Penghentian dan Penyampingan Penuntutan

3.2.3 Penghentian dan Penyampingan Penuntutan

Dalam pasal 140 ayat 2 KUHAP dijelaskan bahwa dalam hal penuntut umum memutuskan untuk menghentikan penuntutan karena tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana atau perkara ditutup demi hukum, penuntut umum menuangkan hal tersebut dalam surat ketetapan. Di Bidang Penuntutan ini hukum acara pidana mengenala dua asas, yaitu asas Legalitas dan asas Oportunitas. Adapun yang dimaksud asas Legalitas adalah bahwa apabila terjadi suatu tindakan pidana maka sudah menjadi kewajiban penutu umum untuk melakukan penuntutan ke pengadilan bagi peaku tindak pidana tersebut. Sebagai lawanya adalah asas oportunitas, yang menghendaki meskipun bukti-bukti yang dikumpulkan cukup untuk menjerat tersangka ke pengadilan namun penuntut umum berpendapat bahwa akan lebih banyak kerugian daripada keuntungan untuk kepentingan umum dengan menuntut tersangka daripada meuntutnya, maka penuntut umum wajib untuk mengenyampingkannya seponeren. Asas oportunitas tersebut sekarag dicantumkan dalam pasal 35 huruf c Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia yang menyatakan bahwa Jkasa Agung mempunyai tugas dan wewenang mengeyampingkan perkara demi kepentingan umum. Didalam pasal itu dijelaskan yang dimaksud dengan kepentingan umum adalah kepentingan bangsa dan negara dan atau kepentingan masyarakat luas. Dalam pada itu suatu perkara pidana dapat pula dihetikan penututannya oleh penuntut umum karena berpendapat tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa itu bukan merupakan tindakan pidana atau perkara tersebut ditutup demi hukum. Adapun yang dimaksud perkara ditutup demi hukum ialah mislanya karena adanya pencabuta pengaduan dlam delik aduan pasal 75 KUHP, ne bis in idem paal 76 KUHP, terdakwa meninggal dunia pasal 77 KUHP, perkara sudah kadaluwarsa pasal 78 KUHP. Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik perbedaan antara pengeyampingan perkara seponeren dan enghentian perkara sebagai berikut: a. Dalam penyampingan perkara yang bersangkutan memang cukup alasan dan bukti untuk diajukan dan diperiksa ke muka sidang pengadilan. Akan tetapi perkara yang cukup fakta dan bukti ini sengaja dikesampingkan dan tidak dilimpahkan ke sidang pengadilan oleh penutut umum atas alasan demi “kepentingan umum” slanjutnya `dikatakan mengeyampingan perkara ini merupakn pelaksanaan asas oportunitas dan hanya dapat dilakukan oleh Jaksa Agung setelah memperhatikan saran dan pendapat badan negara yang bersangkutan dnegan masalah tersebut. Selain itu dalam penyampingan perkara apabila sudah dilakuakn penyampingan perkara maka tidak ada alasan untuk mnegajukan perkara kembali ke muka sidang pengadilan. b. Sedang pada penghentian penuuntutan alasanya bukan didasrakan pada kepentingan umum akan tetapi semata-mata didasarkan kepada alasan dan kepentingan hukum itu sendiri. 20 c. Perkara yang bersangkutan tidak mempunyai pembuktian yang cukup, sehingga jika perkaranya diajukan ke sidang pengadilan maka diduga kuat bhwa terdakwa kan dibebaskan oleh hakim. d. Apa yang dituduhkan pada tersangka bukan merupakan suatu tindak pidana kejahatan atau pelanggaran. e. Alasan ketiga dalam penghentian penuntutan ialah atas dasar perkara ditutup demi hukum. f. Perkara yang dihentiakan penuntutunya, masih memungkinkan perkaranya dilimpahkan ke muka sidang pengadilan. g. Umpamanya ditemukan buti baru sehingga denga bukti baru tersebuat dapat diharapkan untuk menghukum terdakwa.

3.3 Masalah yang Dihadapi Oleh Penyidik dalam Hubungannya dengan JPU