Analisi pengaruh moral hazard terhadap pembiayaan bank syariah di Indonesia

(1)

ANALISIS PENGARUH MORAL HAZARD TERHADAP

PEMBIAYAAN BANK SYARIAH DI INDONESIA

Oleh :

KHAIKAL MULKI NIM : 107081002951

JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

IDENTITAS DIRI

Nama : Khaikal Mulki

Tempat / Tanggal Lahir : Tangerang, 18 Januari 1989

Agama : Islam

Alamat : Jl. Bawang Raya No.7 RT.06 / RW 03 Perumnas 1

Kelurahan Cibodasari Kecamatan Cibodas Tangerang

Telp / Hp : (021)5912659 / 085692308890

E-mail : haikal_milanisti@yahoo.com

PENDIDIKAN FORMAL

2007-2011 : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis

2004-2007 : SMAN 8 Tangerang

2001-2004 : SMPN 9 Tangerang

1995-2001 : MI Al-Istiqomah Cibodasari Tangerang PENDIDIKAN INFORMAL

1. Shari’a Economist Training (SET) Forum Silaturahim Studi Ekonomi Islam (FOSSEI) Jabodetabek 2009.

2. Training ESQ 165, 2008. PENGALAMAN ORGANISASI

1. Wakil Ketua Rohis SMA 8 Tangerang.

2. Ketua Ikatan Alumni Rohis SMA 8 Tangerang.

3. BEM Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Jakarta.

4. Lingkar Studi Ekonomi Syariah (LISENSI) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Divisi Jarkominfo.

5. Staff Departemen Nasional (Depnas) Divisi Riset dan Pengembangan Ekonomi (RPE) Forum Silaturahim Studi Ekonomi Islam (FOSSEI).


(7)

PENGALAMAN KERJA

1. Harian Kompas Gramedia Jakarta bagian Litbang (Polling Interviewer). 2. Harian Kompas Gramedia Jakarta bagian Litbang (Asisten Peneliti).

3. Kuliah Kerja Sosial / Magang di Koperasi Guru dan Karyawan Madrasah Pembangunan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

PRESTASI

1. Semifinalis Olimpiade Ekonomi Islam, Temu Ilmiah Nasional (Temilnas) Forum Silaturahim Studi Ekonomi Islam (FOSSEI) di IAIN Sumatera Utara Medan, 2010.


(8)

ABSTRACT

This research aims to analyze the influence of the Moral Hazard of financing in Islamic Banking in Indonesia from January 2008 until December 2010. The research also analyzed the influence of the Moral Hazard of financing in Islamic Banking in Indonesia in the short term and long term. The result using te Error Correction Model (ECM) demonstrated in the short and long term NPF only variables that effect the financing. While the GDP variables does not significantly influence the financing. The results showed the coefficient of determination by 86% itindicates the ability of the independent variables explain the dependent variable, while 14% is explained by other variables.

Key words:, NPF, GDP, Moral Hazard, Financing.


(9)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh Moral Hazard terhadap pembiayaan pada Bank Syariah di Indonesia dari Januari 2008 sampai Desember 2010. Penelitian ini juga menganalisis pengaruh Moral Hazard terhadap pembiayaan pada Bank Syariah di Indonesia dalam jangka pendek dan jangka panjang. Hasil penelitian dengan menggunakan Error Correction Model (ECM) menunjukkan dalam jangka pendek dan jangka panjang hanya variabel NPF saja yang berpengaruh terhadap pembiayaan. Sedangkan variabel PDB tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pembiayaan. Hasil koefisien determinasi menunjukkan angka sebesar 86%, hal itu menandakan kemampuan variabel independen menjelaskan variabel dependen, sementara 14% dijelaskan oleh variabel lain.

Kata kunci :, NPF, PDB, Moral Hazard, Pembiayaan.


(10)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillaahirabbil’aalamiin. Segala puji dan syukur hanya bagi Allah Azza Wa Jalla yang memiliki segala sesuatu yang ada di bumi dan di langit yang telah melimpahkan rahmat dan karunia yang tak terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Pengaruh Moral Hazard terhadap Pembiayaan Bank Syariah di Indonesia. Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada Sang Suri Tauladan kita Nabi Muhammad Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam beserta para Sahabat, tabi’in, tabi’ut tabiin dan keluarga beliau yang telah membawa umatnya dari zaman jahiliyah ke zaman terang-benderang seperti sekarang ini.

Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari orang-orang di sekitar penulis yang begitu banyak memberi bantuan serta dukungan pada penulis. Untuk itulah, dengan selesainya penulisan skripsi ini sebagai prasyarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi, izinkan penulis mengucapkan rasa terima terima kasih yang tak terhingga kepada:

1. Ibu dan Ayahku tercinta, Mufliha dan Muhammad Ali Burhan yang tiada tara dalam memberikan cinta, do’a yang tulus serta ikhlas, pengorbanan baik materil maupun non materil, dan kasih sayangnya serta segala sesuatu yang dimilikinya untuk membesarkan anak-anaknya. Terimakasih Ibu dan Ayah berkat kalian, aku bisa menimba ilmu, serta mengarungi kehidupan ini di jalan yang Allah kasihi ini. 2. Kakak-Kakakku, Meiliha Awaliyah, Zailiha Qibtiyah dan Kakak iparku Agus Setiono. Terimakasih atas dukungan dan do’anya selama ini sehinnga aku bisa menyelesaikan skripsi ini.


(11)

3. Adikku Failiha Lutfiyah, terimakasih juga atas dukungan dan do’anya selama ini sehingga aku bisa menyelesaikan skripsi ini.

4. Prof. Dr. Abdul Hamid selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Prof. Dr. Ahmad Rodoni selaku Pembantu Dekan Bidang Akademik Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

6. Bapak DR. Ahmad Dumyathi Bashori, MA selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan sumbangsih pemikiran, keikhlasan serta bimbingan dengan baik, sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Jazakallah khairan katsiran.

7. Bapak Arief Mufraini, Lc, Msi selaku Dosen Pembimbimg II yang juga telah memberikan sumbangsih pemikiran, keikhlasan serta bimbingan dengan baik, sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Jazakallah khairan katsiran.

8. Bapak Suhendra, S.Ag., MM selaku Ketua Jurusan Manajemen, terimakasih selama ini atas wejangan dan nasehatnya. Jazakallah khairan katsiran.

9. Ibu Leis Suzanawati, SE, MSi selaku Sekretaris Jurusan Manajemen.

10. Bapak dan Ibu Dosen Pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan.

11. Teman-teman Manajemen B angkatan 2007. Agi, Jeje, Yoga, Bimo, Ariyanto, Zadi, Adi, Ole, Dani, Bangga, Ilham, Ridwan, Doli, Fauzi, Qolbi, Dini, Novi, Ria, Wulan, Ade, Ayu Nadia, Pinkan, Adlin, Neneng, Ayu, dll yang tak bisa disebutkan satu persatu. Terima kasih atas pertemanan, persahabatan dan soliditasnya selama ini semoga kita jadi orang sukses di masa depan. Amiin.. 12. Teman-teman Perbankan angkatan 2007. Zadi, Ole, Adi, Jeje, Dani, Fauzi, Doli,

Ilham, Wawo, Ari, Peri, Robi, Abi, Indra, Sagon, Dini, Novi, Wulan, Ayu, Pinkan, Vita, Dewi, Yolan, Bayu. Terimakasih atas pertemanan, persahabatan dan soliditasnya, semoga kita sukses di masa depan, Amiin.

13. Teman-teman Fakultas Ekonomi dan Bisnis 2007 yang tidak dapat disebutkan namanya satu per satu. Senang bisa bersama dengan kalian.


(12)

14. Teman-teman LISENSI 2007 FEB, “grassroot rakyat” Bimo, Yoga, Agi, Mawaddah, Reza Satrio Piningit, buat Reza terimakasih banyak untuk bantuannya selama ini baik itu ilmu, kosan, PS, dll. Terimakasih untuk semuanya semoga kita sukses di masa depan dan jadi orang yang bermanfaat bagi negeri ini. Amiin. 15. Teman-teman LISENSI 2007 Fakultas Syariah. Fitoy, Didin, Fairuz, Amel,

Azizah, dll. Juga adik kelas Lisensi 2008,2009,2010. yang tak bisa disebutkan satu persatu, terimakasih selama ini telah menjadi bagian dari organisasi yang kita cintai ini, semoga kita tetap teguh untuk menjadi Ekonom Robbani, dan semoga kita sukses di masa depan dan jadi orang yang bermanfaat bagi negeri ini. Amiin. 16. Seluruh teman-teman baik dari Fakultas Ekonomi maupun dari Fakultas lain,

terimakasih atas semangat dan dukungan kepada penulis.

17. Teman-teman seperjuangan halaqoh Ka Syamsul. Yudis, Sofyan, Dedi, Bayu, Aa Puji, Aa Weldan, Diki, Atho, Rizal, Ivan. Semoga ukhuwah kita tetap kuat dan tetap istiqomah dalam mengarungi jalan dakwah ini.

18. Para staf Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

19. Seluruh pihak yang turut mendukung dan membantu penulis baik moril maupun materil, namun tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan, namun semua ini semata-mata karena keterbatasan penulis. Akhir kata, besar harapan penulis, skripsi ini dapat bermanfaat.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Jakarta, 9 September 2011

Khaikal Mulki


(13)

DAFTAR ISI

Daftar Riwayat hidup ... i

Abstract... iii

Abstrak... ... iv

Kata Pengantar ... v

Daftar Isi... ... viii

Daftar Tabel... ... xi

Daftar Gambar... xii

Daftar Lampiran ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian... 8

D. Manfaat Penelitian……… 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

A. Pengertian Bank Syariah ... 10

B. Tujuan Perbankan Syariah ... 11

C. Moral Hazard ... 13

D. Pembiayaan Bank Syariah ... 18


(14)

E Penelitian Terdahulu ... 21

F. Keterkaitan Antar Variabel ... 25

G. Kerangka Pemikiran ... 26

H. Hipotesis ... 28

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 29

A. Ruang Lingkup Penelitian ... 29

B. Metode Penentuan Sampel... 29

C. Metode Pengumpulan Data ... 29

D. Metode Analisis Data ... 30

E. Operasional Variabel Penelitian ... 46

BAB IV PENEMUAN DAN PEMBAHASAN ... 48

A.Gambaran Umum Objek Penelitian ... 48

1. Bank Syariah ... 48

B.Analisa dan Pembahasan ... 52

1. Analisis Deskriptif ... 52

2. Prasyarat Analisis Data ... 55

3. Analisis Data ... 65

4. Uji Hipotesis ... 69

5. Koefisien Determinasi ... 70


(15)

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI ... 71 A.Kesimpulan ... 71 B.Implikasi ... 73 C. Keterbatasan Penelitian dan Saran untuk Penelitian Selanjutnya………… 74 DAFTAR PUSTAKA ... 75 LAMPIRAN... 78


(16)

DAFTAR TABEL

Nomor Keterangan Halaman

1.1 Komposisi Pembiayaan Bank Syariah 7

2.1 Penelitian Terdahulu 21

1.1 Jaringan Kantor Perbankan Syariah 50

1.2 Hasil Uji Ramsey Reset 56

1.3 Uji Akar Unit Augmented Dicky-Fuller pada Tingkat Level 58 1.4 Uji Akar Unit Augmented Dicky-Fuller pada First Difference 59

1.5 Hasil Uji Kointegrasi 61

1.6 Hasil Uji Heteroskedastisitas 62

1.7 Hasil Langrange Multiple Test 63

1.8 Hasil Uji Multikolinieritas 64

1.9 Hasil Analisis ECM 65


(17)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Keterangan Halaman

2.1 Kerangka Pemikiran 27

4.1 Perkembangan DPK Bank Syariah 51

4.8 Perkembangan NPF Bank Syariah 52

4.9 Perkembangan PDB 53

4.10 Perkembangan Pembiayaan Bank Syariah 54

4.12 Komposisi Pembiayaan Perbankan Syariah 68


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Keterangan Halaman

Lampiran 1 Daftar variabel Yang Digunakan 78

Lampiran 2 Daftar Tabel 79

Lampiran 3 Output Eviews 6 80

Lampiran 4 Daftar Gambar 90


(19)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Istilah moral hazard kembali populer sejak terjadinya krisis keuangan di Asia. Pada saat itu, kebijakan kredit bank dinilai kurang berhati-hati dalam memberikan pinjaman.Sejalan dengan itu, back up yang disediakan bank sentral justru membuat bank semakin berani mengambil risiko dalam memberikan pinjaman sebagaimana diungkapkan oleh Goldstein Morris (1998).

Istilah moral hazard berkembang ke seluruh bidang seperti halnya dalam sistem perbankan. Hal ini terjadi kalau semua deposito di semua bank dilindungi oleh jaminan atas bangkrutnya bank maka hal ini bisa memberikan insentif bagi para deposan untuk menitipkan hartanya di bank-bank kecil yang berani menawarkan suku bunga yang paling tinggi. Dalam hal ini yang dirugikan adalah bank-bank besar dan bonafid yang tidak mau memberikan suku bunga tinggi. Kalau bank-bank (swasta) tahu dari pengalaman, bahwa Bank Indonesia akan menolong kalau mereka melanggar prudential requirements maka akibatnya mereka bisa melakukan kenekadan. Jaminan dari bank sentral disalahgunakan karena adanya ketidakjujuran dari pengurus atau pemilik bank-bank itu. Sehingga konsekuensinya bahwa seluruh elemen ekonomi harus membayar atas akibat ketidakjujuran ini, yaitu di saat ekspansi kredit bank sentral demikian menyebabkan inflasi.


(20)

2 Pada kondisi kritis tersebut, bail out IMF dilihat sebagai faktor yang justru memperburuk situasi krisis. Dreher (2004) menyebutkan program penjaminan atau

bail out IMF di sejumlah negara telah mengakibatkan terjadinya moral hazard di negara-negara tersebut. Penilaian moral hazard atas IMF, menurut Dreher berdasarkan definisi moral hazard yang diajukan oleh Vaubel (1983); pada dasarnya prinsip moral hazard berkembang ketika provisi dari asuransi memberikan kesempatan kepada pemegang polis asuransi bertindak ceroboh sehingga memungkinkan terjadinya kondisi-kondisi buruk yang tidak diharapkan. Kondisi ini dianalogikan dengan sikap IMF yang memberikan bantuan kepada negara-negara yang mengalami guncangan perekonomian, sehingga menimbulkan sikap kehati-hatian yang rendah dari negara tersebut dalam melawan krisis. Jika sikap ketidakhati-hatian yang dilakukan oleh penerima asuransi dikategorikan sebagai moral hazard

langsung, maka IMF sebagai pihak yang memberikan kesempatan terjadinya moral hazard disebut telah melakukan moral hazard secara tidak langsung.

Mengacu kepada definisi tersebut, ketidakhati-hatian bank dalam menyalurkan dana pihak ketiga dapat dikategorikan sebagai tindakan moral hazard. Dengan definisi tersebut kita juga dapat menganalisis sejumlah kasus yang ditemukan pada perbankan konvensional seperti kasus kredit macet sebesar Rp 2,7 triliun di Bank Mandiri, dan masuknya Bank Persyarikatan dalam kategori bank dalam pengawasan khusus dari sudut pandang moral hazard.

Berkembangnya praktik moral hazard di perbankan konvensional tidak terlepas dari sistem dimana risiko tidak terdistribusi secara merata antara pemilik


(21)

3 dana dengan pihak bank. Risiko pemilik dana lebih besar dibandingkan dengan risiko yang ditanggung oleh pihak bank (Nasution, 2005). Keberadaan sistem penjaminan pun tidak menjamin keamanan dana nasabah. Berdasarkan pengalaman di berbagai negara, keberadaan program penjaminan pemerintah dan asuransi deposito telah menyebabkan kasus moral hazard di perbankan semakin berkembang (Khan dan Ahmed: 2001).

Moral hazard juga terjadi akibat kurangnya pengawasan dari instansi terkait. Dalam kasus perbankan, Bank Indonesia sebagai bank sentral harus melakukan pengawasan dan kontrol yang ketat atas kebijakan-kebijakan dan regulasi-regulasi yang telah ditetapkan dalam manajemen perbankan. Selain itu kurang tegasnya dalam menjalani peraturan-peraturan yang ada terutama dalam hal sanksi atas pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan individu atau kelompok. Dan yang paling parah bila petugas atau instansi pengontrol atau pengawas yang memang melakukan kegiatannya di luar tanggung jawabnya atau lepas dari tanggung jawabnya dengan melakukan kolusi atas jabatan dan wewenangnya. (Tri Susanto. 2010).

Indikasi moral hazard terjadi jika pada saat NPL/NPF meningkat pada saat GDP meningkat. Idealnya, ketika GDP meningkat maka terjadi peningkatan transaksi ekonomi, dunia bisnis lebih menggeliat sehingga jika pada kondisi tersebut NPL/NPF meningkat, mengindikasikan bank kurang berhati-hati atau kurang melakukan monitoring (Mustofa Edwin, 2007)


(22)

4 Dalam pendistribusian risiko, bank syariah menawarkan konsep yang lebih baik dibandingkan dengan konsep perbankan konvensional. Perbankan syariah menolak keberadaan bunga dalam operasionalnya, dan menjadikan sistem bagi hasil yang dikenal dengan profit and loss sharing (PLS) sebagai pengganti bunga. Secara teori keberadaan sistem profit and loss sharing yang juga berimplikasi kepada risiko, semestinya membuat perbankan syariah lebih stabil dalam menghadapi masalah

moral hazard di perbankan, khususnya dalam pembiayaan. Hal ini terkait dengan konsekuensi penerapan akad mudharabah dalam perjanjian bank dengan deposan, dimana kesalahan manajemen dalam pengelolaan dana akan mengakibatkan bank sebagai mudharib harus menanggung seluruh risiko kerugian usaha.

Berdasarkan hasil penelitian Bank Indonesia masih terdapat masyarakat yang enggan berhubungan dengan bank sebagai akibat dari diterapkannya sistem bunga yang diyakini sebagai riba yang diharamkan. Oleh karena itu dibutuhkan suatu konsep alternatif sistem perbankan yang dapat menampung tuntutan dan kebutuhan masyarakat, dengan sistim bagi hasil dan risiko (profit and loss sharing), yang mengedepankan prinsip keadilan dan kebersamaan dalam berusaha, baik dalam memperoleh keuntungan maupun dalam menghadapi risiko.Bukti konkrit yang perlu diambil ibroh (pelajaran) ketika bunga diterapkan oleh perbankan konvensional, sehingga bangsa Indonesia mengalami krisis ekonomi dan moneter yang memporak-porandakan sendi-sendi kehidupan bangsa, yang pada akhirnya Indonesia sangat terpuruk dalam berbagai sektor kehidupan. Salah satu sektor yang sangat mencengangkan adalah ketika perbankan konvensional dengan sistim bunganya


(23)

5 mengalami kebangkrutan sejak tahun 1997, tidak kurang sekitar 30 bank ditutup atau dilikuidasi dan selanjutnya ada 55 bank masuk dalam kategori pengawasan oleh BPPN. Untuk membantu bank bank tersebut pemerintah terpaksa membantu dengan mengucurkan bantuan kredit yang dikenal dengan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang sampai sekarang belum dapat dapat di lunasi oleh kreditornya. Kondisi ini sangat berbeda dengan perbankan yang beroperasi sesuai dengan prinsip Syari’ah, hal ini disebabkan karena bank syari`ah tidak dibebani membayar bunga simpanan nasabah. Bank syari`ah hanya membayar bagi hasil yang jumlahnya sesuai dengan nisbah yang disepakati sejak awal dan tingkat keuntungan yang di peroleh bank syari`ah. Dengan sistem bagi hasil tersebut, maka jelas bank-bank syari`ah selamat dari negative spread. Justru krisis moneter menjadi langkah awal bank syariah untuk menunjukan eksistensinya, kalau bank syariah mampu bertahan dalam keadaan krisis. Bank syariah bukannya ikut ambruk sebagaimana halnya perbankan konvensional pada umumnya, malahan krisis ekonomi dan moneter justru telah membawa dampak yang positif bagi perkembangan bank Syari’ah. Sampai dengan tahun 2010 jumlah bank umum syariah adalah 10 buah, unit usaha syariah sebanyak 23 buah dan BPRS sebanyak 105 buah. Sejumlah kalangan ekonom dan praktisi perbankan mengakui dan menyatakan bahwa Bank Syari’ah merupakan bank yang tahan banting (resistent)

terhadap badai krisis ekonomi dan moneter. Oleh karena itu lembaga perbankan yang semacam ini perlu dikembangkan pada masa yang akan datang, salah satunya mantan Gubernur Bank Indonesia Syahril Sabirin yang menyatakan bahwa :


(24)

6

Pengalaman selama krisis ekonomi ini memberikan suatu pelajaran yang berharga bagi kita bahwa prinsip risk sharing (berbagi risiko), atau profit and loss

sharing (bagi hasil), merupakan prinsip yang dapat berperan meningkatkan ketahanan

satuan-satuan ekonomi, penyaluran dana melalui prinsip Syari’ah dengan menggunakan prinsip bagi hasil atau berbagi risiko antara pemilik dana dengan pengguna dana sudah diperjanjikan secara jelas sejak awal, sehingga jika terjadi kesulitan usaha karena krisis ekonomi misalnya, maka risiko kesulitan usaha tersebut otomatis ditanggung bersama oleh pemilik dana dan pengguna dana” (Syahril Sabirin dalam Sjahdeini : 1999: vi.). Di balik perkembangan bank syariah yang secara kuantitas semakin berkembang, tetapi dalam pelaksanaanya, prinsip dasar dalam kegiatan perbankan syariah yaitu sistem bagi hasil kurang diminati dalam kegiatan pembiayaan perbankan syariah. Pembiayaan mudharabah dan musyarakah secara nasional pada tahun 2008 hanya sebesar 16,25% dan 19,40% bila dibandingkan dengan pembiayaan murabahah (jual beli) yang sebesar 58,87%, dari total pembiayaan sebesar 2,16 trilyun. Meskipun pertumbuhan pembiayaan sangat cepat, tak berarti perbankan syariah tidak lagi menerapkan prinsip kehati-hatian. Perbankan syariah terkesan lebih ekspansif menyalurkan dana ke sektor riil karena menerapkan sistem bagi hasil, risiko ditanggung bank dan nasabah. Sementara perbankan konvensional masih trauma akibat krisis ekonomi.


(25)

7 Tabel 1,1

Komposisi Pembiayaan Bank Syariah (dalam juta rupiah)

Sumber : Statistik Perbankan Syariah Bank Indonesia

Namun ada sejumlah tindakan perbankan syariah yang bisa mengakibatkan pembengkakan kredit macet. Salah satunya, mulai mengucurkan pembiayaan ke sektor yang dinilai rawan kredit macet. Contohnya, sektor properti seperti apartemen. Sekarang, bisnis properti dianggap sudah jenuh sehingga potensi macetnya sangat besar. Di samping itu, sektor ini juga mulai ditinggalkan perbankan konvensional (Adiwarman, 2004).

Banyaknya pembiayaan properti yang macet menjadi penyebab utama terus meningkatnya rasio pembiayaan bermasalah non performing financing (NPF) perbankan syariah. Karena itu, perbankan syariah diminta menghentikan pembiayaan


(26)

8 properti tersebut sementara waktu. “Meningkatnya NPF, kesalahannya di properti. Karena itu, pembiayaan properti bank syariah tolong direm dulu'' (Wibowo, 2007).

Peranan perbankan yang sangat strategis dalam mencapai tujuan pembangunan ekonomi Indonesia dewasa ini memerlukan pengkajian yang seksama atas konsep-konsep perbankan yang selama ini dioperasionalkan, baik secara konseptual maupun dalam aplikasinya, sehingga tercipta suatu sistem perbankan yang tangguh di era-globalisasi pada masa yang akan datang. Keberadaan bank Syari’ah di Indonesia belum sepenuhnya diterima, masih ada sebagian masyarakat yang menyamakan dengan bank konvensional.

Berdasar latar belakang di atas, maka peneliti bermaksud mengadakan penelitian yang membahas tentang “Analisis Pengaruh Moral Hazard terhadap Pembiayaan Bank Syariah di Indonesia.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis berusaha untuk mengidentifikasi beberapa permasalahan, yaitu :

1. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan dalam jangka pendek maupun jangka panjang indikasi moral hazard yang dinyatakan dalam rasio NPF dan PDB terhadap pembiayaan Bank Syariah di Indonesia?

C. Tujuan Penelitian

1 Untuk menganalisis apakah terdapat pengaruh yang signifikan dalam jangka pendek maupun jangka panjang indikasi moral hazard yang dinyatakan dalam rasio NPF dan PDB terhadap pembiayaan di Bank-bank Syariah di Indonesia.


(27)

9 D. Manfaat Penelitian

Melalui penelitian ini di harapkan akan memperoleh manfaat antara lain :

a. Hasil penelitian ini dapat dijadikan rekomendasi bagi Bank Indonesia, khususnya Direktorat Perbankan Syariah dalam mensosialisasikan perbankan syariah.

b. Bagi perkembangan Ekonomi Islam khususnya perbankan syariah, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang bermanfaat.

c. Bagi peneliti, penelitian ini merupakan media dan wahana untuk belajar dan mengembangkan ilmu memecah masalah secara ilmiah dan memberikan sumbangan pemikiran berdasarkan disiplin ilmu yang diperoleh di bangku kuliah dan penerapannya di lapangan.


(28)

10 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Bank Syariah

Bank syariah yaitu bank yang menjalankan usahanya berdasarkan pada prinsip-prinsip hukum atau syariah Islam dengan mengacu pada Qur’an dan Al-Hadits. (Siamat, 2004 : 183).

Bank Syariah adalah lembaga keuangan yang tata cara beroperasinya dalam penghimpunan dana maupun dalam rangka penyaluran dana, memberikan dan mengenakan imbalan didasarkan pada tata cara bermuamalat secara Islami atau prinsip syariah, yakni mengacu pada ketentuan-ketentuan Al-Qur’an dan hadits atau dengan kata lain, Bank Syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasian disesuaikan dengan prinsip syariat Islam. (Mufraini, 2008 : 17).

Bank syariah yaitu bank yang dalam aktivitasnya, baik dalam penghimpunan dana maupun dalam rangka penyaluran dananya memberikan dan mengenakan imbalan atas dasar prinsip syariah (Rodoni, 2008 : 14).

Bank syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa lain dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang beroperasi yang disesuaikan dengan prinsip syariah (Sudarsono, 2003: 27).


(29)

11 UU No.10 Tahun 1998 menyebutkan tentang pengertian prinsip syariah yaitu aturan perjanjian berdasarkan hukum islam antara bank dengan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang disesuaikan dengan syariah, antara lain pembiayaan dengan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau dengan adanya pilihan memindahkan kepemilikan barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain.

B. Tujuan Perbankan Syariah

Sistem perbankan Islam, seperti halnya aspek-aspek lain dari pandangan hidup Islam, merupakan sarana pendukung untuk mewujudkan tujuan dari sistem sosial dan ekonomi Islam. Beberapa tujuan dan fungsi penting yang diharapkan dari sistem perbankan Islam (Capra, 2000:2) adalah:

1) Kemakmuran ekonomi yang meluas dengan tingkat kerja yang penuh dan tingkat pertumbuhan ekonomi yang optimum (economic well-being with fullemployment and

optimum rate of economic growth).

2) Keadilan sosial-ekonomi, distribusi pendapatan dan kekayaan yang merata ( socio-economic justice and equitable distribution of income and wealth).

3) Stabilitas nilai uang untuk memungkinkan alat tukar tersebut menjadi suatu unit perhitungan yang terpercaya, standar pembayaran yang adil dan nilai simpan yang stabil (stability in the value of money).


(30)

12 tertentu yang menjamin bahwa pihak-pihak yang berkepentingan mendapatkan bagian pengembalian yang adil (mobilisation of savings).

5) Pelayanan efektif atas semua jasa-jasa yang biasanya diharapkan dari sistem perbankan (effective other services).

Mungkin ada sebagian pihak yang mengatakan bahwa tujuan dan fungsi dari sistem keuangan dan perbankan Islam seperti yang diungkapkan di atas adalah sama dengan yang ada dalam kapitalisme. Walaupun nampak ada kesamaan, dalam kenyataannya terdapat perbedaan yang penting dalam hal penekanan, yang muncul dari perbedaan dua sistem tersebut dalam komitmennya terhadap nilai-nilai spiritual, keadilan sosial-ekonomi serta dalam persaudaraan sesama manusia (Capra, 2000: 3).

Tujuan-tujuan dalam Islam adalah suatu bagian tak terpisahkan dari ideologi dan kepercayaan Islam. Hal tersebut merupakan suatu input penting sebagai bagian dari suatu output tertentu. Tujuan-tujuan tersebut membawa kesucian dan dalam hal yang didasarkan pada Al-Qur’an dan As-Sunnah, tujuan tujuan tersebut bukanlah semata-mata sebagai alat tawar politik dan kebijaksanaan. Akan tetapi, strategi yang sangat penting bagi terwujudnya suatu tujuan yang merupakan suatu keunikan yang dapat disumbangkan oleh Islam. Sistem perbankan Islam ditegakkan atas kemutlakan larangan dari pembayaran atau penerimaan setiap yang ditentukan (predetermined) atas pinjaman atau kredit. Dengan demikian konsep bunga (interest) atas hutang secara tegas dilarang. Sistem perbankan Islam lebih condong pada upaya untuk mendorong penerapan sharing risiko, mempromosikan kewirausahaan


(31)

13 Saluran permodalan yang mungkin bisa digunakan untuk masyarakat Islam dalam membuka usaha adalah perusahaan perorangan (sole proprietorship),perusahaan patungan (partnership) (termasuk mudharabah dan syirkah) dan perusahaan

perseroaan (joint stock company). Koperasi juga dapat memainkan peranan penting dalam perekonomian islam selama tidak menjalankan transaksi-transaksi yang dilarang (Capra, 2000: 5).

B. Moral Hazard

Penggunaan istilah moral hazard pada awalnnya digunakan dalam bidang asuransi. Dalam kamus Inggris makna moral hazard diterangkan sebagai the hazard arising from the uncertainty or honesty of the insured. Sebagai contoh : bila seorang pengusaha yang mengambil asuransi resiko kebakaran untuk gudangnya. Ketika ia terjepit hutang dan menjelang jatuh tempo maka kecenderungannya akan mengambil jalan pintas dan melakukan ketidakjujuran, ia akan membakar sendiri gudangnya untuk mendapatkan dana asuransi sebagai ganti ruginya. Moral hazard muncul karena seorang individu atau lembaga yang tidak konsekuen secara penuh dan tidak bertanggung jawab atas perbuatannya, dan karenanya cenderung untuk bertindak kurang hati-hati untuk melepas tanggung jawab atas konsekuensi dari tindakannya kepada pihak lain.(Tri Susanto, 2010).

Moral hazard di dunia perbankan sudah sering terjadi bahkan menjadi


(32)

14 maupun bank swasta. Dhani Gunawan, peneliti senior Bank Indonesia, menyatakan bahwa korupsi di lembaga perbankan pada umumnya dapat menjelma dalam tiga bentuk. Pertama, bentuk langsung, Kedua, tidak langsung dan Ketiga, samar-samar ( Hendi, dalam Safri Haliding, 2010).

Moral hazard dalam dunia perbankan setidaknya dapat dibedakan atas 2 tingkatan. Pertama, moral hazard pada tingkat bank dan yang kedua adalah moral hazard di tingkat nasabah. Moral hazard di tingkat bank dapat dibedakan atas beberapa diantaranya :

1) Moral Hazard dalam penyaluran dana pihak ketiga, yaitu risky lending behavior

yang menyebabkan timbulnya moral hazard dan adverse selection ditingkat nasabah, yang disebut juga moral hazard tidak langsung (mengacu kepada pengertian moral

hazard yang dikemukakan oleh Dreher (2004).

2) Moral hazard ketidakhati-hatian bank dalam menyalurkan kredit karena adanya penjaminan dari pemerintah atau keberadaan lembaga penjamin simpanan dalam hal ini termasuk dalam moral hazard langsung (mengacu kepada pengertian moral

hazard yang dikemukakan oleh Dreher (2004).

3) Moral hazard pada saat penyaluran bank tidak mencerminkan bank sebagai

lembaga intermediasi atau tidak meyalurkan dana kepada sektor riil. 4) Moral hazard ketika bank memberikan cost of fund yang rendah dan

menerapkan tingkat yang tinggi, juga termasuk dalam kategori moral hazard dan lainnya.


(33)

15 Bank syariah sebagai lembaga keuangan yang berlandaskan prinsip ilahiyah yang dalam operasionalnya memiliki perbedaan dengan bank konvensional. Meskipun prinsip syariah dalam perbankan berasal dari nilai-nilai ilahiah namun sebagaimana kegiatan perekonomian lainnya, perbankan syariah pun tidak lepas dari masalah korupsi (Gunawan, 2005), termasuk juga masalah moralhazard dan adverse selection. Seperti perbankan konvensional, moral hazard di bank syariah setidaknya dapat dibedakan menjadi moral hazard pada bank dan juga moral hazard pada nasabah. Moral hazard pada bank terjadi ketika bank syariah sebagai mudharib tidak berhati-hati dalam menyalurkan dana sehingga berpotensi menimbulkan moral

hazard di sisi nasabah dan menyebabkan kerugian.

Moral hazard lainnya yaitu pada saat bank tidak membayarkan bagian

shahibul maal sebagaimana rasio yang telah ditetapkan di awal perjanjian, atau ketidakpatuhan bank syariah terhadap prinsip-prinsip syariah, juga dapat dikategorikan dalam tindakan moral hazard. Sedangkan moral hazard pada nasabah umumnya terjadi pada produk pembiayaan yang berbasis pada equity financing

(mudharabah dan musyarakah) atau biasa dikenal dengan profit loss sharing. Akad

mudharabah yang tidak mensyaratkan jaminan dan juga memberikan hak penuh pada

mudharib untuk menjalankan usaha tanpa campur tangan shahibul maal dan

ditanggungnya kerugian oleh shahibul maal (kecuali kesalahan manajemen) mengakibatkan akad pembiayaan ini sangat rentan terhadap masalah moral hazard. Moral hazard pada sisi nasabah ini merupakan isu global yang menyebabkan bank syariah lebih memilih dengan pembiayaan dengan basis debt financing (murabahah,


(34)

16

ishtisna, dan salam). Pada penelitian ini, moral hazard hanya dibatasi pada peran bank sebagai mudharib yang bertanggung jawab terhadap dana yang diamanahkan olehpihak shahibul maal (mengacu kepada definisi dari Vaubel (1993) yang dikutip oleh Dreher (2004).

Indikasi moral hazard lainnya terjadi jika pada saat NPL/NPF meningkat pada saat harga rumah meningkat. Idealnya ketika harga rumah meningkat maka permintaan untuk kredit rumah akan menurun, jumlah penyaluran kredit rumah juga akan turun sehingga jika pada kondisi tersebut NPL/NPF meningkat, mengindikasikan bank kurang berhati-hati atau kurang monitoring. Indikasi moral hazard yang terakhir dapat dilihat dari kebijakan kredit atau pembiayaan bank yang berhati-hati atau kurang berhati-hati yang menyebabkan terjadinya peningkatan NPL/NPF. Jika bank kurang berhati-hati atau kurang monitoring berarti bank kurang melakukan antisipasi terhadap terjadinya moral hazard di sisi debitur.

Moral hazard atau perilaku jahat dalam ekonomi adalah tindakan pelaku ekonomi yang menimbulkan kemudharatan baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Untuk menjustifikasikan apakah suatu tindakan ekonomi merupakan moral hazard ataukah bukan, perlu mempelajari prinsip-prinsip dari transaksi yang Islami, yang dihalalkan ataupun yang diharamkan. (Hariyanto, 2009)


(35)

17 Prinsip transaksi Islami :

1. Ada kerelaan antar pihak yang bertransaksi.

2. Adil (keseimbangan dalam pandangan berbagai segi antar pelaku ekonomi/tidak mezalimi dan tidak dizalimi (lâ tazhlimûna walâ tuzhlamûn) dan terdapat empat batasan :

a) tidak boleh ada mafsadah (no externalities) = tidak zalim terhadap lingkungan

b) tidak boleh ada gharar (uncertainty with zero sum game) = tidak zalim terhadap pasangan pelaku transaksi

c) tidak boleh ad maisîr (uncertainty with zero sum game in utility exchange) = gharar akibat pertukaran manfaat

d) tidak boleh ada riba (exchange of liability) = gharar akibat pertukaran kewajiban

3. Jelas ( dalam status transaksi, ukuran, timbangan, kualitas, harga) 4. Tidak memakan hak orang lain secara paksa

5. Bermanfaat

Prinsip transaksi yang terlarang dalam Islam:

1. Terdapat unsur pemaksaan 2. Terdapat unsur kezaliman 3. Gharar/tidak jelas


(36)

18 4. Memakan hak orang lain

5. Mengandung mudharat

D. Pembiayaan Bank Syariah

Dalam penyaluran dana secara garis besar produk pembiayaan syariah terbagi dalam 3 kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan penggunaanya yaitu : 1) Jual beli (Ba’i) yang terdiri dari Murabahah, Salam, Istisna. 2) Bagi Hasil yang terdiri dari Mudharabah dan Musyarakah. 3) Sewa (Ijarah).

1) Jual Beli (Ba’i)

Suatu prinsip penetapan imbalan yang akan diterima bank sehubungan dengan penyediaan dana kepada masyarakat dalam bentuk pembiayaan, baik untuk keperluan investasi maupun modal kerja, juga termasuk kegiatan usaha jual beli, di mana dilakukan pada waktu bersamaan baik antara penjual dengan bank maupun antara bank dengan nasabah sebagai pembeli, sehingga bank tidak memiliki persediaan barang yang dibiayainya : Berdasarkan jenisnya terdiri dari :

a. Al- Murabahah : Akad jual beli barang pada harga asal dengan tambahan

keuntungan yang disepakati. Penjual harus memberi tahu harga produk yang dibeli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya. Jual beli ini dapat dilakukan untuk pembelian secara pesanan.


(37)

19 b. Al-Salam : Akad jual beli barang pesanan yang pembelian barangnya diserahkan kemudian hari, sedangkan pembayarannya dilakukan di muka secara penuh.

c. Al-Istishna : Akad jual beli barang antara pemesan dengan penerima pesanan. Spesifikasi dan harga pesanan disepakati di awal akad dengan pembayaran dilakukan secara bertahap sesuai kesepakatan.

2) Bagi Hasil (Profit Sharing)

Suatu prinsip penetapan imbalan yang diberikan kepada masyarakat sehubungan dengan penggunaan atau pemanfaatan dana masyarakat yang dipercayakan kepada bank. Besarnya imbalan yang diberikan berdasarkan kesepakatan bersama dalam perjanjian tertulis antara bank dan nasabahnya. Berdasarkan jenisnya terdiri dari :

a. Al-Musyarakah : Akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu

usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai kesepakatan.

b. Al-Mudharabah : Akad kerjasama usaha antara dua pihak di mana pihak

pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola (mudharib).

c. Al-Muzara’ah : Kerjasama pengelola pertanian antara pemilik lahan dan penggarap, di mana pemilik lahan memberikan lahan pertanian kepada


(38)

20 penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan bagian tertentu (persentase) dari hasil panen.

d. Al-Musaqah : Bentuk yang lebih sederhana dari muzara’ah di mana penggarap hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan. Sebagai imbalan, penggarap berhak atas nisbah tertentu dari hasil panen. 3) Sewa (Ijarah)

Prinsip sewa ini didasarkan pada :

a. Al-Ijarah : Akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan (ownership/milkiyah) atas barang itu sendiri.

b. Ijarah wa iqtina : Akad sewa-menyewa barang antara bank (muajir) dengan penyewa (mustajir) yang diikuti janji bahwa pada saat yang ditentukan kepemilikan barang sewaan akan berpindah kepada mustajir.


(39)

21 E. Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

.

No Peneliti Judul Metode Variabel Keterangan

1 Mustafa Edwin, Ranti Wilasih

Profit Sharing dan

Moral Hazard

Penyaluran Dana Pihak Ketiga Bank Umum Syariah di Indonesia

Error Correction Model

1.Non Performing

Financing(NPF)

(Y1),

2.Gross Domestic

Product (GDP) (X1).

3.Rasio rata-rata return PLS terhadap rata-rata return pembiayaan (LRR) (X2)

4.Rasio alokasi pembiayaan

murabahah terhadap

alokasi pembiayaan

PLS (LRF) (X3)

1. Pada Bank Syariah Mandiri tidak ditemukan indikasi moral hazard

dikarenakan

pembiayaan BSM lebih difokuskan pada pembiayaan

murabahah

sehingga lebih berhati-hati dalam melakukan

maintenance terhadap


(40)

22 pembiayaan ini. 2. Untuk kasus Bank Muamalat, rasio alokasi pembiayaan

murabahah

terhadap

pembiayaan profit

loss sharing

(mudharabah dan

musyarakah) mengakibatkan terjadinya kredit macet. Hal ini mengindikasikan terjadinya moral

hazard di Bank

Muamalat, yaitu ketidakhati-hatian dari pihak Bank Muamalat


(41)

23 sehingga mengakibatkan terjadinya moral

hazard di sisi

debitur.

2 Desty Setyowati

Indikasi Moral

Hazard dalam

Penyaluran Dana Pihak Ketiga: (Studi Komparatif Bank Umum Konvensional dan Bank Umum Syariah di Indonesia Tahun 2003:1–2007:9) Error Correction Model

1.NPL/NPF (Y1) 2.GDP nominal (X1).

3.Perubahan harga rumah (X2)

4.Rasio suku bunga kredit konsumsi terhadap kredit modal kerja (X3) 5.Rasio jumlah pinjaman real estate terhadap jumlah pinjaman konstruksi (X4)

6.Rasio margin

1. Indikasi moral

hazard di bank

umum

konvensional yang ditunjukan oleh meningkatnya kredit macet akibat dari GDP dan rasio alokasi kredit real estate terhadap kredit konstruksi dalam jangka panjang.

2. Indikasi moral hazard di bank


(42)

24

murabahah (X5)

terhadap PLS

mudharabah (X4).

7.Rasio pembiayaan

murabahah terhadap

mudharabah (X6).

umum syariah yang ditunjukan oleh meningkatnya kredit macet akibat dari GDP dan rasio alokasi

pembiayaan

murabahah

terhadap pembiayaan

mudharabah dalam

jangka panjang dan rasio margin

murabahah

terhadap loss profit sharing

mudharabah dalam

jangka panjang dan jangka pendek 3 Sugih Waluya

Romdlon Analisis Faktor-faktor yang Error Correction 1.Pembiayaan (Y1). 2.CAR (X1)

Dalam jangka pendek, hanya


(43)

25 mempengaruhi

Pembiayaan di Bank Syariah (Studi pada Bank Syariah Mandiri dan Bank Muamalat)

Model 3.BOPO (X2)

4.ROE (X3) 5.NPF (X4)

variabel BOPO saja yang mempengaruhi pembiayaan pada BMI, sedangkan pada BSM dalam jangka pendek tidak terdapat pengaruh yang signifikan.

F. Keterkaitan antar variabel

1. Menurut Dwi Nurapriyani (2010). NPF berpengaruh terhadap pembiayaan. Peningkatan jumlah NPF akan meningkatkan jumlah PPAP (Penyisihan Penghapusan Aset Produktif) yang perlu dibentuk oleh pihak bank. Jika hal ini berlangsung terus maka akan mengurangi modal bank. Karena NPF dapat mempengaruhi jumlah modal, maka peningkatan nilai NPF akan menurunkan jumlah pembiayaan

2. Menurut Nurhayati Siregar (2007). Variabel NPF berpengaruh negatif dan signifikan dalam penyaluran dana. Artinya kenaikan NPF akan menyebabkan penyaluran dana berkurang atau sebaliknya menurunnya


(44)

26 NPF akan menaikkan jumlah penyaluran dana bank syariah kepada masyarakat.

3. Menurut Ari Cahyono (2009). PDB tidak mempengaruhi pembiayaan pada Bank Syariah. Berdasarkan penelitian dengan metode yang sama menunjukkan bahwa PDB memberikan pengaruh positif yang paling besar terhadap Dana Pihak Ketiga dan Pembiayaan Bank Syariah Mandiri.

G. Kerangka Pemikiran

Dalam penelitian ini untuk menghitung semua rasio keuangan tersebut akan dihitung dengan menggunakan software MS Excel 2007 dengan memasukkan rumus masing-masing, setelah itu dilakukan pengujian persyaratan analisis yaitu uji asumsi klasik, kemudian untuk melihat hubungan diantara variabel-variabel bebas terhadap variabel terikat dari masing-masing bank menggunakan ECM dengan bantuan software Eviews 6.


(45)

27 Gambar 2.1

Kerangka Pemikiran Cari Data

Statisitik Perbankan Syariah Bank Indonesia

Manual Input

Data yang dibutuhkan

NPF, PDB, Pembiayaan

Uji Linieritas

Uji Perilaku data = -Uji Stasioneritas -Uji Derajat Integrasi -Uji Kointegrasi

Uji Asumsi Klasik = - Uji Heteroskedastisitas - Uji Multikolinieritas - Uji Autokorelasi

Uji ECM

Uji F dan Uji t

Kesimpulan dan Implikasi Selesai


(46)

28 G. Hipotesis

H0 : b1 = 0, artinya tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara NPF terhadap pembiayaan.

Ha :b1 ≠ 0, artinya terdapat pengaruh yang signifikan antara NPF terhadap

pembiayaan.

H0 : b1 = 0, artinya tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara GDP terhadap pembiayaan.

Ha : b1 ≠ 0, artinya terdapat pengaruh yang signifikan antara GDP terhadap pembiayaan.

Simultan

H0 : b1 =b2 =b3 =b4 = 0 : artinya secara bersama-sama variabel independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen.

Ha : b1 ≠ b2 ≠ b3 ≠ b4 ≠ 0 : artinya secara bersama-sama variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen maka keputusan yang dibuat dengan α (probabilitas menolak hipotesis yang benar) 5% adalah :

a. jika nilai Fhitung > nilai Fkriris maka H0 ditolak atau menerima H1 artinya bahwa secara bersama-bersama variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen.

b. jika nilai Fhitung < nilai Fkritis maka H0 diterima atau menolak H1. Dalam kasus ini artinya bahwa secara bersama-sama variabel independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen.


(47)

29 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini menganalisa tentang pengaruh moral hazard terhadap pembiayaan pada Bank Syariah di Indonesia. Hingga 2010, sudah ada 10 BUS yaitu : Bank Muamalat, Bank Syariah Mandiri, Bank Syariah Mega Indonesia, BCA Syariah, BRI Syariah, Bank Panin Syariah, Bank Bukopin Syariah, Bank Victoria Syariah, Bank Jabar Banten Syariah, BNI Syariah. Pada penelitian ini, variabel independen yang digunakan adalah NPF dan PDB. Sedangkan yang menjadi variabel dependen adalah pembiayaan. Adapun data yang digunakan adalah Januari 2008 sampai Desember 2010.

B. Metode Penentuan Sampel

Skripsi ini disusun dengan melakukan pemilihan sampel menggunakan metode non probabilitas berdasarkan pertimbangan (judgment sampling) yaitu tipe pemilihan sampel secara tak acak yang infonya diperoleh dengan menggunakan pertimbangan tertentu (disesuaikan dengan tujuan/masalah penelitian).

C. Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data yang diperoleh dan dibuat oleh pihak lain yang dikumpulkan dalam kurun waktu tertentu dari suatu sampel. Penulis memperoleh data sekunder ini dari :


(48)

30 a. Bank Indonesia

b. Badan Pusat Statistik (BPS)

c. Internet Library (database website dalam internet).

Penulis juga mengambil data dari buku-buku perpustakaan, seperti teori- teori yang berhubungan dan mendukung dalam analisis penelitian ini.

D. Metode Analisis Data

Dalam penelitian ini, metode analisis data yang digunakan adalah metode koreksi kesalahan atau dikenal dengan nama error correction model (ECM), yaitu suatu teknik untuk mengoreksi ketidak seimbangan jangka pendek menuju pada keseimbangan jangka panjang (Nachrowi, 2006:371). Dengan kata lain, metode ECM merupakan metode analisis data yang memperlihatkan dan menjelaskan hubungan jangka panjang dan jangka pendek dari variabel penelitian yang disebabkan karena adanya ketidak seimbangan hubungan pada model dan ketidak normalan serta ketidak stasioneran data.

a. Persyaratan analisis

Pada tahapan ini akan melalui berbagai pengujian, adapun pengujian yang dimaksud adalah sebagai berikut;

1. Uji Linieritas

Uji linieritas adalah pengujian yang dilakukan untuk melihat apakah spesifikasi model yang digunakan sudah benar atau tidak (Insukindro, 2001: 100). Spesifikasi model yang digunakan merupakan hasil dari pemilihan model yang dianggap tepat sesuai dengan landasan teori. Akan tetapi dalam prakteknya


(49)

31 seringkali model yang dipilih belum tepat digunakan dalam penelitian, sehingga perlu adanya deteksi terhadap model tersebut. Pendeteksian terhadap model tesebut ditunjukkan oleh uji linieritas, dan dari uji ini akan diperoleh informasi mengenai bentuk model empiris dan menguji variabel yang relevan untuk dimasukkan dalam model empiris.

Untuk mengetahui suatu model linier atau tidak, dapat dilakukan dengan cara Uji Ramsey (RESET), yaitu suatu pengujian yang dikembangkan oleh Ramsey dengan mengembangkan uji secara umum kesalahan spesifikasi atau dikenal dengan sebutan uji kesalahan spesifikasi regresi (Regression Specification Error Test = RESET) (A. Widarjono, 2009:170-171). Dalam pengujian Ramsey (RESET) ini, yang perlu diperhatikan adalah nilai F hitung, dengan hipotesis :

H0 = Model tidak linier

H1 = Model linier

Apabila nilai F hitung lebih besar dari nilai F kritisnya pada α tertentu

berarti signifikan, maka hipotesis H0 diterima, artinya model kurang tepat atau tidak linier. Sebaliknya, apabila nilai F hitung lebih kecil dari nilai F kritisnya

pada α tertentu, berarti tidak signifikan dan menolak hipotesis H0 yang

menyatakan bahwa model tidak linier.

Selain itu, Pengambilan keputusan juga dapat dilakukan dengan melihat nilai probabilitas Obs* R2, yaitu sebagai berikut :


(50)

32 - Bila probabilitas Obs* R2 > 0,05 maka signifikan, dan menolak H0

dengan demikian, model dikatakan linier.

- Bila probabilitas Obs* R2 < 0,05 maka tidak signifikan, dan menolak H1, maka model tidak linier.

2. Uji Perilaku Data

Uji perilaku data merupakan pengujian yang dilakukan terhadap data time series sebelum dilakukan pemodelan, pengujian ini meliputi uji linieritas, uji stasioneritas, uji derajat integrasi, dan uji kointegrasi. Uji perilaku data dilakukan untuk melihat linieritas data yang menunjukkan spesifikasi model dan stasioner atau tidaknya data-data pada level yang menunjukkan hubungan seimbang atau tidaknya pada jangka pendek serta untuk melihat adanya hubungan jangka panjang pada data penelitian. Tahapan dari uji perilaku data ini adalah :

1) Uji Stasioneritas

Proses yang bersifat random atau stokastik merupakan kumpulan dari variabel random dalam urutan waktu. Setiap data time series yang kita punyai merupakan suatu data dari hasil proses stokastik. Suatu data hasil proses random dikatakan stasioner jika memenuhi kriteria, yaitu: jika rata-rata dan varian konstan sepanjang waktu dan kovarian antara dua data runtun waktu hanya tergantung dari kelambanan antara dua periode waktu tertentu (Widarjono, 2005:354).


(51)

33 Data yang stasioner pada dasarnya tidak memiliki variasi yang terlalu besar selama periode observasi dan memiliki kecendrungan untuk mendekati nilai rata-ratanya (Insukindro, 2001:121). Untuk melihat data stasioner atau tidak, dalam penelitian ini digunakan uji akar unit (unit root test). Apabila hasil uji akar unit menunjukkan data belum stasioner pada level maka data penelitian akan dilakukan diferensiasi tingkat pertama (first difference) hingga data menjadi stasioner (uji derajat integrasi) dan terbebas dari regresi lancung.

- Uji Akar Unit (unit root test)

Uji akar unit merupakan pengujian yang formal dan dikenalkan oleh David Dickey dan Wayne Fuller. Menurut Nachrowi (2006:353), untuk mempermudah pemahaman tentang unit root test, maka perlu memahami model berikut :

Yt= ρYt-1 + ut

Jika ρ = 1, maka model menjadi random walk tanpa trend. Disini akan

menghadapi masalah dimana varian Yt tidak stasioner. Dengan demikian, Yt dapat disebut mempunyai unit root atau data tidak stasioner.

Pengujian akar unit dilakukan untuk mengetahui apakah data yang digunakan stasioner atau tidak. Data yang stasioner adalah data time series yang tidak mengandung akar unit dan sebaliknya. Untuk mengetahui hal tersebut, dapat dilakukan dengan uji Dickey-Fuller dan uji Philips-Perron (PP) yang merupakan bagian dari uji akar unit.


(52)

34 Dalam penelitian ini, untuk mengetahui ada atau tidaknya akar unit pada data penelitian dilakukan dengan menggunakan uji Augmented Dicky-Fuller. Kelebihan metode ini adalah mengasumsikan bahwa proses terbentuknya error term dari suatu variable tidak mengikuti suatu fungsi tertentu. Hal ini berarti prosedur ADFtest dapat secara luas diterapkan sepanjang tidak ada keharusan mengasumsikan bahwa error term memilki bentuk fungsional tertentu.Pengujian ADF memasukkan unsur adanya autokorelasi didalam variabel gangguan dengan memasukkan variabel independen berupa kelambanan diferensi (A. Widarjono, 2009:322) dan dapat diformulasikan sebagai berikut :

ΔYt= γYt-1 + et

ΔYt = α0 + γYt-1 + et

Hipotesis yang digunakan dalam uji ini adalah :

Ho : γ = 0 = data tidak stasioner

H1 : γ ≠ 0 = data stasioner

Hipotesis diatas menjelaskan bahwa apabila hasil uji Augmented Dicky-Fuller menyatakan nilai ADF statistik lebih negatif atau lebih besar dari pada nilai

critical value pada derajat kepercayaan tertentu (α = 1%, 5%, dan10%), maka

hipotesis nol yang menyatakan bahwa data tersebut tidak stasioner ditolak. Dan sebaliknya, bila nilai ADF statistik lebih kecil pada nilai critical value pada derajat

kepercayaan tertentu (α = 1%, 5%, dan10%), maka hipotesis nol diterima. Apabila

diketahui bahwa data tidak stasioner, maka data harus distasionerkan melalui proses differensiasi data, atau dikenal dengan uji derajat integrasi.


(53)

35 2) Uji Derajat Integrasi

Pengujian derajat integrasi dilakukan apabila uji stasioneritas dengan menggunakan unit root test pada level menunjukkan bahwa data tidak stasioner, sehingga perlu distasionerkan dengan cara mendiferensiasikan data variabel penelitian. Seperti halnya uji akar unit diatas, uji derajat integrasi-pun dilihat dengan menggunakan uji Augmented Dicky-Fuller dengan formulasi dasar :

∆2 = ∆ +

∆2 = + ∆ +

∆2 = + + ∆ +

Dimana :

∆2 = ∆ − ∆

Seperti pada uji akar unit sebelumnya, keputusan sampai pada derajat keberapa suatu data akan stasioner dapat dilihat dengan membandingkan antara

nilai statistic ADF (PP) yang diperoleh dari koefisien γ dengan nilai kritis

distribusi statistic Mackinnon (A. Widarjono, 2009:324). Dengan hipotesis :

Ho : γ = 0 = ADF (PP) value < Nilai Kritis = data tidak stasioner

H1: γ ≠ 0 = ADF (PP) value > Nilai Kritis = data stasioner

Apabila nilai statistik ADF (PP) lebih besar atau lebih negatif dari nilai kritisnya (critical value) pada differensiasi tingkat pertama (first difference) maka H0 ditolak, artinya data telah stasioner. Akan tetapi, bila nilai statistic ADF (PP) lebih kecil dari nilai kritisnya pada diferensiasi tingkat pertama maka H0 diterima


(54)

36 dan menunjukkan bahwa data tidak stasioner pada first difference, sehingga perlu dilakukan diferensiasi tingkat yang lebih tinggi lagi (second difference) sehingga data menjadi stasioner.

3) Uji Kointegrasi

Kointegrasi berkaitan erat dengan pengujian terhadap kemungkinan adanya hubungan keseimbangan jangka panjang antara variabel-variabel ekonomi seperti yang dikehendaki oleh teori ekonomi (Insukindro, 2001:121). Uji kointegrasi dari dua atau lebih data time series menunjukkan bahwa terdapat hubungan jangka panjang diantaranya. Data time series dikatakan terkointegrasi jika residu dari tingkat regresi stasioner, maka tingkat regresi akan memberikan estimasi yang tepat untuk hubungan jangka panjang.

Dalam melihat suatu model yang memiliki kointegrasi atau tidak, dapat dilakukan dengan menjalankan uji sebagai berikut :

- Uji Johansen - Uji CRDW - Uji EG

Dalam penelitian ini, untuk melihat ada atau tidaknya kointegrasi, dilakukan dengan uji Engle-Granger (EG) atau uji Augmented Engle-Granger yaitu pengujian yang dilakukan dengan memanfaatkan Uji Augmented Dicky-Fuller dengan cara mengestimasi model regresi kemudian menghitung nilai


(55)

37 residual-nya. Apabila nilai residual-nya stasioner maka regresi tersebut merupakan regresi kointegrasi (Nachrowi, 2006:367).Dengan kata lain, pengujian Augmented Dicky-Fuller dari nilai residual menghasilkan estimasi nilai statistik ADF kemudian dibandingkan dengan nilai kritisnya.

Adapun proses pengujiannya adalah sebagai berikut :

- Mengestimasi model regresi

- Mencari nilai residualnya dan menghitungnya

Setelah mendapat nilai residualnya, maka akan dilakukan uji DF-ADF yang merupakan pengujian Engle-Granger untuk memperoleh hasil apakah model penelitian tersebut terkointegrasi atau tidak, maka hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut :

H0 = ADF value < Nilai Kritis = model tidak terkointegrasi

H1 = ADF value > Nilai Kritis = model terkointegrasi

3. Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik atau dikenal dengan Uji data, pengujian asumsi klasik dilakukan agar hasil analisis regresi memenuhi kriteria BLUE (best linier unbiased estimator). Uji asumsi klasik terdiri dari, uji heteroskedastisitas, uji autokorelasi, uji multikolinieritas,


(56)

38 1) Uji Multikolinieritas

Salah satu uji asumsi klasik adalah tidak ada hubungan linier antar variabel independen. Adanya hubungan antar variabel independen dalam satu regresi disebut dengan Multikolinieritas (Agus Widarjono, 2009:103). Dengan demikian, multikolinieritas dapat diartikan sebagai hubungan linier antar variabel independen yang terjadi pada suatu regresi. Terjadinya multikolinieritas dalam suatu hasil regresi penelitian tidak dapat dihindari, artinya sulit untuk menemukan dua variabel bebas yang secara matematis tidak berkorelasi sealipun secara substansi tidak berkorelasi.

Multikolinieritas adalah situasi dimana terdapat korelasi variabel-variabel bebas diantara satu dengan lainnya. Hubungan linier antara variabel-variabel independen dapat terjadi dalam bentuk hubungan linier yang sempurna (perfect)

dan hubungan linier yang kurang sempurna (imperfect). Salah satu cara mendeteksi ada atau tidaknya multikolinieritas adalah dengan uji korelasi. Pada uji korelasi, kita menguji multikolinieritas hanya dengan melihat hubungan secara individual antara satu variabel independen dengan satu variabel independen yang lain. Tetapi multikolinieritas bisa juga muncul karena satu atau lebih variabel independen merupakan kombinasi linier dengan variabel independen lain. Dalam penelitian ini peneliti akan multikolienieritas dengan menguji koefisien korelasi (r) antarvariabel independen. Sebagai aturan (rule of thumb), jika koefisien korelasi cukup tinggi katakanlah diatas 0,85 maka diduga ada multikolinieritas


(57)

39 dalam model. Sebaliknya jika koefisien korelasi relatif rendah maka diduga model tidak mengandung multikolinieritas.

2) Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan deviasi standar nilai variabel dependen pada setiap variabel independen. Salah satu asumsi penting OLS adalah varian dari dari residual adalah konstan. Namun dalam kenyataannya seringkali varian residual adalah tidak konstan atau disebut dengan heteroskedastisitas. Heteroskedastisitas biasanya terdapat pada data cross section. Sementara itu data time series jarang mengandung unsur heteroskedastisitas, dikarenakan ketika menganalisis perilaku data yang sama dari waktu ke waktu fluktuasinya akan relatif lebih stabil (Widarjono, 2005:146).

Untuk mengidentifikasi ada atau tidaknya heteroskedastisitas, dapat dilakukan dengan berbagai uji dibawah ini, yaitu:

- Metode Grafik - Uji Arch - Uji Glejser

- Uji Korelasi Spearman - Uji Goldfeld-Quandt

- Uji Bruesch-Pagan-Godfrey - Uji White.


(58)

40 Dari uji yang dipaparkan diatas, untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas dalam model, peneliti menggunakan uji Arch.

3) Uji Autokorelasi

Secara harfiah autokorelasi berarti adanya korelasi antara anggota observasi satu dengan observasi lain yang berlainan waktu. Dalam kaitannya dengan asumsi metode OLS, autokorelasi merupakan korelasi antara satu residual dengan residual yang lainnya. Sedangkan salah satu asumsi penting metode OLS berkaitan dengan residual adalah tidak adanya hubungan antara residual satu dengan residual yang lain (Widarjono, 2005:177).

.

Untuk mengidentifikasi pada suatu model apakah terdapat autokorelasi atau tidak Ada beberapa cara yang digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi dengan menggunakan rumus (Gujarati, 1997):

H = ( ) =

[ ] ……… (3.6)

Dimana :

d = Durbin Watson N = Ukuran Sampel Var = Varian


(59)

41 Jika nilai yang dihitung < nilai kritis h dari tabel distribusi normal, berarti bahwa tidak terjadi autokorelasi.

Selain itu digunakan juga Uji Durbin-Watson, yaitu salah satu uji yang banyak digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya autokorelasi, durbin-watson dilambangkan dengan d nilai ini akan berada dikisaran 0 – 4, pengambilan keputusan pada durbin-watson yaitu :

- Bila (du) > DW (4-du) maka koefisien autokorelasi sama dengan nol, berarti tidak ada autokorelasi

- Bila DW < dl, maka koefisien autokorelasi lebih besar dari nol, berarti ada autokorelasi positif

- Bila DW > (4-dl), maka koefisien autokorelasi lebih kecil dari nol berarti ada autokorelasi negatif

- Bila (du) > DW > atau (4-dui) > DW > (4-dl), maka hasilnya tidak dapat disimpulkan

4. Uji Error Correction Model (ECM)

Model Koreksi Kesalahan (Error Correction Model) merupakan metode pengujian yang dapat digunakan untuk mencari model keseimbangan dalam jangka panjang. Untuk menyatakan apakah model ECM yang digunakan sahih atau tidak maka koefisien Error Correction Term (ECT) harus signifikan. Jika koefisien ini


(60)

42 tidak signifikan maka model tersebut tidak cocok dan perlu dilakukan perubahan spesifikasi lebih lanjut. (Insukindro, 1993: 12-16).

Error correction model atau yang dikenal dengan model koreksi kesalahan

adalah suatu model yang digunakan untuk melihat pengaruh jangka panjang dan jangka pendek dari masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat. Menurut Sargan, Engel dan Granger, ECM adalah teknik untuk mengoreksi ketidakseimbangan jangka pendek menuju keseimbangan jangka panjang, serta dapat menjelaskan hubungan antara variabel terikat dengan variabel bebas pada waktu sekarang dan waktu lampau.

Dalam penelitian ini, model ECM yang digunakan telah terbebas dari ketidakstasioneritasan model melalui uji stasioneritas, uji derajat integrasi, uji kointegrasi dan uji asumsi klasik, sehingga model ECM yang digunakan sudah layak untuk dipakai dan di analisis. Analisis yang digunakan bertujuan untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

Proses menuju model ECM yang layak digunakan dalam penelitian ini untuk mengetahui hubungan jangka pendek dan jangka panjangnya, yaitu sebagai berikut , Model Ekonometrik:

Y = a +b1 x1 +b2 x2 +b2 x2 ……….(3) Fint=a0 + b1npft + b2pdbt + b3ECt + e…(3)


(61)

43 Dimana :

= konstanta

b = Koefisien regresi

npf = non performing finance (pembiayaan bermasalah)

pdb = produk domestik bruto

ECt = Error Correction (koreksi kesalahan)

e = Error term

Berdasarkan pada model diatas, maka Model ECM pada penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berukut :

fint = β0 + β1∆npft + β2 ∆pdbt +β3 npf t-1 + β4pdbt-1+β5 EC t-1 + et

β adalah koefisien regresi pengganti α pada persamaan terdahulu. Setelah

pengujian diatas dilakukan, maka model yang terbentuk akan dilakukan uji EC (Error Correction).

1) Uji Error Correction (EC)

Error correction (EC) atau koreksi kesalahan merupakan bagian dari ECM. Nilai EC ini diperoleh dari penjumlahan variabel independent bulan sebelumnya dikurangi dengan variabel dependen bulan sebelumnya, sehingga model yang dapat diperoleh dari ECM diatas untuk menghitung EC ini adalah :

= (−1) + (−1) + fint (-1)

Rumus ECt diatas digunakan untuk menghitung besarnya ketidakseimbangan antara variabel independen terhadap variabel dependen. Apabila


(62)

44 nilai ECt positif dan secara statistik signifikan, maka model spesifikasi ECM yang digunakan dalam penelitian ini sudah valid.

5. Uji t

Uji t merupakan pengujian terhadap variabel independen secara parsial (individu) dilakukan untuk melihat signifikansi dari pengaruh variabel independen secara individual terhadap variabel dependen. Pada penelitian kali ini penulis menggunakan uji hipotesis satu sisi, karena memiliki landasan teori atau dugaan kuat terhadap hubungan tiap variabel.

Berikut bentuk pengujian hipotesisnya :

H0 : β1 = 0 : artinya bahwa variabel independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen.

Ha: β1 ≠ 0 : artinya bahwa variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen.

Maka keputusan yang dibuat dengan α (probabilitas menolak hipotesis yang benar)

5% adalah :

a. jika nilai thitung > nilai ttabel maka H0 ditolak dan menerima Ha, artinya bahwa variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen.

b. jika nilai thitung < nilai ttabel maka H0 diterima dan menolak Ha, artinya bahwa variabel independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen.


(63)

45 6. Uji F

Uji F merupakan pengujian untuk melihat pengaruh variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Cara pengujian hampir sama dengan uji t

H0 : β1 =β2 =β3 =β4 = 0 : artinya secara bersama-sama variabel independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen

Ha : β1 ≠ β2 ≠ β3 ≠ β4 ≠ 0 : artinya secara bersama-sama variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen maka keputusan yang dibuat dengan α (probabilitas menolak hipotesis yang benar) 5% adalah :

a. jika nilai Fhitung > nilai Ftabel maka H0 ditolak atau menerima H1 artinya bahwa secara bersama-bersama variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen.

b. jika nilai Fhitung < nilai Ftabel maka H0 diterima atau menolak H1. Dalam kasus ini artinya bahwa secara bersama-sama variabel independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen.

7. Koefisien Determinasi (R2)R2 atau koefisien determinasi digunakan untuk menghitung seberapa besar presentase total variabel terikat yang dijelaskan oleh variabel-variabel bebas. Atau dengan kata lain koefisien regresi menerangkan bagaimana garis regresi yang dibentuk sesuai dengan datanya (Widarjono, 2005:38).


(64)

46 E. Operasional variabel Penelitian

Operasional variabel penelitian merupakan spesifikasi kegiatan peneliti dalam mengukur suatu variabel spesifikasi tersebut menunjukkan pada dimensi-dimensi dan indikator dari variabel. Penelitian melalui pengamatan penelitian terdahulu.

Variabel Independen : 1) NPF

Non performing financing (NPF) adalah pembiayaan yang masuk ke dalam kategori kredit kurang lancar, diragukan, dan macet berdasarkan kriteria yang sudah ditetapkan oleh Bank Indonesia. Status NPF pada prinsipnya didasarkan pada ketepatan waktu bagi nasabah untuk membayarkan kewajiban, baik berupa pembayaran bunga maupun pengembalian pokok pinjaman. Pada dasarnya NPF dan NPL ini memiliki pengertian yang sama yang membedakan hanya istilah kredit digunakan di bank konvensional dan pembiayaan digunakan di bank syariah.

NPF = Pembiayaan yang diberikan dengan kolektabilitas 3 s/d 5 x 100% Total pembiayaan yang diberikan

Besar NPF maksimal 5%, semakin besar nilai NPF, ini menunjukkan bahwa bank tersebut tidak professional dalam pengelolaan kreditnya.

2) PDB

PDB adalah produk barang dan jasa total yang dihasilkan dalam perekonomian suatu negara di dalam masa satu tahun. PDB didalamya merupakan pendapatan faktor produksi milik bangsa Indonesia yang berada di dalam negeri


(65)

47 ditambah milik bangsa asing di dalam negeri. PDB dihitung biasanya dengan menggunakan dua keterangan menurut patokan harga yang dipakai, yaitu :

- Harga Konstan

PDB hkx = 100 X PDBhbx IHKx

- Harga Berlaku

PDB hbx = PDB hkx x IHK x 100 Hkx = Harga konstan

Hbx = Harga berlaku

IHK = Indeks harga konsumen

100 = Indeks harga konsumen tahun dasar X = Tahun tertentu

Variabel Dependen : 1) Pembiayaan

Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan pembiayaan adalah semua pembiayaan yang disalurkan kepada nasabah defisit.


(66)

48 BAB IV

PENEMUAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian

1. Bank Syariah

Awal tahun 1980-an, diskusi mengenai ekonomi Islam mulai dilakukan. Bahkan uji coba dalam relatif terbatas telah dilakukan, diantaranya adalah Baitul Mal wa Tamwil Salman Bandung dan Koperasi Ridho Gusti Jakarta. Prakarsa lebih khusus bagi pendirian bank Islam baru dimulai tahun 1990. MUNAS IV MUI (Majelis Ulama Indonesia) pada Agustus 1990 membentuk kelompok kerja untuk mendirikan Bank Muamalat (Antonio, 2001:24).

Pemulihan ekonomi global yang semakin menguat di akhir tahun 2009 memberikan optimisme perkembangan ekonomi di tahun 2010 meskipun sempat diwarnai oleh krisis Yunani yang terjadi awal triwulan II 2010 namun krisis tersebut tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kondisi perbankan syariah nasional. Kondisi perbankan syariah nasional yang masih dalam perkembangan awal dan belum memiliki tingkat integrasi yang tinggi dengan sistem keuangan global serta tidak signifikannya eksposur valas yang dimiliki perbankan syariah nasional, berdampak pada terhindarnya bank syariah dari pengaruh langsung krisis tersebut.

Sepanjang tahun 2010 perbankan syariah tumbuh dengan volume usaha yang tinggi yaitu sebesar 43,99% (yoy) meningkat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yaitu sebesar 26,55% (yoy) dengan pertumbuhan dana yang dihimpun maupun pembiayaan yang juga relatif tinggi dibandingkan periode yang sama tahun


(67)

49 2009. Secara umum efektivitas fungsi intermediasi perbankan syariah tetap terjaga seiring pertumbuhan dana yang dihimpun maupun pembiayaan yang relatif tinggi dibandingkan perbankan nasional, serta penyediaan akses jaringan yang meningkat dan menjangkau kebutuhan masyarakat secara lebih luas sehingga masih memiliki fundamental yang cukup kuat untuk memanfaatkan potensi membaiknya perekonomian nasional.

Sampai dengan triwulan III 2010 jumlah bank yang melakukan kegiatan usaha syariah meningkat seiring dengan munculnya pemain-pemain baru baik dalam bentuk Bank Umum Syariah (BUS) maupun Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). BUS yang pada akhir tahun 2009 berjumlah 6 BUS bertambah 4 BUS dimana 2 BUS merupakan hasil konversi Bank Umum Konvensional dan 2 BUS hasil spin off Unit Usaha Syariahnya (UUS) sehingga jumlah UUS di tahun 2010 ini berkurang menjadi 23 UUS. Peningkatan jaringan kantor BUS dan UUS sampai triwulan III 2010 meningkat sebanyak 387 kantor, peningkatan ini terutama dari pembukaan kantor cabang terutama kantor cabang pembantu. Sedangkan untuk layanan syariah mengalami penurunan sebanyak 652 menjadi 1140 pada triwulan III 2010. Penurunan ini dikarenakan adanya penutupan 2 UUS akibat spin off yang secara kelembagaan juga menutup layanan syariahnya. Namun demikian, penurunan jangkauan layanan syariah ini tidak akan menurunkan jangkauan layanan bank syariah kepada nasabah, mengingat penyebaran jaringan kantor bank syariah yang luas dan diperkirakan akan semakin bertambah di akhir tahun 2010 menyusul dikeluarkannya izin usaha PT. Bank Maybank Syariah pada Oktober 2010.


(68)

50 Tabel 4.1

Jaringan Kantor Perbankan Syariah

Kelompok Bank I 2009 II 2009 III 2009

IV

2009 I 2010 II 2010

III 2010

Bank Umum Syariah 5 5 5 6 8 10 10

Unit Usaha Syariah 26 25 24 25 25 23 23

Jumlah Kantor BUS

& UUS 888 899 924 998 1208 1279 1388

Jumlah Layanan

Syariah 1486 1543 1667 1792 1787 1140 1140

Sumber : Outlook Perbankan Syariah Bank Indonesia

Dari segi penyaluran dana perbankan syariah dalam bentuk pembiayaan meningkat signifikan dengan laju pertumbuhan 34,85% (yoy) lebih tinggi dari periode yang sama di tahun 2009 sebesar 18,16% (yoy). Peningkatan pembiayaan ini mengindikasikan peningkatan kinerja sektor riil mengingat bahwa pembiayaan yang diberikan (PYD) perbankan syariah sebagian besar disalurkan ke sektor riil. Membaiknya kinerja sektor riil terutama didukung oleh semakin kondusifnya perekonomian nasional pasca krisis, menguatnya kinerja ekspor dan dukungan pemerintah dalam pengembangan sektor tersebut.


(69)

51 Gambar 4.1

Perkembangan DPK Bank Syariah

Sumber : Outlook Perbankan Syariah Bank Indonesia 2010

Dari segi penghimpunan dana sampai dengan pertengahan tahun 2010 kinerja penghimpunan dana Perbankan Syariah sempat melambat hingga pertengahan 2010, namun memasuki triwulan III 2010 mulai mengalami perkembangan dengan laju pertumbuhan 39,16% (yoy), lebih tinggi dibandingkan periode yang sama di 2009 sebesar 35,19% (yoy). (Lihat Gambar 4.1) Tingginya pertumbuhan DPK tersebut didorong oleh semakin kompetitifnya imbal bagi hasil yang ditawarkan bank syariah, meskipun secara umum sepanjang tahun 2010 suku bunga Deposito Bank Konvensional cenderung meningkat namun dengan peningkatan kinerja pembiayaannya.


(70)

52 B. Analisa dan Pembahasan

1. Analisis Deskriptif

Non Performing Financing (NPF)

Gambar 4.2

Perkembangan NPF Bank Syariah di Indonesia

Sumber : Statistik Perbankan Syariah Bank Indonesia (data diolah) Pertumbuhan pembiayaan yang masih cukup tinggi dalam kondisi sektor riil yang kurang kondusif akibat meningkatnya tekanan inflasi, berdampak pada meningkatnya jumlah pembiayaan bermasalah (NPF). Hal ini terlihat pada tahun 2005, NPF sebesar 2,5% meningkat menjadi 3,6% di tahun 2006, Pembiayaan bermasalah biasanya bergerak secara proporsional dengan pertumbuhan pembiayaan itu sendiri. Di tengah risiko bisnis yang meningkat akibat krisis finansial global, hal itulah yang menyebakan rasio NPF meningkat berada pada posisi 4,05% di tahun 2007. Situasi ekonomi awal tahun 2009 masih diliputi ketidakpastian, terutama pasca

2.5

3.6 4.05 3.95 4.01

6.5

2005 2006 2007 2008 2009 2010

NPF

NPF


(71)

53 merebaknya krisis keuangan global akhir tahun 2008. Situasi ini dianggap akan memberikan tekanan pada pembiayaan bermasalah dan kualitas aset secara umum. NPF tercatat 4,01% di 2009, meningkat dibandingkan posisi tahun 2008 sebesar 3,95%. Sementara itu, penurunan daya beli masyarakat berdampak pada memburuknya kualitas kredit konsumsi sebagaimana tercermin pada peningkatan rasio NPF pada tahun 2010 sebesar 6,5%.

h. Produk Domestik Bruto (PDB)

Gambar 4.3 Perkembangan PDB

Sumber : Badan Pusat Statistik (data diolah)

Dari gambar di atas terlihat bahwa Produk Domestik Bruto (PDB) mengalami kenaikan dari tahun ke tahun, dapat dilihat di tahun 2005 PDB menunjukkan angka Rp 439.484.10 lalu meningkat menjadi Rp 466.101 di 2006 dan terus meningkat di tahun 2007 menjadi Rp 493.331. Angka ini terus meningkat sampai pada tahun 2010

439,484.10 466,101.00

493,331.00 519,392.00

547,365.00 585,103.00

2005 2006 2007 2008 2009 2010

PDB


(72)

54 yaitu sebesar Rp 585.103. Hal tersebut disebabkan karena beberapa faktor, salah satunya yaitu pertumbuhan ekonomi Indonesia yang semakin meningkat dari tahun ke tahunnya walau sempat terjadi krisis keuangan global pada 2008 Indonesia tetap bisa bertahn dengan menjadi salah satu dari 3 negara di dunia bersama Cina dan India yang pertumbuhan ekonominya tetap positif yaitu sebesar 6,1%.

i. Pembiayaan

Gambar 4.4 Perkembangan Pembiayaan Bank Syariah

Sumber : Statistik Perbankan Syariah (data diolah) (dalam Miliar Rupiah)

Jumlah pembiayaan yang disalurkan pada tahun 2005 menjadi Rp 15,231 milyar, tahun 2006 menjadi Rp 20,45 milyar. Peningkatan ini terutama didorong oleh pemulihan perekonomian nasional, sehingga membuka peluang lebih banyak bagi kegiatan usaha. Lalu jumlah pembiayaan yang disalurkan meningkat sebesar Rp 27,94 milyar di tahun 2007. Peningkatan ini terutama didorong oleh kondisi makroekonomi yang relatif stabil, sehingga membuka peluang lebih banyak bagi

15,231

20,445

27,944

33,857

42,340

52,874

2005 2006 2007 2008 2009 2010

Pembiayaan

Pem biayaan


(73)

55

kegiatan usaha. Salah satu ciri khas pembiayaan adalah dukungan kepada sektor

usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Sebanyak 67,31% disalurkan ke UMKM.

Secara umum pembiayaan tahun 2010 mengalami peningkatan yang cukup signifikan akibat strategi pembiayaan yang lebih ekspansif dibanding dengan tahun sebelumnya. Pembiayaan tahun 2010 mencapai Rp 52,874 milyar tumbuh dibandingkan dengan tahun 2009 yang tercatat Rp 42,34 milyar. Peningkatan disebakan kondisi ekonomi yang belum cukup baik pasca krisis. Selain itu, jika dilihat berdasarkan akad, portofolio pembiayaan pun mengalami perbaikan dengan meningkatnya presentasi piutang jual beli. Peningkatan pembiayaan dengan akad jual beli merupakan hal yang menggembirakan, karena imbal hasilnya lebih tinggi.

2. Prasyarat Analisis Data a. Uji Linieritas

Uji Linieritas merupakan pengujian yang dilakukan untuk melihat apakah model fungsi regresi yang digunakan sudah benar atau tidak. Pengujian ini merupakan pengujian seleksi model fungsi regresi, yaitu model linier, model semi-log, dan model double log. Dalam penelitian ini digunakan model linier karena model regresi linier tidak mempunyai batas akibat perubahan nilai variable bebasnya. Akan tetapi bila dilihat model logaritma, ternyata mempunyai batas minimum dan maksimal (Nachrowi 2006 : 64).

Langkah-langkah pengujian sebagai berikut : Hipotesis


(1)

87

Augmented Dickey-Fuller test statistic -4.483251 0.0011 Test critical values: 1% level -3.632900

5% level -2.948404

10% level -2.612874 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(RESID01) Method: Least Squares

Date: 09/17/11 Time: 13:33

Sample (adjusted): 2008M02 2010M12 Included observations: 35 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. RESID01(-1) -0.778827 0.173719 -4.483251 0.0001 C 363613.1 1663410. 0.218595 0.8283 R-squared 0.378526 Mean dependent var 699362.2 Adjusted R-squared 0.359693 S.D. dependent var 12285663 S.E. of regression 9830886. Akaike info criterion 35.09540 Sum squared resid 3.19E+15 Schwarz criterion 35.18428 Log likelihood -612.1695 Hannan-Quinn criter. 35.12608 F-statistic 20.09954 Durbin-Watson stat 2.031883 Prob(F-statistic) 0.000084

Uji AsumsiKlasik

Uji Heteroskedastisitas

Heteroskedasticity Test: ARCH

F-statistic 0.063387 Prob. F(1,33) 0.8028 Obs*R-squared 0.067100 Prob. Chi-Square(1) 0.7956

Test Equation:

Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Date: 09/17/11 Time: 13:36

Sample (adjusted): 2008M02 2010M12 Included observations: 35 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 9.97E+13 6.68E+13 1.492119 0.1452


(2)

88

RESID^2(-1) -0.043866 0.174232 -0.251769 0.8028 R-squared 0.001917 Mean dependent var 9.57E+13 Adjusted R-squared -0.028328 S.D. dependent var 3.78E+14 S.E. of regression 3.84E+14 Akaike info criterion 70.05565 Sum squared resid 4.86E+30 Schwarz criterion 70.14453 Log likelihood -1223.974 Hannan-Quinn criter. 70.08633 F-statistic 0.063387 Durbin-Watson stat 2.000050 Prob(F-statistic) 0.802781

Uji Autokorelasi

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 0.981570 Prob. F(2,31) 0.3861 Obs*R-squared 2.144002 Prob. Chi-Square(2) 0.3423

Test Equation:

Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 09/17/11 Time: 13:37 Sample: 2008M01 2010M12 Included observations: 36

Presample missing value lagged residuals set to zero.

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. NPF -496368.1 2298903. -0.215915 0.8305 PDB 1.222054 6.186795 0.197526 0.8447 C 1872027. 8954052. 0.209070 0.8358 RESID(-1) 0.204540 0.184236 1.110206 0.2754 RESID(-2) 0.126279 0.187901 0.672051 0.5065 R-squared 0.059556 Mean dependent var 2.07E-10 Adjusted R-squared -0.061792 S.D. dependent var 9909109. S.E. of regression 10210672 Akaike info criterion 35.24401 Sum squared resid 3.23E+15 Schwarz criterion 35.46394 Log likelihood -629.3922 Hannan-Quinn criter. 35.32077 F-statistic 0.490785 Durbin-Watson stat 1.938350 Prob(F-statistic) 0.742451


(3)

89

Uji Multikoinieritas

FIN

NPF

PDB

FIN

1

0.5527

0.601993

NPF

0.5527

1

0.837937

PDB

0.601993 0.837937

1

Analisis ECM

Method: Least Squares

Date: 09/16/11 Time: 05:27

Sample (adjusted): 2008M02 2010M12

Included observations: 35 after adjustments

Variable

Coefficien

t Std. Error t-Statistic

Prob.

D(NPF)

-0.400710 0.233657 -2.171495

0.0086

D(PDB)

6.132939 1.139723 0.538108

0.5946

NPF(-1)

-0.211113 0.310945 -2.678934

0.0026

PDB(-1)

5.731725 1.725374 0.741935

0.4641

EC

0.749943 0.185350 4.046090

0.0004

C

1.524219 11.85807 1.285385

0.2088

R-squared

0.863996 Mean dependent var 1173553.

Adjusted R-squared 0.254340 S.D. dependent var

11787725

S.E. of regression

10178893 Akaike info criterion 35.26434

Sum squared resid 3.00E+15 Schwarz criterion

35.53097

Log likelihood

-611.1259 Hannan-Quinn criter. 35.35638

F-statistic

3.319433 Durbin-Watson stat

2.093397

Prob(F-statistic)

0.017178


(4)

90

Lampiran 4

Daftar Gambar

Gambar 4.1

Perkembangan DPK Bank Syariah


(5)

91

Gambar 4.3

Perkembangan PDB

Gambar 4.4

Perkembangan Pembiayaan Bank Syariah

2.5

3.6 4.05 3.95 4.01

6.5

2005 2006 2007 2008 2009 2010

NPF

NPF

439,484.10 466,101.00

493,331.00 519,392.00

547,365.00 585,103.00

2005 2006 2007 2008 2009 2010

PDB


(6)

92

Gambar 4.5

Komposisi Pembiayaan Bank Syariah

15,231

20,445

27,944

33,857

42,340

52,874

2005 2006 2007 2008 2009 2010

Pembiayaan

Pem biayaan

9,487 12,624

16,553

22,486 26,321

37,508

5,022 6,397

9,984

13,616 17,009

23,255

0 5,000 10,000 15,000 20,000 25,000 30,000 35,000 40,000 2005

2006 2007 2008 2009 2010