Hubungan Sosial Budaya dengan Pemberian Makanan Pendamping ASI Pada Bayi 0-6 Bulan Dusun IX Desa Bandar Setia Tahun 2015

(1)

HUBUNGAN SOSIAL BUDAYA DENGAN PEMBERIAN

MAKANAN PENDAMPING ASI PADA BAYI 0-6

BULAN DI DUSUN IX DESA BANDAR SETIA

NELLA DESTARI

145102044

KARYA TULIS ILMIAH

PROGRAM D-IV BIDAN PENDIDIK FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA


(2)

(3)

(4)

Hubungan Sosial Budaya Dengan Pemberian Makanan Pendamping Asi Pada Bayi 0 – 6 Bulan Di Dusun IX Desa Bandar Setia

Tahun 2015 Abstrak

Latar belakang : Dampak negatif dari pemberian makanan pendamping ASI dini berdasarkan riset yang dilakukan oleh pusat penelitian dan pengembangan gizi dan makanan selama 21 bulan diketahui, bayi yang diberikan makanan tambahan pada usia <6 bulan lebih banyak yang terserang diare, batuk-pilek, dan panas ketimbang bayi yang diberikan ASI saja. Semakin bertambahnya umur bayi, frekuensi terserang diare, batuk-pilek, dan panas semakin meningkat.

Tujuan penelitian : Untuk mengetahui hubungan sosial budaya dengan pemberian makanan pendamping ASI pada bayi 0-6 bulan.

Metodologi : Penelitian ini menggunakan desain korelasi dengan pendekatan cross sectional. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 38 orang. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan total populasi. Penelitian ini dilakukan di Dusun IX Desa Bandar Setia. Analisis data digunakan uji fishers’s exact chi square.

Hasil : Diperoleh dari 38 responden mayoritas berumur 32 tahun sebanyak 8 orang (21,1%), pekerjaan sebagai IRT sebanyak 20 orang (52,6%), pendidikan SMP sebanyak 16 orang (42,1%), suku Jawa 38 orang (100%), sosial budaya bersifat positif sebanyak 29 orang (76,3%), dan memberikan MP ASI sebanyak 28 orang (73,7%). Hasil uji statistik diperoleh ada hubungan yang signifikan pada sosial budaya dengan pemberian makanan pendamping ASI pada bayi usia <6 bulan (nilai p=0,001).

Kesimpulan : Dari hasil penelitian ini hendaknya sebagai tenaga kesehatan lebih meningkatkan lagi informasi atau penyuluhan tentang pemberian MP ASI pada bayi, agar ibu-ibu bisa lebih memahami tentang MP ASI dan tau usia berapa atau kapan MP ASI seharusnya diberikan kepada bayinya.


(5)

The Relation Between Social Culture And Feeding An Infant 0-6 Months In The Village Of Bandar Setia Hamlet IX

2015 Abstract

Background : The negative impact of early complementary feeding based on research conducted by the research and development center nutrition and food for 21 months in mind, the baby is given extra food at age <6 months more with diarrhea, colds, and heat than babies given breast milk alone. The increasing age of the baby, the frequency of diarrhea, colds, and the heat increased.

Objective : To determine the socio-cultural relations with the provision of complementary feeding in infants 0-6 months.

Methodology : This study uses desain correlation with cross sectional approach. The number of samples in this study were 38 people. Sampling is done by using the total population. This research was conducted in the village of Bandar Setia Hamlet IX. The data analysis used fishers’s exactchi square test.

Results : Obtained from a majority of 38 respondents aged 32 years as many as eight people (21.1%), IRT work as many as 20 people (52.6%), secondary school education as many as 16 people (42.1%), Javanese 38 people ( 100%), social culture is positive in 29 (76.3%), and provide complementary feeding as many as 28 people (73.7%). Statistical test results obtained no significant relationship to the socio-cultural with the provision of complementary feeding in infants aged <6 months (p = 0.001).

Conclusion : The results of this study as health professionals should further enhance the provision of information or education about complementary feeding in infants, so that mothers can better understand about complementary feeding and age know how or when complementary feeding should be given to the baby.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat rahmat dan hidayatnya sehingga peneliti dapat menyusun karya tulis ilmiah penelitian ini yang berjudul “Hubungan Sosial Budaya dengan Pemberian Makanan Pendamping ASI Pada Bayi 0-6 Bulan Dusun IX Desa Bandar Setia Tahun 2015”. Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Terapan Kebidanan ( STr. Keb) di D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatra Utara.

Dalam penulisan karya tulis ilmiah penelitian ini, peneliti menyadari banyak kekurangan baik dari segi penyusunan maupun penulisan, namun besar harapan peneliti kirannya penulisan ini dapat menambah pembendaharaan perpustakaan. Untuk itu peneliti mengharapkan kritik dan saran untuk kesempurnaan penulis yang akan datang.

Pada kesempatan ini izinkan peneliti dengan kerendahan hati dan rasa tulus untuk mengucapkan terima kasih banyak atas bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak baik dalam moril maupun materil yaitu kepada yang terhormat :

1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Nur Asnah Sitohang, S.Kep, Ns, M.Kep selaku Ketua Pelaksana Program Studi D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Febrina Oktavinola Kaban, SST, M.Keb selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dengan penuh kesabaran dan perhatian sehingga peneliti dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

4. Dr. dr. Juliandi Harahap, MA selaku penguji I 5. Ibu Evi Karota Bukit, S.Kp, M.Ns selaku penguji II


(7)

6. Seluruh staf pengajar pada program Studi D IV Bidan Pendidik yang telah memberikan ilmu pengetahuan.

7. Bapak Kepala Dusun IX Desa Bandar Setia yang telah memberikan kesempatan bagi peneliti untuk melakukan penelitian.

8. Yang sangat teristimewa kepada kedua orang tua ( Ayahanda Zaiman dan Ibunda Jumaida ), Adinda ( Putri, Yona, Riyo ), yang telah memberikan semangat kepada peneliti dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini.

Akhirnya kata peneliti hanya dapat memohon kepada Allah SWT, semoga segala bantuan dan kebaikan yang telah diberikan hidayah dari-Nya dan harapan peneliti semoga Karya Tulis Ilmiah (KTI) ini memberikan manfaat yang berarti bagi kita semua.

Medan,…… Juli 2015

Nella Destari P e n e l i t i


(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR SKEMA ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Makanan Pendamping ASI Dini 1. Defenisi... 7

2. Akibat pemberian makanan pendamping ASI dini ... 8

3. Efek dari pemberian makanan pendamping ASI <6 bulan ... 9

4. Faktor yang mempengaruhi pemberian MP ASI dini ... 11

5. Implikasi pemberian MP ASI dini terhadap growth faltering ... 14

6. Info lain mengenai makanan atau minuman tambahan selain ASI ... 15

7. Mitos tentang makanan pendamping ASI ... 19

B. Sosial Budaya 1. Pengertian Sosial Budaya ... 21

2. Aspek Sosial Budaya Yang Mempengaruhi Kesehatan Masyarakat.. 22

3. Tipe-Tipe Kelompok Sosial Budaya ... 23

4. Interaksi Sosial Budaya ... 26


(9)

BAB III KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep ... 28

B. Hipotesis... 28

C. Defenisi Operasional ... 29

BAB IV METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 30

B. Populasi dan Sampel ... 30

C. Tempat Penelitian... 30

D. Waktu Penelitian ... 31

E. Pertimbangan Etik Penelitian ... 31

F. Instrumen Penelitian ... 32

G. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 33

H. Prosedur Pengumpulan Data ... 34

I. Analisa Data ... 34

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 37

1. Analisis Univariat ... 37

2. Analisis Bivariat... 41

B. Pembahasan ... 42

1. Interprestasi dan diskusi hasil ... 42

2. Keterbatasan penelitian ... 46

3. Implikasi untuk asuhan kebidanan/pendidikan kebidanan ... 46

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan... 47

B. Saran ... 48


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 5.1 Distribusi responden berdasarkan karakteristik data demografi ibu yang memiliki bayi 0 – 6 bulan terhadap pemberian makanan pendamping ASI di Dusun IX Desa

Bandar Setia... 38 Tabel 5.2 Distribusi frekuensi sosial budaya dengan pemberian

makanan pendamping ASI pada bayi 0 – 6 bulan di Dusun

IX Desa Bandar Setia... 39 Tabel 5.3 Distribusi frekuensi jawaban ibu yang memberikan MP

ASI pada bayi 0- 6 bulan pada variabel sosial budaya di

Dusun IX Desa Bandar Setia... 39 Tabel 5.4 Distribusi frekuensi pemberian makanan pendamping ASI

pada bayi 0 – 6 bulan di Dusun IX Desa Bandar Setia... 40 Tabel 5.5 Distribusi frekuensi jawaban ibu yang memberikan

makanan pendamping ASI pada bayi 0 – 6 bulan berdasarkan variabel MP ASI di Dusun IX Desa Bandar

Setia... 41 Tabel 5.6 Hubungan sosial budaya dengan pemberian makanan

pendamping ASI pada bayi 0 – 6 bulan di Dusun IX Desa


(11)

DAFTAR SKEMA

Skema 1 : Kerangka Konsep Hubungan Sosial Budaya Dengan Pemberian Makanan Pendamping ASI Pada Bayi 0-6 Bulan...28


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Lembar Penjelasan Kepada Calon Responden

Lampiran 2 : Lembar Persetujuan Setelah Responden

Lampiran 3 : Lembar Kuesioner

Lampiran 4 : Lembar Konsultasi Karya Tulis Ilmiah

Lampiran 5 : Master Data Penelitian

Lampiran 6 : Hasil Data Penelitian

Lampiran 7 : Surat Izin Data Penelitian dari Fakultas Keperawatan USU

Lampiran 8 : Balasan Surat Izin Penelitian


(13)

Hubungan Sosial Budaya Dengan Pemberian Makanan Pendamping Asi Pada Bayi 0 – 6 Bulan Di Dusun IX Desa Bandar Setia

Tahun 2015 Abstrak

Latar belakang : Dampak negatif dari pemberian makanan pendamping ASI dini berdasarkan riset yang dilakukan oleh pusat penelitian dan pengembangan gizi dan makanan selama 21 bulan diketahui, bayi yang diberikan makanan tambahan pada usia <6 bulan lebih banyak yang terserang diare, batuk-pilek, dan panas ketimbang bayi yang diberikan ASI saja. Semakin bertambahnya umur bayi, frekuensi terserang diare, batuk-pilek, dan panas semakin meningkat.

Tujuan penelitian : Untuk mengetahui hubungan sosial budaya dengan pemberian makanan pendamping ASI pada bayi 0-6 bulan.

Metodologi : Penelitian ini menggunakan desain korelasi dengan pendekatan cross sectional. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 38 orang. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan total populasi. Penelitian ini dilakukan di Dusun IX Desa Bandar Setia. Analisis data digunakan uji fishers’s exact chi square.

Hasil : Diperoleh dari 38 responden mayoritas berumur 32 tahun sebanyak 8 orang (21,1%), pekerjaan sebagai IRT sebanyak 20 orang (52,6%), pendidikan SMP sebanyak 16 orang (42,1%), suku Jawa 38 orang (100%), sosial budaya bersifat positif sebanyak 29 orang (76,3%), dan memberikan MP ASI sebanyak 28 orang (73,7%). Hasil uji statistik diperoleh ada hubungan yang signifikan pada sosial budaya dengan pemberian makanan pendamping ASI pada bayi usia <6 bulan (nilai p=0,001).

Kesimpulan : Dari hasil penelitian ini hendaknya sebagai tenaga kesehatan lebih meningkatkan lagi informasi atau penyuluhan tentang pemberian MP ASI pada bayi, agar ibu-ibu bisa lebih memahami tentang MP ASI dan tau usia berapa atau kapan MP ASI seharusnya diberikan kepada bayinya.


(14)

The Relation Between Social Culture And Feeding An Infant 0-6 Months In The Village Of Bandar Setia Hamlet IX

2015 Abstract

Background : The negative impact of early complementary feeding based on research conducted by the research and development center nutrition and food for 21 months in mind, the baby is given extra food at age <6 months more with diarrhea, colds, and heat than babies given breast milk alone. The increasing age of the baby, the frequency of diarrhea, colds, and the heat increased.

Objective : To determine the socio-cultural relations with the provision of complementary feeding in infants 0-6 months.

Methodology : This study uses desain correlation with cross sectional approach. The number of samples in this study were 38 people. Sampling is done by using the total population. This research was conducted in the village of Bandar Setia Hamlet IX. The data analysis used fishers’s exactchi square test.

Results : Obtained from a majority of 38 respondents aged 32 years as many as eight people (21.1%), IRT work as many as 20 people (52.6%), secondary school education as many as 16 people (42.1%), Javanese 38 people ( 100%), social culture is positive in 29 (76.3%), and provide complementary feeding as many as 28 people (73.7%). Statistical test results obtained no significant relationship to the socio-cultural with the provision of complementary feeding in infants aged <6 months (p = 0.001).

Conclusion : The results of this study as health professionals should further enhance the provision of information or education about complementary feeding in infants, so that mothers can better understand about complementary feeding and age know how or when complementary feeding should be given to the baby.


(15)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Persiapan menyusui pada masa kehamilan merupakan hal yang penting karena dengan persiapan dini ibu akan lebih baik dan siap untuk menyusui bayinya. Setiap ibu untuk percaya dan yakin bahwa ibu akan sukses dalam menyusui bayinya, meyakinkan ibu akan keuntungan Air Susu Ibu (ASI) dan kerugian susu buatan/formula (Rukiyah, 2009).

Menurut World Health Organization (WHO), lebih kurang 1,5 juta anak meninggal karena pemberian makanan yang tidak benar. Kurang dari 15% bayi di seluruh dunia diberi ASI eksklusif selama empat bulan dan sering kali pemberian makanan pendamping ASI tidak sesuai dan tidak aman (Humairon (2010) dalam jurnal Baharuddin, Rosmawar, Munazar, 2011). Angka kematian anak dan balita 51% disebabkan oleh pneumonia, diare, campak dan malaria, lebih dari separuh kematian tersebut (54%) erat hubungannya dengan status gizi (Wargiana, dkk, (2012).

Penelitian di Sri Lanka menunjukkan 23% bayi menerima MP-ASI pada usia 4 bulan, dan hampir semua ibu-ibu sudah mulai memberikan makanan padat seperti nasi tim, biskuit, dll. Total dari 410 bayi, terdapat 34% bayi diberikan MP-ASI sebelum usia 6 bulan. Data UNICEF tahun 2006 menyebutkan bahwa kesadaran ibu untuk memberikan ASI di Indonesia baru 14% itupun diberikan hanya sampai bayi berusia 4 bulan (Wargiana, dkk, 2012).


(16)

Angka Kematian Bayi (AKB) berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, Angka Kematian Bayi pada tahun 2012 sebesar 19 per 1000 kelahiran hidup. Angka Kematian Bayi tersebut diperkirakan ada kaitannya dengan perilaku pemberian Air Susu Ibu (ASI). Bayi baru lahir yang tidak diberikan ASI dan diberikan pengganti ASI/susu formula akan relatif mudah terserang diare dan alergi, ancaman kekurangan gizi dan dapat meningkatkan resiko infeksi (Profil Kesehatan Indonesia, 2013).

Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010, menyatakan bayi yang mendapatkan ASI ekslusif di Indonesia hanya 15,3%. Masalah utama rendahnya pemberian ASI di Indonesia adalah faktor sosial budaya dan kurangnya pengetahuan ibu, keluarga dan masyrakat (Saleh, 2011).

Resiko pemberian MP-ASI sebelum usia 6 bulan akan mengakibatkan gangguan kesehatan antara lain obesitas, alergi terhadap zat gizi yang terdapat dalam makanan, zat pewarna dan pengawet yang tidak diinginkan den pencemaran dalam penyimpanan. Salah satu efek pemberian MP-ASI adalah terjadinya diare. Dalam MP-ASI terkandung konsentrasi tinggi karbohidrat dan gula yang sukar untuk dicerna oleh organ pencernaan bayi apabila dicerna terlalu dini (Asne (2008) dalam jurnal Lola, 2012).

Dampak negatif dari pemberian makanan pendamping ASI dini berdasarkan riset yang dilakukan oleh pusat penelitian dan pengembangan gizi dan makanan selama 21 bulan diketahui, bayi yang diberikan makanan tambahan pada usia <6 bulan lebih banyak yang terserang diare, batuk-pilek, dan panas

ketimbang bayi yang diberikan ASI saja. Semakin bertambahnya umur bayi, frekuensi terserang diare, batuk-pilek, dan panas semakin meningkat


(17)

Provinsi Sumatera Utara (2012) menunjukkan bahwa 58,74% ibu memberikan makanan pendamping ASI terlalu dini pada bayi 0-6 bulan dan sebesar 41,26% ibu tidak memberikan makanan pendamping ASI terlalu dini (Profil Kesehatan Indonesia, 2013).

Rendahnya cakupan pemberian ASI eksklusif pada bayi 0-6 bulan, baik di daerah perkotaan maupun di pedesaan, dipengaruhi banyak hal. Diantaranya, rendahnya pengetahuan dan kurangnya informasi pada ibu dan keluarga mengenai pentingnya pemberian ASI ekslusif, tata laksana rumah sakit ataupun rumah bersalin lain yang tidak memberlakukan bed-in (ibu dan bayi berada dalam satu kasur) ataupun rooming-in (ibu dan bayi berada pada satu kamar atau rawat gabung), tidak jarang juga fasilitas kesehatan memberikan susu formula kepada bayi baru lahir, dan banyaknya ibu bekerja yang menggangap repot menyusui sambil bekerja (Riksani, 2012).

Rendahnya pemberian ASI dikeluarga menjadi salah satu pemicu rendahnya status gizi pada bayi dan balita. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gangguan pertumbuhan pada awal kehidupan balita disebabkan oleh faktor-faktor kekurangan gizi sejak janin dalam kandungan yang disebabkan karena memberikan MP-ASI terlalu dini atau terlalu lambat. Data BPS menunjukkan bahwa anak diberi ASI pada hari pertama yang kelahirannya baik ditolong dokter

atau bidan sebesar 53% ibu yang memberikan ASI ekslusif hanya 22,49% (IBI, 2008).


(18)

Menurut penelitian yang dilakukan Yulfira, dkk (2005), di daerah Jawa sosial budaya merupakan faktor yang melatar belakangi perilaku pemberian ASI. Pemberian madu, air putih dan madu/gula merah, pisang, bubur dan biskuit pada bayi usia dini merupakan pola perilaku yang dilakukan turun temurun yang didasari nilai-nilai masyarakat setempat, sehingga hal ini menyebabkan ibu-ibu tidak bisa memberikan ASI secara ekslusif. Pola perilaku/kebiasaan tersebut merupakan hambatan sosial budaya terhadap pemberian ASI ekslusif.

Hasil penelitian yang dilakukan Candra (2014), di Puskesmas Desa Banaran Kecamatan Pesantren Kota Kediri pemberian ASI ekslusif hanya 25,8%, didapatkan 23 ibu menyusui 19 diantaranya mengatakan tidak menyusui bayinya secara ekslusif atau bayinya sampai berusia 6 bulan dan sebelum bayi berusia 6 bulan ibu telah memberikan makanan tambahan kepada bayinya. Hal ini menyebabkan tingginya angka pemberian makanan pendamping ASI.

Berdasarkan hasil survei awal yang peneliti lakukan pada tanggal 15 november 2014 di Dusun IX Desa Bandar Setia terdapat jumlah bayi 0-6 bulan sebanyak 38 bayi. Diperoleh hasil keterangan 4 dari 5 ibu menyatakan sudah memberikan MP-ASI dini, yaitu susu formula, bubur dan pisang. Karena mereka beranggapan bahwa ASI belum cukup mengenyangkan bagi bayinya, bahkan mereka mengatakan bahwa pemberian MP-ASI dini dikarenakan kebiasaan mereka dari dulunya.

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan sosial budaya dengan pemberian makanan pendamping ASI pada bayi 0-6 bulan di Dusun IX Desa Bandar Setia Tahun 2015.


(19)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas “Apakah ada hubungan sosial budaya dengan pemberian makanan pendamping ASI pada Bayi 0-6 Bulan di Dusun IX Desa Bandar Setia tahun 2015”.

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan sosial budaya dengan pemberian makanan pendamping ASI pada bayi 0-6 bulan di Dusun IX Desa Bandar Setia tahun 2015.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui sosial budaya dalam pemberian makanan pendamping ASI pada bayi 0-6 bulan di Dusun IX Desa Bandar Setia tahun 2015.

b. Untuk mengetahui frekuensi pemberian makanan pendamping ASI pada bayi 0-6 bulan di Dusun IX Desa Bandar Setia tahun 2015.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Petugas Kesehatan Bandar Setia

Sebagai bahan masukan dan sumber pemikiran bagi tenaga kesehatan yang berada di Dusun IX Desa Bandar Setia untuk lebih meningkatkan informasi tentang pemberian makanan pendamping ASI.


(20)

2. Bagi Institusi Pendidikan khususnya D-IV Bidan Pendidik

Dapat digunakan sebagai sumber bacaan atau kepustakaan untuk peneliti selanjutnya mengenai MP-ASI pada bayi 0-6 bulan.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan pada peneliti selanjutnya agar dapat memperluas informasi mengenai MP-ASI.


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Makanan Pendamping ASI Dini 1. Defenisi

Pemberian makanan pendamping ASI dini adalah memberikan makanan selain ASI atau PASI pada bayi sebelum berusia 6 bulan (Rosidah (2003) dalam jurnal Candra, 2014).

Pemberian makanan pendamping ASI dini sama saja dengan membuka gerbang masuknya berbagai jenis kuman penyakit. Hasil riset menunjukkan bahwa bayi yang mendapatkan makanan pendamping ASI sebelum usia 6 bulan lebih banyak terserang diare, sembelit, batuk pilek, dan panas dibandingkan bayi yang mendapatkan ASI ekslusif (Williams, L & Wilkins (2006) dalam jurnal Setiawan, 2009).

Menurut World Health Organization (WHO/Badan Kesehatan Dunia), Kementrian Kesehatan dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) telah memperbaharui bahwa ASI ekslusif diberikan kepada bayi hingga berusia 6 bulan. oleh karena itulah, makanan lain selain ASI baru diperkenalkan kepada bayi ketika berusia 6 bulan, begitu juga dengan bayi yang diberikan susu formula. Tidak jarang bahkan mungkin masih banyak kita temui orangtua dan keluarga yang memberikan makanan padat kepada bayi lebih dini, yaitu kurang dari 6 bulan. Bahkan sejak lahir, yang paling sering diberikan adalah buah pisang. Apalagi jika kondisi sang bayi terlihat kecil dan kurus, sudah tentu makanan akan segera diberikan. Hal tersebut tentu tidak perlu terjadi jika


(22)

orangtua dan keluarga mengetahui bahwa tubuh bayi belum siap menerima makanan dalam bentuk padat sebelum berusia 6 bulan (Riksani,2012).

2. Akibat pemberian makanan pendamping ASI dini

Jaman dulu beranggapan bahwa boleh memberi makanan cepat pada bayi diluar ASI, namun sekarang dianggap merugikan karena usus bayi pada pencernaan bayi masih belum sempurna jadi memerlukan tahapan waktu sampai pencernaan lebih kuat. Sedangkan komposisi ASI cukup sampai usia 6 bulan. kerugian yang lain selain pencernaan bayi belum kuat jika diberikan makanan pendamping ASI secara dini, maka bayi tidak berusaha kuat untuk menghisap ASI, sehingga ASI tidak maksimal dikomsumsi bayi (Sunardi, 2014).

Meski madu merupakan makanan yang baik untuk kesehatan anak, tetapi hendaknya tidak diberikan pada bayi dibawah usia 6 bulan. hal ini karena madu mengandung clostridium botolinum, spora yang menghasilkan toksin dalam saluran usus yang dapat menyebabkan penyakit fatal pada bayi (Soenardi, 2014).

Akibat jika diberikan makanan padat sebelum waktunya : a. Bayi kekurangan zat gizi tertentu

Memberikan makanan sebelum usia 6 bulan membuat bayi cepat kenyang sehingga asupan nutrisi ASI menjadi berkurang. Pemberian makanan pendamping ASI dini juga menyebabkan bayi potensial menderita kekurangan gizi besi (KBG).

b. Mengurangi produksi ASI

Memberikan makanan sebelum 6 bulan berarti menurunkan frekuensi isapan bayi pada payudara, juga berarti terjadi penurunan rangsangan yang dapat mengurangi produksi ASI.


(23)

c. Mengganggu organ pencernaan

Sebelum usia 6 bulan, oragan-organ pencernaan bayi belum sempurna dan enzim pencernaan belum siap mencerna makanan selain ASI.

d. Berisiko meimbulkan hipertensi

Efek kumulatif terhadap pemberian makanan bayi yang terlalu dini adalah terjadi kelebihan natrium (hipernatremia). Hal ini memicu terjadinya hipertensi (tekanan darah tinggi) di kemuadian hari.

e. Berisiko menimbulkan obesitas dan kolestrol tinggi

Pemberian makanan sebelum waktunya menyebabkan bayi kelebihan zat gizi. Hal ini menimbulkan resiko obesitas dan kolesterol tinggi di usia dewasa nanti.

f. Menimbulkan reaksi terhadap protein asing dari non ASI

Memberikan makanan pendamping ASI sebelum waktunya memicu timbulnya alergi makanan (Risutra & Sumardi, 2012).

3. Efek dari pemberian makanan pendamping ASI kurang dari 6 bulan Memperkenalkan makanan padat sebelum bayi berusia 6 bulan dapat menyebabkan physical discomfort atau rasa tidak nyaman pada bayi, yang selanjutnya menyebabkan bayi mengalami obesitas, atau bahkan mendorong terjadinya alergi karena usus bayi belum sempurna untuk menerima makanan selain ASI. Penelitian menunjukkan bahwa masalah kesehatan anak saat dewa sa, termasuk obesitas, banyak berkaitan dengan penanaman pola makan pada anak. Pola makan salah yang ditanamkan pada anak sejak awal bisa berkembang terus sampai dewasa. Jadi, tanggung jawab orangtualah untuk sejak dini mengajari anak menerapkan pola makan yang benar demi menjamin kesehatannya di masa


(24)

mendatang. Jangan memberikan makanan pendamping ASI melalui botol. Hal ini akan membuat anak tidak belajar secara mekanik melalui makanan padatnya, selain juga berisiko membuat anak kelebihan kalori ( Soenardi, 2014).

Hindari memberikan MP ASI lebih awal atau kurag dari 6 bulan. kebanyakan oragtua dengan berbagai alasan memberikan MP ASI kurang dari 6 bulan, diantaranya yang paling sering adalah bayi kelaparan meski sudah diberi susu dan terus rewel. Padahal bisa jadi bayi menangis karena merasa tidak nyaman akibat mengompol, atau penyebab yang lainnya. Padahal pemberian MP ASI lebih awal dapat menimbulkan berbagai risiko bagi si bayi, diantaranya : a. Mudah sakit

Di bawah 6 bulan, daya imunitas bayi belum sempurna. Akibatnya, pemberian makanan sebelum 6 bulan mengundang kuman-kuman untuk masuk ketubuhnya. Si bayi lebih mudah menjadi sakit, mulai dari batuk, pilek, demam, sembelit atau diare. Selain itu juga system pencernaan belum bekerja dengan sempurna, sehingga dapat menyebabkan makanan tidak terolah dengan baik. Akibatnya dapat menimbulkan gangguan pencernaan seperti konstipasi atau timbulnya gas.

b. Berpeluang alami alergi

Sel-sel di sekitar usus pada bayi berusia di bawah 6 bulan belum siap untuk menghadapi unsur-unsur atau zat makanan yang dikonsumsi. Akibatnya, makanan tersebut dapat menimbulkan reaksi imun, sehingga dapat terjadi alergi.

c. Berpeluang obesitas

Tubuh bayi belum mampu melakukan proses pemecahan sari-sari makanan dengan sempurna, akibatnya berpeluang mengalami obesitas (Dian, 2012).


(25)

Salah satu penyebab dari kegemukan adalah tidak bisanya sistem pencernaan dalam mencerna makanan. Berhubung pada organ pencernaan bayi dibawah 6 bulan belum sempurna, maka kerja sistem pencernaan pun belum bisa bekerja secara maksimal juga. Meskipun MP ASI tersebut diberikan dalam bentuk bubur (sehalus mungkin) tapi sistem pencernaan pada bayi tetap saja belum begitu sempurna. Jika bayi tidak bisa mencerna makanan tersebut dengan baik, bisa saja akan terjadi penumpukan lemak dan akhirnya memicu kegemukan (Darmayanti, 2014).

4. Faktor yang mempengaruhi pemberian makanan pendamping ASI dini

Menurut Gibney, MJ et al 2009 dalam buku “Gizi Kesehatan Masyarakat” (Hartono Andry & Widyastuti Palupi, penerjemah) mengatakan bahwa banyak kepercayaan dan sikap yang tidak mendasar terhadap makna pemberian ASI yang membuat para ibu tidak melakukan pemberian ASI secara ekslusif kepada bayi mereka dalam periode 6 bulan pertama. Alasan umum mengapa mereka memberikan makanan pendamping ASI secara dini meliputi : a. Rasa takut bahwa ASI yang mereka hasilkan tidak cukup dan atau

kualitasnya buruk. Hal ini dikaitkan dengan pemberian ASI pertama (kolostrum) yang terlihat encer dan menyerupai air. Ibu harus memahami bahwa perubahan pada komposisi ASI akan terjadi ketika bayinya mulai menghisap puting ibu.

b. Keterlambatan memulai pemberian ASI dan praktek membuang kolostrum. Banyak masyarakat di negara berkembang percaya bahwa kolostrum yang berwarna kekuningan merupakan zat beracun yang harus dibuang.


(26)

c. Teknik pemberian ASI yang salah. Jika bayi tidak digendong dan dipeluk dengan posisi tepat, kemungkinan ibu akan mengalami nyeri, lecet pada puting susu, pembengkakan payudara dan mastitis karena bayi tidak mampu meminum ASI secara ekslusif. Hal ini akan berakibat ibu akan menghentikan pemberian ASI.

d. Kebiasaan yang keliru bahwa bayi memerlukan cairan tambahan. Pemberian cairan seperti air teh dan air putih dapat meningkatkankan resiko diare pada bayi. Bayi akan mendapat ASI yang lebih rendah dan frekuensi menyusui yang lebih singkat karena adanya tembahan cairan lain.

e. Dukungan yang kurang dari pelayanan kesehatan. Dirancangnya rumah sakit sayang bayi akan meningkatkan inisiasi dini ASI terhadap bayi. Sebaliknya tidak adanya fasilitas rumah sakit dengan rawat gabung dan disediakannya dapur susu formula akan meningkatkan pratek pemberian makanan pendamping ASI predominan kepada bayi yang lahir di rumah sakit.

f. Pemasaran formula pengganti ASI. Hal ini telah menimbulkan anggapan bahwa formula PASI lebih unggul daripada ASI sehingga ibu akan lebih tertarik dengan iklan PASI dan memberikan makanan pendamping ASI secara dini.

Adapun faktor lain yang mempengaruhi pemberian MP ASI dini diantaranya : masih banyak orang tua yang memberikan MP ASI pada bayinya sebelum berusia 6 bulan. Banyak sekali alasan kenapa orang tua memberikan MP ASI saat bayinya berusia kurang 6 bulan. banyak hal yang menyebabkan tingginya angka kejadian pemberian MP ASI dini, diantaranya dipengaruhi oleh :


(27)

a. Faktor sosial budaya

Budaya pada masyarakat yang menyimpang atau salah tentang pemberian makanan tambahan, seperti :

1. Bayi sudah diberi nasi yang dicampur dengan pisang sebelum bayi berumur 6 bulan.

2. Pemberian makanan pendamping ASI sebelum berusia 6 bulan agar bayi cepat gemuk, sehat dan montok.

3. Pemberian makanan pada bayi sebelum bayi 6 bulan karena merasa ASI tidak cukup gizinya.

4. Kebiasaan membuang colostrum karena menganggap kotor dan menggantinya dengan madu atau air kelapa muda.

5. Adanya anggapan bahwa memberikan susu formula pada bayi sebagai salah satu simbol bagi kehidupan tingkat sosial yang lebih tinggi, terdidik dan mengikuti perkembangan zaman.

b. Faktor tingkat pengetahuan

Kurangnya pengertian dan pengetahuan ibu tentang manfaat ASI dan menyusui, menyebabkan ibu-ibu mudah beralih ke susu formula atau susu botol. Umumnya banyak ibu yang beranggapan kalau anaknya kelaparan dan akan tidur nyenyak jika diberi makan. Pengetahuan ibu yang rendah juga menyebabkan ibu tersebut mudah terpengaruh oleh pendapat orang lain misalnya tetangga, nenek, ibu mertua dan lainnya yang beranggapan bahwa ASI saja tidak cukup gizinya bagi bayi.


(28)

c. Faktor individu

1. Ibu secara tidak sadar berpendapat bahwa menyusui merupakan beban bagi kebebasan pribadinya atau hanya memperburuk bentuk tubuh, misalnya payudara menjadi kendor dan kecantikannya akan hilang. 2. Para ibu sering keluar rumah, karena bekerja maupun tugas-tugas

sosial, maka susu formula adalah satu-satunya jalan keluar dalam pemberian makanan bayi saat ditinggalkan di rumah.

3. Ibu merasa air susunya tidak keluar lancar lalu menyebabkan bayinya kesulitan menghisap dan bayinya terus menangis. Sehingga ibu tersebut tidak percaya diri untuk bisa menyusui dengan baik dan lebih memilih diberikannya susu formula atau makanan tambahan lainnya.

d. Faktor promosi

1. Kemudahan-kemudahan yang didapat sebagai hasil kemajuan teknologi pembuatan makanan bayi seperti, pembuatan tepung makanan bayi, susu buatan bayi atau susu botol mendorong ibu untuk mengganti ASI. 2. Iklan yang menyesatkan dari produksi makanan bayi menyebabkan ibu

beranggapan bahwa makanan tambahan tersebut lebih baik daripada ASI (Arifin (2009) dalam jurnal Candra, 2014).

5. Implikasi pemberian makanan pendamping ASI dini terhadap growth faltering

Pemberian MP ASI dini terbukti berpengaruh pada gangguan pertambahan berat bayi walaupun setelah dikontrol oleh faktor lainnya. Gangguan pertambahan berat bayi akibat pengaruh pemberian MP ASI dini terjadi sejak


(29)

bayi berumur sebelum 6 bulan (Irawati & Anies (2007) dalam jurnal Setiawan, 2009).

Beberapa penelitian menyatakan bahwa keadaan kurang gizi pada bayi dan anak disebabkan karena pemberian MP ASI yang tidak tepat. Keadaan ini memerlukan penaganan tidak hanya penyediaan pangan, tetapi dengan pendekatan yang komunikatif sesuai dengan tingkat pendidikan dan kemampuan masyarakat. Selain itu, umur pertama kali pemberian ASI sangat penting dalam menentukan status gizi bayi. Makanan preklaktal maupun MP ASI dini mengakibatkan kesehatan bayi menjadi rapuh. Secara nyata, hal ini terbukti dengan terjadinya gagal tumbuh (groeth faltering) yang terjadi sejak umur 3 bulan sampai anak mencapai 18 bulan. Makanan pendamping ASI dini dan makanan preklaktal akan berisiko diare dan infeksi (ISPA) pada bayi. Dengan terjadinya infeksi, tubuh akan mengalami demam sehingga kebutuhan zat gizi dan energi semakin meningkat sedangkan asupan makanan akan menurun yang berdampak pada penurunan daya tahan tubuh. Dengan pemberian MP ASI dini makan komsumsi energi dan zat gizi dari ASI akan menurun yang berdampak pada kegagalan pertumbuhan bayi (Ansori (2005) dalam jurnal Setiawan, 2009).

6. Info lain mengenai makanan atau minuman tambahan selain ASI a. Resiko pemberian susu formula

1. Infeksi saluran pencernaan (muntah, mencret) 2. Infeksi saluran pernafasan

3. Meningkatkan resiko alergi

4. Meningkatkan resiko serangan asma


(30)

6. Meningkatkan resiko kegemukan (obesitas)

7. Meningkatkan resiko penyakit jantung dan pembuluh darah 8. Meningkatkan resiko kencing manis (diabetes)

9. Meningkatkan resiko kanker pada anak 10. Meningkatkan resiko penyakit manahun 11. Meningkatkan resiko infeksi telinga tengah

12. Meningkatkan resiko infeksi yang berasal dari susu formula yang tercemar

13. Meningkatkan resiko efek samping zat pencemar lingkungan 14. Meningkatkan kurang gizi

15. Meningkatkan resiko kematian (Roesli, 2012).

Pada susu formula yang difortifikasi dengan zat besi, ternyata tidak meningkatkan pertumbuhan bayi, walaupun dapat membantu dari penyakit anemia. Susu sapi tidak mengandung vitamin yang cukup untuk bayi. Zat besi dari susu sapi juga tidak diserap sempurna seperti zat besi dari ASI. Bayi yang diberikan susu formula bisa terkena anemia kerena kekurangan zat besi (Khasanah, 2013).

b. Faktor-faktor penghambat pemberian ASI

Faktor yang dapat menghambat ibu memberikan ASI pada bayinya adalah :

1. Perubahan sosial budaya, ibu-ibu yang bekerja atau memiliki kesibukan sosial lainnya, meniru teman, tetangga atau orang terkemuka yang memberikan susu botol, serta merasa ketinggalan zaman jika masih menyusui bayinya.


(31)

2. Faktor psikologis, takut kehilangan daya tarik sebagai seoarang wanita dan tekanan batin.

3. Faktor fisik ibu, ibu yang sakit, misalnya mastitis dan kelainan payudara.

4. Kurangnya dorongan dari keluarga seperti suami atau orangtua dapat mengendorkan semangat ibu untuk menyusui dan mengurangi motivasi ibu untuk memberikan ASI saja.

5. Kurangnya dorongan dari petugas kesehatan, sehingga masyarakat kurang mendapat penerangan atau dorogan tentang manfaat pemberian ASI. Penerangan justru datangnya dari petugas kesehatan sendiri yang menganjurkan penggantian ASI dengan susu formula. 6. Meningkatkan promosi kesehatan susu kaleng sebagai pengganti ASI

melalui iklan-iklan massa (Haryono, 2014).

c. Bahan makanan yang harus dihindari dalam pemberian MP ASI 1. Garam

Sebaiknya jangan menambahkan garam dapur. Karena dapat memperberat kerja organ ginjal. Karena garam secara alami terdapat dalam bahan makanan.

2. Gula

Seperti halnya garam. Penambahan gula yang terlalu banyak juga tidak dianjurkan. Memberikan gula murni pada bayi dapat menyebabkan karies gigi dan obesitas.


(32)

3. Udang, cumi, kerang

Ketiga bahan makanan tersebut merupakan bahan makanan alergen atau bahan makanan yang memicu alergi. Selain itu, kerang memiliki rasa yang kuat sehingga bisa memicu gangguan perut.

4. Telur setengah matang

Telur yang dimasak setengah matang diperkirakan masih ada bakteri salmonella. Usahakan memasak telur sampai masak sempurna. 5. Madu

Madu murni dan segar seringkali mengandung bakteri clostridium botullium. Bakteri ini dapat menyebabkan penyakit infant botulism

yakni kejang otot. 6. Makanan kaleng

Hindari pemberian makanan kaleng karena mengandung pengawet yang termasuk dalam garam. Makanan kaleng juga mengandung pewarna dan penyedap rasa yang berbahaya bila dikomsumsi bayi. 7. MSG

Mono Sodium Glutamat (MSG) merupakan penyedap rasa termasuk dalam kelompok garam. Apabila dikomsumsi bayi dapat memperberat kerja ginjal.

8. Susu segar

Jangan memberikan susu segar pada bayi. Karena selain mengandung bakteri, susu segar juga dapat memicu alergi atau


(33)

9. Kacang-kacangan

Hindari memberikan kacang-kacangan dan olahannya terutama kacang tanah, karena bisa memicu reaksi alergi dan tersendak.

10. Jeroan

Hati ayam/hati sapi merupakan sumber protein hewani favorit para bunda untuk diberikan pada bayi. Tetapi lebih baik hati-hati, vitamin A yang terkandung dalam hati mempunyai dosis yang tinggi sehingga tidak aman diberikan pada bayi.

11. Buah yang terlalu asam dan mempunyai rasa kuat

Seperti nangka, nenas, durian dan lain-lain. Karena dapat menyebabkan gangguan pencernaan.

12. Makanan berserat tinggi

Serat merupakan efek pencahar yang kuat dan mengganggu absorbsi nutrisi zat gizi lainnya. Oleh karena itu hidari memberikan makanan yang mengandung serat yang tinggi (Ari & Resi, 2013).

7. Mitos tentang makanan pendamping ASI

Beberapa mitos yang sering muncul di masyarakat dalam pemberian makanan pendamping ASI menurut buku Makanan Pendamping ASI (MP ASI) super lengkap oleh Sudaryanto tahun 2014, antara lain adalah :

a. Bayi harus diberi pisang/nasi agar tidak kelaparan. Salah dan berbahaya. Sistem pencernaannya belum sanggup mencerna atau menghancurkan makan tersebut. Dengan demikian, makanan tersebut akan mengendap di lambung dan menyumbat saluran pencernaan sehingga bayi menjadi


(34)

muntah. Itulah mengapa sebelum usia 6 bulan bayi belum boleh diberikan makanan tambahan.

b. Bayi diberi susu lebih kental agar cepat gemuk. Pernyataan tersebut salah. Susu yang sangat kental juga tidak dapat dicerna dan menyebabkan endapan susu di lambung sehingga bayi menjadi muntah.

c. Bayi boleh diberi air tajin sebagai pengganti susu atau pelarut susu. Air tajin tidak dapat menggantikan susu karena kandungan nutriennya kurang. Selain itu, tidak bisa dipakai sebagai pelarut bila pengeceran susu dengan air matang sudah sesuai dengan petunjuk pelarutan yang diberikan pada setiap kemsan susu.

d. Susu kaleng perlu dicampur-campur (berbagai merk dagang) agar keunggulan masing-masing susu dapat dikomsumsi sekaligus oleh bayi. Pernyataan tersebut salah karena tidak semua bayi dapat mengkomsumsi berbagai macam merk susu. Jika bayi tidak dapat mencerna akan mengakibatkan efek samping tertentu pada saluran pencernaan.

e. Bayi yang diberi ASI mudah lapar. Karena ASI begitu mudah dicerna, bayi yang umumnya minum ASI lebih mudah lapar dibandingkan bayi yang minum susu formula. Sehingga sebaiknya bayi baru lahir disusui setiap 2-3 jam.

f. Susu formula membuat bayi tidur lebih baik. Penelitian menunjukkan bahwa bayi yang diberikan susu formula tidak tidur kebih baik meskipun bayi mungkin tidur lebih lama. Hal ini disebabkan susu formula tidak dapat dicerna dengan cepat, hal ini memungkinkan jangkauan lebih panjang di antara menyusui sehingga bayi tidur lebih lama.


(35)

B. Sosial Budaya

1. Pengertian sosial budaya

Sosial budaya adalah hal yang komplek yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, norma, hukum, adat-istiadat, kemampuan-kemampuan, serta kebiasaan. Masyarakat kurang menyadari bahwa kurang mengetahui beberapa tradisi dan sosial budaya yang bertentangan dari segi kesehatan yang dimana hal ini tentunya berkaitan atau tidak terlepas dari suatu pendidikan (Suparyanto, 2013).

Sosial budaya termasuk kelompok ilmu pengetahuan yang mana, perlu dipahami lebih dahulu pengelompokan ilmu pengetahuan. Diantara lain :

a. Kelompok ilmu alamiah

Bertujuan untuk memahami keteraturan yang terdapat dalam alam semesta. b. Kelompok ilmu sosial

Bertujuan untuk memahami keteraturan yang terdapat dalam hubungan antar manusia.

c. Kelompok ilmu budaya

Bertujuan untuk memahami dan mencari arti kenyataan-kenyataan yang bersifat manusiawi (Abdulkadir, 2008).

Masalah sosial budaya adalah peristiwa atau kejadian yang timbul akibat interaksi sosial dalam kelompok masyarakat atau antara kelompok masyarakat guna memenuhi suatu kepentingan hidup, yang dianggap merugikan salah satu pihak atau masyarakat secara keseluruhan. Lingkungan sosial budaya adalah kelompok sosial budaya yang hidup dalam batas-batas tertentu yang ditata berdasarkan norma sosial budaya yang membedakannya dengan lingkungan


(36)

alam. Lingkungan sosial budaya antara lain berupa keluarga, desa, marga, kota, lembaga swadaya masyarakat dan kelompok profesi (Abdulkadir, 2008).

2. Aspek sosial budaya yang mempengaruhi kesehatan masyarakat a. Pengaruh sosial budaya terhadap kesehatan masyarakat

Banyak sekali pengaruh atau faktor-faktor yang menyebabkan berbagai aspek kesehatan di lingkungan kita, bukan hanya karena pelayanan medik yang tidak memadai atau kurangnya perhatian dari instansi kesehatan. Antara lain masih adanya pengaruh sosial budaya yang turun temurun masih di anut sampai saat ini. Selain itu ditemukan pula sejumlah pengetahuan dan perilaku budaya yang dinilai tidak sesuai dengan prinsip kesehatan.

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan ditinjau dari aspek sosial budaya

1. Faktor sosial ekonomi, meliputi pekerjaan, pendapatan, kondisi perumahan.

2. Faktor pendidikan, rendahnya pendidikan dan pengetahuan berpengaruh pada tingkat kesadaran dan kesehatan, pencegahan penyakit.

3. Perilaku hidup tidak sehat. 4. Sanitasi lingkungan yang jelek. 5. Status gizi yang kurang baik.


(37)

3. Tipe-tipe kelompok sosial budaya a. Konsep kelompok sosial budaya

Kelompok sosial budaya adalah lingkungan hidup sosial budaya yang memiliki bentuk, cara hidup, dan tujuan tertentu. Dalam defenisi tersebut, dapat dirincikan 4 unsur utama konsep sosial budaya, yaitu : 1. Lingkungan sosial budaya

Lingkungan sosial budaya adalah kelompok sosial budaya yang hidup dalam masyarakat. Lingkungan sosial budaya, antara lain berupa keluarga, desa, marga, kota, lembaga swadaya masyarakat, dan kelompok profesi. Masalah lingkungan sosial budaya merupakan peristiwa atau kejadian yang timbul akibat interaksi sosial dalam kelompok masyarakat guna memenuhi suatu kepentingan hidup, yang dianggap merugikan salah satu pihak atau masyarakat secara keseluruhan. Masalah tersebut bersumber pada “perbedaan sosial budaya” (Abdulkadir, 2008).

2. Bentuk sosial budaya

Bentuk sosial budaya artinya setiap kelompok sosial budaya mempunyai batas-batas yang telah ditentukan berdasarkan tipe kelompok yang membedakan dengan kelompok lainnya.

3. Cara hidup kelompok sosial budaya/sikap

Cara hidup sosial budaya artinya sikap, perbuatan dan tujuan serta pencapaiannya sudah dipolakan oleh organisasi kelompok dalam seperangkat tuntunan/pedoman tertulis.


(38)

4. Tujuan sosial budaya

Sosial budaya mempunyai tujuan sebagai berikut :

a. Membentuk dan memelihara persatuan dan kesatuan hidup bersama secara tertib dan damai serta sejahtera.

b. Membentuk dan memelihara kehidupan rumah tangga bahagia lahir dan batin dalam wadah ikatan perkawinan dan hubugan darah.

c. Mewujudkan kesejahteraan bersama, menghapuskan kemiskinan, membasmi penyakit masyarakat, dan mencegah tindakan tidak manusiawi dalam wadah kepentingan yang sama, seperti koperasi dan yayasan.

d. Melayani kepentingan klien atau konsumen berdasarkan keahlian professional dalam wadah organisasi profesi. Seperti kelompok pengusaha (Abdulkadir, 2008).

b. Ragam tipe kelompok sosial budaya 1. Kesatuan geografis

Seperti telah dikemukakan sebelumnya, ada beberapa tipe kelompok sosial budaya berdasarkan kesatuan geografis, antara lain adalah kemunitas desa, komunitas kota, komunitas daerah aliran sungai, dan komunitas daerah pantai. Semua kelompok sosial budaya ini umumnya masih terikat dengan pola hidup tradisional alamiah dan bergantung pada alam lingkungan. Kelompok sosial budaya tipe-tipe ini tingkat pendidikan dan penghasilannya masih rendah, belum mampu membudidayakan alam lingkungan mereka.


(39)

2. Ikatan perkawinan dan hubungan darah

Kelompok sosial budaya berdasarkan ikatan perkawinan dan hubungan darah dikenal hanya satu tipe, yaitu keluarga, dan keluarga ini dapat diperluas keanggotanya menjadi keluarga besar.

3. Kepentingan yang sama

Kelompok sosial budaya berdasarkan kepentingan yang sama terdiri dari tiga tipe, yaitu :

a. Koperasi, kepentingan yang sama untuk meningkatkan kesejahteraan anggota.

b. Lembaga swadaya masyarakat, kepentingan yang sama untuk : 1. Melindungi hak manusia (publik)

2. Melindungi hak asasi manusia

3. Membela hak tersangka dalam proses hukum

4. Mencegah perbuatan yang merugikan kepentingan umum (publik).

c. Yayasan, kepentingan yang sama untuk :

1. Mencerdaskan kehidupan bangsa, seperti yayasan pendidikan 2. Mengayomi dan menyantuni anak yatim piatu, anak cacat,

seperti yayasan yatim piatu dan yayasan tunanetra. 4. Keahlian dan professional

Kelompok sosial budaya berdasarkan keahlian dan professional terdiri dari 3 tipe menurut bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, yaitu :


(40)

a. Kelompok profesi bidang ilmu alamiah, untuk malayani kepentingan masyarakat. Tipe ini antara lain meliputi profesi kedokteran, apoteker, keteknikan, pertanian dan komputer. b. Kelompok profesi bidang ilmu sosial, untuk melayani

kepentingan masyarakat. Tipe ini antara lain meliputi profesi hokum, ekonomi, psikologis dan sosial politik.

c. Kelompok profesi pengetahuan sosial, antara lain profesi keagamaan, profesi sejarah, dan kesenian (Abdulkadir, 2008).

4. Interaksi sosial budaya

Interaksi sosial menurut Dr. Astrid S. Sutanto (2012), adalah proses komunikasi, yaitu proses pengaruh mempengaruhi didalam masyrakat dengan akibat-akibat terjadinya perubahan dalam masyarakat ataupun proses sosial.

Interaksi sosial adalah proses interaksi antara pribadi, kelompok dan antar pribadi kelompok kunci merupakan hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara kelompok-kelompok, terjadi atau berlangsung bila antara kedua belah pihak (Syafrudin, 2009).

Adapun faktor-faktor yang mendasari terjadinya proses interaksi sosial adalah sebagai berikut :

a. Imitasi

Proses peniruan baik peniruan dalam hal positif maupun negative. b. Sugesti

Pemberian pandangan/sikap yang diterima oleh pihak lain yang memberikan pandangan.


(41)

c. Identifikasi

Kecenderungan menjadi sama dengan pihak lain (lebih dalam dari imitasi). Dapat terjadi secara segaja/tidak sengaja. Diawali dari proses 1 dan 2, keinginan untuk belajar dari pihak lain yang dianggap lebih tinggi/harus dihormati.

d. Simpati

1. Tertarik pada pihak lain 2. Perasaan lebih dominan

3. Keinginan untuk memahami pihak lain untuk kerjasama

4. Dapat berkembang bila ada faktor saling mengerti (Syafrudin, 2009).

5. Variabel penelitian a. Sosial budaya

Sosial budaya (tradisi) adalah hal yang komplek yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, norma, adat istiadat, kemampuan-kemampuan, serta kebiasaan. Masyarakat yang kurang menyadari bahwa kurang mengetahui beberapa tradisi dan sosial budaya yang bertentangan dari segi kesehatan yang dimana hal ini tentunya berkaitan atau tidak terlepas dari suatu pendidikan.

Kategori sosial budaya :

1. Positif, responden yang menganggap masih kentalnya suatu budaya dimasyarakat tentang pemberian makanan pendamping ASI pada bayi usia kurang dari 6 bulan.

2. Negatif, responden yang tidak menganggap kentalnya suatu budaya tentang pemberian makanan pendamping ASI kurang dari 6 bulan.


(42)

BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah formulasi atau simplifikasi dari kerangka teori/teori-teori yang mendukung penelitian tersebut. Kerangka Konsep Penelitian adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya, atau antara variabel yang satu dengan variabel yang lainnya dari masalah yang ingin diteliti (Notoatmodjo, 2010). Adapun kerangka konsep dari penelitian ini: dimana variabel independen yaitu sosial budaya dan variabel dependennya yaitu pemberian makanan pendamping ASI pada bayi 0-6 bulan di Desa Bandar Setia tahun 2015.

Variabel Independen Variabel Dependen

Bagan : 3.1 Kerangka konsep

B. Hipotesis

Hipotesa dalam penelitian ini adalah hipotesa alternatif (Ha) yaitu ada hubungan antara sosial budaya dengan pemberian makanan pendamping ASI pada bayi 0-6 bulan.

Sosial budaya Pemberian Makanan Pendamping ASI Pada Bayi 0-6 Bulan


(43)

C. Defenisi Operasional N

o

Variabel Penelitian

Defenisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur

Hasil Ukur Skala Ukur Variabel Independen

1 Sosial Budaya

Hal yang komplek mencakup

pengetahuan,

kepercayaan, norma, adat istiadat, serta kebiasan masyarakat yang turun temurun.

Kuesioner Angket a. Positif, jika responden mendapatkan skor 22 – 44 b. Negatif, jika

responden mendapatkan skor 11 - 21

Nominal

Variabel Dependen 3 Makanan

Pendamping ASI dini

Memberikan makanan dan

minuman selain ASI atau PASI sebelum bayi berusia 6 bulan.

Kuesioner Angket a. Memberikan b. Tidak

memberikan


(44)

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan bersifat deskriptif korelasi dengan pendekatan cross sectional yang bertujuan untuk menggambarkan adanya hubungan antara sosial budaya dengan pemberian makanan pendamping ASI pada bayi 0-6 bulan di Dusun IX Desa Bandar Setia tahun 2015.

B. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti (Notoatmodjo, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang memiliki bayi berumur 0-6 bulan di Dusun IX Desa Bandar Setia sebanyak 38 orang.

2. Sampel

Sampel adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2010). Teknik pengambilan sampel yang digunakan penelitian ini menggunakan teknik total populasi yaitu seluruh populasi menjadi objek penelitian, yaitu sebanyak 38 orang.

C. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Dusun IX Desa Bandar Setia, dengan alasan memenuhi sampel dan mempunyai data yang memenuhi syarat data penelitian yang diperlukan sehingga lebih memudahkan peneliti untuk mengumpulkan data


(45)

dan untuk mendukung penulis dalam menyusun laporan Karya Tulis Ilmiah ini dan lokasi penelitian dapat dijangkau oleh peneliti.

D. Waktu Penelitian

Penelitian ini dimulai dari pengajuan judul, survei awal yang dilakukan pada bulan November 2014, konsul dengan dosen pembimbing ujian proposal, izin penelitian, pengumpulan data, pengolahan data, hingga akhirnya ujian hasil.

No Uraian kegiatan Bulan

Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli 2014 2014 2015 2015 2015 2015 2015 2015 2015

1 Pengajuan judul 2 Pembuatan proposal 3 Ujian proposal

4 Persiapan surat lokasi 5 Pengurusan surat izin 6 Pengumpulan data 7 Pengolahan data 8 Analisis data 9 Ujian hasil 10 Perbaikan KTI

E. Pertimbangan Etik Penelitian

Pertimbangan etik yang dilakukan dalam penelitian ini antara lain adalah : 1). Beneficience (menguntungkan responden) yaitu dengan tidak mencelakakan/

menyakiti responden (freedom from harm) dengan tidak memaksa dan menekan pasien untuk ikut dalam penelitian dan tidak menimbulkan situasi yang merugikan responden dengan memberikan waktu yang tepat untuk responden mengisi kuesioner (freedom from exploitation); 2). Respect from human dignity

(menghargai martabat manusia), yaitu hak untuk bebas menentukan apakah calon responden akan ikut berpartisipasi dalam penelitian ini atau tidak (the right to self determination) dengan membuat informed consent sehingga calon


(46)

responden tidak merasa terpaksa untuk dijadikan responden dalam penelitian ini, dan hak untuk mendapatkan informasi mengenai penelitian (the right to full disclosure) dengan memberitahukan calon responden maksud dan tujuan penelitian ;3). Justice (keadilan), yaitu hak untuk mendapatkan perlakuan yang adil (the right to fair treatment) dengan memberikan kesempatan kepada semua pasien untuk menjadi responden, dan menjaga kerahasiaan informasi yang diberikan responden (the right to privacy), dimana pada kuesioner tidak dicantumkan nama responden, namun hanya memberikan nomor responden (Polit & Hungler, 1999).

F. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian ini menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data. Kuesioner terdiri dari 11 pernyataan. Pernyataan dibuat berdasarkan variabel yang diukur yang terdapat pada kerangka konsep penelitian.

Kuesioner ini berisi pernyaataan untuk mengetahui sosial budaya masyarakat terhadap pemberian makanan pendamping ASI pada bayi 0 – 6 bulan. Dengan menggunakan skala likert, pernyataan dengan penyekoran jawaban Sangat Setuju (SS) diberi nilai 5 (lima), Setuju (S) diberi nilai 4 (empat), Kurang Setuju (KS) diberi nilai 3 (tiga), Tidak Setuju (TS) diberi nilai 2 (dua) dan jawaban Sangat Tidak Setuju (STS) diberi nilai 1 (satu) (Juliansyah, 2010).

Untuk mendapatkan kriteria digunakan perhitungan yaitu: menentukan skor terbesar dan terkecil. Skor terbesar : 11 x 5 = 55. Skor terkecil : 11 x 1 = 11. Menentukan nilail rentang (R). Rentang = skor terbesar – skor terkecil = 55–11 = 44. Menentukan nilai panjang kelas (i). Panjang kelas (i) = ��� ��� �

����� � � = 44


(47)

Menentukan skor kategori adalah a);Positif, bila responden memiliki skor 22 – 44. b) Negatif, bila responden memiliki skor 11 – 21

G. Uji Validitas dan Reliabilitas 1. Uji Validitas

Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur tersebut benar-benar mengukur apa yang diukur, untuk mengetahui apakah kuesioner yang disusun tersebut itu valid/sahih, maka perlu di uji dengan uji korelasi antara skor (nilai) tiap-tiap butir pertanyaan dengan skor total kuesioner tersebut (Juliansyah, 2011). Bila semua pertanyaan mempunyai korelasi yang bermakna (construct validity), berarti semua item (pertanyaan) yang ada didalam kuesioner itu mengukur konsep yang kita ukur. Pertanyaan yang diberikan kepada sekelompok responden sebagai sasaran uji coba. Kemudian pertanyaan tersebut diberi skor atau nilai jawaban sesuai masing-masing pertanyaan. Selanjutnya menghitung korelasi antara skor masing-masing dan skor total.

2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat dipercaya atau diandalkan. Hal ini berarti menunjukkan sejauh mana alat pengukur dikatakan konsisten, jika dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama. Untuk diketahui bahwa perhitungan/uji reliabilitas harus dilakukan hanya pada pertanyaan yang telah memiliki atau memenuhi uji validitas, jadi jika tidak memenuhi syarat uji validitas maka tidak perlu diteruskan untuk uji reliabilitas (Juliansyah, 2011). Cara


(48)

mengukur reliabilitas alat ukur pada penelitian ini menggunakan teknik sekali ukur yaitu dengan melihat nilai Alpha Cronbach.

Uji reliabilitas dengan rumus alpha yang diolah melalui program komputerisasi. Hasil yang didapat bahwa kuesioner dinyatakan reliabel karena α hitung > r tabel. Dimana α hitung sebesar 0,743 (hasil terlampir).

H. Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data yang digunakan adalah mengajukan permohonan survei awal pelaksanaan penelitian melalui bagian Pendidikan Fakultas Keperawatan USU. Setelah mendapat surat izin survei awal peneliti menyampaikan surat izin survei awal penelitian ke Kepala Desa Bandar Setia. Setelah itu peneliti langsung menuju ke Bidan Desa untuk mengumpulkan data melalui data yang sudah ada pada Bidan Desa yang di Dusun IX Desa Bandar Setia. Dengan kriteria responden yang diambil adalah ibu-ibu yang memiliki bayi 0-6 bulan.

I. Analisa Data

Analisa data dengan melakukan pengukuran terhadap masing-masing responden, lalu ditampilkan dengan tabel distribusi frekuensi. Metode statistik untuk analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah statistic univariat dan bivariat.

1. Univariat

Univariat digunakan untuk menjabarkan secara deskriptif mengenai distribusi frekuensi dan proporsi masing-masing variabel yaang diteliti, baik variabel bebas maupun variabel terikat (Sumantri, 2011).


(49)

2. Bivariat

Bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi. Analisis ini digunakan untuk menguji hipotesis dengan menentukan hubungan variabel bebas dan variabel terikat melalui Uji Statistik Chi Square (Sumantri, 2011).

Data ini digunakan untuk menguji hubungan sosial budaya dengan pemberian makanan pendamping ASI pada bayi 0-6 bulan. Dalam menganalisis data secara bivariat, pengujian data dilakukan dengan uji statistik chi-square yaitu untuk mengetahui hubungan variabel independen dengan variabel dependen pada derajat kemaknaan 95% (α=0,05).

Pengolahan data pada penelitian ini yaitu dengan pengolahan data menggunakan SPSS (Statistical Product and Service Solutions) data yang didapat kemudian diolah dengan langkah-langkah berikut :

1. Editing

Memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh atau dikumpulkan, apakah data tersebut sudah lengkap, jelas, relavan dan konsisten.

2. Scoring

Merupakan pemberian skor atau nilai setiap pertanyaan dan pertanyaan

scoring data berdasarkan variabel dalam penelitian ini adalah : a. Sosial budaya

Pengukuran atau penilaian sosial budaya dan langsung dapat dihitung dengan perhitungan persentase ≥22 dan <22. Dengan kategori sebagai berikut :

1. Positif : Jika responden mendapatkan skor 22 – 44 2. Negatif : Jika responden mendapatkan skor 11 – 21


(50)

3. Coding

Kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori.

a. Kode untuk variabel sosial budaya Kode 1 : Positif

Kode 2 : Negatif

b. Kode untuk variabel MP ASI dini Kode 1 : Memberikan

Kode 2 : Tidak Memberikan 4. Prossesing

Setelah semua kuesioner terisi penuh dan benar, serta telah melewati pengkodean, maka langkah selanjutnya adalah memproses data agar data yang sudah di entry dapat di analisis. Prosessing data dilakukan dengan cara meng-entry dari kuesioner ke program komputer (SPSS).

5. Cleaning

Cleaning (pembersihan data) merupakan kegiatan pengecekan kembali yang sudah di entry apakah ada kesalahan atau tidak. Kesalahan tersebut dimungkinkan terjadi pada saat kita meng-entry ke komputer.


(51)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Pada bab ini diuraikan hasil dan pembahasan penelitian mengenai hubungan sosial budaya dengan pemberian makanan pendamping ASI pada bayi 0 – 6 bulan di Dusun IX Desa Bandar Setia tahun 2015 dengan jumlah responden sebanyak 38 orang, yang kemudian dinilai dengan menggunakan instrumen kuesioner.

1. Analisa Univariat

Analisis univariat ini bertujuan untuk mengidentifikasi distribusi frekuensi data demografi responden berdasarkan umur, pekerjaan, pendidikan, suku, serta mengidentifikasi hubungan sosial budaya dengan pemberian makanan pendamping ASI pada bayi 0 – 6 bulan, peneliti menggunakan kuesioner yang berisi 11 pernyataan mengenai sosial budaya. Berikut ini akan dijabarkan hasil identifikasi karakteristik responden, serta hasil identifikasi hubungan sosial budaya dengan pemberian makanan pendamping ASI pada bayi 0 – 6 bulan.


(52)

a. Karakteristik responden

Tabel 5.1

Distribusi Responden Bedasarkan Karakteristik Pemberian Makanan Pendamping ASI di Dusun IX Desa Bandar Setia

2015 (n = 38)

No Karakteristik Frekuensi Persentase

1 Umur

20-29 30-39 18 20 47,4 52,6

2 Pekerjaan

IRT Wiraswasta PNS 20 13 5 52,6 34,2 13,2 3 Pendidikan

SD SMP SMA PT 7 16 10 5 18,4 42,1 26,3 13,2

4 Suku

Jawa 38 100

Berdasarkan Tabel 5.1 hasil penelitian dari 38 responden di Dusun IX Desa Bandar Setia diperoleh bahwa mayoritas responden berumur diantara 30-39 tahun sebanyak 20 orang (52,6%), menurut pekerjaan mayoritas responden bekerja sebagai IRT sebanyak 20 orang (52,6%), menurut pendidikan mayoritas responden berpendidikan SMP sebanyak 16 orang (42,1%), sedangkan menurut suku mayoritas memiliki suku Jawa sebanyak 38 orang (100%).

b. Sosial budaya

Tabel 5.2

Distribusi frekuensi sosial budaya dengan pemberian makanan pendamping ASI pada bayi 0 – 6 bulan di Dusun IX Desa

Bandar Setia Tahun 2015 (n = 38)

No. Kategori Frekuensi Persentase

1. Positif 29 76,3

2. Negatif 9 23,7


(53)

Berdasarkan Tabel 5.2 hasil penelitian dari 38 responden hasil penelitian diperoleh bahwa mayoritas sosial budaya responden adalah positif sebanyak 29 orang (76,3%). Sosial budaya positif artinya budaya itu mendukung tentang pemberian makanan pendamping ASI pada bayi 0-6 bulan, sedangkan sosial budaya negatif kebalikan dari sosial budaya positif dimana budaya itu tidak mendukung tentang pemberian makanan pendamping ASI pada bayi 0-6 bulan.

c. Pernyataan sosial budaya

Tabel 5.3

Distribusi frekuensi jawaban ibu yang memberikan makanan pendamping ASI pada bayi 0 – 6 bulan pada varibel sosial budaya

di Dusun IX Desa Bandar Setia Tahun 2015

No Pernyataan Pilihan jawaban Total

SS S KS TS STS

1 Bayi sebelum usia 6 bulan boleh diberikan nasi tim dan dicampur dengan pisang. 5 13,2% 6 15,8% 2 5,3% 23 60,5% 2 5,3% 38 100% 2 Bayi diberikan makanan tambahan atau

minuman selain ASI sebelum waktunya/sebelum usia 6 bulan yaitu agar bayi gemuk

5 13,2% 7 18,8% 1 2,6% 22 57,9% 3 7,9% 38 100%

3 Bayi diberikan minuman atau makanan tambahan sebelum usia 6 bulan karena merasa ASI saja tidak cukup gizinya untuk bayi 4 10,5% 6 15,8% 6 15,8% 19 50% 3 7,9% 38 100%

4 Bayi yang diberi minuman tambahan dengan memberikan bayinya susu formula maka dianggap mengikuti perkembangan jaman 5 13,2% 14 36,8% 14 36,8% 5 13,2% 0 0% 38 100%

5 Bayi diberikan air putih dan air teh sebelum bayi usia 6 bulan dapat membuat ibu menyusui lebih singkat (tanpa harus menyusui berjam-jam)

2 5,3% 13 34,2% 19 50% 4 10,5% 0 0% 38 100%

6 Bayi akan tidur nyenyak dan tidak rewel jika diberikan makanan tambahan sebelum usia 6 bulan

8 21,1% 12 31,6% 14 36,8% 4 10,5% 0 0% 38 100% 7 Bayi sebelum usia 6 bulan yang

diberikan makanan dan minuman tambahan selain ASI dapat meningkatkan berat badan bayi dan membuat bayi gemuk

6 15,8% 6 15,8% 13 34,2% 10 26,3% 3 7,9% 38 100%


(54)

8 Bayi yang diberi ASI mudah lapar dibandingkan bayi yang diberikan susu formula 4 10,5% 12 31,6% 17 44,7% 4 10,5% 1 2,6% 38 100% 9 Bayi akan tidur nyenyak dan tidak rewel

jika diberikan makanan tambahan sebelum usia 6 bulan

5 13,2% 8 21,1% 7 18,4% 15 39,5% 3 7,9% 38 100% 10 Susu fomula/PASI lebih unggul dari

pada ASI sehingga ibu akan lebih tertarik dengan iklan PASI dan memberikan MP-ASI sebelum bayi berusia 6 bulan

2 5,3% 11 28,9% 4 10,5% 18 47,4% 3 7,9% 38 100%

11 Saya juga sependapat dengan anggapan dari keluarga tentang pemberian MP-ASI sebelum usia 6 bulan itu benar

2 5,3% 9 23,7% 10 26,3% 11 28,9% 6 5,8% 38 100%

Berdasarkan Tabel 5.3 hasil penelitian dari 38 responden diperoleh mayoritas ibu menjawab pernyataan soal nomor 1 sebanyak 23 orang (60,5%) dengan pilihan jawaban Tidak Setuju (TS).

d. Makanan pendamping ASI

Tabel 5.4

Distribusi frekuensi pemberian makanan pendamping ASI pada bayi 0 – 6 bulan di Dusun IX Desa Bandar Setia

Tahun 2015 (n = 38)

No. Kategori Frekuensi Persentase

1. Memberikan 28 73,7

2. Tidak

memberikan

10 26,3

Total 38 100

Berdasarkan Tabel 5.4 hasil penelitian dari 38 responden hasil penelitian diperoleh bahwa mayoritas memberikan makanan pendamping ASI pada bayi 0 – 6 bulan sebanyak 28 orang (73,7%).


(55)

2. Analisa Bivariat

Analisis data yang digunakan adalah Chi Square yaitu digunakan untuk mencari ada atau tidak ada hubungan sosial budaya dengan pemberian makanan pendamping ASI pada bayi 0 – 6 bulan di Dusun IX Desa Bandar Setia Tahun 2015.

Tabel 5.5

Distribusi frekuensi sosial budaya dengan pemberian makanan pendamping ASI pada bayi 0 – 6 bulan di Dusun IX Desa Bandar Setia

Tahun 2015 (n = 38) No Sosial

budaya

Makanan pendamping ASI Total P (Value) Memberikan Tidak

Memberikan

f % f % f %

1 Positif 27 93,1 2 6,9 29 100 0,001

2 Negatif 1 11,1 8 88,9 9 100

Total 28 73,7 10 26,3 38 100

Dari Tabel 5.5 dapat dilihat bahwa dari 29 responden yang sosial budaya positif mayoritas memberikan makanan pendamping ASI sebanyak 27 orang (93,1%), dan dari 9 responden yang sosial budaya negatif mayoritas tidak memberikan makanan pendamping ASI sebanyak 8 orang (88,9%). Berdasarkan uji statistik diperoleh nilai p= (0,001) < α = 0,05. Maka hipotesis ditetapkan adalah Ho

ditolak atau Ha diterima, berarti ada hubungan sosial budaya dengan pemberian makanan pendamping ASI pada bayi 0 – 6 bulan di Dusun IX Desa Bandar Setia Tahun 2015.


(56)

B. Pembahasan

1. Interprestasi dan hasil diskusi a. Karakteristik responden

Berdasarkan data demografi responden hasil penelitian dari 38 responden di Dusun IX Desa Bandar Setia diperoleh bahwa mayoritas responden berumur diantara 30-39 tahun dengan frekuensi 20 orang (52,6%), pekerjaan sebagai Ibu Rumah Tangga (IRT) sebanyak 20 orang (52,6%), berpendidikan SMP sebanyak 16 orang (42,1%), dan suku Jawa sebanyak 38 orang (100%).

b. Sosial budaya

Berdasarkan dari 11 pernyataan mengenai sosial budaya tentang pemberian makanan pendamping ASI pada bayi 0 – 6 bulan, didapat bahwa responden yang diperoleh bahwa mayoritas sosial budaya responden adalah positif sebanyak 29 orang (76,3%). Dapat disimpulkan bahwa mayoritas responden masih menganggap masih kentalnya sosial budaya yang di anut oleh masyarakat setempat ataupun oleh orang terdahulunya dari responden penelitian.

Menurut Suparyanto (2013), sosial budaya adalah hal yang komplek yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, norma, hukum, adat-istiadat, kemampuan-kemampuan, serta kebiasaan. Masyarakat kurang menyadari bahwa kurang mengetahui beberapa tradisi dan sosial budaya yang bertentangan dari segi kesehatan yang dimana hal ini tentunya berkaitan atau tidak terlepas dari suatu pendidikan.


(57)

Sedangkan menurut penelitian yang dilakukan oleh Yuliarsi (2012) di Depok Jawa Barat bahwa sosial budaya tidak berpengaruh terhadap pemberian makanan pendamping ASI karena sebagian besar ibu (69,9%) dengan sosial budaya positif tetap memberikan ASI Eksklusif. Penelitian para ahli menjelaskan mengapa jumlah ibu yang menyusui bayinya cenderung menurun adalah karena semakin banyak ibu bekerja dan adanya anggapan bahwa menyusui adalah lambang keterbelakangan budaya dan alasan estetika. (Sjahnien (2008), dalam jurnal ilmiah kesehatan keperawatan (2015).

Pemberian MP ASI pada bayi merupakan hal yang sudah dilakukan secara bertahu-tahun lamanya dan secara turun temurun merupakan budaya di masyarakat Jawa. Karna dilihat dari penelitian ini 100% masyarakat suku Jawa yang melakukan pemberian MP ASI dini kemungkinan karena suku Jawa cenderung masyarakat itu mempunyai pemikiran bahwa anak yang diberikan ASI masih menangis berarti bayi ini masih lapar dan harus diberikan makanan, biasanya yang sering diberikan yaitu pisang atau nasi yang dilembutkan, memang pada kenyataannya setelah diberikan makanan tersebut bayi menjadi tenang dan tidur sehingga akhirnya masyarakat Jawa berpikir bahwa ini baik diberikan pada usia dibawah 6 bulan dan memang sampai sekarang masih ada yang melakukan mereka tahu ataupun tidak tahu tetap melakukan.

c. Pemberian makanan pendamping ASI pada bayi 0 - 6 bulan

Dari 11 pernyataan untuk mengetahui frekuensi mengenai pemberian makanan pendamping ASI pada bayi 0 – 6 bulan diperoleh


(58)

bahwa mayoritas responden memberikan makanan pendamping ASI sebelum waktunya sebanyak 28 orang (73,7%).

Dalam penelitian Suhardjo (2003), mayoritas responden adalah ibu rumah tangga namun responden memberikan makanan pendamping ASI pada saat bayi dibawah 6 bulan. Hal ini disebabkan karena ibu memiliki keyakinan yang dilatarbelakangi aspek budaya bahwa bayi akan rewel jika hanya diberikan ASI ekskusif selama 6 bulan sehingga ibu tersebut memutuskan memberikan makanan pendamping ASI kurang dari 6 bulan. Meskipun ibu rumah tangga memiliki banyak waktu dala m memberikan ASI, namun aspek budaya ini sangat kental sehingga ibu mulai mengenalkan makanan pendamping ASI sebelum usia 6 bulan faktor yang mempengaruhi pemberian makanan pendamping ASI terlalu dini, seperti sosial budaya yang ada pada lingkungan setempat.

Hasil penelitian yang saya lakukan bahwasannya responden sosial budayanya yang memberikan makanan pendamping ASI pada bayi 0 – 6 bulan bermayoritas suku Jawa, responden menganggap bahwa makanan pendamping ASI sangat dibutuhkan bagi bayinya, alasannya takut bayi akan kelaparan jika diberikan ASI saja, agar bayi cepat gemuk dan tidak rewel. Meskipun mayoritas pekerjaan responden sebagai ibu rumah tangga, responden tetap memberikan makanan pendamping ASI pada bayinya, padahal pekerjaan sebagai ibu rumah tangga seharusnya mempunyai peluang untuk memberikan bayinya ASI ekslusif. Hal ini dipengaruhi oleh kepercayaan/keyakinan suatu desa yang menganggap tindakan memberikan makanan pendamping ASI pada bayi sebulum usia 6 bulan itu benar.


(59)

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Mubin, M.F & Puji, A (2008) dari analisis korelasi daat disimpulkan ada hubungan sosial budaya (tradisi) dengan pemberian makanan pendamping ASI, yang artinya masyarakat tau usia berapa dan kapan MP ASI diberikan kepada bayinya. Hal ini disebabkan karena sosial budaya (tradisi) daerah setempat baik. Pemberian makanan tambahan sudah menjadi tradisi yang sangat kuat di kalangan masyarakat, yang didasariatas pertimbangan ibu -ibu tentang kebutuhan makanan anak. Menurut Wiryo (2007) di daerah pedesaan kebanyakan masyarakat terbiasa memberikan nasi atau pisang sebagai makanan tambahan kepada bayi.

Williams, L & Wilkins (2006) dalam jurnal Setiawan (2009), pemberian makanan pendamping ASI dini sama saja dengan membuka gerbang masuknya berbagai jenis kuman penyakit. Hasil riset menunjukkan bahwa bayi yang mendapatkan makanan pendamping ASI sebelum usia 6 bulan lebih banyak terserang diare, sembelit, batuk pilek, dan panas dibandingkan bayi yang mendapatkan ASI ekslusif.

d. Hubungan sosial budaya dengan pemberian makanan pendamping ASI pada bayi 0 – 6 bulan

Berdasarkan perhitungan uji statistik terhadap 38 responden, dapat digambarkan hasil yang diperoleh dengan nilai chi square sebesar 0,001 yang berarti ada hubungan sosial budaya dengan pemberian makanan pendamping ASI pada bayi 0 – 6 bulan.

Hasil tersebut sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Daulat Ginting, dkk (2012), bahwa hasil uji statistik diperoleh nilai p < 0,001 maka dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh secara bermakna antara


(60)

sosial budaya dengan pemberian MP-ASI dini pada bayi usia <6 bulan. Hasil analisis ini juga sesuai dengan hasil penelitian Safrina di Kota Langsa dan hasil penelitian Asdani Padang di Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah, yang menyatakan bahwa ada pengaruh sosial budaya terhadap pemberian MP-ASI dini pada bayi usia <6 bulan. 2. Keterbatasan penelitian

Pada penelitian ini, peneliti merasakan masih banyak keterbatasan yang dihadapi dalam melaksanakan penelitian, hingga penyajian hasil. Adapun keterbatasan dalam penelitian ini antara lain meliputi : keterbatasan waktu untuk mengganti soal pernyataan yang tidak valid, keterbatasan waktu untuk memantau satu per satu responden dalam pengisian kuesioner, pengungkapan ide serta pendapat yang kurang tepat, penggunaan data, teknik pengolahan data, serta analisa data yang kurang sempurna.

3. Implikasi terhadap pelayanan kebidanan dan penelitian kebidanan a. Untuk asuhan kebidanan

Penelitian ini memberikan informasi kepada pelayanan kebidanan dalam memberikan penjelasan tentang pemberian makanan pendamping ASI pada bayi sehingga tidak ada lagi ibu-ibu yang memberikan MP ASI terlalu dini/ usia kurang dari 6 bulan pada bayinya

b. Hasil penelitian ini dapat dijadikan informasi tambahan bagi pengembang ilmu kebidanan khususnya tentang makanan pendamping ASI pada bayi agar dapat menerapkan kapan dan usia berapa bayi baru bisa diberikan MP ASI.


(61)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian hubungan sosial budaya dengan pemberian makanan pendamping ASI pada bayi 0 – 6 bulan di Dusun IX Desa Bandar Setia Tahun 2015 maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Dari 38 responden berdasarkan karakteristik responden diperoleh bahwa mayoritas responden berumur diantara 30-39 tahun sebanyak 20 orang (52,6%), menurut pekerjaan mayoritas reponden bekerja sebagai IRT sebanyak 20 orang (52,6%). Menurut pendidikan mayoritas responden berpendidikan SMP sebanyak 16 orang (42,1%), sedangkan menurut suku mayoritas responden memiliki suku Jawa sebanyak 38 orang (100%). 2. Dari 38 responden berdasarkan sosial budaya terhadap pemberian

makanan pendamping ASI pada bayi 0 – 6 bulan, dapat digambarkan hasilnya yaitu mayoritas sosial budaya responden adalah positif sebanyak 29 orang (76,3%).

3. Dari 38 responden berdasarkan frekuensi pemberian makanan pendamping ASI pada bayi 0 – 6 bulan, dapat digambarkan hasil yaitu mayoritas memberikan makanan pendamping ASI sebanyak 28 orang (73,7%).

4. Dari 29 responden yang sosial budaya positif mayoritas memberikan MP ASI sebanyak 27 orang (93,1%), dan dari 9 responden yang sosial budaya negatif mayoritas tidak memberikan MP ASI sebanyak 8 orang (88,9%).


(62)

signifikan antara sosial budaya dengan pemberian makanan pendamping ASI pada bayi 0 – 6 bulan di Dusun IX Desa Bandar Setia tahun 2015. B. Saran

1. Bagi Institusi Pendidikan khususnya D-IV Bidan Pendidik

Hasil penelitian yang diperoleh diharapkan dapat menjadi masukan bagi setiap pembaca baik mahasiswi D-IV bidan pendidik maupun yang lain, dan untuk memperkarya konsep dan teori yang menyokong perkembangan ilmu pengetahuan kebidanan, khususnya yang berkaitan dengan pemberian makanan pendamping ASI pada bayi.

2. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya dan dapat dikembangkan pada penelitian berikutnya dalam lingkup yang lebih luas.


(63)

DAFTAR PUSTAKA

Abdulkadir, M. (2008). Ilmu Sosial Budaya Dasar. PT Cipta Aditya Bakti : Bandung Aning, I.P., & Kritianto, Y. (2014). MPASI Makanan Pendamping ASI Superbaby.

Genta Group Production : Surabaya

Baharuddin, Warfina, & Nurul, A. (2008). Pemberian Makanan Pendamping ASI pada Bayi 0-6 Bulan. jurnal www.nasuwakes.poltekes-aceh.ac.id/.../.

Candra, D. (2014). Hubungan Sosial Budaya dan Pengetahuan Dalam Pemberian MP-ASI Dini Pada Ibu Yang Mempunyai Bayi 0-6 Bulan.

Ejournal/indek.php/stikes/donload/.../18522

Ginting, D, Murni, & Yetty, S. (2012). Pengaruh karakteristik, faktor internal dan eksternal ibu

terhadap pemberian mp-asi dini pada bayi usia <6 bulan.

Jurnal.pustaka.unpad.ac.id....

Haryono, R,. Sutianingsih, S. (2014). Manfaat ASI Ekslusif Untuk Buah Hati Anda.

Gosyen Publishing : Yogyakarta

IBI. (2008). 50 Tahun Ikatan Bidan Indonesia. Sofyan Mustika : Jakarta

Juliansyah, N. (2011). Metodologi Penelitian. Kencana Prenadamedia Group : Jakarta

Khasanah, N. (2013). ASI atau susu formula ya?. Flashbook : Jogjakarta

Notoatmodjo, 2010, Metode Penelitian dan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Jakarta Riksani, R. (2012). Keajaiban Air Susu Ibu (ASI). Dunia Sehat : Jakarta

Roesli, U. (2012). Panduan Inisiasi Menyusui Dini plus ASI Ekslusif. Pustaka Bunda : Jakarta

Rukiyah, A.Y,. Yulianti L. (2011). Asuhan Kebidanan I (Kehamilan). Trans Info Media : Jakarta

Saleh,S.L,O. (2011). Faktor-faktor yang menghambat praktek ASI ekslusif pada bayi usia 0-6 bulan. Jurnal.core.ac.uk/download/pdf/11734484.pdf

Sudaryanto, G. (2014). MPASI Super Lengkap. Niaga Swadaya : Jakarta

Sumantri, H.A. (2013). Metodologi Penelitian Kesehatan. Prenada Media Group : Jakarta

Suparyanto. (2013). Sekelias Tentang Pemberian Makanan Pendamping ASI. Premedia Group : Jakarta


(64)

Suratman, Ratih, Saleh, H. (2014). Ilmu Sosial Budaya Dasar. Intimedia : Malang Syafrudin, dkk. (2011). Untaian Materi Penyuluhan KIA (Kesehatan Ibu dan Anak).

Trans Info Media : Jakarta

Syafrudin. (2009). Sosial Budaya Dasar Untuk Mahasiswa Kebidanan. Trans Info Media : Jakarta

Wargina, R, dkk. (2013). Hubungan Pemberian MP-ASI Dini dengan Status Gizi Bayi Umur 0-6 Bulan. Jurnal unej.ac.id/index.php/JPK/article/download/519375. Wulandari, dkk. (2013). Hubungan pemberian MP ASI dini terhadap kejadian ISPA

pada byai 0-6 bulan. Joernal.unri.ac.id:80/handle/123456789/4121

Yanto, B, dkk. (2015). Hubungan ketersediaan fasilitas penunjang terhadap keberhasilan pemberian asi ekslusif pada ibu yang bekerja sebagai tenaga kesehatan. Jurnal ilmiah kesehatan keperawatan, Volume 11.

Yulfira, M, dkk. (2005). Faktor-Faktor Sosial Budaya Yang Melatar Belakangi Pemberian ASI Ekslusif. Ejournal.litbang.depkes.go.id.


(65)

PENJELASAN KEPADA CALON RESPONDEN

Assalammualaikum Wr. Wb/Salam Sejahtera Dengan Hormat,

Nama saya Nella Destari, sedang menjalankan pendidikan di program D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan USU. Saya sedang melakukan penelitian yang berjudul “Hubungan Sosial Budaya Dengan Pemberian Makanan Pendamping ASI Pada Bayi 0-6 Bulan”.

Persiapan menyusui pada masa kehamilan merupakan hal yang penting karena dengan persiapan dini ibu akan lebih baik dan siap untuk menyusui bayinya. Setiap ibu untuk percaya dan yakin bahwa ibu akan sukses dalam menyusui bayinya, meyakinkan ibu akan keuntungan Air Susu Ibu (ASI) dan kerugian susu buatan/formula (Rukiyah, 2009).

Makanan pendamping ASI adalah makanan atau minuman yang mengandung gizi diberikan kepada bayi/anak untuk memenuhi kebutuhan gizinya. MP-ASI merupakan proses transisi dari asupan yang semata berbasis susu menuju ke makanan yang semi padat. Untuk proses ini juga dibutuhkan keterampilan motorik oral. Ketarampilan motorik oral berkembang dari reflex menghisap menjadi menelan makanan yang berbentuk bukan cairan dengan memindahkan makanan dari lidah bagian depan ke lidah bagian belakang (Syafrudin, dkk, 2011).

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan sosial budaya ibu dengan pemberian makanan pendamping ASI pada bayi 0-6 bulan.

Saya sebagai peneliti akan melakukan pembagian kuesioner kepada ibu -ibu yang memiliki bayi 0-6 bulan.


(66)

Partisipasi ibu-ibu bersifat sukarela dan tanpa paksaan. Setiap data yang ada dalam penelitian ini akan dirahasiakan dan digunakan untuk kepentingan peneliti. Untuk penelitian ini ibu-ibu tidak akan dikenakan biaya apapun. Bila ibu-ibu membutuhkan penjelasan, maka dapat menghubungi saya :

Nama : Nella Destari

Alamat : Jl. Jamin Ginting Padang Bulan No. Hp : 087730507091

Terima kasih saya ucapkan kepada ibu-ibu yang telah ikut berpartisipasi pada penelitian ini. Keikutsertaan ibu-ibu dalam penelitian ini akan menyumbangkan sesuatu yang berguna bagi ilmu pengetahuan.

Setelah memahami berbagai hal yang menyangkut penelitian ini diharapkan ibu-ibu bersedia mengisi lembar persetujuan yang telah kami persiapan.

Medan, April 2015

Peneliti


(1)

singkat (tanpa harus menyusui berjam-jam). 6 Bayi akan tidur nyenyak dan tidak rewel jika

diberikan makanan tambahan sebelum usia 6 bulan.

7 Bayi sebelum usia 6 bulan yang diberikan makanan dan minuman tambahan selain ASI dapat meningkatkan berat badan bayi dan membuat bayi gemuk.

8 Bayi yang diberi ASI mudah lapar dibandingkan bayi yang diberikan susu formula

9 Bayi akan tidur nyenyak dan tidak rewel jika diberikan makanan tambahan sebelum usia 6 bulan.

10 Susu fomula/PASI lebih unggul dari pada ASI sehingga ibu akan lebih tertarik dengan iklan PASI dan memberikan MP-ASI sebelum bayi berusia 6 bulan

11 Saya juga sependapat dengan anggapan dari keluarga tentang pemberian MP-ASI sebelum usia 6 bulan itu benar

C. Makanan Pendamping ASI dini

Apakah ibu memberikan makanan dan minuman selain Air Susu Ibu (ASI) pada bayi sebelum usia 6 bulan ?

a. Ya b. Tidak


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Nella Destari

Tempat/Tanggal Lahir : Dusun Tua/11 Desember 1992

Agama : Islam

Alamat : Kecamatan Kelayang, Kabupaten Indragiri Hulu, Provinsi RIAU

Riwayat Pendidikan

1. Tahun 1999-2005 : SD Negeri 007 Kelayang 2. Tahun 2005-2008 ` : SMP Negeri 4 Kelayang 3. Tahun 2008-2011 : SMK Negeri 1 Rengat

4. Tahun 2011-2014 : D-III Kebidanan Harapan Mama Medan

5. Tahun 2014-2015 : Mengikuti Pendidikan D-IV Bidan Pendidik di Universitas Sumatra Utara Fakultas Keperawatan