Dasar Hukum Suatu Kredit

lebih baik.Maksudnya, baik bagi pihak debitur maupun kreditur mendapatkan kemajuan.Kemajuan tersebut dapat tergambarkan apabila mereka memperoleh keuntungan, mengalami peningkatan kesejahteraan, dan masyarakat pun atau negara mengalami suatu penambahan dari penerimaan pajak, serta kemajuan ekonomi, baik yang bersifat mikro maupun makro. Dari manfaat nyata dan manfaat yang diharapkan maka sekarang ini kredit dalam kehidupan perekonomian dan perdagangan mempunyai fungsi:meningkatkan daya guna uang. a. Meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang. b. Meningkatkan daya guna dan peredaran barang c. Salah satu alat stabilitas ekonomi. d. Meningkatkan kegairahan berusaha. e. Meningkatkan pemerataan pendapatan. f. Meningkatkan hubungan internasional.

B. Dasar Hukum Suatu Kredit

Apapun bentuknya, suatu kegiatan dalam lalu lintas bisnis tentunya memerlukan suatu topangan juridis yang menjadi dasar hukumnya.Hal ini sebagai konsekuensi dari suatu prinsip bahwa negara Indonesia adalah negara hukum.Terlebih lagi sistem negara kita sebagai suatu negara yang tergolong ke dalam sistem Eropah kontinental dimana peraturan perundang-undangan menduduki urutan yang sangat penting sebagai sumber hukum.Demikian juga terhadap suatu perbuatan hukum pemberian kredit, tentunya memerlukan suatu basis hukum yang kuat. Untuk dasar hukum pemberian kredit oleh bank dapat dirinci sebagai berikut: 1. Undang-undang sebagai dasar hukum Di negara-negara yang menganut sistem hukum Eropah Kontinental, kedudukan Undang-undang sebagai sumber hukum sangat penting.Sungguhpun Undang-undang itu sendiri harus mendasari dirinya kepada sumber perundang- undangan yang lebih tinggi seperti Pancasila dan UUD 1945.Di Indonesia Undang-undang yang khusus mengatur tentang perbankan adalah Undang-undang No. 10 Tahun 1998.Undang-undang ini menggantikan Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang Pokok-pokok perbankan.Dalam kedua Undang-undang ini ditegaskan bahwa pemberian kredit merupakan kegiatan yang sangat pokok dan sangat konvensional dari suatu bank. Selain kedua Undang-undang tersebut di atas, Undang-undang lain yang juga mengatur tentang perbankan, yaitu Undang-undang No. 3 Tahun 2004 mengenai Bank Indonesia sebagai Bank Sentral. Dalam Undang-undang ini diatur kedudukan dan wewenang dari Bank Indonesia sebagai pengawas di bidang perbankan. Termasuk juga pengawasan di bidang perkreditan, antara lain pada Pasal 11 menentukan bahwa Bank Indonesia dapat meberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prisip syariah untuk jangka waktu paling lama 90 sembilan puluh hari kepada bank untuk mengatasi kesulitan pendanaan jangka pendek Bank yang bersangkutan. Dan pelaksanaan pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah sebagaimana dimaksud pada ayat 1, wajib dijamin oleh bank penerima dengan agunan yang berkaulitas tinggi dan mudah dicairkan yang nilainya minimal sebesar jumlah kredit atau pembiayaan yang diterimanya. Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-undang bagi yang membuatnya. Dengan ketentuan dalam Pasal 1338 ayat 1 ini berlaku sahihnya setiap perjanjian yang dibuat secara sah bahkan kekuatannya sama dengan kekuatan Undang- undang. Demikian pula dengan bidang perkreditan, khususnya kredit bank yang diawali oleh suatu perjanjian yang sering disebut perjanjian kredit dan umumnya dilakukan dalam bentuk tertulis. Sesuai dengan ketentuan Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata maka seluruh pasal yang ada dalam suatu perjanjian kredit secara hukum mengikat kedua belah pihak, yakni pihak kreditur dan pihak debitur. Asal saja pasal-pasal tersebut tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku. Keterikatan yang sama juga berlaku bagi perjanjian pendukung lainnya seperti perjanjian jaminan hutang, tehnik pelaksanaan pembayaran, yang biasanya merupakan lampiran dari perjanjian kredit yang bersangkutan.

a. Peraturan Pemerintah

Perundang-undangan yang levelnya di bawah Undang-undang yang mengatur juga tentang perkreditan dapat diklarifikasikan sebagai berikut : 1 PP No. 70 tahun 1992 tentang Bank Umum 2 PP No. 71 tahun 1992 tentang Bank Perkreditan Rakyat c PP No. 72 tahun 1992 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil

b. Peraturan yang dikeluarkan oleh Menteri Keuangan

Banyak juga dikeluarkan Peraturan Menteri Keuangan untuk mengatur masalah perkreditan sebab Menteri Keuangan menurut peraturan termasuk salah satu unsur Dewan Moneter. Peraturan tersebut antara lain : Keputusan Menkeu No. KEP 792MKIV121970 tanggal 7 Desember 1970 tentang Lembaga Keuangan yang telah diubah dan ditambah dengan Keputusan Menkeu No. KEP 38MKIV11972 tanggal 18 Januari 1972 dan No.KEP 562KMK-0111982 tanggal 1 September 1982.

c. Peraturan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia

1 Berdasarkan fungsinya yang mengawasi kegiatan perbankan, termasuk masalah pengawasan kredit maka Bank Indonesia mengeluarkan petunjuk pelaksanaan, dalam bentuk Keputusan Direksi BI, Peraturan BI, SE BI, dan lain-lain antara lain : 2 SK Direksi BI No. 2150KEPDIR, tanggal 27 Oktober 1988 tentang BMPK batas maksimum pemberian kredit kepada debitur atau debitur group. 3 SE kepada semua bank dan lembaga keuangan bukan bank di Indonesia No. 21110BPPP, tanggal 27 Oktober 1988 perihal BMPK kepada debitur atau debitur group.

d. Peraturan Perundang-undangan lain

Selain dari peraturan perundang-undangan tersebut di atas masih ada berbagai peraturan perundang-undangan yang disana-sini mengatur tentang perkreditan seperti Keppres, Peraturan atau SK Pejabat tertentu. 3. Yurisprudensi sebagai dasar hukum Di samping peraturan perundang-undangan yang dipakai sebagai dasar hukum untuk kegiatan perkreditan, maka yurisprudensi dapat juga menjadi dasar hukum misalnya Keputusan Mahkamah Agung No. 2826Kpdt1984, tanggal 27 Februari 1986 dalam kasus antara PT. Indokaya Nissan Motors dan Marubeni Corporation. Hal yang senada dengan itu yaitu Keputusan Mahkamah Agung No. 1313KPdt1985, tanggal 9 Desember 1987 dalam kasus PT. Starlight dan Bank of America. 4. Kebiasaan perbankan sebagai dasar hukum Dalam ilmu hukum diajarkan bahwa kebiasaan dapat juga menjadi suatu sumber hukum.Demikian juga dalam bidang perkreditan, kebiasaan dan praktek perbankan dapat juga menjadi suatu dasar hukum.Banyak hal yang lazim dilaksanakan dalam praktek tetapi belum mendapat pengaturan dalam perundang- undangan.Hal seperti ini tentu sah-sah saja dilakukan oleh perbankan asal tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Menurut Undang-undang No. 7 tahun 1992, bank dapat melakukan kegiatan lain selain dari yang diperinci oleh pasal 6, jika hal tersebut merupakan kelaziman dalam dunia perbankan vide pasal 6 huruf n. 5. Peraturan terkait lainnya Di samping peraturan perundang-undangan bidang perbankan, terkadang dalam hal pemberian dan atau pelaksanaan suatu kredit berlaku juga peraturan perundang-undangan lainnya misalnya : a. KUH Perdata Buku III tentang perikatan karena kredit pada hakekatnya merupakan perjanjian. b. Ketentuan mengenai hipotik dalam KUH Perdata. c. Undang-undang Hak Tanggungan No. 4 Tahun 1996. d. Ketentuan HIR tentang eksekusi hipotik dan surat pengakuan hutang. e. Ketentuan hukum tanah dalam UUPA No. 5 Tahun 1960 beserta peraturan pelaksananya

C. Jenis-jenis kredit