahasa Indonesia di kelas VII Sekolah Menengah Pertama (SMP) yaitu pada KI 3 dan KI 4 pada kurikulum 2013.


(2)

120

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Poster yang diteliti pada penelitian ini ada 16 poster, terdiri atas 3 poster pendidikan, 3 poster lingkungan, 3 poster kegiatan, dan 7 poster penerangan. Semua poster di ambil di jalan protokol Kabupaten Pringsewu dan komplek Perkantoran Kabupaten Pringsewu. Peneliti mengambil sampel poster paling banyak poster penerangan karena sebagian besar poster di Kabupaten Pringsewu merupakan poster penerangan.

Penelitian pola sintaksis pada poster di bagi atas tiga bagian, yaitu kelengkapan kalimat, jumlah klausa, dan bentuk kalimat. Kelengkapan kalimat mengklasifikasi kalimat lengkap atau tidak, berdasarkan unsur utama kalimat yaitu subjek dan predikat. Jumlah klausa mengklasifikasi kalimat berdasarkan kalimat tunggal dan kalimat majemuk. Bentuk sintaksis mengklasifikasi kalimat berdasarkan kalimat berita (deklaratif), kalimat perintah (imperatif), kalimat seruan (eksklamatif), dan kalimat tanya (interogatif).

Dari hasil penelitian ,berdasarkan kelengkapan kalimat, disimpulkan 13 kalimat pada poster termasuk kalimat tidak lengkap. Berdasarkan bentuk kalimat diperoleh dua kalimat termasuk kalimat tunggal, dan empat kalimat termasuk kalimat majemuk. Berdasarkan makna sintaksis diperoleh empat kalimat termasuk kalimat berita


(3)

termasuk kalimat seruan (eksklamasi), dan tidak ditemukan kalimat tanya (interogatif). Simpulan berdasarkan penelitian ini adalah sebagian besar kalimat pada poster didominasi oleh kalimat tidak lengkap, dan kalimat pada poster sebagian termasuk kalimat perintah (imperatif).

Dari hasil penelitian ini, diketahui implikasi pola sintaksis pada poster di Kabupaten Pringsewu cukup mempengaruhi pembelajaran Bahasa Indonesia terutama ranah kebahasaan kelas VII Sekolah Menengah Pertama (SMP). Kaitannya dengan kurikulum 2013 yaitu KI 3 dan KI 4, mengenai teks observasi, poster dapat digunakan sebagai teks hasil observasi yang digunakan oleh siswa. Sedangkan untuk guru dapat digunakan sebagai materi pembelajaran dan media pembelajaran, sehingga siswa tidak merasa bosan dalam kegiatan pembelajaran yang hanya menggunakan materi dan media yang ada di dalam ruangan saja.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian, penulis menyarankan hal-hal sebagai berikut:

1. Kalimat pada poster didominasi oleh kalimat tidak lengkap, oleh karena itu disarankan kepada guru mata pelajaran untuk menggunakan kalimat pada poster sebagai materi untuk mengajarkan contoh kalimat tidak lengkap.

2. Saran untuk peneliti selanjutnya yang tertarik kajian pada poster, sebaiknya meneliti aspek lain yang tidak diteliti, seperti segi penggunaan bahasa (bentuk), pilahan kata (diksi), kaitan dengan pembelajaran di sekolah, makna secara


(4)

122

sintaksis, dan makna secara semantik yang terkandung di dalam poster, sampai intepretasi pada pembaca posternya.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.

Arifin E. Zainal dan Junaiyah. 2008. Sintaksis. Jakarta. Pt. Grasindo.

Arifin, E. Zainal dan S. Amran Tasai. 2009. Cermat Berbahasa Indonesia : untuk

Perguruan Tinggi. Jakarta: Akademika Pressindo.

Arsyad, Azhar. 2011. Media Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Chaer, Abdul. 1994. Lingustik Umum. Jakarta: PT Rineka Cipta.

_____. 2009. Sintaksis Bahasa ndonesia (Pendekatan Proses). Jakarta: PT Rineka Cipta.

Djajasudarma, Fatimah. 2010. Metode Linguistik : Ancangan Metode Penelitian

dan Kajian. Bandung: PT Refika Aditama.

Hadi, Amrul dan Haryono. 2005. Metodologi Penelitian Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia.

Keraf, Gorys. 1994. Komposisi. Jakarta: Nusa Indah.

Kridalaksana, Harimurti. 2011. Kamus Linguistik Edisi Keempat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Moleong, Lexy J. 2013. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Muslich, Masnur. 2009. Tata Bentuk Bahasam Indonesia (Kajian ke Arah

Tatabahasa Deskriptif). Jakarta. PT. Bumi Aksara.

Putrayasa, Ida Bagus. 2009. Tata Kalimat Bahasa Indonesia. Bandung: PT Refika Aditama.


(6)

_____. 2010. Analisis Kalimat (Fungsi, Kategori, dan Peran). Bandung: PT Refika Aditama.

Suryabrata, Sumadi. 1983. Metodologi Penelitian. Jakarta: Rajawali Press. Tarigan, Henry Guntur. 2009. Pengajaran Sintaksis. Bandung: Angkasa. _____. 2009. Prinsip-Prinpis Dasar Sintaksis. Bandung: Angkasa.

Tarmini,Wini. 2012. Buku Ajar: Sintaksis Bahasa Indonesia. Bandar Lampung: Universitas Lampung.

Trianto, Agus. 2008. Bahasa Indonesia untuk SMP dan MTs Kelas VIII. Jakarta: Erlangga.

Universitas Lampung. 2010. Format Penulisan Karya Ilmiah Universitas

Lampung. Badarlampung: Universitas Lampung.

Verhaar, J.M.W. 1999. Asas-Asas Linguistik Umum. Ygyakarta: Gadjah Mada University Pres.


Dokumen yang terkait

Analisis penggunaan kalimat efektif dalam rubrik “Antar Kita” pada tabloid wanita Indonesia dan implikasinya terhadap pembelajaran bahasa di SMP

4 52 102

PENGGUNAAN BAHASA DALAM POSTER DI KOTA BANDAR LAMPUNG SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMP

12 101 39

BAHASA DAN IDEOLOGI IKLAN AIR MINERAL AQUA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMP

0 12 53

POLA KALIMAT DALAM BERITA UTAMA HARIAN LAMPUNG POST EDISI JANUARI 2013 DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMP

0 8 48

PRINSIP KERJA SAMA DAN SOPAN SANTUN PADA KOMUNIKASI SISWA SMP MUHAMMADIYAH I PRINGSEWU DI JEJARING SOSIAL FACEBOOK DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMP

1 28 285

Deiksis Sosial pada Surat Pembaca Harian Kompas Edisi Juli 2016 dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMP

0 4 213

Struktur Kalimat dalam Karangan Deskripsi Siswa Kelas VII SMP Negeri 13 Kota Tangerang Selatan Tahun Pelajaran 2016/2017

0 19 140

KOHESI GRAMATIKAL PADA KUMPULAN PUISI GELADI DIRI DAN IMPLIKASINYA DALAM PEMBELAJARAN BAHASA DI SMP Kohesi Gramatikal Pada Kumpulan Puisi Geladi Diri Dan Implikasinya Dalam Pembelajaran Bahasa Di SMP.

0 1 15

KOHESI GRAMATIKAL PADA KUMPULAN PUISI GELADI DIRI DAN IMPLIKASINYA DALAM PEMBELAJARAN BAHASA DI SMP Kohesi Gramatikal Pada Kumpulan Puisi Geladi Diri Dan Implikasinya Dalam Pembelajaran Bahasa Di SMP.

0 2 14

Makalah Poster Metode Pembelajaran Bahasa Indonesia di SD

0 0 30