Perubahan kognisi dan „core beliefs‟ yang menyebabkan gangguan emosional dapat
dilakukan dengan menempatkan kembali pikiran-pikiran yang sehat dan akurat, atau yang dikenal dengan Cognitive Behavioral Therapy atau CBT Pucci, 2005; Abbatiello, 2006.
CBT dapat membantu individu mengatasi gangguan psikologis dengan memodifikasi kognisi agar menjadi lebih adaptif sehingga dapat menghadapi situasi sulit secara efektif, dan pada
akhirnya perilaku yang tampak juga menjadi lebih adaptif Spiegler Guevremont, 2003. Sejalan dengan yang dikatakan Beck dalam Hackney Cormier, 2001 bahwa CBT dapat
digunakan untuk mengurangi gangguan emosional dan pola perilaku maladaptif, dengan cara mengkoreksi pikiran, persepsi, dan keyakinan individu.
Beberapa penelitian menemukan bahwa CBT efektif dalam mengatasi berbagai masalah psikologis, termasuk anxiety disorder. Penelitian Young, dkk pada tahun 1997-1998 Young
Klap Shoai Wells, 2008 yang dilakukan pada 1,642 orang dewasa, menemukan bahwa CBT efektif dalam mengatasi pasien yang mengalami anxiety disorder. Penemuan
lainnya yang ditemukan oleh Bannan 2005 menemukan bahwa CBT merupakan manajemen klinis yang secara statistik signifikan dalam mengatasi pasien yang mengalami kecemasan
dan depresi dengan gejala-gejala psikologis spesifik rasa bersalah, self-esteem dan hopelessness, dan social functioning dependency, interpersonal behavior dan resistance.
Berdasarkan berbagai penelitian terdahulu, CBT telah terbukti efektif dalam menangani individu dengan gangguan psikologis, termasuk anxiety disorder, sehingga menimbulkan
pertanyaan, bagaimana jika CBT diterapkan pada individu yang mengalami anxiety disorder?
I.2. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh deskripsi atau gambaran dari penerapan CBT terhadap individu yang mengalami anxiety disorder.
I.3. TINJAUAN PUSTAKA A. Defenisi
Anxiety Disorder
Beck 1976 menyatakan bahwa anxiety disorder merupakan suatu keadaan emosi tidak menyenangkan yang disertai oleh reaksi
„catastrophic‟, yaitu antisipasi terhadap situasi bahaya terburuk pada masa depan, berupa antisipasi kehilangan terhadap beberapa objek
penting, baik makhluk hidup maupun mati, termasuk benda-benda kepemilikan seperti uang, teman, kritikan, penghinaan atau pembelotan, juga penyakit dan bahaya fisik.
B. Jenis Anxiety Disorder
DSM IV-TR dalam Neale, dkk, 2004 menggolongkan anxiety disorder atas sembilan kategori dasar gangguan yaitu Phobia, Panic Disorder, Generalized Anxiety
Disorder, Obsessive-Compulsive Disorder, Posttraumatic Stress Disorder PTSD, Acute Stress Disorder, dan Anxiety Disorder No Other Specified. Selain itu Anxiety Disorder juga
berkaitan dengan kondisi medis umum Anxiety Disorder Due To a General Medical Condition ataupun penggunaan substansi Substance-Induced Anxiety Disorder.
C. Treatment untuk Anxiety Disorder
a. Anxiety Disorder dapat diatasi dengan berbagai terapi, tergantung pada jenis
gangguan serta perspektif yang digunakan. Beberapa bentuk terapi yang dapat diberikan yaitu: a Terapi Psikoanalisa, yaitu dengan teknik asosiasi bebas dan interpretasi mimpi,
dan hypnosis, b Terapi Humanistik-Eksistential, yaitu dengan terapi client-centered, atau paradoxical intention, c Terapi Behavioral, yaitu dengan teknik-teknik behavioral
seperti systematic desensitization, modeling atau reinforcement, d Terapi Kognitif, yaitu dengan terapi kognitif cognitive therapy atau terapi kognitif behavioral cognitive
behavior therapy, e terapi farmakologi, yaitu dengan terapi pengobatan secara medis. Acocella, 1996
D. Defenisi Cognitive Behavioral Therapy CBT
Cognitive Therapy pertama kali dikembangkan oleh Aaron T.Beck pada tahun 1960-
an; merupakan suatu terapi yang melakukan koreksi terhadap konsepsi yang salah, dengan menajamkan perbedaan dan lebih mempelajari sikap adaptif. Terapi kognitif juga meliputi
proses introspeksi, insight, reality testing dan mempelajari dasar proses kognitif Beck, 1976.
E. Langkah-langkah CBT
Spiegler Guevremont 2003 menyatakan bahwa sebagai langkah penting dalam memahami masalah partisipan dengan lebih tepat berdasarkan pendekatan cognitive behavior,
perlu dilakukan analisa fungsional atau analisa masalah berdasarkan prinsip „S-O-R-C‟.
Berdasarkan analisa fungsional ini dapat diidentifikasi kognisi yang terdistorsi, serta pola perilaku maladaptif, untuk selanjutnya masuk ke dalam tahapan CBT.
Prinsip S-O-R-C tersebut secara rinci adalah sebagai berikut: a
S Stimulus : peristiwa yang terjadi sebelum individu menunjukkan perilaku tertentu.
b
O Organism : partisipan dengan aspek kognisi C dan emosi E di dalamnya.
c
R Responses : apa yang dilakukan oleh individu atau organism, sering juga disebut
dengan perilaku Behavior, baik perilaku yang tampak overt behavior ataupun perilaku yang tidak tampak covert behavior.
d
C Consequences : peristiwa yang terjadi setelah atau sebagai suatu hasil dari perilaku.
Consequnces termasuk apa yang terjadi secara langsung pada individu, pada orang lain, dan pada lingkungan fisik sebagai suatu hasil dari perilaku tersebut.
2.8. Teknik-Teknik CBT
McGinn 2000 secara spesifik menyatakan bahwa ada beberapa teknik yang digunakan dalam CBT dan kemudian dibagi atas tiga area, yaitu:
a. Area Kognitif: Cognitive Restructuring, yaitu mengkoreksi pikiran-pikiran yang terdistorsi
secara negatif dan diarahkan menjadi lebih logis dan adaptif. b.
Area Perilaku: Activity Scheduling, Social Skills Training, and Assertiveness Training. c.
Area Fisiologis: teknik Imagery, Meditasi dan Relaksasi.
Pada penelitian ini digunakan teknik Cognitive Restructuring, yang kemudian akan dikombinasikan dengan Overt Behavioral Intervention.
A. Cognitive Restructuring.
Cognitive Restructuring mengajari individu untuk mengubah kognisi terdistorsi yang menyebabkan masalah pada perilaku, dan mensubstitusinya dengan kognisi yang lebih
adaptif. Teknik Cognitive Restructuring memiliki asumsi yang didasari prinsip „constructivism‟, yaitu bahwa setiap orang membuat realitanya sendiri apa yang real dan
bermakna baginya Spiegler Guevremont, 2003. Terapis dan individu berkolaborasi dalam mengidentifikasikan „dysfunctional beliefs‟ atau distorsi kognitif individu dan
menantang validitasnya. Terapis melakukan „socratic dialogue‟ dalam proses rekognisi
terhadap „dysfunctional beliefs‟ tersebut, dengan menanyakan serangkaian pertanyaan yang mudah dijawab serta mengarahkan individu agar dapat merekognisi adanya „dysfunctional
belie fs‟ dan „automatic thought‟.
Craighead, dkk. 1994 menyatakan bahwa Cognitive Restructuring merupakan teknik mengkoreksi pikiran-pikiran yang terdistorsi secara negatif, dan mengarahkannya agar
menjadi lebih logis dan adaptif. Tahapan-tahapan yang dapat dilakukan dalam cognitive restructuring adalah sebagai berikut: a Identifikasi kognisi yang terdistorsi, b Identifikasi
hubungan pikiran dengan perasaan atau suasana hati, c Mencatat secara berkala situasi peristiwa, waktu, tempat yang menyebabkan kognisi atau pikiran yang terdistorsi dalam
catatan pemikiran, d Membuat tanggapan rasional pikiran alternatif yang positif untuk
setiap automatic thought yang muncul pada partisipan.
b. Overt Behavioral Intervention
Menurut Beck dalam Spiegler Guevremont, 2003, bahwa disamping melakukan
intervensi pada kognisinya, terapis juga perlu memperhatikan intervensi perilaku. Sesuai dengan asumsi CBT awal yang disebutkan diatas, bahwa dengan kognisi yang berubah, maka
diharapkan perilakunya yang tampak overt behavior juga dapat berubah. Pada penelitian ini bentuk intervensi cognitive behavioral yang digunakan adalah Assertion
Trainning. Assertion Trainning adalah latihan social skill khusus yang digunakan dalam
mengajar individu bagaimana dan kapan harus berperilaku asertif. Perilaku asertif adalah
tindakan yang aman dan mempertahankan kehendak keinginan diri dalam suatu situasi interpersonal tanpa melanggar hak-hak orang lain.
3. METODE PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian adalah pendekatan kualitatif, dengan pengumpulan data melalui metode wawancara dan observasi, serta pemeriksaan psikologis
sebagai alat bantu dalam persiapan partisipan penelitian. Melalui pendekatan kualitatif ini maka peneliti dapat memperoleh data yang bersifat deskriptif, menyeluruh, mendalam dan
detail mengenai kecemasan yang dikemukakan oleh partisipan, agar dapat diberikan perlakuan yang tepat pada partisipan.
3.2. Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel
Dalam penelitian ini, hal-hal penting yang menjadi karakteristik bagi sampel yang dipilih antara lain: a Perempuan atau laki-laki yang berada dalam usia dewasa 18 tahun ke atas, b
Memiliki diagnosa salah satu dari anxiety disorder seperti yang didefinisikan dalam DSM IV- TR, c Bersedia untuk diberikan perlakuan atau treatment.
Peneliti memilih sampel dengan metode pengambilan sampel purposif, yaitu sampel diambil bukan secara acak, tetapi dipilih mengikuti kriteria tertentu Poerwandari, 2001.
Sampel yang mungkin untuk diterapi dibatasi oleh kriteria yang sesuai dengan karakteristik sampel dalam penelitian ini.
3.3. Prosedur Penelitian