-1.52
Hal ini dapat dilihat secara visual, yaitu semakin keruhnya media maka OD semakin
tinggi, artinya semakin bertambahnya
populasi sel di dalam media. Peningkatan jumlah populasi sel biasanya
terjadi pada fase eksponensial, yaitu saat proses metabolisme sel di dalam tubuh bakteri
masih terus berjalan aktif. Hal ini
menyebabkan daya serap bakt eri terhadap Na
2
SeO
3
yang diasup dari dalam media tumbuh cukup tinggi. Proses akumulasi ini
mendorong terjadinya peningkatan kandungan Se total di dalam sel bakteri termofilik.
0.2 0.4
0.6 0.8
1 1.2
1 2
3 4
5 6
7
Waktu inkubasi hari Absorbansi
14Ka Se 14Ka + Se
20K Se 20K + Se
22a Se 22a + Se
23a1 Se 23a1 + Se
Gambar 8 Kurva inkubasi
Proses Penyuburan dan Pemanenan Biomassa Sel
Biomassa sel dalam jumlah banyak dapat diperoleh dengan proses penyuburan dan
pemanenan. Proses penyuburan bakteri penting dilakukan karena sel membutuhkan
nutrisi yang cukup untuk kelangsungan hidupnya. Setelah proses penyuburan, bakteri
dipanen dalam media
tumbuhnya lalu ditimbang bobot selnya.
Berdasarkan hasil pengamatan pada media yang diberi asupan Na
2
SeO
3
1.0027 ppm , isolat 14Ka memiliki biomassa terbesar
0.4856 g dan isolat 23a1 memiliki biomassa terendah 0.2028 g. Sementara itu, pada
media tanpa asupan Na
2
SeO
3
1.0027 ppm , isolat 14Ka memiliki biomassa tertinggi
0.4931 g, sedangkan isolat 23a1 memiliki biomassa terendah 0.2007 g Gambar 9.
Pemberian asupan N a
2
SeO
3
1.0027 ppm pada media pertumbuhan bakteri dapat
mempengaruhi jumlah biomassa sel bakteri tersebut. Pada isolat 20K dan 23a1 yang diberi
asupan N a
2
SeO
3
1.0027 ppm terjadi peningkatan biomassa sel, yaitu sebesar
39.58 dan 1.05. Sementara itu, pada isolat 14Ka dan 22a yang diberi asupan Na
2
SeO
3
1.0027 ppm terjadi penurunan biomassa sel , yaitu sebesar 1.52 dan 24.15 Gambar 9.
Menurut Ponce dalam Dumont 2006, semakin banyak senyawa Se yang ditambahkan dalam
media tumbuh maka pertumbuhan sel akan terhambat.
Penyamaan OD hingga nilainya berkisar antara 0.5-0.8 di dalam media dengan
maupun tanpa penambahan Na
2
SeO
3
1.0027 ppm dilakukan sebelum pemanenan sel.
Proses ini menggunakan larutan NaCl fisiologis NaCl 0.85 dengan tujuan untuk
mencegah pecahnya sel di dalam media sehingga Se yang terkandung di dalam bakteri
tersebut tidak keluar dari sel.
Proses pemanenan biomassa sel dilakukan dengan metode sentrifugasi, yaitu
proses pemisahan yang didasarkan pada bobot selnya. Sentrifugasi untuk sel bakteri
dilakukan dengan kecepatan 20.000 rpm selama 10 menit pada suhu 4
o
C. Sel yang didapat
dalam bentuk padatan pelet didiamkan di dalam laminar selama 1 hari
pada suhu kamar agar media di dalamnya menguap, sehingga diperoleh biomassa sel
kering.
0.05 0.1
0.15 0.2
0.25 0.3
0.35 0.4
0.45 0.5
Biomassa Sel g
14 Ka 20K
22a 23a1
Kode isolat
Dengan Se Tanpa Se
Gambar 9 Kurva biomassa sel bakteri Nilai diatas diagram menunjukkan
“persentase perubahan biomassa sel”
Penentuan Kurva Standar
Saat ini, teknik penimbangan lebih banyak digunakan untuk membuat larutan
standar dibandingkan teknik volumetri pemipetan. Teknik penimbangan memiliki
beberapa keuntungan, yaitu keakuratannya
39.58
-24.15
1.05
tinggi dikarenakan kesalahan atau galatnya lebih kecil, dapat dikoreksi balik menjadi
konsentrasi yang sebenarnya, serta tidak dipengaruhi oleh temperatur.
Konsentrasi selenium pada sampel dapat diperoleh dengan membuat kurva standar Se,
sehingga diperoleh garis linier dengan
persamaan umum sebagai berikut:
y = ax + b y
sebagai absorban terbaca alat,
x sebagai konsentrasi Se terbaca alat,
a
sebagai slope kemiringan garis regresi,
b sebagai intercept
Kurva standar juga dapat digunakan untuk mengetahui Limit of Detection LOD ,
yaitu konsentrasi terendah suatu analit dalam sampel yang masih dapat terdeteksi oleh alat
dalam hal ini GF-AAS, walaupun tidak selalu dikuantifikasi dan digunakan sebagai
acuan penentuan konsentrasi Se pada sampel yang sebenarnya. LOD diukur dari standar
deviasi SD respon dan slope S dari kurva kalibrasi dengan persamaan sebagai berikut:
LOD = 3S
yx
slope
Hasil analisis regresi penentuan konsentrasi Se pada kontrol media Heterotrof
cair diperoleh persamaan garis linier sebagai berikut Gambar 10:
y = 0.0015 x + 0.0074 r = 0.9926 dan LOD = 7.80 ppb
Hasil analisis regresi penentuan konsentrasi Se pelet pada pengenceran
pertama menghasilkan persamaan sebagai berikut Gambar 11:
y = 0.0017x + 0.0073 r = 0. 9937 dan LOD = 6.88 ppb.
Hasil analisis regresi penentuan konsentrasi Se pelet pada pengenceran kedua
menghasilkan persamaan sebagai berikut Gambar 12:
y = 0.0018 x + 0.0070 r = 0.9963 dan LOD = 5.33 ppb
Koefisien korelasi r yang mendekati nilai 1 merupakan syarat dari linieritas kurva
standar. Koefisien korelasi dari kurva standar yang dibuat diperoleh nilai diatas 0,9, artinya
terdapat korelasi antara konsentrasi standar Se dengan absorbansi yang terbaca, sehingga
diharapkan hasil analisis nya akur at.
Berdasarkan kurva standar, diperoleh nilai LOD sekitar 5–8 ppb yang menunjukkan
batas respon keakuratan hasil pengukuran. Apabila nilai kandungan Se total sampel yang
terbaca di bawah LOD berarti tidak memberikan respon yang akurat. Analisis
sampel harus dilakukan pada waktu yang sama dengan pembuatan larutan stok Se,
dikarenakan kestabilan larutan stok dalam tingkat ppb sangat kecil.
y = 0.0015x + 0.0074 r = 0.9926
0.02 0.04
0.06 0.08
0.1
10 20
30 40
50 60
Konsentrasi ppb Absorbansi unit
Gambar 10 Kurva standar media heterotrof
y = 0.0017x + 0.0073 r = 0.9937
0.02 0.04
0.06 0.08
0.1
10 20
30 40
50 60
Konsentrasi ppb Absorbansi unit
Gambar 11 Kurva standar pengenceran pertama
y = 0.0018x + 0.007 r = 0.9963
0.02 0.04
0.06 0.08
0.1
10 20
30 40
50 60
Konsentrasi ppb Absorbansi unit
Gambar 12 Kurva standar pengenceran kedua
Penentuan Kandungan Se Total
Kandungan Se total
merupakan banyaknya senyawa-senyawa Se dalam
satuan gram pada sampel. Konsentrasi Se total µ
g Seg biomassa didapatkan dari hasil kali konsentrasi Se yang terbaca pada alat dengan
faktor pengenceran total sampel. Adapun kandungan Se total
µ g didapat dari nilai
konsentrasi Se total dikalikan dengan bobot biomassa sel.
Kandungan Se total pada kontrol media heterotrof cair dengan asupan Se ialah sebesar
0.2043 µ
g. Sementara itu, kontrol yang tanpa asupan Se tidak ada serapan yang terbaca.
Analisis kandungan Se total juga dilakukan pada komposisi media Heterotrof cair, yaitu
bacto peptone dan triptone. Hasil yang diperoleh menunjukkan tidak terdapat
senyawa Se di dalamnya.
Hasil perbandingan kandungan Se total pada pelet termofilik antara yang diberi
asupan dan tanpa asupan Na
2
SeO
3
1.0027 ppm diperoleh perbedaan yang cukup nyata pada
kode 14Ka dan 20K. Kandungan Se total isolat 14Ka, 20K dan 23a1 yang diberi asupan
Na
2
SeO
3
1.0027 ppm lebih
tinggi dibandingkan dengan isolat yang tanpa
asupan, yaitu secara berurutan sebesar 2.1378 µ
g, 1.0031 µ
g, 0.0537 µ
g. Artinya, isolat yang diberi asupan Na
2
SeO
3
1.0027 ppm lebih banyak dalam mengakumulasi Se. Sebaliknya,
kandungan Se pada isolat 22a yang diberi asupan Na
2
SeO
3
1.0027 ppm sedikit lebih rendah dibandingkan dengan isolat tanpa
asupan Se, yaitu sebesar 0.0313 µ
g Gambar 13. Berdasarkan data yang diperoleh, terlihat
bahwa pelet pada isolat 14Ka memiliki kandungan Se total paling tinggi dibandingkan
pelet pada ketiga isolat lainnya.
Perbedaan kandungan Se total pada keempat isolat antara supernatan yang diberi
asupan Na
2
SeO
3
1.0027 ppm dan tanpa asupan terlihat sangat nyata. Hasil pengamatan
menunjukkan bahwa supernatan pada isolat 14Ka, 20K, 22a, dan 23a1 yang diberi asupan
Na
2
SeO
3
1.0027 ppm memiliki kandungan Se total lebih tinggi dibandingkan dengan
supernatan tanpa asupan, yaitu berturut-turut sebesar 0.6292
µ g, 0.4917
µ g, 0.5802