Pengujian Tarik Pengujian Sifat Mekanis Logam

batas elastis. Karena tidak mungkin terjadi rekristalisasi selama pengerolan dingin, tidak terjadi pemulihan dari butir yang mengalami perpecahan. Untuk pengerolan dingin memerlukan mesin roling dengan kemampuan roll untuk gaya yang sangat besar. Karena roling dilakukan tanpa pelunakan terlebih dahulu. Bisa kita bayangkan baja sekeras itu diroling dipress sampai deformasi yang diinginkan. Apabila mesin roling tidak mampu dengan beban itu maka mesin akan kelebihan muatan dan kemungkinan mesin akan rusak.

2.3 Pengujian Sifat Mekanis Logam

Ada beberapa pengujian yang dilakukan yaitu:

2.3.1 Pengujian Tarik

Banyak hal yang dapat kita pelajari dari hasil uji tarik. Bila kita terus menarik suatu bahan sampai putus, kita akan mendapatkan profil tarikan yang lengkap berupa kurva seperti digambarkan pada gambar 2.14. 3450 5400 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 10 20 30 σ u σ y ε y Regangan Tarik baja Universitas Sumatera Utara Gambar 2.14. Kurva Tegangan Regangan Baja Karbon Sedang dengan Perlakuan Rolling pada Temperatur 800°C Deformasi 20 Perubahan panjang dalam kurva disebut sebagai regangan teknik, yang didefinisikan sebagai perubahan panjang yang terjadi akibat perubahan statik ∆L terhadap panjang batang mula-mula L . Tegangan yang dihasilkan pada proses ini disebut dengan tegangan teknik σ eng , dimana didefinisikan sebagai nilai pembebanan yang terjadi F pada suatu luas penampang awal A . Tegangan normal tesebut akibat gaya tarik dapat ditentukan berdasarkan persamaan 2.1. � = � �₀ 2.1 Dimana: σ = Tegangan tarik MPa F = Gaya tarik N A o = Luas penampang spesimen mula-mula mm 2 Regangan akibat beban tekan statik dapat ditentukan berdasarkan persamaan 2.2. � = ∆� � 2.2 Dimana: ∆L = L-L Keterangan: ε = Regangan akibat gaya tarik L = Perubahan panjang spesimen akibat beban tekan mm Universitas Sumatera Utara Lo = Panjang spesimen mula-mula mm Pada prakteknya nilai hasil pengukuran tegangan pada suatu pengujian tarik pada umumnya merupakan nilai teknik. Regangan akibat gaya tarik yang terjadi, panjang akan menjadi bertambah dan diameter pada spesimen akan menjadi kecil, maka ini akan terjadi deformasi plastis Nash, 1998. Hubungan antara stress dan strain dirumuskan pada persamaan 2.3 E = σ ε 2.3 E adalah gradien kurva dalam daerah linier, dimana perbandingan tegangan σ dan regangan ε selalu tetap. E diberi nama “Modulus Elastisitas” atau “Young Modulus”. Kurva yang menyatakan hubungan antara strain dan stress seperti ini kerap disingkat kurva SS SS curve. Deformasi merupakan perubahan bentuk, dimensi dan posisi dari suatu materi baik dari suatu materi baik merupakan bagian dari alam ataupun buatan manusia dalam skala waktu dan ruang. Deformasi dapat terjadi jika suatu benda atau materi dikenai gaya Force. Deformasi terbagi menjadi dua jenis yaitu deformasi elastis dan deformasi plastis. Deformasi elastis adalah deformasi atau perubahan bentuk yang disebabkan oleh pemberian beban, dimana apabila beban dihilangkan maka bentuk dan ukuran akan kembali ke bentuk semula atau deformasi yang terjadi akan hilang. Daerah deformasi elastis berlaku hukum hooke yaitu regangan akan sebanding dengan tegangan sesuai dengan modulus elastisitas. Sedangkan. Universitas Sumatera Utara deformasi plastis adalah perubahan bentuk yang merupakan kelanjutan dari deformasi elastis yang bersifat permanen meskipun beban dihilangkan. Umumnya, limit elastis bukan merupakan definisi tegangan yang jelas, tetapi pada besi tidak murni dan baja karbon rendah, titik awal terjadinya deformasi plastis ditandai dengan penurunan beban secara tiba-tiba yang menunujukan adanya titik luluh atas dan titik luluh bawah. Perilaku luluh ini merupakan karakteristik bebagai jenis logam, khususnya yang memiliki struktur BBC dan mengandung sejumlah kecil elemen terlarut. Untuk material yang tidak memiliki titik luluh yang jelas, berlaku definisi konvensional mengenai titik awal deformasi plastis, yaitu tegangan uji 0,1 atau 0,2. Di sini ditarik garis sejajar dengan bagian elastis kurva tegangan-regangan dari titik dengan regangan 0,2.

2.3.2 Pengujian Kekerasan