BAB IV ASPEK HUKUM PEMBERIAN KREDIT DENGAN JAMINAN
HAK MILIK PIHAK KETIGA STUDI PADA BANK SUMUT CABANG SEI SIKAMBING MEDAN
i. Pelaksanaan Pemberian Kredit dengan Jaminan Hak Milik Pihak Ketiga
studi pada Bank Sumut Cabang Sei Sikambing Medan
Pelaksanaan Pemberian Kredit dengan Jaminan Hak Milik Pihak Ketiga pada Bank Sumut Cabang Sei Sikambing Medanmemberikan kreditmensyaratkan
melalui tahap-tahapan penilaian mulai dari pengajuan proposal kredit dan dokumen-dokumen yang diperlukan, pemeriksaan keaslian dokumen, analisis
kredit sampai kredit dikucurkan tahapan-tahapan dalam memberikan kredit ini dikenal nama prosedur pemberian kredit. Tujuan prosedur pemberian kredit
adalah untuk memastikan kelayakan suatu kredit, diterima atau ditolak.Dalam menentukan menentukan kelayakan suatu kredit maka dalam setiap tahap selalu
dilakukan penilaian yang mendalam. Sebelum debitur memperoleh kredit terlebih dahulu harus melalui
prosedur pemberian kredit atau tahapan-tahapan pemberian kredit Tahapan- tahapan penilaian sebelum debitur mengajukan kredit yaitu: pengajuan proposal
kredit dan dokumen-dokumen yang diperlukan, pemeriksaan keaslian dokumen, analisis kredit sampai dengan kredit yang dikucurkan. Apabila dalam penilaian
terdapat kekurangan maka pihak Bank dapat meminta kembali debitur atau pemberian kredit langsung ditolak.Tujuan prosedur pemberian kredit adalah untuk
memastikan kelayakan suatu kredit maka dalam setiap tahap dilakukan penilaiaan yang mendalam.
Dalam dunia perbankan prosedur pemberian kredit dan penilaian kredit antar Bank tidak jauh berbeda, yang menjadikan perbedaan hanya terletak
pada persyaratan dan ukuran-ukuran penilaian yang ditetapkan oleh Bank dengan pertimbangan masing-masing.Secara umum dapat dijelaskan prosedur pemberian
kredit oleh bank sebagai berikut yang diperoleh berdasarkan dokumentasi data dari Bank Sumut Cabang Sei Sikambing Medan.
1. Pengajuan Proposal Untuk mendapatkan fasilitas kredit dari bank maka tahap yang pertama
pemohon kredit mengajukan permohonan kredit secara tertulis dalam suatu proposal.Proposal kredit harus dilampiri dengan dokumen-dokumen lainnya yang
dipersyaratkan. Yang perlu diperhatikan dalam setiap pengajuan proposal suatu kredit hendaknya yang berisi keterangan tentang:
a. Riwayat perusahaan seperti riwayat hidup perusahaan, jenis bidang usaha,
nama pengurus berikut latar belakang pendidikannya, perkembangan perusahaan dan wilayah pemasaran produknya.
b. Tujuan pengambilan kredit, dalam hal ini harus jelas apakah untuk
penambahan omset penjualan, kapasitas produksi dan tujuan lainnya. Kemudian juga perlu mendapat perhatian adalah kegunaan kredit apakah
untuk modal kerja atau investasi.
c. Besar kredit dan jangka waktu.
d. Cara pemohon mengembalikan kredit, maksudnya perlu dijelaskan secara
rinci cara nasabah dalam mengembalikan kredit.
e. Jaminan kredit, dalam hal ini jaminan dapat diberikan dalam bentuk surat
atau sertifikat. Berkas-berkas yang telah dipersyaratkan yang perlu dilampirkan dalam
proposal, yaitu: a.
Akta pendirian perusahaan. b.
Bukti diri KTP para pengurus dan pemohon kredit. c.
Tanda Daftar Perusahaan TDP merupakan selembar sertifikat yang dikeluarkan oleh departemen Perindustrian dan Perdagangan, masa
berlakunya biasanya 5 tahun dan jika masa berlakunya habis dapat diperpanjang kembali.
d. NPWP Nomor Pokok Wajib Pajak merupakan surat tentang wajib pajak
yang dikeluarkan oleh Departemen Keuangan. e.
Neraca dan laporan rugi laba 3 tahun terakhir. f.
Foto Copy sertifikat dijadikan jaminan. g.
Daftar pengahasilan perseorangan. h.
Kartu Keluarga KK bagi perseorangan 2. Penyelidikan Berkas Pinjaman
Tujuan penyelidikan dokumen-dokumen yang diajukan pemohon kredit adalah untuk mengetahui apakah berkas yang diajukan sudah lengkap sesuai
persyaratan yang telah ditetapkan.Jika menurut pihak perbankan belum lengkap atau belum cukup maka debitur diminta untuk segera melengkapinya dan apabila
sampai batas tertentu nasabah tidak sanggup melengkapi kekurangan tersebut, maka sebaliknya permohonan kredit dibatalkan. Dalam penyelidikan yang perlu
diperhatikan adalah membuktikan kebenaran dan keaslian dari berkas-berkas yang ada, seperti kebenaran dan keaslian Akte Notaris, TDP, KTP dan Surat-surat
jaminan seperti sertifikat tanah, BPKB mobil ke instasi yang berwenang mengeluarkannya. Kemudian jika asli dan benar maka pihak Bank mencoba
mengkalkulasi apakah jumlah kredit yang diminta memang relevan dan kemampuan nasabah untuk membayar.Semua ini dengan menggunakan
perhitungan terhadap angka-angka yang dilaporkan keuangan dengan berbagai rasio keuangan yang ada.
3. Penilaian Kelayakan Kredit
Penilaian layak atau tidak suatu kredit disalurkan maka diperlukan suatu penilaian kelayakan kredit.Kredit yang lebih besar jumlahnya perlu dilakukan
metode penilaian dengan studi kelayakan.Dalam studi kelayakan ini setiap aspek dinilai memenuhi syarat atau tidak, jika aspek tidak memenuhi syarat maka perlu
dilakukan pertimbangan pengambilan keputusan. Adapun aspek-aspek yang perlu dinilai dalam pemberian suatu fasilitas kredit adalah :
a. Aspek Hukum
Tujuannya adalah untuk menilai keaslian dan keabsahan dokumen- dokumen yang diajukan oleh pemohon kredit.Penilaian aspek hukum ini
juga dimaksudkan agar jangan sampai dokumen yang diajukan palsu atau dalam kondisi sengketa, sehingga menimbulkan masalah.Penilaian
dokumen-dokumen ini dilakukan ke lembaga yang berhak mengeluarkan dokumen tersebut. Penilaian Aspek hukum meliputi :
1 Akte Notaris
2 Kartu Tanda Penduduk KTP
3 Tanda Daftar Perusahaan TDP
4 Izin Usaha
5 Izin Mendirikan Bangunan IMB
6 Nomor Pokok Wajib Pajak NPWP
7 Sertifikat-sertifikat yang dimiliki baik sertifikat tanah atau surat-surat
berharga 8
Bukti Pemilik Kendaraan Bermotor BPKB b.
Aspek Pasar dan Pemasaran Merupakan aspek untuk menilai apakah kredit yang dibiayai akan laku di
pasar dan bagaimana strategi pemasaran yang dilakukan. Dalam aspek ini yang akan dinilai adalah prospek usaha sekarang dan dimasa yang akan
datang. c.
Aspek Teknis atau Operasi Dalam menilai pengalaman peminjaman dalam mengelola usahanya,
termasuk sumber daya manusia yang dimilikinya. d.
Aspek Manajemen Untuk menilai pengalaman peminjam dalam mengelola usahanya,
termasuk sumber daya manusia yang dimilikinya. e.
Aspek Ekonomi Sosial Untuk menilai dampak usaha yang diberikan terutama bagi masyarakat
luas baik ekonomi maupun sosial.
Wawancara pertama Tahap ini merupakan penyelidikan kepada calon peminjam dengan cara
berhadapan langsung dengan calon peminjam. Tujuannya untuk mendapatkan keyakinan apakah berkas-berkas itu sesuai dan lengkap sesuai dengan Bank
inginkan.Wawancara ini juga untuk mengetahui keinginan dan kebutuhan debitur yang sebenarnya.
4. Peninjauan ke lokasi
Setelah mendapatkan keyakinan atas keabsahan dokumen dari hasil penyelidikan dan wawancara maka langkah selanjutnya adalah melakukan
peninjauan kelokasi yang menjadi obyek kredit.kemudian hasil dari peninjauan ke lokasi dicocokan dengan hasil wawancara pertama. pada saat melakukan
peninjauan ke lokasi dilakukan tanpa ada pemberitahuan kepada debitur. Tujuan peninjauan lapangan adalah untuk memastikan bahwa obyek yang akan dibiayai
benar-benar ada dan sesuai dengan apa yang tertulis dalam proposal. 5.
Wawancara kedua Hasil peninjauan lapangan dicocokan dengan dokumen yang ada serta
hasil wawancara satu dalam wawancara kedua.Wawancara kedua merupakan kegiatan perbaikan berkas, jika mungkin ada kekurangan-kekurangan pada saat
setelah dilakukan on the spot di lapangan. Catatan yang ada pada permohonan dan pada saat wawancara pertama dicocokan, dengan pada saat waktu apakah ada
kesesuaian dan mengandung suatu kebenaran.
6. Keputusan Kredit
Keputusan kredit adalah menentukan apakah kredit layak untuk diberikan atau ditolak, jika layak maka, dipersiapkan administrasinya, biasanya keputusan
kredit akan mencakup : a.
Akad kredit yang akan ditanda tangani b.
Jumlah uang yang diterima c.
Jangka waktu kredit d.
Biaya-biaya yang harus dibayar Keputusan kredit biasanya untuk jumlah tertentu merupakan keputusa tim.
begitu pula bagi kredit yang ditolak maka hendaknya dikirim surat penolakan sesuai dengan alasan masing-masing.
7. Penandatangan akad kredit atau perjanjian lainnya
Kegiatan ini merupakan kelanjutan dari diputuskannya kredit. Sebelum kredit dicairkan maka terlebih dulu calon nasabah menandatangani akad kredit,
kemudian mengikat jaminan kredit dengan hak tanggungan atau surat perjanjian yang dianggap perlu. Penandatangan dilaksanakan :
a. Antara bank dengan debitur secara langsung atau
b. Melalui notaris.
8. Realisasi kredit
Setelah akad kredit ditandatangani maka langkah selanjutnya adalah merealisasikan kredit.Realisasi kredit diberikan setelah penandatangan surat-surat
yang diperlukan dengan membuka rekening giro atau tabungan di bank yang bersangkutan. Dengan demikian penarikan dana kredit dapat melalui rekening
yang telah dibuka. Pencairan atau pengambilan uang dari rekening sebagai realisasi dari pemberian kredit dapat diambil sesuai ketentuan dan tujuan kredit.
Pencairan dana kredit tergantung dari kesepakatan kedua belah pihak dan dapat dilakukan sekaligus, atau secara bertahap
Persiapan Pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan APHT Proses pembebanan Hak tanggungan dilaksanakan, melalui 2 dua tahap, yaitu :
1. Tahap pemberian Hak Tanggungan, dengan dibuatnya APHT oleh PPAT,
yang didahului dengan perjanjian utang piutang yang dijamin. 2.
Tahap pendaftarannya oleh Badan Pertanahan, yang merupakan saat lahirnya Hak Tanggungan.
Menurut Pasal 10 ayat 1 UUHT, bahwa awal dari tahap pemberian Hak Tanggungan didahului dengan janji akan memberikan Hak Tanggungan sebagai
jaminan pelunasan utang tertentu, yang dituangkan didalam perjanjian utang piutang dan merupakan bagian tak terpisahkan dari perjanjian utang piutang yang
bersangkutan. Bila dilihat dari urutan kegiatannya, pembebanan Hak Tanggungan sebenarnya terdiri dari 3 tahap, yaitu :
a. Tahap pertama adalah perjanjian utang piutang.
b. Tahap kedua adalah pemberian Hak Tanggungan dengan pembuatan
APHT. c.
Tahap pendaftaran dan pemberian sertifikat Hak Tanggungan. Dengan demikian pendataran merupakan tahap akhir proses pembebanan
Hak Tanggungan. Dengan kata lain, pendaftaran dilakukan apabila :
1 Pertama, ada perjanjian utang piutang atau perjanjian lain yang
menimbulkan utang piutang yang didalamnya mengandung janji untuk memberikan hak atas tanah sebagai agunannya. Perjanjian utang
piutang ini selalu dibuat tertulis baik di bawah tangan atau dengan akta notariil, dimana perjanjian utang piutang ini merupakan dasar untuk
melakukan perbuatan hukum yang berkaitan dengan pemberian jaminan yang dimaksud. Namun dalam praktik atas permintaan para
pihak khususnya kreditur yang pada umumnya adalah bank lebih banyak dibuat dengan akta notaris.
2 Kedua, janji tersebut kemudian direalisasikan dengan pemberian Hak
Tanggungan atas tanah tersebut dalam APHT dihadapan PPAT. Ini berarti bahwa Hak Tanggungan harus dengan akta otentik, bukan
dengan akta dibawah tangan. Salah satu asas dari Hak Jaminan pada umumnya, baik kebendaan
maupun jaminan perorangan adalah “asas accesoir”, yang artinya baik lahir maupun kelangsungan hidupnya, beralihnya serta berakhirnya
Hak Jaminan tergantung pada perjanjian pokoknya yang berupa utang piutang. Dalam hal perjanjian pokoknya tidak sah, maka perjanjian
accesoir-nya batal demi hukum.Dalam praktek, Notaris atau PPAT hanya membuat akta atas permintaan para pihak, tidak ada akta Notaris
atau PPAT yang dibuat karena jabatan atau tanpa diminta.Walaupun Notaris atau PPAT membuat akta atas permintaan para pihak, ini tidak
berarti bahwa setiap ada permintaan, pembuatan akta harus
dipenuhi.Notaris atau PPAT wajib menolak membuat akta jika syarat yang ditentukan untuk pembuatannya tidak terpenuhi.
Hal ini harus disadari betul oleh setiap Notaris atau PPAT.Pelanggaran terhadap ketentuan kreditnya batal, maka Hak Jaminannya dalam hal
ini Hak Tanggungan juga batal. Peranan PPAT dalam membuat dan menerbitkan akta peralihan hak atas tanah dan akta lain seperti APHT
harus sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Misalnya, sebelum membuat akta tersebut, PPAT harus
memperhatikan terlebih dahulu identitas para pihak dan sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan. Untuk hak atas tanah yang telah didaftar
akan tetapi belum memiliki sertifikat hak atas tanah, maka sebagai pengganti dari sertifikat hak atas tanah tersebut adalah surat keterangan
pendaftaran atas tanah yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kabupatenkota setempat yang menerangkan bahwa hak atas tanah
tersebut sama sekali belum didaftarkan, maka pemilik hak atas tanah dapat mengajukan permohonan kepada kepala desa atau lurah setempat
untuk dibuat Surat Keterangan Hak Milik yang diketahui Camat setempat.
Persiapan pembuatan APHT oleh PPAT dilakukan dengan cara mengumpulkan data yuridis yang menyangkut subjek serta data yuridis
dari obyek Hak Tanggungan. Berdasarkan data yuridis yang dikumpulkan, PPAT dapat mengetahui berwenang tidaknya para pihak
untuk menerima atau menolak pembuatan APHT tersebut.Setelah data
yuridis mengenai subjek dan objek telah dikumpulkan dan kegiatan PPAT selanjutnya melaksaanakan pembuatan APHT adalah kegiatan
keabsahan dari data-data tersebut.Menurut ketentuan Pasal 39 Peraturan Pemerintah PP Nomor 24 Tahun 1997 Juncto Pasal 97
Peraturan Menteri Negara Agraria PMNA atau Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1997, PPAT wajib terlebih dahulu melakukan pengecekan pada
Badan Pertanahan setempat mengenai kesesuaian sertifikat hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun yang akan dijadikan
jaminan dengan buku tanah yang ada di kantor tersebut. Pertama, apabila sertifikat sesuai dengan daftar yang ada, maka kepala
Badan pertanahan atau pejabat yang ditunjuk membubuhkan pada halaman perubahan sertifikat yang asli cap atau tulisan dengan kalimat:
“telah diperiksa dan sesuai dengan daftar di Kantor Pertanahan” kemudian diparaf dan diberi tanggal pengecekan. Pada halaman
perubahan buku tanahnya dibubuhkan cap atau tulisan dengan kalimat: “PPAT.............nama dari PPAT yang bersangkutan telah minta
pengecekan sertifikat” kemudian diparaf dan diberi tanggal pengecekkan.
Kedua, apabila sertifikat yang ditunjukkan itu ternyata bukan dokumen yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan, pada sampul dan semua
halaman sertifikat tersebut dibubuhkan cap atau tulisan dengan kalimat: “sertifikat tidak diterbitkan oleh Kantor Pertanahan……,”
kemudian diparaf.
Ketiga, apabila ternyata sertifikat diterbitkan oleh Badan Pertanahan yang bersangkutan, akan tetapi data fisik dan atau data yuridis yang
termuat di dalamnya tidak sesuai lagi dengan yang tercatat dalam buku tanah dan surat ukur yang bersangkutan, maka oleh Kepala Kantor
Pertanahan yang bersangkutan diterbitkan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah SKPT, sesuai data yang tercatat di kantor
pertanahan. Pada sertifikat tersebut tidak dicantumkan suatu tanda apapun.PPAT
wajib menolak pembuatan APHT jika ternyata sertifikat yang diserahkan kepadanya bukan dokumen yang diterbitkan oleh Badan
pertanahan sertifikat palsu atau data yang dimuat di dalamnya tidak sesuai dengan daftar yang ada di Badan Pertanahan. Dalam paktik,
para PPAT selalu berusaha untuk melakukan pengecekan terhadap data yuridis dari subjek maupun objek Hak Tanggungan tersebut, hal ini
dilakukan untuk menjamin keabsahan dari data-data tersebut, obyek tidak dalam sengketa dan untuk memastikan bahwa para pihak yang
menghadap adalah orang yang berwenang untuk melakukan perbuatan hukum tersebut sehingga proses pembuatan APHT dan pendaftaranya
ke Badan Pertanahan dapat berjalan lancar.Dari uraian di atas yang panjang lebar bagaimana mekanisme pencairan kredit dengan diikat
dengan hak tanggungan berdasarkan hukum jaminan.Mulai dari prosedur pemberian kredit, penelitian oleh Bank terhadap dokumen
yang penting diajukan bagi calon debitur, penelitian kelayakan debitur
memperoleh pinjaman hingga realisasi kredit. Dalam dua perjanjian tersebut.Perjanjian kredit utang dan perjanjian jaminan hak tanggungan
sudah nampak bahwa perjajian kredit yang dikuti dengan pemberian hak tanggungan yang diikuti dengan pembuatan APHT. Dimana
Notaris sekaligus PPAT melakukan pengecekan kepada badan pertanahan hingga dia dapat membuat keterangan berupa cover note,
bahwa Bank dapat saja mengeluarkan kredit karena objek jaminan yang akan diikat dengan sertifikat hak tanggungan dapat diperoleh oleh
Bank dari Badan pertanahan cuma masih dalam proses berjalan, karena masih dalam pengurusan misalnya tanah tersebut belum didaftarkan
pada badan pertanahan sebagai bukti hak milik atau hak pakai. Dengan demikian jika kembali kepada permasalahan hukum bahwa
cover note yang akan dijadikan bukti jaminan dan tidak akan terbit APHT yang berfungsi sebagai alat bukti hukum, pemberian hak
tanggungan. Tidaklah mungkin terjadi, malah yang mungkin terjadi adalah pembatalan penerbitan sertifikat hak tanggungan jika sebelum
pemasangan hak tanggungan di BPN, ada pencegahan dari pihak ketiga sehingga sertifikat hak tanggungan diblokir, maka hal tersebut
tidak dapat dipersalahkan ke Notaris PPAT-nya jika sebelum penandatanganan PPAT telah melakukan pengecekan buku tanah
sertifikat hak tanggungan.Satu-satunya cara jika kreditur terlanjur telah mengeluarkan kredit, kemudian APHTnya juga tidak bisa terbit, untuk
mengembalikan jumlah piutang adalah melalui pendekatan negosiasi,
restrukturisasi kredit sebagai upaya yang dilakukan Bank dalam kegiatan perkreditan terhadap debitur yang mengalami kesulitan untuk
memenuhi kewajibannya. Jika dikembalikan, apakah Bank disini dapat terikat sebagai pemegang hak tanggungan yang dapat melakukan
eksekusi terhadap objek hak tanggungan melalui pencairan objek jaminan kredit yang diikat dengan hak tanggungan sebagaimana
ditegaskan dalam Pasal 20 UUHT.Adalah juga tidak mungkin bagi Bank melakukan tindakan tersebut sebagai salah satu bentuk
perlindungan hukum yang diutamakan bagi Bank kreditur.Oleh karena di sini Bank belum memiliki alat bukti yang sifatnya sempurna
dan mengikat.Hanya dengan cover note, baru merupakan surat keterangan yang menjelaskan akan terbit kelak APHT dan sertifikat
hak tanggungan, tanpa bukti agunan tersebut Bank telah melakukan kesalahan dengan tidak teliti dan tidak hati-hati melakukan realisasi
pencairan kredit. Konsekuensi yang harus diterima jika Bank mencairkan kredit, ternyata sertifikat hak tanggungannya belum terbit.
Oleh karena Bank telah mengindahkan asas publisitas dari pada hukum jaminan dalam hak tanggungan, artinya perjanjian pengikatan jaminan
hak tanggungan baru sah sesuai hukum, Bank sebagai kreditur untuk menuntut kewajiban debitur melalui ekseskusi hak tanggungan jika
debiturnya wanprestasi atau tidak mampu mengembalikan jumlah piutang.
Walaupun persolan hukum ini amat kecil terjadi, yakni Bank sebagai
kreditur yang akan dirugikan kelak. Menurut penulis setidaknya Bank hanya dapat memperoleh perlindungan hukum melalui jalur mediasi
dengan debitur atau melalui jalur pengadilan dengan menempatkan debitur sebagai tergugat yang melakukan perbuatan melawan hukum
rechtmatigheid atau wanprestasi. Tentunya di sini Bank akan menghabiskan banyak waktu, tenaga dan biaya lagi dalam menuntut
haknya agar memperoleh pengembalian dana dari debitur, itupun jika semua alat bukti Bank sempurna bidende dan memenuhi syarat untuk
menjadi pihak yang benar-benar telah melakukan peristiwa hukum perjanjian pemberian kredit pada debitur.Padahal jika Bank
sebelumnya memiliki APHT dan sertifikat hak tanggungan, bukan hanya dengan cover note. Maka Bank dengan gampang dapat
melakukan pencairan objek jaminan utang baik dengan pencairan melalui eksekusi penjualan atas kekuasaan pemegang hak tanggungan
peringkat pertama, Bank dapat meminta kepada Kantor Lelang Negara agar dilakukan penjualan objek jaminan kredit, kemudian hasil
penjualan objek jaminan kredit tersebut diserahkan oleh kantor lelang kepada Bank untuk pelunasan utang debitur. Di samping itu penjualan
juga dapat dilakukan berdasarkan penetapan Ketua Pengadilan Negeri atau melalui penjualan objek jaminan secara di bawah tangan setelah
ada kesepakatan konsensual antara pemberi hak tanggungan dengan pemegang hak tanggungan.Akhirnya, cover note walaupun mengikat
secara moral dan Bank berani mengeluarkan kredit dengan cover note,
ditinjau dari sudut hukum perdata formil nyatanya tidak memiliki kekuatan yang mengikat dan bersifat sempurna, namun mengikat
secara moral. Hanya dengan prinsip kehati-hatian dan kepercaayan Bank sudah mencairkan kredit lalu mengindahkan prinsip publisitas
pembebanan hak tanggungan tersebut harus dapat diketahui oleh umum untuk itu terhadap akta Pemberian Hak Tanggungan harus
didaftarkan. Oleh Karena nanti setelah didaftarkan hak tanggungan baru lahir.Tetap
menyisahkan persoalan dan ancaman kredit yang macet bagi Bank yang memang tidak hati-hati dan melakukan penilaian pada objek
jaminan hak tanggungan baik secara hukum maupun penilain secara ekonomi. Sebaliknya jika Bank pada akhirnya tetap dapat memperoleh
sertifikat hak tanggungan maka cover note tidak akan pernah dipermasalahkan sebagai surat keterangan yang menjelaskan bahwa
penerbitan APHT dan sertifikat hak tanggungan masih dalam proses. Semuanya kembali kepada para pihak yang melakukan perikatan dan
apa yang dilakukan oleh Bank sebagai kreditur pemegang hak tanggungan dan debitur pemberi hak tanggungan. Terserah mau atau
tidak mau menggunakan ketentuan hukum yang sifatnya privat perdata, dan memang hanya mengatur, mengikat, namun tidak
memaksa. Pelaksanaan atau proses seseorang untuk mendapatkan kredit di Bank
SUMUT, Kalau proses atau pemberian kredit dalam Bank SUMUT ini pada
umumnya sama dengan bank lain seperti pemohon mengajukan berkas permohonan ke bank seperti yang telah ditentukan. Setelah proses sudah diterima
dan berkas sudah lengkap dilakukan proses yang namanya bank checking terlebih dahulu. Karena dari situ diketahui bahwa nasabah tersebut ada pinjaman dengan
bank lain dan karakter nasabah tersebut terlihat disana. Sedangkan dengan agunan dan analisa sama, namun prosedur analisa setiap bank itu berbeda-beda. Kalau di
Bank SUMUT memiliki prosedur yang berbeda.
54
Pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan hak milik pihak ketiga pada Bank SUMUT, untuk pemberian kredit dengan jaminan hak milik pihak ketiga
sama saja dengan jaminan dengan yang lain yang penting dia tidak diluar prosedur yang ditetapkan dari Bank SUMUT, dimana dalam jaminan pihak ketiga yang
dimaksud seperti anak kandung, orang tua dan mertua. Jadi selain dari itu agunan nya bisa diterima namun dengan ketentuan nilai rasionya 50 persen.Biasanya
pinjaman umum rata-rata rasio jaminan pemberian kredit itu 100 persen dari plafonnya. Contohnya: nasabah meminjam 100 juta maka agunan kreditnya harus
100 persen maka 100 juta juga. Tapi agunan yang diluar pihak ketiga maka bisa namun agunan jaminannya 50 persen, misalnya si nasabah memiliki saudara
kandung yang menaruh jaminan maka seminimal mungkin 50 persen dan tidak boleh melebihi 50 pers.
55
Dalam proses pembuatan kredit tersebut dibutuhkan jaminan atau tidak, untuk jaminan, ada yang memakai jaminan ada yang tidak memakai jaminan,
seperti untuk kredit kecil seperti di bank SUMUT misalnya ada sekelompok ibu-
54
Hasil wawancara dengan bpk. Harsha Raziqa karyawan PT. Bank SUMUT Divisi Sumber Daya Manusia
55
Ibid
ibu di satu kelurahan mereka memiliki kelompok usaha itu bisa diberikan kredit namun tanpa jaminan. Namun ada juga kredit yang lainnya biasanya
menggunakan jaminan dimana jaminan itu sebagai cadangan untuk antisipasi apabila nasabah tersebut tidak melaksanakan kewajiannya atau melakukan
wanprestasi
56
Adakah suatu perjanjian hukum terhadap pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan hak milik pihak ketiga pada Bank SUMUT.Untuk perjanjian
hukum atau pengikatan antara bank dengan nasabah sama dengan bank yang lain yaitu dengan Hak Tanggungan HT, ibaratnya pemilik agunannya juga ikut
menandatangani perjanjian kredit agar pemilik agunan dan pemohon kredit sama- sama mengetahui dan menyetujui dalam hal pemberian kredit. Jadi apabila
dikemudian hari ada masalah apa pun bisa dibuktikan dimana pihak ketiga juga bertanggungjawab dalam hal penyelesaian kredit yang dilakukan oleh pemohon
kredit. Secara noteral akte juga ada secara HT, dimana disitu pihak ketiga ikut menandatangani perjanjian yang mana dilakukan pemohon kredit terhadap bank.
57
Pengikatan jaminan terhadap benda tetap, misalnya tanah, pengikatannya perlu dibebani dengan menggunakan Hak Tanggungan. Jaminan atas tanah
tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan tanah milik debitur sendiri atau menggunakan tanah milik pihak ketiga. Penggunaan tanah milik pihak ketiga
sebagai jaminan diperbolehkan oleh Undang-Undang Hak Tanggungan, yakni Pasal 4 ayat 5 jo. penjelasan Pasal 4 ayat 5 UUHT. Dalam praktek banyak
digunakannya objek jaminan berupa benda tetap didasari pertimbangan besaran
56
Ibid
57
Ibid
kredit maksimal yang dapat dicairkan oleh pihak kreditur, sebagaimana diungkapkan oleh pihak Bank Sumut Cabang Sei Sikambing Medan“Penggunaan
objek jaminan benda tetap tersebut lebih banyak digunakan debitur sebagai jaminan utangnya dengan pertimbangan besaran maksimal kredit yang bisa
dicairkan oleh kreditor. Untuk jaminan benda tetaptanah besaran maksimal pembiayaan adalah sebesar 80 dari taksiran harga jual objek jaminan benda
tetaptanah tersebut, sedangkan untuk benda benda bergerak maksimal pembiayaannya sebesar maksimal 75 dari taksiran harga jual.
58
Asas pemberian Hak Tanggungan wajib dihadiri dan dilakukan sendiri oleh pemberi Hak Tanggungan dan atau pihak ketiga sebagai pihak yang
berwenang melakukan perbuatan hukum membebankan Hak Tanggungan atas objek yang dijadikan jaminan. Hanya apabila benar-benar diperlukan dan
berhalangan, kehadirannya untuk memberikan Hak Tanggungan dan Pihak bank dalam mencairkan kredit dengan menggunakan benda jaminan
milik pihak ketiga, maka pihak ketiga diikut-sertakan dalam menandatangani akta pengakuan utang atau perjanjian kredit dan Akta Pemasangan Hak Tanggungan
APHT. Keikutsertaan pihak ketiga dalam APHT tersebut berbeda dengan kedudukan debitur. Di sini pihak ketiga tidak berutang akan tetapi ia hanya
memberikan bendanya untuk menjamin utang dari debitur. Pemberian tambahan benda jaminan untuk memberikan jaminan yang lebih kuat terhadap utang yang
diberikan kepada debitur, jika suatu saat debitur melakukan wanprestasi.
58
Ibid
menandatangani APHT-nya dapat dikuasakan. Selain itu bisa juga karena benda jaminan tersebut berada di luar daerah kerja PPAT yang ditunjuk.
ii. Penyelesaian Sengketa Jika Terjadi Wanprestasi Oleh Pihak Debitur
Dengan Jaminan Hak Milik Pihak Ketiga studi pada Bank Sumut Cabang Sei Sikambing Medan
Umumnya dalam kegiatan perbankan selalu terdapat adanya wanprestasi dari debitur. Terjadinya wanprestasi tersebut merupakan masalah yang sering
dihadapi oleh kreditur. Oleh sebab itu, aspek jaminan adalah demikian penting bilamana terjadi wanprestasu, maka barang jaminan yang telah diperjanjikan
dapat dieksekusi untuk pelunasan pinjaman kredit. Penyelesaian sengketa mengenai kredit ini pernah berujung ke pengadilan
atau sekedar terhadap hakim mediator ataupun diselesaikan dengan cara damai yang tidak merugikan kedua belah pihak, untuk penyelesaiannya belum sampai ke
pengadilan namun secara musyawarah saja dan secara baik-baik. Apabila si nasabah baik dan koperatif maka dari pihak bank pun membantu mencarikan
solusi misalnya si nasabah belum sanggup membayarkan sisa kredit maka dari pihak bank memberikan restruksasi yaitu dengan jangka waktu pembayaran
diperpanjang dari pihak bank ataupun misalnya si nasabah tidak mampu melunasi pihak bank dapat membantu menjual agunan untuk menutup sisa kredit dan
sisanya diterima bersih oleh nasabah tersebut. Maka dengan itu terselesaikan
masalah pembayaran kredit nya dengan cara yang sama-sama tidak merugikan kedua belah pihak.
59
Penyelesaian sengketa tersebut juga berlaku terhadap debitur yang mana jaminannya terhadap hak milik pihak ketiga.Penyelesaian sengketa terhadap
jaminan hak milik pihak ketiga pun sama dengan yang lainnya namun yang membedakannya pihak ketiganya dihubungi karena pihak ketiga tersebut juga
memiliki agunan didalamnya dan pihak ketiga tersebut juga memiliki hak dan tanggungjawab dalam penyelesaian kredit ataupun apabila terjadi wanprestasi
pihak ketiga juga wajib untuk membantu dan menyelesaikan kredit tersebut.
60
Permasalahan dalam pelaksanaan kredit dengan jaminan hak milik pihak ketiga diantaranya yakni: ketika debitur wanprestasi, maka upaya eksekusi
merupakan upaya yang tepat guna menyelamatkan pinjaman yang telah disalurkan. Eksekusi dilakukan agar kreditur tidak mengalami kerugian, dan
eksekusi dipermudah karena kreditur mempunyai kedudukan yang diutamakan terhadap kreditur-kreditur lainnya. Sesuai dengan Pasal 14 UUHT bahwasanya
adanya kekuatan eksekutorial karena telah dibuatkan Akta Pembebanan Hak Tanggungan APHT yang mengacu pada Surat Kuasa Membebankan Hak
Tanggungan SKMHT dan didaftarkannya APHT ke Kantor Pertanahan guna penerbitan Sertifikat Hak Tanggungan yang memuat irah-irah dengan kata “Demi
Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”, yang dimana Sertifikat Hak Tanggungan tersebut mempunyai kekuatan hukum yang tetap sebagaimana
putusan pengadilan. Dengan demikian pelaksanaan eksekusi dengan Sertifikat
59
Ibid
60
Ibid
Hak Tanggungan tersebut harus sesuai pada ketentuan Pasal 224 Het Herziene Indonesich Reglement HIR yang mengacu pada Pasal 195 ayat 2 HIR yang
menyatakan bahwa apabila tidak dengan jalan damai, maka surat demikian dijalankan dengan perintah dan di bawah pimpinan ketua pengadilan negeri yang
berwenang.
61
a. Surat Peringatan
Beralihnya hak tanggungan yang disebabkan oleh jual beli, sewa- menyewa, dan pewarisan. Hak Tanggungan merupakan hak kebendaan yang
mempunyai ciri bahwa hak tersebut mengikuti bendanya di tangan siapa benda tersebut berada droit de suite. Sesuai dengan Pasal 16 ayat 2 dan 3 UUHT,
beralihnya hak tanggungan harus didaftarkan ke Kantor Pertanahan guna penyalinan data mengenai pengalihan hak tanggungan yang baru. Terkadang
debitur tidak mengerti mengenai hal tersebut, sehingga tidak ada penjelasan kepada kreditur mengenai pengalihan objek hak tanggungan kepada pihak ketiga.
Langkah pengamanan secara represif dilakukan oleh pihak Bank Sumut Cabang Sei Sikambing Medanuntuk menyelesaikan kredit-kredit yang mengalami
ketidak lancaran karena debitur wanprestasi, untuk menanggulangi hal-hal tersebut dilakukan teguran-teguran untuk menagih tunggakan pembayaran yaitu
dengan tindakan-tindakan meliputi:
Surat Peringatan ini diberikan kepada debitur bahwa jangka pengembalian sudah lewat dan debitur masih mempunyai tunggakan pinjaman selama tiga 3
bulan berturut-turut. Di dalam surat peringatan ini terdapat tiga 3 kali surat peringatan, yaitu surat peringatan I, surat peringatan II, dan surat peringatan III
61
Ibid
yang masing-masing memiliki jangka waktu yaitu15 hari dan jarak antara surat peringatan I ke surat peringatan II selama 7 hari begitupun dari surat peringatan II
ke surat peringatan III. b.
Surat Somasi Jika sampai surat peringatan ke III tetapi debitur masih belum melakukan
prestasinya maka sekitar tiga 3 minggu setelah surat peringatan ke III tersebut maka dari pihak Bank Sumut Cabang Sei Sikambing Medan akan memberikan
surat somasi kepada debitur yang isinya bahwa debitur harus segera melunasi hutangnya atau harus segera melakukan prestasi sesuai dengan apa yang sudah
diperjanjikan di awal. Surat somasi yang diberikan oleh pihak Bank Sumut Cabang Sei Sikambing Medan.
c. Penyitaan Jika setelah diberikannya surat somasi kepada debitur tetapi debitur belum
juga melakukan prestasinya, maka kredit dinyatakan macet dan debitur dinyatakan wanprestasi. Dan setelah usaha-usaha yang dilakukan oleh kreditur mengalami
kegagalan maka kreditur akan melaksanakan haknya dengan cara melelang barang jaminan untuk melunasi hutang debitur, pelelangan jaminan tersebut oleh Bank
Sumut Cabang Sei Sikambing Medan dilakukan dengan dua 2 cara, yaitu melalui Kantor Penyelesaian Perselisihan Piutang Negara KP3N Solo atau
sering disebut Kantor Lelang dan pelelangan bisa dilakukan melalui jalur pengadilan. Selain dengan dua 2 cara pelelangan tersebut, pihak Mitra
Mayapada Usaha masih mempunyai satu 1 cari lagi, yaitu dengan cara ‘Hapus Buku’. Yang dimaksud dengan Hapus Buku ialah, obyek yang dijaminkan secara
langsung akan menjadi milik kreditur tanpa adanya lelang melalui Pengadilan maupun Kantor Lelang, dan secara langsung pula hutang debitur yang ada pada
kreditor dihilangkan dan dianggap lunas. Dengan adanya pelelangan tersebut, barang jaminan yang masih dikuasai
oleh pemberi Hak Tanggungan dilakukan penarikan oleh pihak pemegang Hak tanggungan dengan surat penarikan jaminan.
iii. Perlindungan Hukum Terhadap Debitur dalam Pemberian Kredit
Dengan Jaminan Pihak Ketiga pada studi pada Bank Sumut Cabang Sei Sikambing Medan
Dalam pokok permasalahan ini bagaimana perwujudan perlindungan hukum bagi kreditur dalam pemberian kredit dengan jaminan pihak ketiga
mengandung implikasi hukum terhadap kedua belah pihak maka kedua belah pihak tersebuat wajib mengikuti dan mematuhi apa yang sudah di sepakati
Menurut Undang-undang Nomor 10 tahun 1998, dalam Pasal 1 angka 11 menyebutkan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam- meminjam antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk
melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga.
62
Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata menyatakan bahwa semua kontrak atau perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka
yang membuatnya atau biasa dikenal dengan asas Pacta Sunt Servanda. Dari pasal ini dapat disimpulkan adanya asas kebebasan berkontrak, akan tetapi kebebasan
62
R. Soebekti, Hukum Perjanjian, Jakarta: PT. Intermasa, 2001, hal. 17
ini dibatasi oleh hukum yang sifatnya memaksa, sehingga para pihak yang membuat perjanjian harus menaati hukum yang sifatnya memaksa. Suatu
perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu,
Perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian,
diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang atau yang biasa biasa dikenal sebagai asas itikad baik, yang berarti bahwa kedua belah pihak harus
berlaku terhadap yang lain berdasarkan kepatutan di antara orang-orang yang sopan tanpa tipu daya, tanpa tipu muslihat, tanpa akal-akalan, dan tidak hanya
melihat pada kepentingan diri sendiri, tetapi juga kepentingan orang lain.
63
Berbicara mengenai masalah perkreditan ini tentu tidak dapat dilepaskan dengan masalah hukum jaminan, karena di antara kedua masalah tersebut terkait
erat satu dengan lainnya. Di satu pihak perlu dilakukan upaya memberikan berbagai kemudahan untuk mendorong pembangunan perekonomian masyarakat
melalui fasilitas kredit perbankan, di pihak lain perlu diberikan jaminan kepastian hukum dan perlindungan hukum yang seimbang dalam pemberian fasilitas kredit
itu sendiri, baik kepada krediturpemegang hak tanggungan, debiturpemberi hak tanggungan maupun kepada pihak ketiga.
Dalam hal ini jika sudah terjadi satu kesepakatan yang tertera dalam aspek yuridis maka
kedua belah pihak yang melakukan perjanjian juga sama-sama mempunyai
perlindungan secara hukum.
63
Naja. H.R. Daeng, Pengantar Hukum Bisnis Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2009, hal. 95
Prinsip atau asas umum dalam perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1315 KUHPerdata adalah bahwa pada dasarnya perjanjian hanya mengikat para
pihak sendiri dan tidak mengikat pihak ketiga tanpa persetujuan.
64
Ketentuan ini logis, karena memang hanya para pihaklah yang sepakat membebankan hak dan
kewajiban dalam perjanjian yang mereka buat. Dalam ketentuan Pasal 1315 KUHPerdata tersebut, tersirat bahwa yang disebut pihak ketiga adalah mereka
yang bukan pihak dalam suatu perjanjian dan juga bukan penerima atau pengoper hak atau rechtsverkrijgenden, baik berdasarkan alas hak khusus.
65
Perlindungan hukum terhadap debitur dalam pemberian kredit, UNTUK perlindungan hukum terhadap debitur hanya terdapat di Hak Tanggungan
HT.Ketika nasabah masih memiliki kredit di bank maka pihak bank memberikan solusi dimana pihak bank memberikan asuransi yang mana adalah asuransi kredit
dan asuransi bangunan.Kalaupun suatu hari nanti nasabah meninggal dunia maka kreditnya lunas dan diberitahukan juga ke pihak ketiga bahwasannya pemohon
kredit telah meninggal dunia dan kreditnya dilunasin maka tidak ada lagi hubungan antara pemohon dengan pihak bank dalam hal masalah kredit. Maka
Mengoper berdasarkan alas hak umum adalah mengoper seluruh atau suatu bagian sebanding
tertentu dari suatu kekayaan sekelompok aktiva dan pasiva seperti mengoper berdasarkan pewarisan ab intestaat atau wasiat pengangkat waris, berdasarkan
percampuran harta dalam perkawinan atau mengoper kekayaan perseroaan pada saat pembubaranya.
64
Nindyo Pramono, Bunga Rampai Hukum Bisnis Aktual, Bandung, Citra Aditya Bakti, 2006, hal 139
65
J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, Bandung, Citra Aditya Bakti, 2006, hal 64-65
dengan itu pihak ketiga dapat mengambil kembali agunan nya yang terdapat di bank
66
Perbedaan perlindungan hukum terhadap debitur dalam pemberian kredit dengan jaminan hak milik pihak ketiga, tidak ada perbedaan yang signifikan atau
bisa dibilang sama saja, namun dalam hal hak milik pihak ketiga, semisalnya pihak ketiganya adalah orang tua kandung maka nilai dari asuransi tergantung dari
nilai pemohon kredit. Asuransi pemohon tergantung dari nilai pinjaman, jangka waktu pinjaman dan usia pemohon. Namun untuk masalah terhadap pihak ketiga
tidak ada masalah yang signifikan yang diperlukan dalam perlindungan hukumnya.Namun misalnya pihak ketiga nya yang meninggal dunia maka ahli
waris pihak ketiga lah yang berhak terhadap agunan apabila disuatu hari nanti kredit dari pemohon kredit telah lunas. Namun dengan catatan ahli waris yang
ingin mengambil agunannya maka ahli waris pihak ketiga wajib datang beserta pemohon kredit disertai dengan surat kematian dan surat pernyataan ahli waris
dari kecamatan bahwasannya ahli waris diberikan kuasa dari keluarga untuk mengambil agunannya dari bank. Dengan dasar kuasa tersebut maka bank wajib
memberikan seluruh agunannya kepada pihak pemilik agunan apabila kredit telah dilunasi oleh pemohon kredit. Karena dalam perjanjian pemberian agunan
pemohon dan pihak ketiga menandatangani surat perjanjian pemberian agunan dari pihak ketiga terhadap pihak bank sebagai jaminan kredit oleh pemohon
kredit.
67
66
Ibid
67
Ibid
Jika terjadi wanprestasi dengan debitur adakah penyelesaian sengketa yang dilakukan terhadap debitur.Apabila terjadi wanprestasi pastinya ada langkah-
langkah yang dilakukan, namun didalam perbankan ada 5 jenis kualitas kredit yaitu:
1. Sandi 1 Lancar
2. Sandi 2 Dalam Perhatian Khusus DPK
3. Sandi 3 Kurang Lancar
4. Sandi 4 Diragukan
5. Sandi 5 Macet
68
Untuk dalam posisi wanprestasi biasanya untuk penyelesaian sengketa sudah dalam posisi 5 yaitu dalam keadaan kredit macet.Untuk penyelesaian
sengketa di Bank SUMUT cabang Sei Sikambing tidak ada haknya namun Cabang Sei Sikambing hanya berhak untuk menagih kredit tersebut. Sedangkan
dalam penyelesaiannya diserahkan kepada kantor pusat yang menanganinya. Jadi berkas-berkas kredit si debitur yang kredit nya tidak dibayarkan dan debitur tidak
koperatif terhadap bank, maka sampai sandi 5 dimana dinyatakan kredit macet. Maka berkas-berkas debitur akan dilimpahkan ke kantor pusat Bank SUMUT dan
kemudian kantor pusat melakukan tindakan seperti pelelangan ataupun dengan cara musyawarah.
68
Ibid
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN