Pengertian Moral Hazard LANDASAN TEORI

30 Juga ketika menanam, maka seorang muslim merasa bahwa yang ia kerjakan adalah ibadah kepada Allah. Begitu pula saat ia sedang membajak, menganyam, ataupun berdagang. Makin tekun ia bekerja, makin taqwa ia kepada Allah ; bertambah rapi pekerjaannya, bertambah dekat ia kepada-Nya. Dengan demikian, Islam mengakui adanya motif ekonomi dalam diri manusia, yang dinamakan homo economicus. Akan tetapi, dengan tegas memberi batasan bahwa semangat ekonomi tidak sampai menimbulkan nafsu serakah yang jahat.

2. Sistem ekonomi berdasarkan etika

Yang membedakan Islam dengan materialisme adalah bahwa Islam tidak pernah memisahkan ekonomi dengan etika, sebagaimana tidak pernah memisahkan ilmu dengan akhlak, politik dengan etika, dan kerabat sedarah sedaging dengan kehidupan islami. 24 Berkanaan dengan ini, Islam tetap mengajarkan umatnya untuk senantiasa mengintegralkan akhlak, etika dan norma-norma agama dalam setiap kegiatan ekonominya. Begitu pula, integralisasi nilai-nilai akhlak dalam pratik ekonomi Islam harus di realisasikan juga dalam setiap langkah-langkah ekonomi Islam, baik produksi, distribusi dan konsumsi. 25 24 Yusuf Qardhawi, Peran Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam. Penerjemah K.H. Didin Hafiduddin, Setiawan Budiutomo, dan Ainu Rofiq Shaleh Tamhid, Jakarta: Robbani Press, 2001, h. 57. 25 Ibid, hal 58. 31 Pada lapangan produksi yaitu tidak mengambil sesuatu yang haram dan tidak pula melakukan cara-cara yang haram. Pada lapangan distribusi yaitu setiap hasil yang sudah tercapai dapat dibagi-bagi menurut cara yang di ridhoi Allah, menentukan kemana dan untuk apa harta benda yang di perolehnya itu di pergunakan. Kemudian pada lapangan konsumsi, yaitu sanggup membatasi dirinya dalam kebutuhan yang tidak berlebih-lebihan, baik kebutuhan primer maupun sekunder. 26 Etika dan Bisnis, mendeskripsikan etika bisnis secara umum dan menjelaskan orientasi umum terhadap bisnis, dan mendeskripsikan beberapa pendekatan khusus terhadap etika bisnis, yang secara bersama-sama menyediakan dasar untuk menganalisis masalah-masalah etis dalam bisnis. Dengan demikian, bisnis dalam islam memposisikan pengertian bisnis yang pada hakikatnya merupakan usaha manusia untuk mencari keridhaan Allah swt. Bisnis tidak bertujuan jangka pendek, individual dan semata-mata keuntungan yang berdasarkan kalkulasi matematika, tetapi bertujuan jangka pendek sekaligus jangka panjang, yaitu tanggung jawab pribadi dan sosial dihadap masyarakat, Negara dan Allah SWT. seperti yang dijelaskan dalam Al- Qur’an :                           26 Ibid 32 Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu, Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu Berdasarkan ayat diatas disimpulkan Allah melarang kita memakan harta orang lain dengan jalan yang batil seperti riba, merampas, mencuri, judi di mana di dalamnya terdapat bahaya bagi mereka, baik bagi pemakannya maupun orang yang diambil hartanya, Allah menghalalkan kepada mereka semua yang bermaslahat bagi mereka seperti berbagai bentuk perdagangan dan berbagai jenis usaha dan keterampilan. Disyaratkan atas dasar suka sama suka dalam perdagangan untuk menunjukkan bahwa akad perdagangan tersebut bukan akad riba, karena riba bukan termasuk perdagangan, bahkan menyelisihi maksudnya, dan bahwa kedua belah pihak harus suka sama suka dan melakukannya atas dasar pilihan bukan paksaan. Oleh karena itu, jual beli gharar tidak jelas dengan segala bentuknya adalah haram karena jauh dari rasa suka sama suka. Termasuk sempurnanya rasa suka sama suka adalah barangnya diketahui dan bisa diserahkan. Jika tidak bisa diserahkan mirip dengan perjudian. Di sana juga terdapat dalil bahwa akad itu sah baik dengan ucapan maupun perbuatan yang menunjukkan demikian, karena Allah mensyaratkan ridha, oleh karenanya dengan cara apa pun yang dapat menghasilkan keridhaan, maka akad itu sah. Larangan membunuh diri sendiri mencakup juga larangan membunuh orang lain, sebab membunuh orang lain berarti membunuh diri sendiri, karena umat merupakan suatu kesatuan. Demikian juga terdapat larangan melakukan sesuatu