17 menginduksi embrio somatik tanpa dikombinasi dengan zat pengatur tumbuh
lainnya Murthy et al. 1995, merangsang proliferasi tunas dan regenerasi organ adventif tanaman berkayu Huetteman dan Preece, 1993, meningkatkan
kecepatan proliferasi protocorm-like body PLB, menginduksi pembentukan PLB Ernst, 1994. Selain itu TDZ dapat menginduksi absisi daun kapas melalui
peningkatan etilen endogen Suttle, 1985. Penggunaan sitokinin dengan konsentrasi tinggi akan berpengaruh negatif yaitu menghambat perpanjangan
tunas dan inisiasi akar Cymbidium sinense Willd Chang dan Chang, 2000, menghasilkan tunas hiperhid rik pada tanaman ubi kayu Konan et al. 1997,
menyebabkan vitrifikasi yaitu suatu kondisi fisiologi in vitro yang menyebabkan disorganisasi seluler Ziv, 1991. Pengaruh negatif lainnya adalah menyebabkan
munculnya kalus pada bagian dasar eksplan Lakshmanan et al. 1997, pembengkakan akar dan pertumbuhan akar terhenti Fratini dan Ruiz, 2002,
produksi etilen meningkat Kevers dan Gasper, 1985.
2.6. Kestabilan Genetik dalam Perbanyakan In Vitro
Stabilitas klonal merupakan faktor yang sangat penting dalam perbanyakan mikro secara komersial George dan Sherrington, 1984. Stabilitas
genetik eksplan dalam kultur in vitro tergantung pada derajat struktur, organisasi dan pengaruh lingkungan aseptik yang menyertai ekspresi potensi variabilitas
Rice et al. 1992. Stabilitas genetik eksplan seringkali tidak dapat dipertahankan selama atau setelah melalui proses in vitro sehingga muncul variasi yang disebut
variasi somaklonal. Penyebab munculnya variasi somaklonal ada dua kemungkinan yaitu
variasi genetik genetic variation yang memang sudah ada dalam eksplan dan variasi induksi induce variation atau variasi epigenetik yang muncul selama fase
kultur jaringan. Variasi genetik bersifat stabil baik melalui perbanyakan seksual dan aseksual, sedangkan variasi epigenetik tidak stabil walaupun melalui
perbanyakan aseksual Evans et al. 1984. Variasi genetik yang ada dalam eksplan pre-existing variation dapat berasal dari eksplan multiseluler dan
tanaman kimera. Eksplan biji atau kecambah terdiri atas beberapa tipe sel dapat mengalami ketidakstabilan genetik secara spontan selama kondisi in vitro. Variasi
18 induksi dapat disebabkan oleh zat pengatur tumbuh, tipe regenerasi, kultivar atau
klon tanaman, jumlah kromosom level ploidi, sumber eksplan, umur kultur dan frekuensi subkultur, kecepatan proliferasi, agen mutagenik serta lingkungan kultur
kondisi kultur Cote et al. 1993; Skirvin et al. 1994. Variasi somaklonal dapat terjadi pada gen tunggal atau multi gen yang disebabkan adanya perubahan basa-
basa DNA, gen, kromosom atau genom Orton, 1984. Eksplan yang berasal dari bagian tanaman yang mempunyai mata tunas
seperti mata tunas aksilar, apeks dan meristem, kemungkinan terjadinya variasi lebih kecil dibandingkan eksplan yang tidak mempunyai meristem calon tunas
seperti daun, akar, dan protoplas Skirvin et al. 1994. Variasi yang muncul pada meristem tunas atau mata tunas aksilar dapat ditekan karena derajat stabilitasnya
tinggi dan lebih plastis Rice et al. 1992. Penggunaan sitokinin dan zat pengatur tumbuh lainnya dalam konsentrasi
tinggi meningkatkan frekuensi tanaman regeneran tumbuh abnormal. Pada strawberi penggunaan adenin sulfat tanpa sitokinin dapat meningkatkan
kemantapan dan mengurangi munculnya off-type. Off-type mungkin disebabkan
oleh kecepatan multiplikasi yang tinggi pada media yang mengandung BAP Rice et al. 1992. Brand dan Kiyomoto 1997 menyarankan dalam kultur jaringan
Rhododendron sebaiknya digunakan sitokinin konsentrasi rendah agar diperoleh tunas yang vigor dan variasi minimum.
Tipe regenerasi melalui perbanyakan tunas aksilar dapat mengurangi kemungkinan munculnya variasi somaklonal dibandingkan tipe regenerasi melalui
tunas adventif dan embriogenesis Karp, 1989. Variasi yang muncul dari mata tunas aksilar mungkin disebabkan oleh variasi yang sudah ada pre-existing atau
induksi sela ma pembentukan kalus. Pada setiap tahap dalam perbanyakan in vitro sebaiknya dihindari kemungkinan terbentuknya kalus karena kalus sering
berasosiasi dengan variasi somaklonal, dan hubungan antara keduanya sangat kuat. Munculnya kalus akan merangsang munculnya enzim penginduksi stress
dan produk sampingan khusus McClintock,1984 dalam Skirvin et al. 1994 Beberapa kultivar dalam satu spesies tanaman menunjukkan tingkat variasi
yang berbeda. Terdapat kultivar yang menunjukkan variasi yang berlebihan, sedangkan yang lainnya stabil. Hwang dan Ko 1986 menyatakan variasi pada
19 kultur pisang rata-rata 3 tetapi pada kultivar Cavendish mencapai 20. Variasi
yang muncul pada kultur in vitro pisang berupa ukuran tanaman, kelainan bentuk, ukuran dan tebal daun. Kelainan yang paling sering muncul pada pisang
Cavendish adalah kekerdilan bisa mencapai 70 disusul bentuk dan ukuran buah Marie, 1992 dalam Cote et al. 1993. Kelainan yang masih dapat ditoleransi
pada tanaman pisang 3-5 Cote et al. 1993, sedangkan pada nenas 5 Smith dan Drew, 1990.
Subkultur dilakukan untuk meningkatkan kecepatan multiplikasi, sedangkan umur kultur adalah berapa lama suatu plantlet berada dalam in vitro.
Umur kultur dan frekuensi subkultur yang berlebihan dapat menginduksi variasi Skirvin et al. 1994. Fiorino dan Loreti 1987 menyatakan jumlah mata tunas
baru yang terbentuk dari 1 eksplan meningkat sampai subkultur ketiga atau keempat kemudian stabil. Secara teori subkultur dapat dilakukan terus menerus
tetapi dengan bertambahnya umur kultur maka subkultur menjadi kurang responsif dan muncul ketidakstabilan genetik. Oleh karena itu untuk
mempertahankan tanaman true to type jumlah subkultur harus dibatasi. Pada pisang subkultur maksimal 10 kali Cote et al. 1993.
Mekanisme molekuler penyebab perubahan fenotipe adalah patahnya kromosom, perubahan basa tunggal, perubahan jumlah sekuen berulang dan
perubahan dalam pola metilasi DNA Scowcroft dan Larkin, 1988. Amplifikasi sekuen DNA berulang lebih tinggi dalam kultur sel Nicotiana glauca Durante
et al. 1983, meningkatnya metilasi DNA dan menurunnya kandungan DNA pada tanaman regeneran Pisum sativum L. Cecchini et al. 1991. Perubaha n
kromosom yang umum dijumpai pada variasi somaklonal adalah poliploidi, aneuploid dan putusnya daerah heterokromatin Al Zahim et al. 1999.
2.7. Deteksi Variasi Somaklonal