Aspek Hukum Pemberian Kredit Dengan Jaminan Hak Milik Pihak Ketiga (Studi Pada Bank Sumut Cabang Sei Sikambing Medan)
ASPEK HUKUM PEMBERIAN KREDIT DENGAN
JAMINAN HAK MILIK PIHAK KETIGA
(STUDI PADA BANK SUMUT CABANG SEI
SIKAMBING MEDAN)
S K R I P S I
Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara
Oleh
090200430
LEONARDY SIRINGORINGO
DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA (BW)
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
(2)
ASPEK HUKUM PEMBERIAN KREDIT DENGAN
JAMINAN HAK MILIK PIHAK KETIGA
(STUDI PADA BANK SUMUT CABANG SEI
SIKAMBING MEDAN)
Oleh
090200430
LEONARDY SIRINGORINGO
DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA (BW)
Disetujui Oleh
Ketua Departemen Hukum Keperdataan
NIP. 196603031985081001 Dr. H. Hasim Purba, SH., M.Hum
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Prof. Dr. Tan Kamello, SH., M.S
NIP. 196204211988031004 NIP. 196402161989111001 Syamsul Rizal, SH., M.Hum
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
(3)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala kasih dan penyertaan-Nya, sehingga penulis diberi kekuatan dan kemampuan untuk menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi ini disusun guna melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.Adapun judul dari skripsi ini adalah “Aspek Hukum Pemberian Kredit Dengan Jaminan Hak Milik Pihak Ketiga (Studi Pada Bank SUMUT Cabang Sei Sikambing)”.Adapun aspek hukum ini demi menjamin kenyamanan dan perlindungan hukum bagi setiap nasabah yang ingin mengajukan kredit dengan jaminan hak milik pihak ketiga.
Skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, karena terbatas kemampuan dan pengetahuan dalam penulisan skripsi ini.Untuk itu, dengan segala kerendahan hati, diharapkan saran dan kritik yang konstruktif dalam menunjang kesempurnaan skripsi ini.
Dalam kesempatan ini ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada seluruh pihak yang secara langsung maupun tidak langsung telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini maupun selama menempuh perkuliahan khususnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu SH., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
(4)
2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting SH., M.Hum, selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
3. Bapak Syafruddin Hasibuan SH., MH., DFM, selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
4. Bapak Dr. OK. Saidin, SH, M.Hum, selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
5. Bapa
Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
6. Ibu
Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
7. Bapak Prof. Dr. Tan Kamello SH., M.S, selaku Dosen Pembimbing I yang penuh kesabaran menghadapi penulis, memberikan pengajaran, ilmu serta masukan-masukan kepada penulis untuk menyelsaikan skripsi ini.
8. Bapak Syamsul Rizal SH., M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II yang dengan penuh kesabaran, ilmu, serta dorongan yang menambah motivasi dan semangat untuk menyelesaikan skripsi ini.
9. Kedua orang tua yang sangat penulis banggakan, Wahid Siringoringo dan Dermawan Panjaitan yang selalu berdoa memberikan dukungan sepenuh hati kepada penulis, serta abangda tersayang Ignatius Jethro Siringoringo,ST dan adinda tersayang Elisabeth Sucicahyani Siringoringo,S.Hum yang selalu memberikan motivasi dan semangat dan berdoa untuk penulis.
(5)
10.Seluruh dosen dan para staf pengajar yang tidak penulis sebutkan satu persatu yang telah mengajar dari awal perkuliahan sampai selesai.
11.Sahabat terbaik dalam Kelompok Belajar GLC Projection yakni Ipda Yudhi Anugerah Putra S.IK, Wisman Goklas Siagian, SH, Rahmat Ari Septiawan, SH, Maulana Zulfadhli, SH, Jonathan Geriboy, SH, Dina Rupang, SH, Rivai Sihaloho, SH, Alvonso Manihuruk, SH, Jigoro Lumbanraja, SH, Imam Syahputra, SH, Mario Sinaga, SH, Octo Silitonga,SH, Doan Pangaribuan, SH, cius, ichan abdillah, devara dan pebrianto.
12.Teman-teman terbaik Albert Sinurat, Andi Samosir, Juan Carson Marbun, Rudolfo Siahaan, Batara Sihotang, Aran Simarmata, Dewi Siregar, Egi Tarigan, Harry Silaban.
13.Keluarga kedua penulis di kampus yakni Keluarga Mahasiswa Katolik St. Fidelis, teman-teman penulis di Unit Kegiatan Mahasiswa Futsal Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, dan teman-teman di Orang Muda Katolik Gereja Stasi St. Paulus Helvetia Medan.
14.Semua abang-abang dan kakak-kakak senior dan teman-teman Stambuk 2009 yang tidak dapat disebut satu persatu.
15.Seluruh pihak yang telah memberikan bantuan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini , yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Akhir kata, penulis sagat menyadari bahwa skripsi ini masih sangat jauh dari kesempurnan, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun, agar lebih baik lagi pada kesempatan yang akan datang.
(6)
Medan, Oktober 2015 Penulis
(7)
ABSTRAK
∗ Leonardy Siringoringo
∗ Prof. Dr. Tan Kamello, SH., MS
∗ Syamsul Rizal, SH., M.Hum
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat. Secara umum dinyatakan bahwa fungsi utama Bank adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat yang bertujuan melaksanakan pembangunan nasional kearah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. Peyaluran dana kepada masyarakat tersebut yaitu berupa kredit.
Adapun permasalahan dalam penelitian adalah pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan hak milik pihak ketiga (studi pada Bank Sumut Cabang Sei Sikambing Medan) dan penyelesaian sengketa jika terjadi wanprestasi oleh pihak debitur dengan jaminan hak milik pihak ketiga (studi pada Bank Sumut Cabang Sei Sikambing Medan) serta perlindungan hukum terhadap debitur dalam pemberian kredit dengan jaminan pihak ketiga pada (studi pada Bank Sumut Cabang Sei Sikambing Medan).
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dan yuridis empiris.Yuridis normatif adalah untuk mengkaji berbagai peraturan-peraturan yang ada terkait dengan aspek hukum pemberian kredit dengan jaminan hak milik pihak ketiga.
Pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan hak milik pihak ketiga pada Bank SUMUT, untuk pemberian kredit dengan jaminan hak milik pihak ketiga sama saja dengan jaminan dengan yang lain yang penting dia tidak diluar prosedur yang ditetapkan dari Bank SUMUT, dimana dalam jaminan pihak ketiga yang dimaksud seperti anak kandung, orang tua dan mertua. Jadi selain dari itu agunan nya bisa diterima namun dengan ketentuan nilai rasionya 50 persen. Penyelesaian sengketa terhadap jaminan hak milik pihak ketiga pun sama dengan yang lainnya namun yang membedakannya pihak ketiganya dihubungi karena pihak ketiga tersebut juga memiliki agunan didalamnya dan pihak ketiga tersebut juga memiliki hak dan tanggungjawab dalam penyelesaian kredit ataupun apabila terjadi wanprestasi pihak ketiga juga wajib untuk membantu dan menyelesaikan kredit tersebut.Perlindungan hukum terhadap debitur dalam pemberian kredit dengan jaminan pihak ketiga pada (studi pada Bank Sumut Cabang Sei Sikambing, Untuk perlindungan hukum terhadap debitur hanya terdapat di Hak Tanggungan (HT).Ketika nasabah masih memiliki kredit di bank maka pihak bank memberikan solusi dimana pihak bank memberikan asuransi yang mana adalah asuransi kredit dan asuransi bangunan.
Kata Kunci :Pemberian Kredit, Jaminan Hak Milik Pihak Ketiga * Mahasiswa Fakultas Hukum
** Dosen Pembimbing I *** Dosen Pembimbing II
(8)
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... v
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Permasalahan ... 10
C. Tujuan Penulisan ... 11
D. Manfaat Penulisan ... 11
E. Metode Penelitian ... 12
F. Keaslian Penulisan ... 15
G. Sistematika Penulisan ... 17
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDIT ... . 19
A. Pengertian Kredit ... . 19
B. Dasar hukum Suatu Kredit ... . 24
C. Jenis-Jenis Kredit ... . 29
D. Prinsip-Prinsip dalam Pemberian Kredit Bank ... 34
E. Tujuan dan Fungsi Kredit ... 40
BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN KREDIT ... 44
A. Pengertian Jaminan ... ... 44
B. Jenis-Jenis Jaminan ... ... 46
(9)
D. Prinsip-Prinsip dalam Pemberian Kredit Bank ... ... 49
BAB IV ASPEK HUKUM PEMBERIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK MILIK PIHAK KETIGA (STUDI PADA BANK SUMUT CABANG SEI SIKAMBING) ... 54
A. Pelaksanaan Pelaksanaan Pemberian Kredit Dengan Jaminan Hak Milik Pihak Ketiga Pada Bank Sumut Cabang Sei Sikambing Medan ... 54
B. Penyelesaian Sengketa Jika Terjadi Wanprestasi Oleh Pihak Debitur Dengan Jaminan Hak Milik Pihak Ketiga Pada Bank . Sumut Cabang Sei Sikambing Medan ... 73
C. Perlindungan Hukum Terhadap Debitur Dalam Pemberian Kredit Dengan Jaminan Hak Milik Pihak Ketiga Pada Bank Sumut Cabang Medan ... 77
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 82
A. Kesimpulan ... 82
B. Saran ... 83 DAFTAR PUSTAKA
(10)
ABSTRAK
∗ Leonardy Siringoringo
∗ Prof. Dr. Tan Kamello, SH., MS
∗ Syamsul Rizal, SH., M.Hum
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat. Secara umum dinyatakan bahwa fungsi utama Bank adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat yang bertujuan melaksanakan pembangunan nasional kearah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. Peyaluran dana kepada masyarakat tersebut yaitu berupa kredit.
Adapun permasalahan dalam penelitian adalah pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan hak milik pihak ketiga (studi pada Bank Sumut Cabang Sei Sikambing Medan) dan penyelesaian sengketa jika terjadi wanprestasi oleh pihak debitur dengan jaminan hak milik pihak ketiga (studi pada Bank Sumut Cabang Sei Sikambing Medan) serta perlindungan hukum terhadap debitur dalam pemberian kredit dengan jaminan pihak ketiga pada (studi pada Bank Sumut Cabang Sei Sikambing Medan).
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dan yuridis empiris.Yuridis normatif adalah untuk mengkaji berbagai peraturan-peraturan yang ada terkait dengan aspek hukum pemberian kredit dengan jaminan hak milik pihak ketiga.
Pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan hak milik pihak ketiga pada Bank SUMUT, untuk pemberian kredit dengan jaminan hak milik pihak ketiga sama saja dengan jaminan dengan yang lain yang penting dia tidak diluar prosedur yang ditetapkan dari Bank SUMUT, dimana dalam jaminan pihak ketiga yang dimaksud seperti anak kandung, orang tua dan mertua. Jadi selain dari itu agunan nya bisa diterima namun dengan ketentuan nilai rasionya 50 persen. Penyelesaian sengketa terhadap jaminan hak milik pihak ketiga pun sama dengan yang lainnya namun yang membedakannya pihak ketiganya dihubungi karena pihak ketiga tersebut juga memiliki agunan didalamnya dan pihak ketiga tersebut juga memiliki hak dan tanggungjawab dalam penyelesaian kredit ataupun apabila terjadi wanprestasi pihak ketiga juga wajib untuk membantu dan menyelesaikan kredit tersebut.Perlindungan hukum terhadap debitur dalam pemberian kredit dengan jaminan pihak ketiga pada (studi pada Bank Sumut Cabang Sei Sikambing, Untuk perlindungan hukum terhadap debitur hanya terdapat di Hak Tanggungan (HT).Ketika nasabah masih memiliki kredit di bank maka pihak bank memberikan solusi dimana pihak bank memberikan asuransi yang mana adalah asuransi kredit dan asuransi bangunan.
Kata Kunci :Pemberian Kredit, Jaminan Hak Milik Pihak Ketiga * Mahasiswa Fakultas Hukum
** Dosen Pembimbing I *** Dosen Pembimbing II
(11)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam proses pemberian kredit pihak bank mensyaratkan adanya jaminan. Hal ini sesuai dengan Pasal 8 ayat (1) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 (selanjutnya ditulis UU Perbankan 1998) tentang Perbankan yang berbunyi :”Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip Syariah, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad baik dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi hutangnya atau mengembalikan pembiayaan yang dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan”
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat. Secara umum dinyatakan bahwa fungsi utama Bank adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat yang bertujuan melaksanakan pembangunan nasional kearah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. Peyaluran dana kepada masyarakat tersebut yaitu berupa kredit.
Bank dalam memberikan kredit disertai dengan jaminan tertentu. Keberadaan jaminan kredit merupakan salah satu cara untuk memperkecil risiko bank dalam menyalurkan kredit. Menurut Pasal 1131 KUH Perdata semua benda atau kekayaan seseorang menjadi jaminan untuk semua hutanghutangnya.Tetapi sering orang merasa tidak puas dengan jaminan secara umum ini.Lalu meminta supaya suatu benda tertentu dijadikan tanggungan.Apabila orang yang berhutang
(12)
tidak menepati kewajibannya, orang yang menghutangkan dapat dengan pasti dan mudah melaksanakan haknya terhadap si berhutang dengan mendapat kedudukan yang lebih tinggi dari pada penagih-penagih hutang lainnya.1
Jaminan dapat diartikan sebagai harta kekayaan yang dapat diikat sebagai jaminan guna menjamin kepastian pelunasan hutang jika dikemudian hari debitur tidak melunasi hutangnya dengan jalan menjual jaminan dan mengambil pelunasan dari penjualan harta kekayaan yang menjadi jaminan tersebut.Jaminan kredit adalah segala sesuatu yang mempunyai nilai mudah untuk diuangkan yang diikat dengan janji sebagai jaminan untuk pembayaran dari hutang debitur berdasarkan perjanjian kredit yang dibuat kreditur dan debitur. Jaminan kredit dibagi menjadi 4 (empat) jenis, yaitu jaminan lahir karena undang-undang yaitu Pasal 1131 KUHPerdata, jaminan lahir karena perjanjian, jaminan kebendaan, jaminan penanggung hutang.2
1Hartono Hadisoeprapto, Pokok-pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan,
Yogyakarta, Liberty, 1984 hlm.51.
2Sutarno, Aspek-aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, Jakarta, 2005,Alfabeta, hal.144
Pengertian kredit menurut Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjaman meminjam antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak pinjaman untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Berdasarkan ketentuan tersebut dalam pembukaan kredit perbankan harus didasarkan pada persetujuan atas keseakatan pinjaman meminjam atau dengan istilah lain harus didahului dengan adanya perjanjian kredit.
(13)
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, yang lebih dikenal dengan sebutan Undang-Undang Pokok-Pokok Agraria (selanjutnya disebut UUPA) tidak memberikan pengertian agraria, hanya memberikan ruang lingkup agraria sebagaimana yang tercantum dalam konsideran, pasal-pasal maupun penjelasanya. Ruang lingkup agrarian menurut UUPA meliputi Bumi, Air, Ruang Angkasa dan Kekayaan Alam yang terkandung di dalamnya.3
Kehadiran lembaga Hak Tanggungan ini dimaksudkan sebagai pengganti dari Hypotheek (selanjutnya disebut dengan hipotik yaitu suatu hak kebendaan atas benda-benda tak bergerak, untuk mengambil penggantian daripadanya bagi pelunasan suatu pengikatan) sebagaimana diatur dalam Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia sepanjang mengenai tanah, dan Credietverband yang diatur dalam Staatsblad 1908-542 sebagaimana telah diubah dengan Staatsblad 1937-190, yang berdasarkan Pasal 51 UUPA Nomor 5 Tahun 1960, masih diberlakukan sementara sampai dengan terbentuknya Undang-Undang Hak Tanggungan tersebut.
Hukum agraria adalah keseluruhan kaidah-kaidah hukum, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis yang mengatur mengenai agrarian. Tanggal 9 April 1996, lahirlah Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang berkaitan dengan Tanah (selanjutnya disebut UUHT).
4
Sejak diberlakukannya undang-undang Hak Tanggungan ini sangat berarti dalam menciptakan unifikasi hukum Tanah Nasional, khususnya di bidang hak
3Urip Santoso, Hukum Agraria dan Hak-Hak Atas Tanah, Kencana, Jakarta, 2005, hal 2 4Adrian Sutedi, Hukum Hak Tanggungan, Sinar Grafika, Jakarta, 2012, hal 1.
(14)
jaminan atas tanah.Kenyataannya menunjukkan bahwa dalam praktik pelaksanaan penjaminan atas tanah selama ini telah terjadi hal-hal yang tidak mendukung keberadaan suatu lembaga hak jaminan yang kuat dengan segala dampaknya, seperti yang terjadi dalam praktik yang seolah-olah melembagakan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (selanjutnya disebut SKMHT). Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan bertujuan memberikan landasan untuk dapat berlakunya lembaga Hak Tanggungan yang kuat, di antaranya mengenai kedudukan SKMHT.
Jaminan kepastian hukum bagi pembeli tanah biasanya menjadi harapan setiap orang, oleh karena itu ketentuan-ketentuan hukum yang berkaitan dengan kepemilikan tanah harus jelas, lebih-lebih yang berkaitan dengan debitur yang sering kali karena kelalaiannya, menimbulkan wanprestasi dengan cara tidak melunasi kewajibannya kepada kreditur. Namun, pihak debitur pada sisi lain telah menerima pembayaran atau pelunasan sebidang tanah beserta bangunan, hal ini sering menimbulkan masalah.
Bank merupakan badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak (Pasal 1 angka 2 UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan (LembaranNegara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3790, selanjutnya disingkat UU Perbankan). Secara sederhana dapat dikatakan sebagai lembaga keperanataan antara kelompok orang yang untuk sementara mempunyai dana lebih (surplus spending group) dan
(15)
kelompok orang yang untuk sementara pula kekurangan dana (defisit spending
group).5
Terlihat dua fungsi utama bank, yakni fungsi pengerahan dana dan penyaluran dana, maka terdapat dua hubungan yang lazim antara bank dannasabah, yaitu: hubungan hukum antara bank dan nasabah penyimpan dana; dan hubungan hukum antara bank dan nasabah debitur.6Pada hubungan hukum antara bank dan nasabah debitur, memberikan pemahaman bahwa bank merupakan lembaga penyedia dana bagi para debiturnya. Hubungan tersebut dimaknai sebagai hubungan nasabah yang memperoleh fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah atau yang dipersamakan dengan itu berdasarkan perjanjian bank dan nasabah yang bersangkutan.7
Perjanjian kredit selalu terkait dengan pengikatan jaminan.Jaminan kredityang diterima bank dari debitur termasuk sebagai salah satu objek yang
Pada saat proses pemberian kredit, bank tidak serta merta memberikan kredit kepada nasabah, oleh sebab itu nasabah (developer) memberikan jaminan berupa sertifikat Hak Milik Atas Tanah kepada bank kemudian diikat dengan perjanjian jaminan yaitu Hak Tanggungan. Perjanjian kredit di PT.Bank Rakyat Indonesia dilakukan secara tertulis yang dituangkan dalam bentuk formulir yang dinamakan formulir perjanjian kredit.Isi perjanjian kredit telah ditentukan terlebih dahulu dalam suatu bentuk tertentu (telah dibakukan) menunjukkanbahwa perjanjian kredit tersebut adalah suatu perjanjian standar.
5
Adrian Sutedi, Hukum Hak Tanggungan. Sinar Grafika, Jakarta,2010, hal.12
6Ronny Sautama Hotma Bako, 1995. Hubungan Bank dan Nasabah Terhadap Produk
Tabungan dan Deposito. Citra Aditya Bakti, Bandung. hal 32
7Lukman Santoso Az, 2011. Hak dan Kewajiban Hukum Nasabah Bank. Pustaka
(16)
berkaitan dengan kepentingan bank.Jaminan pemberian kredit merupakan keyakinan bank atas kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai dengan yang diperjanjikan.Artinya bahwa pihak penerima kredit (debitur) harus memberikan jaminan kepda bank (kreditur) yang nilainya sepadan dengan kredit yang telah diberikan. Adanya jaminan tersebut akan memberikan kepastian kepada bank dalam memperoleh kembali kredit yang diberika kepada debitur.
Jaminan kredit tersebut harus dapat diyakini sebagai jaminan yang baik dan berharga sehingga akan dapat memenuhi fungsi-fungsinya, antara lain dengan memperhatikan aspek hukum yang terkait termasuk aspek hukum jaminan. Hal ini dilakukan oleh pihak bank agar bank mendapat kepastian bahwa kredit yang diberikan kepada masyarakat dapat dipergunakan sesuai dengan kebutuhan dan dapat kembali dengan aman. Maka dengan adanya jaminan yang diikat dalam bentuk perjanjian jaminan tertentu akan dapat mengurangi risiko yang mungkin terjadi apabila penerima kredit wanprestasi atau tidak dapat mengembalikan kredit atau pinjamannya. Dengan demikian, jaminan dalam perjanjian kredit ini bertujuan untuk menjamin bahwa utang debitur (orang yang meminjam uang atau yang menerima kredit) akan dibayar lunas. Apabila di kemudian hari debitur ingkar janji, yaitu tidak melunasi utangnya kepada bank sesuai dengan ketentuan perjanjian kredit, akan dilakukan pencairan (penjualan) atas objek jaminan kredit yang bersangkutan.
Berkaitan dengan jaminan kredit yang ditentukan oleh bank terutama jaminan kredit bagi hak milk pihak ketiga. Jaminan pihak ketiga ini tidak bisa sembarangan otang yang dapat menjaminkan sebaiknya penjamin ialah orang
(17)
yang mempunyai hubungan langsung dengan debitur dengan kata lain penjamin masih berada iktan keluarga baik ikatan keatas maupun ikatan kebawah dengan debitur. Contohnya penjamin atau pihak ketiganya ialah orang tua atau paman atau saudara kandung dari debitur.
Didalam suatu perjanjian dimana pihak ketiga demi kepentingan kreditur mengikatkan dirinya untuk memenuhi perikatan debitur bila debitur tidak memenuhi perikatannya. Maka bahwa ada tiga pihak yang terkait dalam perjanjian penanggungan utang yaiut pihak kreditur, debitur dan pihak ketiga. Kreditur sebgai pemberi utang, debitur sebagai penerima utang dan pihak ketiga berkedudukan sebagai penanggung utang debitur. Sebagai penanggung pihak ketiga bertanggungjawab atas utang debitur ketika wanprestasi.
Pada prinsipnya pihak ketiga sebagai penanggung tidak mempunyai kewajiban untuk membayar utang kepada kreditur kecuali jika debitur lalai tidak membayar utangnya. Jadi ketika debitur wanprestasi tidak membayar utangnya maka kebendaandebitur harus disita dan dijual terlebih dahulu untuk melunasi utangnya.
Penanggungan tidak dapat menuntut supaya barang milik debitur lebih dahulu disita dan dijual untuk melunasi utangnya jika penanggung utang telah melepaskan hak istimewanya untuk menuntut barang-barang debitur lebih dahulu disita dan dijual, penanggung utang mengikatkan dirinya bersama-sama debitur utama secara tanggung menanggung, debitur dapat mengajukan suatu eksepsi yang hanya mengenai dirinya sendiri secara pribadi, debitur dalam keadaan pailit, dan dalam hal penanggungan yang diperintahkan hakim.
(18)
Beberapa akibat dari penanggungan antara debitur dengan penanggung dan antara para penanggung. Hubungan hukum antara penanggung dengan debitur utama adalah erat kaitannya dengan telah dilakukannya pembayaran utang debitur kepada kreditur. Untuk itu, pihak penanggung menuntut kepada debitur supaya membayar apa yang telah dilakukan oleh penanggung kepada kreditur. Selain itu penanggung utang juga berhak untuk menuntut pokok dan bunga, penggantian biaya, kerugian dan bunga.
Terkait dengan kaitannya dengan tanah sebagai barang jaminan dalam pemberian kredit, bank telah meletakkan persyaratan pembebanan Hak Tanggungan yang memberikan hak istimewa bagi pihak kreditur dalam perjanjian kredit dengan debitur.Pembebanan Hak Tanggungan dapat memberikan kepastian hak bagi kreditur dalam memperoleh pelunasan piutangnya jika debitur wanprestasi. Hal ini tercantum pada Pasal 6 UU No.4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3632, selanjutnya disingkat UU Hak Tanggungan), bahwa apabila debitur cidera janji, pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut.
Bank sebagai badan usaha yang wajib dikelola berdasarkan prinsip kehati-hatian (prudent banking) yang dikenal dengan formula 5C‟s, yaitu character,
(19)
yang berlaku agar dapat mengamankan dan melindungi kepentingannya.Prinsip kehati-hatian tersebut penting untuk diterapkan oleh pihak bank. Unsur collateral (jaminan) merupakan salah satu unsur penting yang harus dipenuhi oleh pihak debitur dalam pengajuan perjanjian kredit.Berkaitan dengan hal melayani anggota masyarakat yang memerlukan dana bank, masing-masing bank mempunyai berbagai skim kredit tersendiri sesuai dengan kebijakannya. Skim kredit yang ditawarkan bank kepada masyarakat memuat persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi untuk memperoleh kredit yang diatur dalam skim kredit tersebut.
Setelah penelitian bank (kreditur) dianggap cukup sesuai standar kelayakan pemberian kredit dengan kriteria bank, kemudian pihak bank dan pemilik tanah datang ke Kantor Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah (selanjutnya disebut PPAT) yang wewenangnya meliputi daerah dimana tanah tersebut terletak, untuk membuat Akta Pemberian Hak Tanggungan.Pemberian Hak Tanggungan itu dilakukan dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan oleh PPAT sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.Kemudian Akta Pemberian Hak Tanggungan tersebut ditandatangani oleh pemilik tanah selaku pemberi hak tanggungan, pemegang Hak Tanggungan yaitu pihak bank, dua orang saksi, dan PPAT sendiri. Selanjutnya Akta Pemberian Hak Tanggungan ini wajib didaftarkan pada kantor pertanahan yang wilayahnya meliputi daerah tempat dimana tanah yang dibebani Hak Tanggungan itu terletak disertai sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan.
Pasal 6 dan Pasal 7 UU Hak Tanggungan memberikan kepastian hukum kepada kreditur sebagai pemegang Hak Tanggungan.Pasal 6 UU Hak Tanggungan
(20)
menyatakan bahwa “Apabila debitur cidera janji, pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut. Kemudian Pasal 7 UU Hak Tanggungan menyatakan bahwa “Hak Tanggungan tepat mengikuti obyeknya dalam tangan siapapun obyek tersebut berada Substansi dari Pasal 6 UU Hak Tanggungan menunjukkan hak yang dipunyai pemegang Hak Tanggungan untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri apabila debitur cidera janji. Kemudian Pasal 7 UU Hak Tanggungan menunjukkan jaminan kepentingan pemegang Hak Tanggungan, walaupun obyek Hak Tanggungan sudah berpindah tangan menjadi milik pihak lain, kreditur masih tetap dapat menggunakan haknya untuk mengeksekusi
Berdasarkan latar belakang diatas merasa tertarik memilih judul Aspek Hukum Pemberian Kredit dengan Jaminan Hak Milik Pihak Ketiga (Studi Pada Bank SUMUT Cabang Sei Sikambing Medan).
B. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, peneliti tertarik melakukan penelitian dengan fokus kepada permasalahan-permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan hak milik pihak ketiga (studi pada Bank Sumut Cabang Sei Sikambing Medan)?
(21)
2. Bagaimana penyelesaian sengketa jika terjadi wanprestasi oleh pihak debitur dengan jaminan hak milik pihak ketiga (studi pada Bank Sumut Cabang Sei Sikambing Medan)?
3. Bagaimana perlindungan hukum terhadap debitur dalam pemberian kredit dengan jaminan pihak ketiga pada (studi pada Bank Sumut Cabang Sei Sikambing Medan)?
C. Tujuan Penulisan
Adapun yang menjadi tujuan utama penulisan ini adalah sebagai berikut 1. Untuk mengetahui pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan hak
milik pihak ketiga (studi pada Bank Sumut Cabang Sei Sikambing Medan) 2. Untuk mengetahui Penyelesaian sengketa jika terjadi wanprestasi oleh
pihak debitur dengan jaminan hak milik pihak ketiga (studi pada Bank Sumut Cabang Sei Sikambing Medan)
3. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap debitur dalam pemberian kredit dengan jaminan pihak ketiga pada (studi pada Bank Sumut Cabang Sei Sikambing Medan)
D. Manfaat Penulisan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis sebagai berikut:
1. Secara teoritis
Hasil Penelitian ini merupakan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan hukum, khususnya dalam bidang hukum perbankan dan
(22)
bidang hukum jaminan yang menyangkut dalam hal pemberian kredit dengan jaminan hak milik pihak ketiga
2. Secara praktis
Sebagai sumbangan pemikiran bagi ilmu pengetahuan dalam bidang hukum perbankan dan bidang hukum jaminan, bagi praktisi hukum, serta profesi hukum lainnya, dan juga untuk menjadi bahan diskusi tentang kredit dengan jaminan hak milik pihak ketiga, serta sebagai bahan acuan bagi peneliti lain yang tertarik pada tema yang sama.
E. Metode Penelitian 1. Jenis penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah bersifat kualitatif, dengan cara menganalisis bahan hukum secara komprehensif baik bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder yang diperoleh selama melakukan penelitian. Selain itu juga dilakukan secara deskriptif yaitu penulis berkeinginan untuk memberikan gambaran atau pemaparan atas subjek dan objek penelitian dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan dan teori-teori yang berkaitan pemberian kredit dengan jaminan pihak ketiga.8
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dan yuridis empiris.Yuridis normatif adalah untuk mengkaji berbagai peraturan-peraturan yang ada terkait dengan akibat hukum dalam perjanjian kredit dengan
(23)
jaminan Hak Tanggungan yang objeknya Hak milik pihak ketiga, sebagai dasar untuk memecahkan masalah.Sedangkan empiris digunakan untuk memberikan pemahaman bahwa hukum bukan semata-mata sebagai perangkat perundang-undangan yang bersifat normatif belaka, melainkan hukum harus dilihat sebagai perilaku masyarakat yang menggejala dalam kehidupan masyarakat. Berbagai temuan di lapangan yang bersifat individual atau kelompok akan dijadikan bahan utama dalam mengungkapkan permasalahan yang diteliti dengan berpegang pada ketentuan yang berlaku.
2. Sifat penelitian
Sifat penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitis.Penelitian ini melakukan analisis hanya sampai pada taraf deskripsi, yaitu menganalisis dan menyajikan fakta secara sistematis sehingga dapat lebih mudah untuk dipahami dan disimpulkan.Deskriptif dalam arti bahwa dalam penelitian ini, bermaksud untuk menggambarkan dan melaporkan secara rinci, sistematis dan menyeluruh, mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan hak tanggungan.9
9Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, RadjaGrafindo Persada, Jakarta
2007, hal. 42
Penelitian ini akan dibantu dengan kajian dari sisi normatif, yaitu nilai ideal sesuai dengan apa yang seharusnya berlaku menurut aturan hukum positif.
(24)
3. Sumber Data a. Data primer
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dilapangan, diamati dan dicatat gejala hukum yang terjadi yang berasal dari informan yang menjadi sumber dalam penelitian ini.
b. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari hasil studi dokumentasi dan studi kepustakaan serta berbagai macam dokumen tertulis lainnya yang didapatkan pada lokasi penelitian dan memiliki relevansi dengan objek penelitian.
4. Teknik Pengumpulan Data
Penulisan skripsi ini, terdapat dua teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu:
a. Penelitian Kepustakaan (Library Research)
Sasaran penelitian kepustakaan ini terutama untuk mencari landasan teori dari objek kajian dengan cara:
1) mempelajari buku-buku yang berhubungan baik langsung dengan objek dan materi skripsi ini.
2) Mempelajari peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan skripsi ini.
(25)
Dalam penelitian ini, peneliti ke Bank guna melakukan wawancara / Interview secara langsung pada Kepala Bagian Umum yang berhubungan dengan masalah yang terkait pada penelitian skripsi ini.
5. Teknik Analisis Data
Data yang berhasil dikumpulkan, data sekunder, kemudian diolah dan dianalisa dengan mempergunakan teknik analisis metode kualitatif, yaitu dengan menguraikan semua data menurut mutu, dan sifat gejala dan peristiwa hukumnya melakukan pemilahan terhadap bahan-bahan hukum relevan tersebut di atas agar sesuai dengan masing-masing permasalahan yang dibahas dengan mempertautkan bahan hukum yang ada. Mengolah dan menginterpretasikan data guna mendapatkan kesimpulan dari permasalahan serta memaparkan kesimpulan dan saran, yang dalam hal ini adalah kesimpulan kualitatif, yakni kesimpulan yang dituangkan dalam bentuk pernyataan dan tulisan.10
F. Keaslian Penulisan
Penelitian ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa berdasarkan informasi yang di dapat dari penelusuran kepustakaan di lingkungan Universitas Sumatera Utara penelitian dengan judul “Aspek Hukum Pemberian Kredit dengan Jaminan Hak Milik Pihak Ketiga”.belum pernah ditemukan judul atau penelitian tentang judul penelitian di atas sebelumnya. Adapun judul yang ada di Perpustakaan Universitas Sumatera Utara antara lain :
10Edy Ikhsan dan Mahmul Siregar, Metode penelitian dan Penulisan Hukum Sebagai
(26)
1. Mira Sabrina Miraza NIM. 040200110 dengan judul Tinjauan Hukum terhadap Pemberian Usaha Kecil (Studi pada Bank Muamalat Cabang Medan). Permasalahan dalam skripsi ini adalah
a. Bagaimana proses pelaksanaan pinjaman kredit dari bank kepada usaha kecil di (Bank Muamalat Cabang Medan)?
b. Bagaimana pinjaman atas pemberian pinjaman kredit kepada usaha kecil ?
c. Bagaimana Bank Muamalat Cabang Medan menyelesaikan kredit yang bermasalah?
2. Cut Dara Puspita, NIM 050200097 dengan judul Aspek Hukum Perjanjian Usaha Kecil pada Bank Syariah Mandiri Medan dengan Jaminan Fidusia. Permasalahan skripsi ini antara lain :
a. Bagaimana penyaluran kredit usaha kecil di Bank Syariah Mandiri Medan ?
b. Bagaimana prosedur yang diterapkan Bank Syariah Mandiri Medan dalam memberikan Kredit Usaha Kecil yang dikaitkan dengan jaminan fidusia?
c. Bagaimana penyelesaian apabila terjadi kredit macet dalam kredit usaha kecil?
3. Adi Supriadi, NIM 030221002 dengan judul Hak Atas Satuan Rumah Susun sebagai Utang dalam Perjanjian Kredit Bank. Permasalahan dalam skripsi ini antara lain :
(27)
b. Bagaimana syarat-syarat sahnya satuan rumah susun dijadikan sebagai jaminan?
c. Bagaimana berakhirnya satuan rumah susun sebagai jaminan ?
Dengan demikian bahwa penelitian ini adalah asli, untuk itu peneliti dapat mempertanggung jawabkan kebenarannya secara ilmiah.
G. Sistematikan Penulisan
Penulisan suatu karya ilmiah khususnya skripsi, sistematika penulisan merupakan suatu bagian yang sangat penting, karena dengan adanya sistematika penulisan ini maka pembahasannya akan dapat diarahkan untuk menjawab masalah-masalah dan membuktikan kebenaran hipotesanya.
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan tentang hal-hal umum dari sekripsi ini seperti latar belakang, permasalahan, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penelitian, keaslian penulisan dan sistematika penulisan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDIT
Bab ini berisikan tentang pengertian kredit, jenis-jenis kredit dan prinsip-prinsip dalam pemberian kredit bank.
BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN HAK MILIK
Bab ini berisikan mengenai jaminan, jenis-jenis jaminan dan jaminan hak milik
(28)
BAB IV ASPEK HUKUM PEMBERIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK MILIK PIHAK KETIGA (STUDI PADA BANK SUMUT CABANG SEI SIKAMBING MEDAN)
Bab ini berisikan pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan hak milik pihak ketiga (studi pada Bank Sumut Cabang Sei Sikambing Medan) dan Penyelesaian sengketa jika terjadi wanprestasi oleh pihak debitur dengan jaminan hak milik pihak ketiga (studi pada Bank Sumut Cabang Sei Sikambing Medan) serta perlindungan hukum terhadap debitur dalam pemberian kredit dengan jaminan pihak ketiga pada (studi pada Bank Sumut Cabang Sei Sikambing Medan)
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisikan kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan
(29)
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG KREDIT
A. Pengertian Kredit
Secara etimologi, kata kredit berasal dari bahasa Yunani yaitu credere yang di-Indonesiakan menjadi kredit, yakni “kepercayaan” (dalam bahasa Inggris faith dan trust).Dalam hubungannya antara kreditur (pemberi kredit) dengan debitur (penerima kredit), si kreditur memiliki kepercayaan bahwa si debitur dapat mengembalikan uang / barang yang dipinjamnya sesuai dengan waktu dan syarat-syarat yang telah disepakati bersama. Dengan kata lain, seseorang yang memperoleh kredit, berarti memperoleh kepercayaan. Jadi, dasar dari kredit itu sendiri adalah kepercayaan (trust).
Dilihat dari segi ekonominya, kredit dapat diartikan sebagai penundaan pembayaran. Artinya, pengembalian uang/barang dapat dilakukan pada waktu tertentu yang akan datang.
Adapun beberapa pengertian kredit yang berasal dari berbagai ahli, yakni sebagai berikut :
1. H. M. A. Savelberg menyatakan kredit mempunyai arti antara lain:11 a. Sebagai dasar dari setiap perikatan (verbintenis) di mana
seseorang berhak menuntut sesuatu dari yang lain.
11 Ikhwana Nandasari SP, 2009, Penyelesaian Kredit Macet dengan Hak Tanggungan
pada PT. Bank Pembangunan Daerah Sumatera Selatan di Palembang, Tesis, Program Pascasarjana, Universitas Diponegoro, Semarang.
(30)
b. Sebagai jaminan, di mana seseorang menyerahkan sesuatu pada orang lain dengan tujuan untuk memperoleh kembali apa yang diserahkan itu.
2. JA. Levy merumuskan arti hukum dari kredit sebagai berikut:12
3. Muchdarsyah Sinungan mengemukakan bahwa kredit adalah suatu pemberian prestasi oleh suatu pihak kepada pihak lainnya dan prestasi itu akan dikembalikan lagi pada suatu masa tertentu yang akan datang disertai dengan suatu kontrak prestasi berupa bunga”.
“Menyerahkan secara sukarela sejumlah uang untuk dipergunakan secara bebas oleh si penerima kredit. Penerima kredit berhak mempergunakan pinjaman itu untuk keuntungannya dengan kewajiban mengembalikan jumlah pinjaman itu dibelakang hari”.
13
4. OP. Simorangkir berpendapat bahwa kredit adalah pemberian prestasi (misalnya uang, barang) dengan balas prestasi (kontraprestasi) yang akan terjadi pada waktu yang akan datang.14
Menurut Mulyono mendefinisikan kredit sebagai: “ Suatu penyerahan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara Bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi
12Ibid. 13Ibid
(31)
hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan bunga jumlah imbalan atau pembagian hasil keuntungan”. 15
Bastian dan Suharjono mendefinisikan kredit adalah peminjaman uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak meminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan.16
Mengenai unsur-unsur yang terdapat dalam hal perkreditan, maka jelas hal itu tidak terlepas dari unsur kepercayaan.Namun, masih ada beberapa unsur yang Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kredit adalah suatu pemberian prestasi (uang atau barang) dari pihak pemberi kredit (kreditur) kepada pihak penerima kredit (debitur) dengan syarat si debitur akan mengembalikan prestasi itu pada masa tertentu yang akan datang dengan suatu kontrak prestasi berupa bunga.
Pengertian kredit juga dapat dilihat dalam Pasal 1 Butir 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, selengkapnya sebagai berikut: Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam – meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga.
15Mulyono, Teguh Pudjo. 2002. Aplikasi Akuntansi Manajemen: Dalam Praktik
Perbankan. Edisi 3. Yogyakarta : BPFE ,hal 12
16SuharjonoBastian dan Indra 2006.Akuntansi Perbankan. Edisi Pertama. Jakarta:
(32)
menjadi suatu pertimbangan komprehensif dalam menentukan diperolehnya kepercayaan atau tidak dalam hal perkreditan tersebut.
Adapun unsur-unsur yang terdapat dalam bidang perkreditan, yaitu:17 a. Kepercayaan
Kepercayaan adalah keyakinan dari kreditur (pemberi kredit) bahwa prestasi yang diberikan kepada debitur (penerima kredit), baik berupa uang, barang, atau jasa, akan dikembalikan sesuai dengan kesepakatan bersama
b. Tenggang waktu
Tenggang waktu adalah waktu yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima pada masa yang akan datang. Dalam unsur waktu ini terkandung pengertian nilai
agio18
c. Degree of risk
dari uang, yaitu uang yang ada sekarang lebih tinggi nilainya dari uang yang akan diterima pada masa yang akan datang.
Yaitu risiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari adanya jangka waktu yang memisahkan antara prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima di kemudian hari. Semakin panjang waktu yang diberikan maka semakin tinggi pula tingkat risikonya, sehingga terdapat unsur ketidaktentuan yang tidak dapat diperhitungkan.Inilah
17
Muhammad Djumhana, 2006, Hukum Perbankan di Indonesia, PT. Citra Aditya Bhakti, Bandung, hlm.231.
18 1) penukaran uang; 2) premi yang dibayar dalam penukaran dua jenis mata uang; 3)
premi atau diskonto atas wesel luar negeri; 4) selisih antara nilai nominal dan harga pasar sebuah saham
(33)
yang menyebabkan timbulnya unsur risiko.Karena adanya unsur risiko ini maka dibutuhkan jaminan dalam pemberian kredit.
d. Prestasi atau objek
Prestasi atau objek kredit itu tidak saja diberikan dalam bentuk uang, tetapi juga dapat berbentuk barang atau jasa. Namun, karena kehidupan ekonomi modern sekarang ini didasarkan pada uang, maka transaksi-transaksi kredit yang menyangkut uanglah yang sering kita jumpai dalam praktik perkreditan
Fungsi Kredit 19
Suatu kredit mencapai fungsinya apabila secara sosial ekonomis, baik bagi debitur, kreditur, maupun masyarakat membawa pengaruh pada tahapan yang
Kredit pada awal perkembangannya mengarahkan fungsinya untuk merangsang bagi kedua belah pihak untuk saling menolong untuk tujuan pencapaian kebutuhan, baik dalam bidang usaha maupun kebutuhan sehari – hari.Pihak yang mendapat kredit harus dapat menunjukkan prestasi yang lebih tinggi berupa kemajuan-kemajuan pada usahanya atau mendapatkan pemenuhan atas kebutuhannya. Adapun bagi pihak yang memberi kredit, secara materiil dia harus mendapatkan rentabilitas (Rasio Rentabilitas bertujuan untuk mengetahui kemampuan bank dalam menghasilkan laba selama periode tertentu, juga bertujuan untuk mengukur tingkat efektifitas manajemen dalam menjalankan operasional perusahaannya)berdasarkan perhitungan yang wajar dari modal yang dijadikan objek kredit dan secara spiritual mendapatkan kepuasan dengan dapat membantu pihak lain untuk mencapai kemajuan.
(34)
lebih baik.Maksudnya, baik bagi pihak debitur maupun kreditur mendapatkan kemajuan.Kemajuan tersebut dapat tergambarkan apabila mereka memperoleh keuntungan, mengalami peningkatan kesejahteraan, dan masyarakat pun atau negara mengalami suatu penambahan dari penerimaan pajak, serta kemajuan ekonomi, baik yang bersifat mikro maupun makro. Dari manfaat nyata dan manfaat yang diharapkan maka sekarang ini kredit dalam kehidupan perekonomian dan perdagangan mempunyai fungsi:meningkatkan daya guna uang.
a. Meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang. b. Meningkatkan daya guna dan peredaran barang c. Salah satu alat stabilitas ekonomi.
d. Meningkatkan kegairahan berusaha. e. Meningkatkan pemerataan pendapatan. f. Meningkatkan hubungan internasional.
B. Dasar Hukum Suatu Kredit
Apapun bentuknya, suatu kegiatan dalam lalu lintas bisnis tentunya memerlukan suatu topangan juridis yang menjadi dasar hukumnya.Hal ini sebagai konsekuensi dari suatu prinsip bahwa negara Indonesia adalah negara hukum.Terlebih lagi sistem negara kita sebagai suatu negara yang tergolong ke dalam sistem Eropah kontinental dimana peraturan perundang-undangan menduduki urutan yang sangat penting sebagai sumber hukum.Demikian juga terhadap suatu perbuatan hukum pemberian kredit, tentunya memerlukan suatu
(35)
basis hukum yang kuat. Untuk dasar hukum pemberian kredit oleh bank dapat dirinci sebagai berikut:
1. Undang-undang sebagai dasar hukum
Di negara-negara yang menganut sistem hukum Eropah Kontinental, kedudukan Undang-undang sebagai sumber hukum sangat penting.Sungguhpun Undang-undang itu sendiri harus mendasari dirinya kepada sumber perundang-undangan yang lebih tinggi seperti Pancasila dan UUD 1945.Di Indonesia Undang-undang yang khusus mengatur tentang perbankan adalah Undang-undang No. 10 Tahun 1998.Undang-undang ini menggantikan Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang Pokok-pokok perbankan.Dalam kedua Undang-undang ini ditegaskan bahwa pemberian kredit merupakan kegiatan yang sangat pokok dan sangat konvensional dari suatu bank.
Selain kedua Undang-undang tersebut di atas, Undang-undang lain yang juga mengatur tentang perbankan, yaitu Undang-undang No. 3 Tahun 2004 mengenai Bank Indonesia sebagai Bank Sentral. Dalam Undang-undang ini diatur kedudukan dan wewenang dari Bank Indonesia sebagai pengawas di bidang perbankan. Termasuk juga pengawasan di bidang perkreditan, antara lain pada Pasal 11 menentukan bahwa Bank Indonesia dapat meberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prisip syariah untuk jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari kepada bank untuk mengatasi kesulitan pendanaan jangka pendek Bank yang bersangkutan. Dan pelaksanaan pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib dijamin oleh bank penerima dengan agunan yang berkaulitas tinggi dan
(36)
mudah dicairkan yang nilainya minimal sebesar jumlah kredit atau pembiayaan yang diterimanya.
Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-undang bagi yang membuatnya. Dengan ketentuan dalam Pasal 1338 ayat 1 ini berlaku sahihnya setiap perjanjian yang dibuat secara sah bahkan kekuatannya sama dengan kekuatan Undang-undang. Demikian pula dengan bidang perkreditan, khususnya kredit bank yang diawali oleh suatu perjanjian yang sering disebut perjanjian kredit dan umumnya dilakukan dalam bentuk tertulis.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata maka seluruh pasal yang ada dalam suatu perjanjian kredit secara hukum mengikat kedua belah pihak, yakni pihak kreditur dan pihak debitur. Asal saja pasal-pasal tersebut tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku. Keterikatan yang sama juga berlaku bagi perjanjian pendukung lainnya seperti perjanjian jaminan hutang, tehnik pelaksanaan pembayaran, yang biasanya merupakan lampiran dari perjanjian kredit yang bersangkutan.
a. Peraturan Pemerintah
Perundang-undangan yang levelnya di bawah Undang-undang yang mengatur juga tentang perkreditan dapat diklarifikasikan sebagai berikut :
1) PP No. 70 tahun 1992 tentang Bank Umum
2) PP No. 71 tahun 1992 tentang Bank Perkreditan Rakyat c) PP No. 72 tahun 1992 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil
(37)
b. Peraturan yang dikeluarkan oleh Menteri Keuangan
Banyak juga dikeluarkan Peraturan Menteri Keuangan untuk mengatur masalah perkreditan sebab Menteri Keuangan menurut peraturan termasuk salah satu unsur Dewan Moneter. Peraturan tersebut antara lain : Keputusan Menkeu No. KEP 792/MK/IV/12/1970 tanggal 7 Desember 1970 tentang Lembaga Keuangan yang telah diubah dan ditambah dengan Keputusan Menkeu No. KEP 38/MK/IV/1/1972 tanggal 18 Januari 1972 dan No.KEP 562/KMK-011/1982 tanggal 1 September 1982.
c. Peraturan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia
1) Berdasarkan fungsinya yang mengawasi kegiatan perbankan, termasuk masalah pengawasan kredit maka Bank Indonesia mengeluarkan petunjuk pelaksanaan, dalam bentuk Keputusan Direksi BI, Peraturan BI, SE BI, dan lain-lain antara lain :
2) SK Direksi BI No. 21/50/KEP/DIR, tanggal 27 Oktober 1988 tentang BMPK (batas maksimum pemberian kredit) kepada debitur atau debitur group.
3) SE kepada semua bank dan lembaga keuangan bukan bank di Indonesia No. 21/110/BPPP, tanggal 27 Oktober 1988 perihal BMPK kepada debitur atau debitur group.
d. Peraturan Perundang-undangan lain
Selain dari peraturan perundang-undangan tersebut di atas masih ada berbagai peraturan perundang-undangan yang disana-sini mengatur tentang perkreditan seperti Keppres, Peraturan atau SK Pejabat tertentu.
(38)
3. Yurisprudensi sebagai dasar hukum
Di samping peraturan perundang-undangan yang dipakai sebagai dasar hukum untuk kegiatan perkreditan, maka yurisprudensi dapat juga menjadi dasar hukum misalnya Keputusan Mahkamah Agung No. 2826K/pdt/1984, tanggal 27 Februari 1986 dalam kasus antara PT. Indokaya Nissan Motors dan Marubeni Corporation. Hal yang senada dengan itu yaitu Keputusan Mahkamah Agung No. 1313K/Pdt/1985, tanggal 9 Desember 1987 dalam kasus PT. Starlight dan Bank of America.
4. Kebiasaan perbankan sebagai dasar hukum
Dalam ilmu hukum diajarkan bahwa kebiasaan dapat juga menjadi suatu sumber hukum.Demikian juga dalam bidang perkreditan, kebiasaan dan praktek perbankan dapat juga menjadi suatu dasar hukum.Banyak hal yang lazim dilaksanakan dalam praktek tetapi belum mendapat pengaturan dalam perundang-undangan.Hal seperti ini tentu sah-sah saja dilakukan oleh perbankan asal tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Menurut Undang-undang No. 7 tahun 1992, bank dapat melakukan kegiatan lain selain dari yang diperinci oleh pasal 6, jika hal tersebut merupakan kelaziman dalam dunia perbankan vide pasal 6 huruf n.
5. Peraturan terkait lainnya
Di samping peraturan perundang-undangan bidang perbankan, terkadang dalam hal pemberian dan atau pelaksanaan suatu kredit berlaku juga peraturan perundang-undangan lainnya misalnya :
(39)
a. KUH Perdata Buku III tentang perikatan karena kredit pada hakekatnya merupakan perjanjian.
b. Ketentuan mengenai hipotik dalam KUH Perdata. c. Undang-undang Hak Tanggungan No. 4 Tahun 1996.
d. Ketentuan HIR tentang eksekusi hipotik dan surat pengakuan hutang.
e. Ketentuan hukum tanah dalam UUPA No. 5 Tahun 1960 beserta peraturan pelaksananya
C. Jenis-jenis kredit
Beragam jenis kegiatan usaha mengakibatkan beragam pula kebutuhan akan kebutuhan jenis kreditnya. Dalam praktiknya kredit yang ada di masyarakat terdiri dari beberapa jenis, begitu pula dengan pemberian fasilitas kredit oleh bank kepada masyarakat. Pemberian fasilitas kredit oleh bank dikelompokkan ke dalam jenis yang masing-masing di lihat dari berbagai segi. Pembagian jenis ini ditunjukan untuk mencapai sasaran atau tujuan tertentu mengingat setiap jenis usaha memiliki berbagai karakteristik tertentu.Secara umum jenis-jenis kredit, antara lain:
1. Kredit investasi
Menurut Kasmir, kredit dilihat dari segi kegunaan. Kredit investasi merupakan kredit jangka panjang yang biasanya digunakan untuk keperluan perluasan usaha atau membangun proyek/pabrik baru atau untuk keperluan
(40)
rehabilitasi.Masa pemakaiannya untuk suatu periode yang relatif lebih lama dan dibutuhkan modal yang relatif besar pula.20
Menurut Hasibuan, kredit berdasarkan tujuan/kegunaannya. Kredit investasi ialah kredit yang dipergunakan untuk investasi produktif, tetapi baru akan menghasilkan.21
Menurut Dendawijaya, kredit investasi merupakan kredit yang diberikan kepada nasabah kredit (debitur) untuk membiayai pembelian barang modal (investasi). 22
Menurut Kasmir, kredit dilihat dari segi kegunaan. Kredit modal kerja merupakan kredit yang digunakan untuk keperluan meningkatkan produksi dalam operasionalnya.
2. Kredit modal kerja
23
Menurut Hasibuan, kredit berdasarkan tujuan/kegunaannya. Kredit modal kerja (kerja perdagangan) ialah kredit yang akan dipergunakan untuk menambah modal usaha debitur. Kredit ini produktif.24
Menurut Dendawijaya, kredit modal kerja merupakan kredit yang diberikan kepada nasabah kredit (debitur) untuk membiayai kebutuhan modal kerja perusahaan debitur.25
20Kasmir.Dasar-Dasar Perbankan. Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2005, hal 109 21Malayu S. P. Hasibuan. Dasar-Dasar Perbankan. Jakarta: Bumi Aksara,2006, hal 89 22
Dendawijaya, Lukman. Manajemen Perbankan: Edisi Kedua. Bogor: Ghalia Indonesia,2005, hal 17
23 Kasmir, Op.cit, hal 109
24Malayu S. P. Hasibuan, Op.cit, hal 89 25Dendawijaya, Op.cit., hal 16
(41)
3. Kredit produktif
Menurut Kasmir, kredit dilihat dari segi tujuan kredit. Kredit produktif merupakan kredit yang digunakan untuk peningkatan usaha atau produksi atau investasi.Kredit ini diberikan untuk menghasilkan barang atau jasa.
Menurut Firdaus dan Ariyanti, kredit menurut tujuan penggunaannya.Kredit produktif yaitu kredit yang digunakan untuk tujuan-tujuan produktif dalam arti dapat menimbulkan atau meningkatkan utility (faedah/kegunaan), baik faedah karena bentuk (utility of form), faedah karena tempat (utility of place), faedah karena waktu (utility of time), maupun faedah karena pemilikan (owner/possession utility).26
Menurut Kasmir, kredit dilihat dari segi tujuan kredit. Kredit konsumtif merupakan kredit yang digunakan untuk dikonsumsi secara pribadi.Dalam kredit ini tidak ada pertambahan barang dan jasa yang dihasilkan, karena memang untuk digunakan atau dipakai oleh seseorang atau badan usaha.
4. Kredit konsumtif
27
Menurut Firdaus dan Ariyanti, kredit menurut tujuan penggunaannya.Kredit konsumtif yaitu kredit yang digunakan untuk membiayai pembelian barang-barang atau jasa-jasa yang dapat member kepuasan langsung terhadap kebutuhan manusia.28
26
Firdaus, Rachmat dan Maya Ariyanti. 2004. Manajemen Perkreditan Bank Umum : Teori, Masalah, Kebijakan dan Aplikasinya Lengkap dengan Analisis Kredit. Bandung: Alfabeta, hal 10
27Kasmir, Op.cit., hal 110
(42)
5. Kredit perdagangan
Menurut Kasmir, kredit dilihat dari segi tujuan kredit. Kredit perdagangan merupakan kredit yang digunakan untuk perdagangan, biasanya untuk membeli barang dagangan yang pembayarannya diharapkan dari hasil penjualan barang dagang tersebut. Kredit ini diberikan kepada suplier atau agen-agen perdagangan yang akan membeli barang dalam jumlah besar.29
Menurut Kasmir, kredit dilihat dari segi jangka waktu. Kredit jangka menengah merupakan kredit yang jangka waktunya berkisar antara 1 tahun 6. Kredit jangka waktu
a. Kredit jangka pendek
Menurut Kasmir, kredit dilihat dari segi jangka waktu. Kredit jangka pendek merupakan kredit yang memiliki jangka waktu kurang dari 1 (satu) tahun atau paling lama 1 (satu) tahun dan biasanya digunakan untuk keperluan modal kerja.
Menurut Hasibuan, kredit berdasarkan jangka waktu. Kredit jangka pendek yaitu kredit yang jangka waktunya paling lama satu tahun saja.Menurut Firdaus dan Ariyanti, kredit menurut jangka waktunya.Kredit jangka pendek yaitu kredit yang berjangka waktu maksimal 1 (satu) tahun.Biasanya kredit angka pendek ini cocok untuk membiayai kebutuhan modal kerja.
b. Kredit jangka menengah
(43)
sampai dengan 3 tahun dan biasanya kredit ini dilakukan untuk melakukan investasi.30
Menurut Hasibuan, kredit berdasarkan jangka waktu. Kredit jangka menengah yaitu kredit yang jangka waktunya antara satu sampai tiga tahun.Menurut Firdaus dan Ariyanti, kredit menurut jangka waktunya.Kredit jangka menengah yaitu kredit yang berjangka waktu antara 1 (satu) sampai dengan 3 (tiga) tahun.Kredit jangka menengah ini biasanya berupa kredit modal kerja atau kredit investasi yang relative tidak terlalu besar jumlahnya.31
Menurut Kasmir, kredit dilihat dari segi jangka waktu. Kredit jangka panjang merupakan kredit yang masa pengembaliannya paling panjang. Kredit jangka panjang waktu pengembaliannya diatas 3(tiga) tahun atau 5(lima) tahun. Biasanya kredit ini untuk investasi jangka panjang.
c. Kredit jangka panjang
32
Menurut Hasibuan, kredit berdasarkan jangka waktu. Kredit jangka panjang yaitu kredit yang jangka waktunya lebih dari tiga tahun.33Menurut Firdaus dan Ariyanti, kredit menurut jangka waktunya.Kredit jangka panjang yaitu kredit yang berjangka waktu lebih dari 3 (tiga) tahun.Kredit macam ini biasanya cocok untuk kredit investasi.34
30
Hasibuan, Op.ciy., hal 89
31Firdaus dan Ariyanti, Op.cit., hal 14 32Kasmir., Op.cit., hal 110
33 Hasibuan, Op.ciy., hal 89
(44)
7. Kredit jaminan
a. Kredit dengan jaminan
Menurut Kasmir, kredit dilihat dari segi jaminan. Kredit dengan jaminan merupakan kredit yang diberikan dengan suatu jaminan.Jaminan tersebut dapat berbentuk barang berwujud atau tidak berwujud atau jaminan orang. Artinya setiap kredit yang dikeluarkan akan dilindungi minimal senilai jaminan atau untuk kredit tertentu jaminan harus melebihi jumlah kredit yang diajukan si calon debitur. 35
Menurut Kasmir, kredit dilihat dari segi jaminan. Kredit tanpa jaminan merupakan kredit yang diberikan tanpa jaminan barang atau orang tertentu. Kreidt jenis ini diberikan dengan melihat prospek usaha, karakter serta loyalitas atau nama baik si calon debitur selama berhubungan dengan bank atau pihak lain. b. Kredit tanpa jaminan
36
Menurut Firdaus dan Ariyanti, kredit dilihat dari segi jaminannya. Kredit tidak memakai jaminan (unsecured loan) yaitu kredit yang diberikan benar-benar atas dasar kepercayaan saja, sehingga tidak ada “pengamanan” sama sekali. Kredit ini biasanya terjadi di antara sesama pengusaha (untuk tujuan produktif), atau diantara teman, keluarga, family (biasanya untuk tujuan konsumtif).37
D. Prinsip-Prinsip Dalam Pemberian Kredit Bank
Sebagaimana diketahui bahwa dalam setiap pemberian kredit diperlukan adanya pertimbangan dan kehati-hatian agar kepercayaan yang merupakan unsur
35Kasmir., Op.cit., hal 111 36Ibid
(45)
utama dalam kredit benar-benar terwujud sehingga kredit yang diberikan dapat mengenai sasarannya dan terjaminnya pengembalian kredit tersebut tepat pada waktunya sesuai denga perjanjian
Prinsip-prinsip pemberian kredit perbankan menurut Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 terntang Perbankan menentukan: “Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, bank umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi hutangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan”.
Lebih lanjut prinsip-prinsip pemberian kredit dinyatakan dalam penjelasan Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang No. 10 Tahun 1998, menentukan bahwa: Kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang diberikan oleh bank mengandung risiko,sehingga dalam pelaksanaannya bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang sehat. Untuk mengurangi risiko tersebut, jaminan pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh bank.Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari nasabah debitur.
(46)
Dari ketentuan di atas, dapat disimpulkan bahwa bank harus berhati-hati dalam memberikan kredit kepada calon nasabahnya. Bank harus menyelidiki terlebih dahulu calon debiturnya apakah calon debitur tersebut dapat dipercaya dan juga dapat diandalkan (bankable).
Cara yang masih diterapkan dalam menganalisis calon debitur tersebut dapat dipercaya atau diandalkan adalah apa yang disebut dengan 5 C, yang meliputi:38
1. Character (Watak)
Suatu keyakinan bahwa sifat atau watak dari orang-orang yang akan diberikan kredit benar-banar dapat dipercaya, hal ini tercermin dari latar belakang nasabah baik yang bersifat latar belakang pekerjaan maupun yang bersifat pribadi seperti cara hidup atau gaya hidup yang dianutnya, keadaan keluarga, yang semuanya merupakan ukuran kemauan membayar.
2. Capacity (Kemampuan)
Dihubungkan dengan pendidikannya, kemampuan bisnis juga diukur dengan kemampuannya dalam memahami tentang ketentuan-ketentuan pemerintah.Begitu juga dalam kemampuannya dalam menjalankan usahanya selama ini. Pada akhirnya akan terlihat kemampuannya dalam mengembalikan kredit yang disalurkan.
(47)
3. Capital (Modal)
Untuk melihat penggunaan modal apakah efektif, dilihat laporan keuangan (neraca dan laporan rugi laba) dengan melakukan pengukuran seperti dari segi likuiditas, solvabilitas, rentabilitas dan ukuran lainnya.Capital juga harus dilihat dari sumber mana saja modal yang ada sekarang ini.
4. Collateral (Jaminan atau agunan)
Merupakan jaminan yang diberikan calon nasabah baik yang bersifat fisik maupun non fisik.Jaminan hendaknya melebihi dari kredit yang diberikan. Jaminan juga harus diteliti keabsahannya, sehingga jika terjadi sesuatu masalah maka jaminan yang dititipkan akan dapat dipergunakan secepat mungkin.
5. Condition of Economy (Kondisi Perekonomian)
Dalam menilai kredit hendaknya juga dinilai kondisi ekonomi dan politik sekarang dan dimasa yang akan datang sesuai sektor masing-masing, serta prospek usaha dari sektor yang dijalankan. Penilaian prospek usaha yang dibiayai hendaknya benar-benar memiliki prospek yang baik, sehingga kemungkinan kredit tersebut bermasalah sangat kecil.
Membicarakan kredit bermasalah, berarti membicarakan resiko yang harus ditanggung oleh bank dalam setiap pemberian kredit.Oleh karena itu, setiap bank tidak dapat terlepas dari permasalahan kredit bermasalah.Karenanya yang bisa
(48)
dilakukan adalah bagaimana bank dapat menghindarkan diri atau setidak-tidaknya meminimalisir kredit bermasalah.
Dalam kebijakan penanganan kredit bermasalah, hal-hal yang diperhatikan, di antaranya, administrasi kredit; kredit yang perlu mendapat perhatian khusus; perlakuan terhadap kredit yang tunggakan bunganya dikapitalisasi (kredit plafondering); prosedur penyelesaian kredit bermasalah; dan prosedur penghapusbukuan kredit macet; serta tata cara pelaporan kredit macet dan tata cara penyelesaian barang agunan kredit yang telah dikuasai bank yang diperoleh dari hasil penyelesaian kredit. Dari kebijakan di atas, yang paling penting pula, yaitu pelaksana dan institusinya itu sendiri. Dari institusinya diharapkan bahwa:39
1. Bank tidak membiarkan atau bahkan menutup-nutupi adanya kredit bermasalah.
2. Bank harus mendeteksi secara dini adanya kredit bermasalah atau diduga akan menjadi kredit bermasalah
3. Penanganan kredit bermasalah atau diduga akan menjadi kredit bermasalah juga harus dilakukan secara dini dan sesegera mungkin. 4. Bank tidak melakukan penyelesaian kredit bermasalah dengan cara
menambah plafon kredit atau tunggakan-tunggakan bunga dan mengkapitalisasi tunggakan bunga tersebut atau lazim dikenal dengan praktik plafondering kredit.
(49)
5. Bank tidak boleh melakukan pengecualian dalam penyelesaian kredit bermasalah, khususnya untuk kredit bermasalah kepada pihak-pihak yang terkait dengan bank dan debitur-debitur besar tertentu.
6. Debitur Beriktikad Baik40
Dalam rangka menyelamatkan sektor riil dari keterpurukannya, pemerintah antara lain menggariskan kebijakan agar bank-bank memberikan kesempatan kepada para debitur yang mempunyai kredit macet untuk merestrukturisasi kredit tersebut. Restrukturisasi tidak mungkin diberikan kepada semua kredit yang bermasalah.
Ada beberapa indikator yang dapat digunakan untuk mengukur apakah debitur mempunyai itikad baik, antara lain sebagai berikut:
a. Sebelum kredit macet:
1. Apabila sebelum kredit menjadi macet, nasabah selalu kooperatif terhadap bank dan mau menjalankan segala kewajibannya, baik yang berupa kewajiban untuk mencicil pokok atau kewajiban membayar bunga.
2. Kredit telah digunakan sesuai dengan maksud dan tujuan yang tertulis di dalam perjanjian kredit. Dengan kata lain tidak terjadi side streaming, yaitu menggunakan untuk tujuan lain selain membiayai proyek atau usaha yang diperjanjikan.
(50)
3. Perhitungan kebutuhan jumlah kredit tidak diback-up, yaitu diajukan kepada bank dengan perhitungan lebih besar dari kebutuhan yang sesungguhnya.
4. Nilai tanah, peralatan dan aset perusahaan lain baik yang dibiayai dengan kredit maupun yang dijadikan agunan tidak dimark-up, yaitu dinilai lebih tinggi dari nilai yang sesungguhnya.
b. Setelah kredit macet:
1. Setelah kredit menjadi macet, debitur tidak sulit dihubungi oleh Bank/BPPN.
2. Setelah kredit menjadi macet, nasabah mengajukan permohonan untuk merestrukturisasi hutangnya kepada Bank/BPPN. Hal ini merupakan pertanda bahwa debitur bersikap positif terhadap penyelesaian kreditnya.
E. Tujuan dan Fungsi Kredit
Tujuan kredit adalah untuk memperoleh hasil keuntungan dari bunga kredit yang dibebankan kepada debitur sesuai dengan ketentuan yang diperjanjikan.Tujuan kredit mencakup skope yang luas, yaitu dua fungsi pokok yang saling berkaitan. Dua fungsi pokok yang saling berkaitan tersebut adalah sebagai berikut :41
1. Profitability, adalah tujuan umtuk memperoleh hasil dari kredit berupa
keuntungan yang diperoleh dari pungutan bunga.
(51)
2. Safety, adalah keamanan dari prestasi atau fasilitas yang diberikan harus benar-benar terjamin sehingga tujuan profitabilitasnya dapat benar-benar tercapai tanpa hambatan yang berarti.
Secara umum, tujuan kredit di bank antara lain sebagai berikut :
a. Memenuhi kebutuhan nasabah dalam persediaan uang tunai pada saat ini, b. Mempertahankan standar perkreditan yang layak,
c. Mengevaluasi berbagai kesempatan usaha yang baru,
d. Mendatangkan keuntungan bagi bank dan pada saat yang sama menyediakan likuiditas yang memadai.
Tujuan penyaluran kredit bagi nasabah adalah untuk membantu nasabah meningkatkan volume usahanya melalui modal kerja dan sedapat mungkin berupaya menghindari timbulnya kredit macet. Atas dasar pemikiran tersebut di atas maka pemilihan sektor-sektor usaha yang produktif dan cepat menghasilkan likuiditas tentunya akan diproritaskan. Mengenai fungsi kredit, pada awal pengembangannya mengarah pada fungsi merangsang kedua belah pihak (kreditur dan debitur) untuk saling menolong dalam mencapai pemenuhan kebutuhan, baik dalam bidang usaha maupun kehidupan sehari-hari.Pihak yang mendapat kredit harus dapat menunjukkan prestasi-prestasi yang lebih tinggi dari kemajuan usaha itu sendiri. Bagi pihak yang memberikan kredit secara material harus mendapat rehabilitas berdasarkan perhitungan yang wajar dari modal yang dijadikan objek kredit secara spiritual mendapatkan kepuasan dengan membantu pihak lain untuk dapat mencapai kemajuan.
(52)
Dalam kehidupan perekonomian dan perdagangan, fungsi kredit antara lain adalah sebagai berikut:42
1. Meningkatkan daya guna usaha
Memberikan pinjaman uang kepada pengusaha yang memrlukan dana untuk melangsungkan usahanya berarti mendayagunakan uang itu secara benar. 2. Meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang
Pemberian uang yang disalurkan melalui rekening giro dapat menciptakan adanya alat pembayaran yang baru seperti bilyet giro, cek, wesel, dan lain sebagainya. Ini berarti ada peningkatan peredaran uang giral.Pemberian kredit uang dalam bentuk tunai juga meningkatkan daya guna peredaran uang kartal. 3. Meningkatkan daya guna dan peredaran barang
Para pengusaha di bidang industri memrlukan banyak modal untuk membiayai usahanya.Sebagian dari pengusaha itu ada yang menggunakan modal dari kredit (pinjaman). Dengan uang pinjaman itu mereka menjalankan usaha membeli bahan baku yang kemudian memproses bahan baku menjadi barang jadi, sehingga daya guna barang itu meningkat.
4. Sebagai salah satu stabilisator ekonomi
Untuk meningkatkan keadaan ekonomi dari keadaan kurang sehat keadaan yang lebih sehat, biasanya kebijakan pemerintah diarahkan kepada usaha-usaha untuk memenuhi kebutuhan pokok masyarakat, mengendalikan inflasi, dan mendorong kegiatan eksport
5. Meningkatkan kegairahan usaha
(53)
Kemampuan para pengusaha untuk mengadakan modal sendiri bagi usahanya sangat terbatas bila dibandingkan dengan keinginan dan peluang yang ada untuk memperluas usahanya.Untuk itu pemberian kredit dapat lebih meningkatkan kegairahan berusaha.
6. Meningkatkan pemerataan pendapatan
Para pengusaha dapat memperluas usahanya dengan bantuan modal dari kredit bank.Biasanya perluasan usaha ini memerlukan tenaga kerja tambahan. Hal ini sama saja dengan membuka kesempatan kerja, juga membuka peluang pemerataan pendapatan.
7. Meningkatkan hubungan internasional
Bantuan kredit dapat diselenggarakan dalam negeri maupun luar negeri.Perusahaan dalam negeri mempunyai kemungkinan untuk menerima bantuan kredit dari bank atau lembaga keuangan luar negeri, demikian pula sebaliknya.
(54)
A. Pengertian Jaminan
Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu zekerheid atau cautie.Zekerheid atau cautie mencakup secara umum cara-cara kreditur menjamin dipenuhinya tagihannya, disamping pertanggungan jawab umum debitur terhadap barang-barangnya. Jaminan yang lahir karena undang-undang merupakan jaminan yang keberadaannya ditunjuk undang-undang-undang-undang, tanpa adanya perjanjian para pihak, yaitu yang diatur dalam Pasal 1131 KUHPerdata yang menyatakan bahwa segala kebendaan milik debitur, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari, akan menjadi tanggungan untuk segala perikatannya. Dengan demikian berarti seluruh benda debitur menjadi jaminan semua kreditur. Dalam hal ini debitur tidak dapat memenuhi kewajiban utangnya kepada kreditur, maka kebendaan milik debitur tersebut akan dijual kepada umum, dan hasil penjualan benda tersebut akan dijual kepada umum, dan hasil penjualan benda tersebut dibagi diantara kreditur, seimbang dengan besar piutang masing-masing.
Selain istilah jaminan, dikenal juga dengan agunan.Istilah agunan dapat dilihat di dalam Pasal 1 angka (23) Undang-Undang Perbankan yaitu agunan adalah jaminan tambahan diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam rangka mendapatkan fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.
(55)
Agunan dalam konstruksi ini merupakan jaminan tambahan (accessoir).Tujuan agunan adalah untuk mendapatkan fasilitas dari bank.Jaminan ini diserahkan oleh debitur kepada bank. Unsur-unsur agunan, yaitu:
a. Jaminan tambahan;
b. Diserahkan oleh debitur kepada bank;
c. Untuk mendapatkan fasilitas kredit atau pembiayaan.
Thomas Suyatno, ahli perbankan menyatakan bahwa jaminan adalah penyerahan kekayaan atau pernyataan kesanggupan seseorang untuk menanggung pembayaran kembali suatu utang dan Hartono Hadisaputro menyatakan jaminan adalah sesuatu yang diberikan debitur kepada kreditur untuk menimbulkan keyakinan bahwa debitur akan memenuhi kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul suatu perikatan.43
Istilah yang digunakan oleh M. Bahsan adalah jaminan.Ia berpendapat bahwa jaminan adalah “Segala sesuatu yang diterima kreditur yang diserahkan debitur untuk menjamin suatu utang piutang dalam masyarakat”44
Dari perumusan pengertian jaminan di atas, dapat disimpulkan bahwa jaminan itu suatu tanggungan yang dapat dinilai dengan uang, yaitu berupa . Adanya jaminan seperti yang disebutkan diatas memang diperlukan oleh kreditur, karena dalam suatu perikatan antara kreditur dan debitur, pihak kreditur mempunyai suatu kepentingan bahwa debitur memenuhi kewajibannya dalam perikatan tersebut.
43Frieda Husni Hasbullah. Hukum Kebendaan Perdata Hak-Hak Yang Memberi Jaminan.
Indhill: Jakarta, 2009, hal 6-7
44Salim HS.Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia. Rajawali Pers: Jakarta, 2004,
(56)
kebendaan tertentu yang diserahkan debitur kepada kreditur sebagai akaibat dari suatu hubungan perjanjian utang piutang atau perjanjian lain. Kebendaan tertentu diserahkan debitur kepada kreditur dimaksudkan sebagai tanggungan atas pinjaman atau fasilitas kredit yang diberikan kreditur kepada debitur sampai debitur melunasi pinjamannya tersebut. Apabila debitur wanprestasi, kebendaan tertentu tersebut akan dinilai dengan uang, selanjutnya akan dipergunakan untuk pelunasan seluruh atau sebagian dari pinjaman atau utang debitur kepada krediturnya. Dengan kata lain jaminan disini berfungsi sebagai sarana atau menjamin pemenuhan pinjaman atau utang debitur seandainya wanprestasi sebelum sampai jatuh tempo pinjaman atau utangnya berakhir.45
B. Jenis-Jenis Jaminan 1. Jaminan Perorangan.
Jaminan perorangan adalah jaminan berupa pernyataan kesanggupan yang diberikan oleh seorang pihak ketiga, guna menjamin pemenuhan kewajiban-kewajiban debitur kepada kreditur apabila debitur yang bersangkutan cidera janji atau wanprestasi.46
Menurut R.Subekti, jaminan perorangan adalah suatu perjanjian antara seorang berpiutang dengan seorang ketiga, yang menjamin dipenuhinya kewajiban si debitur .Ia bahkan dapat diadakan di luar sepengetahuan si berhutang.47
45
Rachmadi Usman. Hukum Jaminan Keperdataan. Sinar Grafika: Jakarta.2008, hal 69
46
Hasanuddin Rahman, Aspek-aspek Hukum Perikatan Kredit Perbankan, Citra Aditya bakti, Bandung,1996, hal 164
47
R.Subekti, Jaminan-jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia, Citra AdityBakti, Bandung, 1991, hal.19
(57)
KUHPerdata jaminan perorangan merupakan penanggungan, sesuai dengan Pasal 1820 KUHPerdata, penanggungan adalah suatu persetujuan dengan mana seorang pihak ketiga, guna kepentingan si berpiutang mengikatkan diri untuk memenuhi perikatannya si berutang, manakala orang ini sendiri tidak memenuhinya.
2. Jaminan Kebendaan.
Jaminan kebendaan adalah jaminan berupa harta kekayaan, baik benda maupun hak kebendaan, yang diberikan dengan cara pemisahan bagian dari harta baik dari si debitur maupun dari pihak ketiga guna menjamin pemenuhan kewajiban-kewajiban debitur kepada pihak kreditur apabila debitur yang bersangkutan cidera janji atau wanprestasi.48
Menurut R.Subekti pemberian jaminan kebendaan berupa menyendirikan suatu bagian dari kekayaan seseorang, si pemberi jaminan dan menyediakannya guna pemenuhan pembayaran kewajiban seorang debitur.49
Selanjutnya dikatakan pula, bahwa kekayaan tersebut dapat berupa kekayaan debitur sendiri atau kekayaan pihak ketiga.Penyendirian atau penyediaan secara khusus itu diperuntukkan bagi keuntungan seorang kreditur tertentu yang telah memintanya, karena bila tidak ada penyendirian atau penyediaan secara khusus itu, bagian dari kekayaan tadi seperti halnya seluruh kekayaan debitur dijadikan jaminan untuk pembayaran semua utang si debitur. Pemberian jaminan kebendaan kepada seorang kreditur tersebut, suatu hak privilege atau kedudukan istimewa terhadap para kreditur lain.
48
Hasanuddin Rahman, Op Cit, hal. 167 49
(58)
Jika terjadi tubrukan antara hak-hak yang bersifat kebendaan dan hak yang bersifat perorangan, maka hak kebendaan lebih dimenangkan daripada hak perorangan.Lembaga jaminan kebendaan adalah Gadai, Hak Tanggungan, Jaminan Fidusia, Hipotik (bukan tanah), sedangkan lembaga jaminan perorangan adalah Borg Tocht/ Penanggungan.
C. Jaminan Kredit Dalam Perbankan
Bank sebagai badan usaha yang memberikan kredit kepada debitor wajib melakukan upaya pengamanan agar kredit tersebut dapat dilunasi debitor yang bersangkutan.Oleh karena itu sekecil apapun nilai kredit yang diberikan kepada debitor harus tetap diamankan sesuai dengan prinsip kehati-hatian (prudential principle).Untuk pengamanan dimaksud, maka debitor wajib memberikan jaminan kredit kepada bank selaku kreditor.
Keterkaitan jaminan kredit dengan pengamanan kredit dapat disimpulkan dari ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata, yaitu merupakan upaya lain yang dapat digunakan bank untuk memperoleh pelunasan kredit apabila debitor tidak dapat melunasi kreditnya atau wanprestasi. Bilamana di kemudian hari debitor tidak dapat melunasi kreditnya atau wanprestasi maka akan dilakukan penjualan atas objek jaminan kredit debitor. Hasil penjualan tersebut selanjutnya akan diperhitungkan oleh bank untuk pelunasan kredit debitor.
Cara penjualan jaminan kredit debitor tersebut wajib dilakukan sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Dalam hal ini cara penjualan jaminan kredit terkait dengan berbagai hal, antara lain kepada pengikatannya melalui lembaga jaminan atau tidak melalui lembaga jaminan, kemauan debitor untuk bekerja sama
(59)
dengan bank, bentuk dan jenis jaminan kredit, kemampuan bank untuk menangani penjualan jaminan kredit dan sebagainya.
Fungsi jaminan kredit untuk mengamankan pelunasan kredit baru akan muncul pada saat kredit dinyatakan bermasalah atau macet. Selama kredit berjalan lancar atau dapat dilunasi oleh debitor dengan baik, maka tidak akan terjadi penjualan jaminan kreditnya. Dalam hal ini jaminan kredit akan dikembalikan kepada debitor yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan hukum dan perjanjian kredit.
Fungsi jaminan kredit untuk mengamankan pelunasan kredit sangat berkaitan dengan kepentingan bank yang menyalurkan dananya kepada debitor yang sering dikatakan mengandung risiko. Dengan adanya jaminan kredit yang dikuasai dan diikat bank sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, pelaksanaan fugsi tersebut akan terlaksana pada saat debitor ingkar janji.50
D. Prinsip-prinsip dalam Pemberian Kredit Bank
Beberapa Bank dalam memberikan kredit berpedoman pada prinsip perkreditan believe and prudent keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya. Akan tetapi bankir menyadari bahwa pemberian kredit yang diberikan tetap mengandung risiko, sehingga berpedoman pada prinsip perkreditan believe and prudent tersebut hanya untuk mengurangi risiko saja. Walaupun beberapa bank telah menempuh usaha yang intensif dengan
50 M.Bahsan,Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, Jakarta:
(60)
penuh kehati-hatian, namun sekalipun demikian masih terjadi dalam kenyataan terjadinya kredit macet.
Sistem pemberian kredit didasarkan atas keyakinan bank akan kemampuan dan kesanggupan nasabah untuk membayar utangnya. Untuk memperoleh keyakinan tersebut, maka sebelum memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian dengan seksama terhadap watak, kemampuan, modal agunan dan prospek usaha dari debitur.
Dalam dunia perbankan kelima faktor yang dinilai tersebut dikenal dengan sebutan “the five of credit analysis” atau prinsip 5 C (character, capacity, capital, collateral and condition). Cara penilaian yang demikian bukan hal baru, karena dalam Undang-Undang Perbankan no. 10 Tahun 1998 telah diatur dan bank telah mempraktekkannya selama ini yaitu:
a. Watak (Character)
Diperhatikan bank adalah sikap atau perilaku debitur.Yang diperhatikan bukan hanya nasabah dalam berhubungan dengan bank saja, tetapi meliputi juga dengan pihak yang lainnya.
b. Kemampuan (Capacity)
Usaha yang dibiayai dengan kredit, pada dasarnya nasabah harus dapat mengelola dengan baik, kalau tidak usaha nasabah tidak berkembang atau macet sama sekali. Diperhatikan bank disini terutama pimpinan perusahaan nasabah, selain mempunyai kemampuan memimpin perusahaan, juga menguasai bidang usaha serta kesungguhan mengelola usaha dengan baik dan menguntungkan.
(1)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil pembahasan tentang Aspek Hukum Pemberian Kredit dengan Jaminan Hak Milik Pihak Ketigadapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :
1. Pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan hak milik pihak ketiga pada
Bank SUMUT, untuk pemberian kredit dengan jaminan hak milik pihak ketiga sama saja dengan jaminan dengan yang lain yang penting dia tidak diluar prosedur yang ditetapkan dari Bank SUMUT, dimana dalam jaminan pihak ketiga yang dimaksud seperti anak kandung, orang tua dan mertua. Jadi selain dari itu agunan nya bisa diterima namun dengan ketentuan nilai rasionya 50 persen. Biasanya pinjaman umum rata-rata rasio jaminan pemberian kredit itu 100 persen dari plafonnya. Contohnya: nasabah meminjam 100 juta maka agunan kredit nya harus 100 persen maka 100 juta juga. Tapi agunan yang diluar pihak ketiga maka bisa namun agunan jaminannya 50 persen, misalnya si nasabah memiliki saudara kandung yang menaruh jaminan maka seminimal mungkin 50 persen dan tidak boleh melebihi 50 pers
2. Penyelesaian sengketa terhadap jaminan hak milik pihak ketiga pun sama
dengan yang lainnya namun yang membedakannya pihak ketiganya dihubungi karena pihak ketiga tersebut juga memiliki agunan didalamnya dan pihak ketiga tersebut juga memiliki hak dan tanggungjawab dalam penyelesaian
(2)
kredit ataupun apabila terjadi wanprestasi pihak ketiga juga wajib untuk membantu dan menyelesaikan kredit tersebut.
3. Perlindungan hukum terhadap debitur dalam pemberian kredit dengan jaminan
pihak ketiga pada (studi pada Bank Sumut Cabang Sei Sikambing, Untuk perlindungan hukum terhadap debitur hanya terdapat di Hak Tanggungan (HT). Ketika nasabah masih memiliki kredit di bank maka pihak bank memberikan solusi dimana pihak bank memberikan asuransi yang mana adalah asuransi kredit dan asuransi bangunan. Kalaupun suatu hari nanti nasabah meninggal dunia maka kreditnya lunas dan diberitahukan juga ke pihak ketiga bahwasannya pemohon kredit telah meninggal dunia dan kreditnya dilunasin maka tidak ada lagi hubungan antara pemohon dengan pihak bank dalam hal masalah kredit. Maka dengan itu pihak ketiga dapat mengambil kembali agunan nya yang terdapat di bank.
B. Saran
Setelah mengadakan penelitian dan mengamati masalah yang timbul dalam penulisan skripsi yang berjudul Aspek Hukum Pemberian Kredit dengan Jaminan Hak Milik Pihak Ketiga, maka saran yang dapat diberikan
1. Seharusnya penyaluran kredit sesuai dengan ketentuan yang berlaku serta
kreditur seharusnya mengedepankan asas publikasi dan kepastian hukum. Adanya penyuluhan tentang peraturan-peraturan yang mengatur kredit bank kepada masyarakat guna meminimalisir terjadinya penyelewengan oleh pihak debitur maupun kreditur.
(3)
2. Seharusnya penyaluran kredit sesuai dengan ketentuan yang berlaku serta kreditur seharusnya mengedepankan asas publikasi dan kepastian hukum. Adanya penyuluhan tentang peraturan-peraturan yang mengatur kredit bank kepada masyarakat guna meminimalisir terjadinya penyelewengan oleh pihak debitur maupun kreditur.
3. Dalam rangka menghindari hal-hal yang tidak diinginkan seperti adanya
wanprestasi yang dilakukan oleh debitur, maka pihak studi pada Bank Sumut Cabang Sei Sikambing Medan sebelum memberikan kredit harus lebih hati-hati dan teliti dalam menilai dan memeriksa baik calon debitur maupun barang-barang yang dijadikan jaminan tersebut tidak hanya berdasarkan pada laporan, tetapi juga hendaknya berdasarkan bukti dan / atau keadaan yang sebenarnya di lapangan.
(4)
DAFTAR PUSTAKA Buku
Az,Lukman Santoso 2011. Hak dan Kewajiban Hukum Nasabah Bank. Pustaka Yustisia, Yogyakarta.
Bako,Ronny Sautama Hotma 1995. Hubungan Bank dan Nasabah Terhadap Produk Tabungan dan Deposito. Citra Aditya Bakti, Bandung.
Bastian, Suharjono dan Indra 2006.Akuntansi Perbankan. Edisi Pertama. Jakarta: Salemba Empat
Bahsan,M. Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007
Djumhana,Muhammad 2006, Hukum Perbankan di Indonesia, PT. Citra Aditya Bhakti, Bandung.
Dendawijaya, Lukman. Manajemen Perbankan: Edisi Kedua. Bogor: Ghalia Indonesia,2005
Daeng,Naja. H.R. Pengantar Hukum Bisnis Indonesia, (Yogyakarta: PustakaYustisia, 2009)
Firdaus, Rachmat dan Maya Ariyanti. 2004. Manajemen Perkreditan Bank Umum : Teori, Masalah, Kebijakan dan Aplikasinya Lengkap dengan Analisis Kredit. Bandung: Alfabeta
Hadisoeprapto, Hartono, Pokok-pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan, Yogyakarta, Liberty, 1984.
Hasbullah, Frieda Husni Hukum Kebendaan Perdata Hak-Hak Yang Memberi Jaminan. Indhill: Jakarta, 2009
Hasibuan.Malayu S. P. Dasar-Dasar Perbankan. Jakarta: Bumi Aksara,2006 Ikhsan, Edy dan Mahmul Siregar, Metode penelitian dan Penulisan Hukum
Sebagai Bahan Ajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, 2009
Kasmir.Dasar-Dasar Perbankan.Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2005
Kasmir, Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2008)
(5)
Mulyono, Teguh Pudjo. 2002. Aplikasi Akuntansi Manajemen: Dalam Praktik Perbankan. Edisi 3.Yogyakarta : BPFE
M. Tohar, Permodalan dan Perkreditan Koperasi, Kanisius, Yogyakarta, 1999 Pramono,Nindyo Bunga Rampai Hukum Bisnis Aktual, Bandung, Citra Aditya Bakti, 2006
Rahman,Hasanuddin Aspek-aspek Hukum Perikatan Kredit Perbankan, Citra Aditya bakti, Bandung,1996
Sutarno, Aspek-aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, Jakarta, 2005,Alfabeta Santoso,Urip Hukum Agraria dan Hak-Hak Atas Tanah, Kencana, Jakarta, 200 Sutedi,Adrian Hukum Hak Tanggungan, Sinar Grafika, Jakarta, 2012
Soekanto,SoerjonoPengantar Penelitian Hukum,UI Press, Jakarta, 2010
Sunggono,BambangMetodologi Penelitian Hukum, RadjaGrafindo Persada, Jakarta 2007
SP,Ikhwana Nandasari 2009, Penyelesaian Kredit Macet dengan Hak Tanggungan pada PT. Bank Pembangunan Daerah Sumatera Selatan di Palembang, Tesis, Program Pascasarjana, Universitas Diponegoro, Semarang.
Untung,BudiKredit Perbankan di Indonesia, Andi, Yogyakarta, 2000.
Salim HS.Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia. Rajawali Pers: Jakarta, 2004
Subekti,R. Jaminan-jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia, Citra AdityBakti, Bandung, 1991
Sutojo,Iswanto Analisis Kredit Bank Umum, Jakarta : Damar Mulia Pustaka, 2007 Soebekti, R. Hukum Perjanjian, (Jakarta: PT. Intermasa, 2001)
Satrio,J. Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, Bandung, Citra Aditya Bakti, 2006
Usman, Rachmadi Hukum Jaminan Keperdataan. Sinar Grafika: Jakarta.2008
(6)
Undang-Undang No .10 tahun 1998 tentang Perbankan Kitab Undang-Undang hukum Perdata
Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Agraria
Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Wawancara
Hasil wawancara dengan bpk. Harsha Raziqa karyawan PT. Bank SUMUT (Cabang Sei Sikabing) Divisi Sumber Daya Manusia