Keterkaitan Persfektif Modernisasi dan Berbagai Studi Pembangunan Sosial

Jurnal Harmoni Sosial, Januari 2008, Volume II, No. 2

KETERKAITAN PERSPEKTIF MODERNISASI DAN BERBAGAI STUDI
PEMBANGUNAN SOSIAL
Hadriana Marhaeni Munthe
Abstract: Paradigm modernization have ascription that factor change of social very
influenced by modernization. Hereinafter view which is in such a way adopted also in
idea of sociology that is passing twi classic theory that is and evolution of
fungsionalisme. Evolution clan assume that process growth of society as a system which
always stay in dynamic balance. Consequence of the idea hance arising strategy
development of recognized agriculture with green revolution term. As case of this
development of paradigm that is green revolution in rural of Java. Impact which later
then arise this approach that is progressively sharply it social stratification between
impecunious and rich farmer. Elsewhere that is middle in the East as for modernization
the conducted have resulted to discolour him various august traditional values of society
genuiness over there.
Keywords: modernization, social change and development strategi, modernization,
development strategy
PENDAHULUAN
Para penganut paradigma modernisasi
berpihak pada pandangan bahwa perubahan

sosial terjadi oleh pengaruh modernisasi yang
berkembang dari Barat. Pemikiran modernisasi
selalu didasarkan pada peristiwa penting dalam
perkembangan masyarakat Barat yaitu Revolusi
Industri di Inggris dan Revolusi Politik di
Prancis. Akibat revolusi ini telah membawa
perubahan-perubahan di dunia baik di bidang
ilmu pengetahuan, ekonomi politik dan
kebudayaan.
Perubahan-perubahan
yang
membawa masyarakat pada suatu keadaan yang
baru, mewarnai pemikiran tentang proses
modernisasi yang terjadi di Dunia Barat.
Suwarsono dan Alvin Y.So (1991) mengulas
berbagai pandangan para ahli mengenai hal ini
dan mengidentifikasi pemikiran mereka yang
berkaitan dengan perubahan sosial.

1. Perspektif Modernisasi

Teori evolusi dan teori fungsionalisme
banyak mempengaruhi pemikiran tentang
modernisasi sebagi faktor yang mewujudkan
realitas perubahan. Dari sudut pandang ini,
perkembangan masyarakat terjadi melalui proses
peralihan dari masyarakat tradisional ke
masyarakat modern. Teori evolusi memandang
perubahan bergerak secara liniar dari masyarakat
primitif menuju masyarakat maju. Dan gerak
perubahan itu mempunyai tujuan akhir.

Sedangkan teori fungsionalisme, memandang
masyarakat sebagai sebuah sistem yang selalu
berada dalam keseimbangan dinamis. Perubahan
yang terjadi dalam unsur sistem itu akan diikuti
oleh unsur sistem lainnya dan membentuk
keseimbangan baru.
Penganut modernisasi klasik memandang
perkembangan masyarakat akan menuju pada
suatu tatanan kehidupan masyarakat modern.

Smelser, melihat fungsi kelembagaan modern
lebih kompleks dari pada kelembagaan
tradisional. Dalam perkembangan ekonomi
menurut Rostow, masyarakat modern berada
dalam
tahap
konsumsi
tinggi
dengan
pertumbuhan ekonomi yang tinggi, sedangkan
masyarakat tradisional mengalami hanya sedikit
perubahan baik di bidang ekonomi maupun sosial
budaya. Sejalan dengan Smelser, Coleman
melihat terjadinya differensiasi struktur politik
dan sekularisasi budaya politik pada masyarakat
modern dan tumbuhnya prinsip kesamaan dan
keadilan.
Beberapa ahli meneruskan kajian
modernisasi
klasik

dengan
mengamati
perkembangan di tingkat masyarakat. McCelland,
menggunakan pendekatan psikologi. Bagi dia,
kemajuan di bidang ekonomi mempengaruhi
tingkat kebutuhan berprestasi yang tinggi.
Pendapat Inkeles menyatakan manusia modern
tidak memperlihatkan gejala ketegangan atau
penyakit psikologis akibat modernisasi, bahkan
menunjukkan pola stabil. Lebih jauh, Bellah

Hadriana Marhaeni Munthe adalah Dosen Departemen Sosiologi FISIP USU Medan
58

Universitas Sumatera Utara

Munthe, Keterkaitan Perspektif Modernisasi dan Berbagai Studi...

menemukan suatu kenyataan dalam modernisasi
di Jepang. Etika Samurai yang tercermin dalam

nilai-nilai agama Tokugawa resisten dalam
perkembangan ekonomi industri modern di
Jepang.
Perubahan sosial dalam pandangan
modernisasi klasik, menitikberatkan kemajuan
masyarakat modern terbentuk melalui suatu
proses yang sama. Pandangan ini ditinjau
kembali oleh para penganut modernisasi aliran
baru. Wong, misalnya menyatakan, kemajuan
ekonomi di Hongkong digerakkan oleh
perusahaan-perusahaan yang memiliki sistem
oraganisasi tradisional yang bersifat nepolis,
paternalistik dan kekeluargaan. Kasus Indonesia
yang diamati Dove, memperlihatkan bahwa
budaya lokal mengalami perubahan yang dinamis
dalam dirinya. Sedangkan, Devis menilai
ekonomi kapitalisme di Jepang tumbuh oleh
terbentuknya rasionalisasi agama dan moral
dalam lingkar barikade budaya. Dari sudut
pandang politik, Huntington menyatakan budaya

atau agama mempunyai korelasi yang tinggi
dengan demokrasi.
Aliran baru teori modernisasi tersebut
mengandung pemikiran bahwa nilai tradisional
dapat berubah oleh karena dalam dirinya
mengalami proses-proses perubahan yang
digerakkan oleh perkembangan berbagai faktor
kondisi setempat misalnya; faktor pertumbuhan
penduduk, teknik, apresiasi nilai budaya.

2. Revolusi Hijau dan Perubahan Sosial di
Pedesaan Jawa
Tjondronegoro (1999) mengulas tema ini
untuk mendekati pengaruh revolusi hijau
terhadap perubahan sosial di pedesaan Jawa.
Revolusi hijau sebenarnya suatu program
intensifikasi tanaman pangan yang membawa ide
modernisasi. Karena melalui program ini
diintrodusir beberapa teknologi baru dalam
pertanian. Tetapi selain itu yang ditonjolkan

dalam pertukaran ini, ide modernisasi itu dilihat
dalam konteks kelembagaan baru yang
diterapkan dalam mengatur kelembagaan
produksi.
Dengan
demikian
pendekatan
perubahan sosial yang digunakan dalam tulisan
ini adalah pendekatan fungsional.
Pada tingkat implementasi program,
dibentuk beberapa organisasi yang memberi
pelayanan kepada masyarakat, antara lain;

KOPERTA. Organisasi usaha ini tidak dikelola
secara profesional. Pengurusnya bukan dari
kalangan interpreneur, melainkan ditangani
langsung oleh Lurah dan Pamong Desa.
Organisasi ini tidak bertahan lama karena
praktik-praktik pamong desa tidak disegani
petani. Karena dianggap gagal, maka pemerintah

Orde Baru mengganti nama koperasi dengan
Badan Usaha Unit Desa (BUUD). Organisasi
baru ini dianggap berhasil dan ditingkatkan
menjadi KUD. Namun perkembangan KUD ini
tidak menggembirakan karena 93% petani lemah
tidak berminat menjadi anggota.
Kemudian diperankan lagi pendekatan
Bimbingan Massal (BIMAS). Program ini
berhasil dengan baik dengan tercapainya
peningkatan hasil panen. Dan pada gilirannya,
pelayanan BIMAS ditingkatkan. Tetapi pada
akhirnya juga sistem ini gagal karena praktik
penyimpangan yang terjadi dalam mekanisme
penyaluran paket-paket bantuan. Selain itu di
kalangan petani kecil ada yang ragu
memanfaatkan bantuan kredit.
Catatan Franke dalam Tjondronegoro
(1999) membuktikan adanya hubungan sistem
BIMAS dengan pelapisan sosial. Dampaknya
ialah petani kaya lebih mampu mengakses kredit

karena asset tanah dan modal yang dimilikinya
dibanding petani kecil. Pada akhirnya petani kaya
menyewa tanah dari mereka, dan selanjutnya
semakin mengakumulasi penguasaan tanah.
Hubungan patron-klient semakin mengarah pada
hubungan eksplotatif. Dengan demikian program
ini tidak menambah kemandirian petani kecil
bahkan menambah ketergantungannya pada
patron karena kekuatan kapitalnya.
Polarisasi pemilikan mungkin tidak
terjadi di sini, tetapi penguasaan tanah
menumpuk di kalangan petani kaya dalam arti
ekonomis. Dengan pengertian bahwa mereka
yang memiliki modal kuat mampu mengakses
teknologi dan fasilitas lain untuk memperluas
usaha taninya.
Ide modernisasi melalui revolusi hijau
berhasil dilihat dari sudut peningkatan produksi
pertanian. tetapi hal ini tidak diikuti oleh
perubahan kelembagaan yang diadaptasi secara

kuat dalam oleh masyarakat. Sayogyo dalam
Tjondronegoro (1999) menyatakan modernisasi
di daerah pedesaan berlangsung tanpa
pembangunan, didasarkan atas pengamatan

59
Universitas Sumatera Utara

Jurnal Harmoni Sosial, Januari 2008, Volume II, No. 2

bahwa kelembagaan desa tidak dikembangkan
menjadi organisasi yang mutakhir.
Pesimisme terhadap perubahan sosial
pedesaan yang disiratkan oleh Tjondronegoro
dalam ringkasan ini menunjukkan pendekatannya
yang lebih cenderung mengikuti aliran
modernisasi baru, yang berpijak pada kekuatan
perubahan yang berakar dari nilai kelembagaan
tradisional.


3. Perubahan Masyarakat Tradisional di
Timur Tengah
Lerner (1983) mencoba menggambarkan
modernisasi sebagai faktor yang mendorong
perubahan sosial di Timur Tengah. Secara umum
hasil penelitiannya menemukan nilai-nilai
tradisional yang tercermin dalam tingkah laku
manusia pada masyarakat Timur Tengah
mengalami peralihan ke karakter kehidupan
modern.
Tiga
variabel
modernisasi
yang
digunakan Lerner yaitu; 1) lebih modern,
dimaksudkan lebih banyak orang yang mengubah
cara hidup tradisional, 2) lebih dinamis,
dimaksudkan modernisasi berjalan dengan suatu
derap cepat, 3) lebih stabil, dimaksudkan
pembagian kelas tidak begitu jelas. Modernisasi
lebih bergerak cepat karena tidak dihambat oleh
terputusnya kebijakan dan kekerasan sosial
politik. Ketiga variabel itu diturunkan pada
beberapa kondisi yang dapat ditelaah yaitu;
mobilitas, empati, pendapatan dan partisipasi.
Dari enam negara timur tengah yang
diteliti (Turki, Libanon, Mesir, Siria, Yordania,
Iran) hasil penemuannya membuktikan bahwa
Turki dan Libanon dianggap sedang mengalami
proses modernisasi. Mesir dan Siria dilanda
kekacauan, sedangkan Yordani dan Iran belum
jauh
melangkah
ke
arah
modernisasi.
Perkembangan yang menarik dari modernisasi di
Timur Tengah adalah ketiga ciri modernisasi,
dinamisme dan stabilitas cenderung bergerak
bersama.

60

Lerner menekankan proses modernisasi
yang seimbang, hal ini yang membedakan
perubahan sosial di masing-masing negara.
Keseimbangan itu dapat dilihat dari urbanisasi
dan kemampuan baca tulis, produksi media dan
konsumsinya, jumlah penduduk dan pemberian
suara. Turki dan Libanon menunjukkan
perkembangan yang paling seimbang dan stabil
untuk semua sektor. Salah satu contoh, di Turki
dan Libanon terjadi keseimbangan yang logis
antara jumlah penduduk dan pemberi suara dalam
pemilu, didukung oleh ketersediaan media
informasi dan pendidikan. Demikian pula ada
kaitannya antara ketersediaan informasi yang
tinggi dengan kebebasan berpendapat dan empati.
Mesir, Siria, Yordania, dan Iran tidak mengalami
perkembangan seperti itu. Keempat negara ini
diliputi dengan kondisi politik dan sosiokultural
yang tidak mendukung misalnya pemerintahan
diktator di Mesir, imbas pengungsi di Palestina,
serta nilai tradisionil yang kuat di Iran.
Selain itu, di enam negara tersebut masa
peralihan sudah dapat dilihat karena perubahan
sosial di negara-negara tersebut sudah terjadi.
Akan tetapi tipe di setiap negara itu berbeda
dilihat dari sudut ketidakberdayaan dalam
menggunakan hak berpendapat atau yang disebut
Lerner impotensi pribadi. Libanon dan Turki
menunjukkan sedikit ada gejala itu, sedangkan
keempat negara lainnya menunjukkan gejala
tersebut. Bahkan kaum peralihan di Iran sebagian
besar tidak menggunakan hak berpendapat untuk
menilai kondisi meraka dalam lingkungan nilainilai tradisional yang kaku.
Secara umum penemuan Lerner,
mencoba mengembangkan suatu teori yang
melihat bahwa modernisasi terjadi dari dalam dan
tidak sama untuk semua masyarakat. Namun
demikian pengaruh perkembangan informasi dan
komunikasi menyebabkan semua unsur eksternal
juga dapat berpengaruh terhadap perubahan
tingkah laku. Seperti yang dinyatakan Lerner
bahwa pengaruh tingkah laku dapat bersamaan
dengan perubahan kelembagaan.

Universitas Sumatera Utara

Munthe, Keterkaitan Perspektif Modernisasi dan Berbagai Studi...

DAFTAR PUSTAKA
Lerner, Daniel, 1983. Memudarnya Masyarakat Tradisional (terjemahan), Gajah Mada University
Press, Yogyakarta.
Suwarsono dan Alvin Y.So, 1991. Perubahan Sosial dan Pembangunan, LP3ES, Jakarta.
Tjondronegoro, Sediono,MP. 1991. Keping-keping Sosiologi dari Pedesaan.
Leibo, J., Sosiologi Pedesaan: Mencari Suatu Strategi Pembangunan Masyarakat Desa Berparadigma
Ganda, Andi Offset; Yogyakarta.
Rusdi, H., Sosiologi Pedesaan Dalam Pemahaman Aspek Sosial Budaya Masyarakat Bagi
Perencanaan dan Penerapan Teknologi; Materi Pelatihan Pemahaman Aspek Sosial Budaya
Masyarakat Dalam Perencanaan dan Penerapan Teknologi; Bandung 28 Februari s/d 30April
2000.

61
Universitas Sumatera Utara