HUBUNGAN PERKEMBANGAN DENGAN BELAJAR doc

HUBUNGAN PERKEMBANGAN DENGAN BELAJAR
MAKALAH
DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI TUGAS
MATA KULIAH
PSIKOLOGI PENDIDIKAN
DOSEN PENGAMPU : DRS. YUSRAN ADENIN, MA

OLEH
SYAHFITRI

PRODI / SEMESTER : PAI - IV A
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
JAM’IYAH MAHMUDIYAH
TANJUNG PURA
LANGKAT
2017

KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis ucapkat atas kehadirat Allah yang maha
Esa atas ridho dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas

Makalah ini dengan penuh keyakinan serta usaha maksimal. Semoga dengan
terselesaikannya tugas ini dapat memberi pelajaran positif bagi kita semua.

Selanjutnya penulis juga ucapkan terima kasih kepada bapak dosen Drs.
Yusran Adenin, MA

mata kuliah Psikologi Pendidikan

yang telah

memberikan tugas Makalah ini kepada kami sehingga dapat memicu motifasi
kami untuk senantiasa belajar lebih giat dan menggali ilmu lebih dalam khususnya
mengenai “Hubungan Perkembangan Dengan Belajar ” sehingga dengan ini
kami dapat menemukan hal-hal baru yang belum kami ketahui.

Terima kasih juga kami sampaikan atas petunjuk yang di berikan sehingga
penulis

dapat menyelasaikan tugas Makalah ini dengan usaha semaksimal


mungkin. Terima kasih pula atas dukungan para pihak yang turut membantu
terselesaikannya makalah ini, ayah bunda, teman-teman serta semua pihak yang
penuh kebaikan dan telah membantu penulis.

Terakhir kali sebagai seorang manusia biasa yang mencoba berusaha
sekuat tenaga dalam penyelesaian Makalah ini, tetapi tetap saja tak luput dari
sifat manusiawi yang penuh khilaf dan salah, oleh karena itu segenap saran
penulis harapkan dari semua pihak guna perbaikan tugas-tugas serupa di masa
datang.

1

Tanjung Pura, 16 Juni 2017

Penyusun

Sayahfitri

DAFTAR IS


2

KATA PENGANTAR...............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................1
C. Tujuan Penulisan...........................................................................................1
BAB II......................................................................................................................2
PEMBAHASAN......................................................................................................2
A. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Belajar..........................2
B. Perkembangan Psiko-Fisik Siswa.................................................................4
BAB III...................................................................................................................11
PENUTUP..............................................................................................................11
A. Kesimpulan.................................................................................................11
B. Saran............................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................12

3


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Belajar merupakan salah satu aktivitas psikis atau mental yang
berlangsung dalam interaksi aktif dalam lingkungan, yang menghasilkan dalam
diri seorang anak, baik dalam pemahaman, keterampilan dan nilai sikap.
Perubahan itu relatif konstan dan terbatas. Perumusan itu berlaku bagi segala
macam kegiatan belajar dan tidak terbatas pada salah satu bentuk tertentu. Setiap
kegiatan belajar akan menghasilkan suatu perubahan pada anak. Terjadinya
perubahan tersebut karena adanya pertumbuhan dan perkembangan. Dan jika
seseorang tidak dapat mengikuti pertumbuhan dan perkembangan itu maka belajar
seseorang akan kurang maksimal. Karena perkembangan adalah suatu perubahanperubahan kearah yang lebih maju dan dewasa dan perubahan-perubahan itu juga
didukung dengan kematangan fisik seseorang atau yang disebut dengan
pertumbuhan. untuk itulah kami membuat makalah yang berjudul “Hubungan
antara perkembangan dengan belajar”, agar kita dapat lebih mudah memahami
hubungan antara perkembangan dengan belajar karena itu adalah salah satu modal
yang sangat penting kita kuasai saat kita akan mengajar atau belajar nanti.

B. Rumusan Masalah

1. Apa faktor yang mempengaruhi perkembangan belajar siswa ?

2. Bagaimana proses perkembangan psiko-fisik siswa ?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan belajar
siswa.

2. Untuk mengetahui proses perkembangan psiko-fisik siswa.

1

2

BAB II
PEMBAHASAN
A. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Belajar
1. Nativisme

Aliran nativisme berpendapat bahwa perkembangan individu ditentukan

oleh faktor-faktor yang dibawa sejak lahir ( natus artinya lahir). Tokoh utama
aliran ini adalah Schopenhaur, pengikutnya Plato, Descartes, Lombroso dan lainlain. Para ahli mengikuti pendirian ini biasanya mempertahankan kebenaran
konsepsi ini dengan menunjukan berbagai kesamaan atau kemiripan antara orang
tua dengan anak-anaknya. Misalnya kalau ayahnya ahli musik kemungkinan
besar anaknya menjadi ahli musik.intinya keistimewaan-istimewaan yang dimiliki
orang tua juga dimiliki anaknya.1

2. Empirisme

Para ahli yang mengikuti pendirian Empirisme mempunyai pendapat yang
langsung bertentangan dengan pendapat aliran nativisme. Aliran Empirisme
berpendapat bahwa perkembangan itu semata-mata bergantung kepada faktor
lingkungan, sedangkan dasar tidak memainkan peranan sama sekali. Tokoh utama
daripada aliran ini adalah John Locke.

3. Konvergensi

Paham ini berpendapat, bahwa didalam perkembangan individu baik dasar
atau pembawaan maupun lingkungan memainkan peranan penting. Bakat
kemungkinan telah ada pada masing-masing individu, tetapi bakat yang tersedia

perlu menemukan lingkungan yang sesuai supaya dapat berkembang. Misalnya
anak sulung, anak bungsu, anak tunggal, anak yang semua saudaranya berlainan
1 Bimo Walgito, Psikologi Umum, ( Jakarta : Rieneka Cipta, 2003)hlm, 74

3

jenis dengan dia sendiri, dan sebagainya, mereka itu menunjukan sifat-sifat yang
khas bukan karena keturunan tetapi kedudukan mereka dalam struktur keluarga
yang khas, yang menyebabkan adanya sikap yang khas dari orang-orang tua
mereka serta anggota-anggota keluarga yang lain yang lebih dewasa.

Kemiripan yang ada antara anak-anak dengan orang tua mereka tidaklah berakar
pada dasar atau keturunan, melainkan berakar pada lingkungan, yaitu peniruan
dalam perkembangannya anak menirukan orang-orang yang lebih dewasa dan
pergaulannya terutama dengan orang tuanya, maka yang dijadikan objek atau
model peniruan adalah orang tuanya.

2

Langeveld secara fenomenologis mencoba menemukan hal-hal yang


memungkinkan perkembngan anak menjadi dewasa, ada empat azas dalam
perkembangan yaitu:

a. Asas biologis

b. Asas ketidak-berdayaan

c. Asas keamanan

d. Asas Eksplorasi

Kenyataan pertama anak adalah makhluk hidup, maka dia berkembang.
Supaya perkembangan anak berlangsung dalam rangka

normal, maka keadaan

biologisnya harus normal. Anak yang keadaan biologisnya cacat akan menunjukan
kelainan-kelainan dalam perkembangan mereka. Terutama pada anak-anak yang
masih


muda

dipenuhinya

secara

normal

kebutuhan-kebutuhan

biologis

merupakan hal yang mutlak, anak yang kekurangan makanan misalnya akan
penyakitan, hal ini akan mengakibatkan lebih lambat perkembangannya.
2 M.Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remadja Karya, 1986),hlm, 78

4

Kenyataan kedua bahwa pada waktu dilahirkan anak manusia jauh sangat tidak

berdaya jika kita bandingkan dengan anak hewan. Kalau hewan hidup
menggunakan instinkna karena hal demikian secara hakikatnya diperlukan untuk
menjamin keberadaan didunia ini.

Kenyataan yang ketiga, karena ketidak-berdayannya itu pemenuhannya
kebutuhan biologis saja belumlah mencukupi bagi anak manusia.anak yang telah
terpenuhi kebutuhan-kebutuhan biologisnya masih membutuhkan yang lain, yaitu
rasa aman, rasa terlindungi, yang diterimanya dari pendidik. Inti dari perlindungan
adalah kasih sayang dari orang tua. Kurangnya kasih sayang dapat mengganggu
perasaan. Perlu diingat, bahwa pemberian perlindungan atau kasih sayang tidak
boleh secara berlebihan akan berakibat si anak selalu menggantungkan diri kepada
pendidik dan tidak berani berdiri diatas kedua kaki sendiri.

Kenyataan keempat, eksplorasi ( penjelajahan) dilakukan oleh si anak
berbagai cara: mula fungsi-fungsi jasmaniah (mulut, tangan, kaki, dan sebagainya)
setelah anak bertambah umurnya maka eksplorasi dilaksankan dengan fungsifungsi pancaindra ,kemudian fungsi-fungsi kejiwaan (angan-angan, fantasi,
pikiran, dan sebagainya). Didalam eksplorasi anak berkembang kearah
kedewasaan. Kewajiban pendidik (orang tua) untuk memberikan kesempatan
kepada anak untuk melakukan eksplorasi.


B. Perkembangan Psiko-Fisik Siswa
1. Perkembangan Motor (Fisik) Siswa

Perkembangan motor (motor development), yakni proses perkembangan
yang progresif dan berhubungan dangan perolehan aneka ragam perolehan
keterampilan fisik anak (motor skills).

Proses perkembangan fisik anak berlangsung kurang lebih selama dua
dekade (dua dasawarsa) sejak ia lahir. Semburan perkembangan (sprurt) terjadi

5

pada masa anak menginjak usia remaja antara 12 atau 13 tahun hingga 21 atau 22
tahun. Pada saat perkembangan berlangsung, beberapa bagian jasmani seperti
kepala dan otak yang pada waktu dalam rahin berkembang tidak seimbang (tidak
secepat badan dan kaki), mulai menunjukan perkembangan yang cukup berarti
hingga bagian-bagian lainnya menjadi matang.3

Menurut Gleitman (1987) ada dua bekal pokok yang dibawa anak baru
lahir sebagai dasar perkembangan, yaitu: 1) bekal kapasitas motor (jasmani); dan
2) bekal kapasitas panca indera (sensori).

Mula-mula seorang anak yang baru lahir hanya memiliki sedikit sekali
kendali terhadap aktivitas alat-alat jasmaninya. Setelah berusia empat bulan, bayi
itu sudah mulai mampu duduk dengan bantuan sanggahan dan dapat pula meraih
dan menggenggam benda-benda mainnya yang sering hilang dai pandangannya.
Kini ia telah memiliki apa yang disebut grasp reflex (Kennedy, 1997) atau
grasping Reflex (Reber, 1988) yakni gerakan otomatis untuk menggenggam.

Respons otomatis yang juga dimiliki seorang bayi sebagai bekal dan dasar
perkembangannya ialah rooting reflex (Reber, 1988) yang berarti refleks
dukungan yakni gerakan kepala dan mulut yang otomatis. Dua macam refleks
diatas, grasp dan rooting merupakan kapasitas jasmani yang sampai umur kurang
lebih lima bulan belum memerlukan kendali ranah kognitif karena sel-sel otaknya
sendiri belum cukup matang untuk berfungsi sebagai alat pengendali.

Bekal psikologi kedua yang dibawa anak dari rahim ibunya ialah
kapasitaas sensori. Berkat adanya bekal kapasitas sensori, bayi dapat mendengar
dengan baik bahkan mampu membedakan antara suara yang keras dan kasar
dengan suara lembut ibunya atau suara lembut wanita-wanita lainnya. Disamping
itu bayi juga dapat melihat sampai batas jarak empat kaki atau kira-kira satu
seperempat meter, tetapi belum mampu memusatkan pandanganya pada barang3 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2015) hlm,
59

6

barang yang ia lihat. Namun, kemampuan membedakan warna (walaupun belum
mampu menyebut jenis nama jenis warna), dan mengikuti gerakan benda-benda
sudah mulai tampak.

Selanjutnya, kecuali dua macam bekal bawaan anak seperti diatas, ada
empat faktor yang mendorong perkembangan motor skills anak yang juga
memungkinkan campur tangan orang tua dan guru dalam mengarahkannya, yaitu :

Pertama, pertumbuhhan dan perkembangan sistem syaraf (nervous syistem).
Sistem syaraf adalah organ halus dalam tubuh yang terdiri atas struktur jaringan
serabut syaraf yang sangat halus yang berpusat di central nervous system, yakni
pusat sistem jaringan syaraf yang ada diotak (Reber, 1988). Pertumbuhan syaraf
dn perkembangan kemampuannya membuat intelegensi (kecerdasan) anak
meningkat dan mendorong timbulnya pola-pola tingkah laku baru.

Kedua, pertumbuhan otot-otot. Otot-otot adalah jaringan sel-sel yang dapat
berubah memanjang dan juga sekaligus merupakan unit atau kesatuan sel yang
memiliki daya mengkerut (contractile unit). Di antara fungsi pokoknya ialah
sebagai pengikat organ-organ lainnya dan sebagai jaringan pembuluh yang
mendistribusikan sari makanan (Reber, 1988). 4

Ketiga, perkembangan dan perubahan fungsi kelenjar-kelenjar endokrin
(endocrine glands). Kelenjar adalah alat tubuh yang menghasilkan cairan atau
getah, seperti kelenjar keringat. Selanjutnya, kelenjar endokrin dalam tubuh yang
memproduksi hormon yang disalurkan keseruh bagian tubuh melalui aliran darah.
Lawan endokrin adalah eksokrin (exocrine) yang memiliki pembuluh tersendiri
untuk menyalurkan hasil sekresinya (proses pembuatan cairan atau getah) seperti
kelenjar ludah (Gleitman, 1987). Berubahnya fungsi kelenjar-kelenjar endokrin
seperti adrenal (kelenjar endokrin yang meliputi bagian atas ginjal dan
memproduksi bermacam-macam hormon termasuk hormon seks), dan kelenjar
pituitary (kelenjar dibagian bawah otak yang memproduksi dan mengatur
4 Ibid, hlm, 61

7

berbagai hormon termasuk hormon pengembang indunng telur dan sperma), juga
menimbulkan pola-pola baru tingkah laku anak ketika menginjak remaja.
Perubahan fungsi kelenjar-kelenjar endokrin akan mengakibatkan berubahnya
pola sikap dan tingkah laku seorang remaja terhadap lawan jenisnya.

Keempat, perubahan struktur jasmani. Semakin meningkat usia anak akan
semakin meningkat pula ukuran tinggi dan bobot serta proporsi (perbandingan
baggaian) tubuh pada umumnya. Perubahan jasmani ini akan banyak
berpengaruhh terhadap perkembangan kemampuan dan kecakapan motor skills
anak. Kecepatan berlari, kecekatan bergerak, kecermatan menyalin pelajaran,
keindahan melukis dan sebagainya akan terus meningkat seiring dengan proses
penyempuranaan struktur jasmani siswa. Pengaruh perubahan fisik seorang siswa
juga tampak pada sikap dan perilakunya terhadap orang lain karena perubahan
fisik itu sendiri mengubah konsep diri (self-concept) siswa tersebut. Self-concept
atau konsep-diri ialah totalitas sikap dan persepsi seseorang terhadap dirinya
sendiri.

2. Perkembangan Kognitif Siswa

Selanjutnya, berikut ini akan diuraikan tahapan-tahapan perkembangan
kognitif versi Piaget sebagaimana tersebut berdaasarkan sumber-sumber dari
Daehler & Bukatko, Lazerson dan Anderson). 5

a. Tahap Sensori-motor (0-2 tahun)

Selama perkembangan dalam periode sensori-motor yang berlangsung
sejak anak lahir sampai usia 2 tahun, intelijensi yang dimiliki anak tersebut masih
berbentuk primitif dalam arti masih didasarkan pada perilaku terbuka. Meskipun
primitif dan terkesan tidak penting, inteligensi sensori-motor sesungguhnya
merupakan inteligensi dasar yang amat berarti karena ia menjadi fondasi untuk
tipe-tipe inteligensi tertentu yang akan dimiliki anak tersebut kelak.
5 Ibid, hlm, 65

8

Anak pada periode ini belajar bagaimana mengikuti dunia kebendaan
secara praktis dan belajar menimbulkan efek tertentu tanpa memahami apa yang
sedang ia perbuat kecuali hanya mencari cara melakukan perbuatan seperti diatas.

Ketika

seorang

bayi

berinteraksi

dengan

lingkungannya,

ia

akan

mengasimilasikan skema sensori-motor sedemikian rupa dengan mengerahkan
kemampuan akomodasi yang ia miliki hingga mencapai ekuilibrum yang
memuaskan kebutuhannya. Proses asimilasi dan akomodasi dalam mencapai
ekuilibrium seperti diatas selalu dilakukan bayi, baik ketika ia hendak memenuhi
dorongan lapar dan dahaganya maupun ketika bermain dengan benda-benda
mainan yang ada disekitarnya.

Dalam rentang usia antara 18 hingga 24 bulan, kemampuan mengenal
object permanence anak tersebut muncul secara bertahap dan sistematis. Dalam
rentang usia sehatun setengah hingga dua tahun itu, benda-benda mainan dan
orang-oranf yang biasa berada disekitarnya (seperti ibu dan pengasuhnya) akan ia
cari dengan sungguh-sungguh apabila ia memerlukannya.

b. Tahap Praoperasional (2-7 tahun)

Periode perkembangan kognitif pra-operasional terjadi dalam diri anak
ketika berumur 2 sampai 7 tahun. Perkembangan ini bermula pada saat anak telah
memiliki penguasaan sempurna mengenai object permanence. Artinya, anak
tersebut sudah memiliki kesadaran akan tetap eksisnya suatu benda, walaupun
benda tersebut sudah ia tinggalkan atau sudah tak dilihat dan didengar lagi.6

Perolehan kemampuan berupa kesadaran terhadap eksistensi object permanence
(ketetapan adanya benda) adalah hasil dari munculnya kapasitas kognitif baru
yang disebut representation atau mental repretation (gambaran mental). Secara
singkat representasi adalah suatu yang mewakili atau atau menjadi simbol atau
wujud sesuatu yang lainnya. Representasi mental merupakan bagian penting dari
6 Ibid, hlm, 66-69

9

skema kognitif yang memungkinkan anak berfikir dan menyimpulkan eksistensi
sebuah benda atau kejadian itu berada diluar pandangan, atau jangkauan
tangannya.

Dalam periode perkembangan praoperasional, disamping diperolehnya
kapasitas-kapasitas seperti diatas, yang juga penting ialah diperolehnya
kemampuan berbahasa.

c. Tahap Kongkret-Operasional (7-11 tahun)

Dalam periode kongkret-operasional yang berlangsung hingga usia
menjelang remaja, anak memperoleh tambahan kemampuan yang disebut system
of operations (satuan langkah berfikir). Kemampuan langkah berfikir ini
berfaedah bagi anak untuk mengkoordinasikan pemikiran dan idenya dengan
peristiwa tertentu kedalam sistem pemikirannya sendiri.

Satuan langkah berfikir anak kelak akan menjadi dasar terbentuknya
intelejensi intuitif. Intelegensi menurut Piaget , bukan sifat yang biasanya
digambarkan dangan skor IQ itu. Intelejensi adalah proses, yang dalam hal ini
berupa tahapan langkah operasional tertentu yang mendasari semua pemikiran dan
pengetahuan manusia, disamping merupakan proses pembentukan pemahaman.

d. Tahap Formal-Operasional (11-15 tahun)

Dalam tahap perkembangan formal-operasional, anak yang sudah
menjelang atau sudah menginjak maasa remaja, yakni usia 11-15 tahun, akan
dapat mengatasi masalah keterbatasan pemikiran kongkret-operasional seperti
yang sudah disinggung dalam uraian sebelumnya.7

7 Ibid, hlm, 70-72

10

Dalam perkembangan tahap akhir ini sorang remaja telah memiliki
kemampuan mengkoordinasikan baik secara simultan (serentak) maupun
berurutan dua ragam kemampuan kognitif, yakni: 1) kapasitaas menggunakan
hipotesis; 2) kapasitas menggunakan prinsip-prinsip abstrak. Dengan kapsitas
menggunakan hipotesis (anggapan dasar), seorang remaja akan mampu berfikir
hipotesis, yakni berfikir mengenai sesuatu khususnya dalam hal pemecahan
masalah dengan menggunakan anggapan dasar yang relevan dengan lingkungan
yang ia respons. Selanjutny, dengan kapasitas menggunakan prinsip-prinsip
abstrak, remaja akan mampu mempelajari materi-materi pelajaran yang abstrak,
seperti ilmu agama (dalam hal ini misalnya ilmu tauhid), ilmu matematika dan
ilmu-ilmu abstak lainnya dengan luas dan lebih mendalam.

3. Perkembangan Sosial dan Moral Siswa

Pendidikan, ditinjau dari sudut psikososial (kejiwaan kemasyrakatan),
adalah upaya penumbuh kembangan sumber daya manusia melalui proses
hubungan interpersonal (hubungan antar pribadi) yang berlangsung dalam
lingkungan masyarakat yang terorganisasi, dalam hal ini masyarakat pendidikan
dan keluarga.

Perkembangan psikososial siswa, atau sebut saja perkembangan sosial
siswa, adalah proses perkembangan kepribadian siswa selaku anggota
maasyarakat dalam berhubungan dengan orang lain. Perkembangann ini
berlangsung sejak masa bayi hingga akhir hayatnya. Perkembangan sosial,
menurut Bruno merupakan proses pembentukan social-selft (pribadi dalam
masyarakat), yakni pribadi dalam keluarga, budaya, bangsa, dan seterusnya.8

Seperti dalam proses-proses perkembangan lainnya, proses perkembangan
sosial dan moral siswa juga selalu berkaitan dengan proses belajar. Ini bermakna
8 Ibid, hlm, 74

11

bahwa proses belajar itu amat menentukan kemampuan siswa dalam bersikap dan
berperilaku sosial yang selaras dengan norma moral agama, moral tradisi, moral
hukum, dan norma moral lainnya yang berlaku dalam masyarakat siswa yang
bersangkutan.

Dalam

dunia

psikologi

belajar

terdapat

aneka

mazhab

(aliran

pemikiran)yang berhubungan dengan perkembangan sosial. Diantara ragam
mazhab, perkembangan sosial ini yang pling menonjol dan layak dijadikan
rujukan ialah, 1) aliran teori coqnitive psychology dengan tokoh utama Jean
Piaget dan Lawrence Kohlbreg; 2) aliran teori social learning dengan tokoh utama
Albert Bandura dan R.H. Walters.

a. Perkembangan Sosial dan Moral Versi Piaget dan Kohlberg

Piaget dan Kohlberg menekankan bahwa pemikiran moral seoranga anak,
terutama ditentukan oleh kematangan kapasitas kognitifnya. Sementara itu,
lingkungan sosial merupakan pemasok materi mentah yang akan diolah oleh ranah
kognitif anak tersebut secara aktif.

Ada dua macam metode yang diaplikasikan Piaget untuk melakukan studi
mengenai perkembangan moral anak dan remaja, yaitu:9

 Melakukan observasi terhadap sejumlah anak yang bermain kelereng dan
menanyainya mereka tentang aturan yang mereka ikuti.

 Melakukan tes dengan menggunakan beberapa kisah yang menceritakan
perbuatan salah dan benar yang dilakukan anak-anak, lalu meminta

9 Ibid, hlm, 75

12

responden (yang terdiri atas anak dan remaja) untuk menilai kisah-kisah
tersebut berdasarkan pertimbangan moral mereka sendiri.

Berdasarkan data hasil studynya diatas, Piaget menemukan dua tahap
perkembangan moral anak dan remaja yang antara tahap pertama dan kedua
diselingi dengan masa transisi, yakni pada usia 7-10 tahun.

b. Perkembangan Sosial dan Moral Versi Teori Belajar Sosial

Teori belajar sosial adalah sebuah teori belajar yang relatif masih baru
dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya.salah satu seorang tokoh utama
teori ini adalah Albert Bandura, seorang psikolog pada Universitas Stanford
Amerika Serikat.

Prinsip dasar belajar hasil temuan Bandura meliputi proses belajar sosial
dan moral. Menurut Bnadura seperti yang dikutip Baelow (1985), sebagian besar
dari yang dipelajari manusia terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian
contoh perilaku (modeling). 10

Pendekatan teori belajar sosial terhadap perkembangan sosial dan moral
siswa ditekankan pada perlunya conditioning (pembiasaan merespons) dan
imitation (peniruan).

10 Ibid, hlm, 78-79

13

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Perkembangan

dan

belajar

sangatlah

erat

hubungannya,

karena

perkembangan akan menunnjang suatu proses belajar seseorang. Jika
seseorang tidak mampu mengikuti perkembangan maka ia juga akan sulit dan
kurang maksimal dalam belajar. Perkembangan adalah suatu proses
perubahan kearah yang lebih maju dan lebih dewasa, ada tiga faktor yang
mempengaruhinya yaitu; nativisme, empirisme dan konvergensi.

2. Didalam perkembangan psikis-siswa terdapat tiga perkembangan yaitu;
perkembangan

motor

(fisik)

siswa,

perkembangan

kognitif

siswa,

perkembangan sosial dan moral siswa. Didalam perkembangan kognitif siswa
terdapat tiga tahap, yaitu tahap sensori motor, tahap praoperasional, tahap
kongket-operasional, tahap formal operasional.

B. Saran
Belajar adalah suatu yang sangat penting bagi semua orang. Karena
dengan belajar kita akan mengetahui sesuatu yang belum kita ketahui dan dengan
belajar kita juga akan mengalami perubahan kearah yang lebih maju dan dewasa,
dan didalam belajar kita harus dapat mengikuti setiap perkembangan yang ada
didalamnya. Salah satu cara agar kita dapat lebih mengetahui perkembangan dan
hubungannya dengan belajar adalah dengan senantiasa mempelajari buku-buku
atau sumber-sumber lain yang berkaitan dengan belajar. Semoga makalah yang
kami tulis dapat menambah wawasan kita tentang hubungan perkembangan
dengan belajar.

14

DAFTAR PUSTAKA

Purwanto, M.Ngalim. 1986.Psikologi Pendidikan, Bandung: Remadja Karya.
Syah, Muhibin. 2015.Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru.Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya.
Walgito, Bimo. 2003.Psikologi Umum. Jakarta : Rieneka Cipta.

15